• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN PASIEN BPJS KESEHATAN TENTANG SISTEM RUJUKAN DI ERA JKN DI PUSKESMAS KAMPUNG BARU KOTA MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAHAMAN PASIEN BPJS KESEHATAN TENTANG SISTEM RUJUKAN DI ERA JKN DI PUSKESMAS KAMPUNG BARU KOTA MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

MARIA PUTRI REZEKI SIREGAR NIM. 151000283

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARIA PUTRI REZEKI SIREGAR NIM. 151000283

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

iii

(4)

iv TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.

Anggota : 1. Dr. Juanita, S.E., M.Kes.

2. dr. Rusmalawaty, M.Kes.

(5)

v

(6)

vi

baik vertikal maupun horizontal. Sistem rujukan dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu salah satunya di Pusat Kesehatan Masyarakat. Jumlah rujukan di Puskesmas Kampung Baru mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak tahun 2016 dan melebihi batas toleransi yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan yaitu sebesar 15%. Pemahaman pasien BPJS kesehatan tentang sistem rujukan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi tingginya rasio rujukan di puskesmas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara jelas dan mendalam mengenai pemahaman pasien BPJS Kesehatan tentang sistem rujukan di era JKN. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan desain fenomonologi.

Penentuan informan penelitian menggunakan purposive sampling, yaitu sebanyak 12 orang. Pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam. Proses analisis data dilakukan dengan metode fenomenologi dan disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien BPJS kesehatan di Puskesmas Kampung Baru belum memahami dengan baik bagaimana sistem rujukan berjenjang, mereka beranggapan bahwa puskesmas adalah hanya tempat untuk membuat surat rujukan saja. Semua informan belum memahami sistem rayonisasi, sebanyak 4 pasien Non-PBI, beranggapan bahwa mereka bebas untuk dirujuk ke rumah sakit manapun karena mereka telah membayar iuran mereka sendiri. Semua informan belum memahami alur pelayanan rujukan seperti prosedur-prosedur yang harus dipenuhi sampai dengan penyakit yang dapat ditangani di puskesmas.

Saran bagi Dinas Kesehatan Kota Medan untuk membina dan mengawasi rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama serta penguatan peran melalui sosialisasi. Bagi pihak BPJS untuk mendampingi puskesmas dalam melaksanakan sosialisasi. Bagi Puskesmas agar melaksanakan sosialisasi secara rutin kepada masyarakat terkait dengan sistem rujukan di era JKN dan diharapkan dapat melengkapi media informasi di dalam gedung.

Kata kunci: Pemahaman, sistem rujukan berjenjang, JKN Abstract

Referral system is the implementation of healthcare services that govern the assignment and responsibility of health services reciprocally both vertically and horizontally. The referral system begins with a first-rate healthcare facility is one of the Public Health Center. The number of referrals at Kampung Baru Health Center has increased annually since 2016 and exceeds the tolerance limit set by BPJS Health which is 15%. The comprehension of BPJS Health’s patients about referral system in the JKN era is one of the factors affecting the high rate of reference in public health center. The purpose of the research is to know clearly about the comprehension of BPJS Health’s patiens about referral sistem in the JKN era. The

(7)

vii

about tiered referral system, they consider that the health center is only a place to create a referral letter. All of informants do not understand about rayonisation, total of 4 Non-PBI patients assuming that they are free to refer to any hospital because they had paid their own dues. All informants do not understand the flow of referral services such as procedures that must be fulfilled up to any diseases tha can be handled at public health center. Advice for Medan City Health Office to build and supervise references to public health center and strengthening roles through socialization. For BPJS to assist the public health center in implementing a socialiazation related to the referral system in the JKN era. For public health center to implement with socialization to the community and expected to equip information media in the building.

Keywords: Comprehension, tiered referal system, JKN

(8)

viii

berkat yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemahaman Pasien BPJS Kesehatan tentang Sistem Rujukan di Era JKN di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan Tahun 2019”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

ix

5. Dr. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani masa perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas ilmu pengetahuan yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

7. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepala Puskesmas Kampung Baru Dr. Erwina Zaini, kepala tata usaha, dokter dan pegawai yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi untuk keperluan penelitian skripsi ini.

9. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, ayahanda Halomoan Siregar, S.H. dan Ibunda Rugun Ratna Situmorang, A.Md., yang telah memberikan kasih sayang yang begitu besar, doa dan nasihat serta kesabaran dalam mendidik dan memberi dukungan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

10. Terkhusus untuk saudara dan saudari tercinta, Ramostua Arion Siregar dan Imelda Lamsinar Siregar yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

11. Terkhusus untuk yang terkasih Harry Sihotang, S.K.M., yang telah memberikan dukungan, semangat dan masukan serta doa kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

(10)

x

Putri) yang selalu saling menyemangati satu sama lain dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2019

