• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI DAN KOMITMEN STATUS IDENTITAS INDIVIDU HASIL PERNIKAHAN CAMPURAN ETNIS AYAH MINANG DAN IBU MANDAILING SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKSPLORASI DAN KOMITMEN STATUS IDENTITAS INDIVIDU HASIL PERNIKAHAN CAMPURAN ETNIS AYAH MINANG DAN IBU MANDAILING SKRIPSI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI DAN KOMITMEN STATUS IDENTITAS INDIVIDU HASIL PERNIKAHAN CAMPURAN ETNIS AYAH

MINANG DAN IBU MANDAILING

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikolgi

Oleh:

SYAILA ANNURY DS 131301058

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2019

(2)

Universitas Sumatera Utara

(3)
(4)

Ekplorasi Dan Komitmen Status Identitas Pada Individu Hasil Pernikahan Campuran Etnis Ayah Minang Dan Ibu Mandailing

Syaila Annury DS dan Ridhoi Meilona Purba Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuieksplorasi dan komitmenstatus identitas individu anak hasil pernikahan campuran etnis Ayah-Minang dan Ibu-Mandailing.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus yang membahas secara mendalam mengenai dinamika status identitas yang berkaitan dengan ekplorasi dan komitmen partisipan terhadap etnis yang menjadi alternatif yang dipilihnya. Hasil menunjukkan bahwa eksplorasi yang dilakukan partisipan terhadap etnis kedua orang tuanya sangat rendah dan tidak mencapai tahap komitmen yang tinggi, namun ditemukan bahwa terdapat eksplorasi yang tinggi terhadap etnis lain yang secara garis besar di pengaruhi oleh lingkungan dan tempat tinggal partisipan. Ekplorasi yang tinggi terhadap etnis Melayu yang dilakukan oleh partisipan ini tidak mencapai tahap komitmen yang tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipan berada pada status moratorium identity. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa partisipan menciptakan nama keluarga pengganti marga yang tidak dapat ia warisi dari orang tuanya sebagai salah satu solusi untuk keturunanya.

Kata Kunci : ekplorasi-komitmen, status identitas, pernikahan campuran etnis

Universitas Sumatera Utara

(5)

Exploration And commitment of identity status in individu resulting from mixed ethnic marriage (Minang’s Father and Mandailing’s Mother)

Syaila Annury DS and Ridhoi Meilona Purba Faculty of Psychology

University of Sumatera Utara Abstract

The purpose of this research is to know exploration and commitment of identity status.This researchis a qualitative research with case study wich discussed deeply about exploration and commitment of identity Statusthe participants on ethnicity alternatives that he has chosen. The result showed that participant’s exploration of ethnicity from both of parents is very low, and did not reach the commitment or sense of belonging. However, there was found that other ethnicity groups which were highly explored by the participants that mostly affected by environment and place where participants live. The high exploration of malay ethnic groups carried out by these participants, apparently did not reach the high commitment or sense of belonging. So, the concluded that the participants are in moratorium identity status. In this study also found that participants creating a surname substitute for the clan which cannot be inherited from his parents, as one solution for his next generation.

Keywords: exploration-commitment, identity status

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Eksplorasi dan Komitmen Status Identitas Individu Hasil Pernikahan Campuran Etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing”, untuk dapat memenuhi persyaratan mencapai gelas Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan kali ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta, khususnya kedua orang tua penulis yang terkasih dan yang tersayang Ibunda Salwa Lubis, Ayahanda Syaiful Amry DS serta kedua adik saya Amry Maulana DS dan Adinda Nurzalfa DS, yang telah senantiasa memberikan semangat, dukungan, fasilitas, serta doa kepada penulis, karena tanpa mereka penulis sadar tidak dapat berbuat banyak. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Eka Danta Jaya Ginting MA, Psikolog selaku Wakil Dekan I, Bapak Ferry Novliadi, M.Si, selaku Wakil Dekan II, dan Ibu Rika Eliana M.Psi, Psikolog selaku Wakil Dekan III.

3. Kak Ridhoi Meilona, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang tetap sabar dalam membimbing penulis, sejak awal perkuliahan dan meluangkan banyak waktunya untuk memberikan masukan, bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Ibu Meutia Nauli M.Si, Psikolog beserta Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dekanat, Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan semoga penulis dapat memanfaatkan ilmu yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya.

Universitas Sumatera Utara

(7)

6. Staf pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan kepada penulis terutama dalam hal administrasi.

7. Kepada Atok AA Dalil Sari yang bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi subjek penelitian dan bersedia becerita dengan sepenuh hati untuk memberikan data dalam penelitian ini.

8. Teman-teman dekat peneliti yang telah membantu peneliti dalam memberikan masukan, dan semangat untuk melanjutkan skripsi yang sempat tertunda ini. Terkhusus kepada Bella, Jewe, Ummul, Susi, Mira, Erly, dan teman-teman stambuk 2013 lainnya..

9. Adik-adik junior yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis untuk melanjutkan revisi skripsi ini.

10. Dan Kamu yang selalu memberikan semangat kepada penulis, tanpa menuntut namun tetap menunggu dengan sabar selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu baik yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas jasa dan budi baik yang telah mereka berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang penulis lakukan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis sangat harapkan.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca serta peneliti selanjutnya.

Medan, Juli 2019 Penulis,

Syaila Annury DS

NIM 131301058

(8)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN ………...1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 8

1.3. Manfaat Penelitian... 8

1.3.1. Manfaat Teoris... 8

1.3.2. Manfaat Praktis... 8

1.4. Sistematika Penulisan... 9

2. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Identitas Etnis... 11

2.1.1. Definisi Identitas Etnis... 11

2.1.2. Aspek Identitas Etnis... 12

2.1.3. Faktor Identitas Etnis... 14

2.2. Prinsip Garis Kekerabatan Menurut Hukum Waris Adat ... 16

Dinamika Status Identitas Anak Hasil Pernikahan Campuran Etnis Ayah Minang Ibu Mandailing... 17

2.3. Kerangka 2.4. Teoritis... 19

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 22

3.1. Metode Penelitian... 22

3.2. Metode Pengumpulan Data... 23

3.2.1. Wawancara... 23

3.2.2. Observasi... 23

3.3. Instrumen Penelitian... 24

3.4. Responden Penelitian... 25

3.5. Prosedur Penelitian... 26

Universitas Sumatera Utara

(9)

3.5.1. Tahap Persiapan Penelitian... 26

3.5.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 28

3.6. Teknik analisa Data... 30

3.6.1. Organisasi Data... 30

3.6.2. Koding dan Analisa Tematik... 31

3.6.3. Pengujian Terhadap Dugaan... 31

3.6.4. Tahap Interpretasi... 32

3.7. Kredibilitas Penelitian... 33

4. BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN... 34

4.1. DESKRIPSI DATA... 34

4.1.1. Deskripsi data hasil wawancara subjek... 34

4.1.2. Hasil observasi selama wawancara... 41

4.2. ANALISA DATA... 43

4.2.1. Pencarian Identitas Etnis... 43

4.2.1.1. Aspek Eksplorasi... 44

4.2.1.2. Aspek Komitmen... 48

4.2.2. Pembentukan Identitas Keluarga... 52

4.3. PEMBAHASAN... 58

5. BAB V KESIMPULAN & SARAN... 64

5.1. KESIMPULAN...64

5.2. SARAN... 67

5.2.1. Saran Penelitian Lanjutan... 67

5.2.2. Saran Praktis... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran Informed Consent 2. Lampiran Pedoman Wawancara

3. Lampiran Pedoman Observasi selama wawancara 4. Lampiran Verbatim

5. Lampiran Rekonstruksi Analisa Tematik

Universitas Sumatera Utara

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara multikultural yang didalamnya terdapat berbagai kehidupan manusia yang memiliki berbagai perbedaan baik dari agama, ras, bahasa, dan etnis. Selain dikenal sebagai negara multikuktural, Indonesia juga terkenal dengan negara multietnis (Koentjaraningrat,2002). Ada berbagai etnis yang tinggal dan menetap di Indonesia, sebagian besar merupakan etnis asli dan selebihnya adalah etnis pendatang. Kini, masyarakat telah hidup tak terpisah dari satu etnis dengan lainnya yang telah membaur di masyarakat.

