• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HCl PADA TAHAP HIDROLISIS TERHADAP KADAR ETANOL YANG DIHASILKAN DARI FERMENTASI Ulva lactuca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HCl PADA TAHAP HIDROLISIS TERHADAP KADAR ETANOL YANG DIHASILKAN DARI FERMENTASI Ulva lactuca"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

DIHASILKAN DARI FERMENTASI Ulva lactuca

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh:

KRISTIAN YOSAR PRIHATWORO NIM: 141434074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

(2)

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HCl PADA TAHAP HIDROLISIS TERHADAP KADAR ETANOL YANG

DIHASILKAN DARI FERMENTASI Ulva lactuca

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh:

KRISTIAN YOSAR PRIHATWORO NIM: 141434074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

(3)
(4)

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

 Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai perjalanan hidupku

 Kepada Kampusku Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

 Kepada Progam Studi Pendidikan Biologi USD, seluruh bapak dan ibu dosen Pendidikan Biologi yang selalu memberikan berbagai macam pengalaman dan ilmu kepada kami semua

 Kepada kedua orang tuaku Kristianto Ari Wijoyo dan Endah Bekti Rahayu yang selalu memberikan banyak semangat, motivasi, doa dan jerih payah bagi anakmu ini.

 Kepada seluruh sahabat- sahabatku kampus USD tercinta.

 Kepada Anastasia Putri Virlianingtyas yang selalu memotivasiku di kala suka maupun duka

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Juli 2018

Penulis,

Kristian Yosar Prihatworo

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Kristian Yosar Prihatworo

NIM : 141434074

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HCl PADA TAHAP HIDROLISIS TERHADAP KADAR ETANOL YANG

DIHASILKAN DARI FERMENTASI Ulva lactuca

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar- benarnya.

Dibuat di : Yogyakarta Pada Tanggal :

Yang menyatakan

(8)

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HCl PADA TAHAP HIDROLISIS TERHADAP KADAR ETANOL YANG DIHASILKAN DARI

FERMENTASI Ulva lactuca Kristian Yosar Prihatworo

Progam Studi Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2018 ABSTRAK

Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangatlah beragam. Salah satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia adalah rumput laut. Ulva lactuca merupakan salah satu contoh rumput laut yang sering dijumpai di pesisir pantai Selatan Gunung Kidul. Ulva lactuca memiliki kandungan karbohidrat sebesar 58%

yang dapat diubah menjadi etanol dengan proses fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi Ulva lactuca dan mengetahui konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis yang dapat menghasilkan kadar etanol tertinggi.

Hidrolisis asam dilakukan dengan menggunakan HCl konsentrasi 0,5 N, 1 N, 1,5 N, dan 2 N selama 2 jam pemanasan dengan autoklaf bersuhu 1210C dan tekanan 1 atm. Seluruh sampel diberi larutan KOH agar nilai pH berada pada rentang 4-5. Fermentasi dilakukan dengan memberi ragi tape merk NKL sebanyak 20 ml pada tiap- tiap sampel. Waktu inkubasi diatur sama yaitu selama 7 hari.

Pemurnian kadar etanol dilakukan menggunakan destilator fraksionasi, kemudian sampel diuji menggunakan kromatografi gas (GC). Analisa data menggunakan metode statistik uji korelasi.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa variasi konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis memiliki pengaruh terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi Ulva lactuca. Hasil uji dengan menggunakan kromatografi gas menunjukkan bahwa pada proses hidrolisis menggunakan larutan HCl konsentrasi 1 N menghasilkan kadar etanol tertinggi dari seluruh uji yang dilakukan oleh peneliti yaitu sebesar 1,77% kadar etanol.

Kata kunci : Ulva lactuca, bioetanol, hidrolisis HCl, fermentasi.

(9)

EFFECT OF HCl CONCENTRATION VARIATION IN HYDROLYSIS STAGE ON ETHANOL RESULTS THAT MAY BE OBTAINED FROM

FERMENTATION Ulva lactuca Kristian Yosar Prihatworo

Biology Education Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

2018 ABSTRACT

Indonesia's natural resources are very diverse. One of Indonesia's natural resources is seaweed. Ulva lactuca is type of seaweed that is often found on southern coast of Gunung Kidul. Ulva lactuca has a carbohydrate content of 58% which can be converted into ethanol by fermentation process. This study aims to determine the effect of HCl concentration variation on the hydrolysis stage to ethanol content resulting from Ulva lactuca fermentation and to know the HCl concentration at the hydrolysis stage which can produce the highest ethanol content.

Acid hydrolysis was carried out using HCl concentrations of 0.5 N, 1 N, 1.5 N, and 2 N for 2 hours of heating with an autoclave at 1210C and 1 atm pressure.

All samples were given KOH solution to gave pH value in the range of 4-5.

Fermentation was carried out by administering a solution containing 20 ml of NKL yeast tape in each sample. The incubation time is for 7 days. Purification of ethanol content was done by fractionation destilator, then the sample was tested using chemical chromatography (GC) of Organic Chemistry laboratory, UGM. Data analysis using statistical correlation test method.

The conclusions of this research indicate that variations in HCl concentration at the hydrolysis stage have an effect on the ethanol content resulting from the fermentation of Ulva lactuca. The results of the test by using gas chromatography showed that in the process of hydrolysis using HCl solution of 1N concentration produced the highest ethanol content of all test conducted by the researchers that is equal to 1.77% ethanol content.

Keywords: Ulva lactuca, bioethanol, hydrolysis of HCl, fermentation.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“PENGARUH VARIASI KONSENTRASI HCl PADA TAHAP HIDROLISIS TERHADAP KADAR ETANOL YANG DIHASILKAN DARI

FERMENTASI RUMPUT LAUT Ulva lactuca “. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan progam Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai dan memberikan berkat penuh sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai kampus yang menempa dan mewadahi setiap mahasiswanya agar memiliki karakter cerdas dan humanis 3. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ibu Retno Herrani Setyati, M.Biotech., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mendampingi dengan begitu sabar dan memberikan banyak waktu untuk membimbing penulis dalam pembuatan skripsi ini.