Maria Putri Rezeki Siregar

(11)

xi

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xv

Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Manfaat teoritis 6

Manfaat aplikatif 8

Tinjauan Pustaka 9

Pemahaman 9

Pengertian pemahaman 9

Indikator pemahaman 10

Bentuk-bentuk pemahaman 11

Pasien 11

Pengertian pasien 11

Kewajiban pasien 11

Hak Pasien 13

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 13

Pengertian puskesmas 13

Fungsi puskesmas 14

Prinsip-prinsip puskesmas 15

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 16

Pengertian BPJS 16

Sistem Rujukan 17

Pengertian sistem rujukan 17

Jenis-jenis rujukan 17

Tujuan rujukan 18

(12)

xii

Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan 28

Sistem Rayonisasi 29

Pengertian sistem rayonisasi 28

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 29

Pengertian JKN 29

Prinsip-prinsip JKN 30

Landasan Teori 32

Kerangka Berpikir 33

Metode Penelitian 34

Jenis Penelitian 34

Lokasi dan Waktu Penelitian 34

Lokasi penelitian 34

Waktu penelitian 34

Subjek Penelitian 34

Definisi Konsep 36

Metode Pengumpulan Data 36

Instrumen penelitian 37

Metode Analisis Data 37

Triangulasi sumber 38

Hasil Penelitian dan Pembahasan 39

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 39

Sejarah Puskesmas Kampung Baru 39

Lokasi Puskesmas Kampung Baru 39

Data geografis dan demografis Puskesmas Kampung Baru 39

Wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru 40

Sumber daya kesehatan 41

Karakteristik Informan 42

Pemahaman Pasien BPJS Kesehatan tentang Sistem Rujukan

di Era JKN di Puskesmas Kampung Baru Tahun 2019 43 Pemahaman pasien tentang sistem rujukan berjenjang 44 Pemahaman pasien tentang sistem rayonisasi 62 Pemahaman pasien tentang alur pelayanan rujukan 69

Keterbatasan Penelitian 74

Kesimpulan dan Saran 75

Kesimpulan 75

Saran 76

(13)

xiii

(14)

xiv

1 Tabel Subjek Penelitian 35

2 Tabel Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas

Kampung Baru Tahun 2019 40

3 Tabel Data Tenaga Pelaksana Kesehatan (PNS) di Puskesmas

Kampung Baru 41

4 Tabel Data Tenaga Pelaksana Kesehatan Honorer di Puskesmas

Kampung Baru 41

5 Tabel Fasilitas Ruangan di Dalam Gedung Permanen

Puskesmas Kampung Baru 42

6 Tabel Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik Individu 44

(15)

xv

1 Alur pelayanan rujukan 27

2 Kerangka pikir penelitian 34

3 Alur pelayanan rawat jalan tingkat pertama 70

(16)

xvi

1 Daftar Penyakit yang Bisa Ditangani di FKTP 82

2 Pedoman Wawancara 83

3 Matriks Wawancara Penelitian 91

4 Alur Pelayanan Rujukan Puskesmas Kampung Baru 101

5 Dokumentasi Penelitian 102

6 Surat Penelitian FKM USU 108

7 Surat Penelitian Dinas Kesehatan Kota Medan 109 8 Surat Selesai Penelitian dari Puskesmas Kampung Baru 110

(17)

xvii

FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama JKN Jaminan Kesehatan Nasional

Non-PBI Bukan Penerima Bantuan Iuran PBI Penerima Bantuan Iuran

PIC Person in Charge

PPK Penyedia Pelayanan Kesehatan SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional UKP Upaya Kesehatan Perorangan UKM Unit Kesehatan Masyarakat UPT Unit Pelaksana Teknis WNA Warga Negara Asing

WHO World Health Organization

(18)

xviii

(19)

1

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan pada tahun 2014 secara berjenjang mengarah sampai ke Universal Health Coverage (UHC) yang disetujui oleh World Health Organization (WHO). Tujuan dari penerapan Universal Health Coverage (UHC) yang dikembangkan oleh WHO sebagai sistem kesehatan adalah memperoleh pemerataan akses, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan perlindungan atas risiko finansial demi mewujudkan UHC pada tahun 2019, oleh karena itu pemerintah Indonesia berupaya membentuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Adisasmito, 2014).

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Terbentuknya JKN adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asurasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Setiap peserta JKN memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan indikasi medis. Oleh karena itu, untuk memperoleh pelayanan kesehatan tersebut, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) wajib menerapkan sistem rujukan (Permenkes RI Nomor 28, 2014).

(20)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan cakupan menyeluruh kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun 2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia mulai Januari 2014 harus memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dan data yang peneliti peroleh dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada 1 Agustus 2019 jumlah peserta BPJS adalah 223.347.554 orang (BPJS Kesehatan, 2019). Diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional, pasien yang terdaftar sebagai peserta JKN tidak perlu membayar biaya pengobatan lagi, karena setiap bulannya telah membayar iuran ke BPJS Kesehatan atau telah dibayarkan iurannya oleh pemerintah jika peserta tersebut masuk ke dalam golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Di era JKN, puskesmas diharapkan dapat menangani 155 diagnosa penyakit sesuai dengan Kompetensi Dokter Umum yang dapat ditangani atau diobati di FKTP, sehingga para peserta JKN tidak harus lagi berobat langsung ke rumah sakit, karena di FKTP pun sudah dapat ditangani. Namun tidak menutup kemungkinan pada kasus-kasus tersebut dapat langsung berobat ke rumah sakit dengan mempertimbangkan Time (lama perjalanan penyakitnya), Age (usia pasien), Complication (komplikasi penyakit penderita atau tingkat kesulitan), Comorbidity (penyakit penyerta), Condition (kondisi fasilitas kesehatan) (BPJS Kesehatan, 2014).

Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi: (1) terjadi keadaan gawat darurat; (2) bencana; (3) kekhususan permasalahan kesehatan pasien; (4) pertimbangan geografis; dan (5) pertimbangan ketersediaan fasilitas. Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di FKTP

(21)

yakni, kasus pelayanan primer yang mengacu pada kompetensi dokter umum, kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan;

dan kasus medis yang termasuk ke dalam Program Rujuk Balik BPJS Kesehatan seperti kasus Hipertensi, Diabetes Melitus (Kencing Manis), Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Stroke, Epilepsy, Schizofren, Sindrom Lupus Eritematosus (SLE) dan Jantung (BPJS Kesehatan, 2014).

Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus ke mana seseorang yang mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk memeriksakan kesehatannya (Ali, Kandou & Umboh, 2015). Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan secara bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal (Putri, 2016). Sistem rujukan berjenjang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam penguatan pelayanan primer, sebagai upaya untuk penyelenggaraan kendali mutu dan biaya (BPJS Kesehatan, 2016). Diberlakukannya sistem rujukan berjenjang mengharuskan pasien BPJS untuk mengutamakan berobat ke puskesmas yang merupakan fasilitas pelayanan primer, jika pasien tidak dapat ditangani di fasilitas pelayanan primer sehingga dapat dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan sekunder.

Menurut Goniwala (2017) mengatakan bahwa sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal (Ali dkk, 2015).

(22)

Puskesmas Kampung Baru merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Medan yang terletak di Kecamatan Medan Maimun Kota Medan mempunyai dimana memiliki wilayah kerja sebanyak 6 kelurahan. Penyebaran penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru adalah sebanyak 57.085 jiwa, dengan total penduduk perempuan sebanyak 21.075 jiwa dan total penduduk laki-laki sebanyak 20.574 jiwa (Profil Puskesmas Kampung Baru, 2018). Sistem rayonisasi dalam pemenuhan permintaan rujukan Puskesmas Kampung Baru hanya dapat merujuk pasien ke Rumah Sakit tertentu yang sudah disahkan, yakni Rumah Sakit Kelas C adalah RS Mitra Medika Amplas, RS Estomihi, RS Bunda Thamrin, RS Advent, RS Universitas Sumatera Utara (USU), sedangkan Rumah Sakit Kelas B adalah RS Martha Friska Multatuli, RS Elisabeth dan RS Pirngadi.

Rasio rujukan di Puskesmas Kampung Baru pada tiga tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2016 jumlah rasio rujukan sebesar 32,8% dari jumlah rujukan sebesar 4.414 dan jumlah kunjungan sebesar 14.297, tahun 2017 jumlah rasio rujukan sebesar 35,1% dari jumlah rujukan sebesar 4.307 dan jumlah kunjungan sebesar 11.482, dan pada tahun 2018 jumlah rasio rujukan sebesar 31,3% dari jumlah rujukan sebesar 4.667 dan jumlah kunjungan sebesar 14.111 (Puskesmas Kampung Baru, 2018). Berdasarkan data tersebut menunjukkan bawa rasio rujukan pasien dari puskesmas ke rumah sakit masih cukup tinggi, seharusnya rasio rujukan pada era JKN sekarang sudah rendah, karena di era JKN puskesmas harus mampu melaksanakan 155 diagnosa penyakit secara baik dan tuntas. Menurut peraturan BPJS Kesehatan tahun 2014

(23)

menjelaskan bahwa jumlah rujukan pasien di FKTP tidak boleh melebihi 15%

dari total kunjungan pasien BPJS. Sementara di Puskesmas Kampung Baru pada tahun 2018 rasio rujukannya sebesar 31,3%.

Melalui wawancara saat melakukan survei pendahuluan ke beberapa pasien peserta BPJS kesehatan di Puskesmas Kampung Baru, hampir seluruh pasien mengatakan bahwa mereka masih belum memahami tentang sistem rujukan di era JKN. Peneliti juga melakukan wawancara ke petugas yang bersangkutan, dan mengatakan bahwa tak jarang pula terdapat pasien yang bersikeras untuk meminta dirujuk padahal kondisi kesehatannya tidak membutuhkan rujukan sehingga tak jarang dokter dan petugas rujukan berdebat dengan pasien yang meminta rujukan atas permintaan sendiri.

Alasan pasien meminta rujukan pada umumnya adalah mereka kurang percaya dengan pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama dan obat yang diberikan tidak bervariasi walaupun penyakit yang diderita berbeda-beda. Setelah diberlakukannya sistem rayonisasi, pasien juga masih tetap memahami bahwa mereka dapat dirujuk ke rumah sakit manapun dan atas permintaan mereka sendiri. World Health Organization (WHO) menjelaskan karakteristik rujukan medis adalah adanya kerja sama antara fasilitas pelayanan kesehatan, kepatuhan terhadap standar operasional prosedur (SOP) rujukan, kelengkapan sumberdaya pendukung termasuk transportasi dan komunikasi, kelengkapan formulir rujukan, komunikasi antar fasilitas kesehatan perujuk dan penerima rujukan serta pelaksanaan rujukan balik (Hartini, et al., 2016).

(24)

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemahaman pasien BPJS kesehatan tentang sistem rujukan di era JKN yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya rasio rujukan yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, sehingga peneliti ingin melihat lebih jauh mengenai Pemahaman Pasien BPJS Kesehatan tentang Sistem Rujukan di Era JKN di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan Tahun 2019.