Pembauran antar etnis dalam masyarakat dapat menimbulkan hubungan dan interaksi sosial antar etnis, sehingga sering menyebabkan terjadinya pernikahan antar etnis. Fenomena pernikahan antar etnis di Indonesia bukan merupakan hal baru, sejak jaman dahulu pernikahan campuran antar etnis merupakan sarana assimilasi yang efektif. Fenomena itu dapat dijumpai pada masyarakat Betawi, secara historis etnis Betawi merupakan hasil dari proses assimilasi yang berlangsung terus menerus. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan campuran dari aneka suku dan bangsa seperti etnis Jawa, Bali, dan Tionghoa (Adyanto, 2005).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Oktrina (1998) mengenai penyesuaian pernikahan antar etnik (studi kualitatif pada wanita batak yang menikah dengan

(12)

2

pria suku lain) menunjukkan bahwa, wanita Batak yang menikah dengan pria suku lain masih tetap berusaha untuk mengikuti adat budayanya, namun demikian partisipan tidak terlalu memfokuskan diri pada perbedaan budaya dengan pasangannya. Masalah-masalah yang muncul dalam proses penyesuaian lebih banyak berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan pribadi, pembagian peran dalam pernikahan dan penetapan pola asuh anak.

Pada penelitian tersebut, ditemukan juga bahwa masalah-masalah sehubungan dengan perbedaan budaya tidak terlalu terlihat walaupun masih tetap ada, terutama tampak pada partisipan yang suaminya berasal dari kelompok etnik dimana adat budayanya masih kental. Strategi yang dikembangkan oleh partisipan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam proses penyesuaian pernikahannya adalah dengan mengembangkan sikap toleransi. Partisipan menerima perbedaan yang ada dan tidak mempermasalahkannya, serta berusaha untuk mengikuti budaya pasangan tanpa harus meninggalkan budayanya sendiri.

Pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berbeda kebudayaan (pernikahan antar etnis) tidaklah gampang, banyak tantangan yang harus mereka hadapi ketika mereka memutuskan untuk membangun keluarga (Asri, 2011).

Tantangan yang akan pasangan hadapi dapat berupa perbedaan penanaman nilai dalam keluarga. Setiap etnis memiliki nilai yang berbeda dengan etnis lainnya, sehingga menjadi rumit apabila pernikahan tersebut dilakukan oleh pasangan dengan lelaki dari etnis Matrilineal dan perempuan etnis Patrilineal. Mengingat adanya penentuan sistem kekerabatan yang saling bertolak belakang diantara kedua budaya ini.

Universitas Sumatera Utara

(13)

Asri (2011) menyimpulkan bahwa permasalahan terkait pernikahan campuran ini lebih banyak dirasakan oleh anak atau keturunan dari hasil pernikahan dua suku yang berbeda. Kebingungan yang mereka hadapi adalah ketentuan adat yang berbeda diantara kelompok etnis Ayah dan Ibu, disamping itu mereka juga tidak mendapatkan status sosial dan hak waris kekerabatan sebagai keturunan dari orang tuanya karena memang saling bertentangan ketentuannya.

Dalam hukum waris adat di Indonesia dipengaruhi oleh prinsip garis kekerabatan atau keturunan, Hazairin (dalam Komari, 2016) menyatakan terdapat tiga prinsip pokok garis kekerabatan atau keturunan yaitu: Matrilineal; garis keturunan mengikuti Ibu, Patrilineal; garis keturunan mengikuti Ayah, dan Bilateral; garis keturunan mengikuti kedua orang tuanya. Kelompok etnis dengan garis keturunan matrilineal yang dikenal luas adalah etnis Minangkabau.

Sementara etnis yang menganut sistem garis keturunan patrilineal di Sumatera Utara relatif banyak, misalnya berbagai etnis dari kelompok orang Batak daerah Tapanuli salah satunya etnis Mandailing.

Menurut Mochtar Naim (dalam Asri, 2011), bahwa: pilihan yang paling ideal menurut adat kebudayaan Minangkabau ialah mengawini anak perempuan dari mamak sendiri (saudara laki-laki ibu) atau di beberapa tempat juga kemenakan perempuan dari ayah yang disebut sebagai “mengambil anak pisang”.

Kalau tidak, sebaliknya mengawini gadisgadis dari kampung yang bertetangga, asal harus dari luar suku bangsa sendiri, yakni mengikuti eksogami matrilokal.

Dianggap tidaklah pantas atau menyalahi adat bila mengawini gadis dari daerah

(14)

4

luar lingkungan adat sendiri, bahkan jangan mengawini gadis dari luar Minangkabau.

Peran orang tua dalam mewariskan keetnisan kepada anaknya sangatlah penting. Orang tua merupakan model figur utama bagi anak, sebab orang tua memiliki peluang yang cukup banyak untuk mensosialisaikan aturan, nilai, dan kebiasaan serta sikap hidup. Disamping itu, orang tua dalam keluarga juga merupakan sosok yang menjadi panutan dan perlakuan yang akan diterapkannya kepada anak-anaknya, serta mempunyai hak untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya, karena orang tua berperan sebagai guru, penuntun, dan pengajar.

(Aqros, 2016 )

Setiap orang tua dari semua etnis akan mengajarkan norma-norma budaya yang berlaku dan yang di jaga kuat oleh suku mereka kepada anak-anaknya.

Biasanya, Anak akan di didik dengan nilai dan pola pikir sesuai budaya yang dipegang (Kusuma,2016). Anak-anak perlu diberi pemahaman bahwa budaya kita mencerminkan nilai-nilai moral bangsa kita dan identitas kita ditengah-tengah masyarakat dunia.

Identitas membantu seseorang dalam membedakan satu individu dengan individu lainnya, sehingga etnis sebagai salah satu identitas membantu individu menunjukkan bahwa individu tersebut merupakan bagian dari sebuah budaya.

Dengan menggunakan etnis sebagai identitas, Hal itu berarti bahwa kita turut mempertahankan budaya kita. Pentingnya Identitas dalam kehidupan seseorang agar seseorang memiliki standar, aturan, dan nilai yang sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

(15)

kelompoknya yang akan menjadi dasar dalam menjalankan kehidupan sehari-hari (Santoso,2006).

Sedangkan, identitas etnis itu sendiri merupakan identitas seseorang atau sense of self dari individu sebagai bagian dari suatu kelompok etnis, berisi

pemikiran, persepsi dan perasaan sebagai bagian dari kelompok tersebut. Identitas etnis merupakan sesuatu yang dinamis, yang berarti bahwa identitas etnis berubah sepanjang waktu, konteks, dan harus disesuaikan dengan variasi dan pembentukannya. (Phinney, 2007) Identitas etnis merupakan bagian dari identitas diri seseorang, sehingga seseorang memerlukan latar belakang etnis yang pasti dalam kehidupan sehari-harinya.

Dampak negatif yang dialami anak dari pasangan berbeda etnis (Minang- Mandailing) anak akan mengalami krisis identitas, yang berarti anak akan dianggap oleh masing-masing etnis orangtua sebagai sesuatu yang tidak lazim atau bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh kedua etnis tersebut, Sehingga anak dari hasil pernikahan berbeda etnis (Batak-Minang) baik dari etnis ayah (Minang) maupun dari etnis ibu (Batak), tidak dianggap sebagai bagian dari kedua etnis tersebut (Asri,2011).

