• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara lansung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa dan hasil tambang, sedang manfaat tidak langsung mencakup manfaat rekreasi, perlindungan tata air serta pencegahan erosi. Untuk itu hutan harus di urus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Semakin bertambahnya penduduk dan semakin banyak industri yang membutuhkan bahan baku kayu menuntut semakin besarnya kebutuhan bahan baku kayu yang harus dipasok, sehingga banyak mendorong timbulnya ekses negatif seperti perambahan hutan, penebangan liar, perladangan berpindah dan sebagainya yang akan mengancam kelestarian sumberdaya hutan. Disisi lain, sumber bahan baku kayu yang selama ini berasal dari kawasan hutan produksi semakin berkurang oleh karena itu sewajarnya dalam memenuhi kebutuhan bahan baku kayu dan pengamanan lingkungan pemerintah mengajak masyarakat yang berkepentingan langsung untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan yang berwawasan lingkungan.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, penyelenggaraan hutan dengan memperhatikan aspirasi dan mengikutsertakan masysrakat telah menjadi landasan utama, bahkan pemerintah wajib mendorong peranserta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna (pasal 70 UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999). Salah satu bentuk peranserta

(2)

masyarakat dalam bidang kehutanan yang harus didorong oleh pemerintah antara lain adalah pembangunan hutan rakyat.

Kehadiran hutan rakyat dewasa ini dirasakan semakin meningkat karena manfaat yang bersifat ekologis, ekonomi maupun sosial. Secara ekologis hutan rakyat berfungsi sebagai pelindung dan perbaikan tata air, konservasi tanah serta mempercepat proses rehabilitasi lahan kritis. Manfaat ekonomi dan sosisal dari hutan rakyat antara lain berperan penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Selain itu hasil dari hutan rakyat merupakan komoditas yang harus dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan berusaha. Istilah hutan rakyat sudah lebih lama digunakan dalam program- program pembangunan kehutanan di Indonesia. Dalam UU Pokok Kehutanan tahun 1967 dan UU Kehutanan No. 41 tahun 1999, istilah hutan rakyat disamakan dengan terminologi hutan milik. Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat local (tanah adat). Didalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya;

sengon (Paraseriantbes flcataria), jati (tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (swietenia mahagoni ) dan lain sebagainya. Pepohonan yang hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax benzoin), dammar (Sborea javanica), sementara yang hasil utamanya berupa buah amtara lain kemiri, durian, kelapa dan bambo (Suharjito dan Darusman, 1998).

Secara formal ditegaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun di atas lahan milik. Pengertian semacam ini kurang mempertimbangkan kemungkinan adanya hutan di atas tanah milik yang tidak dikelola rakyat, melainkan oleh perusahaan swasta. Penekanan kata ‘rakyat’ kiranya lebih di tunjukan kepada pengelola yaitu ‘rakyat kebanyakan’, bukan karena status pemilik tanahnya. Dengan menekankan pada kata ‘rakyat’ membuka peluang bagi rakyat sekitar hutan untuk mengelola hutan di lahan negara. Apabila istilah hutan rakyat yang berlaku saat ini akan dibakukan maka diperlukan penegasan kebijakan yang menutup peluang perusahaan swasta (menengah dan besar) menguasai lahan milik untuk mengusahakan hutan (Awang, 2005).

(3)

Hardjoseputro (1980) menyebutkan hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah yakni hutan yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses hutan rakyat terjadi adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah-tanah kritis. Jadi hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh pada tanah milik rakyat dengan jenis tanaman kayu-kayuan yang pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau suatu badan usaha dengan bepedoman kepada ketentuan yang telah digariskna oleh pemerintah.

Melalui Gerakan Nasional Rehabilitas Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan) selama tahun 2003-2005 telah dibangun hutan rakyat khususnya di kawasan budidaya seluas 219.000 hektar dan hutan rakyat model kemitraan pada tahun 2005 seluas 2.000 hektar. Disamping dari hutan tanaman rakyat, Departemen Kehutanan selama periode 2006-2009 menargetkan penambahan hutan rakyat model kemitraan seluas 12 ribu hektar di 12 propinsi yaitu: Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Namun agar target tersebut bisa tercapai, perlu adanya kebijakan regulasi dan sejumlah intervensi pemerintah (Winarno, 2009).

Pada saat ini karakteristik pengelolaan hutan rakyat di lapangan adalah bersifat individual, oleh keluarga, tidak memiliki manajemen yang mantap, tidak responsive, sub-sistem dan dipandang sebagai tabungan bagi keluarga pemilik hutan rakyat. Karakteristik seperti ini dalam perkembangannya ke depan kurang memiliki daya saing tinggi, tidak memiliki posisi tawar terhadap industri, tidak terencana, dan tidak sinkron dengan semangat ”kelestarian” khususnya aspek ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan strategi baru untuk mengelola hutan rakyat.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan pembangunan kehutanan menuntut untuk memperhitungkan keberadaan hutan rakyat. Hal ini berkaitan dengan semakin terasanya kekurangan hasil kayu dari kawasan hutan negara, baik hasil kayu sebagai kayu pertukangan,

(4)

kayu industri, maupun kayu bakar. Selain itu pembangunan hutan rakyat juga berfungsi secara ekologis yaitu meniru untuk menanggulangi lahan kritis, konservasi lahan, perlindungan hutan, serta fungsi sosial dan ekonomi yaitu sebagai salah satu upaya mengentaskan kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat setempat.

Hutan rakyat juga dianggap sebagai salah satu alternatif dalam pembangunan sumberdaya hutan (SDH) seiring dengan kurang berhasilnya sistem pengelolaan yang selama ini diterapkan di Indonesia. Pembangunan hutan rakyat selain ditentukan oleh motivasi dari komunitas pemilik hutan rakyat, juga sangat ditentukan oleh strategi dan kebijakan pembangunan hutan rakyat serta peran otoritas terhadap upaya-upaya pembangunan hutan rakyat. Lebih lanjut hutan rakyat dapat dipertimbangkan sebagai sarana pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan baik untuk berperan aktif dalam pembangunan kehutanan melalui keterlibatan dalam proses pembangunannya sekaligus meningkatkan kesejahteraannya.

Dalam prakteknya keterbatasan kapasitas dan kapabilitas masyarakat di dalam dan sekitar hutan (kelompok tani hutan rakyat) menyebabkan pembangunan hutan rakyat sering mengalami kendala. Hal ini menyebabkan praktek keikutsertaan dalam pembangunan kehutanan kadang bersifat semu serta sarat dengan manipulasi sumberdaya yang dimilikinya. Pada akhirnya, paradigma yang bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan massyarakat yang menjadi tujuan awal tidak dapat terlaksana.

Kabupaten Kuantan Singingi juga sedang mencari bentuk administrasi pemerintahan daerah pada umumnya dan di sektor kehutanan khususnya.

Kabupaten Kuantan Singingi merupakan kabupaten baru yang dibentuk tahun 1999 juga terinspirasi dari eforia pelimpahan kewenangan pada pemerintah daerah. Secara sektoral, luasnya kawasan hutan dan praktek pengelolan sumberdaya hutan di daerah sedikit banyak memberikan inspirasi bagi praktek management hutan pada lahan di luar kawasan hutan negara. Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi dilaksanakan pada lahan masyarakat seluas 108.958 ha tetapi realisasi dari kegiatan tersebut sampai sekarang belum mencapai luasan tersebut karena adanya pemanfaatan untuk keperluan yang lain

(5)

seperti pertanian semusim. Pembangunan hutan rakyat pada awalnya terinspirasi dari kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan yang dilaksanakan oleh pemerintah baik khususnya pemerintah daerah dimana kegiatan tersebut selain berupaya memperbaiki kondisi lahan juga memberikan kesadaran pada masyarakat akan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas lahan melalui penanaman tanaman.

Kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pembangunan hutan rakyat melalui penanaman tanaman tahunan. Kondisi ini didorong juga oleh adanya lahan masyarakat yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga terbengkalai berupa lahan semak belukar dengan produktivitas yang rendah

Pembangunan hutan rakyat yang dilaksanakan selama ini berupa pola kerjasama antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Dalam hal kerjasama antara masyarakat dengan PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP). Pola kerjasama ini dianggap sebagai pola yang paling mungkin dilaksanakan bila mengingat kepentingan dari masing-masing pihak. Bagi perusahaan dengan adanya pembangunan hutan rakyat dapat memenuhi bahan baku pulp dan kertas.

Sementara bagi masyarakat, kerjasama ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas lahannya.

Namun ketimpangan dalam kepemilikan sumber daya antara masyarakat dan perusahaan, mengakibatkan masyarakat sebagai pihak yang sangat bergantung pada pihak lain. Posisi masyarakat selama ini hanya sebagai penyedia lahan saja sehingga hanya sebagai obyek dan bukan pelaku dalam pembangunan hutan rakyat. Apabila hal ini berlangsung terus maka semangat pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan hutan rakyat akan sulit terlaksana. Namun melihat potensi lahan yang masih besar yang dapat dijadikan lahan hutan rakyat dan kebutuhan akan kayu bagi industri memberikan peluang akan kemudahan dalam pemasaran sehingga masyarakat akan mudah dalam memasarkan hasil hutan rakyatnya, sedangkan bagi perusahaan akan mendapatkan pasokan bahan baku demi keberlanjutan produksi.

Berdasarkan kondisi tersebut, pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan singingi khususnya di Kecamatan Logas Tanah Darat masih dapat ditingkatkan apabila dilakukan upaya-upaya pembenahan terhadap aspek strategis

(6)

pembangunan hutan rakyat. Penelitian ini mencoba merumuskan alternatif strategi dan program pengembangan hutan rakyat yang lebih baik.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kendala dan masalah pelaksanaan pembangunan hutan rakyat di kabupaten Kuantan Singingi.

2. Mengindetifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Kuantan Singingi.

3. Merumuskan strategi yang relevan dalam pengelolaan hutan rakyat dalam rangka mencipatakan pembangunan hutan rakyat yang berkelanjutan di Provinsi Riau.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi petani hutan rakyat terutama mencari solusi permasalahan yang dihadapi selama ini.

Bagi pengembang ilmu, studi ini bisa menambah khasanah Kajian Pembangunan Daerah (KPD), teruatam yang terkait dengan hutan rakyat.

Sedangkan bagi pemegang kebijakan diharapkan dapat menjadi masukan guna pembenahan dan atau perbaikan strategi dan kebijakan pembangunan hutan rakyat yang lebih sustainable baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan dimasa mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang diperoleh menunjukkan ~ ahwa pada membran komposit khitosan Kl % mempunyai ketebalan yang rendah dibandingkan dengan membran komposit yang lain, sedangkan pad a

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, terdapat perbedaan siklus menstruasi antara ibu yang menggunakan

Bidang Penyelenggaraan Diklat mempunyai tugas melaksanakan diklat keahlian dan diklat kependidikan bagi widyaiswara, instruktur, dosen dan guru pertanian di bidang agribisnis

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Segala puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala hikmat, berkat, dan kekuatan dari Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Pengunjung stasiun Tawang dengan pendapatan rata-rata perbulan lebih tinggi dan kendaraan yang digunakan untuk ke stasiun sebagian besar adalah mobil pribadi dan