• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu ini digunakan sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu ini digunakan sebagai"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu ini digunakan sebagai bahan perbandingan dan kajian yang tidak terlepas dari topik penelitian yaitu tentang rehabilitasi vokasional dan keberfungsian sosial terhadap penyandang disabilitas tubuh. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah:

1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santi Utami Dewi, Siti Amanah dan Eva Rahmi Kasim (2013) yang berjudul “Korelasi Pelatihan Vokasional Dengan Kompetensi Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitsi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD), Cibinong” ialah adanya faktor-faktor pelatihan vokasional yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi para penyandang disabilitas di bidang penjahitan dan disimpulkan juga bahwa penyandang disabilitas jurusan keterampilan menjahit yang telah lulus memiliki kompetensi yang tinggi dalam kompetensi teknis, yaitu prosedur K3 dalam bekerja dan menjahit dengan mesin, selain itu juga kompetensi non- teknis (employability skills). Perbedaannya ialah penelitian yang digunakan Santi dan teman-temannya, menggunakan pendekatan kuantitatif dan hanya menggambarkan kompetensi kerja penyandang disabilitas dibidang penjahitan dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi kerja

(2)

9

dalam konteks pelatihan vokasional. Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional dan keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mengikuti rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan, peneliti juga menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

2. Hasil penelitian yang dilakukan Bambang Tjahjono (2017) dengan judul

“Manajemen Pelatihan Vokasional Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh”

menunjukkan bahwa secara sosial penyandang disabilitas tubuh sudah mampu melakukan relasi dengan masyarakat secara wajar, namun pelatihan belum mampu mendorong para penyandang disabilitas tubuh ke arah yang lebih berdaya, yaitu belum cukup memiliki keterampilan kerja yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan sebagai modal menghadapi kehidupannya. Perbedaannya adalah penelitian oleh Bambang Tjahjono ini mendeskripsikan pelaksanaan manajemen pelatihan vokasional dalam upaya meningkatkan kualitas sdm penyandang disabilitas serta untuk menemukan faktor kekuatan menemukan solusi terhadap tantangan yang muncul.

Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang bagaimanan rehabilitasi vokasional serta keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan.

3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Azizatur Rohim, Istiqomah, Irmawanti, Swastika Sekar Febrianti dan Iffah Priyatni (2018) yang berjudul

“Rehabilitasi Vokasional Penyandang Disabilitas Fisik Melalui Pembuatan Batico (Batik Kombinasi Ecoprinting)” yaitu terlihat adanya peningkatan keterampilan dari peserta pembuatan BATICO, yang mana pelatihan ini telah

(3)

10

menghasilkan produk dari pembuatan BATICO berupa dompet, tas, baju, jilbab dan hiasan dinding, selain itu juga adanya tawaran kerjasama untuk mempromosikan produk dari komunitas batik supaya menjadi salah satu bentuk keberlanjutan kegiatan ini. Perbedaannya adalah penelitian Nur Azizatur Rohim dan teman-temannya bertujuan untuk meningkatkan soft skill kewirausahaan dan keterampilan vokasi penyandang disabilitas berupa workshop pembuatan BATICO (Batik Kombinasi Ecoprinting). Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional dan bagaimanana keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan.

4. Hasil penelitian Hasby Alfin Shidiq (2018) yang berjudul “Pembelajaran Pelatihan Vokasional Bagi Tunadaksa di Pondok Pesantren Madania Banguntapan, Bantul” menunjukkan bahwa pembelajaran vokasional di Pondok Pesantren Madania dikelompokkan berdasarkan unit usaha yang digeluti oleh para santri. Adapun hasil unit usaha isi ulang air minum yaitu, pengetahuan dan keterampilan mengenai proses produksi, distribusi dan administrasi isi ulang air minum, sedangkan produk yang dihasilkan adalah air minum isi ulang yang dikemas dalam galon. Untuk unit usaha pengetahuan puzzle, yang dihasilkan adalah pengetahuan dan keterampilan mengenai proses produksi dan pemasarannya, produk yang dihasilkan adalah puzzle.

