• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN INTENSITAS PENGGUNAAN DIAPERS TERHADAP TINGKAT

KESIAPAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI LITTLE CARE

STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

OLEH

NINING FITRIANINGSIH S 541108070

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2013

(2)

commit to user

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN INTENSITAS PENGGUNAAN DIAPERS TERHADAP TINGKAT

KESIAPAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI LITTLE CARE

STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

TESIS

Oleh

Nining Fitrianingsih S 541108070

Dewan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing

Pembimbing I Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd .…………... ………….2013 NIP. 194404041976031001

Pembimbing II DR. dr. Hari Wujoso, Sp. F., MM ... ..…...……2013 NIP. 196210221995031001

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal……….2013

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS

DR. dr. Hari Wujoso, Sp. F., MM

(3)

commit to user

(4)

commit to user

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul: “PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN INTENSITAS PENGGUNAAN DIAPERS TERHADAP TINGKAT KESIAPAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER DI LITTLE CARE STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010)

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Magister Kedokteran Keluarga PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Magister Kedokteran Keluarga PPs UNS.

Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 5 Februari 2012 Mahasiswa,

Nining Fitrianingsih

(5)

commit to user ABSTRAK

Nining Fitrianingsih. S541108070. 2012. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Penggunaan Diapers Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta.

Tesis. Pembimbing I: Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, Pembimbing II: DR. dr.

Hari Wujoso, Sp. F., M.M. Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pendahuluan: Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga berkembang secara sehat dan optimal. Golden age terjadi saat anak berumur 1–3 tahun. Keberhasilan toilet training tergantung pada kesiapan anak dan keluarga. Kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan masalah fisik dan psikologis. Anak yang terbiasa memakai diapers sejak kecil akan mengalami keterlambatan pada toilet training.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh orang tua dan intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan toilet training pada anak usia toddler di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta.

Metode penelitian: Jenis penelitian adalah analitik kuantitatif observasional melalui pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak usia 1-3 tahun di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta dan tidak menggunakan teknik sampling. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 9-17 November 2012 menggunakan kuesioner yang diisi oleh 42 responden. Teknik analisis menggunakan ANAVA dua jalur. Pengolahan data menggunakan bantuan komputer dengan program SPSS versi 16.0 for windows.

Hasil dan kesimpulan: Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan dengan menggunakan taraf signifikansi 5% diperoleh: (1) Ada pengaruh pola asuh orang tua terhadap tingkat kesiapan toilet training diperoleh nilai p 0,000 (<0,05); (2) Ada pengaruh intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan toilet training diperoleh nilai p 0,006 (<0,05); (3) Tidak ada interaksi antara pola asuh orang tua dan intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan toilet training dengan nilai p 0,655 (>0,05).

Kata kunci: Pola Asuh Orang Tua, Diapers, Toilet Training, Toddler

(6)

Nining Fitrianingsih. S541108070. 2012. The Influence of Parenting Parents and The Intensity of The Use of Diapers to Toilet Training Readiness Level In Children Aged of Toddler at The Little Care Surya Global School of Health Yogyakarta. Thesis. Supervisor I: Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, II: Dr. dr.

Hari Wujoso, Sp.F, MM. The Master of Family Medicine, Post Graduate Program of Sebelas Maret University of Surakarta

ABSTRACT

Introduction: Children who are born shall be raised and cared for in a responsible manner so that the healthy development and optimal. Golden age occurs when a child is 1-3 years of old. The success of toilet training depends on the readiness of the child and family. Wrong habits to control bowel and bladder will cause physical and psychological problems. Children who are used to wearing diapers since childhood will experience delays in toilet training.

Objectives: This study aimed to analyze the influence of parenting parents and the intensity of the use of diapers to toilet training readiness levels in children aged of toddler at Little Care Surya Global School of Health Yogyakarta.

Research methods: The study was a quantitative observational analytic with cross sectional approach. The population of this study are all mothers with children aged 1-3 years at Little Care Surya Global School of Health Yogyakarta and not using sampling technique. The data collection was conducted on 9 to 17 November 2012 using questionnaires completed by 42 respondents. The data is then analyzed by ANOVA two lines techniques. The processing data using computer statistical programs with SPSS version 16.0 for windows.

Results and conclusions: Based on the data analysis and discussion with a significance level of 5% was obtained: (1) There is a significant effect between parenting parents to toilet training readiness level with p value 0.000 (<0.05), (2) There is a significant effect between the intensity of the use of diapers to toilet training readiness level with p value 0.006 (<0.05), (3) There is no significant interaction between parenting parents and intensity of use of diapers to toilet training readiness level with p value 0.655 (> 0.05).

Keywords: Parenting Parents, Diapers, Toilet Training, Toddler

(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Penggunaan Diapers Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman penuh ilmu dan teknologi seperti sekarang ini.

Terwujudnya tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. H. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Sebels Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. H. Hari Wujoso, dr., Sp.F., M.M., selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan dan

(8)

commit to user

sekaligus selaku pembimbing II yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

4. Ari Natalia Probandari, dr. M.P.H, Ph.D., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan.

5. Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun tesis ini.

6. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd., selaku ketua penguji yang telah memberikan arahan kepada penulis.

