• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Ternak, Vol. 03, No. 02, Desember 2012 JURNAL TERNAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Ternak, Vol. 03, No. 02, Desember 2012 JURNAL TERNAK"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

i

Desember 2012

Volume : 03, Nomor : 02

Mufid Dahlan dan Solton Haqiqi

Pengaruh Tepung Bawang Putih (Allium Sativum) Terhadap Kematian

(Mortalitas) Dan Berat Badan Ayam Pedaging (Broiler)

Nuril Badriyah dan Rendy Setiawan

Hubungan Pengetahuan Peternak Sapi Potong Terhadap Keberhasilan IB di

Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan

Edy Susanto

Kajian Ekstraksi Lisozim Putih Telur dengan menggunakan Mika

A

L A M A T

R

E D A K S I

:

K

A M P U S

P

U S A T

U N I S L A ,

J

L

.

V

E T E R A N

N

O

. 5 3 A

L

A M O N G A N

T

E L P

/

F A X

( 0 3 2 2 )

3 2 4 7 0 6 ,

W E B S I T E

:

H T T P: / /W W W.J U R N A L T E R N A K.W O R D P R E S S.C O M

JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

(2)

i

JURNAL TERNAK

JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan diterbitkan sebagai media

penyampaian ilmu, teknologi dan informasi ilmiah di bidang peternakan. Jurnal ini

memuat tulisan berupa hasil penelitian, hasil pengabdian masyarakat, kajian pustaka dan

atau review jurnal yang diterbitkan secara berkala 2 kali dalam setahun (juni – desember)

Editor Pengelolah

Ir. Wardoyo, M.MA

Edy Susanto, S.Pt

Ir. Mufid Dahlan, M.MA

Dewan Editor Ilmiah

Prof. Dr. Ir. Ifar Subagiyo, M.Agr.St, F.Peternakan UB

Firman Jaya, S.Pt, M.P., F. Peternakan UB

Alamat Redaksi

Kampus Pusat UNISLA, Jl. Veteran 53A Lamongan, Telp/Fax (0322) 324706, Website :

(3)

ii

DAFTAR ISI

1. Pengaruh Tepung Bawang Putih (Allium Sativum Terhadap

Kematian (Mortalitas) Dan Berat Badan Ayam Pedaging

(Broiler)

Mufid Dahlan dan Solton Haqiqi ... 1

2. Hubungan Pengetahuan Peternak Sapi Potong Terhadap

Keberhasilan IB Di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan

Nuril Badriyah dan Rendy Setiawan... 10

3. Kajian Ekstraksi Lisozim Putih Telur dengan menggunakan

Mika

(4)

3

PENGARUH TEPUNG BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) TERHADAP KEMATIAN (MORTALITAS) DAN BERAT BADAN AYAM PEDAGING (BROILER)

Mufid Dahlan* dan Solton Haqiqi*

* Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan

Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tepung bawang putih (Allium

sativum) terhadap kematian dan berat badan ayam pedaging (broiler). Pengaruh pemberian serbuk

bawang putih (Allium sativum) pada tingkat kematian (mortalitas) ayam pedaging (broiler) tidak ada perbedaan atau Ho diterima dan H1 ditolak dengan nilai F hitung 1,154 dan F tabel 5% 3,68 ( F hit<F tabel). Sedangkan pengaruh pemberian serbuk bawang putih (Allium sativum) pada berat badan ayam pedaging (broiler) ada perbedaan signifikan atau Ho ditolak dan H1 diterima dengan nilai F hitung 71,8 dan F tabel 1% 6.36% ( F hit>F tabel). Dengan uji BNT ada perbedaan nyata pada setiap perlakuan yaitu BNT 15.51 dan perbandingan BNT selisih P1 dan P2 adalah 39,17 (P2-P1≥ BNT), selisih P3 dan P2 adalah 21.66 (P3-P2≥ BNT), selisih P3 dan P1 60.83 (P3-P1≥ BNT), yang berarti bahwa ada perbedaan nyata pada setiap perlakuan.

KATA KUNCI : bawang putih (Allium sativum), Ayam Broiler

PENDAHULUAN

Ayam pedaging (broiler) merupakan strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging. Lebih lanjut dinyatakan bahwa konversi pakan ayam tersebut kecil, siap dipotong pada usia muda serta menghasilkan kualitas daging berserat lunak, empuk, tekstur kulit halus, dan tulang dada masih merupakan tulang rawan yang lentur. Daging ayam mempunyai komposisi protein yang sangat baik karena mengandung semua asam amino esensial serta mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Secara umum daging unggas memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan lain (Cross dan Overby 1988). Ayam pedaging (broiler) merupakan unggas tipe pedaging yang sering dibudidayakan karena masa panen yang pendek dan relatif mudah dalam pemeliharaan, sehingga dalam waktu yang singkat sudah dapat dipasarkan. Masalah yang dihadapi sampai saat ini adalah banyak penyakit pada unggas terutama ayam, yang mampu menurunkan sistem kekebalan tubuh, penurunan konsumsi ransum, penurunan bobot badan, dan meningkatnya kematian.

Dengan penambahan pemberian herbal atau jamu-jamuan merupakan salah satu alternatif agar mampu menghasilkan produktivitas yang optimal sebagai antibiotik dan multivitamin yaitu bawang putih (Allium sativum) dengan tujuan supaya berat badan lebih optimal dengan kematian

(mortalitas) yang sangat kecil. Manfaat dari bawang putih (Allium sativum) adalah sebagai penurun

kolesterol dan tekanan darah, aktivitas trombosit, antikanker, antioksidan dan antimikrobial. Penambahan bawang putih (Allium sativum) diduga mampu memperlambat gerak peristaltik pada usus sehingga dapat mengurangi diare, dengan demikian walaupun ransum yang dikonsumsi sedikit, tetapi penyerapannya meningkat sehingga menghasilkan berat badan yang tinggi dan meningkatkan efisiensi ransum dan juga bawang putih (Allium sativum) mengandung asam amino dan multivitamin sehingga dapat meningkatkan kesehatan yang mencegah terjadinya

mortalitas atau kematian yang tinggi. (Sri Suharti 2004).

Dengan tingkat kematian yang tinggi dan berat badan yang tidak optimal dibeberapa usaha peternakan ayam potong, dan konversi pakan yang membengkak dapat menyebabkan keuntungan peternak berkurang dan menyebabkan kerugian peternak. Dengan demikian diharapkan dengan pemberian bawang putih, (Allium sativum) kematian semakin berkurang dan berat badan bisa optimal dengan konversi pakan yang efisien.

Menurut Natamijaya dan dan Zulbardi (2001), penambahan 0,02-0,16% tepung bawang putih (Allium sativum) sangat nyata meningkatkan PBB dibanding kontrol. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tepung bawang putih (Allium sativum) terhadap kematian dan berat badan ayam pedaging (broiler).

(5)

4

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di farm Khoirun Nafi Desa Dadapan Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 03 Juni sampai dengan 23 Juni tahun 2012.

Bahan-Bahan Penelitian

Bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Ayam pedaging (broiler) strain cobb 500 umur 15-30 hari, berat badan awal ayam umur 15 hari 535-550 gram, yang sebelumnya didahului oleh pra perlakuan atau fase persiapan umur 1-12 hari, umur 13-14 hari adalah fase adaptasi, dan umur 15-30 hari adalah perlakuan. Penyekatan dilakukan umur 12 hari untuk dibagi menjadi 3 perlakuan dan 6 ulangan. Dimana data berat badan awal penyekatan diambil umur 12 hari dengan berat standart yaitu 375-390 gram, dan dilanjutkan dengan pengambilan data berat badan awal perlakuan dan kematian (mortalitas) umur 15 sampai dengan 30 hari.

b. Pakan Ayam Pedaging (Broiler).

Jenis dan bentuk pakan yang digunakan umur 15-21 hari jenis 8202 (crumble), umur 22-30 hari jenis 9203 (pellet) produksi dari PT Malindo Feed Mill dengan kandungan nutrisi sebagai berikut :

Tabel 3 Kandungan Nutrisi Pakan PT Malindo

Jenis Nutrisi Jenis Pakan

8202 (15-21 hari) 9203 (22-30 hari) Protein kasar 20-22 % 19.0-21.0 % Serat kasar 4.0 % 4.5 % Lemak 7.0 % 7.0 % Air 13.0 % 13.0 % Abu 7.0 % 7.0 % Kalsium 0.9-1.1 % 0.9-1.1 % Phospor 0.6-0.9 % 0.6-0.9 % Sumber : PT Malindo Feed Mill, 2013

Data konsumsi pakan diambil mulai umur 15-30 hari, dimana umur `15-30 hari adalah perlakuan.

c. Tepung atau Serbuk Bawang Putih (Allium sativum).

