Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
13
KEDUDUKAN KETETAPAN MPR BERDASARKAN TAP MPR No:
1/MPR/2003, TENTANG PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN SATUS HUKUM KETETAPAN MPRS/MPR TAHUN 1960-2002
Oleh:Warsito1
Abstrak
Status Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) yang dimasukkan hierarki Peraturan Perundang-Undangan dibawah UUD 1945 yang kedudukannya diatas undang-undang berdasarkan UU. No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terdapat persoalan mendasar tentang uji materi kepada lembaga negara mana berwenang menguji TAP MPR tersebut ketika bertentangan dengan UUD 1945. Berdasarkan amanat Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945 menyatakan: ”Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003”. Salah satu substansi penting dari terbitnya UU. No.
12 Tahun 2011, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah menempatkan kembali Ketetapan MPR-MPRS dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Sebelumnya, melalui UU. No. 10 Tahun 2004 Ketetapan MPR bukan bagian dari hierarki Peraturan Perundang- Undangan dengan pertimbangan telah terjadi perubahan kewenangan MPR secara signifikan pasca amandemen UUD 1945, mengakibatkan MPR hanya berwenang membuat peraturan yang bersifat penetapan (beschikking) yang mempunyai kekuatan hukum mengikat kedalam.Meski pasca amandemen UUD 1945 kedudukan MPR mengalami pergeseran dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara, bersebab kewenangannya dipangkas secara signifikan tidak memilih presiden lagi, namun dalam prakteknya, MPR tetap berposisi sebagai lembaga tertinggi negara, sebab, MPR jualah yang pada akhirnya berwenang memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden melalui produk TAP MPR setelah diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bersalah melakukan pelanggaran hukum, baik penyuapan, pengkhianatan terhadap negara atau melakukan perbuatan tercela. Putusan MK tersebut dikembalikan kepada DPR, selanjutnya DPR mengundang MPR untuk mengadakan sidang majelisguna menindaklanjuti putusan MK tersebut.
Kata Kunci: Status Hukum TAP MPR; Hierarki Peraturan Perundang-undangan, Uji Materi.
Abstract
Decision status of the People's Consultative Assembly (TAP MPR) which is included in the hierarchy of Legislative Regulations under the 1945 Constitution which is above the law based on the Law.
No. 12 of 2011 Regarding the Formulation of Legislative Regulations, there is a fundamental question of material testing to state institutions which have the authority to test the TAP MPR when it is contrary to the 1945 Constitution. material and legal status of MPRS Ruling and MPR Ruling to be decided at the 2003 People's Consultative Assembly Session ”. One of the important substances of the issuance of the Law. No. 12 of 2011, Regarding the Formation of Legislative Regulations is to re-place the Rules of MPR-MPRS in the hierarchy of Legislative Regulations. Previously, through the Law. No. 10 of 2004 The stipulation of the MPR is not part of the hierarchy of Legislative Regulations with the consideration that there has been a significant change in the authority of the MPR after the amendment of the 1945 Constitution, resulting in the MPR only having the power to make regulations (beschikking) that have the force of law binding into it. 1945 the position of MPR
1Dosen Fakultas Hukum Universitas Satyagama, Jakarta
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
14
underwent a shift from the highest institution of the country to the institution of the state, because its authority was significantly cut off from electing the president again, but in practice, the MPR remained in the position of the highest institution of the country, because through TAP MPR products after being decided by the Constitutional Court (MK) guilty of violating the law, either bribery, treason against the state or committing a heinous act. The MK decision was returned to the DPR, then the DPR invited the MPR to hold a council meeting to follow up on the MK decision.
Keywords: TAP MPR Legal Status; Hierarchy of Legislative Regulations, Testing of Materials.
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah Ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) termasuk hierarki peraturan perundang- undangan dibawah UUD 1945 dan kedudukannya diatas undang-undang berdasarkan UU.No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan amanat Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945 menyatakan: ”Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003”.
Salah satu substansi penting dari terbitnya UU. No. 12 Tahun 2011, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah menempatkan kembali Ketetapan MPR-MPRS dalam hierarki Peraturan Perundang- Undangan. Sebelumnya, UU. No. 10 Tahun 2004 menghilangkan Ketetapan MPR bagian dari hierarki Peraturan Perundang-Undangan mengingat telah terjadi perubahan kewenangan MPR secara signifikan pasca amandemen UUD 1945, yang mengakibatkan MPR hanya berwenang membuat peraturan yang bersifat penetapan (beschikking)
mempunyai kekuatan hukum mengikat kedalam.
Terbitnya Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan merupakan
penyempurnaan terhadap kelemahan- kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu antara lain:
a. materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum;
b. teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten;
c. terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
dan
d. penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika.
Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini, yaitu antara lain:
a. penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
15
dan hierarkinya ditempatkan setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya;
c. pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang;
d. pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan Undang- Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
e. pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang- undangan,peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
dan
f. penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran Undang-Undang ini.
Berdasarkan UU NO: 12 Tahun 2011, Tentang Pembentukan
2 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-Undangan hierarki peraturan perundang- undangan sebagai berikut:
1. UUD 1945;
2. TAP MPR;
3. UU/PERPU;
4. PP;
5. PERPRES;
6. PERDA PROVINSI;
7. PERDA KABUPATEN
KOTA
Ketetapan MPR No.
I/MPR/2003 memuat
pengelompokan Ketetapan MPR/MPRS sejak 1960-2002.
Dalam pengelompokan ini masing- masing Ketetapan MPRS/MPR pada hakekatnya merupakan putusan yang bersifat penetapan yang bersifat individual, konkrit dan final, tidak lagi merupakan peraturan yang bersifat umum dan abstrak yang mengikat kedalam dan keluar.
Pengelompokan tersebut menempatkan Ketetapan MPRS/MPR kedalam lima kelompok yaitu, Ketetapan MPRS/MPR yang memuat aturan yang sekaligus memberi tugas kepada Presiden:
Ketetapan MPR MPR/MPRS yang bersifat penetapan (beschikking):
Ketetapan MPR/MPRS yang bersifat mengatur kedalam (intern regeling);
Ketetapan MPR yang bersifat deklaratif; Ketetapan MPRS/MPR yang bersifat rekomendasi dan perundang-undangan.2
Indonesia, Mandar Maju, Cetakan I, 1998, hal. 54 dalam Rachmani
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
16
Dikutip dari Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Putusan MPR yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI. Berdasar Ketetapan MPR tersebut diatas status hukum
Ketetapan MPRS/MPR
dikelompokkan menjadi 6 (enam) kategori, yaitu:
Pasal I TAP MPR No. I/MPR/2003 TAP MPRS/MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku ada 8 (delapan) Ketetapan yaitu;
1. Ketetapan MPRS RI Nomor X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga- Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.
3. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan.
4. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1978 tentang
Puspita Dewi, Kedudukan dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR-RI setelah perubahan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 25 No. 4, Oktober 2007, hal. 354. Dikutip
Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.
5. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.
6. Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
7. Ketetapan MPR RI Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.
8. Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Kedelapan TAP tersebut telah berakhir masa berlakunya dan/atau telah diatur di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 2 TAP MPR No. I/MPR/2003 1. Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
oleh Monika Suhayati Dalam Jurnal Ilmiah Hukum Negara Hukum, (Jakarta: Penerbit Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI , 2011), hal.191.
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
17
Pembubaran Partai Komunis Indonesia,Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran
Komunisme/Marxisme- Leninisme.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
3. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Pasal 3 TAP MPR No. I/MPR/2003 TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 ada 8 (delapan) Ketetapan, yaitu;
1. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis- garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004.
2. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
3. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga- Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000.
4. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia.
5. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.
6. Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001.
7. Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional.
8. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Kedelapan TAP tersebut tidak berlaku karena Pemerintahan hasil Pemilu 2004 telah terbentuk.
Pasal 4 TAP MPR No. I/MPR/2003 TAP MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
18
dengan terbentuknya undang-undang ada 11 (sebelas) Ketetapan, yaitu;
1. TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966
Pengangkatan Pahlawan Ampera.
2. TAP MPR Nomor
XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
3. TAP MPR Nomor
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. TAP MPR Nomor
III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan.
5. TAP MPR Nomor
V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan Dan Kesatuan Nasional.
6. TAP MPR Nomor
VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
8. TAP MPR Nomor
VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
9. TAP MPR Nomor
VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan.
10. Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
11. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Pasal 5 TAP MPR No. I/MPR/2003 Tap MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 ada 5 (lima) Ketetapan, yaitu;
1. TAP MPR No. II/MPR/1999 2. TAP MPR No. I/MPR/2000 3. TAP MPR No. II/MPR/2000 4. TAP MPR No. V/MPR/2001 5. TAP MPR No. V/MPR/2002
Sudah tidak berlaku lagi karena telah terbentuknya Peraturan Tata Tertib MPR hasil Pemilu 2004.
Pasal 6 TAP MPR No. I/MPR/2003 TAP MPRS/MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan ada 104 (seratus empat) Ketetapan.
1.2 Perumusan Masalah
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
19
Dengan terbitnya UU. No. 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah menempatkan kembali Ketetapan MPR bagian dari hierarki Tata Urutan Peraturan Perundang- Undangan dibawah UUD 1945 dan diatas undang-undang, dapat dirumuskan pokok permasalahannya sebagai berikut:
1. Lembaga Negara manakah yang berwenang menguji materi TAP MPR tersebut jika muatan Ketetapan MPR melanggar UUD 1945?.
2. Sebagai rumpun lembaga legislatif, apakah MPR
berwenang untuk
menafsirkan Ketetapan MPR sendiri jika bertentangan dengan UUD 1945?.
3. Mengapa MPR sebagai lembaga negara yang sederajat dengan lembaga- lembaga negara lain dalam praktek penyelenggaraan negara masih berposisi sebagai lembaga tertinggi negara?.
1.3.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan mengunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Data sekunder berupa Undang- undang Dasar tahun 1945 dan beberapa referensi dari para ahli di bidang konstitusi dan perundang-
undangan. Penelitian ini dapat
disebut penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan jenis penelitian kualitatif.
II. Kajian Teori
2.1.Die Theorie vom stufenordnung der Rechtsnormen
Hans Kelsen, dalam Maria Farida (2007: 41) dikemukakan oleh Monika Suhayati menyatakan, Die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen merupakan teori yang dikemukakan oleh Hans Nowiasky.
Teori ini dikembangkan dari Stufentheorie dari Hans Kelsen. Hans Kelsen dari teori jenjang norma hukum (Stufentheorie) menyatakan bahwa norma hukum berjenjang- jenjang dan berlapis-lapis menyatakan dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar (grundnorm).
Norma dasar ini ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada dibawahnya, sehingga suatu
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
20
norma dasar dikatakan pre- supposed.3
2.2.Ketetapan MPR/MPRS
Ketetapan MPR/MPRS sebelum perubahan UUD 1945 mempunyai kekuatan mengikat kedalam Anggota MPR/MPRS dan juga mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar anggota MPRS/MPR yaitu kepada lembaga tertinggi negara, Presiden, Legislatif, yudikatif, Dewan Pertimbangan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan serta kepada seluruh lapisan masyarakat.4 Ketetapan MPR/MPRS merupakan suatu amanat yang harus dilaksanakan oleh Presiden dalam
rangka menjalankan
pemerintahannya. Ketetapan
3Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York: Russell&Russel, 1945, hal. 113 Dalam Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan (1) Jenis Fungsi dan Materi Muatan), Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2007, hal. 41.
Disampaikan oleh Monika Suhayati Dalam Jurnal Ilmiah Hukum Negara Hukum, Jakarta: Penerbit Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI, Volume 2 No. 2, Nopember 2011, hal.184.
4 Budiman B. Sagala, Tugas dan Wewenang MPR di Indonesia, Jakarta:
Ghalia, 1982, hal.245-246. Dalam Monika Suhayati Jurnal Ilmiah Hukum Negara Hukum, Jakarta: Penerbit Pusat
MPR/MPRS juga merupakan sumber dan dasar Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.5
III.Hasil Penelitian dan Pembahasan
Ketetapan MPR dapat diklasifikasikan berlaku sekali pakai (einmalig), maksudnya tanpa dilakukan perubahan dengan sendirinya tidak berlaku lagi seperti contoh TAP MPR tentang pengangkatan presiden yang berlaku lima tahun masa jabatan. Hal lain, klasifikasi Ketetapan MPR yang berlaku sambil menunggu terbentuknya undang-undang, contohnya, TAP MPR No.
III/MPR/2000 tentang Sumber
Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI, Volume 2 No. 2, Nopember 2011, hal.187.
5 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan (1), hal. 90. Dalam Monika Suhayati Jurnal Ilmiah Hukum Negara Hukum, Jakarta: Penerbit Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI, Volume 2 No. 2, Nopember 2011, hal.188.
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
21
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan digantikan UU. No. 10 Tahun 2004 dan direvisi UU. No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Kedudukan hukum Ketetapan MPR/MPRS sebelum dilakukan perubahan konstitusi mempunyai kekuatan hukum mengikat kedalam Anggota MPR/MPRS juga mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar anggota MPRS/MPR yaitu kepada lembaga tertinggi negara, Presiden, yudikatif, Dewan Pertimbangan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan serta kepada seluruh lapisan masyarakat. Ketetapan MPR/MPRS merupakan suatu amanat yang harus dilaksanakan oleh Presiden dalam
rangka menjalankan
pemerintahannya. Yang lebih menarik dengan hadirnya kembali Ketetapan MPR/MPRS bagian dari peraturan perundang-undangan ini, berdampak ketika muatan Ketetapan MPR bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hal ini UUD 1945, disini tidak ada lembaga negara yang diberikan kewenangan untuk memutus uji materi mengenai TAP MPR tersebut.
IV.Penutup Kesimpulan
a. Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor: I/MPR/2003, tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR Tahun 1960- 2002 masih terdapat beberapa Ketetapan MPR/MPRS yang masih berlaku dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Terbitnya UU.
Nomor: 12 Tahun 2011, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan memasukkan kembali Ketetapan MPR/MRS dalam hierarki peraturan perundang- undangan atas dasar
Ketetapan MPR
Nomor:I/MPR/2003.Ketetap an MPR/MPRS yang substansinya belum secara keseluruhan digantikan dengan Undang-Undang antara lain, tentang Ketetapan
MPRS Nomor:
XXV/MPRS/1966
mengenani pembubaran Partai Komunis Indonesia, Ketetapan MPR Nomor:
XVI/MPR/1998 Tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, Ketetapan MPR Nomor:
V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur. Sedangkan Ketetapan MPR/MPRS yang sudah digantikan dengan undang- undang antara lain, Ketetapan MPR Nomor: XI/MPR/1998, Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Ketetapan ini belum dilaksanakan dan/atau dituangkan kedalam Undang- Undang maka Ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy); Ketetapan MPR Nomor: III/MPR/2000, Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
22
Undangan; Ketetapan MPR Nomor: VI/MPR/2000, Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b. Hadirnya kembali TAP MPR termasuk hierarki peraturan perundang-undangan, ada dua permasalahan besar, pertama, berdampak kepada soal uji materi jika TAP MPR tersebut ternyata substansinya bertentangan dengan UUD 1945. Sebab tidak ada kekuasaan kehakiman yang berwenang untuk menguji materi TAP MPR tersebut.
Kedua, meski pasca amandemen UUD 1945 kedudukan MPR mengalami pergeseran dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara, bersebab kewenangannya dipangkas secara signifikan tidak memilih presiden lagi, namun dalam prakteknya, MPR tetap berposisi sebagai lembaga tertinggi negara, sebab, MPR jualah yang pada akhirnya berwenang memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden melalui produk TAP MPR setelah diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bersalah melakukan pelanggaran hukum, baik penyuapan, pengkhianatan terhadap negara atau melakukan perbuatan tercela.
Putusan MK tersebut dikembalikan kepada DPR,
selanjutnya DPR
mengundang MPR untuk
mengadakan sidang majelis guna menindaklanjuti putusan MK tersebut.
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU
Alrasid, Harun. 2003, Naskah UUD 1945 sesudah empat kali diubah oleh MPR. Universitas Indonesia, Jakarta
Assiddiqie, Jimly.1996, Pergumulan Pemerintah dan Parlemen Dalam Sejarah Telaah
Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara. cet. 1.
Universitas Indonesia,Jakarta.
Assiddiqie, Jimly. 2004 Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. cet. 1. Jakarta:
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Assiddiqie, Jimly. 2006 Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi Press,Jakarta.
Admosudirdjo, Prajudi.
1987, Konstitusi Indonesia Seri Konstitusi dalam Bahasa Indonesia-Inggris. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Garna, Judistira.1997 Pemikiran Modern dan Ilmu Pengetahuan
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
23
Sosial. Primaco Akademika, Bandung.
Indriati S., Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan (1) Jenis Fungsi dan Materi Muatan).
Yogyakarta: Penerbi Kanisius, 2007.
Indriati S., Maria Farida.2005 Eksistensi Ketetapan MPR Pasca Amandemen UUD 1945. Yuridika. Vol. 20 No. 1, Januari-Februari, Jakarta.
Indrayana Denny. 2007, Amandemen UUD 1945: Antara Mitos dan Pembongkaran, diterjemahkan dari Denny Indrayana, Indonesian Constitutional Reformn 1999-2000: An Evaluation of Contitutional- Making Transtition. Penerbit Mizan, Bandung.
Joeniarto. 1968,Ilmu Hukum Tata Negara dan sumber-sumber Hukum Tata Negara.
Universitas Gajahmada, Yogyakarta.
Kelsen, Hans. 2011, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara.
Penerbit Nusa Media, Bandung.
Mertokusumo, Sudikno dan Mr. A.
Pitlo. 1993 Bab-bab tentang Penemuan Hukum. cet.1. Citra Aditya Bhakti, Yogyakarta.
Mertokusumo,Sudikno. 2004, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. cet.3. Liberty, Yogyakarta.
Nasution, Adnan Buyung.
Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia.
(Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959), Jakarta: Temprint, 2001.
Projodikoro Wirjono. 1989, Asas- asas Hukum Tata Negara Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.
Puspita Dewi, Rachmani. 2007 Kedudukan dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR-RI setelah perubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Hukum Pro Justitia. Volume 25 No. 4, Soemantri Sri, 1982, Hak Menguji Material Di Indonesia.
Penerbit Alumni, Bandung.
Soemantri M, Sri, 1993, Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 Dalam Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia. Sinar Harapan, Jakarta.
Soemantri, Sri. 1987, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi.
Alumni, Bandung.
Soeroso, 2002, Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika, Jakarta.
Sumardi. Tugas dan Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tesis
Judicial, Edisi Khusus Nomor 1, Agustus 2020
24
pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, 2006.
Thaib, Dahlan; Jazim Hamidi; dan Ni’matul Huda, 2003 Teori dan Hukum Konstitusi. Cet. 3.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Panduan Memasyarakatkan Undang- Undang Dasar 1945. 2004 Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta.
Panduan Sosialisasi Undang- Undang Dasar 1945, 2004.
Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta.
B. PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.
___________. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
1/MPR/2003, Tentang Peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan
Majelis permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
___________. Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. UU No.10, LN No.
53 Tahun 2004, TLN No.
4389.
__________.Undang-Undang
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. UU No.12, LN No.
82 Tahun 2011, TLN No.
5234.
C. JURNAL
_________. Jurnal Ilmiah Hukum Negara Hukum Jurnal, (Jakarta: Penerbit Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR-RI , 2011), Volume 2 No. 2, Nopember 2011.