7. Prof. Dr. Sunardi, M.Sc., selaku sekretaris penguji yang telah memberikan arahan kepada penulis.

8. Sugiono, S.IP., M.M., M.P.H., selaku Ketua STIKES Surya Global Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta.

9. Semua responden penelitian di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta, atas kerjasama dan kesediaannya menjadi responden penelitian.

10. Suami tercinta dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, maka saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Februari 2013

(9)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ISI TESIS ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... ... vii

DAFTAR ISI ... .. ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori... 7

1. Pola Asuh Orang Tua ... 7

2. Diapers ... 13

3. Toilet Training ... 18

4. Toddler ... 27

5. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Penggunaan Diapers terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training ... 31

B. Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Pikir ... 34

(10)

D. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Jenis Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data ... 40

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

H. Pengolahan Data ... 48

I. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51

1. Deskripsi Data Responden Penelitian ... 51

2. Deskripsi Data Variabel Penelitian ... 53

3. Uji Persyaratan ... 57

B. Pembahasan ... 72

1. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 64

2. Pengaruh Intensitas Penggunaan Diapers Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 67

3. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Penggunaan Diapers Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler……….. 69

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Implikasi ... 72

C. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

commit to user DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………... 38 Tabel 3.2. Kisi-Kisi Kuesioner Pola Asuh Orang Tua……….…. 41 Tabel 3.3. Skoring Riwayat Intensitas Penggunaan Diapers berdasar usia

Anak………...… 42 Tabel 3.4. Kisi-Kisi Tingkat Kesiapan Toilet Training Pada Anak Usia

Toddler... 45 Tabel 3.5. Kisi-kisi Tingkat Kesiapan Toilet Training Post Uji Coba………. 46 Tabel 3.6. Rancangan Analisis ANAVA Dua Jalur ... 49 Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Umum Respon- den Berdasarkan Umur ibu, Agama, Suku, Pendidikan,Pekerjaan, Penghasilan, Jenis Kelamin Anak, dan Umur Anak di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta Tahun 2012... 51 Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Pola Asuh Orang Tua………. 54 Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Intensitas Penggunaan Diapers... 55 Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kesiapan Toilet Training 56 Tabel 4.5. Hasil Uji Homogenitas………...……… 58 Tabel 4.6. Estimasi Interval Nilai Rata-Rata………...….... . 58 Tabel 4.7. Estimasi Interval Nilai Rata-Rata (Gabungan)... ... 59 Tabel 4.8. Hasil Uji ANAVA Dua Jalur Tentang Perbedaan Rata-Rata Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Penggunaan Diapers Menurut

Tingkat Kesiapan Toilet Training………..………... 60 Tabel 4.9. Hasil Uji Scheffe Variabel Pola Asuh Orang Tua Menurut Tingkat Kesiapan Toilet Training ... 62

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Pikir ... 34 Gambar 4.1. Grafik Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pola Asuh

Orang Tua ... 54 Gambar 4.2. Grafik Distribusi Frekuensi Responden Menurut Intensitas

Penggunaan Diapers ... 55 Gambar 4.3. Histogram Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat

Kesiapan Toilet Training ... 56 Gambar 4.4. Means Plot (Grafik Posisi Mean) Interaksi Pola Asuh Orang Tua Dan Intensitas Penggunaan Diapers Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training………... 60

(13)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lembar Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 77

Lampiran 2. Lembar Surat Tanggapan Permohonan Ijin Penelitian ... 78

Lampiran 3. Lembar Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden ... 79

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Respnden ... 80

Lampiran 5. Lembar Kuesioner Penelitian ... 81

Lampiran 6. Lembar Kunci Jawaban ... 86

Lampiran 7. Data Uji Coba Kuesioner ... 87

Lampiran 8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 90

Lampiran 9. Tabel Data Variabel Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 96

Lampiran 10. Hasil Analisis Variabel Pola Asuh Orang Tua Terhadap Ting- kat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 97

Lampiran 11. Tabel Data Variabel Intensitas Penggunaan Diapers Terha- dap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 100

Lampiran 12. Hasil Analisis Variabel Intensitas Penggunaan Diapers Ter- hadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 101

Lampiran 13. Tabel Data Variabel Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Penggunaan Diapers Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 104

Lampiran 14. Hasil Analisis Variabel Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Penggunaan Diapers Terhadap Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 105

Lampiran 15. Hasil Uji Normalitas Variabel Tingkat Kesiapan Toilet Training Toddler ... 110

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, diyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Selanjutnya, pada pasal 132 bagian kesatu tentang kesehatan ibu, bayi dan anak dikatakan bahwa anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.

Masa anak–anak adalah masa untuk tumbuh dan berkembang. Masa golden age adalah masa yang paling hebatdalam tumbuh kembang mereka dan masa yang penting untuk perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual. Pada masa itu orang tua atau keluarga harus mendukung seorang anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan tugas perkembangannya (Santi, 2008).

Golden age terjadi saat anak berumur 1–3 tahun atau bisa disebut juga masa toddler. Anak toddler pertumbuhannya ditandai dengan peningkatan keterampilan daya gerak, kemampuan untuk melepas pakaian dan perkembangan kontrol sfingter yang memungkinkan anak untuk toilet training, tetapi jika anak tersebut telah mengembangkan perkembangan kognitifnya terlebih dahulu maka anak tersebut dikatakan sudah siap melaksanakan toilet training (Potter & Perry, 2009).