Pembuatan tepung bawang putih (Allium sativum) dilakukan dengan cara pengupasan, pencucian, pengirisan, pemblansingan, pengeringan, penghalusan, pengayakan dan pengemasan. Dimana pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari selama 3 hari dengan kondisi cerah (full panas), bawang putih kering dari hasil penjemuran yaitu apabila kondisi keras dan mudah dipatahkan, dengan kondisi tersebut dapat dilakukan penggilingan atau penghalusan dengan blender yang dipakai untuk blender bumbu.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan eksperimental, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, rancangan penelitian ini yaitu dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan Beda Nyata Terkecil (BNT), dengan menggunakan 180 ekor ayam pedaging (broiler) dengan 3 perlakuan 0% (kontrol), 0.25%, dan 0.5% dengan ulangan 6 kali, setiap ulangan memerlukan10 ekor (5 ekor betina dan 5 ekor jantan).

Analisis Data Penelitian

Pengambilan data meliputi : a. Kematian (Mortalitas) Perhari

Mengamati jumlah kematian (mortalitas) setiap kelompok dari setiap ulangan perhari, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

M=

hayam

Totaljumla

mu

mu

mu

mu

mu

mu

1

2

3

4

5

6

)

(

x100% Keterangan : M : mortalitas

(6)

5

b. Pertambahan Berat Badan Perhari (Average daily gen) dan Berat Badan.

Mengamati pertambahan berat badan pada setiap kelompok dari setiap ulangan perhari, dengan rumus perhitungan sebagai berikut :

PBB = (BBn1-BBn2) : 2 Keterangan :

PBB : pertambahan berat badan perhari

BBn1 : berat badan umur saat pengambilan data ke n BBn2 : berat badan umur saat pengambilan data hari ke n+2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tepung Bawang Putih (Allium sativum)Terhadap Kematian Ayam Pedaging (broiler)

Pengaruh pemberian tepung bawang putih (Allium sativum) terhadap kematian (mortalitas) ayam pedaging (broiler) dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Tepung Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kematian (Mortalitas).

Minggu

Standart kematian

(%)

Mortalitas (ekor)

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

0% 0.25% 0.5% Mgg III 1% 1 1 0 Mgg IV 1% 1 0 0 Um 29 0 0 0 Um 30 0 0 0 Mgg V 0.29% 2 1 0 Total 2.29% 3.33% 1.66% 0%

Dari data perhitungan diperoleh hasil analisa sidik ragam , F hitung 1,154 dan F tabel 5% adalah 3.68, F tabel 1% adalah 6.36, jadi F hitung < F tabel yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak (tidak ada pengaruh), karena tidak berpengaruh terhadap kematian, maka tidak memerlukan uji BNT. Hal ini mungkin disebabkan karena dengan manajemen yang baik, kondisi ayam pedaging

(broiler) sehat, sehingga dimungkinkan tidak begitu berpengaruh terhadap kematian (mortalitas)

ayam pedaging (broiler).Tetapi terdapat sedikit perbedaan jumlah kematian, yaitu perlakuan 0% jumlah kematian 3.3%, perlakuan 0,25% jumlah kematian 1.66% dan pada perlakuan 0,5% jumlah kematian nol %. Hal ini dimungkinkan karena ketahanan tubuh ayam pedaging (broiler) pada perlakuan I (control) rendah, dan ketahanan tubuh dari perlakuan II dan III lebih baik. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Suhartati (2004) tentang pengaruh bawang putih terhadap ternak unggas ayam pedaging bahwa penambahan bawang putih (Allium sativum) diduga mampu memperlambat gerak peristaltic pada usus sehingga dapat mengurangi diare, dengan demikian walaupun ransum yang dikonsumsi sedikit, tetapi penyerapannya meningkat sehingga menghasilkan berat badan yang tinggi dan meningkatkan efisiensi ransum dan juga bawang putih (Allium sativum) mengandung asam amino dan multivitamin sehingga dapat meningkatkan kesehatan yang mencegah terjadinya kematian (mortalitas) yang tinggi.

Tepung bawang putih (Allium sativum) juga mengandung Metilatil trisulfida yang berfungsi mencegah pengentalan darah, sedangkan selenium bekerja sebagai ant oksidan mampu mencegah penggumpalan darah dan aliran darah menjadi lebih lancar sehingga proses metabolisme lebih baik, dengan demikian kondisi tubuh ayam menjadi lebih sehat dan dimungkinkan mortalitas akan semakin rendah.

Pengaruh Tepung Bawang Putih (Allium sativum)Terhadap Berat Badan Ayam Pedaging (broiler)

Pengaruh pemberian tepung bawang putih (Allium sativum) terhadap berat badan ayam pedaging (broiler) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(7)

6

Tabel 8. Berat Badan Ayam Pedaging (Broiler) Pada Setiap Perlakuan

Umur Standart berat badan(gram)

Berat badan Aktual (gram)

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

0% 0.25% 0.50% 15 543 542 543 541 16 602 0 0 0 17 664 658 661 666 18 727 0 0 0 19 794 787 794 798 20 862 0 0 0 21 932 920 933 937 Mgg III 0 0 0 22 1004 0 0 0 23 1078 1,063 1085 1,085 24 1153 0 0 0 25 1230 1,216 1238 1,238 26 1308 0 0 0 27 1387 1,367 1395 1,396 28 1467 0 0 0 Mgg IV 0 0 0 29 1549 1,520 1555 1,565 30 1631 1,593 1633 1,654

Dari data berat badan diperoleh pada perlakuan I (kontrol) adalah 1593 gram, perlakuan II adalah 1633 gram, dan perlakuan III 1654 gram, dimana perhitungan hasil analisa sidik ragam F hitung 71.8, F tabel 5% 3.68, dan F tabel 1% 6,36%, yang berarti F hitung > F tabel atau F hitung > 1 % yang berarti bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Karena ada perbedaan yang sangat signifikan, maka diuji dengan Beda Nyata Terkecil (BNT). Dari perhitungan BNT diperoleh data BNT 15.51 dan perbandingan BNT selisih P1 dan P2 adalah 39,17 (P2-P1≥ BNT), selisih P3 dan P2 adalah 21.66 (P3-P2≥ BNT), selisih P3 dan P1 60.83 (P3-P1≥ BNT), yang berarti bahwa ada perbedaan nyata pada setiap perlakuan.`

Hal ini dimungkinkan karena faktor bawang putih (Allium sativum) yang mengandung

alliin, dimana alliin adalah suatu asam amino dan antibotik yang bermanfaat untuk pembentukan

dan perkembangna sel sehingga berat badan yang akan dicapai lebih optimal. Selain dari alliin bawang putih (Allium sativum) juga mengandung gurwich rays (sinar gurwich) yang berfungsi sebagai radiasi mitogenik yang merangsang pertumbuhan sel tubuh yang bermanfaat untuk mempercepat dan memperbanyak pembentukan sel dalam tubuh, sehingga semakin banyak sel yang terbentuk , maka dimasa perkembangan sel akan semakin cepat besar pula, sehingga berat ayam akan tercapai optimal.

Penambahan 0.25%-0.5% tepung bawang putih (Allium sativum) pada pakan sangat nyata meningkatkan berat badan dan pertambahan berat badan dibanding kontrol. Berat dan dan pertambahan berat badan tertinggi dicapai pada perlakuan tertinggi yaitu 0.5%. Hal ini dimungkinkan dengan penambahan tepung bawang putih, (Allium sativum) ayam mengkonsumsi pakan lebih banyak dan juga kondisi tubuhnya lebih sehat. Konsumsi pakan yang tinggi memacu pertumbuhan lebih cepat sehingga berat dan pertambahan berat badan lebih tinggi.

Hal ini sesuai dengan penelitian Wibowo ( 1989) pemberian serbuk bawang putih (Allium

sativum) terhadap ternak unggas dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan berat

badan.

Menurut Natamijaya dkk (2001), penambahan 0,02-0,16% tepung bawang putih (Allium

(8)

7

terendah yaitu 0,02%. Hal ini disebabkan dengan penambahan tepung bawang putih (Allium

sativum), ayam mengkonsumsi pakan lebih banyak dan juga kondisi tubuhnya lebih sehat.

Konsumsi pakan yang tinggi memacu pertumbuhan lebih cepat sehingga PBB persatuan waktu tertentu lebih tinggi. Konversi pakan yang mendapat tepung bawang putih (Allium sativum) cenderung lebih rendah dibanding kontrol. Hal ini disebabkan peningkatan konsumsi pakan pada perlakuan bawang putih (Allium sativum) diimbangi dengan peningkatan PBB.