Sebagai akibat dari krisis identitas anak dari pasangan beda etnis ini (Ayah Minang-Ibu Mandailing) akan menentukan identitas etnis mereka sendiri. Dalam menentukan identitas mereka sendiri, anak dari pasangan beda etnis ini akan mengeksplorasi terlebih dahulu etnis mereka. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan identitas etnisnya yaitu; lingkungan,

(16)

6

teman sebaya, bahasa, family cohesion, kelompok sosial dan prasangka/stereotype terhadap etnis itu sendiri (Phinney, 2003; Pahl & Way, 2006; dan Kiang &

Fuligni,2009) .

Marcia (dalam Papalia, 2008) mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas kedalam empat status identitas, antara lain: identity diffuse, remaja tidak mengalami sebuah periode exploration (krisis) dan juga tidak belonging atau membuat komitmen, status yang kedua yaitu identity foreclosure yaitu remaja tidak mengalami periode exploration (krisis) namun mereka telah belonging atau membuat komitmen. Status yang ketiga yaitu, identity moratorium, remaja sedang mengalami masa exploration (krisis) namun belum belonging atau membuat suatu komitmen, beberapa remaja yang berada dalam masa moratorium memiliki kemungkinan mengalami krisis yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan tidak puas. Status yang keempat ialah identity achievement, remaja telah melakukan eksplorasi dan mereka telah belonging atau membuat komitmen.

Dalam penelitian milik Kartika (2015), anak hasil pernikahan beda etnis Ayah Matrilineal (minang) dan Ibu Patrilineal (Batak) ditemukan bahwa remaja lelaki cenderung akan mengekplorasi budaya mereka dan mencapai tahap komitmen yang tinggi pada identitas etnisnya, Sedangkan pada remaja perempuan hanya sedikit yang mengeksplorasi etnisya dan hanya sedikit yang mencapai tahap komitmen yang tinggi terhadap etnisnya.

Universitas Sumatera Utara

(17)

Pada hasil penelitian milik Kartika (2015) menemukan bahwa terdapat empat alasan remaja dalam menentukan pilihannya yaitu; Mengikuti identitas etnis orang tua, mengikuti identitas etnis dominan di lingkungannya , memahami dan menentukan pilihannya sendiri, dan tidak memilih identitas etnis sama sekali.

Hal tersebut menjadi hal yang menarik bagi peneliti karena pentingnya identitas etnis dalam mengatur kehidupan manusia sehari-hari dan menjadi dasar dalam kehidupannya.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa anak dari hasil pernikahan campuran khususnya etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing akan mengalami krisis identitas dikarenakan tidak mendapat pewarisan keetnisan secara mutlak dari kedua etnis orang tuanya, sehingga mereka akan melakukan beberapa kemungkinan seperti mengikuti etnis salah satu orang tuanya, mengeksplorasi etnis yang akan dipilihnya sendiri, atau bahkan tidak memilih salah satu dari etnis kedua orang tuanya.

Hal yang menarik untuk diteliti dikarenakan pentingnya identitas etnis dalam mengatur dan mendasari kehidupan seseorang, sehingga bagaimana gambaran kehidupan individu hasil pernikahan campuran yang tidak mewarisi keetnisan secara mutlak dari orang tuanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peneliti ingin meneliti lebih lanjut dan mendalam mengenai dinamika eksplorasi dan komitmen status identitas pada individu hasil pernikahan campuran etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing.

(18)

8 1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menggali informasi lebih dalam mengenai kehidupan anak hasil pernikahan campuran etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing, agar dapat mendeskripsikan tingkat eksplorasi dan komitmen status identitas individu tersebut, serta diharapkan dapat memaparkan cara individu tersebut mengatasi setiap permasalahan yang menyangkut dengan identitas etnis.

1.3. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan akan diperoleh manfaat antara lain:

A. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu pengetahuan di bidang psikologi terutama di bidang psikologi sosial yang berkaitan dengan identitas etnis khususnya anak hasil pernikahan campuran etnis. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai dinamika eksplorasi dan komitmen status identitas pada individu dari hasil pernikahan campuran etnis

Ayah Minang dan Ibu Mandailing.

B. Manfaat Praktis

1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui gambaran kehidupan anak hasil pernikahan campuran etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing yang tidak memilih identitas etnis salah satu dari kedua orang tuanya.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memamaparkan permasalahan apa saja yang dialami individu hasil pernikahan campuran etnis Ayah Minang dan Ibu

Universitas Sumatera Utara

(19)

Mandailing yang terkait dengan etnis, dan cara individu tersebut menyeslesaikan permasalahannya.

3. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khusunya pasangan yang menikah berbeda etnis agar dapat membuat persiapan dalam mengajarkan adat dan budaya mana yang akan diwariskan kepada anaknya.

Agar anak tidak terlalu bingung dalam proses pembentukan identitas etnisnya kelak. Serta, bagaimana komitmen dalam keluarga untuk mengajarkan nilai dan budaya yang harus diwariskan kepada anaknya.

1.4. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang, Pertanyaan Penelitan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan identitas etnis, aspek identitas etnis, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas etnis, dan status identitas.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV : ANALISA DATA & PEMBAHASAN

(20)

10

Bab ini berisikan deskripsi data, hasil wawancara dan pembahasan menggunakan teori yang berkaitan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran terkait penelitian yang telah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Identitas Etnis

2.1.1. Defenisi Identitas Etnis

Phinney (2003; Phinney 2007) mengartikan Identitas etnis sebagai berikut

“Ethnic identity is a dynamis multidimensional contrusct that refers to one’s identity, or sense of self as a member of an ethnic group” berdasarkan kutipan

tersebut dapat dilihat bahwa Phinney mengartikan Identitas etnis tersebut sebagai identitas seseorang atau sense of self sebagai seorang anggota dari sebuah kelompok etnis dan pemikiran, persepsi dan perasaan yang dirasakan seseorang sebagai bagian dari anggota kelompok tersebut. Identitas etnis merupakan sesuatu yang dinamis, yang berarti bahwa identitas etnis berubah sepanjang waktu, konteks, dan harus disesuaikan dengan variasi dan pembentukannya. Phinney juga menambahkan bahwa identitas etnik dipandang sebagai sesuatu yang dicapai melalui proses aktif pengambilan keputusan dan evaluasi diri berdasarkan kognitif, kematangan sosial dan konteks sosial.

Tajfel (1981) mendefinisikan identitas etnis sebagai bagian dari self- concept individu yang diperoleh individu tersebut dari pengetahuannya sebagai

anggota suatu kelompok etnis mengenai nilai-nilai dan kelekatan emosional signifikan dengan kelompok etnis tersebut. Trible dan Dickson, 2004 (dalam Zakso,2009) memandang identitas keetnisan sebagai konstruk yang bersifat afiliatif karena melibatkan perasaan individu pada kelompok etnisnya.

(22)

12

Santrock (dalam papalia, 2008) mengungkapkan bahwa Ethnic Identity merupakan sebuah perasaan yangg abadi, aspek dasar dari diri yang termask sebuah perasaan bahwa kita merupakan anggota dari sebuah kelompok etnis, dan sikap serta perasaan berhubungan dengan keanggotaan.

Berdasarkan defenisi-definisi diatas mengenai identitas etnis maka dapat disimpulkan bahwa identas etnis adalah Sense of self atau ikatan emosional seseorang terhadap suatu etnis dan nilai-nilai dari kelompok etnis tersebut.

2.1.2. Aspek Identitas Etnis

Terdapat dua aspek identitas etnis yang dikemukakan oleh Phinney (2007) untuk mengukur identitas etnis, antara lain:

a. Exploration

Eksplorasi merupakan usaha untuk mencari informasi, pemahaman, pengalaman yang sesuai etnisnya, yang biasanya timbul karena adanya perasaan aman dan percaya diri terhadap etnisnya.

b. Commitment (sense of belonging)

Komitmen merupakan aspek penting dari identitas etnis yang mengacu pada kuatnya kelekatan, kebanggaan, keterikatan dan perasaan senang yang dimiliki seseorang mengenai identitas etnisnya.