(15)

commit to user

Toilet training merupakan suatu proses pengajaran untuk kontrol buang air besar dan buang air kecil secara benar dan teratur. Biasanya kontrol buang air kecil (BAK) lebih dahulu dipelajari oleh anak kemudian kontrol buang air besar (BAB) (Hidayat, 2008). Peran orang tua di sini membaca kesiapan seorang anak dalam toilet training ini. Pada kenyataannya, ada orang tua yang tidak membiasakan anaknya untuk BAK atau BAB pada tempatnya bahkan kadang memaksakan untuk pelatihan ini saat anak belum siap.

Keberhasilan toilet training juga tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga seperti kesiapan fisik, di mana kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk dilatih buang air, demikian pula kesiapan psikologis di mana anak membutuhkan suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar atau kecil (Nursalam, 2009).

Konsep penerapan toilet training memang belum banyak dipahami di kalangan masyarakat, bahkan dipandang tidaklah penting dalam tahap perkembangan anak usia 1-3 tahun. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Wong (2008) yang mengatakan bahwa kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak di masa mendatang, antara lain dapat menyebabkan anak tidak disiplin, manja, dan yang terpenting adalah di mana nanti pada saatnya anak akan mengalami masalah psikologis, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat secara mandiri dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil.

(16)

Masa sekarang ini banyak dari kalangan ibu muda yang lebih memilih menggunakan diapers untuk anaknya. Dahulu diapers hanya dikonsumsi oleh kaum menengah ke atas saja, kini pemakaian diapers sudah mulai merata di kalangan ibu-ibu muda yang mempunyai anak usia 1-3 tahun di semua kalangan.

Diapers tersebut tidak hanya dipakai saat bepergian atau anak jauh dari toilet saja, namun juga digunakan dalam aktivitas sehari-hari karena penggunaannya yang praktis.

Anak usia toddler yang terbiasa memakai diapers dari kecil akan mengalami keterlambatan pada toilet training jika dibandingkan anak yang tidak memakai diapers ketika berhadapan pada tuntutan lingkungan yang mengharuskan anak untuk mampu mengeluarkan sisa makanan dan minuman di tempat yang semestinya yaitu toilet. Keterlambatan anak-anak yang memakai diapers tersebut dinamakan dengan hambatan yang dampaknya akan panjang hingga anak dewasa apabila tidak segera ditangani. Kebiasaan memakai diapers pada anak usia toddler maka anak akan kehilangan masa toilet trainingnya, dan ini membawa dampak pada lingkungan, anak akan tidak percaya pada lingkungan karena ketidakberhasilannya dalam melakukan toilet training (Hidayat, 2008).

Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta merupakan suatu tempat yang menaungi anak-anak usia dini khususnya usia toddler dalam hal penitipan dan pendidikan anak bagi karyawan dan masyarakat sekitar. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui observasi di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta pada tanggal 24-26 Agustus 2012 terdapat anak usia toddler sebanyak 42 anak yang terdiri dari laki-laki 15 anak dan perempuan 27

(17)

commit to user

anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang tua yang memiliki anak batita didapatkan bahwa tujuh orang anak masih menggunakan diapers dengan alasan lebih praktis karena belum dapat memberitahukan bila ingin buang air, tiga orang anak sudah bisa memberitahukan bila ingin buang air, belum dapat ke kamar mandi sendiri dan masih memerlukan bantuan untuk cebok. Selain itu juga dua orang tua kurang tanggap jika anaknya ingin buang air besar atau buang air kecil dengan membiarkan anaknya menangis. Sebagian orang tua yang diwawancarai mengaku bahwa mereka memulai latihan toilet training kepada anak setelah usia dua tahun, hal ini dikarenakan mereka ada yang bekerja dan yang lain melatih toilet training setelah anak sudah dapat berjalan dan jongkok.

Ibu-ibu mengutarakan bahwa mulai bayi sampai anak dapat berjalan mereka tidak lagi menggunakan popok kain tetapi menggunakan popok sekali pakai (diapers) dikarenakan lebih praktis dan tidak repot.

Berdasarkan pengamatan peneliti juga diketahui bahwa sebagian besar anak di antaranya masih memiliki kebiasaan yang salah dalam buang air besar dan buang air kecil. Misalnya buang air besar dan buang air kecil di celana tidak memberi tahu ibu ataupun pengasuh, buang air kecil dan buang air besar sambil menangis. Terlihat juga perilaku yang kurang tepat yang dilakukan oleh ibu ketika menghadapi anak yang buang air besar dan buang air kecil di celana yaitu ibu terlihat kurang tanggap ketika anaknya buang air besar dan buang air kecil, bahkan ada dua orang ibu yang marah dan membentak anak. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka faktor pola asuh orang tua dan intensitas penggunaan diapers dapat dijadikan sebagai faktor yang ikut berperan serta dalam

(18)

mempengaruhi tingkat kesiapan anak dalam melakukan toilet training di tempat yang tepat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh pola asuh orang tua dan intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan toilet training pada anak usia toddler di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh pola asuh orang tua dan intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan toilet training pada anak usia toddler di Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif terhadap tingkat kesiapan toilet training pada anak usia toddler

b. Menganalisis pengaruh intensitas penggunaan diapers tinggi dan intensitas penggunaan diapers rendah terhadap tingkat kesiapan toilet training pada anak usia toddler

(19)

commit to user

c. Menganalisis interaksi antara pola asuh orang tua dan intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan toilet training pada anak usia toddler.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mendukung teori yang dikemukakan oleh Hidayat (2008) bahwa pola asuh orang tua dapat mempengaruhi kualitas dalam penerapan toilet training pada anak di mana orang tua yang perhatian akan memantau perkembangan toddler maka akan berpengaruh lebih cepat dalam melatih toddler untuk melakukan toilet training secara dini.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Orang Tua

1) Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang pola asuh yang dapat mendukung dalam tingkat kesiapan toilet training anak usia toddler.

2) Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan toilet training pada anak usia toddler.

b. Bagi Anak Usia Toddler

Meningkatkan tingkat kesiapan anak untuk belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil secara benar dan teratur.

c. Bagi Mahasiswa Magister Kedokteran Keluarga

Menambah khasanah pengetahuan khususnya tentang pengaruh pola asuh orang tua dan intensitas penggunaan diapers terhadap tingkat kesiapan

(20)

toilet training pada anak usia toddler.

d. Bagi Little Care STIKES Surya Global Yogyakarta

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kesiapan toilet training pada anak usia toddler dengan cara memberikan bimbingan kepada para orang tua maupun para pengasuh anak untuk melakukan toilet training pada anak usia toddler secara dini.

(21)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Pola Asuh Orang tua

a. Pengertian

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Lebih jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat (Pusat Bahasa, 2008).

Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Jadi, pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah pengetahuan, nilai-nilai serta tingkah laku yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal (Yusniyah, 2008).

(22)

b. Syarat Pola Asuh Efektif

Menurut Santi (2008), agar pola asuh menjadi efektif antara lain:

1) Pola asuh harus dinamis

Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak, misalnya pola asuh batita berbeda dengan pola asuh anak usia sekolah. Kemampuan berfikir batita masih sederhana.

Jadi pola asuh harus disertai komunikasi tidak bertele-tele dan dengan bahasa yang mudah dimengerti.

2) Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak

Hal ini dilakukan karena setiap anak memiliki minat dan bakat berbeda. Bakat anak mulai terlihat ketika anak berusia satu tahun, misalkan anak mulai mendengarkan musik tampak tertarik daripada anak seusianya, bisa jadi anak memiliki potensi kecerdasan musical.

Jika orang tua memiliki gambaran potensi anak, maka perlu diarahkan dan difasilitasi. Selain pemenuhan kebutuhan fisik, orang tua pun mesti memenuhi kebutuhan psikis anak. Sentuhan-sentuhan fisik seperti merangkul, mencium pipi, mendekap dengan penuh kasih sayang, akan membuat anak bahagia sehingga dapat membuat pribadinya berkembang dengan matang. Kebanyakan anak yang tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan matang, ternyata sewaktu kecil ia mendapatkan kasih sayang dan cinta yang utuh dari orang tuanya.

Artinya, jika pola asuh orang tua membuat anak senang, tentu anak bisa berkembang secara optimal.

(23)

commit to user 3) Ayah-ibu mesti kompak

Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya berkompromi dalam hal menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak boleh. Jangan sampai orang tua saling bersebrangan karena hanya akan membuat anak bingung.

4) Pola asuh disertai perilaku positif orang tua

Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap yang positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh atau panutan bagi anaknya. Menanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami. Diharapkan kelak anak bisa menjadi manusia yang memiliki aturan dan norma yang baik dan berbakti.

5) Komunikasi efektif

Komunikasi efektif merupakan sub bagian dari pola asuh efektif.

Syaratnya sederhana dengan meluangkan waktu untuk berbincang- bincang dengan anak, menjadi pendengar yang baik dan tidak meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah dan dapat mengembangkan potensi yang maksimal.

6) Disiplin

Penerapan disiplin juga menjadi bagian dari pola asuh. Mulai hal- hal yang kecil dan sederhana, misalnya membereskan mainan. Anak perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin harus fleksibel

(24)

sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak, misalnya dalam kondisi kelelahan jangan lantas diminta mengerjakan tugas sekolah hanya karena saat itu merupakan waktunya untuk belajar.

7) Orang tua konsisten

Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tak boleh minum air dingin jika sedang terserang batuk. Tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu. Yang penting setiap aturan mesti disertai penjelasan yang bisa dipahami anak, kenapa ini tidak boleh, kenapa itu boleh. Lama-lama anak akan mengerti atau terbiasa mana yang boleh dan tidak. Orang tua juga sebaiknya konsisten, jangan sampai lain kata lain perbuatan. Misalnya, ayah atau ibu malah minum air dingin saat sakit batuk.

c. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh

Gordon (2010) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, antara lain:

1) Pendidikan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak

(25)

commit to user

dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.

Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

2) Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

3) Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat di sekitarnya dalam mengasuh anak, karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak ke arah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya.

d. Macam-Macam Pola Asuh

Menurut Gordon (2010), terdapat tiga macam pola asuh orang tua antara lain: demokratis, otoriter, dan permisif.

