• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dipimpin oleh Bupati/Walikota. Adanya kebijakan tersebut berimplikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang dipimpin oleh Bupati/Walikota. Adanya kebijakan tersebut berimplikasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karena menganut sistem desentralisasi semenjak masa reformasi 1999, maka di Indonesia menganut pembagian tingkatan daerah otonom.Tingkat pertama, yakni Provinsi yang dipimpin oleh Gubernur, dan Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Bupati/Walikota. Adanya kebijakan tersebut berimplikasi pula dalam perumusan kebijakan di daerah, sebagaimana tingkatan Provinsi, Gubernur berhak mengajukan persetujuan kepada DPRD Provinsi untuk membuat Peraturan Daerah Provinsi, dan juga pada tingkat Kabupaten/Kota Bupati/Walikota berhak membuat Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang membutuhkan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota1. Berdasarkan kasus di atas maka tiap-tiap daerah otonom, dalam garis bawah kabupaten atau kota mempunyai hak untuk membuat Peraturan Daerah yang relevan terhadap keadaan daerah masing-masing. Perda Kabupaten/Kota harus mengingat dan menimbang peraturan-peraturan di atasnya sebagai sebuah penjabaran/spesifikasi yang menghantarkan negara ke cita-cita awal Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Daerah Kabupaten Sukoharjo sendiri adalah salah satu daerah otonom yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Seperti daerah otonom lainnya, Pemkab Sukoharjo selaku badan eksekutif, memiliki kewenangan untuk merancang

1

http://penelitihukum.org/tag/pengertian-peraturan-daerah-kabupatenkota/ dipublikasikan

(2)

2

Perda bersama DPRD selaku lembaga legislatif, seperti Perda Miras Nomor 7 tahun 20122. Kebijakan sendiri menurut Jenkins pada dasarnya dipengaruhi dari lingkungan sekitar3. Menurutnya, segala sumberdaya, tuntutan dan dukungan dari kebijakan (termasuk kebijakan miras) berasal dari lingkungan yang dikumpulkan dengan berbagai cara dan dipengaruhi oleh sistem perpolitikan saat itu. Sehingga relevan jika Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo dibuat karena sesuai dengan keadaan lingkungan di Kabupaten Sukoharjo, khususnya di Kecamatan Mojolaban dan Kecamatan Polokarto tepatnya, merupakan sentra pembuatan alkohol yang berasal dari limbah pabrik gula atau molase. Produk yang dihasilkan antara lain bio-etanol dengan kadar alkohol 99,5% dengan waktu distilasi 9-11 jam, etanol dengan kadar sampai 75% waktu distilasi 7 jam, dan ciunik dengan kadar 35% yang hanya memerlukan 3 jam dalam pembuatannya. Dari ketiga produk ini,

ciunik-lah yang biasa dipasarkan sebagai minuman keras, sedangkan dua

lainnya dipasarkan sebagai bahan farmasi dan kimia. Pemasaran dari minuman keras tersebut sudah melingkup luar kabupaten, bahkan sampai luar provinsi Jawa Tengah. Hal ini seiring dengan berjamurnya produsen-produsen etanol yang bertambah banyak dari tahun ke tahun. Penyebabnya tidak lain adalah pendapatan bersih yang besar berkisar Rp.37-Jutaan perbulan terhitung menggiurkan. Disamping semakin menjamurnya produsen-produsen alkohol, terhitung ada 27 pondok pesantren yang berdiri dan tersebar di Sukoharjo,

2

http://krjogja.com/read/157312/dprd-sukoharjo-desak-perda-miras-segera-diterapkan.kr dipublikasikan 7 Januari 2013

3

Termuat dalam Hill, M. (1993). The Policy Process: A Reader. New York: Harvester Wheatsheaf, A Division of Simon & Schuster International Group

(3)

3

jumlah di atas belum termasuk ormas-ormas islam yang ada sampai tahun 2015 ini. Menjadi keunaikan sendiri atau sebuah ironis memang mengenai meningkatnya produsen alkohol/miras disamping menjamurnya (juga) pondok-pondok pesantren di sana.Perda Miras No 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjojuga merupakan salah satu upaya konkret dari pemerintah guna mengendalikan dan mengawasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol. Karena seperti yang kita tahu, minuman beralkohol dapat memicu berbagai tindak kekerasan yang menyebabkan kerugian bagi berbagai pihak, yang terlibat secara langsung maupun tak langsung yang berujung pada konflik tak berujung.

Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa minuman keras meresahkan kehidupan masyarakat. Membahayakan berbagai pihak yang terlibat langsung maupun tidak. Karena selain membahayakan pemakainya, juga dapat membawa dampak secara tidak langsung pada pihak masyarakat yang tidak memakainya. Kehilangan kontrol diri karena penurunan kesadaran saat mengonsumsi miras diyakini sebagai salah satu sebab terjadinya tindakan kriminal nan melanggar hukum serta norma dan nilai yang dianut masyarakat, sebut saja tindakan pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, dan lain-lain. Sedangkan menciptakan ketertiban, ketentraman, kesejahteraan, dan upaya perlindungan terhadap masyarakat dalam hal ini kaitannya dengan tanggungjawab pemerintah, sebagaimana yang tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia dan butir-butir Pancasila. Sebuah peraturan pun dibuat sedemikian rupa, Peraturan DaerahNomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo,

(4)

4

yang mengatur mengenai perihal pengawasan, pengendalian peredaran, dan penjualan minuman beralkohol.

Perda Miras Nomor 7 Kabupaten Sukoharjo itu sendiri, terdapat tiga aspek pokokdi dalamnya. Aspek-aspek seperti pengawasan, pengendalian peredaran, dan penjualan minuman beralkohol; yang berada di wilayah hukum Kabupaten Sukoharjo khususnya. Aspek pengawasan dan pengendalian sendiri dilakukan terhadap: (a) penjualan langsung untuk diminum, tempat peredaran dan penjualannya. (b) perizinan, importir minuman beralkohol, distributor, subdistributor. (c) tempat lokasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol. (d) orang/badan yang menguasai minuman beralkohol; kesemua proses pengawasan tersebut diawasi oleh tim pengawas dan penertiban yang ditetapkan dengan keputusan Bupati dan bertanggungjawab kepada Bupati.

Kedua, aspek pengendalian peredaran termuat dalam dua besar inti, labelisasi

dan perizinan. Labelisasi menggunakan standar operasional produk minuman keras, sedangkan perizinan kepada usaha peredaran dan atau penjualan minuman beralkohol semua golongan (A,B,dan C) harus memiliki SIUP-MB yang telah ditentukan masa tenggang dan perpanjangan. Ketiga, aspek penjualan mengenai syarat dan ketentuan untuk menjual secara eceran dengan ketentuan tertentu, dan penjualan untuk diminum langsung dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pula. Kebijakan tersebut dibuat untuk mencapai tujuan tertentu secara khusus dibanding dengan daerah lain, karena ke-khususan Kabupaten Sukoharjo sendiri sebagai ladang produksi minuman keras yang notabene legal. Tujuan-tujuan dibentuknya Perda tersebut seperti yang

(5)

5

tertuang di dalam butir-butir pasal Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo antara lain4:

a. Melakukan penertiban minuman beralkohol yang beredar di masyarakat dan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketertiban umum.

b. Memberikan dasar hukum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pengawasan, pengendalian peredaran, penjualan dan penggunaan minuman beralkohol di daerah dalam rangka melindungi dan menjaga ketentraman dan ketertiban umum.

c. Memberi dasar hukum bagi aparatur penegak hukum di daerah untuk melaksanakan penertiban, penindakan dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran peredaran dan penjualan minuman beralkohol.

d. Memberikan pembinaan dan pengawasan atas peredaran, penjualan dan penggunaan minuman beralkohol di daerah; dan

e. Membatasi peredaran minuman beralkohol sampai lingkup terkecil.