Perumusan Masalah

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemahaman pasien BPJS kesehatan tentang sistem rujukan di era JKN terkhusus tentang sistem rujukan berjenjang, sistem rayonisasi dan alur pelayanan rujukan yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya rasio rujukan yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, sehingga peneliti ingin melihat lebih jauh mengenai Bagaimana Pemahaman Pasien BPJS Kesehatan tentang Sistem Rujukan di Era JKN di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan Tahun 2019.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pemahaman Pasien BPJS Kesehatan tentang Sistem Rujukan di Era JKN di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan.

(25)

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan yang berkaitan dengan pemahaman pasien BPJS Kesehatan tentang sistem rujukan di era JKN khususnya yang terkait sistem rujukan berjenjang, sistem rayonisasi dan alur pelayanan rujukan serta menjadi sumber referensi agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemahaman pasien BPJS kesehatan tentang sistem rujukan dalam era JKN di masa yang akan datang.

Manfaat aplikatif. Manfaat aplikatif dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Puskesmas Kampung Baru

Sebagai bahan masukan kepada pihak petugas kesehatan puskesmas tentang pemahaman pasien BPJS Kesehatan di Puskesmas Kampung Baru mengenai sistem rujukan di era JKN serta sebagai bahan evaluasi bagi puskesmas untuk meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi terhadap pasien tentang sistem rujukan di era JKN yang terkait sistem rujukan berjenjang, sistem rayonisasi dan alur pelayanan rujukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

2. Bagi Pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Sebagai bahan masukan pengembangan tatanan cara dan metode dalam pembuatan kebijakan dalam menyempurnakan pelayanan rujukan serta membantu dan melengkapi kekurangan yang ada di puskesmas untuk menjalankan rujukan rawat jalan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang

(26)

baik dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh BPJS, serta melaksanakan sosialisasi atau penyuluhan ke pihak puskesmas tentang sistem rujukan di era JKN.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi yang dapat dijadikan bacaan dan panduan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan pemahaman pasien tentang sistem rujukan di era JKN khususnya di bidang ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan serta dalam penemuan metodologi baru dalam lingkup ilmu kesehatan masyarakat.

(27)

9

Pengertian pemahaman. Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses pembuatan cara memahami (Zul, Fajri & Senja, 2008). Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar, apabila mendapat imbuhan me-i menjadi memahami, berarti; (1) mengetahui benar, (2) pembuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham) sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami, cara mempelajari baik- baik supaya paham dan mengetahui banyak.

Menurut Purwanto (2010) mengatakan bahwa pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengaharapkan mampu memahami arti atau sebuah konsep, situasi, serta faktor yang diketahuinya. Pemahaman juga merupakan cakupan kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel, 2009).

Menurut Bloom dalam Sudijono (2011) pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan di ingat. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan bahasa sendiri.

(28)

Indikator pemahaman. Menurut Sanjaya (2008) mengemukakan bahwa pemahaman memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pemahaman lebih tinggi tingkatnya dari pengetahuan.

2. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan menjelaskan makna atau suatu konsep.

3. Dapat mendeskripsikan dan mampu menerjemahkan.

4. Mampu menafsirkan, mendeskripsikan secara variabel.

5. Pemahaman eksplorasi, mampu membuat estimasi. Pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:

a. Menerjemahkan. Menerjemahkan di sini bukan saja pengelihan bahasa yang satu ke bahasa yang lain, tetapi dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi satu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.

b. Menginterpretasikan/Menafsirkan. Menginterpretasi pada konteks ini adalah mampu menafsirkan lebih luas dari pada menerjemahkan.

Menginterpretasi adalah kemampuan untuk mengenal atau memahami ide- ide utama suatu komunikasi.

c. Mengekstrapolasi. Sedikit berbeda dengan menterjemahkan dan menafsirkan, ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi yaitu dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis dapat membuat ramalan tentang konsentrasi atau dapat memperluas masalahnya.

Bentuk-bentuk pemahaman. Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel, 2009). Winkel

(29)

mengambil dari taksonomi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom membagi ke dalam tiga kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi.

Pasien

Pengertian pasien. Pasien adalah orang yang memiliki kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan yang dikemukakan oleh Prabowo dalam Wilhamda (2011). Menurut Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka yang diobati dirumah sakit.

Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pasien adalah orang yang memiliki kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan atau para medis yang di obati dirumah sakit.

Kewajiban pasien. Menurut (UU No. 44 Tahun 2009: UU tentang Rumah Sakit dengan kewajiban pasien yakni setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya selain itu ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Mentri.

Menurut (UU No. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran), pasien dalam menerima pelayanan mempunyai kewajiban :

(30)

1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.

2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.

3. Mematuhi ketentuan yang berlaku sarana pelayanan kesehatan.

4. Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.

Menurut UU RI No.38 Tahun 2014 dalam praktik keperawatan, pasien berkewajiban:

1. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya.

2. Mematuhi nasehat dan petunjuk perawat.

3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan.

4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki kewajiban menerima pelayanan pada praktik kedokteran yaitu memberikan informasi, mematuhi nasihat, mematuhi ketentuan, dan memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima, memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasehat dan petunjuk perawat, mematuhi ketentuan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan, memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Hak pasien. Menurut UU RI No. 38 Tahun 2014 dalam praktik keperawatan, pasien berhak :

1. Mendapatkan informasi secara benar, jelas, dan jujur tentang tindakan peperawatan yang akan dilakukan.

(31)

2. Meminta pendapat perawat lain atau tenaga kesehatan lainnya.

3. Mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Memberi persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan diterimanya.

5. Memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.

Pengungkapan rahasia kesehatan klien dilakukan atas dasar kepentingan kesehatan klien, pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegak hukum, persetujuan klien sendiri, kepentingan pendidikan dan penelitian, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Pengertian puskesmas. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas juga merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: (a) memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; (b) mampu menjangkau

(32)

pelayanan kesehatan bermutu; (c) hidup dalam lingkungan sehat; dan (d) memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Fungsi puskesmas. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas, puskesmas menyelenggarakan fungsinya sebagai: (a) penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan (b) penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, puskesmas memiliki wewenang untuk:

(a) menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu; (b) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; (c) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.

Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: (a) pelayanan promosi kesehatan;

(b) pelayanan kesehatan lingkungan; (c) pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; (d) pelayanan gizi; dan (e) pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal

(33)

kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.

Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan dalam bentuk:

(a) rawat jalan; (b) pelayanan gawat darurat; (c) pelayanan satu hari (one day care); (d) home care; dan (e) rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

Prinsip-prinsip puskesmas. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, prinsip-prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi:

Paradigma sehat. Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Pertanggungjawaban wilayah. Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

Kemandirian masyarakat. Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Pemerataan. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat di akses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

Teknologi tepat. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan

(34)

pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

Keterpaduan dan kesinambungan. Guna puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dalam manajemen puskesmas (Permenkes RI Nomor 75, 2014).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dibagi menjadi dua, yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan sehingga peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Masyarakat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan Stakeholder terkait tentu perlu mengetahui prosedur pelayanan dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang).

Sistem Rujukan

Pengertian sistem rujukan. Dalam Peraturan Permenkes RI No. 001 Tahun 2012, sistem rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggungjawab pelayanan kesehatan secara

(35)

timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan. Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan kesehatan yang berjenjang.

Jenis-jenis rujukan. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Sedangkan rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

1. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;

2. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;

(36)

b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;

c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Tujuan rujukan. Tujuan dari rujukan, yaitu :

1. Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik- baiknya.

2. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap fasilitasnya.

3. Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer knowledge and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah (Syafrudin, 2009).

Prosedur rujukan. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, Permenkes RI Nomor 28 Tahun 2014, prosedur pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

a. Setiap peserta harus terdaftar pada FKTP yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memperolah pelayanan

(37)

b. Menunjukan nomor identitas peserta JKN

c. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP

d. Jika diperlukan sesuai indikasi medis peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di FKTP atau dirujuk ke FKRTL

2. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) a. Peserta datang ke rumah sakit dengan menunjukkan nomor identitas

peserta JKN dan surat rujukan, kecuali kasus emergency; tanpa surat rujukan

b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan.

c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap sesuai dengan indikasi medis.

d. Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL (tanpa harus ke FKTP terlebih dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter tersebut.

e. Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan rujuk balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP membawa surat rujuk balik dari dokter spesialis/subspesialis.

f. Apabila dokter spesialis/subspesialis tidak memberikan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada poin (d) dan (e), maka pada kunjungan berikutnya pasien harus melalui FKTP.

(38)

Tata cara pelaksanaan sistem rujukan. Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari :

1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.

2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu diatasi.

3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.

4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu. Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan dengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut:

i. Prosedur Standar Merujuk a. Prosedur Klinis

1. Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik

2. Menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding 3. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus 4. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan

5. Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis atau paramedis yang berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien

(39)

6. Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.

b. Prosedur Administratif

1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan 2. Membuat catatan rekam medis pasien

3. Memberi informed consent (persetujuan/penolakan informed rujukan)

4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 2, lembar pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan.

Lembar kedua disimpan sebagai arsip. Mencatat identitas pasien pada buku registrasi rujukan pasien

5. Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin komunikasi dengan tempat rujukan

6. Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi yang bersangkutan.

ii. Prosedur Standar Menerima Rujukan Pasien a. Prosedur Klinis

1. Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien rujukan

(40)

2. Setelah stabil, meneruskan pasien keruang perawatan elektif untuk perawatan selanjutnya atau meneruskan ke sarana kesehatan yang lebih mampu untuk dirujuk lanjut

3. Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien.

b. Prosedur administratif

1. Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan pasien yang telah diterima untuk ditempelkan di kartu status pasien 2. Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian membuat

tanda terima pasien sesuai aturan masing masing sarana

3. Mengisi hasil pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan pada kartu catatan medis dan diteruskan ke tempat perawatan selanjutnya sesuai kondisi pasien

4. Membuat informed consent

5. Segera memberikan informasi tentang keputusan tindakan/perawatan yang akan dilakukan kepada petugas atau keluarga pasien yang mengantar

6. Apabila tidak sanggup menangani merujuk ke RSU yang lebih mampu dengan mebuat surat rujukan rangkap dua

7. Mencatat indentitas pasien.

iii. Prosedur Standar Memberi Rujukan Balik Pasien a. Prosedur Klinis

(41)

1. Rumah Sakit atau Puskesmas yang menerima rujukan pasien wajib mengembalikan pasien ke RS/Puskesmas/Polindes/

Poskesdes pengirim setelah dilakukan proses antara lain:

A. Sesudah pemeriksaan medis, diobati dan dirawat tetapi penyembuhan selanjutnya perlu di follow up oleh Rumah Sakit/Puskesmas/Polindes/Poskesdes pengirim.