(26)

1) Pola Asuh Demokratis

Ciri-ciri pola asuh demokratis adalah (a) memprioritaskan kepentingan anak; (b) orang tua bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran; (c) orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak; (d) orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

2) Pola Asuh Otoriter

Ciri-ciri pola asuh otoriter meliputi: (a) cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan ancaman- ancaman; (b) orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tidak segan menghukum anak; (c) orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah, tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

3) Pola Asuh Permisif

Ciri-ciri pola asuh permisif atau pemanja yaitu: (a) memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup, tidak mengenal tata tertib atau sopan santun; (b) tidak menegur atau

(27)

commit to user

memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya; (c) tidak mengenal disiplin; (d) sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua; (e) tidak dapat menghargai orang tua; (f) lebih mementingkan diri sendiri (egois); Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

e. Dampak Pola Asuh

Nursalam (2009) menguraikan dampak pola asuh pada anak dapat dikarakteristikkan sebagai berikut:

1) Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.

2) Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

3) Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

2. Diapers a. Pengertian

Diapers merupakan alat yang berupa popok sekali pakai berdaya serap tinggi yang terbuat dari plastik dan campuran bahan kimia untuk menampung sisa-sisa metabolisme seperti air seni dan feses (Wong, 2008).

(28)

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Diapers

Hidayat (2008) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan diapers pada anak, antara lain:

1) Faktor predisposisi (predisposing factors) a) Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang penggunaan diapers pada anak sangat berhubungan erat dengan pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak. Pengetahuan ibu yang rendah mengenai dampak dari penggunaan diapers pada anak ini akan berpengaruh pada perkembangan anak dalam hal toilet training. Semakin tinggi pengetahuan ibu tentang dampak dari penggunaan diapers pada anaknya semakin baik pula pengetahuan ibu tentang toilet training pada anaknya, di mana apabila anak tidak memakai diapers maka anak akan melalui masa toilet trainingnya.

b) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu serta pengalaman sangat berpengaruh dalam hal penggunaan diapers pada anak usia toddler. Pendidikan akan memberikan dampak bagi pola pikir dan pandangan ibu dalam penggunaan diapers pada anaknya.

c) Pekerjaan

Status pekerjaan ibu mempunyai pengaruh besar dalam penggunaan diapers pada anak. Pekerjaan ibu yang menyita waktu

(29)

commit to user

untuk anak dalam melakukan pelatihan toilet training menjadi alasan penggunaan diapers pada anak.

d) Tingkat Sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi akan mempengaruhi penggunaan diapers pada anak. Rata-rata masyarakat atau keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang cukup baik akan lebih memilih menggunakan diapers pada anaknya karena kelebihan dari diapers seperti kenyamanan, kepraktisan dan lain-lain.

2) Faktor pendukung (enabling factors)

Ketersediaan sarana dan fasilitas dalam hal ini meliputi:

a) Banyaknya toko yang menjual diapers

Diapers bukan lagi suatu hal yang sulit di dapat karena sudah banyak dijual misalnya di toko, pasar swalayan, atau supermarket yang menjual diapers. Jadi, diapers bisa di dapat di mana saja dan kapan saja terutama di kota-kota besar sehingga ini menjadi alasan ibu menggunakan diapers untuk anaknya.

b) Iklan

Banyak iklan yang manawarkan kelebihan dari diapers dengan harga yang relatif murah. Ini menjadi salah satu alasan ibu menggunakan diapers untuk anaknya.

3) Faktor pendorong (reinforcing factors) a) Sikap dan kebiasaan ibu

(30)

Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran, dan tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2011). Sikap dan kebisaan ibu hidup penuh dengan serba praktis dan tidak mau repot ini akan berpengaruh dengan penggunaan diapers pada anak.

b) Pengaruh lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat mempunyai peranan penting dalam penggunaan diapers pada anak, di mana ibu akan memperhatikan lingkungan sekitar apakah anak usia toddler yang lain masih menggunakan diapers atau tidak seperti anak ibu yang masih menggunakan diapers. Misalnya anak yang berusia dua tahun yang lain masih menggunakan diapers seperti anak ibu. Hal ini akan merepotkan ibu apabila anak sedang bersosialisasi atau bermain dengan teman sebaya.

c. Intensitas Penggunaan Diapers

Dewar (2010) menyatakan bahwa pada anak usia toddler untuk BAB dan BAK tidak seperti pada masa infant, selain dari feses yang lebih kental, frekuensi BAK tidak sesering infant. Penggantian diapers sebaiknya dilakukan setiap tiga jam atau setiap anak BAB harus langsung diganti dan dibersihkan untuk mencegah terjadinya iritasi pada anak.

d. Dampak Penggunaan Diapers

Menurut Wong (2008), dampak dari penggunaan diapers pada anak meliputi:

(31)

commit to user 1) Dari aspek fisik

Aspek fisik yang paling berpengaruh adalah di bagian pinggul bawah, yang terkait langsung dengan penggunaan diapers tersebut adalah cara berjalan anak yang sedikit mengangkang atau kakinya tidak bisa merapat. Pada kulit anak juga akan mengalami iritasi karena terbiasa menggunakan diapers setiap saat.