Menurut penelitian Suhartati (2004) terhadap ternak menyatakan bahwa penambahan bawang putih (Allium sativum) diduga mampu memperlambat gerak peristaltik pada usus sehingga dapat mengurangi diare, dengan demikian walau ransum yang dikonsumsi sedikit, tetapi penyerapannya meningkat sehingga menghasilkan berat badan yang tinggi dan meningkatkan efisiensi ransum dan bawang putih (Allium sativum) juga mengandung alliin atau asam amino dan multivitamin sehingga dapat meningkatkan kesehatan yang mencegah terjadinya mortalitas atau kematian yang tinggi.

Konsumsi Pakan

Dari data konsumsi pakan diperoleh pada perlakuan 1 (control) 114930 gram, perlakuan II 115810 gram dan perlakuan III 115960 gram, bisa dilihat bahwa nilai konsumsi pakan terjadi kenaikan pada perlakuan II dan perlakuan III. Kenaikan konsumsi pakan diduga karena kondisi ayam pedaging (broiler) yang sehat dan lebih besar, pembentukan organ yang lebih baik, sehingga metabolismenya akan lebih baik, dan konsumsi pakannya lebih meningkat, hal ini seiring dengan penelitian (Santosa et al., 1988), yang menyatakan bahwa Senyawa allisin bersifat antibakteri mampu menghindarkan tubuh dari serangan infeksi bakteri patogen. Metilatil trisulfida mencegah pengentalan darah, sedangkan selenium bekerja sebagai antioksidan mampu mencegah penggumpalan darah, aliran darah menjadi lebih lancar sehingga proses metabolisme lebih baik, dengan demikian kondisi tubuh ayam menjadi lebih sehat dan nafsu makan meningkat.

Feed Convertion Rasio (FCR)

Umur 15 hari sampai dengan umur 30 hari konsumsi pakan dan berat badan ayam pedaging (broiler)dari umur 15 hari sampai dengan umur 30 hari pada setiap perlakuan diperoleh data feed convertion rasio (fcr) pada tabel berikut :

Tabel 9. Feed Convertion Rasio (FCR) perlakuan I, II dan III

Umur (hari)

Feed Conversi Rasio(FCR)

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

0% 2.50% 5%

15-30 1.88 1.80 1.736

Dari data feed convertion rasio (fcr) pada setiap perlakuan, bahwa feed convertion rasio pada perlakuan II dan perlakuan III lebih kecil dari pada kontrol, hal ini di mungkinkan karena penambahan tepung bawang putih (Allium sativum) diduga mampu memperlambat gerak peristaltik pada usus sehingga dapat mengurangi diare, sehingga pakan yang dikonsumsi sedikit, tetapi penyerapannya meningkat dan berat badannya tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Suhartati (2004) terhadap ternak menyatakan bahwa penambahan bawang putih diduga mampu memperlambat gerak peristaltik pada usus sehingga dapat mengurangi diare, dengan demikian walau ransum yang dikonsumsi sedikit, tetapi penyerapannya meningkat sehingga menghasilkan berat badan yang tinggi dan meningkatkan efisiensi ransum.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa, pengaruh pemberian serbuk bawang putih (Allium sativum) pada tingkat kematian (mortalitas) ayam pedaging (broiler) tidak ada perbedaan atau Ho diterima dan H1 ditolak dengan nilai F hitung 1,154 dan F tabel 5% 3,68 ( F hit<F tabel). Sedangkan pengaruh pemberian serbuk bawang putih (Allium sativum) pada berat badan ayam pedaging (broiler) ada perbedaan signifikan atau Ho ditolak dan H1 diterima dengan nilai F hitung 71,8 dan F tabel 1% 6.36% ( F hit>F tabel). Dengan uji BNT ada perbedaan nyata pada setiap perlakuan yaitu BNT 15.51 dan perbandingan BNT selisih P1 dan P2 adalah 39,17 (P2-P1≥ BNT), selisih P3 dan P2 adalah 21.66 (P3-P2≥ BNT), selisih P3 dan P1 60.83 (P3-P1≥

(9)

8

BNT), yang berarti bahwa ada perbedaan nyata pada setiap perlakuan.`Penelitian selanjutnya disarankan pemberian bawang putih (Allium sativum) dalam bentuk ekstrak.

REFERENSI

Anonim.2011. Kunyit Sebagai Antioksidan. http ://www.scribd.com/doc/50783319/kunyit-sebagai-antioksidan-alaami. Diakses pada tanggal 8 juni 2013 jam 16.30 WIB.

Amrullah . 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Ed ke1. Bogor.

Cross and Overby, 1988. Efek Pemberian Serbuk Kunyit, Bawang Putih dan Zink Terhadap Ayam Pedaging.

Damayanti, 1994. Pemberian Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Antibiotik Alami Dalam Mengobati Diare Pada Ayam Peternakan. http://nurulfaiziah1260.wordpress.com. Diakses tanggal 07 juli 2013 jam 19.30 WIB.

Giri, 2008. Zat Aktif Bawang Putih (Alium sativum).

Hidayati, 2005. Peran Bawang Putih (Allium sativum) Dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Media Kedokteran Hewan Vol. 21, No. 1, Juni 2013. Surabaya.

Hidayati, 1997. Efek bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kadar Lemak Daging, Kadar Air Daging dan Komposisi Karkas Ayam Pedaging. Media Kedokteran Hewan Vol. 21, No. 1, Juni 2013. Surabaya.

Hakim, 2008. Bawang Putih (Allium sativum) Untuk Mencegah dan Mengobati Penyakit. Seminar Peternakan dan Veterinery Malindo, April 2013, Surabaya.

Horie, T., S. Awazu, Y. Itakura, and T. Fuwa. 1991.Identified Diallyl Polysulfides From an Aged Garlic Extract Which protect the Membranes From Lipid Peroxidatio. Planta Medica.

Hidayati, 1997. Efek Bawang Putih (Allium sativum)Terhadap Kadar Lemak Daging. http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/31660. Diakses tanggal 30 mei 2013 jam 18.30 WIB.

Karossi et al, 1993. Isolation Antibacterial Test Of Garlic Oil. J of app chem.

Lacy and Vest, 2000. Improving Feed Convertion in Broiler a Guide For Growers. http://www.ces.uga.edu/pibcd. diakses tanggal 5 juni 2013 jam 21.00 WIB.

Murtidjo. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit. Kanisius. Yogyakarta. Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.

NRC 1994. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ayam pedaging (broiler). Institut Pertanian Bogor. Bogor. North and Bell, 1990. Ayam broiler. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/

123456789/53743/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf. Diakses tanggal 01 Juli 2013 jam 20.00 WIB.

North and Bell . 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New York: Chapman and Hall.

Natamijaya A G Dan M Zulbardi , 2001. Pengaruh Penambahan Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kinerja Karkas dan Jeroan broiler. UNSOED Purwokerto.

Ossiris 2010, Cara Membuat Bubuk Bawang Putih, http://lordbroken.wordpress.com/2010/10/05/pengolahan-bawang-putih diakses pada tanggal 25 Juni 2013 jam 10.00 WIB.

Purwaningsih, E. 2005. Manfaat Bawang Putih.. Ganesa Ecsat, Bandung.

Purwanti,S.2008.Kajian Efektivitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol dan Status Kesehatan Broiler (Tesis), Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(10)

9

Pavo Airola dalam Winarno dan Koswara 2002. Efektifitas Penggunaan Bawang Putih (Allium

sativum) dan Zat Zeolit Sebagai Penghambat Keruskan Fisik Pada Jagung dan Dedak Padi

Selama Proses Penyimpanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rasyaf. 1987.Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, 2003. Beternak Itik Komersil. Kanisius. Yogyakarta.

Retno, 1998. Penyakit Penyakit Penting Pada Ayam. Seminar Peternakan dan Veterinery. Romindo, April 2013 Surabaya

Santosa, 2008. Bawang Putih. Kanisius, Jakarta.

Santoso et al, 1988, Pengunaan Kencur (Kaempferia galanga L), Bawang Putih (Allium sativum) dan Kombinasinya Dalam Pakan Broiler. Balai penelitian ternak, Bogor.

Sri Suharti, 2004. Pusat Kajian Makanan,Minuman dan Obat Tradisonal. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian, Bogor.

Safitri M. 2004. Aktivitas Antibakteri Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Bakteri Mastitis

subklinis Secara In Vitro dan In Vivo Pada Ambing Tikus Putih (Rattus norvegicus). Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Syamsiah dan Tajudin, 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih (Allium sativum.Media kedokteran Hewan dan Veterinery Malindo April 2013 Surabaya.

Tarmudji 2004. Pemanfaatan Onggok Untuk Pakan Unggas. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Wiryawan et al. 2005. Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih Terhadap

Salmonella Typhimurium serta Pengaruh Bawang Putih Terhadap Performans dan Respon

Imun Ayam Pedaging. Media Peternakan Vol. 28, No.26. Wibowo, S., 1989. Budidaya Bawang Putih. Swadaya. Jakarta.