Universitas Sumatera Utara

(23)

2.1.3. Status Identitas

Marcia (Dalam Santrock, 2009) mengklasifikasikan individu berdasarkan keberadaan dan tingkat krisis atau komitmen mereka. Krisis didefinisikan sebagai periode perkembangan identitas di mana individu sedang menjajaki alternatif.

Sebagian besar peneliti menggunakan istilah eksplorasi dari pada krisis.

Komitmen adalah investasi pribadi dalam identitas.

Keempat status identitas dijelaskan sebagai berikut:

1. Identity Diffusion adalah status individu yang belum mengalami eksplorasi atau membuat komitmen.

2. Identity Forclosure adalah status individu yang telah membuat komitmen tetapi tidak mengalami eksplorasi. Hal ini terjadi paling sering ketika orang tua menjatuhkan komitmen untuk anak mereka, biasanya dengan cara yang otoriter, sebelum remaja memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi pendekatan yang berbeda, ideologi, dan pekerjaan mereka sendiri.

3. Identity Moratorium adalah status individu yang berada di tengah-tengah eksplorasi tetapi komitmen tidak ada atau didefinisikan hanya samar- samar

4. Identity Achievement adalah status individu yang telah mengalami eksplorasi dan membuat komitmen.

(24)

14 2.1.4. Faktor Identitas Etnis

Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi identitas etnis, seperti yang diungkapkan oleh Phinney, 2003; Pahl & Way, 2006; dan Kiang & Fuligni, 2009; antara lain:

a. Bahasa

Bahasa merupakan ciri khas dari suatu etnis yang dapat dihubungkan dengan identitas etnis. Bahasa yang dimiliki suatu etnis, dapat mempermudah interaksi bahkan menjadi kebanggan tersendiri bagi anggota kelompok etnis tersebut. Bahasa dapat menyediakan dasar yang baik bagi perkembangan identitas etnis seseorang.

b. Teman sebaya

Teman sebaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menentukan identitas etnisnya. Identitas etnis mulai berkembang sejak usia remaja, untuk itu peran dari teman sebaya terhadap perkembangan identitas etnis juga memiliki peran penting. Adanya intensitas dari interaksi dengan teman dari etnis yang berbeda dari individu akan mempengaruhi individu dalam proses eksplorasi mengenai suatu etnis.

c. Tempat tinggal

Tempat tinggal juga dapat mempengaruhi identitas etnis seseorang. Bagi individu yang dibesarkan di lingkungan tempat tinggal yang dekat suatu etnis tertentu sangat mempengaruhi individu dalam proses menentukan identitas etnisnya.

d. Kelompok sosial

Universitas Sumatera Utara

(25)

Keanggotaan individu dalam suatu kelompok sosial juga dapat berperan dalam proses penentuan identitas etnisnya. Berpartisipasi dalam kelompok sosial yang dimiliki oleh kelompok etnisnya juga dapat berperan dalam perkembangan identitas etnis. Individu yang bergabung dengan kelompok sosial lainnya juga dapat memberikan pengaruh terhadap identitas etnis seseorang. Demikian pula, konsep relasional self-worth menunjukkan bahwa individu akan mengevaluasi diri berdasarkan hubungan tertentu di mana mereka berinteraksi.

e. Family cohesion

Bagi seseorang yang memiliki hubungan yang dekat dengan salah satu orangtuanya atau memiliki hubungan dekat dengan keluarga dari salah satu orangtuanya akan memotivasi untuk belajar dan berperilaku sesuai dengan latar belakang etnis yang orang tua miliki. Individu yang memiliki orangtua beda etnis mungkin akan memilih salah satu etnis dari orangtua yang lebih dekat dengannya untuk di eksplorasi.

f. Etnisitas

Individu yang berkeinginan mencari tahu mengenai etnisnya, biasanya terlebih dahulu harus memiliki motivasi untuk melakukan hal tersebut.

Etnisitas dianggap memiliki peran sentral dalam kehidupan ini, sehingga individu mungkin akan lebih termotivasi untuk menggali lebih banyak dan mempelajari mengenai etnisnya.

(26)

16

2.2. Prinsip Garis Kekerabatan atau Keturunan dalam hukum warisan adat

Dalam hukum warisan adat di Indonesia dipengaruhi oleh prinsip garis kekerabatan atau keturunan, Hazairin(dalam Komari,2016) terdapat tiga prinsip pokok garis kekerabatan atau keturunan yaitu:

a) Patrilineal, yang menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, seperti clan, marga, dimana setiap orang itu selalu menghubungkan dirinya hanya kepada ayahnya. Oleh karena itu, termasuk ke dalam clan ayahnya, yakni dalam sistem patrilineal murni seperti di tanah batak atau dimana setiap orang itu menghubungkan dirinya kepada ayahnya. Sistem kekerabatan ini dapat ditemukan di dalam masyarakat Batak, Bali, Tanah Gayo, Timor, Ambon, dan Papua.

b) Matrilineal, yang juga menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, seperti clan, suku, di mana setiap orang itu selalu menghubungkan dirinya hanya kepada maknya atau ibunya, dan karena itu termasuk ke dalam clan, suku, maknya itu. Sistem kekerabatan ini dapat ditemukan dalam adat Minangkabau.

c) Parental atau Bilateral, yang mungkin menimbulkan kesatuan- kesatuan kekeluargaan yang besar-besar, seperti tribe, rumpun, dimana setiap orang itu menghubungkan dirinya dalam hal keturunan baik kepada maknya maupun kepada ayahnya. Adapun bentuk masyarakat kekerabatan parental atau bilateral dapat dilihat di Jawa, Kalimantan, Riau, Lombok, dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

(27)

2.3. Dinamika Status Identitas Anak Hasil Pernikahan Campuran Etnis

Anak hasil pernikahan campuran etnis Ayah minang dan ibu Mandailing akan sedikit berbeda dengan Anak hasil pernikahan campuran etnis Ayah yang memiliki etnis dominan dibandingkan ibunya, dikarenakan secara mutlak anak dapat mewarisi keetnisan Ayahnya secara langsung. Sedangkan, anak dengan Ayah minang an Ibu mandailing tidak dapat mewarisi keetnisan secara mutlak, dan anak tersebut juga tidak dianggap dalam garis keturunan etnis Minang ataupun Etnis Mandailing. Hal ini terjadi oleh peraturan yang ada dalam etnis masing-masing orang tua. Yang mana etnis Minang bersifat matrilineal yaitu garis keturunan etnis hanya bisa diwariskan oleh Ibu. Sedangkan, etnis Mandailing bersifat patrilineal garis keturunan etnis hanya bisa diwariskan oleh Ayah.

Pentingnya Identitas membantu seseorang dalam membedakan satu individu dengan individu lainnya, sehingga etnis sebagai salah satu identitas membantu individu menunjukkan bahwa individu tersebut merupakan bagian dari sebuah budaya. Dengan menggunakan etnis sebagai identitas, Hal itu berarti bahwa kita turut mempertahankan budaya kita. Pentingnya Identitas dalam kehidupan seseorang agar seseorang memiliki standar, aturan, dan nilai yang sesuai dengan kelompoknya yang akan menjadi dasar dalam menjalankan kehidupan sehari-hari (Santoso,2006).

Sejalan dengan penelitian Asri (2011), dampak negatif yang dialami anak dari pasangan berbeda etnis (Minang-Batak) anak akan mengalami krisis identitas, yang berarti anak akan dianggap oleh masing-masing etnis orangtua sebagai

(28)

18

sesuatu yang tidak lazim atau bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh kedua etnis tersebut, sehingga anak dari hasil pernikahan berbeda etnis (Batak- Minang) baik dari etnis ayah (Minang) maupun dari etnis ibu (Batak), tidak dianggap sebagai bagian dari kedua etnis tersebut, karena perbedaan penentuan garis keturunan.