2) Dari aspek psikologis

Anak-anak yang terbiasa menggunakan diapers akan mengalami kesulitan yang levelnya setingkat di atas anak-anak lainnya yang tidak terbiasa menggunakan diapers ketika dihadapkan pada tuntutan lingkungan yang mengharuskan anak mengeluarkan sisa-sisa sari makanan dan minuman anak di tempat yang semestinya. Anak akan mengalami keterlambatan dalam beradaptasi dengan tuntutan lingkungan, dan dampaknya akan panjang sampai anak dewasa. Anak kurang sensitif dengan lingkungan sekitar dan rasa percaya diri yang kurang terhadap lingkungan. Jika penggunaan diapers berlangsung dalam jangka panjang misalkan sampai umur 2-3 tahun maka anak akan kehilangan masa toilet training, di mana anak dapat belajar cara menggunakan toilet, kapan harus ke toilet, bagaimana cara membersihkan toilet dan sebagainya. Sehingga dikhawatirkan pada usia selanjutnya anak akan ngompol / malas ke kamar mandi, dan sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan kreativitas anak karena sudah terbiasa dengan hidup yang praktis.

(32)

3. Toilet Training a. Pengertian

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Dalam proses toilet training ini diharapkan terjadi pengaturan atau rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air besar dan buang air kecil secara benar dan teratur (Hidayat, 2008).

b. Manfaat Toilet Training

Santi (2008), menyatakan bahwa toilet training pada anak usia dini memiliki beberapa manfaat, yaitu:

1) Kesempatan belajar

Jika bayi tidak merasa mengompol karena selalu memakai diapers akan menjadi kehilangan kesempatan belajar mengenali tanda- tanda ingin buang air kecil dan keinginan untuk mengendalikannya hingga tiba di tempat yang semestinya, yakni toilet training.

2) Rasa percaya

Karena merasa tidak nyaman, tentunya bayi akan menangis mengungkapkan perasaannya. Tangisan tersebut membuat orang-orang memberikan respon yang baik, yakni membersihkan dan mengeringkan kulitnya, mengganti popok yang basah. Sehingga, tumbuh kepercayaan dalam diri bayi bahwa ia disayang dan diterima oleh lingkungan.

(33)

commit to user 3) Lebih peka

Melalui pengalaman mengompol, bayi belajar tentang konsep basah, hangat, dan tidak nyaman. Pada saat inilah kepekaan bayi terasah, yang selanjutnya dinyatakan dalam sebuah reaksi yakni mengangkat kakinya atau menangis.

4) Cerdas emosi

Kegiatan mengompol juga dapat menjadi sarana mengembangkan atau menumbuhkan kecerdasan emosi bayi. Ini dapat terjadi apabila ada interaksi dengan lingkungan. Sebaliknya, tujuan mengembangkan kecerdasan emosi ini tidak akan tercapai bila bayi tidak mendapatkan reaksi dari orang-orang di sekitarnya. Seandainya dibiarkan basah dan tidak digantikan popoknya, sehingga bayi menganggap kegiatan mengompol yang baru dialaminya sebagai sesuatu yang biasa saja.

c. Prinsip Toilet Training

Menurut Nursalam (2009), pada prinsipnya ada tiga langkah dalam toilet training yaitu melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri. Dalam melihat tanda kesiapan anak melakukan toilet training dapat dilakukan oleh toddler dengan cara: (1) dapat menjalankan perintah sederhana; (2) menggunakan kata-kata untuk menjelaskan urin dan kotoran; (3) dapat mengontrol otot-otot yang mengatur pengeluaran urin dan menahan buang air besar; (4) ingin tahu kapan orang akan menggunakan kamar kecil; (5) tidak mengompol paling

(34)

tidak selama dua jam; (6) dapat melepas dan memakai celana dalam dan celana pendek; (7) menggaruk selangkangan atau berhenti melakukan kegiatan sejenak sebelum BAK/BAB; (8) mengetahui apa yang terjadi saat BAK/BAB; dan (9) meminta diapers diganti sesudah BAK/BAB.

Persiapan dan perencanaan toilet training meliputi 10 aspek, yaitu: (1) gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku BAK/BAB; (2) memperlihatkan penggunaan toilet pada anak; (3) berikan kenyamanan pada anak dengan segera mengganti diapers yang sudah basah atau kotor; (4) meminta pada anak untuk memberitahukan atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila dia ingin BAK/BAB; (5) mendiskusikan tentang toilet training dengan anak; (6) orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil memakai diapers dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika buang air; (7) menunjukkan penggunaan toilet; (8) orang tua harus mencontohkan kepada anak sesuai dengan jenis kelamin anak (ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa meminta kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya bagaimana menggunakan toilet dengan benar (disesuaikan juga dengan jenis kelaminnya); (9) membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak; (10) pilih dan rencanakan metode reward untuk anak. Dengan sistem reward yang tepat anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah menjadi tuntutan untuknya, sehingga hal ini akan menambah

(35)

commit to user

rasa mandiri dan rasa percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta dan pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu (Nursalam, 2009).