Yongki, 2010. Cabai Merah, Bawang Putih, Kunyit, Lengkuas dan Jahe.

http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/2011/01/31/ cabai - merah bawang

-putih-kunyit-lengkuas-dan-jahe/. Diakses pada Tanggal 6 Mei tahun 2013 jam 19.00 WIB. Yuwono, 1991. Mencegah Sakit Dengan Bawang Putih (Allium sativum). Surabaya.

Zulbardi dan Bintang , 2007. Bawang putih (allium sativum) sebagai Feed Additive.Seminar Tehnology Peternakan dan Veterinery Novindo, Mei 2013 Jombang.

Zainuddin, 2010. Biosecurity dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam local. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(11)

10

HUBUNGAN PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG TERHADAP KEBERHASILAN IB DI KECAMATAN SARIREJO KABUPATEN LAMONGAN

Nuril Badriyah* dan Rendy Setiawan

* Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan peternak sapi potong terhadap keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Terdapat hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan S/C dan CR pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan Jawa Timur, dengan nilai korelasi sebesar 0.32. dan rata-rata S/C = 1.52 dan CR terbaik = 56.36%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak maka semakin tinggi tingkat keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Perlu peningkatan pengetahuan peternak terhadap teknologi IB melalui penyuluhan dan program lain sejenis yang lebih efektif.

KATA KUNCI : Sapi Potong, IB, S/C, CR

PENDAHULUAN

Setiap tahun kebutuhan daging termasuk daging sapi di Indonesia terus menujukkan peningkatan. kondisi ini menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan hasil ternak, khususnya sapi potong. Berdasarkan Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) Kementerian Pertanian Tahun 2012, Produktivitas ternak potong dan ternak perah selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Tingkat pertumbuhan sapi potong selama 3 (tiga) tahun terakhir hanya mencapai 1,08 % per tahun. Sementara pertumbuhan penduduk yang meningkat rata-rata 1,5 % per tahun dan pertumbuhan ekonomi saat ini 6,0 % pada tahun 2010, maka diperkirakan permintaan terhadap daging dan susu akan terus meningkat. Impor sapi bakalan maupun daging sapi terus meningkat telah mencapai 35 % pada tahun 2009.

Usaha dalam peningkatan populasi ternak bisa dilakukan diantaranya dengan cara pencegahan penyakit, peningkatan perkembangbiakan alami dan perkembangbiakan non alami seperti dengan cara peningkatan teknologi reproduksi dan inseminasi buatan (IB). Inseminasi Buatan merupakan salah satu teknologi dalam reproduksi ternak yang memiliki manfaat dalam mempercepat peningkatan mutu genetik ternak, mencegah penyebaran penyakit reproduksi yang ditularkan melalui perkawinan alam, meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan unggul, serta menurunkan/menghilangkan biaya investasi pengadaan dan pemeliharaan ternak pejantan.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat ini sedang melaksanakan program Sapi Berlian, yakni program yang dapat menunjang percepatan program Swasembada Daging Sapi Nasional. Teknologi inseminasi buatan pada sapi potong di Jawa Timur telah diintroduksikan di wilayah sentra pengembangan sapi potong yang menjadi program pembinaan secara khusus, termasuk di beberapa wilayah Kabupaten Lamongan.

Sektor Peternakan di Kabupaten Lamongan diarahkan pada kegiatan peningkatan produksi ternak, peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan peternak. Konstribusi yang cukup besar di sektor ini, menempatkan Kabupaten Lamongan menjadi andalan propinsi Jawa Timur bagi pemenuhan kebutuhan ternak. Jenis ternak yang diusahakan meliputi sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam buras, ayam ras, itik, dan itik manila.

Data Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan kabupaten Lamongan (2012) menyebutkan bahwa kabupaten Lamongan merupakan salah satu wilayah yang populasi sapi potongnya bekisar 116.963 ekor di tahun 2012. Dengan jumlah 43.616 ekor sapi pejantan, ± 73.347 ekor sapi betina, ± 42.695 ekor sapi betina produktif. IB dilaksanakan berdasarkan kebutuhan masyarakat atau peternak sapi betina. Dari berbagai wilayah di Lamongan tingkat keberhasilan IB bervariasi dari masing-masing kecamatan. Tingkat keberhasilan pelaksanaan IB di tahun 2012 tertinggi di kecamatan solokuro, yaitu dengan jumlah sapi yang diperiksa 228 ekor, dengan inseminasi pertama 215, kedua 13, ketiga 0. Dengan dosis 241. Dan positif bunting pertama 193, kedua 12, ketiga 0. Jumlah sapi yang bunting total 205. Tingkat S/C 1,1 CR % 84.6. Dan terendah di kecamatan Sarirejo, yaitu dengan jumlah sapi yang diperiksa 208 ekor, dengan inseminasi

(12)

11

pertama 262, kedua 15, ketiga 3. Dengan dosis 301. Dan positif bunting pertama 167, kedua 12, ketiga 3. Jumlah sapi yang bunting total 182. Tingkat S/C 1.6 CR 59.6.

Keberhasilan IB dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya : straw, ternak, inseminator, dan pengetahuan peternak. Beberapa faktor ini sangat menentukan keberhasilan IB pada sapi. Rendahnya tingkat keberhasilan IB di Sarirejo diduga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan peternak setempat terhadap teknologi IB.

Perlu dilakukan penelitian tentang analisis pengetahuan peternak sapi potong terhadap keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan peternak sapi potong terhadap keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan.

MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Waktu penelitian berlangsung mulai tanggal 2 Juli 2013 samapai dengan 14 Juli 2012.

Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuisioner yang dibagikan kepada peternak dan inseminator. Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah lembar kuisioner, bulpoin dan alas penulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Penentuan responden dilakukan secara acak sederhana. Jumlah responden yang diambil sebanyak 10 % dari total populasi. Total populasi sebesar 550 akseptor, maka yang dijadikan sampel sebanyak 55 peternak sapi potong sebagai responden. Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi kurang dari 100 maka untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya, namun jika lebih besar dari 100 maka dapat diambil 10 % - 15 % atau 20 % - 25 % atau lebih. Data primer diperoleh melalui kegiatan wawancara langsung kepada responden peternak. Pengumpulan data melalui wawancara berdasarkan pertanyaan yang telah disiapkan dalam bentuk kuisioner. dan data sekunder diperoleh dari sumber-sumber dan instansi lain terkait.

Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan meliputi variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel X

meliputi :

Skor pengetahuan peternak terhadap teknologi IB mengenai : - Ciri-ciri betina yang baik

- Deteksi birahi

- Waktu yang tepat dilakukan IB Sementara Variabel terikat (Y) meliputi :

- S/C (service per conception) - CR (calving rate)

Analisis Data

Data yang diambil dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari data kuisioner dari responden. Sementara data sekunder diperoleh dari hasil survey dan wawancara dengan sejumlah sumber terkait. Data hasil kuisioner diolah dengan menggunakan analisis korelasipnal spearman untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan peternak dengan tingkat keberhasilan IB. Korelasipnal spearman digunakan jika data variabel ordinal (berjenjang atau meningkat) (sudjana, 2005).

Dihitung dengan rumus :

Dimana :

= koefisien korelasi N = banyaknya pasangan d = selisih peringkat ∑= jumlah

(13)

12

─ berkorelasi positif jika : 0 + 1 ─ tidak berkorelasi jika : = 0 ─ berkorelasi negatif jika : -1 < < 0

HASIL DAN PEMBAHASAN Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan data yang diakses di situs resmi pemerintah Kabupaten Lamongan (2013) secara geografis Kabupaten Lamongan terletak pada 6° 51 ‘ 54 ” sampai dengan 7° 23 ‘ 6 ” Lintang Selatan dan diantara garis bujur timur 122° 4’ 41” sampai 122° 33’ 12” Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah kurang lebih 1.812,8 km² atau +3.78 % dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km2, apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut.

Daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu:

1. Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu.

2. Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu-batu dengan kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro.

3. Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah rawan banjir. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun, Glagah.

Batas wilayah administratif Kabupaten Lamongan adalah: Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa.

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Gresik.

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan Mojokerto. Sebelah barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan Tuban.

Kecamatan Sarirejo sendiri adalah salah satu kecamatan dari 27 kecamatan yang berada di Kabupaten Lamongan dengan jarak kurang lebih 14 km dari ibu kota Kabupaten Lamongan atau 14 km dari arah kota Lamongan. Sarirejo sendiri merupakan pecahan dari kecamatan Tikung. Adapun batas wilayah sebelah Utara Kecamatan deket, sebelah timur Kecamatan Duduk Sampean Kabupaten Gresik, Sebelah Selatan Balong Panggang Kabupaten Gresik dan sebelah Barat Kecamatan Tikung.