Sebagai akibat dari krisis identitas anak dari pasangan beda etnis ini (Ayah Minang-Ibu Mandailing) akan menentukan identitas etnis mereka sendiri. Dalam menentukan identitas mereka sendiri, anak dari pasangan beda etnis ini akan mengeksplorasi terlebih dahulu etnis mereka. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan identitas etnisnya yaitu; lingkungan, teman sebaya, bahasa, family cohesion, kelompok sosial dan prasangka/stereotype terhadap etnis itu sendiri (Phinney, 2003; Pahl & Way, 2006; dan Kiang &

Fuligni,2009) .

Marcia (dalam Papalia, 2008) mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas kedalam empat status identitas, antara lain: identity diffuse, remaja tidak mengalami sebuah periode exploration (krisis) dan juga tidak belonging atau membuat komitmen, status yang kedua yaitu identity foreclosure yaitu remaja tidak mengalami periode exploration (krisis) namun mereka telah belonging atau membuat komitmen. Status yang ketiga yaitu, identity moratorium, remaja sedang mengalami masa exploration (krisis) namun belum belonging atau membuat suatu komitmen, beberapa remaja yang berada dalam masa moratorium memiliki kemungkinan mengalami krisis yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan tidak puas. Status yang keempat ialah

Universitas Sumatera Utara

(29)

identity achievement, remaja telah melakukan eksplorasi dan mereka telah belonging atau membuat komitmen.

Pada hasil penelitian milik Kartika (2015) terdapat empat alasan remaja dalam menentukan pilihannya yaitu; secara mutlak mengikuti identitas etnis salah satu orang tua, mengikuti identitas etnis dominan di lingkungannya , memahami dan menentukan pilihannya sendiri, dan tidak memilih identitas etnis sama sekali.

(30)

20 2.4. Kerangka Teoritis

Foreclosure Achieved

Identity Identity

Diffussion Moratorium

Identity Identity

Identitas Etnis

• Lingkungan

• Teman

• Bahasa

• Family Cohesion

• Kelompok Sosial

• Prasangka / Stereotip

Universitas Sumatera Utara

(31)

Note :

• Achieved Identity Status : high exploration, high sense of belonging/commitment

• Foreclosure Identity Status : low exploration, high sense of belonging/

commitment

• Moratorium Identity Status : high exploration, low sense of belonging/

commitment

• Diffusion Identity status : low exploration, low sense of belonging/

commitment

(32)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang dipertimbangkan peneliti dalam menggunakan pendekatan kualitatif. Pertama, pendekatan ini dipilih karena fenomena yang diteliti pada penelitian ini sedang marak terjadi dimasyarakat yaitu pernikahan antar etnis Ayah Matrilineal dan Ibu etnis Patrilineal namun masih jarang diteliti secara mendalam atau secara kualitatif.

Peneliti ingin menggali lebih dalam bagaimana gambaran kehidupan anak hasil pernikahan campuran Ayah etnis Minang dan Ibu etnis Mandailing yang tidak memilih salah satu dari etnis kedua orang tuanya, sebagai identitas etnisnya, hal ini merupakan hal yang unik. Apa saja permasalahan yang dihadapi individu tersebut terkait identitas etnis, dan bagaimana cara individu tersebut mengatasi setiap permasalahan yang menyangkut dengan etnis. Dengan demikian, pendekatan kualitatif akan sesuai untuk digunakan pada nenelitian ini karena berorientasi pada kasus unik. Ketiga, pendekatan kualitatif juga digunakan dalam penelitian ini dikarenakan peneliti tidak bermaksud untuk memanipulasi setting penelitian, melainkan untuk melakukan studi terhadap suatu fenomena.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Poerwandari (2009). Melalui metode

Universitas Sumatera Utara

(33)

kualitatif, peneliti mengharapkan dapat diperolehnya jawaban yang lebih mendalam.

Jenis penelitian kualitatif yang peneliti gunakan merupakan penelitian dengan metode studi kasus (Study case). Studi kasus merupakan fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas (Poerwandari, 2009). Pada penelitian ini untuk melihat proses eksplorasi dan komitmen status identitas pada individu hasil pernikahan campuran etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode wawancara. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna kejadian yang dialami dan dipahami individu, berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan mclalui pendekatan lain (Banister. 1994 dalam Poerwandari, 2009).

Terdapat tiga variasi pendekatan dalam memperoleh data kualitatif Poerwandari, 2009), yakni wawancara informal, wawancara dengan pedoman umum, dan wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk wawancara dengan pedoman umum yang mana peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang

(34)

24

mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit.

Wawancara dengan pedoman umum ini dapat dibagi lagi ke dalam dua bentuk. yaitu wawancara terfokus dan wawancara mendalam. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan bentuk wawancara terfokus, yakni wawancara yang mengarahkan pembicaraan pada hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan atau pengalaman responden. Hasil dari yang ingin dicapai dari wawancara ini adalah terjawabnya pertanyaan penelitian mengenai gambaran kehidupan anak hasil pernikahan campuran etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing yang tidak memilih identitas etnis kedua orang tuanya. Serta dapat mengetahui permasalahan apa saja yang dihadapi individu tersebut tekait dengan etnis dan caranya mengatasi setiap permasalahan etnis tersebut.

Observasi dilakukan hanya sebagai alat bantu untuk mendapatkan data tambahan mengenai bahasa nonverbal yang ditunjukkan oleh responden selama wawancara berlangsung.

3.3. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini. peneliti menggunakan beberapa instrument penelitian yang akan membantu dalam proses pengambilan data, diantaranya yaitu:

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan agar peneliti tidak lupa mengenai

Universitas Sumatera Utara

(35)

aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2009).

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan agar peneliti tidak melewatkan hal-hal yang penting untuk diobservasi. Hal-hal yang diobservasi meliputi hal-hal yang terjadi selama proses wawancara berlangsung seperti nonverbal yang ditunjukkan oleh responden.

3. Alat Perekam

Alat perekam digunakan sebagai alat bantu pada saat wawancara agar peneliti dapat memberikan perhatiannya kepada responden selama proses pengambilan data tanpa harus berhenti ataupun sibuk untuk mencatat jawaban-jawaban dari responden. Dalam pengumpulan data, alat perckam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari responden untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

4. Kertas dan Alat Tulis

Meskipun alat perekam telah digunakan sebagai alat bantu dalam proses pengambilan data, peneliti tetap akan mempersiapkan alat tulis dan kertas untuk mencatat apabila misalnya ketika peneliti perlu membuat catatan penting pada pertanyaan tertentu, dan sebagainya.

3.4. Responden Penelitian

a. Karakteristik Responden

(36)

26

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka karakteristik responden penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Individu yang memiliki orangtua beda etnis khususnya dengan ayah minang dan Ibu Mandailing.

a. Jumlah Responden

Dalam penelitian ini, jumlah responden yang digunakan adalah sebanyak satu orang.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Sumatera Utara.

c. Prosedur Pengambilan Responden (Teknik Sampling)

Prosedur pengambilan responden pada penelitian ini menggunakan pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian (theory-based).

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan untuk melakukan penelitian:

1) Mengumpulkan informasi atau data dan responden

Mencari informasi mengenai responden yang memiliki karakteristik sesuai dengan tujuan penelitian . Dalam proses pengumpulan informasi ini peneliti mencari informasi mengenai individu hasil

Universitas Sumatera Utara

(37)

pernikahan campuran etnis Ayah Minang dan Ibu Mandailing yang tidak memilih identitas etnis kedua orang tuanya

2) Menyiapkan informed consent

Pernyataan ini dibuat sebagai bukti bahwa responden telah menyetujui bahwa dirinya akan berpartisipasi dalam penelitian ini tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Disini, peneliti dalam memberikan informed consent kepada responden kemudia dibaca dan disetujui oleh responden tanpa ada paksaan.