Penelitan implementasi Perda Miras sendiri tak hanya ada di Kabupaten Sukoharjo, terdapat juga di daerah-daerah lain seperti Kabupaten Cilegon. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Okie Satrio Arifiyanto yang berjudul

Implementasi Peraturan Daerah No 5 Tahun 2001 Tentang Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras, Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya di Kota Cilegon5. Yang menarik

4

Lihat Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo

5

Ariefiyanto, Okie Satrio. 2012. Implementasi Peraturan Daerah No 5 Tahun 2001 Tentang

Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras, Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya di Kota Cilegon. Skripsi. Program Studi Ilmu Administrasi Negara

(6)

6

kesimpulan bahwa Implementasi Perda No 5 Tahun 2001 Tentang Pelanggaran Kesusilaan, Minuman Keras, Perjudian, Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya di Kota Cilegon belum optimal. Karena terjadi dualismekebijakan antara tupoksi pihak-pihak terkait. Terdapat berbagai kesamaan dengan penelitian penulis, yakni pada isi dan lingkungan kebijakan, dan perbedaan terletak pada lokus penelitian sehingga tidak sama. Begitupun halnya dengan penelitian Kebijakan Pemerintah

Daerah Terhadap Peredaran Miras di Salatiga6. Menarik kesimpulan bahwa implementasi kebijakan minuman keras di Kota Salatiga oleh pihak Polres Kota Salatiga dan Satpol PP berupa tindakan preventif dan represif. Faktor yang mempengaruhi yakni faktor internal yang terkait dengan internal implementator kebijakan dan faktor eksternal yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat terhadap usaha-usaha preventif dan represif yang membantu pihak kepolisian dan Satpol PP selaku pihak penegak hukum. Kesamaan ditemukan dengan penelitian penulis yakni pada proses implementasi peraturan daerah mengenai minuman keras, serta pada keberadaan aktor implementasi yang berkontribusi dalam tercapainya tujuan kebijakan. Serta skripsi Eko Arif Cahyono yang berjudul Efektifitas

Pemberantasan Minuman Beralkohol di Kabupaten Bantul (Studi Perda No 6 Tahun 2007)7 mengkaji mengenai pemberantasan minuman beralkohol di

6

Magida, Hendro. 2012. Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Peredaran Miras di Salatiga. Skripsi. Program Studi Ilmu Sosiologi Universitas Kristen Satya Wacana: Salatiga

7

Eko Arif Cahyono. Efektifitas Pemberantasan Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol

di Kabupaten Bantul (Studi Perda No 6 Tahnu 2007). Skripsi. Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

(7)

7

Kabupaten Bantul yang notabene berbeda lokus dengan penelitian yang penulis akan lakukan.

Menimbang bahwa betapa banyaknya produsen dan konsumen minuman beralkohol di Kabupaten Sukoharjo yang berimplikasi secara langsung dan tak langsung terhadap semakin menjamurnya tingkat kekerasan dan kriminalitas, dan mengingat adanya kebijakan Miras No 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo tentang Pengawasan, Pengendalian peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Seperti yang dillansir dari koran Solopos edisi Selasa, 1 januari 2013 bahwa angkra kriminalitas dari penyalahgunaan minuman keras dan narkoba naik sekitar 50 persen kasus. Disebutkan oleh AKP Suparmin selaku Kasat Narkoba Polres Sukoharjo saat itu, bahwa:

“Sepanjang 2011 jumlah kasus narkoba dan miras sebanyak 24 kasus dan bisa diselesaikan semua namun tahun ini (2012) berjumlah 50 kasus. Jumlah tersangka pun bertambah. Sepanjang 2011 sebanyak 25 orang, sedangkan di tahun ini berjumlah 50 orang.”