Pembagian wilayah terdiri atas 9 desa 30 dusun 46 RW 165 RT dengan komposisi jumlah penduduk 11.787 Jiwa laki-laki dan 11.886 Jiwa perempuan. Luas wilayah 4.709,80 Ha dengan tata guna tanah 3.810,2 Ha untuk sawah, 348,18 Ha tegal, 229,68 Ha pekarangan dan lain-lain 315,14 Ha. Berdasarkan wawancara dengan petugas Inseminasi Kecamatan Sarirejo pada tanggal 2 juli 2012 bahwa jumlah peternak sapi potong di Sarirejo sebanyak ± 550 orang peternak sapi. Dengan populasi ternak ± 1.250, dengan jumlah ± 600 betina produktif, ± 150 jantan dewasa, 100 jantan bakalan, 80 pedet jantan, 90 pedet betina, dan ± 230 dara betina. Mayoritas masyarakat Sarirejo menjadikan ternak sebagai mata pencaharian atau sumber penghasilan kedua setelah tani.

Kondisi Kegiatan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan

Peternak sapi di Indonesia termasuk di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan, sebagian besar masih dalam usaha tani ternak sapi secara tradisional bahkan dianggap sebagai tabungan serta usaha sampingan. Disisi lain produktivitas ternak sapi potong beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Sementara di lain pihak pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan, sehingga diperkirakan permintaan daging akan terus meningkat.

Jika kondisi ini dibiarkan, tidak akan dapat memenuhi permintaan kebutuhan daging sapi dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi peternak dalam pemeliharaan ternak yang lebih maju dan menguntungkan melalui pembinaan yang dapat meyakinkan. Pemeliharaan ternak bukan lagi hanya dianggap sebagai tabungan atau pekerjaan sampingan, melainkan sudah dikelola dengan baik menuju kearah yang lebih maju dengan harapan peternak dapat mengerti dan menyadari arti pentingnya produktivitas ternak.

(14)

13

Untuk menyikapi hal tersebut, salah satu upaya di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak sapi dapat dilakukan melalui kawin suntik atau Inseminasi Buatan (IB). Pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan sudah dilakukan sejak tahun 2001. Sampai tahun 2012, pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan sudah meliputi 9 desa 30 dusun yang pengelolaannya diawasi langsung Dinas Peternakan setempat. Kegiatan ini meliputi sejumlah kegiatan berkaitan dengan IB, mulai dari distribusi semen beku, deteksi birahi, pemeriksanaan kehamilan sampai pemeliharaan sapi betina.

Analisis Profil Responden Responden Menurut Pendidikan

Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan kerja, pola pikir peternak terhadap tingkat keberhasilan IB pada sapi potong. Data responden menurut tingkat pendidikannya disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Responden menurut Pendidikan

No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 SMA 6 11%

2 SMP 5 9%

3 SD 42 76%

4 Tidak Sekolah 2 4%

Total 55 100%

Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa data jumlah responden terbanyak adalah kelompok responden dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 42 orang atau 76 % dari jumlah responden, SMA sebanyak 6 orang atau 11 %, SMP 5 orang atau 9 % responden. Dan diikuti 2 orang atau 4 % tanpa pendidikan formal dari kelompok responden. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata pengetahuan pendidikan peternak sangat rendah. Pendidikan peternak didominasi dari tingkat SD. Sehingga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan IB khususnya di Kecamatan Sarirejo. Karena pada prinsipnya pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan mempengaruhi proses belajar semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan yang lebih tinggi membuat seorang peternak akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain misalnya penyuluh atau inseminator, maupun dari media massa, dengan lebih baik. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang peternakan,khususnya Inseminasi Buatan (IB) .

Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Di sinilah peranan penyuluh atau inseminator diperlukan guna membantu para peternak meningkatkan pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007).

Responden Menurut Umur

Perbedaan kondisi individu seperti umur sering kali berhubungan dan dapat memberikan perbedaan perilaku keterampilan dan pengetahuan seseorang. Ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan atau pengalaman dalam berternak sapi potong khususnya dibidang pembibitan. Data tentang jumlah responden berdasarkan umur dapat dilihat dalam gambar 2 berikut ini.

(15)

14

4% 10% 86%

Umur

20-30 30-40 > 40

Gambar 1. Diagram persentase responden menurut umur.

Berdasarkan gambar 1. dapat dijelaskan bahwa untuk umur responden yang terbanyak adalah berumur diatas 40 tahun sebanyak 47 orang, diikuti dengan responden yang berumur antara 30 sampai 40 tahun sebanyak 5 orang, dan yang paling sedikit berada pada umur antara 20 sampai 30 tahun sebanyak 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur 30 sampai 40 tahun keatas merupakan peternak yang lebih dominan berternak dan mengembangkan sapi potong dibandingkan dengan ketertarikan minat untuk berternak dan mengembangkan usaha ternak pada kelompok umur 20 sampai 30 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmodjo, 2007).

Responden Menurut Pekerjaan

Pekerjaan juga akan dapat menjadi pembeda bagi seseorang dalam berternak sapi potong yang menjadi kesibukan sehari-hari. Data informasi tentang jumlah responden dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut ini.

85% 11% 4%

Pekerjaan

Tani Swasta Wiraswasta

Gambar 2. Diagram persentase responde menurut pekerjaan.

Gambar 2 menunjukkan bahwa data jumlah responden terbanyak adalah dari kelompok responden petani yaitu sebanyak 47 orang dengan persentase 85 % dari jumlah responden, diikuti oleh responden dengan pekerjaan swasta sebanyak 6 orang dengan persentase 11 % responden. Dan 2 orang pekerjaan wiraswasta dengan persentase 4 %. Data diatas menunjukkan bahwa pekerjaan tetap sebagai petani masih mendominasi dalam pemeliharaan dan pembibitan sapi potong dibandingkan dengan pekerja swasta dan wiraswasta yang menjadikan usaha ternak sebagai usaha sampingan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan pada peternak sapi perah di Kabupaten Sumedang oleh Surya (1998) bahwa beternak merupakan salah satu mata pencaharian kedua setelah bertani, sehingga sebagian besar masyarakat (kelompok usia produktif) bermata pencaharian sebagai peternak.

Analisis Pengetahuan Peternak

Penelitian ini dilakukan dengan mengajukan 10 (sepuluh) pertanyaan /kuisioner.

(16)

15

- Ciri-ciri betina yang baik - Deteksi birahi

- Waktu yang tepat dilakukan IB

Sementara itu kriteria nilai untuk pangetahuan peternak dalam penelitian ini adalah sebagaimana tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Kriteria Nilai Pengetahuan Peternak

Kuisioner Kategori Nilai

Benar ≤ 4 Kurang 1

Benar 5-6 Cukup 2

Benar 7-8 Baik 3

Benar 9-10 Sangat baik 4

Pengelompokan ini hanya untuk pemaparan tingkat pengetahuan peternak secara umum. Namun untuk penghitungan hubungan dengan keberhasilan IB baik S/C maupun CR, menggunakan skor sesuai jumlah pertanyaan yang dijawab dengan benar. Berikut tingkat pengetahuan peternak di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan yang menjadi responden penelitian.

9.1%

36.4%

47.3% 7.2%

Tingkat Pengetahuan Peternak

Kurang Cukup Baik Sangat Baik

Gambar diagram 3. Persentase Tingkat Pengetahuan Peternak.

Berdasarkan gambar 3. diagram di atas, jelaslah bahwa tingkat pengetahuan peternak di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan sebagian besar baik, dengan jumlah 26 atau 47.3 % dari seluruh responden. Bahkan 4 responden di antaranya memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik. Tidak kurang dari 20 orang responden memiliki tingkat pengetahuan cukup baik. Namun demikian, hasil penelitian juga menunjukkan kalau masih terdapat peternak dengan tingkat pengetahuan kurang, yaitu sebanyak 5 orang atau 9.1 %. Dengan masih adanya peternak yang memiliki tingkat pengetahuan kurang, dapat dijadikan masukan bagi instansi terkait guna meningkatkan lagi upaya penyuluhan agar pengetahuan peternak mengenai IB, khususnya di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan ini semakin baik.

Tingkat Keberhasilan IB

Seperti dijelaskan sebelumnya, tingkat keberhasilan IB diukur melalui tingkat S/C dan

tingkat CR. Untuk penghitungan korelasi (hubungan), tingkat keberhasilan S/C dan CR diambil skor rata-rata.

Tabel. 3. Tingkat S/C (service per conception)

No. Tingkat Keberhasilan S/C Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Sangat baik 31 56.4%

2. Baik 17 30.9%

3. Cukup 7 12.7%

4. Kurang 0 0.0%

(17)

16

Berdasarkan tabel 3. diketahui bahwa S/C di Kecamatan Sarirejo secara umum sangat baik. Hal ini dipaparkan dengan jumlah dan persentase S/C terbanyak mempunyai nilai sangat baik, dengan rincian 31 orang atau 56.4 % dan nilai baik dengan jumlah 17 orang atau 30.9 %. Untuk nilai cukup sebanyak 7 orang degan persentase 12.7 %. Dan 0 % untuk kategori nilai kurang. Dapat dijelaskan bahwasannya tingkat S/C (service per conception) di Kecamatan Sarirejo masih sangat baik, meskipun jika dilihat dari tingkat pengetahuannya mayoritas kurang baik sampai dengan cukup baik.

