• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perlindungan Hukum atau disebut juga legal protection dalam Bahasa Inggris,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perlindungan Hukum atau disebut juga legal protection dalam Bahasa Inggris,"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

14 A. Perlindungan Hukum

A.1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum atau disebut juga legal protection dalam Bahasa Inggris, sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut rechtsbecherming. Kata perlindungan dalam KBBI diartikan sebagai cara, proses dan perbuatan melindungi, sedangkan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan berlaku bagi semua orang dalam masyarakat yang berfungsi untuk mengontrol prilaku dalam masyarkat itu sendiri. Sedangkan pengertian perlindungan dalam pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentag perlindungan saksi dan korban menentukan yakni perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau Lembaga lainya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

Pengertian Perlindungan hukum adalah segala perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dengan demikian perlindungan hukum diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep ketika hukum tersebut dapat memberikan rasa keadilan, ketertiban, kepastian dan kemanfaatan kepada masyarakat. 8

8 (Rahayu, 2009), Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI, Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(2)

Adapun dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa perlindungan Hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan/atau masyarkat kepada warganegara dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan perananya sesusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut dijelaskan dalam Undang- undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan korban kekerasan dalam rumah tangga menyatakan bahwa segala upaya yang ditujukan untuk memberi rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, Lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Dan Lebih khusus dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata cara Perlindungan Terhadap Korban dan saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yaitu suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, ganguan, terror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan baik pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Sedangkan menurut Harjono yang dikutip oleh Malahayati, Amrizal, &

Nasir, menyatakan bahwa perlindungan merupakan perlindungan dengan mengunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu dengan jalan menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut dalam sebuah hak hukum. Dilain sisi Soekanto Mendefinisikan perlindungan Hukum sebagai segala upaya dalam pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk

(3)

memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat yang dapat diwujudkan ke dalam berbagai bentuk, misalnya dalam Pemberian Bantuan Hukum. Dalam pemberian perlindungan hukum terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik lisan maupun yang tertulis. Dengan demikan dapat diartikan bahwa perlindungan hukum sebagai segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martbat manusia yang diutangkan dalam suatu kaidah atau peraturan yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainya. Dalam hal ini berkaitan dengan Ahli, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak seorang ahli dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. 9

A.2. Bentuk-bentuk Perlindungan Hukum

Berbicara mengenai perlindungan hukum tentu merupakan suatu wadah untuk melihat sejauh mana bekerjanya fungsi hukum itu sendiri dalam hal mewujudkan tujuan-tujuan hukum yang meliputi, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum yang pada dasarnya perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan pada hakikatnya setiap individu berhak mendapatkan perlindungan dari hukum.

Dalam hal menentukan bentuk perlindungan hukum terhadap ahli pada umumnya dapat bertolak pada bentuk perlindungan yang diberikan terhadap saksi dan korban, Mengutip kembali penjelasan diatas sebelumnya bahwa

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press. Jakarta, 1984, hlm 133.

(4)

perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif (pemaksaan). Serta apakah itu secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka penegakan hukum.

Adapun menurut muchsin yang dikutip oleh Abdul Atsar, Membagi perlindungan hukum menjadi dua bagian, yaitu:

a) Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batas-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

b) Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.10

Tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas, Philipus M. Hadjon Hadjon juga membedakan dua bentuk sarana perlindungan hukum, yaitu :

a) Sarana Perlindungan Hukum Preventif, pada perlindungan preventif ini subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive, tujuanya adalah mencegah terjadinya sengketa.

b) Sarana Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.11

10Abdul Atsar, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Invensi Di Bidang Teknologi Informasi Dan Komunikasi Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Di Indonesia, Karawang, Univesitas Singaperbangs Karawang.hal. 6.

11Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, PT. Bina Ilmu.

Hal. 20

(5)

Disisi lain menurut Yenti dikutip oleh Yonadrik Pratama, bahwa ada dua bentuk model perlindungan yang bisa diberikan kepada saksi dan korban yakni pertama procedural rights model dan kedua the service model. Berikut ini akan penulis jabarkan dibawah kedua bentuk model perlindungan tersebut

1. Procedural rights model

Model ini memungkinkan korban berperan aktif dalam proses peradilan tindak pidana. Korban dibrikan akses yang luas untk meminta segera dilakukan penuntutan, korban juga berhak meminta dihadirkan atau didengarkan keteranganya dalam setiap persidangan dimana kepentingan korban terkait di dalamnya. Hal demikian termasuk pemberitahuan saat prilaku tindak pidana dibebaskan. Pendekatan seperti ini melihat korban sebagai seorang subyek yang harus diberi hak-hak yuridis yang luas untuk menuntut dan mengerjar kepentingan-kepentinganya. Namun bentuk seperti ini memerlukan biaya yang cukup besar dengan tingginya keterlibatan korban dalam proses peradilan, sehingga biaya administrasi peradilanpun makin besar karena proses persidangan bisa lama dantidak sederhana.

2. The Service Model

Pada model berikut ini ditentukan standar baku mengenai pelayanan terhadap korban baik yang dilakukan oleh polisi, jaksa dan hakim.

Mislakan dalam pelayanan kesehatan, pendampingan, pemberian kompensasi dan ganti rugi serta restitusi. Pemberian kompensasi sebagai sanksi pidana yang bersifat restituitf dan dampak pernyataan-pernyataan

(6)

korban sebelum pidana dijatuhkan. Banyakanya pelayanan yang harus diberikan kepada saksi dan korban menyebabkan efesiensi pekerjaan dari penegak hukum tidak tercapai. Efek lain sangat sulit untuk memastikan apakah pelayanan itu benar-benar diterima saksi dna korban. Dalam pendektan ini melihat korban kejahatan sebagai sasaran khusus untuk dilayani dalam rangka kegiatan polisi dan para penegak hukum lainya.