Beberapa hal yang harus diketahui yang berhubungan dengan pelaksanaan toilet training antara lain: toilet training merupakan latihan yang membutuhkan kerja sama; toilet training merupakan keterampilan yang bersifat kompleks; kesiapan otot bladder dan bowel dibutuhkan dalam pengontrolan BAK/BAB; sifat orang tua dari anak sangat menentukan dalam keberhasilan toilet training; paksaan dari orang tua tidak selamanya akan membuat anak lebih awal bisa mengikuti toilet training (Potter & Perry, 2009).

d. Cara Menggunakan Toilet

Terdapat beberapa cara menggunakan toilet yang praktis dalam pelaksanaan toilet training, yaitu: (1) tunjukkan bagaimana caranya, ajak anak ke toilet ketika anda menggunakannya dan biasanya mereka duduk di atasnya sambil tetap menggunakan diapers. Ketika saatnya tiba untuk latihan menggunakan toilet, proses ini sudah akan lebih dikenal oleh anak;

(2) sesuaikan toilet, dengan cara menyiapkan dudukan yang sesuai untuk anak, dengan menggunakan toilet sebagai tempat latihan toilet. Dudukan ini harus kencang posisinya dan aman berada di atas jamban sehingga selain nyaman diduduki anak juga mencegah mereka selip dan jatuh ke dalam; (3) menggunakan anak tangga atau dengan bangku pendek untuk meletakkan kaki sehingga anak dapat naik sendiri. Orang tua sering disibukkan dengan

(36)

berbagai kegiatan dalam rumah sehingga tidak perlu setiap saat menggendong anaknya duduk di toilet dan mengangkat sesudahnya.

Apalagi bila pada masa awal dituntut untuk melakukan ini setiap lima menit sekali. Bangku ini menjadi fondasi sendiri sehingga mereka merasa lebih aman saat duduk di toilet; (4) ajarkan anak untuk selalu menjaga kebersihan, karena anak akan menggunakan tangan mereka untuk menyeimbangkan diri duduk di toilet, maka pastikan toilet dibersihkan dengan anti kuman. Dorong mereka untuk melakukan kebiasaan bersih dengan mencuci tangan mereka, dengan berdiri menggunakan pijakan bangku; (5) jangan pernah memaksa anak, karena untuk beberapa anak balita, toilet dapat membantu mereka takut, dengan suaranya yang keras dan air yang menciprat. Walaupun ada dudukan khusus, mereka mungkin akan takut jatuh dan terbawa oleh air yang banyak tersebut (Gilbert, 2005). e. Kesalahan Utama Orang Tua

Menurut Santi (2008), pada saat mengajari cara buang air pada anak, ada beberapa kesalahan yang seringkali dilakukan orang tua, yaitu:

(1) cepat hilang kesabaran, hal ini dapat dikarenakan anak kecil merupakan penyerap emosi. Meskipun sangat sulit untuk menjadi orang tua yang tenang setiap saat, namun sebaiknya orang tua dapat menyampaikan pesan kepada anak bahwa memakai toilet adalah proses alami. Sehingga, jika anak gagal melakukannya bukan masalah karena toilet akan ada kapan pun anak merasa siap; (2) menggunakan jadwal orang tua bukan jadwal anak dalam melatih anak melakukan toilet training dengan tidak terburu-buru karena

(37)

commit to user

hanya akan membuat anak frustasi dan kecewa; (3) memaksa anak untuk duduk di toilet mini selama berjam-jam: (4) berlebihan dalam mengingatkan anak meskipun anak tidak perlu ke toilet; (5) tidak konsisten; (6) terlalu cepat memulai latihan toilet training meskipun anak terlihat belum siap.

f. Hambatan Dalam Toilet Training

Beberapa hambatan umum yang sering ditemui saat mengajari cara buang air pada anak, yaitu: (1) buang air di tempat yang salah, orang tua sebaiknya jangan menunjukkan perasaan kecewa ketika anak buang air di tempat yang salah. Hal ini merupakan akibat ketidakmatangan otot atau pengaturan waktu yang buruk; (2) diare, saat anak mengalami diare, informasikan kepada anak bahwa menghentikan pengajaran cara buang air sementara tidak apa-apa. Biarkan dia memakai diapers kembali selama beberapa hari selama dia ingin; (3) sembelit, merupakan BAB yang keras dan sakit yang dapat menggangu anak belajar menggunakan toilet. Anak lebih suka menunda untuk menghindari rasa sakit yang malah menyebabkan sembelit yang lebih buruk; (4) cirit (Encopresis), yaitu BAB secara tidak sengaja dalam diapers atau celana. Jika anak merasa tertekan dalam mempelajari cara mempergunakan toilet dan tidak siap, ia mungkin mengalami cirit (encopresis) (Dewar, 2010).

g. Kesiapan Toilet Training

Menurut Wong (2008), kesiapan toilet training adalah keberhasilan yang dicapai anak saat peralihan dari popok ke pakaian dalam dan tidak lagi memerlukan pengawasan secara penuh pada siang hari. Tanda kesiapan

(38)

anak mampu mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi, antara lain meliputi:

1) Kesiapan fisik

Tanda kesiapan fisik adalah: kemampuan mengontrol sfingter anal dan uretral (usia 18-24 bulan), kemampuan tidak mengompol selama dua jam, penurunan jumlah popok yang basah, bangun dari istirahat siang tetap kering, buang air besar secara teratur, kemampuan motorik kasar (seperti duduk, berjalan, meloncat), dan kemampuan motorik halus (membuka baju dan celana).

2) Kesiapan psikologis

Tanda anak yang sudah siap secara psikologisnya untuk melakukan toilet training adalah: anak mampu mengungkapkan keinginannya untuk membiarkan orang tua membantunya, anak mampu untuk duduk di toilet selama 10 menit tanpa menolak, anak merasa ingin tahu tentang kebiasaan saudaranya atau orang dewasa di toilet, anak mulai tidak sabar dengan popok yang basah dan berkeinginan untuk diganti segera, anak mampu untuk mengkomunikasikan keinginannya untuk buang air kecil dan buang air besar, anak mampu untuk meniru secara tetap terhadap perilaku dan kemampuan untuk mengikuti petunjuk, dan terakhir anak sudah mengenali adanya keinginan untuk buang air kecil dan buang air besar.

(39)

commit to user 3) Kesiapan orang tua

Orang tua perlu untuk mengenali kesiapan anak sebelum dilakukan toilet training. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara ingin menyediakan waktu yang dibutuhkan dalam toilet training dan ketidakadaan stress atau perubahan dalam keluarga, seperti perceraian, perpindahan, saudara baru atau liburan yang dekat.

h. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Toilet Training

Menurut Hidayat (2008), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan toilet training, yaitu:

1) Pendidikan

Tingkat pendidikan orang tua turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh.

Tingkat pendidikan berpengaruh pada pengetahuan orang tua tentang penerapan toilet training, apabila pendidikan orang tua rendah akan berpengaruh pada pengetahuan tentang penerapan toilet training sehingga berpengaruh pada cara melatih secara dini penerapan toilet training.

2) Pekerjaan

Status pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna dengan penerapan toilet training secara dini pada toddler, di mana pekerjaan dapat menyita waktu orang tua untuk melatih anak melakukan toilet training secara dini sehingga akan berdampak pada terlambatnya anak untuk mandiri melakukan toilet training.

(40)

3) Pola asuh orang tua

Kasih sayang dan perhatian orang tua yang dimiliki mempengaruhi kualitas dalam penerapan toilet training secara dini di mana orang tua yang perhatian akan memantau perkembangan toddler maka akan berpengaruh lebih cepat dalam melatih toddler melakukan toilet training secara dini. Dengan dukungan perhatian orang tua maka anak akan lebih berani atau termotivasi untuk mencoba karena mendapatkan perhatian dan bimbingan.

4) Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki orang tua pada dasarnya dapat berpengaruh pada cepat atau lambatnya orang tua melakukan penerapan toilet training, di mana orang tua yang memiliki pengetahuan yang baik tentang toilet training akan berdampak pada cepatnya melatih toilet training secara dini pada toddler, hal ini berdampak positif bagi orang tua maupun toddler yaitu anak dapat mandiri melakukan toilet training.

5) Lingkungan

Lingkungan berpengaruh besar pada cepat atau lambatnya penerapan toilet training, di mana orang tua akan memperhatikan lingkungan sekitar apakah anak seusianya sudah dilatih toilet training atau belum.

Hal ini menjadi suatu hambatan, di mana anak usia satu tahun sebenarnya sudah harus dilakukan penerapan toilet training secara dini agar tidak merepotkan apabila sedang bersosialisai atau bermain dengan teman sebaya.

(41)

commit to user i. Dampak Toilet Training

Menurut Hidayat (2008), dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training dapat berupa adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif di mana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang anak saat berpergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif di mana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional, dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

4. Toddler

a. Pengertian

Toddler adalah anak antara rentang usia 12 sampai 36 bulan. Toddler tersebut ditandai dengan peningkatan kemandirian yang diperkuat dengan kemampuan mobilitas fisik dan kognitif lebih besar. Perkembangan fisik, perkembangan keterampilan motorik yang cepat membolehkan anak untuk berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri sendiri seperti makan, berpakaian, dan eliminasi (Bengiugul & Rios, 2012).

Potter & Perry (2008), menyatakan bahwa pada anak usia toddler ini dimulai dari usia 1-3 tahun, di mana pada periode ini meluas dari masa anak-anak mencapai peningkatan daya gerak sampai anak masuk sekolah,

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pikir  D.  Hipotesis  Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis simultan variabel x1 (Likuiditas), x2 (Solvabilitas), x3 (Profitabilitas), x4 (Pesaing) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y (SHU)

Chopped adalah memotong sayuran dengan cara dicincang baik sampai halus atau masih kasar, potongan ini tidak mempunyai bentuk yang pasti. Sayuran yang dapat dipotong dengan

Pelayanan terhadap konsumen yang diberikan Elly Batik Semarang yakni melayani konsumen baik konsumen yang membeli produk maupun yang hanya berkunjung tanpa membeli produk dengan

Sub-CP Mata kuliah (Sub-CPMK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CPMK yang dapat diukur atau diamati dan merupakan kemampuan akhir yang direncanakan pada tiap

Pasal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kedudukan penting dalam akses pemanfaatan SDG dan pengetahuan tradisional. Dijelaskan bahwa untuk mengatur pengetahuan

Foot Kaki Cubit Hasta Span Jengkal Arm span Depa. Which of the following is the correct sequence from the longest to

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah dapat mempermudah dalam hal pencarian informasi lokasi tentang kerajinan kain tenun dan gerabah yang berada di kabupaten

Bagian glikosidik dari saponin seringkali kompleks, memiliki kurang lebih 5 unit gula dan memiliki asam glukuronat yang menjadi komponen utama (Harborne, 1998).