Tabel 4. Tingkat Keberhasilan CR

Seperti yang telah digambarkan pada tabel 4. diatas, jelaslah jumlah dan persentase CR terbanyak mempunyai nilai sangat baik, dengan rincian 31 orang atau 56.4 % dan nilai baik dengan jumlah 17 orang atau 30.9 %. Untuk nilai cukup sebanyak 7 orang dengan persentase 12.7 %. Dan 0 % untuk kategori nilai kurang. Calving Rate adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil inseminasi yaitu prosentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama. Dapat dijelaskan bahwasannya tingkat CR (calving rate) di Kecamatan Sarirejo masih sangat baik, berarti peternak mempunyai pengamatan yang baik. Meskipun jika dilihat dari tingkat pengetahuannya tidak terlalu baik, tetapi cukup baik.

Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Peternak Terhadap S/C

Hubungan antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan IB, dihitung menggunakan Korelasi Spearman.

Berdasarkan penghitungan tersebut diperoleh nilai Korelasi Spearman 0.32. Untuk skala koefisian korelasi. Menurut Sugiyono (2009), tanda positif dan negatif tersebut dapat diartikan sebagai berikut .

Tabel 5. Skala Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi

Koefisien

Korelasi Tafsirannya

0,00 - 0,199 - / + Hubungan sangat rendah 0,200 - 0,399 - / + Hubungan yang rendah 0,40 - 0,599 - / + Hubungan yang cukup kuat 0,60 - 0,799 - / + Hubungan yang kuat

0,80 - 1,00 - / + Hubungan yang sangat kuat Sumber : Sugiyono (2009)

Berdasarkan tabel 5. diatas, ada hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan peternak dengan S/C di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak, kecenderungan akan semakin rendah tingkat S/C Inseminasi Buatan di kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pengetahuan peternak terhadap IB akan sangat menentukan keberhasilan IB.

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa pengetahuan peternak cenderung masih kurang dibidang pengamatan lamanya birahi pada ternak, hal ini ditunjukkan 96 % responden kurang atau bahkan tidak bisa mendeteksi lamanya birahi ternak. Pada umumnya lama birahi ternak sejak diketahui ciri awalnya yaitu selama 21 jam. (Ihsan, 1992). Sedangkan banyak peternak yang menjawab sehari – dua hari dalam lamanya birahi. Hal ini sangat memepengaruhi tingginya tingkat S/C pada IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan.

Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Peternak Terhadap CR

Hubungan antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan IB, dihitung menggunakan Korelasi Spearman. Berdasarkan penghitungan tersebut diperoleh nilai korelasi

No. Tingkat Keberhasilan CR Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Sangat baik 31 56.4%

2. Baik 17 30.9%

3. Cukup 7 12.7%

4. Kurang 0 0.0%

(18)

17

Rank Spearman 0.32. Untuk skala koefisian korelasi menurut Sugiyono (2009), tanda positif dan negatif tersebut dapat diartikan seperti tabel 7. diatas.

Berdasarkan perhitungan ada hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan

peternak dengan tingkat CR di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak maka kecenderungan akan semakin tinggi tingkat CR Inseminasi Buatan di kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. (Toelihere, 1993) menjelaskan bahwa angka kelahiran adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil perkawinan dengan melihat persentase jumlah ternak yang dilahirkan pada setiap inseminasi disebut dengan calving rate (CR) atau angka konsepsi. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan persentase kebuntingan setelah inseminasi.

Berdasarkan perhitungan juga diketahui bahwa pengetahuan peternak cenderung masih kurang dibidang pemilihan ukuran ideal sapi atau body condition score yang baik untuk calon indukan. Hal ini ditunjukkan dengan 65 % responden kurang memahami ukuran sapi yang ideal. Untuk ukuran sapi calon induk yang baik adalah CS 5-6. Karena sapi dewasa harus mencapai di BCS 5 atau lebih besar pada kelahiran untuk mencapai fungsi reproduksi yang memadai dengan musim kawin beikutnya. Hal ini tentu saja memepengaruhi tingkat CR. Semakin tinggi pengetahuan peternak tentang BCS, maka kecenderungan tingkat CR (calving rate) akan semakin baik (Ihsan,1993).

KESIMPULAN

Terdapat hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan S/C dan CR pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan Jawa Timur, dengan nilai korelasi sebesar 0.32. dan rata-rata S/C = 1.52 dan CR terbaik = 56.36%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak maka semakin tinggi tingkat keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Perlu peningkatan pengetahuan peternak terhadap teknologi IB melalui penyuluhan dan program lain sejenis yang lebih efektif.

REFERENSI

Achyadi, K. R. 2009. Deteksi Birahi pada Ternak Sapi. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Ali, M 1982. Penelitian dan Kependidikan: Prosedur dan Strategi. Penerbit Angkasa. Bandung. Anonimous. 2013. Ternak-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ternak. diakses tanggal 16 Mei 2013.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Arikunto, suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Bandini, Y. 2004. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta.

Bearden, H.J. and J.W. Fuquay, 1980. Applied Animal Reproduction. Reston Publishing Co., Inc., Reston, Virginia, pp: 157-165.

Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008. Physiology Base of Ovarian Response to PMSG in Sheep and Cattle, In Embryo Transfer In Cattle, Sheep and Goats. Aust. Soc. Passpart to theYear 2000. Alltech’s.

Ihsan, N. 1992. Diktat Inseminasi Buatan. Program Studi Inseminasi dan Pemuliaan Ternak. Animal Husbandry Project. Universitas Brawijaya. Malang.

Ihsan, 1993. Pengembangan Sapi Potong melalui IB. http://www.vet_klinik.com/ diakses tanggal 5 April 2013.

Kementrian Pertanian RI. 2012. Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan. http://www.deptan.go.id/pedum2012/PETERNAKAN/1.0.%20pedoman%20budidaya%20opti malisasi%20IB.pdf diakses tanggal 31 Januari 2012.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan I. Jakarta : PT. Rineka Cipta http://id.wikipedia.org/wiki/Ternak. diakses pada tanggal 29 April 2013.

(19)

18

Nurliana, N. 1999. Hubungan antara Karakeristik Peternak dengan Pengetahuan mereka tentang Budidaya Ternak Sapi Perah. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Partodihardjo. S, 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Lamongan. 2013. Data Sarirejo Lamongan. http://id.wikipedia.org/wiki/Sarirejo,_Lamongan. Diakses tanggal 17 Juli 2013.

Poerwadarminta, WJS. 1967. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Reksohadiprodjo, Soedomo. 1995, Pengantar Ilmu Peternakan Tropik Edisi 2 BPFE. Yogyakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Penerbit Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung.

Surya, Widiyanto D. 1997. Hubugan Faktor Sosial Ekonomi Peternakan dan Pemeliharaan Sapi Perah di Wilayah Pos Kerja Keswan Tanjungsari, Sumedang. Bogor: Jurusan Penyakit Hewan Dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Surya, Widiyanto D. 1998. Partisipasi Peternak Pada Pelaksanaan Kesehatan Hewan Bantuan ODA di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Bogor: Jurusan Penyakit Hewan Dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

(20)

19

KAJIAN EKSTRAKSI LISOZIM PUTIH TELUR DENGAN MENGGUNAKAN MIKA

Edy Susanto*

* Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan, Jl.Veteran No.53.A Lamongan, email : ahzasusanto@gmail.com

Abstrak

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis peluang mendapatkan lisozim dengan metode ekstraksi adsorpsi pada permukaan mika yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik. Lisozim utamanya banyak ditemukan di putih telur ayam. Lisozim digunakan secara luas untuk pengawetan makanan dan industri farmasi, karena kemampuannya sebagai antibakteri. Metode adsorpsi lisozim pada permukaan mika sangat mungkin digunakan. Metode ini didasarkan pada adsorpsi protein pada permukaan bermuatan yang utamanya digerakkan oleh daya elektrostatik.

KATA KUNCI : Lisozim, Putih Telur, Aktivitas Antibakteri

PENDAHULUAN

Saat ini banyak usaha dilakukan untuk menekan penggunaan pengawet sintetis kimia dalam industri makanan di dunia. Alternatifnya adalah mengembangkan bahan pengawet yang berbasis komponen alami (Adham et al., 2007). Lisozim merupakan salah satu ingredient pengawet makanan yang aman (Lesnierowski Grzegorz and Kijowski Jacek, 2007). Lisozim digunakan untuk pengawetan makanan karena kemampuannya sebagai antibakteri (Vachier et al., 1995 ; Saravanan et al., 2009).

Keberadaan lisozim sangat luas, bisa diperoleh dari putih telur, jaringan hewan, tumbuhan maupun fungi (Belitz, et al., 2009). Lisozim utamanya banyak ditemukan di putih telur ayam (Lesnierowski Grzegorz and Kijowski Jacek 2007). Produksi telur diberbagai negara di dunia sangat besar sebagaimana dalam tabel 1.

Tabel 1. Produksi telur tahun 2006 (Belitz, et al., 2009)

Wilayah Telur Ayam (1000ton) Selain Telur Ayam (1000ton)

Dunia 61.111 5.421 Asia 37.162 5.256 Afrika 2.224 7 Eropa 10.021 79 USA 5.360 - China 25.326 4.529 Indonesia 932 202

Putih telur mudah diperoleh dari industri roti dan bakery, karena putih telur menjadi hasil samping bagi industri tersebut. Lisozim putih telur bisa dibuat dalam skala komersial sebagai preparat yang mengandung aktivitas biologi (Lesnierowski Grzegorz and Kijowski Jacek 2007). Sehingga produksi lisozim putih telur sangat potensial dikembangkan dalam skala industri.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk isolasi lisozim putih telur, namun dari berbagai metode tersebut, metode adsorpsi lisozim pada permukaan mika dapat diterapkan karena berbasis teknologi tepat guna dan dapat mengisolasi lisozim secara efisien dengan aktifitas antibakteri yang tetap tinggi. Metode ini didasarkan pada adsorpsi protein pada permukaan bermuatan yang utamanya digerakkan oleh daya elektrostatik, metode ini sangat tergantung pada kuat ionik (Kubiak and Mulheran, 2008).

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis peluang mendapatkan lisozim dengan metode ekstraksi adsorpsi pada permukaan mika yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik

PUTIH TELUR

Telur tersusun dari 3 bagian utama yaitu Kulit telur, Putih Telur dan Kuning telur (Belitz, et

al., 2009). Komposisi rata-rata masing-masing bagian tersebut dicantumkan dalam tabel 2 berikut

ini.

(21)

20

Bagian % Berat Berat

Kering (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Mineral (%) Kulit 10,3 98,4 3,3 - - 95,1 Putih Telur 56,9 12,1 10,6 0,03 0,9 0,6 Kuning Telur 32,8 51,3 16,6 32,6 1,0 1,1

Putih telur terdiri dari 4 lapisan dari luar ke dalam yakni outer thin membrane, outer thick

(dense) layer, inner thin layer, dan inner thick (dense) layer (chalaziferous). Putih telur

mengandung suatu zat yakni lisozim dan chalazae yang mengandung lisozim dalam jumlah yang banyak (Idris, 1995).

LISOZIM

Lisozim bisa didapat dari berbagai sumber bahan pangan dan kandungan masing-masing berbeda (Belitz, et al., 2009). Berikut ini adalah kandungan lisozim di beberapa sumber bahan seperti pada tabel 3.

Tabel 3. Kandungan lisozim di dalam beberapa sumber bahan (Lesnierowski Grzegorz and Kijowski Jacek, 2007)

Lisozim merupakan protein globular, kira-kira berukuran 14,4 kDa. Molekul enzim merupakan komplek padat di dalam bentuk yang sama pada senyawa yang berbentuk ellips dengan protein lain dan dimensi berukuran 4,5 x 3,0 x 3,0 nm (Lesnierowski, Kijowski, and Stangierski, 2003). Sifat fisik dan Komposisi kimia Lisozim putih telur disajikan dalam tabel 4. Tabel 4. SIFAT Fisik Komposisi Kimia Lisozim Putih Telur (Lesnierowski Grzegorz and Kijowski

Jacek, 2007)

Lisozim terbentuk dari rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari 129 asam amino, lisin pada N-akhir dan leusin pada C-akhir. Struktur asam amino lisozim disajikan dalam gambar 2.

(22)

21

Gambar 1. Struktur lisozim (Winarno, 1983)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI LISOZIM

Lisozim merupakan suatu senyawa protein yang mengandung antibiotik yang dapat menghancurkan beberapa bakteri, sehingga dapat membantu untuk mencegah terjadinya kerusakan telur yang dikarenakan oleh aktivitas bakteri (Idris, 1995).

Lisozim digunakan secara luas untuk pengawetan makanan dan industri farmasi, karena kemampuannya sebagai antibakteri (Vachier et al., 1995 ; Saravanan et al., 2009) dan untuk berbagai kebutuhan seperti (a) agen perusak sel untuk ekstraksi produk intraseluler bakteri, (b)

food additive dalam produk susu, (c) obat untuk treatment ulcer dan infeksi (Saravanan et al,

2009).

Lisozim menghidrolisis ikatan β-1,4 dari homopolimer N-asetilglukosamin (Glc Nac) dan heteropolimer asam muramik Glc Nac-N-Asetil, yang mengakibatkan lisisnya bakteri gram positif (Araki et al, 2003 ; Saravanan et al., 2009).

Lisozim sebagai enzim dapat melisis dinding sel bakteri gram positif tertentu, dengan cara memutar ikatan antara Asam N-acenilmuramic dan N-antiglukosamin dalam peptidoglikan yang ada pada dinding sel bakteri (Ibrahim, Higashiguchi, Koketsu, Juneja, Kim, Yamamoto, Sugimoto,

and Aoki, 1996b).

Aktifitas antimikroba lisozim terbatas terhadap strain Gram positif. (Lesnierowski, Kijowski, and Stangierski, 2003). Pada bakteri Gram positif, kandungan Peptidoglikan dinding selnya lebih banyak daripada lipid, dan sebaliknya pada bakteri Gram negatif, pada dinding selnya kandungan lipid lebih banyak daripada peptidoglikan (Sumarsih, 2003). Perbedaan antara dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negative diilustrasikan pada gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Sumarsih, 2003).

Lisozim dapat membuat bakteri gram negative lethal, jika interaksi dengan membrane bakteri diperkuat dengan modifikasi hidrofobisitas permukaan enzim, seperti modifikasi secara

(23)

22

kimia dengan palmitat atau stearat atau secara genetic menggunakan pentapeptida hidrofobik. Semua derivate tersebut menunjukkan aktifitas bakterisidal yang kuat terhadap E. coli K 12. Lisozim tersebut dapat masuk ke dalam lapisan lipid dan selanjutnya merusak elektrokimia potensial melalui pembentukan pori-pori ion dalam membrane sel (Radziejewska, Lesnierowski and Kijowski, 2003).

EKSTRAKSI LISOZIM

Lesnierowski Grzegorz and Kijowski Jacek (2007) menjelaskan bahwa banyak metode digunakan untuk isolasi lisozim, diantaranya adalah : metode kristalisasi dan presipitasi (Alderton and Fevold, 1946), metode filtrasi membran (Chang et al., 1986; Chiang et al., 1993), Metode Kromatografi Afinitas (Weaver et al., 1977; Muzzarelli et al., 1978; Yamada et al., 1985; Chiang et al., 1993) dan Metode Kromatografi pertukaran ion (Ahvenainen et al., 1979 ; Li-Chan et al., 1986; Banka et al., 1993; Weaver and Carta, 1996).

pH fase cair merupakan salah satu parameter paling penting yang mempengaruhi ekstraksi. Secara umum, recovery enzim meningkat dengan meningkatnya pH, dan mencapai plateau pada pH 9,2. Titik isoelektrik lisozim mencapai 11, pada pH 9,2 lisozim tetap bermuatan positif pada permukaannya. Reversed micellar yang terbentuk oleh anionik surfaktan aerosol (AOT) menunjukkan permukaan bermuatan negatif yang mengelilingi inti polar. Karena adanya interaksi elektrostatik, lisozim ditransfer dari fase cair ke larutan misellar. Jika pH fase cair mendekati titik isoelektrik lisozim, gugus bermuatan positif dari molekul lisozim secara gradual ternetralisir, dan interaksi elektrostatik antara lisozim dengan AOT dibatasi/berkurang. Hasilnya, pelarutan lisozim dalam inti polar reversed micellar menurun secara tajam.

pH optimum fase cair untuk ekstraksi lisozim dari putih telur adalah 9,2. Namun, recovery hanya mencapai 60%. Interaksi elektrostatik antara lisozim dengan AOT pada pH 9,2 tidak efektif dalam displacing interaksi antara lisozim dan protein putih telur lainnya (Chou and Chiang, 1998).