3) Wawancara awal

Melakukan wawancara awal terhadap Individu yang memiliki orangtua beda etnis khususnya ayah minang dan ibu mandailing.

Wawancara awal ini juga bertujuan untuk membangun rapport antara peneliti dengan responden. Pada tahap ini, pedoman wawancara tidak digunakan sebab proses wawancara yang dilaksanakan hanya berupa wawancara informal yang mana pertanyaan yang muncul akan berkembang secara spontan mengenai pengetahuan responden tentang latarbelakang etnis keluarganya. Pada tahap ini juga, peneliti akan membuat janji dengan responden untuk mengadakan pertemuan selanjutnya.

4) Analisa dan memilih teori

Peneliti menganalisa dan memilih teori-teori mengenai Identitas Etnis, sistem matrilineal etnis Minang, dan Status Identitas dalam faktor yang mempengaruhi Individu dalam mencari.

(38)

28 5) Mempersiapkan alat-alat penelitian

Peneliti menyediakan hal-hal yang dibutuhkan selama penelitian, yang mana terdiri dari pedoman wawancara umum yang telah disusun, pedoman observasi, alat-alat pembantu seperti recorder, alat tulis untuk pengolahan data dan sebagainya.

3.5.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, peneliti memasuki beberapa tahap pelaksanaan penelitian, diantaranya yaitu:

1) Mengkonfirmasi kembali waktu dan tempat wawancara

Peneliti akan mengkonfirmasi kembali waktu dan tempat wawancara yang telah disepakati sebelumnya pada tahap wawancara awal.

Konfirmasi ini dilakukan sehari sebelum wawancara dilakukan untuk memastikan apakah responden berada di tempat dan dengan kondisi yang memungkinkan.

2) Melaksanakan wawancara

Sebelum proses wawancara dimulai, peneliti akan meminta izin pada responden untuk merekam pembicaraan pada tape recorder dari awal sampai akhir wawancara. Kemudian, proses wawancara dilaksanakan dan juga menggunakan pedoman wawancara dan pedoman observasi yang telah dibuat.

3) Building rapport

Universitas Sumatera Utara

(39)

Meskipun telah dinyatakan bahwa pada wawancara awal bertujuan untuk untuk membangun rapport, namun rapport tidak akan mudah terbentuk hanya dengan sekali berinetraksi dengan responden.

Dengan dmikian, pada wawancara kedua ini pun peneliti harus membangun rapport dengan responden. Wawancara terlebih dahulu diawali dengan percakapan-percakapan ringan sebelum melakukan wawancara mendalam. Hal ini bertujuan untuk membuat suasana wawancara agar menjadi rileks, nyaman, dan tidak kaku.

4) Pemindahan hasil wawancara ke dalam verbatim

Setelah proses wawancara telah usai dilakukan, peneliti kemudian akan memindahkan data wawancara yang direkam dengan tape recorder ke dalam bentuk verbatim tertulis.

5) Coding data

Peneliti memberikan nomor atau kode pada data wawancara untuk mempermudah pencarian hasil dari wawancara yang bisa diambil kesimpulannya. Koding dimaksudkan untuk mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2009) .

6) Analisa data

Peneliti menyusun dan menganalisa data dari hasil transkip wawancara yang telah dikoding Peneliti kemudian mengaitkan data wawancara dengan teori-teori yang ada.

(40)

30 7) Menarik kesimpulan

Usai menganalisa data, peneliti kemudian menarik kesimpulan yang didapatkan setelah itu, peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan data hasil penelitian.

3.6. Teknik analisa Data

Menganalisis data pada penelitian kualitatif membutuhkan kepekaan teoritis. Hal ini bermaksud bahwa kepekaan teoritis adalah kualitas personal yang dimiliki peneliti yang mengindikasi kesadaran tentang detail, lipatan-lipatan, dan kompleksitas makna dari data yang diperoleh (Strauss& Corbin, 1990 dalam Poerwandari, 2009).

3.6.1. Organisasi Data

Higlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2009) menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, dan menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (catatan lapangan, dan kaset hasil rekaman), data yang sudah diproses sebagiannya (transkip wawancara), data yang sudah ditandai kode-kode khusus dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.

Universitas Sumatera Utara

(41)

3.6.2. Koding dan Analisa Tematik

Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan ususlan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya penelitilah yang berhak (dan bertanggung jawab) memilih cara koding yang dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya (Poerwandari, 2009).

Sedangkan analisa tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara atau gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena.

3.6.3. Pengujian Terhadap Dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara, dengan mempelajari data kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Berbagai perspektif harus disesuaikan untuk memungkinkan keluasan analisis serta mengecek bias-bias yang tidak disadari oleh peneliti.

(42)

32 3.6.4. Tahap Interpretasi

Kvale (dalam Poerwandari, 2009) menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan oleh Kvalve, yaitu pertama konteks interpretasi pemahaman diri (‘self understanding’) terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk yang lebih padat apa yang responden penelitian sendiri pahami sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya. Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti, melainkan dikembalikan pada pemahaman diri responden penelitian, dilihat dari sudut pandang dan pengertian responden penelitian tersebut. Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis (critical commonsense understanding) terjadi bila peneliti beranjak lebih jauh dari pemahaman diri responden penelitiannya. Peneliti mungkin akan menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahaman responden, bersifat kritis terhadap apa yang dikatakan responden, baik dengan memfokuskan pada ‘isi’ pernyataan maupun pada responden yang membuat pernyataan. Meski demikian semua itu tetap ditempatkan dalam konteks penalaran umum: peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum dimana responden penelitian berada. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis. Pada tingkat ketiga ini kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan- pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri responden ataupun penalaran umum.

Universitas Sumatera Utara

(43)

3.7. Kredibilitas Penelitian

Suatu penelitian harus memiliki kualitas yang baik, dalam penelitian kualitatif, validitas penelitian disebut dengan kredibilitas. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan dalam mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan suatu fenomena yang kompleks (Poerwandari, 2009).

Adapun uapaya peneliti dalam menjaga kredibilitas penelitian ini yaitu dengan :

1. Membangun rapport dengan responden agar ketika proses wawancara berlangsung responden dapat lebih terbuka menjawab setiap pertanyaan dan suasana tidak kaku pada saat wawancara.

2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya.

3. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.

4. menanyakan kembali beberapa pertanyaan yang dirasa butuh penjelasan yang lebih dalam lagi pada wawancara berikutnya untuk memastikan keakuratan data responden.

5. Melibatkan teman, dosen pembimbing, dan dosen yang ahli dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.

(44)

34 BAB IV

DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHAAAN

Bab ini berisi uraian hasil analisa data wawancara yang telah dilakukan selama penelitian. hasil yang didapat dari penelitian ini akan dianalisa agar dapat memperjelas bagaimana proses yang dialami partisipan multietnis non dominan dalam membentuk identitasnya, serta kejadian yang dialami selama hidupnya yang mempengaruhi pembentukan identitas etnisnya.

4.1. DESKRIPSI DATA

4.1.1. Deskripsi data hasil wawancara partisipan

Partisipan merupakan seseorang lelaki berinisial AA, pensiunan PNS di Direktorat Jendral Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia yang saat ini berusia 73 tahun. Memiliki anak 5 dari istri pertama yang telah meninggal pada tahun 1990 dan 1 anak dari istri kedua yang menikah pada tahun 1997 dan saat penelitian ini dilakukan partisipan telah memiliki 10 orang cucu. Partisipan merupakan seorang anak dari pernikahan campuran etnis, Ayah bersuku minang dan Ibu bersuku Mandailing.