Adapun model yang bisa diterapkan di Indonesia yaitu kombinasi kedua, karena sebagaimana diketahui di negara Indonesia paling sulit dalam hal koordinasi. Oleh karena itu, kedua model itu mesti disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, sehingga harus diukur sejauh mana saksi dan korban bisa terlibat dalam proses peradilan. Begitu pula tentang pemenuhan hak yang dapat diberikan kepada saksi dan korban. .12

Uraian dari beberapa bentuk model perlindungan diatas sekiranya dapat menjadi acuan penulis dalam menentukan bentuk perlindungan terhadap ahli dalam beberapa peraturan yang akan penulis kaji dibab selanjutnya. Sehingga dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada 2 metode atau cara-cara yang dapat dalam hal melakukan suatu upaya perlindungan hukum terhadap seseorang yaitu dengan upaya pencegahan atau perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya pelanggaran dan upaya yang dilakukan dengan jalan penyelesaian sengketa yang tentunya dangan tetap berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12 Yonadrik Pratama, Skripsi, Perlindungan Hukum Bagi Saksi dalam Perkara Pidana (Makassar:

UNHAS, 2012) Hal 5-6

(7)

A.3. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum

Pada dasarnya prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarkat dan pemerintah. Umumnya dalam konsep barat tentang hak asasi manusia lebih menekankan pada eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada kodrat manusia dan statusnya sebagai individu, hak tersebut berada diatas negara dan diatas semua organisasi politik serta bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Olehnya itu konsep ini biasa diidentikan dengan konsep individualistik, dipertegas lagi dengan muncul dan masuknya hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi serta hak kultural yang menyebabkan kemungkinan mulai menghilangnya secara perlahan sifat individualistic dari konsep barat.

Berbeda halnya dalam perumusan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, yang berlandaskan pada Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Sedangaka jika melihat dalan Konsep perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep “Rechtstaat dan rule of the Law”.

Sehingga apabila menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan dilandaskan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia yaitu berupa prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila.

(8)

Dalam hal tersebut dapat dirumuskan bahwa prinsip perlindungan hukum bagi rakyat yang bersumber pada Pancasila dapat dibedakan menjadi dua anatara lain yaitu :

a. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintahan yang bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.13

b. Prinsip negara hukum

Prinsip ini pada dasarnya dikaitkan dengan prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dikatakan sebagai tujuan daripada negara hukum. Hal ini sebagaiman tercermin dalam ketentuan pasal 281 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :

“Perlindunga, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

Lebih lanjut mengenai dasar perlindungan saksi, korban maupun Ahli tercantum dalam pasal 27 ayat (1) dan pasal 28 G (1)

pasal 27 ayat (1)

13 Philipus M.Hadjon, Op.cit., hal.38

(9)

“Segala warga negara beramaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”

pasal 28 G ayat (1)

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Dengan demikan perlindungan Ahli sebenarnya merupakan jaminan hak yang diberikan oleh negara sehingga memiliki implikasi terhadap kewajiban pemerintah dalam melindungi hak Ahli baik secara substansi hukum dan terlebih dalam penerapan norma yang telah ditetapkan. Dengan dasar bahwa hak dan kewajiban harus berfungsi menurut kedudukanya masing-masing. Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah.

B. Ahli

B.1. Pengertian Ahli

Ahli secara awam dapat didefinikan sebagai orang yang menguasai suatu bidang ilmu tertentu. Oleh karena seorang ahli biasanya dianggap dapat memecahkan masalah yang terkait dengan bidang keilmuannya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ahli didefinisikan sebagai seseorang yang mahir atau mempunyai keahlian dalam suatu keilmuan14. Dalam kamus hukum, ahli diterjemahkan sebagai orang yang mahir (paham

14 Tim Penyusun Kamus Pustaka dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:

PT. Gramedia, 2008, hlm. 11.

(10)

sekali, pandai) dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan15. Ahli ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang suatu persoalan yang dinyatakan kepadanya tanpa melakukan suatu pemeriksaan. dalam konteks hukum pembuktian ahli adalah keterangan seseorang yang memiliki keahlian khusus mengenai suatu hal yang sedang disengketakan atau diperkarakan guna membuat terang suatu peristiwa hukum. 16

California Evidence Code memberi definisi tentang ahli sebagai seseorang

yang dapat memberi keterangan jika ia mempunyai pengetahuan, keahlian, pengalaman, latihan atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya.

Menurut Tirtan Hodgkinson dan Mark James yang dikutip oleh Hiariej, mendefinisikan ahli kedalam dua deskripsi yang relevan, yaitu sebagai berikut:

“Experiensed, the one is expert or who has gained skill experience. Trained by experience or practice, skilled, skillful, as does the noun the one who special knowledge or skill causes him to be regarded as an authority, as specialis. The term skilled when use person, is described as meaning (i) possessed of skill or knowledge, and (ii) properly trained or experienced”.17 Artinya: berpengalaman, yaitu orang yang berpengalaman atau mendapatkan kecakapan dari pengalaman tersebut. Terlatih oleh pengalaman praktik, cakap terampil sebagai seseeorang yang memiliki pengetahuan atau ketrampilan tertentu dan menjadikan ia sebagai spesialis.

Kata cakap atau terampil diartikan sebagai memiliki ketrampilan atau pengetahuan yang cukup terlatih dan perbengalaman.

W. J. S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memberikan dua pengertian mengenai ahli, yaitu :

• Orang yang mahir atau paham sekali pada suatu ilmu (pengetahuan, kepandaian); misalnya ahli bahasa.

15Firdaus Sholihin,Kamus Hukum Kontenporer, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 6.

16 Soeparmono, Keterangan Ahli dan Visum Et Reperdum dalam Aspek Hukum Acara Pidana, Semarang: Satya Wacana, 1989 hlm. 29.