Selain Ph, konsentrasi garam juga mempengaruhi ektraksi lisozim. Efisiensi ekstraksi lisozim putih telur tidak berubah jika konsentrasi KCl ditingkatkan dari 0,05M menjadi 0,3M. Karena interaksi antara lisozim dan protein putih telur lainnya, seperti ovalbumin, secara elektrostatik sudah sifat alaminya, peningkatan konsentrasi KCl pada fase cair dapat menurunkan interaksi antara lisozim dan protein putih telur lainnya, dan meningkatkan efisiensi ekstraksi lisozim. Namun, peningkatan konsentrasi garam dapat meningkatkan efek screening elektrostatik, yang menurunkan interaksi elektrostatik antara lisozim dengan AOT dan menurunkan ukuran misel, jadi menurunkan efisiensi ekstraksi. Pengaruh positif dari penurunan interaksi protein putih telur dicounteracted dengan pengaruh screening eletrostatik dalam kisaran konsentrasi garam antara 0,1-0,30M. Jika konsentrasi garam ditingkatkan sampai 0,3M, pengaruh shielding elektrik menjadi dominan, dan recovery menurun secara nyata (Chou and Chiang, 1998).

Diantara beberapa metode yang digunakan untuk ekstraksi lisozim putih telur Metode adsorpsi lisozim pada permukaan mika dapat diterapkan karena berbasis teknologi tepat guna dan dapat mengisolasi lisozim secara efisien dengan aktifitas antibakteri yang tetap tinggi (Kubiak and Mulheran, 2008). Metode ini didasarkan pada adsorpsi protein pada permukaan bermuatan yang utamanya digerakkan oleh daya elektrostatik, metode ini sangat tergantung pada kuat ionik (Kubiak and Mulheran, 2008).

KESIMPULAN

Metode adsorpsi lisozim sangat mungkin bisa dilakukan. Metode ini didasarkan pada adsorpsi protein pada permukaan bermuatan yang utamanya digerakkan oleh daya elektrostatik.

REFERENSI

Abraham, E.P. 1939. Some Properties of Egg-White Lysozyme. The Dyson Perrins Laboratory. Oxford University.

Adham, M. Abdou, S. Higashiguchi, A.M. Aboueleinin, M. Kim, Hisham R. Ibrahim. 2007. Antimicrobial peptides derived from hen egg lysozyme with inhibitory effect against Bacillus species. Food Control 18 173–178

Belitz, H.D, Grosch, W., and Schieberle, P. 2009. Eggs. Food Chemistry © Springer.

Chou, Shu-Ting and Chiang, Been-Huang, 1998. Reversed Micellar Extraction of Hen Egg Lysozyme. J. Food Science. Vol.63 No. 3 : 399 – 402.

(24)

23

Federico J. Wolman, et.al., 2010. Egg white lysozyme purification with achitin–silica-based affinity chromatographic matrix. Eur Food Res Technol. 231:181–188.

Ibrahim, H.R., A.Kato and K.Kobayashi, 1991. Antimicrobial Effects of Lysozyme Against Gram-Negative Bacteria Due to Covalent Binding of Palmitat Acid. J.Agric Food Chem. 39 : 2007-2082

. , H.R., H.Hatta, M.Fujiki, M.Kim and T.Yamamoto, 1994. Enhanced Antimicrobial Action of Lysozyme Against Gram-Negative Bacteria Due to Modification Penilaldehid.J.Aric Food Chem. 42 : 1813-1817

. , H.R., S.Highasiguchi, M.Koketsu, L.R.Juneja, M.Kim., T.Yamamoto, Y.Sugimoto, and T.Aoki, 1996b. Partially Unfolded Lysozyme at Neutral pH Aglutinates and Kills Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria Through Membrane Damage Mechanism. J.Agric Food Chem. 44 : 3799-3806

. , H.R., U. Thomas and A. Pellegrini, 2001. A Helix-Loop-Helix Peptide at the Upper Lip of The Active Site Cleft of Lysozyme Confers Potent Antimicrobial Activity with Membrane Permeabilization Action. The. J. of Biological Chem 276 (47) : 43767-43774

Idris, S., 1995. Pengantar Teknologi Pengolahan Telur. Penerbit Fajar. Malang

Kubiak K. and P. Mulheran, 2008. Hen Egg White Lysozyme Adsorption on a Mica Surface A fully Atomistic Molecular Dynamics Study. Proceeding of NIC Workshop, 2008. Vol 40 ISBN 978-3-981043-6-8, p 273-276.

Lesnierowski Grzegorz and Kijowski Jacek, 2007. Lysozyme. Bioactive Egg Compounds. © Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Lenierowski,G. Kijowski J., Stangierski J., 2003. DCS, SDS-PAGE and Spectrophotometry for Charactization of Modified Lysozyme. Electronic Journal of Polish Agric.Universities. Food Science and Technology. Vol 6. Issue I.

Masschalck, B., R.V. Houdt, E.G.R.V. Haver, and C.W.Michelis, 2000. Inactivation of Gram-Negative Bacteria by Lysozyme, Denatured Lysozyme, and Lysozyme-Derived Peptides under High Hydrostatic Pressure. J.Appl and Env. Microbiology. 67 : 339-344

Radziejewskar, C., Lesnirowski G., and Kijokowski J., 2003. Antibacterial Activity of Lysozyme Modified by The Membrane Technique. Electronic Journal of Polish agricultural Universities. Food science and Technology. Volume 6. Issue 2.

Saravanan, R., Shanmugam, A., Preethi A., Sathish K.D, Anand, K., Amitesh, S., and Devadoss, F.R. 2009. Studies on isolation and partial purification of lysozyme from egg white of the lovebird (Agapornis species). African Journal of Biotechnology Vol. 8 (1), pp. 107-109, 5. Sumarsih, Sri, 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian.

UPN-Veteran. Yogyakarta.

Widyarti, S., 2003. Petunjuk Praktikum Biokimia Teknik, Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. Malang.

Winarno, F.G., 1983. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yan. Luding, Shen. Shaochuan, Yun. Junxian, and Yao. Kejian, 2011. Isolation of Lysozyme from Chicken Egg White Using Polyacrylamide - based Cation-exchange Cryogel. Chinese Journal of Chemical Engineering, 19 (5) 876-880.

(25)
(26)

25

PANDUAN PENULIS

Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun

dengan urutan: JUDUL (bahasa Indonesia), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat

Lembaga/ Instansi), ABSTRAK (bahasa Indonesia atau Inggris, maksimal 250 kata), KATA

KUNCI (maksimal 6 kata), PENDAHULUAN, METODOLOGI (jika hasil penelitian), HASIL DAN

PEMBAHASAN, PENUTUP (KESIMPULAN & SARAN), UCAPAN TERIMA KASIH (jika

diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA.

Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman

termasuk gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan

bawah masingmasing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe

huruf Calibri (Body) berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara

berurutan. Gambar dalam bentuk grafik/diagram harus asli (bukan fotokopi) dan foto

(dicetak di kertas licin atau di scan). Gambar dan Tabel di tulis dan ditempatkan di halam

terpisah di akhir naskah. Penulisan simbol α, β, χ, dan lain-lain dimasukkan melalui

fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam bahasa asing dicetak miring.

Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar (2 eksemplar tanpa nama dan

lembaga penulis). Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa

Indonesia/Daerah harus diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta Authornya pada

pengungkapan pertama kali. Daftar pustaka ditulis secara abjad menggunakan sistem

nama-tahun.

Gambar

Gambar 1. Diagram persentase responden menurut umur.
Tabel 2. Kriteria Nilai Pengetahuan Peternak
Tabel  3.  Kandungan  lisozim  di  dalam  beberapa  sumber  bahan  (Lesnierowski  Grzegorz  and  Kijowski Jacek, 2007)
Gambar 2. Ilustrasi dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Sumarsih,  2003)

Referensi

Dokumen terkait

Ruang tunggu yang disediakan oleh Stasiun Pemalang yaitu ruang tunggu untuk penumpang umum (kereta kelas ekonomi, bisnis dan juga bahkan eksekutif) dan ruang tunggu

number of bits used per pixel in an image depends on the color space representation (gray or color) and is typically segregated into channels.. ● The total number of bits per

Dari pernyataan di atas, kodokushi adalah kematian orang yang tinggal sendiri dan sudah tidak berhubungan dengan keluarga ataupun kenalan.. Kematian dari orang-orang yang

Puji syukur penulis panjatkan atas asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat Rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “EKSISTENSI LEMBAGA

Anggota legislatif perempuan telah di berikan wewenang untuk merekomendasikan kebjakan-kebijakan yang mampu memberikan perubahan positif bagi masalah- masalah yang terjadi

Terkait dengan penelitian ini sekalipun telah menggunakan beberapa metode baik itu metode Delphi, AHP dan LQ dan telah menetukan jenis kriteria produk unggulan

Kabupaten Lombok Utara menyimpan potensi yang besar antara lain pada sektor-. sektor sebagai

Alternatif pilihan jawaban pada skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi empat pilihan jawaban yaitu Alternatif pilihan jawaban