B. Sesudah pemeriksaan medis, diselesaikan tindakan kegawatan klinis tetapi pengobatan dan perawatan selanjutnya dapat dilakukan di Rumah Sakit / Puskesmas / Polindes / Poskesdes pengirim.

2. Melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa bahwa kondisi pasien sudah memungkinkan untuk keluar dari perawatan Rumah Sakit/Puskesmas tersebut dalam keadaan: (a) sehat atau sembuh; (b) sudah ada kemajuan klinis dan boleh rawat jalan;

(c) belum ada kemajuan klinis dan harus dirujuk ke tempat lain;

(d) pasien sudah meninggal.

3. Rumah Sakit / Puskesmas yang menerima rujukan pasien harus memberikan laporan / informasi medis atau balasan rujukan kepada Rumah Sakit / Puskesmas / Polindes / Poskesdes pengirim pasien mengenai kondisi klinis terakhir pasien apabila pasien keluar dari Rumah Sakit / Puskesmas.

(42)

b. Prosedur Administratif

1. Puskesmas yang merawat pasien berkewajiban memberi surat balasan rujukan untuk setiap pasien rujukan yang pernah diterimanya kepada Rumah Sakit / Puskesmas / Polindes / Poskesdes yang mengirim pasien yang bersangkutan.

2. Surat balasan rujukan boleh dititip melalui keluarga pasien yang bersangkutan dan untuk memastikan informasi balik tersebut diterima petugas kesehatan yang dituju, dianjurkan berkabar lagi melalui sarana komunikasi yang memungkinkan seperti telepon, handphone, faksimili dan sebagainya.

iv. Prosedur Standar Menerima Rujukan Balik Pasien a. Prosedur Klinis

1. Melakukan kunjungan rumah pasien dan melakukan pemeriksaan fisik

2. Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan oleh Rumah Sakit/Puskesmas yang terakhir merawat pasien tersebut 3. Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan masyarakat

dan memantau (follow up) kondisi klinis pasien sampai sembuh.

b. Prosedur Administratif

1. Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatat informasi tersebut di buku register pasien rujukan, kemudian

(43)

menyimpannya pada rekam medis pasien yang bersangkutan dan memberi tanda tanggal/jam telah ditindak lanjuti.

2. Segera memberi kabar kepada dokter pengirim bahwa surat balasan rujukan telah diterima.

Sistem Rujukan Berjenjang

Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Berdasarkan Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan, sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang :

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu :

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik pratama dan praktik dokter perorangan.

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua, dilakukan oleh dokter spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi spesialistik seperti Rumah Sakit kelas C dan B.

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga dilakukan oleh dokter sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik seperti Rumah Sakit Kelas A atau Rumah Sakit

(44)

Khusus. Hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

a. Terjadi keadaan gawat darurat; kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku;

b. Bencana; kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah;

c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan;

d. Pertimbangan geografis; dan

e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.

4. Pelayanan oleh bidan dan perawat

a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali

(45)

dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di faskes tersebut.

b. Rujukan parsial dapat berupa: (1) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan; (2) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang.

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, 2014).

Gambar 1. Alur pelayanan rujukan

Pembinaan dan pengawasan sistem rujukan berjenjang. Sistem rujukan berjenjang dibina dan diawasi oleh :

(46)

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Ka Dinkes Provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, 2014).

Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan. Cara mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia, agar : 1. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan

prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.

2. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.

Forum komunikasi antar faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk

(47)

Person In Charge (PIC) dari masing-masing faskes. Tugas PIC faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sistem rujukan berjenjang, yaitu:

1. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan ke dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, kecuali dalam kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis dan mempertimbangkan ketersediaan fasilitas.

2. Jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas kabupaten (Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, 2014).

Sistem Rayonisasi

Pengertian sistem rayonisasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat makna kata zonasi terkait dengan pembagian wilayah, yaitu pembagian wilayah seluruh kota yang diklasifikasikan berdasarkan peruntukannya atau kondisi dan potensinya. Berbeda dengan zonasi, rayonisasi adalah pembagian wilayah atas beberapa rayon atau disebut juga perayonan.

Dewasa ini, di era JKN khususnya peserta BPJS kesehatan tidak dapat di rujuk berdasarkan permintaan pasien itu sendiri. Hal ini dikarenakan telah ditetapkannya sistem rayonisasi atau yang disebut juga regionalisasi untuk peserta

(48)

BPJS kesehatan yang ingin melakukan rujukan sesuai dengan keputusan peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak BPJS kesehatan. Sistem rayonisasi ini bersifat sementara atau berubah-ubah sesuai dengan adanya keputusan pihak BPJS.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kata “Jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance), peyakinan (assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security) kata Jaminan yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan dana bersama untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer risiko (Thabrany, 2014).

Menurut Peraturan Presiden Nomor 19 (2016) JKN adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004, Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory). Seluruh penduduk di Indonesia wajib menjadi peserta dalam program JKN. Peserta adalah setiap orang, termasuk warga negara asing (WNA) yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran (UU No. 24 Tahun 2011). Dengan tujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

(49)

Prinsip-prinsip JKN. Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

Prinsip kegotongroyongan. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

Prinsip portabilitas. Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan

(50)

bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial. Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (Permenkes RI No. 28 Tahun 2014).

Landasan Teori

Menurut Sanjaya (2008) mengemukakan bahwa pemahaman memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pemahaman lebih tinggi tingkatnya dari pengetahuan.

2. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan menjelaskan makna atau suatu konsep.