5. Segenap dosen Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan banyak sekali ilmu, pengalaman, wawasan, dan inspirasi bagi penulis.

6. Segenap staf sekretariat JPMIPA (Mas Arif, Pak Sugeng, Mbak Tari) yang selalu memberikan pelayanan seputar akademik dengan maksimal.

7. Pak Agus dan Pak Sumarsono selaku laboran Pendidikan Biologi USD yang membantu penulis dalam mempersiapkan kebutuhan penelitian

(11)

8. Kristianto Ari Wijoyo dan Endah Bekti Rahayu selaku ayah dan ibu penulis yang selalu memberikan semangat, doa, motivasi, dan materi kepada penulis selama masa studi di USD.

9. Anastasia Putri Virlianingtyas yang selalu memberikan dukungan semangat, doa serta mendukung dalam pengerjaan skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

10. Seluruh teman- teman Prodi Pendidikan Biologi 2014 USD atas semua kenangan dan cerita yang sudah kita ukir bersama selama 4 tahun berkuliah.

11. Teman- teman penelitian makroalga yaitu Micel, Janet, dan Anggra yang selalu mendukung dan memberikan semangat satu sama lain

12. Seluruh teman- teman Humas USD 2017 (Jalu, Thomas, Imam, Eko, George, Yogas, Mia, Tita, Amara, Mega, Shi dan masih banyak lagi ), jajaran BAA (Pak Kris, Pak Joko, Bu Linda, Bu Wira, Bu Yovie, Bu Hengki, Pak Devi) dan Humas (Bu Atiek, Pak Cahyo, dan Pak Wardoyo) yang memberikan pengalaman dan warna baru dalam hidupku

13. Teman- teman geng hore (Ibul, Catra, Salma, Ratna, Kenia, Dito, Yudha, Akbar, Bagas, Christopher) yang selalu mendukung setiap saat.

14. Semua pihak yang memberi dukungan, bimbingan, bantuan serta motivasi kepada penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap saran dan kritik. Saran dan kritik yang membangun menjadi pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap pembuatan bioetanol dari rumput laut.

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR... ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Bioetanol ... 7

B. Alga ... 13

Alga Hijau ... 14

C. Ulva lactuca ... 15

D. Saccharomyces cerevisiae ... 17

1.Fase Adaptasi ... 18

2.Fase Pertumbuhan Awal ... 18

3. Fase Pertumbuhan Logaritmik ... 19

4. Fase Pertumbuhan Lambat ... 19

5. Fase Pertumbuhan Tetap (Statis) ... 19

6. Fase Menuju Kematian dan Fase Kematian ... 20

E. Fermentasi ... 21

F. Hidrolisis ... 25

G. Destilasi ... 26

H. Kromatografi Gas ... 29

I. Penelitian yang Relevan ... 30

J. Kerangka Pemikiran ... 32

K. Hipotesis ... 35

(13)

BAB III. METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel... 37

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

D. Batasan Penelitian ... 37

E. Alat dan Bahan ... 38

F. Cara Kerja ... 39

1. Preparasi Sampel ... 39

2. Preparasi Alat dan Bahan ... 40

3. Hidrolisis dengan bantuan HCl ... 40

4. Pasca Hidrolisis ... 41

5. Fermentasi dengan Khamir Saccharomyces cerevisiae ... 41

6. Destilasi Bioetanol ... 42

7. Pengukuran Kadar Etanol ... 43

G. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Pengukuran Kadar Etanol ... 43

2. Pengukuran pH ... 43

H. Cara Analisis Data ... 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian dam Pembahasan ... 45

B. Keterbatasan Penelitian ... 52

BAB V. IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN UNTUK PEMBELAJARAN ... 53

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A.Kesimpulan ... 55

B.Saran-saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN –LAMPIRAN ... 59

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat Kimia dan Fisik Etanol ... 8 Tabel 2.2. Kadar Pati Beberapa Jenis Tanaman yang dimanfaatkan untuk

produksi bioetanol ... 10 Tabel 2.3. Perbedaan Proses Pembuatan Etanol secara

Fermentasi dan Sintesis ... 11 Tabel 2.4. Perbedaan fermentasi “solid state” dan

“submerged” ... 23 Tabel 4.1. Penambahan KOH pada

Hasil Hidrolisis ... 45 Tabel 4.2. Nilai pH Sampel Bioetanol Sebelum dan

Sesudah Fermentasi ... 46 Tabel 4.3. Hasil Uji Kadar Etanol ... 47 Tabel 4.4. Hasil uji kadar etanol secara fisik ... 48

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alga Hijau (Ulva sp.) ... 15

Gambar 2.2. Alga Hijau (Enteromorpha sp.) ... 15

Gambar 2.3. Ulva lactuca... 16

Gambar 2.4. Siklus Hidup Saccharomyces cerevisiae ... 18

Gambar 2.5. Skema Fermentasi Glukosa menjadi Alkohol ... 24

Gambar 2.6. Destilator ... 27

Gambar 2.7. Destilasi Fraksionasi/ Kolom ... 28

Gambar 2.8. Literatur Map ... 32

Gambar 2.9. Alur Kerangka Pemikiran ... 34

Gambar 4.1. Grafik Regresi-Korelasi ... ... 52

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kelompok Rumput Laut, Produk dan Pemanfaatannya ... 59

Lampiran 2. Hasil uji kadar etanol... 60

Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov- Smirnov... 61

Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi ... 62

Lampiran 5. Silabus ... 63

Lampiran 6. RPP ... 68

Lampiran 7. Dokumentasi ... 89

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis energi saat ini terjadi di berbagai belahan negara di dunia dan sudah memasuki tahap yang serius. Sumber energi yang saat ini sering digunakan adalah migas yang meliputi minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Sumber energi tersebut merupakan sumber energi yang tidak terbarukan atau dengan kata lain merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui kembali. Apabila persediaan dari sumber energi migas semakin menipis, maka dampak yang akan dirasakan pada masa mendatang adalah kelangkaan sumber energi migas bagi seluruh umat manusia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak sekali potensi sumber daya alam, salah satunya adalah sumber energi migas.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, jumlah energi yang ada di wilayah Indonesia semakin berkurang akibat dari tidak adanya sistem keberlanjutan dari sumber daya alam migas. Jika tidak ada solusi yang tepat, maka dapat terjadi kelangkaan sumber migas di Indonesia.

Kelangkaan sumber energi yang disertai dengan tingginya pemakaian bahan bakar minyak secara global beberapa tahun terakhir membuat munculnya berbagai terobosan untuk mengupayakan adanya energi

(18)

alternatif yang terbarukan. Berbeda dari energi yang ada sebelumnya, energi terbarukan ini merupakan energi yang bisa digunakan secara masif dan memiliki jangka waktu yang panjang dalam penggunaannya karena sumber energinya berkelanjutan (sustainable).

Kondisi sumber energi yang semakin berkurang di Indonesia mendorong Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden

(Perpres) Nomor 22 tahun 2017 tentang rencana umum energi nasional.

Perpres ini menekankan bahwa perlunya cara-cara inovatif untuk mengembangkan energi terbarukan serta perlunya pengembangan energi terbarukan secara masif. Pemerintahan di era bapak Joko Widodo menilai bahwa masa depan bangsa Indonesia ada di bidang kelautan. Dua per tiga luas wilayah Indonesia terdiri dari lautan. Potensi di bidang kelautan sangat besar pengaruhnya untuk menjadi penggerak perekonomian nasional. Hal inilah yang mendorong pemerintah untuk dapat mengembangkan inovasi energi dari bioteknologi.

Sumber energi terbarukan yang saat ini sudah dikembangkan salah satunya adalah bioetanol. Bioetanol merupakan etanol (etil alkohol) yang diproduksi dari bahan baku berupa biomassa. Biomassa yang mudah ditemukan dan memiliki populasi yang cukup banyak di Indonesia antara lain rumput laut. Rumput laut memiliki beberapa keunggulan sebagai bahan baku bioetanol, yaitu harga relatif stabil, teknologi pembudidayaannya sederhana, siklus pembudidayaannya relatif singkat,

(19)

dan kebutuhan modal relatif kecil sehingga cepat dalam memberi keuntungan. Usaha pembudidayaan rumput laut juga tergolong usaha yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja.

Wilayah pesisir Pantai Drini, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah pesisir pantai yang memiliki potensi kekayaan akan rumput laut. Para nelayan di pantai selatan kawasan Gunung Kidul selain berprofesi sebagai nelayan ikan mereka juga membudidayakan rumput laut. Berbagai jenis rumput laut yang dibudidayakan di pesisir pantai selatan kawasan Gunung Kidul yang meliputi Ulva lactuca, Gelidium sp, Sargassum sp, dan Caulerpa prolifera.

Ulva lactuca memiliki ketersediaan populasi yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat sekitar. Saat ini produk dari rumput laut Ulva lactuca baru diolah menjadi keripik oleh masyarakat sekitar pantai. Perlu adanya upaya lebih untuk dapat mengolah sumber daya alam tersebut menjadi sesuatu produk yang lebih berguna. Upaya tersebut dapat ditindaklanjuti dengan mengolah ketersediaan bahan baku rumput laut Ulva lactuca menjadi produk bioetanol.

Hasil analisis kandungan rumput laut Ulva lactuca memiliki 58%

karbohidrat, 12% serat, 15% protein, 1% lipid, dan 14% abu. Karbohidrat terdiri dari 43% ulvan, 15% pati, 2% karbohidrat bebas, 2% lignin, 16%

hemisellulosa, dan 22% selulosa (Wiyan, dkk. 2016). Kandungan ulvan yang berjumlah 43% memiliki potensi untuk dijadikan bahan bioetanol, namun penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti mengungkapkan

(20)

bahwa ulvan merupakan polisakarida asam struktural yang ada di dinding sel berfungsi sebagai antioksidan yang dapat dijadikan produk anti kanker.

Oleh karena itu, kandungan selulosa dan hemiselulosa inilah yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Selulosa yang masih berbentuk polisakarida dapat dihidrolisis baik secara enzimatis maupun kimiawi agar menjadi glukosa atau gula yang lebih sederhana.

Hidrolisis yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan bantuan asam (HCl). Glukosa dari hasil hidrolisis inilah yang kemudian difermentasi agar menjadi bioetanol. Fermentasi etanol merupakan aktivitas penguraian gula sederhana (glukosa) menjadi etanol (etil alkohol) dengan menghasilkan gas CO2 (karbondioksida). Fermentasi ini dilakukan dalam kondisi anaerob dengan menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis terhadap kadar etanol yang dihasilkan oleh rumput laut Ulva lactuca. Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan percobaan dengan judul pengaruh variasi konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi Ulva lactuca.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah variasi konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis berpengaruh terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi rumput laut

Ulva lactuca?

(21)

2. Berapa konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis yang dapat menghasilkan kadar etanol tertinggi?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh dari variasi konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi rumput laut Ulva lactuca.

2. Mengetahui konsentrasi HCl pada tahap hidrolisis yang dapat menghasilkan kadar etanol tertinggi.

D. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang ingin dicapai dari penelitian tersebut di antaranya sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

a. Menumbuhkan sikap sadar akan pentingnya keberlanjutan sumber energi dapat diperoleh tidak hanya dari migas namu bisa dari biomassa yang bersifat dapat diperbaharui

(renewable).

b. Melatih mengembangkan setiap potensi yang ada di sekitar kita untuk dijadikan sebagai penemuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

(22)

c. Melatih kemampuan dalam menulis dan menuangkan gagasan dalam karya tulis ilmiah.

2. Bagi masyarakat

Memberikan informasi sekaligus terobosan baru kepada masyarakat sekitar kawasan pantai selatan Gunung Kidul mengenai potensi dan pemanfaatan dari rumput laut Ulva lactuca sebagai penghasil bioetanol sebagai bahan bakar ramah lingkungan di masa depan.

3. Bagi Pengembangan Pengetahuan

Memperluas dan memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pemanfaatan sumber daya alam

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari bahan baku berupa biomassa ataupun limbahnya kemudian diproduksi dengan teknologi biokimia, melalui proses fermentasi. Bioetanol merupakan senyawa organik dengan struktur kimia C2H5OH. Pada dasarnya, bioetanol dan etanol merupakan zat yang sama.

Namun yang membedakan antara bioetanol dengan etanol adalah bioetanol dihasilkan dari fermentasi glukosa sedangkan etanol dihasilkan dari hasil sintesis (Hambali, 2007).

Bioetanol merupakan etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut Fuel Grade Ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa etanol (Musanif, 2012).

(24)

Etanaol memiliki beberapa kategori, diantaranya : 1. Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%

2. Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan sebagai bahan baku farmasi dan minuman keras

3. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol lebih dari 99,5%

Sifat kimia dan fisik etanol dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Beberapa sifat kimia dan fisik etanol

Keterangan Nilai

Titik didih normal (0C, 1 atm) ±78,32

Suhu Kritis (0C) 243,1

Tekanan Kritis (kPa) 6.383,48

Volume Kritis (L mol-1) 0,167

Densitas (g/cm3) 0,7893

Viskositas pada 20 0C (mPa.s(=cP)) 1,17

Kelarutan dalam air pada 20 0C Saling Larut Temperatur autosulutan (0C) 793,0

Titik Nyala (0C) 14

Berat Molekul (gr/mol) 46,070

Konstanta Kesetimbangan (Ka) 10-18

Titik Leleh (0C) -114

Spesifik Gravitasi pada Suhu 20 0C (0C) 0,7851 Entalpi Pembakaran (∆H0) (kJ mol-1) -1368 (Sumber : Megawati,2015 )

Karakteristik lain etanol meliputi : berupa zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spiritus, dan asetaldehid. Selain itu etanol juga digunakan untuk

(25)

campuran minuman serta digunakan sebagai bahan bakar terbarukan (Muslihah, 2011).

Pada saat ini etanol menjadi salah satu senyawa yang sangat besar manfaatnya. Selain digunakan sebagai beragam penggunaan tradisional, etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif terbarukan. Bioetanol memiliki kemiripan dengan bensin, sehingga penggunaannya tidak memerlukan modifikasi mesin. Bioetanol pun memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan bahan bakar fosil berbasis minyak bumi. Bioetanol mudah terbakar dan memiliki kalor pembakaran bersih sebesar 2/3 kalor pembakaran netto bensin.

Pada suhu 250C dan tekanan 1 bar, pembakaran bioetanol menghasilkan energi sebesar 21,03 MJ/ Liter sedangkan bensin menghasilkan 30 MJ/ Liter.

Bioetanol murni dapat larut sempurna dalam bensin dalam segala perbandingan dan memiliki keunggulan dari sudut pandang lingkungannya, yakni jumlah gas CO2 hasil pembakarannya yang jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil, sehingga bahan bakar alternatif ini dikenal juga sebagai bahan bakar ramah lingkungan (Prihandana, 2008).

Berdasarkan bahan baku pembuatan bioetanol, ada dua jenis generasi dalam pembuatannya. Pada generasi pertama, bioetanol diperoleh dari bahan berpati yang berbasis bahan pangan. Bahan baku tersebut di antaranya singkong, jagung, kentang dikembangkan menjadi bioetanol. Saat bioetanol generasi pertama mulai dikembangkan di Indonesia, banyak kekurangan yang terjadi dikarenakan harga bahan baku yang relatif mahal. Hal ini disebabkan karena bahan baku tersebut juga digunakan sebagai kebutuhan pangan pokok.

(26)

Bahan baku yang berbasis bahan makanan pokok akan mengakibatkan persaingan antar kebutuhan energi dengan kebutuhan pangan, dan terbentur penggunaan lahan yang luas untuk tanaman pangan tersebut. Maka dari itu, untuk menurunkan harga dan menghindari konflik antar pangan dan energi, bioetanol generasi kedua perlu dikembangkan. Pada penerapannya, bioetanol generasi kedua menggunakan bahan baku dari limbah biomassa, sumber dari pati maupun selulosa. Salah satu contohnya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan solusi bioetanol generasi kedua. Hal tersebut dikarenakan rumput laut tersebar di seluruh pesisir wilayah Indonesia. Luasnya pesisir pantai dapat menjadi lahan budidaya dari tanaman rumput laut. Pada realitanya, rumput laut juga diolah dan dikonsumsi sebagai bahan pangan, namun bukan sebagai bahan pangan pokok, oleh sebab itu rumput laut sangat cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol (Prihandana, 2008). Kadar pati pada beberapa jenis tanaman yang umum dimanfaatkan untuk produksi bioetanol dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kadar pati beberapa tanaman yang umum dimanfaatkan untuk produksi bioetanol

Tanaman Bagian Tanaman Kadar Pati (%)

Ubi Kayu Umbi 83,8

Jagung Tongkol 81,22

Ubi Jalar Umbi 91,8

Sorgum Biji 73

Sagu Empulur Batang 30

(Sumber : Prihandana, 2008)

Data yang diperoleh LIPI (2018), produksi alkohol yang paling banyak digunakan pada pembuatan etanol adalah:

(27)

1. nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari buah mete

2. bahan berpati: tepung- tepung sorgum biji, sagu, singkong, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia;

3. bahan berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagas, rumput laut

Etanol banyak dihasilkan dari berbagai jenis bahan karbohidrat yang prosesnya ditemukan secara alamiah dan turun-temurun yang akhirnya oleh para ilmuwan diistilahkan sebagai reaksi fermentasi. Reaksi fermentasi merupakan proses alamiah menggunakan sejenis mikroba tertentu, maka prosesnya sekarang dikenal sebagai reaksi biokimia dalam teknik bioproses.

Hingga saat ini etanol banyak dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk minuman keras, kemudian berkembang sebagai bahan kosmetik. Saat ini, etanol diharapkan dapat menjadi salah satu dari sekian jenis bahan bakar alternatif (Gozan, 2014).

Ada dua cara yang dilakukan untuk mendapatkan etanol berdasarkan sumber bahan pembuatnya, yakni secara petrokimia melalui hidrasi etena dan secara hayati melalui fermentasi dengan bantuan ragi. Pembuatan bioetanol dengan proses hayati sering disebut sebagai proses fermentasi. Sebenarnya proses yang terjadi tidak hanya fermentasi. Namun, fermentasi menjadi jantung utama dari pembuatan bioetanol (Carolina dkk, 2012). Perbedaan proses pembuatan etanol secara fermentasi dan sintesis dapat dilihat pada tabel 2.3.

(28)

Tabel 2.3. Perbedaan Proses Pembuatan Etanol secara Fermentasi dan Sintesis

Hidrasi Etena Proses Fermentasi Jenis Proses Aliran kontinu.

Aliran pereaksi dilewatkan secara terus-menerus di atas sebuah katalis.

Aliran batch. Semua bahan

dimasukkan ke dalam sebuah wadah dan kemudian dibiarkan sampai fermentasi selesai. Kumpulan dari bahan kemudian dikeluarkan dan sebuah reaksi baru dilangsungkan Laju Reaksi Sangat cepat Sangat lambat

Kualitas Produk

Menghasilkan etanol yang jauh lebih murni

Menghasilkan etanol yang sangat tidak murni dan memerlukan pemurnian lanjut.

Kondisi Reaksi

Suhu dan tekanan tinggi, memerlukan banyak input energi

Suhu dan tekanan sedang

Penggunaan Bahan Baku

Terbatas bahan baku fosil

Terbarukan Sumber : (Gozan, 2014)

Secara umum proses pengolahan bahan berupa pati dan selulosa dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu hidrolisis, fermentasi, dan destilasi.

Hidrolisis merupakan proses pengkorvesian pati maupun selulosa menjadi glukosa. Prinsip dari hidrolisis pati dan selulosa pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati maupun selulosa menjadi unit- unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi, ataupun kombinasi keduanya.

Pada metode pemutusan rantai polimer dengan bantuan kimiawi, senyawa yang digunakan adalah senyawa asam. Asam yang digunakan dapat berupa asam klorida dan asam sulfat. Pada tahap berikutnya setalah melakukan proses hidrolisis hal yang harus dilakukan adalah melakukan proses fermentasi yaitu proses energi di dalam sel dengan keadaan anaerob atau aerob dengan

(29)

menggunakan mikroorganisme pengurai. Fermentasi merupakan proses terjadinya pemecahan zat-zat organik dari kompleks menjadi sederhana atau sebaliknya dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi.

Tahap akhir adalah destilasi yang merupakan pemisahan suatu bahan kimia berdasarkan perbedaan titik didih (Musanif, 2014).

B. Alga

Alga atau rumput laut sangat populer dalam perdagangan. Dalam ilmu pengetahuan rumput laut dikenal sebagai Algae. Beberapa jenis rumput laut di antaranya sudah dikenal mempunyai nil ekonomis penting sebagai penghasil bahan untuk industri seperti agar- agar, karaginan, alginat, dan furselaran.

Produk hasil ekstrasi tersebut banyak digunakan sebagai bahan makanan di rumah tangga, juga sebagai bahan tambahan atau bahan bantu dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat, dan lain- lain. Selain dari pada itu rumput laut juga dapat dimakan secara utuh, serta digunakan juga sebagai pupuk dan komponen pakan ternak/ ikan. Kelompok rumput laut, produk dan pemanfaatannya dapat dilihat pada lampiran 1 (Mubarak et al, 1990).

Perairan laut Indonesia secara geografis termasuk kawasan tropis dengan panjang garis pantai dua kali keliling katulistiwa yaitu 81.000 km. Salah satu sumber daya yang cukup potensial dari sub sektor perikanan adalah komoditas rumput laut dengan jenis- jenisnya yang sangat beragam. Hal ini terlihat dari

(30)

hasil suatu ekspedisi di perairan Indonesia yang telah mencatat tidak kurang dari 555 jenis rumput laut. Hasil ekspedisi, hanya 55 jenis saja yang telah digunakan secara tradisional sebagai pangan, obat, dan keperluan lain (Pereira, 2016).

Potensi rumput laut tersebar hampir di seluruh perairan nusantara. Sejak tahun 1985 budidaya rumput laut di Indonesia mulai dilakukan para petani ataupun juga para nelayan rumput laut. Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia mendapatkan perhatian yang cukup besar bukan hanya dari faktor panjang garis pantai yang mencakup dua kali keliling katulistiwa, namun juga karena faktor kecocokan iklim serta suhu yang ada di perairan Indonesia (Mubarak et al, 1990).

Alga terdiri dari tiga kelas yaitu Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), dan Chlorophyceae (alga hijau). Pembagian ini berdasarkan pigmen yang dimiliki oleh setiap algae. Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari dua jenis yaitu mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal dengan rumput laut (Indriani dan Suminarsih. 2003)

Alga Hijau (Chlorophyceae)

Alga hijau sering kita jumpai di pesisir pantai dan biasanya alga hijau memiliki bentuk lembaran. Warna hijau dari alga ini berasal dari pigmen pada kloroplas yang berfungsi sebagai fotosintesis, yaitu klorofil-a dan klorifil-b.

(31)

Alga hijau dapat menghasilkan dinding sel yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang berselulosa. Kelompok alga ini juga memiliki beragam bentuk, ada talusnya bersel banyak dengan benang- benang yang sederhana atau bercabang, atau bolong dan picak atau berbentuk pipa (Suparman, 2013).

Spesies yang tergolong dalam alga hijau meliputi Caulerpa spp, Ulva Sp, dan Enteromorpha sp dapat dilihat pada gambar 2.5 dan 2.6.

Gambar 2.1. Alga Hijau (Ulva sp.) Gambar 2.2. Alga Hijau (Enteromorpha sp.)

Sumber gambar : https://www.edubio.info/2016/02/ciri-dan- klasifikasialga.html

C. Ulva lactuca

Ulva atau selada laut adalah rumput laut yang tergolong dalam divisi Chlorophyta. Ulva lactuca termasuk dalam divisi Chlorophyta karena sel-sel mengandung banyak klorofil a sehingga memberikan warna hijau pada rumput laut ini. Tidak ada diferensiasi jaringan dan seluruh sel memiliki bentuk yang kurang lebih identik, kecuali pada sel-sel basal yang mengalami elongasi membentuk rhizoid penempel. Masing-masing sel pada spesies ini terdiri atas

(32)

sebuah nukleus, dengan kloroplas berbentuk cangkir, dan sebuah pirenoid (Guiry, 2007).

Kandungan kimia pada Ulva lactuca menurut Wiyan, (2016) memiliki karbohidrat, serat, protein, lipid, dan abu. Karbohidrat dari Ulva lactuca masih dapat dibagi menjadi ulvan, pati, lignin, hemiselulosa, dan selulosa.

Kandungan hemiselulosa dan selulosa inilah yang berpotensi dijadikan sumber bioetanol.

Karakteristik dari Ulva lactuca adalah membentuk talus yang besar, mengingatkan kita pada daun selada dan tersusun dari dua lapis sel. Spesies ini tumbuhnya ditempat yang terlindung di zona bawah pasang. Spesies ini dapat dimakan dan dikeringkan agar lebih awet dalam penyimpanannya. Ulva lactuca tumbuh sangat subur didaerah – daerah yang konsentrasi nitratnya tinggi dalam air (McConnaughey dan Zottoli, 1978).

Alga jenis ini banyak ditemukan di pantai yang memiliki dasar berbatu karang mati, terutama pada rataan terumbu karang. Kebanyakan spesies ini mudah terlepas dari substratnya oleh pengaruh ombak yang kuat serta arus yang deras. Pada saat pasang tinggi dengan ombak yang kuat, alga ini dapat terhempas ke tepi- tepi pantai, sehingga pada saat air surut banyak yang menjadi kering. Persebaran dari alga jenis Ulva lactuca di Indonesia dapat ditemui di pesisir pantai sekitar DIY, Jawa Timur bagian selatan, Kupang, dan

Indonesia bagian timur (Aslan, 2002). berikut taksonomi serta gambar dari Ulva lactuca pada gambar 2.7 : Kingdom : Plantae

(33)

Ordo : Ulvales Famili : Ulvaceae Genus : Ulva

Spesies : Ulva lactuca

Gambar 2.3. Ulva lactuca

D. Saccharomyces cerevisiae

Pada umumnya mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae biasanya diketahui oleh masyarakat sebagai ragi yang biasa digunakan untuk membuat tape (baik tape ketan atau tape ubi) dan juga proses pembuatan roti. Namun dalam dunia industri mikroorganisme ini juga dapat digunakan dalam industri produksi etanol. Saccharomyces cerevisiae itu sendiri adalah khamir yang umum digunakan untuk pembuatan roti dan fermentasi. Mikroorganisme ini juga merupakan jenis organisme yang banyak dijadikan model di laboratorium karena merupakan eukariota uniseluler yang memiliki keunggulan karena sangat mudah dikulturkan, dan dapat tumbuh dengan cepat, dan genomnya sudah dipetakan serta dapat dengan mudah menerima transfer gen (Prihandana.

2008).

Menurut Riadi (2013), Saccharomyces cerevisiae adalah jenis ragi yang paling dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia. Hal ini dikarenakan Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan melakukan metabolisme mengubah gula menjadi etanol dan gas karbondioksida. Adapun taksonomi

(34)

Saccharomyces cerevisiae adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi Divisi : Ascomycota Kelas : Ascomycetes Ordo : Saccharomycetales Famili : Saccharomycetaceae Genus : Saccharomyces

Spesies : Saccharomyces cerevisiae

Perkembangbiakan Saccharomyces cerevisiae (khamir) biasanya secara aseksual dan hanya pada kondisi lingkungan tertentu saja akan terjadi perkembangbiakan secara seksual dapat dilihat pada gambar 2.8 (Riadi. 2013).

Gambar 2.4. Siklus hidup Saccharomyces cerevisiae

(sumber: http://staff.unila.ac.id/irawan/files/2011/08/Bab1_-pendahuluan1.pdf)

Dalam perkembangannya, menurut Riadi (2013) yeast dalam proses fermentasi akan mengalami beberapa fase di antaranya :

1. Fase Adaptasi

Fase adaptasi ini merupakan fase untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Lamanya fase ini dipengaruhi oleh beberapa

(35)

faktor yaitu medium dan lingkungan pertumbuhan, jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium

sebelumnya maka mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi.

2. Fase Pertumbuhan Awal

Setelah mengalami fase adaptasi, mikroba mulai membelah dengan kecepatan yang rendah karena baru mulai menyesuaikan diri.

3. Fase Pertumbuhan Logaritmik

Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH yaitu berkisar antara 5-6 dan kandungan nutrisi, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Pada fase ini mikroba membutuhkan energi lebih banyak daripada fase lainnya. Pada fase ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan.

4. Fase Pertumbuhan Lambat

Pada fase ini pertumbuhan populasi mikroba diperlambat karena beberapa sebab yaitu zat-zat nutrisi didalam medium sudah sangat berkurang. Adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada fase ini jumlah populasi masih naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dari pada jumlah sel yang mati.

(36)

5. Fase Pertumbuhan Tetap (Statis)

Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel akan tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi telah habis. Akibat dari kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan bahan-bahan kimia.

6. Fase Menuju Kematian Dan Fase Kematian

Pada fase ini sebagian mikroba mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu :

- Nutrien di dalam medium sudah habis.

- Energi cadangan di dalam sel habis.

- Kecepatan kematian tergantung dari kondisi nutrien, - lingkungan dan jenis mikroba.

Kandungan gula pada substrat dapat dikonversi menjadi bioetanol dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae, karena Saccharomyces cerevisiae dapat mengkonversi gula menjadi etanol dengan adanya enzim invertase dan zimase.

Enzim-enzim yang terkandung dalam Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengkonversi baik gula dari kelompok

monosakarida maupun dari kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia dalam substrat merupakan gula disakarida, maka enzim invertase akan bekerja

(37)

menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida. Setelah itu, enzim zimase akan mengubah monosakarida tersebut menjadi alkohol dan CO2

(Megawati.2015).

Menurut Riadi (2013), suhu optimum untuk pertumbuhan khamir adalah suhu 25-300C. Sedangkan untuk pH optimum pertumbuhannya berkisar 4-5.

Hal ini perlu diperhatikan karena jika melampaui kondisi optimum tersebut maka pertumbuhan khamir itu sendiri dalam proses fermentasi akan terhambat.

E. Fermentasi

Fermentasi berasal dari kata latin ferfere yang artinya mendidihkan. Hal ini dapat dianggap sebagai peninggalan ketika ilmu pengetahuan masih sangat awal sehingga terbentuknya gas dari suatu cairan kimia hanya dapat dianalogikan dengan proses air mendidih. Pada masa itu memang belum diketahui bahwa kejadian tersebut dapat pula terjadi oleh terbentuknya gas- gas lain dalam cairan. Salah satunya adalah CO2 yang merupakan produk samping dari fermentasi, yaitu perubahan kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba menjadi suatu senyawa organik lainnya (Riadi, 2013).

Fermentasi sudah dikenal sejak jaman dahulu. Fermentasi mulai menjadi ilmu pada tahun 1857 ketika Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik.

Fermentasi sebagai industri dimulai awal 1900, dengan produksi dari enzim

(38)

mikroba, asam organik, dan yeast. Saat ini fermentasi memiliki arti yang berbeda bagi seorang ahli biokimia dan bagi seorang mikrobiologi industri.

Pengertian fermentasi dari sisi biokimia memiliki hubungan dengan pembangkitan energi dengan proses katabolisme senyawa- senyawa organik, sedangkan dari sisi arti mikrobiologi industri memiliki hubungan dengan proses produksi produk dengan menggunakan mikroorganisme sebagai

biokatalis (Riadi, 2013)

Menurut Riadi (2013), proses fermentasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fermentasi submerged culture dan solid state. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, proses fermentasi yang dilakukan adalah dengan fermentasi submerged culture :

1. Fermentasi Submerged Culture

Fermentasi “submerged” adalah proses fermentasi mikroorganisme dan substrat berada menjadi satu. Mikroorganisme ditumbuhkan pada media cair dan sel yang tumbuh berada dalam kondisi tercelup dalam media cairan. Tujuannya adalah untuk pembentukan produk yang dihasilkan oleh pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan yang terjadi umumnya cepat, dan menjadi tampak setelah 24 jam.

2. Fermentasi Solid State

Fermentasi “solid state” secara ringkas dapat didefinisikan sebagai proses fermentasi yang pertumbuhan mikroorganisme dan

(39)

pembentukkan produk terjadi pada permukaan substrat padatan.

Fermentasi “solid state” adalah metode menumbuhkan

mikroorganisme di kondisi yang kandungan airnya terbatas tanpa memiliki aliran air yang mengalir bebas. Mikroorganisme tumbuh pada permukaan padatan yang lembab, tetapi juga dapat berhubungan dengan udara secara langsung. Perbedaan mendasar antara fermentasi

“solid state” dan fermentasi “submerged” dapat dilihat pada tabel 2.4.

berikut ini :

Tabel 2.4. Perbedaan fermentasi “solid state” dan “submerged”

Karakteristik Fermentasi

“solid state”

Fermentasi

“submerged culture”

1. Kondisi mikroorganisme dan substrat

Statis Teraduk

2. Status substrat Mentah Murni

3. Keadaan alami dari mikroorganisme

Sistem fungi -

4. Keberadaan air Terbatas Tinggi

5. Suplai oksigen

Difusi Dengan

menyemburkan atau menggelembungkan 6. Kontak dengan oksigen Langsung Oksigen terlarut 7. Kebutuhan media fermentasi Kecil Besar

8. Kebutuhan energi Rendah Tinggi

9. Studi kinetika Kompleks Mudah

10. Perubahan suhu dan konsentrasi

Fungsi step “smooth”

11. Pengendalian reaksi Sulit Mudah

12. Potensi kontaminasi Kecil Tinggi

(40)

13. Jumlah cairan yang harus dibuang

Rendah Tinggi

14. Problem polusi Rendah Tinggi

Sumber : Riadi, 2013

Adapun skema fermentasi glukosa menjadi alkohol menurut Riadi (2013) dapat dilihat pada gambar 2.9. :

Gambar 2.9. Skema fermentasi glukosa menjadi alkohol Fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya (Gozan, 2014) :

1. Jenis Mikroba

Mikroorganisme yang mampu menguraikan pati atau senyawa- senyawa polisakarida maupun glukosa menjadi alkohol adalah jenis khamir seperti Saccharomyces cerevisiae sedangkan jamur dapat berupa Aspergillus niger.

(41)

2. Media dan Nutrisi

Media yang digunakan dalam membiakkan mikroorganisme pembuat bioetanol haruslah steril, tidak terkontaminasi, dan mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme seperti unsur C, N, P dan mineral serta vitamin lainnya penunjang kehidupan mikroorganisme.

3. Suhu

Suhu yang paling optimum untuk bagi pertumbuhan khamir dan aktivitasnya berkisar 25-350C (sesuai suhu ruang).

4. pH

Salah satu faktor yang menentukan kelangsungan hidup dari khamir yaitu pH. pH ideal untuk proses fermentasi alkohol berkisar

4-5.

F. Hidrolisis

Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu : selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Pada hidrolisis sempurna, selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentosa (C5) dan heksosa (C6). Secara umum teknis hidrolisis dibagi menjadi dua, yaitu hidrolisis dengan enzim dan hidrolisis dengan asam (Gozan, 2014). Pada

(42)

penelitian yang dilakukan oleh peneliti, proses hidrolisis menggunakan bantuan asam klorida (HCl).

Pada metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu dan menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis antara lain asam sulfat (H2SO4), asam perkolat, dan asam klorida (HCl). Hidrolisis asam dapat dikategorikan melalui dua pendekatan umum, yaitu hidrolisis asam konsentrasi tinggi pada suhu rendah dan hidrolisis asam konsentrasi rendah pada suhu tinggi. Pemilihan antara dua cara tersebut pada umumnya didasarkan pada beberapa hal yaitu laju hidrolisis, hasil total hidrolisis, tingkat degradasi produk dan biaya total proses produksi (Gozan, 2014).

Menurut Gozan (2014), proses selulosa di hidrolisis sempurna dengan menggunakan asam klorida dan juga penambahan KOH menjadi glukosa

reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :

(C6H10O5)x + x H2O + HCl + KOH x(C6H12O6) + KCl + H20

Selulosa Glukosa

G. Destilasi

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.

Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik

(43)

didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan panas. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing- masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal destilasi didasarkan pada hukum Raoult dan hukum Dalton (Budiman, 2016). Gambar dari alat destilasi dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.6. Destilator

Komponen dari alat destilasi yang paling utama terdiri dari tabung reaktor, kondensor (pendingin), pipa penyalur, bunsen atau pemanas. Tabung reaktor memiliki fungsi sebagai wadah atau tempat pemanasan bahan baku.

Tabung reaktor berbentuk silinder yang mempunyai tutup yang direkatkan dengan menggunakan baut sehingga dapat dibuka dan ditutup. Komponen dari destilasi berikutnya adalah kondensor atau yang sering disebut dengan pendingin yang berfungsi untuk mengubah seluruh gas menjadi fase cair. Air disirkulasikan ke dalam tabung kondensor sebagai media pendingin.

Selanjutnya ada komponen pipa penyalur yang dibuat berbentuk spiral berfungsi untuk menghubungkan dan menyalurkan gas dari tabung reaktor ke

(44)

Bunsen berfungsi untuk memanaskan bahan baku di dalam tangki pemanas yang bisa berupa kompor gas, atau kompor minyak ataupun juga tungku menggunakan batu bara, tetapi untuk lebih efisien dan mudah mendapatkan bahan bakar, maka digunakan kompor gas yang menggunakan bahan LPG

(Megawati, 2015).

Ada berbagai macam destilasi yang berkembang hingga sekarang ini menurut Budiman (2016), di antaranya :

1. Destilasi Sederhana 2. Destilasi Fraksionasi 3. Destilasi Uap

4. Destilasi Vakum

Adapun proses destilasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan proses destilasi fraksionasi. Fungsi destilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen- komponen cair, atau lebih dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 200C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari destilasi jenis ini digunakan pada industri

minyak mentah, untuk memisahkan komponen dalam minyak mentah (Budiman, 2016). Alat destilasi fraksionasi dapat dilihat pada gambar 2.11.

(45)

Gambar 2.7. Destilasi fraksionasi/ kolom

(sumber: dokumentasi pribadi)

H. Kromatografi Gas

Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada jaman instrumen dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari 30 tahun. Sekarang GC dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. GC dapat dipakai untuk setiap campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Gandjar, 2007).

Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, di antaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga

Gambar

Tabel 2.1. Sifat Kimia dan Fisik Etanol ................................................................
Tabel 2.1. Beberapa sifat kimia dan fisik etanol
Tabel 2.2. Kadar pati beberapa tanaman yang umum  dimanfaatkan  untuk produksi bioetanol
Tabel 2.3. Perbedaan Proses Pembuatan Etanol secara Fermentasi dan Sintesis
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

miliar dua puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), yang berarti lebih kecil dari jumlah anggaran belanja negara

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan maksud untuk memperjelas dan mempertajam permasalahan

Dengan diterapkan sistem hukuman bagi yang melanggar shalat ataupun ketinggalan shalat, siswa-siswa semakin jera untuk melanggar peraturan karena peraturan yang dilaksanakan di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sirup glukosa yang paling baik kandungan gula reduksinya adalah produk dengan variasi waktu hidrolisis 150 menit dan konsentrasi

Hasil penelitian Analisis menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy ) menunjukkan hasil kadar Fe meningkat pada saat penambahan SiO 2 dan TiO 2 terhadap

Pada gambar 3 dapat dilihat nilai kandungan sukrosa yang dilakukan aplikasiasam askorbat selama 4 bulan mengalami penurunan, sehingga pulih dari KAS hal ini

Apabila hasil perhitungan suara yang dilakukan berdasarkan pasal 15 Ketetapan ini, ternyata tidak ada calon yang mendapat suara lebih dari separoh jumlah