“Setahun lalu sebanyak 510 botol vodka dan 18 botol anggur merah, namun tahun ini hanya 18 botol vodka dan empat botol anggur merah, tetapi ciu berjumlah 12.438 liter padahal 2011 hanya 3.051 liter”

Berita lain mengenai tindakan kriminal yang dipicu penyalahgunaan minuman keras di antaranya peristiwa teman yang membunuh teman yang terjadi Dukuh Soditan RT 002/RW 008, Ngadirejo, Kartasura, Sukoharjo, Senin (4/5/2015). Sebelum peristiwa naas itu terjadi karena diawali pesta miras.

Selain peristiwa di atas masih ada peristiwa perkelahian tentara yang menyebabkan tujuh prajurit ditetapkan sebagai tersangka. Seperti yang

(8)

8

dilansir dari koran Kompas edisi Jumat, 5 Juni 2015, terjadi penganiayaan terhadap anggota TNI AU yang terjadi di Karaoke Bima, Sukoharjo. Detasemen Polisi Militer IV/4 Surakarta telah mengamankan lima anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan yang diduga terlibat kasus perkelahian yang menyebabkan Serma Zulkifli tewas di Karaoke Bima Grogol Sukoharjo, Minggu (31/5/2015) dini hari. Komandan Polisi Militer Kodam IV/Diponegoro Kolonel CPM Arief Wibowo Djadi mengindikasikan peristiwa tersebut terjadi karena terpengaruh oleh minuman keras yang sebelumnya dikonsumsi mereka.

Dari beberapa data yang disampaikan di atas mengenai penyalahgunaan minuman keras yang berujung pada tindakan kriminal, diharapkan output penelitian ini mampu menyelesaikan problematika riil masyarakat mengenai minuman keras beserta tindakan kriminal dan kekerasan yang menjadi akibatnya; dan juga dapatdigunakan sebagai bahan pertimbangan atau rekomendasi pihak internal implementasi Perda Miras No 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo nantinya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti mencoba untuk mengidentifikasi rumusan masalah, antara lain:

1. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengawasan, Pengendalian peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Kabupaten Sukoharjo?

(9)

9

2. Hambatan dan faktor apa saja yang terjadi dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengawasan, Pengendalian peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Kabupaten Sukoharjo?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian mengenai implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengawasan, Pengendalian peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Kabupaten Sukoharjo yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengawasan implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses pengendalian peredaran pada implementasi Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo.

3. Untuk mengetahui bagaimana proses penjualan pada implementasi Perda Miras Nomor 7 Tahun 2012 Kabupaten Sukoharjo.

4. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa sajakah yang bisa terjadi dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengawasan, Pengendalian peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol Kabupaten Sukoharjo.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu contoh Unit pengolahan air bersih untuk PUSKESMAS menggunakan air baku air tanah dengan menggunakan proses penyaringan dengan filter pasir silika, filter

Jika AC bekerja pada kondisi kelembaban nisbi udara yang tinggi, uap putih dapat muncul sebagai akibat dari kelembaban yang tinggi dan perbedaan suhu antara saluran masuk dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan akuntansi aset biologis yang berupa pengakuan, pengukuran, dan juga pengungkapan dalam laporan keuangan aset biologis di

Proses pemutihan tahap keempat dimana prosesnya sama dengan tahap ketiga dimana pulp dari tahap klorin dioksida diputihkan kembali supaya mencapai derajat brightness yang lebih

Apakah Bapak mempunyai anak kandung laki-laki atau perempuan yang sekarang masih hidup tetapi tidak tinggal bersama Bapak?. Berapa jumlah anak laki-laki yang tinggal

Meyer & Allen (1997) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota

Di satu sisi produk berbahan eceng gondok ini menghasilkan kertas dengan nilai seni yang relatif lebih indah dan di sisi lain adalah upaya pengendalian gulma eceng gondok di

Sektor ekspor – impor sangat berkaitan dengan bisnis internasional, dan merupakan sektor yang luas, meliputi selain perdagangan internasional dan bisnis internasional, juga