3. Dapat mendeskripsikan, mampu menerjemahkan.

4. Mampu menafsirkan, mendeskripsikan secara variabel.

5. Pemahaman eksplorasi, mampu membuat estimasi. Pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:

a. Menerjemahkan. Menerjemahkan di sini bukan saja pengelihan bahasa yang satu ke bahasa yang lain, tetapi dapat juga dari konsepsi abstrak

(51)

menjadi satu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.

b. Menginterpretasikan/Menafsirkan. Menginterpretasi pada konteks ini adalah mampu menafsirkan lebih luas dari pada menerjemahkan.

Menginterpretasi adalah kemampuan untuk mengenal atau memahami ide-ide utama suatu komunikasi.

c. Mengekstrapolasi. Sedikit berbeda dengan menterjemahkan dan menafsirkan, ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi yaitu dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis dapat membuat ramalan tentang konsentrasi atau dapat memperluas masalahnya.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori yang teori di atas, maka penelitian ini fokus pada pemahaman pasien tentang sistem rujukan di era JKN di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan. Oleh sebab itu, kerangka berpikir untuk penelitian ini dapat ditunjukkan dalam skema berikut ini :

Gambar 2. Kerangka berpikir penelitian Pemahaman Pasien :

1. Sistem Rujukan Berjenjang 2. Sistem Rayonisasi

3. Alur Pelayanan Rujukan

Pemanfaatan Pelayanan Rujukan yang Benar

(52)

34

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi yang mana bertujuan untuk mengetahui pemahaman pasien BPJS kesehatan tentang sistem rujukan di era JKN di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan Tahun 2019. Metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi merupakan suatu metode pendekatan yang dapat digunakan dalam mengungkapkan suatu peristiwa, kejadian dan fakta yang ada pada kehidupan dan pengalaman manusia (Sugiyono, 2016).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Kota Medan. Pemilihan lokasi ini karena tingginya angka rujukan peserta BPJS Kesehatan dalam 3 tahun terkahir yaitu rata-rata 35,3% di puskesmas tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah masih banyak pasien yang belum memahami bagaimana sistem rujukan berjenjang di era JKN.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Januari 2019 (survey pendahuluan) sampai dengan Juli 2019.

Subjek Penelitian

Pada penelitian kualitatif, pemilihan sampel disebut informan. Penentuan informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2016), metode purposive sampling tidak jauh berbeda dengan metode snowball yaitu metode pemilihan informan dengan

(53)

menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan kedalam penelitian, dimana informan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

Wawancara akan dihentikan jika informasi yang diterima sudah tidak bervariasi melainkan sama dengan jawaban informan-informan lainnya.

Kriteria Informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pasien yang merupakan peserta BPJS Kesehetan yang sudah pernah memanfaatkan pelayanan rujukan

2. Pasien yang merupakan peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI)

3. Pasien yang merupakan peserta BPJS Kesehatan bukan Penerima Bantuan Iuran (Mandiri)

4. Kepala Puskesmas Kampung Baru (Triangulasi Sumber)

5. Kepala Tata Usaha Puskesmas Kampung Baru (Triangulasi Sumber) 6. Pengelola JKN Puskesmas Kampung Baru (Triangulasi Sumber) Tabel 1

Subjek Penelitian

Informan Penelitian Jumlah

Pasien BPJS PBI 3 orang

Pasien BPJS Mandiri 4 orang

Pasien BPJS

(Sudah Pernah Memanfaatkan Rujukan) Kepala Puskesmas

Kepala Tata Usaha Pengelola JKN

2 orang 1 orang 1 orang 1 orang

Total 12 orang

(54)

Definisi Konsep

Berdasarkan kerangka berpikir penelitian ini, yang menjadi definisi konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sistem rujukan berjenjang adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya dalam pelayanan rujukan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diatur tata cara pelaksanaannya sesuai prosedur atau sistem yang telah ditetapkan pihak BPJS secara berjenjang.

2. Sistem rayonisasi adalah pembagian wilayah ini didasarkan atas pembagian wilayah secara administratif, tetapi dimana perlu didasarkan atas lokasi atau mudahnya sistem rujukan itu dicapai. Pembagian wilayah atas beberapa rayon yang menjadi bagian wilayah kerja dari Puskesmas Kampung Baru.

3. Alur pelayanan rujukan adalah alur atau prosedur dalam pelayanan rujukan dari mulai pendaftaran sampai mendapat surat rujukan.

4. Pemanfatan pelayanan rujukan adalah aktivitas menggunakan proses atau sumber pelayanan rujukan dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur dan sistem yang ditentukan.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam (indepth-interview). Wawancara mendalam adalah teknik yang dirancang untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang perspektif subjek pada topik penelitian (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini, terdapat sejumlah pertanyaan yang telah peneliti persiapkan sebelum melakukan

(55)

wawancara kepada informan-informan yang dipilih yang sering disebut dengan pedoman wawancara.

Instrumen penelitian. Instrumen penelitian ini adalah terdiri dari buku catatan, alat tulis, alat perekam (audio record), kamera dan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Rekaman akan sangat membantu peneliti dalam merekam reaksi dan emosi pada saat diskusi berlangsung. Hal ini penting dilakukan untuk memudahkan peneliti membangun kembali memori tentang suasana pada saat diskusi sedang berlangsung (Sugiyono, 2016).