Pernikahan campuran etnis yang dilakukan oleh orangtua partisipan berawal dari sebuah pertemuan di tahun 1940 antara seorang janda (inisial S) beranak 4 dan seorang duda (inisial D) tanpa anak yang merantau dari kampung halamannya di Sumatera Barat ke sebuah kampung di Tapanuli Selatan, yaitu Padang Sidempuan. Seorang duda tanpa anak ini terbuang dari kampung halamannya tanpa harta yang dibawa, karena dalam budaya minang harta dan pusaka hanya

Universitas Sumatera Utara

(45)

dimiliki oleh anak perempuan, bahkan pewarisan suku dan budaya hanya dapat diwariskan oleh anak perempuan.

Hubungan mereka didasari oleh kesamaan cerita kehidupan, sikap dan pendirian. Namun, hubungan ini tidak berlangsung begitu mulus. Ketika perkenalan yang dilalui ini sudah berlangsung cukup lama, sekitar 2 tahun sejak tahun 1940-1942, Sepuh dikeluarga S meminta agar D segera menlanjutkan hubungan mereka ke tahap pernikahan. Namun D yang saat itu hanya seorang duda perantauan yang berbekal keahlian menjahit dan juga seorang aktifis perjuangan pergerakan bawah tanah, belum memiliki harta untuk modal pernikahan. Sementara, S merupakan anak dari keluarga yang cukup berada, memilki sawah yang luas di kampung halamannya. Dikarenakan perbedaan status sosial ini, S rela melepaskan harta yang ada dikampung untuk adik-adiknya saja, dan ia ikut merantau bersama D dan anaknya ke deli.

Setelah beniaga diperantauan, dan memiliki cukup uang akhirnya mereka menikah. Guna memperoleh restu dari keluarga mereka pun kembali ke kampung halaman S di Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan untuk berkunjung dan meminta restu. Saat kembali merantau di Deli, Belawan, S melahirkan seorang putra yang hidup hanya 15 hari, namu tak berapa lama, S kembali hamil dan melahirkan seorang putra yang diberi nama AA (partisipan). AA memiliki seorang adik laki-laki dan juga adik kembar perempuan yang meninggal beberapa hari setelah dilahirkan, sejak saat itu ibu S sering mengalami sakit-sakitan.

(46)

36

Seiring berjalannya waktu usaha yang dimiliki oleh bapak D semakin besar dan berkembang, ekonomi keluarga mereka pun semakin baik dan sukses. Ia memiliki perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), pengangkutan barang masuk dan keluar pelabuhan Belawan. Kabar kesuksesan tersebut terdengar sampai kekampung halaman bapak D, dan sejak itu banyak saudara yang datang berkunjung melihat keadaan bapak D dan keluarga. Ada yang datang dengan tulus dan penuh suka cita, namun ada pula yang datang hanya sekedar berkunjung mengukur kesuksesan keluarga bapak D. Bahkan, ada yang hanya bertanya-tanya AA dan adiknya itu keturunan siapa, suku apa, dan apa marganya.

Dengan kesuksesan yang telah diraih bapak S membuat keluarga, baik dari pihak keluarganya sendiri, maupun keluarga ibu S, banyak yang meminta bantuannya. Ada yang meminta dicarikan pekerjaan diperantauan deli, ada pula yang meminta jabatan d perusahaannya. Meskipun dahulu ia sempat tidak dipedulikan, dan tidak dipandang dikeluarganya, bahkan anaknya tidak diakui dalam silsilah keluarganya, namun ia tetap mengulurkan tangannya kepada sanak saudaranya tersebut.

Dibalik kesuksesan yang dimiliki bapak D pada saat itu, penyakit Ibu S juga tak kunjung sembuh, ternyata ibu S menderita penyakit kanker sehingga dibawa berobat sampai ke RS Militer di Medan. Mengingat perlunya fokus untuk kesembuhan Ibu S dan AA yang telah tamat SR (sekolah Rakyat) akan melanjutkan ke SMEP ( Sekolah Menengah ekonomi Pertama) mereka pun akhirnya pindah ke Medan menyewa rumah, yang ikut pindah saat itu bapak D,

Universitas Sumatera Utara

(47)

Ibu S, AA dan adiknya. Kondisi ibu S ini berlangsung cukup lama sampai akhirnya Ibu S meninggal pada tahun 1960.

Musibah yang dialami AA dan adiknya pada saat itu sangat berat, ketika ia baru saja kehilangan Ibunya, musibah kembali terjadi, pada bulan berikutnya Ayahnya ditangkap karena perusahaannya dituduh menggelapkan barang yang masuk pelabuhan, dan diancam kurungan penjara selama 3 tahun. Keadaan itu sangat sulit diasakan oleh AA dan saudara-saudaranya, namun tak ada satu keluarga pun yang menolong dan peduli dengan keadaan mereka.

Sejak saat itu, kehidupan mereka pun tak tentu arah, dan mereka kembali menetap di rumah belawan. Saat itu, yang tinggal bersama AA dan adiknya adalah abang tirinya, dan keponakan Ayahnya merupakan seorang janda beranak dua, dikarenakan dalam budaya minang keponakan perempuan merupakan masih tanggung jawab pamannya, dan memiliki hak atas harta pamannya, maka ia dan anak-anaknya tinggal bersama AA.

Keadaan ekonomi yang semakin meburuk, abang dari AA menyewakan sebagian dari rumah mereka kepada orang lain, oleh karena itu rumah yang mereka tempati pun semakin sempit, lalu kemudian abang tiri AA memperistri keponakan dari Ayah tirinya tersebut. Kondisi mereka yang seperti ini juga tidak berlangsung lama, karena tuntutan ekonomi, maka rumah mereka dijual oleh abangnya dan mereka pun harus berpencar. Sang adik ditipkan oleh abangnya pada seseorang tetangga penjual kue, AA harus pindah ke sebuah kos di Medan,

(48)

38

dan abangnya pergi merantau ke kampung Bagan Siapi-api bersama istri dan anaknya.

Pada tahun 1961 saat AA duduk di bangku SMEA, AA dimintai data siswa mengenai sukunya, marganya, dan data orang tua. AA yang kalau itu berada ditahapan usia remaja yang sedang memasuki tahap pencarian identitas, mengalami kebingungan/krisis. Ia tidak tahu harus mencantumkan apa dalam data siswa tersebut, yang ia tahu selama hidupnya ketika orang bertanya ia akan menjawab bahwa ia orang melayu, anak deli, karena ia dibesarkan dengan budaya tempat tinggalnya.

Selama hidupnya pada saat itu, kedua orang tuanya juga tidak pernah mewariskan tentang kesukuan kepada dirinya, bahkan keduanya juga menolak untuk memberikan marganya, karena kedua orang tuanya masih sama-sama menghargai adat istiadat leluhurnya bahwa orang minang yang dapat mewariskan kesukuannya adalah Ibu, dan orang Mandailing yang dapat mewariskan kesukuannya adalah Ayah.

Ditengah-tengah kebingungan ini, ia berkunjung ke penjara ayahnya untuk berdiskusi. Namun, tak kunjung mendapat jawaban yang pasti. Pengalaman menyakitkan seperti tidak diakui didalam kesukuan keluarga Ayah maupun Ibu, dikucilkan, diabaikan dan tidak dipedulikan bahkan saat masa-masa sulit, membuat partisipan merasa tidak ingin terikat dengan kedua etnis orang tuanya, dan ingin mencari identitas sendiri. Hingga pada akhirnya ia merenung dan memikirkan sebuah ide untuk menggabungkan nama kedua orang tuanya sebagai

Universitas Sumatera Utara

(49)

identitasnya, yang akan ia dan adiknya sandang sebagai tanda pengenal silsilah keluarga pengganti marga yang selama ini tidak dapat ia warisi dari kedua suku orang tuanya.Hal ini dikemukakannya kepada ayahnya dan adiknya, dan mereka dengan senang hati menerima ide tersebut.