17 Eddy O.S Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, Jakarta: Erlangga, 2012, hlm. 62.

(11)

• Tenaga ahli diartikan sebagai orang (pekerja yang mahir dalam suatu pekerjaan. Dan keahlian adalah kemahiran dalam suatu ilmu (kepandaian, pekerjaan).18

Lebih lanjut Merriam Webster mengartikan ahli sebagai berikut:

Orang yang mempunyai kepandaian atau pengetahuan khusus yang diperoleh dari latihan atau pengalaman praktis (having special skill or knowledge derived from training or experience).

Orang yang mencapai kepandaian khusus atau pengetahuan istimewa mengenai sesuatu masalah melalui latihan profesional atau pengalaman praktis (one who has acquired special skill in or knowledge or particular subject through professional training or practical experience).19

Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa Pendapat Merriam Webster yang kedua lebih menekankan pada keahlian seseorang hanya diperoleh melalui pendidikan formal yang kemudian ditambah dengan pengalaman praktek.

Sehingga dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan khusus, kepandaian yang khusus, atau kemahiran tertentu. Perkembangan istilah ahli saat ini sudah tidak lagi mengacu pada orang-orang yang memiliki keahlian pada bidang ilmu yang diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi sebuah keahlian itu juga dapat berasal dari pengalaman dan praktik dalam masyarakat.

Dalam Federal Rules of Evidence yang dimiliki oleh Amerika Serikat yang dikutip oleh Didik Sudyana, Ahli didefinisikan sebagai :

An expert witness ,professional witness or judicial expert is a witness, who byvirtue of education, training, skill, or experience, isbelieved to have expertise and specialised knowledge in aparticular subject beyond that of the average person,sufficient that others may officially and legally rely uponthe witness's specialised (scientific, technical or other)opinion about an evidence or fact issue within the scope ofhis expertise, referred to as the expert opinion, as anas sistance to the fact finder”. 20(Legal Guide for the Forensic Expert, n.d.)

18 W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. 1976, hal. 19.

19 Merriam Webster. Webster Third New International Dictionary. Springfield. 1968, hal. 800.

20 Didik Sudayana, Etika dan Profesionalisme Saksi Ahli dalam https://www.academia.edu diakses 7 Maret 2019 Pukul 13.00 Wib

(12)

Dalam terjemahannya ke Bahasa Indonesia dapat diartikan “seorang Ahli, saksi professional atau ahli peradilan yang bertindak sebagai saksi, adalah mereka yang mempunyai pendidikan, pelatihan, keterampilan, ataupun pengalaman, yang diyakini mempunyai suatu keahlian dan pengetahuan khusus dalam bidang tertentu dimana tidak semua orang bisa.

Sudah bisa dikatakan sah dan pendapat saksi yang mempunyai spesialisasi (sains, Teknik, atau lainya) tentang barang bukti dalam lingkup keahlianya itu dapat dipercayai dan legal dalm segi hukum, dan pendapat mereka tersebut dikatakan sebagai pendapat ahli dalam membantu menemukan fakta sebenarnya”.

Sehingga dari pendapat tersebut dapat dijeskan bahwa Ahli merupakan seorang yang memiliki keahlian khusus dalam suatu bidang ilmu, oleh karenaya diharapkan bantuanya untuk memberikan keterangan dalam suatu persidangan agar membantu membuat terang suatu persoalan sekaligus menemukan fakta yang sebenarnya dalam kasus tersebut, hal ini menunjukan bahwa sejatinya hanya orang-orang tertentu dan memiliki spesialissai khusus dalam suatu bidang ilmu yaang dapat dikategorikan sebagai Ahli.

Sedangkan Jika Merujuk dalam kamus Besar Bahasa Indonsia, Ahli diartikan sebagai orang yang dijadikan saksi karena keahlianya, bukan karena terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan (Legal Guide for the Forensic Expert, n.d.).21 Dalam artian bahwa seorang saksi yang memberikan keterangan dipersidangan hanya sebatas menyampaikan sesuai dengan bidang keahlianya yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa.

Berbeda halnya dalam KUHAP hanya memakai salah satu istilah saja yaitu

“Keterangan Ahli” untuk menyebutkan seorang Ahli. Akan tetapi secara teoritis terdapat tiga macam ahli yang terlibat dalam suatu proses peradilan. Penjelasan dari ketiga macam ahli tersebut sebagai berikut :

21 Edi Setiawan, Saksi dalam https://kbbi.web.id/saksi , diakses 3 Januari 2019 Pukul 04.15

(13)

1) Ahli (deskundige)

Seorang ahli dalam kategori ini dalam persidangan hanya menyampaikan pendapatnya tentang suatu persoalan yang ditanyakan kemudian didengar pendapatnya mengenai persoalan tersebut dan sebelumnya tanpa melakukan suatu pemeriksaan. Yang dimaksud dengan ahli di sini ialah seseorang yang mempunyai keahlian khusus, keahlian khusus tersebut tidak dipunyai oleh hakim.

Contoh: ahli balistik, ahli tulis tangan.

2) Saksi Ahli (getuige deskundige)

Seorang ahli dalam kategori ini kebalikan dari ahli sebelumnya dalam artian bahwa orang ini menyaksikan barang bukti atau saksi diam.

Kemudain ia melakukan pemeriksaan dan menyampaikan pendapatnya.

Contoh: dokter yang melakukan pemeriksaan mayat. Karena ia menyaksikan dan memeriksa barang bukti sesuai dengan keahliannya, maka kemudian orang tersebut dikatakan sebagai Ahli di bidangnya.

3) Orang Ahli (zaakkukundige)

Sedangkan pada ahli dalam kategori ini lebih kepada menerangkan tentang sesuatu persolan yang sebenarnya juga dipelajari sendiri oleh hakim, hanay saja akan memakan waktu banyak.

Contohh: seorang Bea dan Cukai yang dimintai keterangannya tentang prosedur pengeluaran barang dari pelabuhan. Contoh lain: seorang karyawan Bank yang dimintakan keterangannya tentang prosedur untuk mendapatkan kredit bank.22

22 R. Soeparmono, Op.cit edisi kedua., hal.66

(14)

Lebih lanjut dalam pasal 179 KUHAP, disebutkan dua kelompok ahli diantaranya yaitu:

1. Ahli kedokteran kehakiman yang memiliki keahlian khusus dalam kedokteran kehakiman sehubungan dengan pemeriksaan korban penganiayaan, keracunan dan pembunuhan. Dalam hal ini yang dimaksud ahli kedokteran kehakiman merupakan seorang ahli memiliki keahlian khusus dalam hubunganya dengan korban yang menderita luka, keracunan atau mati yang diduga karena adanya peristiwa tindak pidana pembunuhan. Mislanya saja bila kita mengikuti suatu perkara pembunuhan, dimana dalam suatu proses ketika memasuki tahap pembuktian dapat kita lihat dihadirkanya seorang ahli kedokteran kehakiman dalam rangka untuk memberikan keterangan berkaitan dengan keadaan korban. Hal ini menunjukan bahwa betapa diperlukanya seorang ahli kedokteran dalam suatu perkara pembunuhan, dikarenakan dalam keteranganya dikuatkan dengan hasil pemeriksaan yang biasanya berupa visum et repertum, yang merupakan suatu yang memuat tentang uraian seputar keadaan jenazah korban pembunuhan dalam suatu perkara, tidak hanya itu disini juga diuraikan terkait sebab-sebab kematian, jangka waktu kematian korban sebelum ditemukan, hingga menjurus kepada hal-hal yang mendasar yaitu mengenai dengan cara apa korban dibunuh apakah karena tusukan benda tajam atau dipukul dengan benda tumpul dan sebagainya, bukti-bukti mana akan lebih mempermudah pemeriksaan dan pengungkapan suatu perkara.

(15)

2. Ahli pada umumnya, yaitu seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam hal tertentu (Harahap, 2012). Contohnya ahli jiwa, ahli akuntan, ahli kimia, ahli pertambangan, ahli mesin dan ahli lainya yang memilki keahlian dalam masing-masing bidangnya.23

Dipertegas kembali Handoko Tjondroputranto menyatakan bahwa ahli dibedakan antara ahli dan Ahli. Ahli adalah orang yang dimintakan keterangan itu hanya mengemukakan pendapatnya saja tanpa melakukan pemeriksaan di persidangan. Sedangkan Ahli adalah orang yang memberikan keterangan di hadapan hakim dengan disumpah baik sebelum atau sesudah memberikan keterangannya. 24

Berdasarkan uraiana diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Ahli adalah orang yang mempunyai kepakaran dalam suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu yang mana keteranganya tersebut diperlukan guna membuat terang suatu kasus yang dibawa dalam persidangan dengan tetap berdasar pada keahlianya.

B.2. Pengaturan Ahli

Secara umum pengaturan mengenai Ahli telah dimuat dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Pengaturan Ahli Apabila jika didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebut dengan istilah keterangan ahli sebagaimana terdapat dalam pasal 184 ayat (1) yang menyebutkan bahwa alat bukti yang sah dalam

23 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang di Pnegadilan, Banding, dan Kasasi , dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Hal. 300

24 Dr. Handoko Tjondroputranto, Pokok-Pokok Ilmu Kedokteran Forensik, hal 4-5Soe

(16)

pengadilan salah satunya adalah keterangan ahli. Pasal 1 Butir 28 KUHAP menyebutkan bahwa:

“keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat teranga suatu perkara perkara pidana guna pemeriksaan”

Hal tersebut dipertegas kembali dalam rumusan pasal 186 yang menyatakan bahwa “keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan”

Dalam rumusan tersebut menjelaskan bahwa keterangan ahli yaitu mereka yang dipanggil dalam persidangan untuk memberikan suatu keterangan mengenai suatu persoalan yang tidak dimengerti oleh hakim dalam bidang keahlianya guna membuat terang suatu perkara.

Selain itu keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan, dengan terlebih dahulu mengucapkan sumpah dihadapan hakim.

Sehingga dari pasal ini dapat diketahui, bahwa bukti keterangan ahli itu bukan apa yang oleh ahli terangkan pada saat penyidikan walaupun dengan mengingat sumpah diwaktu menerima jabatan atau pekerjaan, tetapi berupa apa yang orang ahli nyatakan di sidang pengadilan setalah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim. (Soesilo, M. K. dan R., 1986)25

25 M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar, Bogor. PT.Karya Nusantara. 1986 Hal.165

(17)

Dalam suatu proses penyidikan sebenarnya telah diperbolehkan menggunakan alat bukti ahli manakala penyidik menganggap diperlukanya bantuan seorang ahli dalam mencari serta mengumpulkan alat bukti guna menemukan tersangka, sebagaiaman diatur dalam pasal 120 ayat (1) KUHAP :

“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang lain atau orang yang memiliki keahlian khusus”

Adapun mengenai permintaan pendapat ahli dalam KUHAP dijelaskan dalam pasal 132 ayat (1),pasal 133 ayat (1), pasal 179 ayat (1) KUHAP serta pasal 180 ayat (1) :

Pasal 132 ayat (1) KUHAP

“Dalam hal diterima pengaduan suatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat diminta keterangan mengenai hal itu oleh ahli”.

Pasal 133 ayat (1) KUHAP

”Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menagani seseorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga kerena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainya.”

Pasal 179 ayat (1) KUHAP

“Setiap orang yang diminta Pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”

Pasal 180 ayat (1) KUHAP

“ Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”

(18)

Maksud dalam pasal 132 ayat (1) KUHAP diatas yaitu apabila penyidik menjumpai surat atau tulisan palsu atau diduga palsu, makai a segera mengirimkan surat atau tulisan itu kepada seorang ahli, ahli yang dimaksud disini merujuk kepada ahli dibagian daktiloskopi Markas Besar Kepolisian Negara di Kebayoran Baru Jakarta atau ahli lain yang mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu untuk dilakukan pemeriksaan dan penelitian seperlunya terhadap surat atau tulisan yang diduga palsu itu.

Penjelasan rumusan dalam pasal 179 ayat (1) KUHAP sebagaimana dikemukakan oleh M. Yahya Harahap bahwa biasanya yang dimaksud ahli kedokteran kehakiman ialah ahli forensic atau ahli bedah mayat. Akan tetapi pasal itu sendiri tidak membatasinya hanya ahli kedokteran kehakiman saja, tetap meliputi ahli lainya.26

Dari penjelasan tersebut kiranya perlu diperhatikan bahwa tidak hanya ahli kedokteran saja yang dapat menjadi seorang Ahli, akan tetapi ahli lainya juga dapat menjadi Ahli baik itu ahli yang berkaitan dengan kebutuhan penyidikan berupa ahli Komputer, ahli kehutanan dan lingkungan, Ahli Bahasa dan ahli lainya selama mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam suatu persidangan. Dalam rumusan itu juga tidak kalah penting dan perlu diperhatikan mengenai peranan Ahli yang ditujukan agar memberikan keadilan, sehingga nantinya diharapkan dapat membantu menemukan fakta-fakta hukum sehingga dapat menambah

26 M. Yahya Harahap, Op.cit., Hal. 229

(19)

keyakinan hakim dalam memporeh kebenaran yang sebenarnya dalam suatu kasus yang diadili dalam persidangan.

Dengan demikian dari uraian diatas secara substansial pengaturan mengenai keterangan ahli dalam KUHAP tersebar dalam beberapa pasal yakni, Pasal 1 butir 28, pasal 120. Pasal 133, pasal 179, pasal 180, pasal 184 ayat (1) huruf b, dan pasal 186 KUHAP.

Adapun untuk pengaturanya di luar KUHAP itu bisa ditemukan dalam beberapa pasal yang terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya sebagai berikut :

1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang- undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yakni:

▪ Pasal 5 ayat (3)

“Selain kepada Saksi dan/atau Korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana.”

▪ Pasal 10 ayat (1)

“Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian

yang akan, sedang, atau telah diberikannya.”

▪ pasal 28 ayat (3)

Perlindungan LPSK terhadap Pelapor dan ahli diberikan dengan syarat sebagai berikut:

a. sifat pentingnya keterangan Pelapor dan ahli; dan

b. tingkat Ancaman yang membahayakan Pelapor dan ahli.”

2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yakni :

(20)

▪ Pasal 58 ayat (2) Huruf e

Memperoleh Perlindungan Hukum dalam :

a. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c dan

b. Proses penyelidikan, penyidikan, dan persidangan sebagai saksi pelapor, saksi, atau Ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni :

▪ Pasal 41 ayat 2 Huruf e

Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :

a. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c

b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan sidang pengadilan sebagai pelapor, saksi, atau Ahli, sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari beberapa pasal dalam tiga ketentuan peraturan diatas, umumnya hanya mengatur terkait persoalan perlindungan kepada seorang ahli Cuman dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban pembahasan pengaturan terkait Ahli lebih luas dan memadai dalam artian tidak hanya mengatur mengenai masalah perlindungan akan tetapi juga memasukan mengenai syarat dan prosedur pemberian perlindungan terhadap seorang ahli.

B.3. Hak dan Kewajiban Ahli

Hak dan kewajiban merupakan dua hal yang saling berkaitan namun berbeda. Hak sendiri dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai hal yang benar, kepunyaan, kewenangan, milik, dan kekuasaan untuk berbuat sesuatu, hal ini pada dasarnya telah ditentukan oleh undang-undang.27

27 Ebta Setiawan, Arti Hak, dalam https://kbbi.web.id/hak diakses 6 Januari 2019 Pukul 02.25

(21)

Sedangkan kewajiban dimaknai sebagai suatu keharusan atau kewajiban untuk dilakukan oleh seseorang guna memperoleh haknya.

Berkaitan dengan skripsi penulis hak dan kewajiban yang dimaksudkan disini yaitu bagaiamana hak yang diperoleh oleh seorang ahli dalam lingkup ketika telah melaksanakan kewajibanya sebagai seorang ahli, misalnya saja pada suatu persidangan yang menghadirkan soerang ahli guna memberikan penjelasan terkait suatu persoalan yang tentunya berhubungan dengan keilmuan atau keahlian yang dimilikinya, kemudian bagiamana bentuk hak yang didapat seorang ahli ini setelah melaksanakan kewajibanya memberikan keterangan dipersidangan tadi.

Ketentuan mengenai hak seorang Ahli tercantum dalam pasal 229 ayat (1) KUHAP yaitu :

“Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi peanggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Adapun pengaturan lebih khusus dan mendalam dijelaskan dalam pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 13 tahu 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yaitu:

1) saksi dan korban berhak:

a. Memperoleh Perlindungan atas keamana pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikanya

b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan

c. Memberikan keterangan tanpa tekanan d. Mendapat penerjemah

e. Bebas dari pertanyaan menjerat

f. Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus g. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan h. Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan

(22)

i. Dirahasiakan identitasnya j. Mendapat identitas baru

k. Mendapat tempat kediaman sementara l. Mendapat tempat kediaman baru

m. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuia dengan kebutuhan n. Mendapat nasihat hukum

o. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. dan/atau

p. Mendapat pendampingan.

2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai degan keputusan LPSK

3) Selain kepada saksi dan/atau korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada saksi pelaku, pelapor, dan ahli, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan denga tindak pidana.

Berdasarkan rumusan dalam pasal 229 KUHAP diatas dapat diartikan bahwa hak seorang ahli yang diatur dalam KUHAP hanya terbatas pada penggantain biaya, penggantian biaya disini berupa penggantian terhadap segala biaya yang dikeluarkan oleh ahli selama menjalankan kewajibanya sebagai ahli dalam persidangan, berbeda halnya sebagaimana hak ahli yang diatur dalam rumusan pasal 5 ayat 1 Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang 13 tahun 2006 tentang perlindugnan saksi dan korban dimana selain diberikanya hak dalam hal bantuan biaya juga ahli meperoleh pendampingan dan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang bekenaan dengan kesaksian yang akan atau sudah diberikan sebagaimana dijelaskan dalam ayat 1 huruf a diatas.

Lebih jauh lagi jika merujuk pada Criminal Procedural Code Of The Russian Federation No. 174-Fz Of December 18, 2001 atau jika dalam Bahasa

(23)

Indonesia “Kode Prosedur Pidana Federasi Rusia No. 174-Fz 18 Desember 2001” dijelaskan dalam pasal 57 paragraf 3 bahwa:28

The expert shall have the right:

1) to get acquainted with the materials of the criminal case, referred to the object of the court examination;

2) to request to supply him with additional materials, necessary for the issue of the conclusion, or to invite other experts for carrying out the court examination;

3) to take part in the procedural actions with the permission of the inquirer, the investigator and the court, and to ask the questions concerning the object of the court examination;

4) to issue a conclusion within the scope of his competence, including on the issues, relevant to the object of the expert study, even though they were not raised in the ruling on the appointment of the court examination;

5) to lodge complaints against the actions (the lack of action) and decisions of the inquirer, the investigator and the prosecutor, and of the court, restricting his rights;

6) to refuse to submit a conclusion on a issues outside the limits of special knowledge as well as in the cases when the materials supplied to him, are insufficient for giving out the conclusion. The refusal to submit a conclusion has to be declared by an expert in writing stating the reasons for the refusal.

Jika di terjemahkan ke Bahasa Indonesia Kurang lebih seperti ini:

Ahli memiliki Hak :

1) Untuk meninjau bahan dari kasus criminal, yang dirujuk sebagai objek dari pemeriksaan pengadilan

2) Untuk meminta petunjuk tambahan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, atau mengundang ahli lain untuk melaksanakan pemriksaan

3) Untuk mengambil bagian dalam suatu proses dengan izin dari penyelidik, penyidik, jaksa dan pengadilan dan untuk mengajukan pertayaan mengenai objek pemeriksaan

4) Untuk mengemukakan suatu kesimpulan dalam lingkup kemampuanya, dan tekait dengan objek penelitian ahli, meskipun ia tidak berada dalam kewajibanya dalam keputusan untuk pemeriksaan pengadilan

5) Untuk mengajukan keluhan terhadap penyelidik, penyidik, jaksa, pengadilan yang membetasi haknya sebagai ahli.

28 President of the Russian Federation, Criminal-Procedural Code Of The Russian Federation, Statua Duma, Federation Council. 2001. Hal.57

(24)

6) Untuk menolak memberikan kesimpulan tentang suatu masalah diluar komptensinya, dengan menyatakan secara tertulis atas penolakanya tersebut.29

Sedangkan mengenai kewajiban ahli terdapat dalam pasal 224 KUHP, pasal 160 ayat (3), dan pasal 179 ayat (1) KUHAP yaitu:

▪ Pasal 224 KUHP

“ Barangsiapa yang dipanggil menurut Undang-undang akan menjadi saksi, ahli atau juru Bahasa, dengan tidak memenuhi suatu kewajiban yang sepanjang undang-undang harus dipenuhi dalam jabatan tersebut, di hukum :

a. Dalam perkara pidana, dengan hukuman penjara selama- lamanya Sembilan bulan

b. Dalam perkara lain, dengan hukuman penjara selama- lamanya enam bulan.”

▪ Pasal 160 ayat (4) KUHAP

“jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu meberi keterangan”

▪ Pasal 179 ayat (1) KUHAP

“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”

Maksud rumusan dalam pasal 224 KUHP yaitu setiap orang yang dipanggil dalam hal ini oleh hakim untuk menghadap di dalam persidangan guna memberikan keterangan akan tetap tidak memenuhi kewajibanya tersebut karena benar-benar sengaja menolak untuk hadir dalam persidangan maka akan dikenakan pasal ini.

Rumusan pasal selanjutnya dimaksudkan bahwa kewajiban seoarng saksi atau ahli adalah memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis harus didahului dengan sumpah atau jika pengadilan menganggap perlu maka seorang saksi atau ahli harus bersumpah

29 Ibid

(25)

setalah selesai mamberikan keterangan, cara seperti ini disebut assertori.30 Selain itu seoarang ahli diwajibkan untuk memberikan keterangan ahli demi keadilan maksudnya bahwa dengan adanya keterangan ahli itu dapat memperjelas dan memperkuat keyakinan hakim sehingga memperoleh kebenaran yang sesungguhnya.

Dengan demikian dari uraian tersebut dapat diatarik kesimpulan bahwa seseorang yang dipanggil saksi atau keterangan ahli maka kewajiban yang harus dilakukan yaitu:

a. Kewajiban untuk menghadap dipersidangan dalam pengadilan

b. Kewajiban untuk bersumpah

c. Kewajiban untuk memberi keterangan C. Keterangan di Pengadilan

C.1. Pengertian Keterangan di Pengadilan

Definsi keterangan jika berdasar pada kamu Besar Bahasa Indonesia berarti suatu yang menjadi petunjuk, seperti bukti, tanda, segala sesuatu yang sudah diketahui atau yang menyebabkan tahu, serta segala alasan. Sedangkan pengadilan sendiri merupakan dewan atau majelis yang mengadili perkara, mahkamah, proses mengadili keputusan hakim ketika mengadili perkara (suatu badan untuk menyelesaiakan perkara).31 Dalam artian bahwa pengadilan yaitu sebuah Lembaga resmi yang ditetapkan oleh otoritas hukum untuk menyelsaikan perselisihan dan pencarian keadilan bagi tiap masyarakat.

30 M. Karjadi dan R.Soesilo. Op.cit., Hal 144

31 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit., Hal.7

(26)

Sehingga dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa keterangan dalam pengadilan berarti suatu petunjuk yang diperoleh hakim dari segala alat bukti yang diajukan dalam suatu peradilan guna untuk menyelesaikan suatu perkara.

Keterangan di pengadilan yang dimaksud penulis disini yaitu keterangan ahli, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti dalam suatu proses peradilan(pasal 184 ayat (1) KUHAP). Keterangan ahli biasanya bertujusn untuk membuat terang atau memperkuat dari setiap unsur tindak pidana yang dituduhkan kepada orang yang diduga melakukan tindak pidana.

Secara harfiah frasa keterangan ahli dapat dibagi menjadi dua kata, yaitu keterangan dan ahli. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata keterangan memiliki tiga pengertian, yaitu:

• uraian dan sebagainya untuk menerangkan sesuatu penjelasan;

• sesuatu yang menjadi petunjuk, seperti bukti, tanda; segala sesuatu yang sudah diketahui atau yang menyebabkan tahu; segala alasan;

• kata atau kelompok kata yang menerangkan (menentukan) kata atau bagian kalimat lain.

Jika kita kaitkan dengan definisi dari kata ahli maka dapat dikatakan keterangan ahli adalah segala sesuatu yang menjadi petunjuk atau segala alasan yang datangnya dari seorang yang menguasai bidang ilmu tertentu atau yang memiliki kemahiran dan atau pengalaman di bidang tertentu.

KUHAP saat ini tidak memberikan definisi mengenai apa itu ahli atau apa itu keterangan ahli yang dapat menjadi alat bukti. Pasal 1 butir 28 KUHAP hanya

(27)

menyebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sementara itu tidak disebutkan mengenai apa itu ahli dan keterangan ahli seperti apa yang dapat dipakai sebagai alat bukti.

Lebih lanjut dalam pasal 186 KUHAP dijelaskan bahwa Keterangan ahli apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan, keterangan mana baru dapat diberikan setelah mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim.

Keterangan ahli dapat diberikan dalam dua bentuk, yaitu bentuk tertulis dan lisan, dimana keterangan itu diberikan oleh ahli yang bersangkutan di depan sidang pengadilan.32

Dalam suatu perkara biasanya terdapat saksi yang menyaksikan peristiwa yang diperkarakan tersebut. Saksi ini dapat berupa saksi hidup yang bisa menceritakan peristiwa tersebut dan ada juga saksi diam. Saksi diam ini bisa berupa barang-barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Saksi diam (silent witness) yang menyaksikan peristiwa ini jelas tidak bisa menceritakan peristiwa yang telah terjadi. Pada saat itulah keterangan seorang ahli dibutuhkan dalam rangka membuat terang suatu tindak pidana.

C.2. Sistem Pembuktian

Umumnya dalam setiap proses persidangan di pengadilan memiliki tahapan dalam setiap agenda pemeriksaan, salah satunya yaitu tahap pembuktian. Sebagaimana diketahui bahwa pembuktian merupakan proses

32 Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung. Mandar Maju. 2001.

Hal.298

(28)

pemeriksaan alat-alat bukti dalam suatu perkara yang telah diajukan, pada tahapan ini baik itu pihak terdakwa maupun penuntut umum diberi kesempatan untuk mengajukan alat-alat bukti beserta barang bukti ke dalam persidangan.

Hal ini bertujuan untuk menguatkan keyakinan Hakim dalam hal memutus perkara yang diajukan tersebut.

Menurut Andi Hamzah yang dikutip oleh Arinta Novawati bahwa

“Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian terpenting dalam acara pidana, dalam hal ini pun hak asasi manusia juga dipertaruhkan.33

J.C.T Simorangkir mengartikan bahwa pembuktian adalah usaha dari yang berwenang untuk mengemukakan kepada hakim sebanyak mungkin hal-hal yang berkenan dengan suatu perkara yang bertujuan agar supaya dapat dipakai oleh hakim sebagai bahan untuk memberikan keputusan seperti perkara tersebut.34

Sedangkan M. Yahya Harahap, menyebutkan bahwa pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.35 Dapat kita lihat bahwa definisi tersebut lebih mengacu kepada KUHAP karena dalam memberikan definisi tersebut M. Yahya Harahap, menitikberatkan pembuktian dengan sebutan “ketentuan-ketentuan”.

33 Arinta Novawati, Skripsi: Penggunaan Alat Bukti Keterangan Ahli oleh Hakim Pengadilan Negeri Mungkid Magelang dalam Memeriksa dan Memutus Tindak Pidana Pencurian Benda Purbakala, Surakarta:USMS, 2008. Hal 29

34 J.C.T. Simorangkir, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru, 1982. Hal 135

35 M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 273.

(29)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum pembuktian memang lebih dominan pada sidang pengadilan dalam rangka menemukan kebenaran materiil dari suatu perkara yang terjadi dan memberi keyakinan kepada hakim tentang kejadian tersebut, dengan demikian hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin. Dalam proses ini maka adanya hubungan dan interaksi mengenai yang akan diterapkan hakim dalam menemukan kebenaran materiil melalui tahap pembuktiaan, alat-alat bukti, dan proses pembuktian terhadap hal-hal sebagai berikut:

1) Perbuatan manakah yang dapat dianggap terbukti

2) Apakah telah terbukti bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan- perbuatan yabg didakwakan kepadanya.

