• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap manusia dilahirkan dengan mempunyai hak dan kewajiban yang sama atau setara. Untuk warga negara Indonesia, semua telah diatur di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Pancasila, sebagai dasar negara. Namun, ada beberapa sila yang masih belum terpenuhi, khususnya pada sila kedua dan sila kelima, mengenai hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Pancasila sila kedua berbunyi:

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Sila kedua ini menjelaskan bahwa kedudukan manusia di dunia itu sederajat, mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia yang dijamin oleh negara. Dalam hal ini, setiap warga negara berhak mendapatkan tempat tinggal yang layak, apapun latar belakangnya akan tetap dibantu oleh pemerintah.

Selanjutnya sila kelima berbunyi:

‘’Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’’

Keadilan yang dimaksud ini adalah keadilan yang harus didapatkan oleh setiap warga negara, meliputi hak untuk mendapatkan naungan dari pemerintah maupun orang lain dan hak untuk mendapatkan kesejahteraan di berbagai bidang. Dalam Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa:

‘’Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.’’ Semua kekayaan alam yang diperoleh dari bumi diharapkan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, secara optimal dan efisien, agar bermanfaat demi kemakmuran masyarakat di kemudian hari.

(2)

Dengan diberlakukannya Pancasila dan seluruh masyarakat mematuhinya, masyarakat Indonesia menjadi sejahtera dan makmur. Suatu manusia yang dinyatakan sebagai manusia yang sejahtera berarti dalam keadaan aman sentosa dan makmur, serta selamat (yang terlepas dari segala macam gangguan dan ancaman) (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) (2016), kata kesejahteraan terbagi menjadi dua macam, yakni:

a. Kesejahteraan Jiwa à memiliki kesehatan jiwa

b. Kesejahteraan Sosial à memiliki keadaan sejahtera dalam bermasyarakat dan tertuju pada jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dan tambahan,

c. Kesejahteraan Ekonomi à yakni jenis sejahtera yang berkaitan dengan keuntungan materi (benda)

Dalam hal ini, jika terpenuhi semua amalan-amalan yang ada dikandungan dasar negara Indonesia, masyarakat Indonesia akan menjadi sejahtera, baik dari segi jiwa, sosial, dan ekonomi. Namun pada kenyataannya, kedua sila yang telah disebutkan sebelumnya masih belum terpenuhi semua oleh masyarakat, terutama dalam mendapatkan haknya sebagai warga negara untuk memiliki rumah atau tempat tinggal yang layak. Pengertian rumah diatur dalam ketentuang Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Pasal 1, berbunyi sebagai berikut:

‘’Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninnya, serta asset bagi pemiliknya.’’

Masih banyak permukiman kumuh yang dapat dijumpai di tanah air dan terjadi kenaikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (Akhdiat, 2019), khususnya kota-kota di DKI Jakarta. Dalam wawancara yang dilakukan oleh Antara (2019), kepada Direktur Pengawasan Permukiman Ditjen CIpta Karya Kementerian PUPR,

(3)

Akhdiat (2019) mengatakan bahwa terjadi kenaikan pada luas kawasan kumuh di Indonesia, yakni 38.000 hektare di tahun 2014 dan 87.000 hektare di tahun 2019. Secara garis besar, menurut Badan Pusat Statistik (2010), Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa. DKI Jakarta mempunyai jumlah penduduk sebanyak 10,37 juta jiwa dengan tingkat jumlah penduduk terbanyak ada di posisi Jakarta Timur sebanyak 2,89 juta jiwa penduduk, selanjutnya Jakarta Barat yakni 2,53 juta jiwa penduduk, Jakarta Selatan sebanyak 2,23 juta jiwa penduduk, Jakarta Utara sebanyak 1,78 juta jiwa penduduk, Jakarta Pusat sebanyak 921 ribu jiwa penduduk, dan berikutnya kota dengan tingkat jumlah penduduk terendah yakni sebanyak 24 ribu jiwa penduduk, adalah Kepulauan Seribu (Katadata, 2018). Berdasarkan proyeksi tingkat jumlah penduduk sekitar 50 tahun terakhir (Katadata, 2018) ini dapat disimpulkan akan terus bertambah di tahun mendatang.

Gambar 1.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 1961 – 2017

(Sumber: Katadata, 2018)

Katadata (2019), bersumber dari Badan Pusat Statistik, menyimpulkan bahwa terdapat 445 RW (Rukun Warga) berlokasi di DKI Jakarta yang termasuk dalam kategori kumuh pada tahun 2017. Tingkat permukiman kumuh Jakarta Selatan berada di posisi ketiga terbanyak setelah Jakarta Barat (Katadata, 2019).

(4)

Gambar 1.2 Jumlah Rukun Warga (RW) Tergolong Kumuh DKI Jakarta Tahun 2017

(Sumber: Katadata, 2019)

Seiring berjalannya waktu, di samping perkembangan jumlah penduduk yang terus meningkat di setiap tahunnya, tanah tidak akan bertambah sedangkan kebutuhan manusia dalam berkehidupan terus mengalami perubahan. Dengan begitu, permukiman kumuh tercipta akibat penumpukan kebutuhan yang saling tumpang tindih, salah satunya di Kelurahan Petogogan, yakni area bantaran Anak Kali Krukut. Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD mengadakan program pembenahan RW yang tergolong kategori kumuh di DKI Jakarta hingga tahun 2022 (Katadata, 2019), melalui program Kampung Deret di 26 titik lokasi (Media Informasi Bidang Tata Ruang dan Pertahanan, 2014). Program pemerintah dalam menyediakan tempat tinggal yang layak untuk masyarakat menengah ke bawah terbilang sulit untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat, namun program ini memiliki potensi besar dalam memanfaatkan pola ruang di tiap unit kampung deret yang dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan perubahan atau modifikasi tatanan ruang sesuai dengan kebutuhan.

(5)

Gambar 1.3 Peta Kelurahan Petogogan

(Sumber: Openstreetmap, 2017)

Lokasi tapak yang dipilih untuk perancangan ini adalah Kampung Deret Petogogan (RW 5) dan Kampung Sawah (RW 1 dan RW 3), Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kampung Deret Petogogan merupakan bangunan tempat tinggal berjenis rumah susun diperuntukan untuk permukiman rakyat yang dahulunya digunakan sebagai tempat tinggal sementara untuk karyawan Pekerja Umum (PU) atau dikenal dengan sebutan Perumahan Chusus Karyawan, disingkat PCK (Mintarsih, 2019). Kampung Deret Petogogan sampai saat ini belum memiliki kepastian untuk status hak milik tanahnya. Lokasi ini dipilih karena berdasarkan dari penelitian sebelumnya (Rahma, 2019) menunjukkan bahwa Kampung Deret Petogogan memiliki beberapa perubahan pada layout atau penataan pada halaman ruang (eksterior) unit sehingga mempengaruhi psikologis perilaku penghuni dan pola ruang yang ada masih belum memenuhi semua kebutuhan penghuni sehingga terjadi banyak perubahan pada tatanan ruang yang dilakukan oleh penghuni dan itu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memodifikasi ruang.

(6)

Perubahan yang terjadi pada tatanan ruang halaman unit dari keempat responden dari penelitian Seminar tersebut adalah ditambahkannya pembatas antarruang. Pembatas ini digunakan sebagai batas ruang tambahan (beberapa di antaranya berfungsi untuk menaruh barang-barang di halaman karena sudah tidak cukup untuk ditaruh di dalam unit, ada yang menjaga kondisi lingkungan (kebersihan) dari unit tersebut dari unit tetangga, serta bertujuan agar tidak mengganggu aktivitas yang dimiliki tetangga dengan kegiatan yang dilakukan di halaman unitnya). Penambahan ini, sebagai bentuk modifikasi tatanan ruang, menunjukkan adanya suatu perilaku sosial, yaitu berupa ruang lingkaran sebagai ruang personal, teritorial, dan privasi, ke dalam tatanan ruang di halaman keempat responden tersebut (Rahma, 2019). Rahma (2019) juga mengatakan bahwa penyebab dari tindakan dalam memodifikasi ruang yang dilakukan oleh penghuni Kampung Deret Petogogan (KDP) adalah adanya pengalaman masa lalu, kebudayaan, dan kebiasaan yang dimiliki oleh penghuni. Di samping itu, terdapat berbagai aturan selama bertempat tinggal di bangunan dari program tersebut yang mengharuskan para penghuni untuk meminimalisir dalam memodifikasi ruang yang digunakan. Beberapa dari penghuni menyatakan bahwa mereka tidak bebas dalam bertempat tinggal (untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan) di Kampung Deret Petogogan (Rahma, 2019).

Gambar 1.4 Kondisi Kampung Deret Petogogan Sebelum Pembangunan

(Sumber:

https://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/15/1937183/Bapak.Jokowi.Kapan.Kampu ng.Deret.Petogogan.Dibangun.)

(7)

Alasan penulis memilih lokasi Petogogan ini adalah karena Petogogan memiliki potensi besar, baik dari segi sosial dan posisi anak Kali Krukut. Dari hasil analisis dan survey yang dilakukan penulis, terdapat banyak kegiatan sosial yang terjadi di Kampung Deret Petogogan dan Kampung Sawah. Kegiatan sosial yang terjadi di antaranya adalah berkumpul dan bercengkrama, bersosialisasi, bermain di lapangan, serta kegiatan rutin yang dilakukan antarpenghuni di masing-masing RT setiap tahunnya seperti perayaan kemerdakaan Republik Indonesia (17an). Rutinitas bersama ini menjadi potensi dalam mengembangkan suatu kawasan permukiman yang hidup dan nyaman ber-dwelling.

Gambar 1.5 Kondisi Kampung Deret Petogogan (2019)

(Sumber: Data Pribadi, 2019)

Tidak lama ini, lokasi Kampung Deret Petogogan dan Kampung Sawah Petogogan menjadi salah satu titik bencana banjir di DKI Jakarta. Pada awal bulan Januari hingga Februari 2020, tinggi banjir di Petogogan mencapai 1 meter (PetaBencana.id, 2020). Titik banjir di Kelurahan Petogogan ini telah ada sejak tahun 1890 yang berasal dari luapan air Kali Krukut. Terlebih posisi Kelurahan Petogogan yang berkontur (turun ke bawah menuju ke Kali Krukut) mengakibatkan potensi banjir terbesar ada di bagian arah timur menuju arah selatan batas kelurahan. Di samping kondisi drainase di area Anak Kali Krukut (Kampung

(8)

Sawah) terlihat masih kurang baik dan Kali Krukut sangat dangkal akibat endapan limbah padat dari permukiman sekitar bantaran kali.

Gambar 1.6 Titik Lokasi Banjir Pada Januari-Februari 2020

(Sumber: Data Pribadi, 2020)

Keberadaan anak Kali Krukut ini dapat dimanfaatkan sebagai jembatan komunal. Menurut Pasal 17 Ayat 2 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, tertulis bahwa sempadan sungai (dalam tapak ini adalah anak Kali Krukut) dapat dbangun bangunan dengan fasilitas tertentu, salah satunya adalah fasilitas jembatan. Dengan mengangkat seluruh kegiatan bersosial penghuni melalui penekanan desain jembatan sebagai ruang komunal, rancangan dalam perancangan dari Tugas Akhir ini diharapkan mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya (sustainable) dan tetap melakukan aktivitas bersosial seperti biasa.

(9)

Gambar 1.7 Kondisi Anak Kali Krukut (kiri atas), Drainase Di Kampung Sawah (RW 1 dan RW 3) (kiri bawah dan kanan atas), dan Kondisi Drainase Kampung

Deret Petogogan (kanan bawah)

(Sumber: Data Pribadi, 2020)

(10)

Gambar 1.9 Potongan Lingkungan (Posisi Banjir)

(Sumber: Data Pribadi, 2020)

Gambar 1.10 Sejarah Petogogan, Kebayoran Baru

(Sumber: Data Pribadi, 2020)

Di samping itu, dalam sejarahnya, Kebayoran Baru menjadi titik perencanaan Satellite City dengan visi sebagai kawasan permukiman pada tahun 1950 (Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2016). Hal ini dikarenakan Kebayoran Baru merupakan bagian dari kota metropolitan DKI Jakarta. Satellite City adalah perencanaan kota induk yang dirancang oleh salah satu perancang masterplan asal Indonesia, H. Mohammad Soesilo, sebagai kota satelit yang dikelilingi oleh satu set fasilitas yang dinamakan satellite-community. Perencanaan kota induk ini dilaksanakan setelah kemerdekaan negara Republik

(11)

Indonesia. Untuk dapat mengingat kembali sejarah dari Kebayoran Baru sebagai Satellite City dan Kelurahan Petogogan ditempatkan sebagai kawasan permukiman dan fasilitasnya, rancangan pada Tugas Akhir ini ditargetkan untuk menjadi landmark sebagai identitas dari sejarah Kebayoran Baru.

Gambar 1.11 Peta Rentjana Kebajoran Baroe Tahun 1950

(Sumber: Data Pribadi, 2020)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam Skripsi ini:

1. Bagaimana bangunan dirancang agar siap banjir?

2. Bagaimana ruang dapat dirancang secara fleksibel untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan?

(12)

1.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari rancangan ini sebagai berikut:

1. Sebagai tempat tinggal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan di beberapa tahun yang akan datang, mampu menampung jumlah penduduk yang terus meningkat (atau bahkan menurun) di setiap tahunnya 2. Mengakomodasi kebutuhan penghuni yang tahun demi tahun berubah dan

kebutuhan dengan pola yang berbeda à fleksibel

3. Memfasilitasi kegiatan penghuni seperti kegiatan tahunan (perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia atau 17an, Hari Raya, dan peringatan lainnya) dan kegiatan yang dimiliki penghuni pribadi bahkan hingga ketika terjadi banjir sekalipun

4. Hemat biaya dalam jangka panjang

5. Menghasilkan suatu rancangan yang dapat bertahan lama (sustainable) Untuk mewujudkan tujuan yang telah disebutkan di atas, adapun sasaran dari rancangan ini yang harus dicapai, yaitu:

Menawarkan suatu usulan perbaikan kawasan permukiman yang dengan fleksibel dapat mengakomodasi semua kebutuhan penghuni (yang terus berubah) dan memfasilitasi kegiatan sosial (yang menyesuaikan dengan kondisi terjadi bencana banjir di setiap tahunnya). Dengan begitu usulan rancangan rusunawa ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di lokasi tapak (Kampung Deret Petogogan (RW 5) dan Kampung Sawah (RW 1 dan RW 3)).

Gambar

Gambar 1.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 1961 – 2017  (Sumber: Katadata, 2018)
Gambar 1.2 Jumlah Rukun Warga (RW) Tergolong Kumuh DKI Jakarta Tahun 2017  (Sumber: Katadata, 2019)
Gambar 1.3 Peta Kelurahan Petogogan  (Sumber: Openstreetmap, 2017)
Gambar 1.4 Kondisi Kampung Deret Petogogan Sebelum Pembangunan  (Sumber:
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sesungguhnya didalam seluruh perintah Allah ada kebaikan yang berguna bagi manusia itu sendiri, untuk melewati proses2 dalam hidupnya, mungkin dalam fikiran kita akan berkata untuk

Sebagai contoh, banyaknya kasus kenakalan dan kriminalitas yang pada generasi muda (anak) tidak dipungkiri juga terjadi karena pola asuh permisif dari orangtua yang membiarkan

Jumlah karyawan dengan status lajang tersebut nampaknya hampir separuh lebih yakni sebanyak 66 orang atau 50.77% menginginkan atau memiliki intensi untuk

Menimbang, bahwa setelah membaca, meneliti dan mempelajari dengan seksama berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini, turunan resmi putusan Pengadilan

Hasil analisis laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa setelah pemekaran (Tahun 2008) laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara terus meningkat yakni sebesar

Jumlah perawat pada shift pagi lebih banyak karena pekerjaan yang dilakukan lebih banyak daripada perawat yang bekerja pada shift siang dan malam, seperti membersihkan ruangan

Cara alami agar kulit putih dalam 1 hari pada prinsipnya adalah menghilangkan lapisan kulit bagian luar dimana terdapat sel – sel mati yang dapat menghambat pertumbuhan sel kulit

Diskusi akan dikembangkan agar terbentuk persepsi yang sama antara pengelola dan penilai akreditasi dalam menerjemahkan butir-butir yang tercantum dalam