Setelah saat itu keluarga yang sebelumnya sering mempertanyakan tentang AA keturunan siapa? Suku apa? Dan Marga apa? Tidak pernah lagi bertanya- tanya mengenai hal tersebut. Dengan melalui proses yang panjang, nama keluarga yang disandang oleh AA telah didaftarkannya sebagai nama lengkap dan secara resmi telah disahkan oleh Badan Aparatur Negara Republik Indonesia. Kemudian untuk keturunannya, nama tersebut tetap dipakai sebagai nama keluarga pengganti marga, dan dapat diwariskan oleh anak laki-laki. Anak perempuan boleh mewariskannya apabila disetujui oleh suaminya kelak. Hingga saat ini nama keluarga tersebut sudah dimiliki oleh tiga generasi, yang mana AA adalah generasi pertama yang menyandangnya sekaligus yang membuatnya.

Selama hidupnya partisipan mengaku tidak pernah diwariskan nilai-nilai ketnisan dari kedua orang tuanya, bahkan ia dibesarkan dengan budaya kampung halamannya sendiri yaitu tanah deli/melayu. Semasa remaja ia hanya mengekplorasi budaya setempat, tidak suku minang ataupun suku mandailing. Ia mempelajari budaya setempat dari proses melihat-lihat, belajar melalui buku-buku dan belajar dari teman-teman sepergaulan. Selama remaja ketika ditanya orang lain sukunya apa, maka ia akan menjawab suku deli/melayu, karena ia tinggal dan dibesarkan di tanah deli.

(50)

40

Partisipan merupakan seseorang yang sangat menyukai sastra, dan seni.

Sejak duduk dibangku SMEA partisipan sering membuat catatan-catatan berupa sajak, atau puisi2, serta jurnal. Puisi yang ia buat pun sering dikirimnya ke media cetak surat kabar harian dan beberapa diantaranya diterbitkan oleh surat kabar tersebut.

Setelah tamat sekolah partisipan aktif mengikuti berbagai organisasi kepemudaan diantaranya pemuda Nadhlatul Ulama mengikuti jejak ayahnya, dan ia juga aktif di organisasi kesenian SUMUT khususnya di seksi kesenian teater SUMUT. Didalam organisasi tersebut ia banyak memilki teman yang berasal dari Suku Melayu. Prestasi yang pernah ia raih diantaranya ialah menjadi aktor pementasan teater Sri Mersing, dan Putri Hijau, bahkan ia pernah menjadi penulis naskah beberapa pementasan dan pernah menjadi sutradara dalam sebuah pementasan drama teater yang berjudul Butet. Drama teater Sri Mersing dan Putri Hijau merupakan Sastra melayu atau sejarah kebudayaan melayu di tanah deli.

Partisipan mengaku sangat suka dengan budaya melayu, ia menyukai sastra dan seni kebudayaan melayu. Partisipan juga mengaku bahwa ia merasa senang berada dilingkungan orang melayu, ia merasa nyaman dan diterima, karena dalam lingkungan budaya melayu ia tidak pernah dipermasalahkan mengenai asal sukunya, dan apa marganya.

Pada saat menikah keluarga istri partisipan yang merupakan keluarga bersuku mandailing, bermarga Nasution, tidak terlalu mempermasalahkan mengenai suku dan marga partisipan. Sehingga partisipan tidak perlu membeli

Universitas Sumatera Utara

(51)

marga seperti pada adat mandailing yang kental, apabila calon suami tidak bermarga maka harus membeli marga dan diadakan prosesi adat sebelum menikah. Selain menggunakan prosesi adat mandailing saat pernikahan adat istri, partisipan juga menggunakan prosesi adat melayu pada saat acara di keluarga pihak suami. Partisipan tidak menggunakan prosesi adat kesukuan dari Ayahnya yaitu Minang maupun prosesi adat kesukuan Ibunya yaitu Mandailing.

Namun, ketertarikan partisipan terhadap budaya Melayu ini tidak mencapai titik komitmen, karena partisipan menganggap bahwa dirinya tidak memiliki darah orang melayu, yang berarti secara lahiriah ia tidak bisa menjadi orang melayu dan ia juga tidak mempelajari melayu secara mendalam mengenai nilai- nilai adat kesukuan melayu.

Ketika ditanya identitas keluarga yang ia ciptakan atau keluarga Dalil Sari itu bersuku apa, maka ia akan menjawab campuran, dari suku minang dan suku mandailing yang tidak mendapat warisan marga. Adat istiadat atau nilai-nilai dalam keluarga tersebut tidak terpaku secara mutlak dengan satu etnis tertentu, bahkan partisipan mengaku lebih baik bersandar pada nilai-nilai agama. Nilai- nilai kesukuan boleh diajarkan asal tidak memberatkan bagi keturunannya, dan tidak bertentangan dengan nilai agama.

4.1.2 Hasil Observasi selama wawancara

Wawancara pertama dilakukan dirumah partisipan pada pukul 14.18 sampai dengan selesai. Partisipan mengenakan baju kemeja dengan sarung dan peci yang menutupi kepalanya. Peneliti duduk diatas ambal/karpet diruang

(52)

42

keluarga dengan posisi hampir berhadapan dengan partisipan yang berjarak sekitar empat puluh lima sentimeter. sebelum wawancara dimulai peneliti menjelaskan kembali maksud dari kedatangannya untuk melakukan wawancara penelitian, kemudian partisipan masuk kekamar, dan mengambil beberapa lembaran kertas dan sebuah buku yang lembarannya berwarna coklat muda dan terlihat sudah using, selama berkomunuikasi partisipan memiliki suara yang rendah dan berat, serta sering tersendat karena menahan tangis. Selama proses wawancara berlangsung pertisipan sering menangis dan meringis, ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang melibatkan kondisi emosionalnya memuncak.

Partisipan juga berkali-kali menarik nafas dari hidungnya yang basah karena menangis. Dalam menjawab pertanyaan mengenai asal usul identitas keluarga, partisipan menjawab dengan jawaban terbuka, ia menceritakan secara luas dan detail sambil memegang sebuah kertas yang berisi cerita tentang asal-usul nama keluarga yang telah ia tuliskan dalam bentuk naskah. Partisipan sering menekankan bahwa ada cerita kehidupan yang terlupa atau sengaja dilupakan guna menjaga keutuhan keluarga.

Wawancara kedua dilakukan kembali diumah partisipan pada pukul 20.11 sampai dengan selesai. Partisipan mengenakan kaos dalam berwarna hitam, sarung dan peci, serta kacamata. Pada wawancara kali ini partisipan sudah siap duduk di ruang keluarga yang beralaskan kasur dan sudah siap dengan kertas- kertas dan buku yang mendampinginya pada wawancara sebelumnya. Sebelum wawancara peneliti kembali menjelaskan maksud dan tujuan wawancara kembali ini adalah untuk melengkapi data pada wawancara sebelumnya yang kurang jelas.

Universitas Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

Selain sebagai sumber makanan trofik level di atasnya, Ordo Lepidoptera ini juga dapat menjadi hama pada saat dewasa, sehingga produktivitas sekunder Ordo

bahwa untuk melaksanakan Pasal 185 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

Jika dilihat pemetaan sumber daya manusia TI di lingkungan Ditjen PHU maka hasil pemetaan IT Organization sebagai bagian dari IT Management akan terlihat bahwa

Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan Pemenuhan Hak Anak Pasca Perceraian Orang Tua di Kabupaten Rejang Lebong dan mengamati fakta yang terjadi pada focus

Berdasarkan Peraturan Walikota Kotamobagu Nomor 42 Tahun 2016 Tentang kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan

Setiap individu tentu memiliki uraian pekerjaan masing-masing, dan setiap uraian pekerjaan haruslah memiliki satuan pengukuran pencapaian uraian pekerjaan tersebut, sering

The population of Sumatran rhino has declined from year to year and based on the Sumatran Rhino Crisis Summit in Singapore in 2013, the Asian Rhino Range State Meeting in Lampung

kelompok dengan skor rata-rata 20, sebagai kelompok hebat, dan (c) kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super. Prosedur pelaksanaan pembelajaran kooperatif