Metode Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah analisis data dengan pendekatan fenomenologi, dapat dilakukan dengan beberapa tahap (Barnawi & Jajat Darojat, 2016):

1. Mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Seluruh hasil wawancara mendalam dengan subjek penelitian ditranskripsikan ke dalam tulisan.

2. Horizonalization; dari hasil transkripsi peneliti menginventarisasi pertanyaan-pertanyaan penting yang relevan dengan topik.

3. Cluster of meaning, selanjutnya peneliti mengklasifikasikan pertanyaan- pertanyaan tadi ke dalam tema-tema atau unit-unit makna serta menyisihkan pertanyaan yang tumpang tindih atau berulang-ulang. Pada tahap ini, dilakukan:

a. Textural description (deskripsi tekstural), peneliti menuliskan apa yang dialami, yakni deskripsi tentang apa yang dialami individu.

(56)

b. Structural description (deskripsi struktural), penulis menuliskan bagaimana fenomena itu dialami oleh para individu. Peneliti juga mencari segala makna yang mungkin berdasarkan refleksi peneliti sendiri berupa opini, penilaian, dan harapan subjek penelitian tentang fenomena yang dialaminya.

4. Tahap deskripsi esensi; peneliti mengonstruksi (membangun) deskripsi menyeluruh mengenai makna dan esensi pengalaman para subjek penelitian.bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten, saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2016).

Triangulasi sumber. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2016). Data yang diperoleh dari beberapa informan tersebut dideskripsikan, dikategorikan dan menghasilkan kesimpulan. Hasilnya akan di cross-check melalui wawancara langsung kepada stakeholder yaitu Kepala Puskesmas Kampung Baru, Kepala Tata Usaha Kampung Baru dan Penglola JKN Puskesmas Kampung Baru, untuk melihat kebeneran pernyataan informan dengan pelaksanaannya di Puskesmas Kampung Baru Kota Medan.

(57)

39

Sejarah Puskesmas Kampung Baru. Puskesmas Kampung Baru diresmikan pada 28 Oktober 1970 oleh Gubernur KDH Provinsi Sumatera Utara, Marah Halim. Puskesmas ini merupakan puskesmas rawat jalan yang berada dibawah wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan.

Lokasi Puskesmas Kampung Baru. Puskesmas Kampung Baru terletak di Jalan Brigjend Katamso/ Jl. Pasar Senen Lingkungan IV Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Data geografis dan demografis Puskesmas Kampung Baru.

Data geografis Puskesmas Kampung Baru. Berdasarkan data geografis Puskesmas Kampung Baru mempunyai :

1. Luas Wilayah : 334,5 Ha 2. Jumlah Kelurahan : 6 Kelurahan

3. Jumlah KK : 9562 KK

4. Jumlah Lingkungan : 66 Lingkungan 5. Batas Wilayah :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Barat dan Medan Petisah b. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Johor

c. Sebelah Barat : Kecamatan Medan Polonia

d. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Kota, Medan Amplas dan Medan Johor

(58)

Data demografis Puskesmas Kampung Baru. Berdasarkan data demografis, Puskesmas Kampung Baru mempunyai wilayah kerja seluas 334,5 Ha, meliputi 6 Kelurahan dan 66 lingkungan dengan jumlah penduduk 57.085 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 20.574 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 21.075 jiwa.

Wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru. Kecamatan Medan Maimun mempunyai 6 Kelurahan dan Puskesmas Kampung Baru adalah satu-satunya puskesmas yang terletak di kecamatan tersebut. Oleh karena itu, wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru terdiri dari 6 Kelurahan, yaitu :

1. Kelurahan Kampung Baru 2. Kelurahan Sei Mati 3. Kelurahan Suka Raja 4. Kelurahan Aur 5. Kelurahan Hamdan 6. Kelurahan Jati Tabel 2

Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Tahun 2019

Kelurahan Jumlah

Penduduk

Jumlah Rumah Tangga (KK)

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

Kampung Baru 17.818 4.044 8.744 9.074

Sei Mati 8.311 1.892 4.279 4.032

Suka Raja 3.418 840 1.685 1.733

Aur 5.920 1.411 2.912 3.008

Hamdan 5.375 1.219 2.616 2.759

Jati 807 156 383 469

Jumlah 41.649 9562 20.574 21.075

Sumber: Profil Puskesmas Kampung Baru Tahun 2018

Gambar

Gambar 1. Alur pelayanan rujukan
Gambar 2. Kerangka berpikir penelitian Pemahaman Pasien :
Gambar 3. Alur pelayanan rujukan rawat jalan tingkat pertama
Gambar 1. Wawancara dengan Kepala Puskesmas Kampung Baru
+6

Referensi

Dokumen terkait

pasien rawat jalan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan

Standar Rujukan Pasien BPJS di Fasilitas Kesehatan Tingat Pertama Klinik Sat Brimbob Polda Riau dari jumlah kunjungan yang dapat dirujuk sebanyak 7,5 % dari jumlah

Menurut ketentuan umum sistem rujukan berjenjang oleh BPJS Kesehatan salah satunya adalah dalam menjalankan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib

2 Tahun 2015, Tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama:

Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan

Standar Rujukan Pasien BPJS di Fasilitas Kesehatan Tingat Pertama Klinik Sat Brimbob Polda Riau dari jumlah kunjungan yang dapat dirujuk sebanyak 7,5 % dari jumlah

Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, Jakarta. Analisis Pelaksanaan

24 Penjaminan pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan