• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Pendahuluan

Salah satu bahasan dalam aljabar linier yang merupakan kunci penting dalam latis adalah proses ortogonalisasi Gram-Schmidt. Proses ini akan menjadi ide utama dalam pembentukan algoritme LLL. Berikut ini definisi proses ortogonalisasi Gram-Schmidt.

Ortogonalisasi Gram-Schmidt

Misalkan ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} adalah himpunan n vektor bebas linier dalam ruang vektor ℝ𝑚. Maka dapat dikonstruksi barisan bagian dari 𝑛 vektor yang saling ortogonal ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} dimana

𝐛1 = 𝐛1, 𝐛𝑗 = 𝐛𝑗− ∑ 𝜇𝑗,𝑖

𝑗−1

𝑖=1

𝐛𝑖 dengan 𝑗 = 2, 3, … , 𝑛 dan

𝜇𝑗,𝑖 = 𝐛𝑗. 𝐛𝑖 𝐛𝑖. 𝐛𝑖.

Jika himpunan ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} adalah bebas linier, maka ℬ merupakan basis untuk 〈ℬ〉 = {∑𝑛𝑗=1𝑥𝑗𝐛𝑗/𝑥𝑗 ∈ ℝ} , dan jika ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} adalah hasil ortogonalisasi Gram-Schmidt dari ℬ, maka ℬ juga merupakan basis untuk

〈ℬ〉. Namun hal ini tidak berlaku secara umum dalam latis, jika ℬ adalah basis untuk latis yang dibangkitkan oleh ℬ, tidak harus ℬ merupakan basis untuk latis tersebut.

Kompleksitas Gram-Schmidt

Dalam ortogonalisasi Gram-Schmidt terlihat bahwa banyaknya operasi aritmetik yang dilibatkan dalam proses tersebut adalah 𝑂(𝑛3). Namun, belum dapat disimpulkan bahwa waktu eksekusi (running time) pada ortogonalisasi Gram-Schmidt adalah polinomial.

Diasumsikan bahwa matriks B yang digunakan adalah matriks bilangan bulat. Perhatikan bahwa langkah ke-j dari ortogonalisasi Gram-Schmidt dapat dirumuskan ulang sebagai

𝐛𝑗 = 𝐛𝑗+ ∑ 𝜐𝑗𝑖

𝑗−1

𝑖=1

𝐛𝑖 (1) untuk suatu 𝜐𝑗𝑖 ∈ ℝ. Karena 𝐛𝑗 ortogonal ke 𝐛𝑡 untuk setiap 𝑡 < 𝑗 maka diperoleh 𝐛𝑡. 𝐛𝑗 = ( 𝐛𝑡. 𝐛𝑗) + 𝐛𝑡. ∑ 𝜐𝑗𝑖

𝑗−1

𝑖=1

𝐛𝑖

⇔ 𝟎 = ( 𝐛𝑡. 𝐛𝑗) + 𝐛𝑡. ∑ 𝜐𝑗𝑖

𝑗−1

𝑖=1

𝐛𝑖

(2)

8

⇔ 𝐛𝑡. ∑ 𝜐𝑗𝑖

𝑗−1

𝑖=1

𝐛𝑖 = −( 𝐛𝑡. 𝐛𝑗). (2) Untuk 𝑡 = 1, 2, … , 𝑗 − 1 , persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk matriks

(

𝐛1. ∑𝑗−1𝑖=1𝜐𝑗𝑖𝐛𝑖 𝐛2. ∑𝑗−1𝑖=1𝜐𝑗𝑖𝐛𝑖

𝐛𝑗−1. ∑𝑗−1𝑖=1𝜐𝑗𝑖𝐛𝑖)

= − (

𝐛1. 𝐛𝑗 𝐛2. 𝐛𝑗

⋮ 𝐛𝑗−1. 𝐛𝑗)

.

Jika didefinisikan matriks

𝐁𝑗−1 = (𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑗−1) dan matriks

𝐮𝑗 = ( 𝜐𝑗1 𝜐𝑗2

⋮ 𝜐𝑗,𝑗−1

), maka persamaan (2) dapat ditulis sebagai

(

𝐛1. (𝐁𝑗−1𝐮𝑗) 𝐛2. (𝐁𝑗−1𝐮𝑗)

𝐛𝑗−1. (𝐁𝑗−1𝐮𝑗))

= − (

𝐛1. 𝐛𝑗 𝐛2. 𝐛𝑗

⋮ 𝐛𝑗−1. 𝐛𝑗)

⇔ 𝐁𝑗−1𝑇 (𝐁𝑗−1𝐮𝑗) = −𝐁𝑗−1𝑇 𝐛𝑗

⇔ (𝐁𝑗−1𝑇 𝐁𝑗−1)𝐮𝑗 = −𝐁𝑗−1𝑇 𝐛𝑗. (3) Persamaan (3) merupakan SPL dengan matriks koefisien 𝐁𝑗−1𝑇 𝐁𝑗−1 dan vektor −𝐁𝑗−1𝑇 𝐛𝑗 adalah bilangan bulat. Dengan demikian, untuk 𝑠 = 1, 2, … , 𝑗 − 1 berdasarkan aturan Cramer diperoleh

𝜐𝑗𝑠 ∈ ℤ

det(𝐁𝑗−1𝑇 𝐁𝑗−1)= ℤ

det (ℒ(ℬ𝑗−1))2 .

Hasil ini digunakan untuk memberi batas pada koefisien pada koefisien 𝜇𝑗𝑖. Misalkan 𝐷𝑗−1 = det(𝐁𝑗−1𝑇 𝐁𝑗−1) dan dikalikan nilainya dengan kedua ruas dari persamaan (1) maka diperoleh

𝐷𝑗−1𝐛𝑗 = 𝐷𝑗−1𝐛𝑗+ ∑(𝐷𝑗−1𝜐𝑗𝑖)

𝑗−1

𝑖=1

𝐛𝑖

merupakan persamaan yang semua koefisien vektornya adalah bilangan bulat. Ini berarti semua penyebut dari bilangan dalam vektor 𝐛𝑗 adalah faktor 𝐷𝑗−1. Kemudian

𝜇𝑗,𝑖 = 𝐛𝑗. 𝐛𝑖 𝐛𝑖. 𝐛𝑖 =𝐷𝑖−1(𝐛𝑗. 𝐛𝑖)

𝐷𝑖−1(𝐛𝑖. 𝐛𝑖)

(3)

9 = 𝐛𝑗(𝐷𝑖−1. 𝐛𝑖)

(∏𝑖−1𝑠=1‖𝐛𝑠𝟐)‖𝐛𝑖𝟐∈ ℤ 𝐷𝑖. Hasil ini menunjukkan bahwa penyebut dari 𝜇𝑗𝑖 harus membagi 𝐷𝑖.

Uraian diatas membuktikan bahwa bilangan-bilangan yang ada di dalam vektor 𝐛𝑖 dan 𝜇𝑗𝑖 mempunyai penyebut paling banyak

max𝑘 𝐷𝑘 ≤ ∏‖𝐛𝑘𝟐

𝑛

𝑖=𝑘

.

Akhirnya, besarnya bilangan polinomial karena ‖𝐛𝑗‖ ≤ ‖𝐛𝑗‖. Dengan demikian, secara keseluruhan ortogonalisasi Gram-Schmidt mempunyai kompleksitas waktu polinomial. Hal ini bermanfaat untuk menganalisis algoritme LLL yang akan direkonstruksi, dimana cara kerja algoritme ini berdasarkan atas proses ortogonalisasi Gram-Schmidt.

Rekonstruksi Algoritme LLL

Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan bahwa latis merupakan obyek geometrik dalam ruang berdimensi-n yang dapat diilustrasikan sebagai himpunan titik-titik yang teratur dan periodik. Definisi latis secara formal adalah sebagai berikut.

Definisi 4.1

Misalkan ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} adalah himpunan n vektor bebas linier dalam ruang vektor ℝ𝑚. Latis yang dibangkitkan oleh ℬ adalah himpunan

ℒ(ℬ) = {∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

/𝑥𝑗 ∈ ℤ}

yang beranggotakan semua kombinasi linier bilangan bulat dari ℬ. Dalam hal ini, ℬ merupakan basis untuk ℒ(ℬ). Notasi “/” dibaca sebagai “dengan”.

Seperti dalam ruang vektor, basis ℬ untuk latis ℒ(ℬ) dapat direpresentasikan sebagai matriks 𝐁 berukuran 𝑚 × 𝑛 yang kolom-kolomnya merupakan vektor 𝐛𝑗:

𝐁 = (𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛),

sehingga ℒ(ℬ) dapat dituliskan sebagai perkalian matriks ℒ(𝐁) = {𝐁𝑥/𝑥 ∈ ℤ𝑛}.

Dalam hal ini, 𝐁 merupakan bentuk matriks dari ℬ.

Terdapat kemiripan antara pengertian latis yang dibangkitkan oleh ℬ dengan pengertian subruang vektor dalam ℝ𝑚 yang direntang oleh ℬ:

〈ℬ〉 = {∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

/𝑥𝑗 ∈ ℝ}.

Perbedaannya hanya terdapat pada bilangan yang digunakan pada kombinasi linier. Pada latis ℒ(ℬ), kombinasi linier menggunakan koefisien dalam rentang bilangan bulat (ℤ ⊆ ℝ). Sedangkan pada 〈ℬ〉, koefisien pada kombinasi linier yang digunakan adalah rentang bilangan real (ℝ), sehingga dapat disimpulkan bahwa jika ℬ adalah basis untuk ℒ(ℬ), maka ℬ juga merupakan basis untuk 〈ℬ〉.

Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya, jika ℬ adalah basis untuk 〈ℬ〉, belum

(4)

10

Gambar 3 Latis dengan basis {(1,2),(4,1)}

Gambar 4 Latis dengan basis {(1,1)}

tentu ℬ juga basis untuk ℒ(ℬ). Misalkan dipilih basis ℬ1 = {(1,0), (0,1)} yang merupakan basis baku untuk ℝ2, maka

ℒ(ℬ1) = {𝑥(1,0) + 𝑦(0,1)/𝑥, 𝑦 ∈ ℤ} = {(𝑥, 𝑦)/𝑥, 𝑦 ∈ ℤ} = ℤ2.

Latis ℤ2 beserta basis diilustrasikan pada Gambar 1. Seperti pada ruang vektor, basis suatu latis tidak tunggal. Pada Gambar 2, diilustrasikan bahwa ℤ2 dapat dibangkitkan oleh latis basis ℬ2 = {(2,1), (3,1)}. Sedangkan pada Gambar 3 merupakan contoh basis ℬ3 = {(1,2), (4,1)} yang bukan merupakan basis untuk ℤ2 walaupun mempunyai rank penuh dalam 2. Selanjutnya Gambar 4 merupakan sebuah contoh bahwa basis ℬ4 = {(1,1)} yang membentuk latis ℒ(ℬ4) walaupun ℬ4 tidak memiliki rank penuh di dalam ℝ2.

Gambar 1 Latis dengan basis {(1,0),(0,1)}

Gambar 2 Latis dengan basis {(2,1),(3,1)}

(5)

11 Definisi 4.2

Dua basis 𝒜 dan ℬ dikatakan ekivalen, dinotasikan dengan 𝒜 ~ ℬ, jika dan hanya jika 𝒜 dan ℬ membangkitkan latis yang sama, yaitu ℒ(𝒜) = ℒ(ℬ).

Definisi 4.3

Matriks U berukuran 𝑛 × 𝑛 disebut unimodular jika 𝐔 ∈ ℤ𝑛×𝑛 dan det(𝐔) =

±1.

Contoh matriks unimodular: 𝐔 = (

1 3 −7

0 −1 2

−1 0 2

) dengan det(𝐔) = −1.

Proposisi 4.1

Invers dari matriks unimodular juga merupakan matriks unimodular.

Bukti:

Misalkan 𝐔 = (𝑢𝑖𝑗) adalah matriks unimodular berukuran 𝑛 × 𝑛 dari asumsi diperoleh 𝑢𝑖𝑗 ∈ ℤ dan det(𝐔) = ±1. Berdasarkan rumus matriks invers, maka

𝐔−𝟏 = 1

det(𝐔)(𝜇𝑖𝑗)𝑇, (4) dimana 𝜇𝑖𝑗 adalah kofaktor dari 𝑢𝑖𝑗. Karena 𝑢𝑖𝑗 ∈ ℤ, dari definisi kofaktor, jelas

bahwa 𝜇𝑖𝑗 ∈ ℤ sehingga

(𝜇𝑖𝑗)𝑇 ∈ ℤ𝑛×𝑛. Disamping itu,

𝐔−𝟏 𝐔 = 𝐈

⇒ det(𝐔−𝟏 𝐔) = det(𝐈)

⇒ det(𝐔−𝟏 )det (𝐔) = det(𝐈)

⇒ det(𝐔−𝟏) = 1 det (𝐔). Karena det(𝐔) = ±1, maka

det(𝐔−𝟏) = ±1 dan 1

det (𝐔)∈ ℤ. (5) Dari (4) dan (5) dapat disimpulkan bahwa matriks 𝐔−𝟏 merupakan matriks unimodular. Bukti lengkap. ∎

Proposisi 4.2

Misalkan 𝒜 = {𝐚1, 𝐚2, … , 𝐚𝑛} adalah basis untuk ℒ(𝒜) dan ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} adalah basis untuk ℒ(ℬ). Maka 𝒜 ~ ℬ jika dan hanya jika adalah matriks unimodular 𝐔 ∈ ℤ𝑛×𝑛 sehingga 𝐁 = 𝐀𝐔, dimana 𝐀 dan 𝐁 adalah bentuk matriks

𝐀 = (𝐚1 𝐚2 … 𝐚𝑛) dan 𝐁 = (𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛).

Bukti:

(⇒) Misalkan ℒ(𝒜) = ℒ(ℬ) . Dari asumsi ini, berarti untuk setiap 𝑗 = 1, 2, … 𝑛 untuk 𝐛𝑗 ∈ ℒ(𝒜). Dari pengertian ℒ(𝒜) maka ada 𝐮𝑗 = (𝑢1𝑗 𝑢1𝑗 … 𝑢1𝑗) ∈ ℤ𝑛 sehingga

𝐛𝑗 = ∑ 𝑢𝑖𝑗𝐚𝑗 . (6)

𝑛

𝑖=1

(6)

12

Dengan demikian, dapat didefinisikan matriks 𝐔 ∈ ℤ𝑛×𝑛 yang kolom-kolomnya adalah vektor 𝐮𝑗, yaitu

𝐔 = (𝐮1 𝐮2 … 𝐮𝑛) = (

𝑢11 𝑢12 … 𝑢1𝑛 𝑢21

⋮ 𝑢𝑛1

𝑢22

⋮ 𝑢𝑛2

… 𝑢2𝑛

⋱ ⋮

… 𝑢𝑛𝑛 ).

Dari persamaan (6) diperoleh persamaan matriks

(𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛) = (𝐚1 𝐚2 … 𝐚𝑛)(𝐮1 𝐮2 … 𝐮𝑛) ⇔ 𝐁 = 𝐀𝐔. (7) Dengan langkah yang sama, dapat diperoleh matriks 𝐕 ∈ ℤ𝑛×𝑛 sehingga

𝐀 = 𝐁𝐕. (8) Dari persamaan (7) dan (8),

𝐀 = 𝐁𝐕 = 𝐀𝐔𝐕 ⇒ det(𝐀) = det(𝐀𝐔𝐕) ⇔ det(𝐔) det(𝐕) = 1.

Disamping itu, karena 𝐔 dan 𝐕 adalah matriks bilangan bulat, maka determinannya juga bilangan bulat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa det(𝐔) = ±1.

(⇐) Misalkan 𝐁 = 𝐀𝐔 dengan U unimodular. Dari asumsi ini, berarti untuk setiap 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛 , 𝐛𝑗 ∈ ℒ(𝒜) , dengan kata lain, 𝐛𝑗 merupakan kombinasi linier bilangan bulat dari 𝒜. Selanjutnya bahwa karena setiap 𝐱 ∈ ℒ(ℬ) merupakan kombinasi linier dari {𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛} , maka dapat disimpulkan bahwa x juga merupakan kombinasi linier bilangan bulat dari 𝒜 (artinya 𝐱 ∈ ℒ(𝒜)). Dengan demikian, diperoleh ℒ(ℬ) ⊆ ℒ(𝒜). Sekarang tinggal ditunjukkan ℒ(𝒜) ⊆ ℒ(ℬ). Perhatikan bahwa, dari asumsi juga diperoleh 𝐀 = 𝐁𝐔−1 dengan 𝐔−1 adalah unimodular (Proposisi 4.1). Akhirnya dengan langkah yang sama dengan sebelumnya diperoleh ℒ(𝒜) ⊆ ℒ(ℬ). Bukti lengkap. ∎

Cara yang lebih praktis untuk menentukan dua basis yang ekivalen adalah dengan menerapkan operasi kolom integer (integer column operation).

Definisi 4.4

Operasi Kolom Integer (OKI) pada matriks 𝐁 memiliki 3 jenis berikut:

1. 𝐾𝑗𝑘(𝐁) menyatakan matriks hasil operasi yang menukar kolom ke-j dan kolom ke-k pada matriks 𝐁.

2. 𝐾𝑗(−1)(𝐁) menyatakan matriks hasil operasi yang mengalikan kolom ke-j dengan skalar -1 pada matriks 𝐁.

3. 𝐾𝑗𝑘(𝜆)(𝐁) menyatakan matriks hasil operasi yang menambahkan kolom ke-j dengan 𝜆 ∈ ℤ kali kolom ke-k pada matriks 𝐁.

OKI hampir sama dengan Operasi Kolom Dasar (OKD) yang biasanya diterapkan pada ruang vektor. Hal yang membedakan hanya terdapat pada jenis kedua. Pada OKD, pengali yang digunakan adalah sembarang bilangan real taknol sedangkan pada OKI pengali yang digunakan adalah -1.

Kemudian, misalkan I adalah matriks identitas dan K adalah serangkaian OKI yang diterapkan pada suatu matriks B dan menghasilkan matriks C, maka berlaku

𝐾(𝐁) = 𝐂 ⇔ 𝐁. 𝐾(𝐈) = 𝐂.

Serangkaian OKI yang diterapkan pada I pasti akan menghasilkan matriks bilangan bulat, sehingga 𝐾(𝐈) merupakan matriks bilangan bulat. Disamping itu,

(7)

13

Gambar 5 Parallelepiped dengan ℬ = {(2,3), (3,2)}

karena det(𝐈) = 1, OKI jenis pertama dan kedua bersifat mengubah tanda determinan, dan OKI jenis ketiga bersifat tidak mengubah nilai determinan, sehingga didapatkan det(𝐾(𝐈)) = ±1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 𝐾(𝐈) merupakan matriks unimodular, sehingga didapatkan proposisi berikut.

Proposisi 4.3

Dua basis dikatakan ekivalen jika dan hanya jika yang satu merupakan hasil serangkaian OKI dari yang lain.

Fungsi Proyeksi dan Determinan Latis Definisi 4.5

Untuk 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛 fungsi proyeksi 𝜋𝑗 dari ruang vektor 𝑉 = 〈ℬ〉 = 〈ℬ〉

ke subruang vektor 〈{𝐛𝑗, 𝐛𝑗+1 , … , 𝐛𝑛}〉 didefinisikan sebagai 𝜋𝑗(𝐯) = ∑ (𝐯. 𝐛𝑖

𝐛𝑖. 𝐛𝑖)

𝑛

𝑖=𝑗

𝐛𝑖. Jika diambil nilai 𝐯 = 𝐛𝑘, 𝑘 = 1, 2, … , 𝑛 maka diperoleh

𝜋𝑗(𝐛𝑘) = ∑ (𝐯. 𝐛𝑖 𝐛𝑖. 𝐛𝑖) 𝐛𝑖

𝑛

𝑖=𝑗

= {

𝟎 jika 𝑘 < 𝑗 𝐛𝑘 jika 𝑘 = 𝑗 𝐛𝑘+ ∑ 𝜇𝑘𝑖𝐛𝑖

𝑘−1

𝑖=𝑗

jika 𝑘 > 𝑗.

Selanjutnya perhatikan definisi berikut.

Definisi 4.6

Misalkan Λ = ℒ(ℬ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛}, maka dapat didefinisikan himpunan

𝒫(ℬ) = {∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

/𝑥𝑗 ∈ ℝ, 0 ≤ 𝑥𝑗 < 1},

dimana 𝒫(ℬ) merupakan bangun geometrik yang disebut parallelepiped dasar atau daerah fundamental (fundamental region). Berikut ilustrasi dari 𝒫(ℬ).

(8)

14

Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada latis dalam ℝ2, 𝒫(ℬ) digambarkan sebagai daerah arsir jajaran genjang. Hasil dari luas jajaran genjang pada Gambar 5 disebut 𝐯𝐨𝐥(𝒫(ℬ)). Pada sembarang latis Λ, dapat didefinisikan nilai mutlak dari determinan latis dari Λ, dinotasikan dengan |det(Λ)|, yang merupakan nilai dari 𝐯𝐨𝐥(𝒫(ℬ)). Dari ilustrasi Gambar 5, maka definisi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.

Definisi 4.7

Misalkan Λ = ℒ(ℬ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} dan ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} adalah hasil ortogonalisasi Gram- Schmidt dari ℬ. Determinan dari Λ didefinisikan sebagai

det(Λ) = ∏‖𝐛𝑖

𝑛

𝑖=1

.

Cara menentukan determinan suatu latis tanpa menggunakan ortogonalisasi Gram-Schmidt akan dijelaskan oleh proposisi setelah lema berikut ini.

Lema 4.1

Jika matriks

𝐁 = (𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛)

adalah matriks hasil ortogonalisasi Gram-Schmidt dari matriks 𝐁 = (𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛),

maka ada matriks U dengan unsur diagonal adalah 1 sehingga 𝐁 = 𝐁𝐔.

Bukti:

Perhatikan bahwa rumus ortogonalisasi Gram-Schmidt dapat diubah menjadi

𝐛1 = 𝐛1 𝐛2 = 𝐛2 + 𝜇21𝐛1 𝐛3= 𝐛3 + (𝜇31𝐛1 + 𝜇32𝐛2)

⋮ 𝐛𝑛 = 𝐛𝑛 + ∑ 𝜇𝑛,𝑖

𝑛−1

𝑖=1

𝐛𝑖.

Hal ini menunjukkan bahwa transformasi balik dari ortogonalisasi Gram-Schmidt dari 𝐁 ke 𝐁 merupakan serangkaian OKD yang dilakukan pada matriks B, yaitu

𝐁 = 𝐾(𝐁) ⇔ 𝐁 = 𝐁𝐾(𝐈).

Dengan demikian dapat didefinisikan suatu matriks 𝐔 = 𝐾(𝐈), dimana 𝐾(𝐈) = (

1 𝜇21 … 𝜇𝑛1 0

⋮ 0

1

⋮ 0

⋱ 1

𝜇𝑛2

⋮ 1

).

Bukti lengkap. ∎ Proposisi 4.4

Jika Λ = ℒ(ℬ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛}, maka

det(Λ) = √det (𝐁𝑇𝐁), dimana B adalah bentuk matriks dari ℬ.

(9)

15 Bukti:

Misalkan

𝐁 = (𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛) adalah matriks ortogonalisasi dari matriks

𝐁 = (𝐛1 𝐛2 … 𝐛𝑛).

Menurut Lema 4.1, terdapat sebuah matriks U yang unsur diagonalnya adalah 1 sehingga

𝐁 = 𝐁𝐔.

Dengan demikian diperoleh

𝐁𝑇𝐁 = (𝐁𝐔)𝑇(𝐁𝐔)

⇔ 𝐁𝑇𝐁 = 𝐔𝑇((𝐁)𝑇𝐁)𝐔

⇒ det (𝐁𝑇𝐁) = det(𝐔𝑇((𝐁)𝑇𝐁)𝐔)

⇔ det (𝐁𝑇𝐁) = det((𝐁)𝑇𝐁)

⇔ det (𝐁𝑇𝐁) = (∏‖𝐛𝑖

𝑛

𝑖=1

)

2

⇔ ∏‖𝐛𝑖

𝑛

𝑖=1

= √det (𝐁𝑇𝐁)

⇔ det(Λ) = √det (𝐁𝑇𝐁).

Bukti lengkap. ∎

Berikut ini merupakan proposisi yang menjelaskan bahwa determinan suatu latis tidak bergantung pada suatu basis.

Proposisi 4.5

Jika 𝒜 ~ ℬ, maka det (ℒ(𝒜)) = det(ℒ(ℬ)).

Bukti:

Misalkan 𝒜 ~ ℬ dengan A dan B adalah bentuk matriks dari 𝒜 dan ℬ . Berdasarkan Proposisi 4.2 terdapat sebuah matriks unimodular U sehingga 𝐀 = 𝐁𝐔. Dengan demikian,

det (ℒ(𝒜)) = √det (𝐀𝑇𝐀)

= √det ((𝐁𝐔)𝑇(𝐁𝐔)) = √det (𝐔𝑇(𝐁𝑇𝐁)𝐔)

= √det (𝐁𝑇𝐁) = det(ℒ(ℬ)).

Bukti lengkap. ∎

Permasalahan dalam Latis

Berikut merupakan pengertian jarak minimum dan panjang vektor minimum dari suatu latis.

(10)

16

Definisi 4.8

Jarak minimum antara sebarang dua titik di dalam latis Λ , dinotasikan dengan 𝜆(Λ), didefinisikan sebagai

𝜆(Λ) = inf(‖𝐱 − 𝐲‖ ∕ 𝐱, 𝐲 ∈ 𝚲, 𝐱 ≠ 𝐲 ).

Definisi 4.9

Panjang vektor minimum di antara titik-titik di dalam latis Λ, dinotasikan dengan 𝜋(Λ), didefinisikan sebagai

𝜋(Λ) = inf(‖𝐱‖ ∕ 𝐱 ∈ 𝚲, 𝐱 ≠ 𝟎 ).

Dua pengertian diatas memiliki arti yang ekivalen. Hal tersebut dinyatakan dalam proposisi berikut.

Proposisi 4.5

Untuk sembarang latis Λ, berlaku 𝜆(Λ) = 𝜋(Λ).

Bukti:

Karena Λ adalah grup, maka berlaku

𝜆(Λ) = inf(‖𝐱 − 𝐲‖ 𝐱⁄ , 𝐲 ∈ 𝚲, 𝐱 ≠ 𝐲 ) = inf(‖𝐳‖/𝐳 = 𝐱 − 𝐲 ∈ 𝚲, 𝐱 ≠ 𝐲)

= inf(‖𝐳‖/𝐳 ∈ 𝚲, 𝐳 ≠ 𝟎) = 𝜋(Λ).

Bukti lengkap. ∎

Berikut ini merupakan batas bawah dari 𝜆.

Teorema 4.1

Jika Jika Λ = ℒ(ℬ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} dan ℬ = {𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛} adalah hasil ortogonalisasi dari ℬ maka

min𝑗∈𝐼𝑛‖𝐛𝑗‖ ≤ 𝜆(Λ), 𝐼𝑛 = {1,2, … , 𝑛}.

Bukti:

Ambil sembarang 𝐯 ∈ ℒ(ℬ) dengan 𝐯 ≠ 𝟎, maka ada vektor 𝐱 ∈ ℤ𝑛 dengan 𝐱 ≠ 𝟎 sehingga 𝐯 = 𝐁𝐱 dengan B adalah matriks bilangan bulat dari ℬ. Misalkan 𝐱 = {𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛} dan 𝑘 adalah indeks terbesar dari komponen x sehingga 𝑥𝑘 ≠ 0, karena untuk setiap 𝑗 < 𝑘, 𝐛𝑘 ortogonal ke 𝐛𝑗 dan juga ortogonal ke 𝐛𝑗, maka

𝐯. 𝐛𝑘 = (𝐁𝐱). 𝐛𝑘 = (∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗

𝑘

𝑗=1

) . 𝐛𝑘 = 𝑥𝑘(𝐛𝑘. 𝐛𝑘) dan

𝐛𝑘. 𝐛𝑘 = (𝐛𝑘− ∑ 𝜇𝑘𝑗𝐛𝑗

𝑘−1

𝑗=1

) . 𝐛𝑘

= 𝐛𝑘. 𝐛𝑘. Dengan demikian diperoleh

𝐯. 𝐛𝑘 = 𝑥𝑘(𝐛𝑘. 𝐛𝑘)

(11)

17 = 𝑥𝑘‖𝐛𝑘2.

Berdasarkan ketaksamaan Cauchy-Schwartz, maka diperoleh

|𝐯. 𝐛𝑘| ≤ ‖𝐯‖‖𝐛𝑘

⇔ |𝑥𝑘|‖𝐛𝑘2 ≤ ‖𝐯‖‖𝐛𝑘

⇔ |𝑥𝑘|‖𝐛𝑘2 ≤ ‖𝐯‖.

Karena |𝑥𝑘| ≥ 1, untuk 𝐼𝑛 = {1, 2, … , 𝑛} diperoleh min𝑗∈𝐼𝑛

‖𝐛𝑗‖ ≤ 𝜆(Λ).

Bukti lengkap. ∎

Selanjutnya didefinisikan masalah yang paling mendasar dalam latis, yaitu SVP (Shortest Vector Problem). Berikut merupakan varian dari SVP.

Problem 4.1 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis ℬ, bagaimana menentukan 𝐱 ∈ ℒ(ℬ) sehingga ‖𝐱‖ = 𝜆(ℒ(ℬ)).

Problem 4.2 (Optimisasi SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis ℬ, bagaimana menentukan 𝜆(ℒ(ℬ)).

Problem 4.3 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis ℬ dan bilangan rasional 𝑞 ∈ ℚ , bagaimana menentukan apakah 𝜆(ℒ(ℬ)) ≤ 𝑞 atau 𝜆(ℒ(ℬ)) > 𝑞.

Problem 4.4 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis ℬ dan 𝛾 ≥ 1, bagaimana menentukan 𝐱 ∈ ℒ(ℬ) dengan 𝐱 ≠ 𝟎 sehingga ‖𝐱‖ ≤ 𝛾𝜆(ℒ(ℬ)).

Problem 4.5 (Pelacakan SVP)

Diberikan sebuah latis dengan basis ℬ dan 𝛾 ≥ 1, bagaimana menentukan 𝑑 sehingga 𝑑 ≤ 𝜆(ℒ(ℬ)) ≤ 𝛾𝑑.

Algoritme LLL Pengertian Basis Tereduksi

Berikut ini merupakan definisi dari basis tereduksi 𝛿.

Definisi 4.10

Suatu basis ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dalam ℝ𝑚 disebut tereduksi LLL dengan parameter 𝛿 jika memenuhi

1. |𝜇𝑗𝑖| ≤1

2, untuk setiap bilangan bulat 𝑖, 𝑗 dengan 1 ≤ 𝑖 < 𝑗 < 𝑛, 2. 𝛿‖𝜋𝑗(𝐛𝑗)‖2 ≤ ‖𝜋𝑗(𝐛𝑗+1)‖2, untuk 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛 − 1,

dimana 𝛿 merupakan parameter reduksi yang bernilai real dengan 1

4 < 𝛿 < 1.

Syarat pertama dalam definisi di atas disebut dengan reduksi ukuran. Syarat pertama mengatakan bahwa basis tereduksi 𝛿 harus “hampir ortogonal” dan dalam

(12)

18

komputasinya syarat ini mudah dicapai dengan menggunakan ortogonalisasi Gram-Schmidt. Pembahasan mengenai syarat ini akan dibahas pada subbab berikutnya.

Sedangkan pada syarat kedua dari definisi di atas disebut syarat pertukaran, atau disebut juga kondisi Lovasz, yang dapat ditulis ulang sebagai

𝛿‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+1 + 𝜇𝑗+1,𝑗𝐛𝑗2

⇔ 𝛿‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+1 + 𝜇𝑗+1,𝑗𝐛𝑗‖‖𝐛𝑗+1 + 𝜇𝑗+1,𝑗𝐛𝑗

⇔ 𝛿‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+1 2+ 2𝜇𝑗+1,𝑗‖𝐛𝑗. 𝐛𝑗+1 ‖+‖𝜇𝑗+1,𝑗𝐛𝑗2

⇔ 𝛿‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+1 2+𝜇𝑗+1,𝑗‖𝐛𝑗2

⇔ (𝛿 − 𝜇𝑗+1,𝑗2 )‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+12.

Ketaksamaan diatas menyatakan bahwa vektor-vektor Gram-Schmidt dari basis tereduksi LLL harus terurut turun dengan faktor penurunan sebesar 𝛿 − 𝜇𝑗+1,𝑗2 . Jika terdapat pasangan vektor (𝐛𝑗, 𝐛𝑗+1 ) yang tidak memenuhi kondisi Lovasz, maka dapat dilakukan pertukaran antara vektor tersebut kemudian proses ortogonalisasi kembali dilakukan.

Selanjutnya dengan menerapkan syarat-syarat yang terdapat pada Definisi 4.10, maka diperoleh batas atas untuk ‖𝐛1‖ dari basis tereduksi 𝛿.

Teorema 4.2

Jika ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dalam ℝ𝑚 adalah basis tereduksi 𝛿, maka berlaku

‖𝐛1‖ ≤ 𝛼𝑛−12 𝜆(Λ) dengan 𝛼 = 1

𝛿−1 4

. Bukti:

Misalkan ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dalam ℝ𝑚 adalah basis tereduksi 𝛿, menurut definisi diperoleh

𝛿‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+1 + 𝜇𝑗+1,𝑗𝐛𝑗2

⇔ (𝛿 − 𝜇𝑗+1,𝑗2 )‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+12

⇔ (𝛿 −1

4) ‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+12

⇔1

𝛼‖𝐛𝑗2 ≤ ‖𝐛𝑗+12

⇔ ‖𝐛𝑗2≤ 𝛼‖𝐛𝑗+12 . (9) Dengan menerapkan pertidaksamaan (9) secara berulang diperoleh

‖𝐛12 ≤ 𝛼‖𝐛22

‖𝐛22 ≤ 𝛼‖𝐛32

‖𝐛32 ≤ 𝛼‖𝐛42

‖𝐛12 ≤ 𝛼‖𝐛22 ≤ 𝛼2‖𝐛32 ≤ ⋯ ≤ 𝛼𝑛−1‖𝐛𝑛2. Dengan kata lain, secara umum untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐼𝑛 = {1,2, … , 𝑛}, maka

‖𝐛12 ≤ 𝛼𝑗−1‖𝐛𝑗2 ⇒ ‖𝐛1‖ ≤ 𝛼𝑗−12 ‖𝐛𝑗‖ ⇔ ‖𝐛1‖ ≤ 𝛼𝑗−12 ‖𝐛𝑗‖.

Karena berlaku untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐼𝑛, maka ‖𝐛1‖ ≤ (𝛼𝑗−12 ) (min

𝑗∈𝐼𝑛‖𝐛𝑗‖). (10)

(13)

19 Misalkan ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dalam ℝ𝑚 adalah basis tereduksi LLL untuk latis Λ = ℒ(ℬ), menurut Teorema 4.1 diperoleh

min𝑗∈𝐼𝑛‖𝐛𝑗‖ ≤ 𝜆(Λ) dan ketaksamaan persamaan (10) menjadi

‖𝐛1‖ ≤ (𝛼𝑗−12 ) 𝜆(Λ).

Bukti lengkap. ∎

Teorema 4.2 menyatakan bahwa vektor pertama pada basis tereduksi 𝛿 merupakan jawaban dari Problem 4.4 dengan nilai 𝛾 = 𝛼𝑗−12 .

Reduksi Ukuran

Sebagaimana telah dinyatakan dalam subbab sebelumnya bahwa syarat reduksi ukuran yaitu |𝜇𝑗,𝑖| ≤1

2 mudah dicapai dengan menggunakan prosedur Gram-Schmidt. Pada subbab ini akan dibahas melalui interpretasi geometrik.

Untuk itu perlu pengertian tentang daerah fundamental (parallelepiped) yang lain dari 𝒫(ℬ), yaitu daerah fundamental dasar terpusat yang didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 4.11

Misalkan Λ = ℒ(ℬ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dalam ruang vektor ℝ𝑚. Daerah fundamental terpusat (centered fundamental region) dari Λ , dinotasikan dengan 𝒞(ℬ) , didefinisikan sebagai himpunan

𝒞(ℬ) = {∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

/𝑥𝑗 ∈ ℝ, −1

2≤ 𝑥𝑗 < 1 2}.

𝒞(ℬ) juga disebut parallelepiped dasar terpusat (centered fundamental region).

Proposisi 4.6

Jika Λ = ℒ(ℬ) adalah latis yang dibangkitkan oleh basis ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dalam ruang vektor ℝ𝑚, maka untuk setiap vektor 𝐰 ∈ 〈ℬ〉, ada tepat satu vektor 𝐭 ∈ 𝒞(ℬ) sehingga dapat dituliskan 𝐰 = 𝐯 + 𝐭.

Bukti:

Karena ℬ merupakan basis untuk Λ, maka ℬ juga merupakan basis untuk ruang vektor 〈ℬ〉, dan karena 𝐰 ∈ 〈ℬ〉, berarti ada tepat satu (𝑤1, 𝑤2, … , 𝑤𝑛) ∈ ℝ𝑛 sehingga

𝐰 = ∑ 𝑤𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

.

Kemudian, karena 𝑤𝑗 ∈ ℝ maka ada bilangan bulat ⌊𝑤𝑗⌉ ∈ ℤ (pembulatan ke bilangan bulat terdekat (round) dari 𝑤𝑗 sehingga

𝑤𝑗 = ⌊𝑤𝑗⌉ + 𝑡𝑗 dengan −1

2≤ 𝑡𝑗 < 1

2. Selanjutnya,

(14)

20

𝐰 = ∑ 𝑤𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

= ∑(⌊𝑤𝑗⌉ + 𝑡𝑗)𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

= ∑⌊𝑤𝑗⌉𝐛𝑗+ ∑ 𝑡𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1 𝑛

𝑗=1

= 𝐯 + 𝐭.

Bukti lengkap. ∎ Lema 4.2

Misalkan ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram- Schmidt dari himpunan bebas linier ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dan diberikan sebarang 𝐰 ∈ 〈ℬ〉. Jika 𝐰 = ∑𝑛𝑗=1𝑤𝑗𝐛𝑗, maka

𝑤𝑛 = 𝐰. 𝐛𝑛 𝐛𝑛. 𝐛𝑛. Bukti:

Perhatikan bahwa 𝐰. 𝐛𝑛 = (∑ 𝑤𝑗𝐛𝑗

𝑛

𝑗=1

) . 𝐛𝑛 = ∑ 𝑤𝑗

𝑛

𝑗=1

(𝐛𝑗. 𝐛𝑛) = 𝑤𝑛(𝐛𝑛. 𝐛𝑛) ⇔ 𝑤𝑛 = 𝐰. 𝐛𝑛 𝐛𝑛. 𝐛𝑛. Bukti selesai setelah ditunjukkan bahwa 𝐛𝑛. 𝐛𝑛 = 𝐛𝑛. 𝐛𝑛 sebagai berikut

𝐛𝑛. 𝐛𝑛 = (𝐛𝑛 + ∑ 𝜇𝑛,𝑖𝐛𝑖

𝑛−1

𝑖=1

) . 𝐛𝑛

= 𝐛𝑛. 𝐛𝑛 + ∑ 𝜇𝑛,𝑖

𝑛−1

𝑖=1

(𝐛𝑖. 𝐛𝑛)

= 𝐛𝑛. 𝐛𝑛 + ∑ 𝜇𝑛,𝑖

𝑛−1

𝑖=1

(0) = 𝐛𝑛. 𝐛𝑛.

Bukti lengkap. ∎ Proposisi 4.7

Jika ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari himpunan bebas linier ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] , maka 𝒞(ℬ) juga merupakan daerah fundamental untuk ℒ(ℬ). Artinya, untuk setiap 𝐰 ∈ 〈ℬ〉, ada tepat satu vektor latis 𝐰 ∈ ℒ(ℬ) dan ada tepat satu vektor 𝐭 ∈ 𝒞(ℬ) sehingga dapat dituliskan 𝐰 = 𝐯 + 𝐭.

Bukti:

Demi kepentingan bagaimana menentukan 𝐯 dan 𝐭 secara algoritmik, proposisi ini akan dibuktikan secara instruktif. Kemudian, agar lebih mudah dibayangkan, tanpa mengurangi keumumannya, diambil untuk kasus 𝑛 = 3 sebagai berikut.

(15)

21 1. Definisikan 𝐰3 = 𝐰 , karena 𝐰3 ∈ 〈{𝐛1, 𝐛2, 𝐛3}〉 , berarti ada tepat satu

(𝑥1, 𝑥2, 𝑥3) ∈ ℝ3 sehingga

𝐰3 = ∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗

3

𝑗=1

dan berdasarkan Lema 4.2 dapat dituliskan 𝐰3 = ∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗 +

2

𝑗=1

𝐰𝟑. 𝐛3 𝐛3. 𝐛3 𝐛3 = ∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗+

2

𝑗=1

(⌊𝐰3. 𝐛3

𝐛3. 𝐛3⌉ + 𝑡3) 𝐛3 dan dalam hal ini, −1

2≤ 𝑡3 <1

2. Selanjutnya, 𝐰3 = ∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗+

2

𝑗=1

⌊𝐰3. 𝐛3

𝐛3. 𝐛3⌉ 𝐛3+ 𝑡3𝐛3

= ∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗+

2

𝑗=1

⌊𝐰𝟑. 𝐛3

𝐛3. 𝐛3⌉ 𝐛3+ 𝑡3(𝐛3 + ∑ 𝜇3,𝑖

2

𝑖=1

𝐛𝑖) ⇔

𝐰3− (⌊𝐰𝟑. 𝐛3

𝐛3. 𝐛3⌉ 𝐛3+ 𝑡3𝐛3) = ∑ 𝑥𝑗𝐛𝑗+ ∑ 𝑡3𝜇3,𝑖

2

𝑖=1

𝐛𝑖.

2

𝑗=1

(11)

2. Definisikan

𝐰2 = 𝐰3− (⌊𝐰𝟑. 𝐛3

𝐛3. 𝐛3⌉ 𝐛3+ 𝑡3𝐛3).

Dari persamaan (11) dan karena 〈{𝐛1, 𝐛2}〉 = 〈{𝐛1, 𝐛2}〉, maka 𝐰2 ∈ 〈{𝐛1, 𝐛2}〉

dengan tepat satu (𝑥1, 𝑥2) ∈ ℝ2 sehingga 𝐰2 = 𝑥1𝐛1+ 𝑥2𝐛2 dan berdasarkan Lema 4.2, dapat dituliskan

𝐰2 = 𝑥1𝐛1+𝐰𝟐. 𝐛2 𝐛2. 𝐛2 𝐛2

= 𝑥1𝐛1+ (⌊𝐰𝟐. 𝐛2

𝐛2. 𝐛2⌉ + 𝑡2) 𝐛2 dan dalam hal ini, −1

2 ≤ 𝑡2 < 1

2. Selanjutnya, 𝐰2 = 𝑥1𝐛1+ ⌊𝐰𝟐. 𝐛2

𝐛2. 𝐛2⌉ 𝐛2+ 𝑡2𝐛2 = 𝑥1𝐛1+ ⌊𝐰𝟐. 𝐛2

𝐛2. 𝐛2⌉ 𝐛2+ 𝑡2(𝐛2 + 𝜇2,1𝐛1) ⇔ 𝐰2− (⌊𝐰𝟐. 𝐛2

𝐛2. 𝐛2⌉ 𝐛2+ 𝑡2𝐛2) = 𝑥1𝐛1+ 𝑡2𝜇2,1𝐛1. (12) 3. Definisikan

(16)

22

𝐰1 = 𝐰2− (⌊𝐰𝟐. 𝐛2

𝐛2. 𝐛2⌉ 𝐛2+ 𝑡2𝐛2).

Dari persamaan (12), maka 𝐰1 ∈ 〈{𝐛1}〉 dan ada 𝑥1 ∈ ℝsehingga 𝐰1 = 𝑥1𝐛1.

Berdasaran Lema 4.2 dapat dituliskan 𝐰1 = ⌊𝐰𝟏. 𝐛1

𝐛1. 𝐛1⌉ 𝐛1 = (⌊𝐰𝟏. 𝐛1

𝐛1. 𝐛1⌉ + 𝑡1𝐛1) dan dalam hal ini, −1

2≤ 𝑡1 < 1

2. Maka

𝐰 = 𝐯 + 𝐭 dimana

𝐯 = ⌊𝐰𝟏. 𝐛1

𝐛1. 𝐛1⌉ 𝐛1+ ⌊𝐰𝟐. 𝐛2

𝐛2. 𝐛2⌉ 𝐛2+ ⌊𝐰𝟑. 𝐛3 𝐛3. 𝐛3⌉ 𝐛3 dan

𝐭 = 𝑡1𝐛1 + 𝑡2𝐛2 + 𝑡3𝐛3.

Dengan mudah dilihat bahwa 𝐯 ∈ ℒ(ℬ) dan 𝐭 ∈ 𝒞(ℬ). Bukti lengkap. ∎ Bukti dari proposisi sekaligus merupakan bukti kebenaran dari algoritme berikut.

Algoritme 4.1

Input: ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] basis untuk ℒ(ℬ) dan 𝐰 ∈ 〈ℬ〉.

Output: Vektor latis 𝐯 ∈ ℒ(ℬ) dan 𝐭 ∈ 𝒞(ℬ).

1. Dengan algoritme Gram-Schmidt, hitung [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dengan menggunakan input ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛].

2. Inisialisasi 𝐯 ≔ 𝟎 dan 𝐭 ≔ 𝟎.

3. Untuk 𝑖 = 𝑛, 𝑛 − 1, … ,1 hitung:

a) 𝑥𝑖𝐰.𝐛𝑖

𝐛𝑖.𝐛𝑖

b) 𝑣𝑖 ≔ ⌊𝑥𝑖⌉ c) 𝐯 ≔ 𝐯 + 𝑣𝑖𝐛𝑖 d) 𝑡𝑖 ≔ 𝑥𝑖− 𝑣𝑖 e) 𝐭 ≔ 𝒕 + 𝑡𝑖𝐛𝑖

f) 𝑤 ≔ 𝑤 − (𝑣𝑖𝐛𝑖+ 𝑡𝑖𝐛𝑖) 4. return(𝐯 dan t).

Algoritme 4.2 (Menentukan Vektor Terdekat)

Input: ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] basis untuk ℒ(ℬ) dan 𝐰 ∈ 〈ℬ〉.

Output: Vektor latis 𝐯 ∈ ℒ(ℬ).

1. Dengan algoritme Gram-Schmidt, hitung [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] dengan menggunakan input ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛].

2. Inisialisasi 𝐯 ≔ 𝟎.

3. Untuk 𝑖 = 𝑛, 𝑛 − 1, … ,1 hitung:

a) 𝑥𝑖𝐰.𝐛𝑖

𝐛𝑖.𝐛𝑖

b) 𝑣𝑖 ≔ ⌊𝑥𝑖⌉ c) 𝐯 ≔ 𝐯 + 𝑣𝑖𝐛𝑖

(17)

23 d) 𝑡𝑖 ≔ 𝑥𝑖 − 𝑣𝑖

e) 𝑤 ≔ 𝑤 − (𝑣𝑖𝐛𝑖 + 𝑡𝑖𝐛𝑖) 4. return(𝐯).

Akibat dari Proposisi 4.7 diberikan dalam teorema berikut ini.

Teorema 4.3

Jika ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] adalah hasil proses ortogonalisasi Gram-Schmidt dari himpunan bebas linier ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] , maka ℬ dapat ditransformasikan menjadi ℬ = [𝐛1, 𝐛2, … , 𝐛𝑛] yang juga merupakan basis untuk ℒ(ℬ) dan ℬ juga merupakan hasil ortogonalisasi Gram-Schmidt ℬ. Dalam hal ini,

𝐛1 = 𝐛1 𝐛𝑗 = 𝐛𝑗− ∑ 𝜇𝑗,𝑖

𝑗−1

𝑖=1

𝐛𝑖, untuk 𝑗 = 2, 3, … , 𝑟 dengan 𝜇𝑗,𝑖 = 𝐛𝑗

.𝐛𝑖

𝐛𝑖.𝐛𝑖 dan |𝜇𝑗,𝑖 | ≤1

2. Bukti:

Untuk memudahkan pemahaman, transformasi dari ℬ ke ℬ dilakukan secara instruktif sebagai berikut

1. Definisikan

𝐛1 = 𝐛1.

Dalam hal ini, didapatkan subruang vektor berdimensi satu, yaitu 𝒮1 = 〈{𝐛1}〉 = 〈{𝐛1}〉 = 〈{𝐛1}〉.

2. Dari proses ortogonalisasi dari 𝐛2 ke 𝐛2 berlaku hubungan 𝐛2 = 𝐛2− 𝐩1

dengan 𝐩1 = 𝜇2,1𝐛1 =𝐛2.𝐛1

𝐛1.𝐛1𝐛1 adalah vektor proyeksi dari 𝐛2 pada 𝒮1. Hal ini berarti 𝐩1 ∈ 𝒮1. Dengan demikian, berdasarkan Proposisi 4.7 bahwa ada vektor latis 𝐯1 ∈ ℒ〈{𝐛1}〉 dan vektor 𝐭1 ∈ 𝒞({𝐛1}), sehingga

𝐩1 = 𝐯1+ 𝐭1 dan akibatnya diperoleh

𝐛2 = 𝐛2 − (𝐯1+ 𝐭1) = (𝐛2− 𝐯1) − 𝐭1. Kemudian dari persamaan ini dapat didefinisikan

𝐛2 = 𝐛2− 𝐯1

sehingga jelas (karena latis adalah grup) bahwa 𝐛2 ∈ ℒ(ℬ), dan diperoleh persamaan

𝐛2 = 𝐛2 − 𝐭1.

Hasil ini menunjukkan bahwa ortogonalisasi {𝐛1, 𝐛2} juga menghasilkan {𝐛1, 𝐛2} dengan vektor proyeksi 𝐛2 pada 𝒮1 adalah

𝐭1 = 𝜇2,1 𝐛1 = 𝐛2. 𝐛1 𝐛1. 𝐛1𝐛1

dan dalam hali ini 𝜇2,1 = 𝜇2,1− ⌊𝜇2,1⌉ sehingga |𝜇2,1 | ≤1

2.

Selanjutnya untuk menghitung 𝐛2 berarti cukup menghitung 𝐯1 dengan menggunakan Algoritme 4.2 dan

𝐛3 = 𝐛2− 𝐯1.

Gambar

Gambar  3  Latis  dengan  basis  {(1,2),(4,1)}
Gambar 5 Parallelepiped dengan ℬ = {(2,3), (3,2)}
Gambar 6 Perbandingan running time (detik) versus ukuran matriks

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari penelitian ini menghasilkan produk diversifikasi olahan buah jambu biji yang dapat meningkatkan nilai ekonomis dan nilai gizi dari buah jambu biji

· Masa manfaat aset tetap ditentukan dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/KMK.06/2013 tentang Tabel Masa Manfaat Dalam Rangka Penyusutan Barang Milik

Kelenjar ini se$ara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar  hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap hormon tiroid

Dengan perencanaan yang hati-hati, maka audit kinerja dapat dilakukan untuk perusahaan publik tidak sekedar untuk kepentingan internal perusahaan tapi yang jauh

 perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris  contoh pemuatan kata yang tidak penting:.. “Pengalaman dari Praktik Sehari-hari …” atau, “Beberapa Faktor yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon korban terhadap aksi bullying verbal yang dialami, kondisi korban pasca bullying verbal,respon dari teman sebaya,

2 proses pelaksanaan manajemen boarding school dalam meningkatkan nilai karakter disiplin siswa di MAN 1 Kota Malang, dan mengkaitkan apakah teori yang sudah ada dan pelaksanaan

Pa㎞er,ER(1986).Moo吻