3) Delik apakah yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan-perbuatan itu

4) Pidana apakah yang harus dijatuhkan kepada terdakwa.36

Adapun berikut ini beberapa teori dalam sistem pembuktian diantaranya sebagai berikut :

1. Conviction-in Time

Sistem pembuktian conviction-in time menetukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian ‘keyakinan”

hakim. Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa, dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinanya tidak menjadi masalah dalam sistem ini.

36 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terebalik dalam Delik Korupsi, Bandung:

Mandar Maju, 2001. Hal.99

(30)

2. Conviction-Raisonee

Dalam sistem ini pun dapat dikatakan “keyakinan hakim” tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa, akan tetapi dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim dibatasi, jika dalam sistem pembuktian convection-in time peran keyakinan hakim leluasa tanpa batas maka pada sistem conviction-raisonee keyakinan hakim harus didukung dengan alasan-alasan yang jelas. Tegasnya keyakinan hakim dalam conviction-raisonee harus dilandasi reasoning atau alasan-alasan, dan reasoning itu harus reasonable, yakni berdasar alasan yang dapat diterima.

3. Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Positif

Pembuktian menurut undang-undang secara positif merupakan pembukitan yang bertolak belakang dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau convection-in time. Pembuktian menurut undang-undang secara positif, “keyakinan hakim tidak ikut ambil bagian” dalam membuktikan kesalahan terdakwa melainkan berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan dengan undang-undang untuk membukitkan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah.

4. Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk stelsel)

Sistem pembukitan menurut undang-undang secara negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau convection-in time.

(31)

Sistem pembukitan menurut undang-undang secara negatif merupakan keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara eksterm. Dari keseimbangan tersebut, sistem pembukitan menurut undang-undang secara negatif “menggabungkan” ke dalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut keyakinan dengan sistem sistem pembukitan secara positif. Dari hasil penggabungan kedua sistem dari yang saling bertolak belakang itu terwujud suatu sistem pembukitan menurut undang-undang secara negatif. Dengan rumusan salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat bukti yang sah menurut undang-undang, dalam arti bahwa seorang terdakwa baru dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu dibarengi dengan keyakinan hakim.37

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang dalam hal ini adalah KUHAP, yang termuat dalam pasal 183 KUHAP yang berbunyi:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya mengatur tentang sistem pembuktian berdasar undang-undang secara negatif atau nagatief wettelijk”

Sehingga dengan demikian rumusan dalam pasal 183 KUHAP tersebut menganut sistem pembukitan menurut undang-undang secara

37 M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 277-280

(32)

negatif dengan mengatur, bahwa menurut pasal ini maka unsur untuk dapat memidana terdakwa itu adalah minimum dua buah alat bukti yang sah dan disertai dengan keyakinan hakim, bahwa suatu tindak pidana betul-betul telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya. Akan tetapi walaupun demikian ada satu pengecualianya yaitu bahwa dalam pemeriksaan cepat keyakinan hakim cukup didukung oleh satu alat bukti yang sah.38

C.3. Kekuatan Pembuktian Keterangan Ahli

Berkaitan mengenai nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli, pada hakikatnya tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dalam arti bahwa nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dengan demikan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli meliputi:

1) Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas

Di dalam dirinya tidak melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Hal ini terserah pada penilaian hakim. Hakim bebas menilai dan tidak terikat atas apa yang disampaikan oleh seorang ahli dan tidak ada yang mengharuskan hakim mesti menerima kebenaran keterangan ahli tersebut. Namun, hakim dalam mempergunakan wewenang kebebasan dalam penilaian pembuktian harus benar-benar

38 Ruslan Abdul (Gani, 2013) Peranan Keterangan Ahli Dalam Proses Perkara Pidana Pengadilan Negeri,(Jurnal Legalitas) Vol V Nomor 2 Desember 2013. Hal 30

(33)

disertai dengan alasan yang logis dan bertanggung jawab atas landasan moral demi terwujudnya kebenaran dan tegaknya kepastian hukum.

2) Selain itu, berdasarkan prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam pasal 183 KUHAP, bahwa keterangan ahli yang berdiri sendiri tanpa didukung oleh salah satu dari alat bukti lain yang ditentukan dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP, tidak cukup dan tidak memadai untuk membuktikan kesalahan dari terdakwa. Hali ini juga diperkuat dihubungkan dengan ketentuan pasal 185 ayat (2) KUHAP, yang menegaskan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip ini pun, juga berlaku untuk keterangan ahli bahwa keterangan seorang saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Sehingga agar keterangan ahli dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa harus didukung dengan alat bukti yang lainya.39

39 Arinta Novawati, Op.Cit Hal. 59-60

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan pantai Terbangan merupakan salah satu Pantai yang ada di Gampong Ladang Tuha Kecamatan Pasie Raja, yang berbatas dengan gampong Mata Ie dan Gampong

Faktor selain asupan antara lain adanya infestasi cacing yang mengganggu absorbsi yodium di usus halus dan konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogenik

Pencetakan plastik adalah proses pembentukan suatu benda atau produk dari material plastik dengan bentuk dan ukuran tertentu yang mendapat perlakuan panas dan

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul Riwayat Pajanan Pestisida Sebagai Faktor Risiko Disfungsi Tiroid pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kunjungan ke alamat yang akan dijadikan calon partisipan sesuai dengan kriteria inklusi, berdasarkan informasi dari Puskesmas

Dengan analisis teknis dapat diketahui bahwa pada jaringan HCPT di area Kalimantan dibutuhkan satu buah MSC Server dan tiga buah media gateway, dan dengan analisis tekno ekonomi

1 Jurusan Bimbingan Dan Penyuluh Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Walisongo Semarang, 2014. Penelitian ini bertujuan untuk: menguji secara empirik tentang

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan cara berhadir langsung ke lokasi penelitian yaitu SDIT Firdaus Banjarmasin dengan maksud menyaksikan serta