Perbedaannya ialah penelitian oleh Hasby Alfin Shidiq ini untuk mengetahui proses pembelajaran keterampilan vokasional seperti proses pembelajaran, metode yang digunakan dan hasil dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.

(4)

11

Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional serta keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan.

5. Hasil penelitian Leni Marlina (2018) yang berjudul “Evaluasi Dampak Pelatihan Vokasional Khusus Disabilitas Tuna Daksa Terhadap Kesempatan Bekerja” yaitu adanya dampak positif terhadap peningkatan kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas tuna daksa pada pelatihan vokasional dan hasilnya lebih tinggi. Perbedaannya yaitu Leni Marlina menggunakan pendekatan kuantitatif dan teknis analisis data model probit, untuk memvalidasi hasil hipotesis dampak positif pelatihan vokasional dan peningkatan kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas tubuh.

Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional dan keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilkitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan, peneliti juga menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Hasil

1 Santi Utami Dewi, Siti Amanah dan Eva Rahmi Kasim (2013)

Korelasi Pelatihan Vokasional Dengan Kompetensi Penyandang Disabilitas Alumni Balai Besar Rehabilitsi

Vokasional Bina Daksa (BBRVBD), Cibinong

Hasil penelitian yang dilakukan Santi dkk membuktikan bahwa adanya faktor-faktor pelatihan vokasional yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi para penyandang disabilitas di bidang

(5)

12

penjahitan dan

disimpulkan juga bahwa penyandang disabilitas jurusan keterampilan menjahit yang telah lulus memiliki kompetensi yang tinggi dalam kompetensi teknis, yaitu prosedur K3 dalam bekerja dan menjahit dengan mesin, selain itu juga kompetensi non- teknis (employability skills).

Perbedaan :

Penelitian yang digunakan Santi dkk, menggunakan pendekatan kuantitatif dan hanya menggambarkan kompetensi kerja penyandang disabilitas dibidang penjahitan dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi kerja dalam konteks pelatihan vokasional. Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional dan keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mengikuti rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan, peneliti juga menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

No Nama Judul Hasil

2 Bambang Tjahjono (2017)

Manajemen Pelatihan Vokasional Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh

Hasil penelitian Bambang Tjahjono menunjukkan bahwa secara sosial penyandang disabilitas tubuh sudah mampu melakukan relasi dengan masyarakat secara wajar, namun pelatihan belum mampu mendorong para penyandang disabilitas tubuh ke arah yang lebih berdaya, yaitu belum cukup memiliki

keterampilan kerja yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan sebagai modal menghadapi kehidupannya.

(6)

13 Perbedaan :

Penelitian oleh Bambang Tjahjono ini mendeskripsikan pelaksanaan manajemen pelatihan vokasional dalam upaya meningkatkan kualitas sdm penyandang disabilitas serta untuk menemukan faktor kekuatan menemukan solusi terhadap tantangan yang muncul. Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang bagaimanan rehabilitasi vokasional serta keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan.

No Nama Judul Hasil

3 Nur Azizatur Rohim, Istiqomah,

Irmawanti, Swastika Sekar Febrianti dan Iffah Priyatni (2018)

Rehabilitasi Vokasional Penyandang Disabilitas Fisik Melalui Pembuatan Batico (Batik Kombinasi Ecoprinting)

Hasil penelitian Nur Azizatur Rohim dkk ini yaitu terlihat adanya peningkatan keterampilan dari peserta pembuatan BATICO, yang mana pelatihan ini telah

menghasilkan produk dari pembuatan BATICO berupa dompet, tas, baju, jilbab dan hiasan dinding, selain itu juga adanya tawaran kerjasama untuk mempromosikan produk dari komunitas batik supaya menjadi salah satu bentuk keberlanjutan kegiatan ini.

Perbedaan :

Penelitian Nur Azizatur Rohim dkk ini bertujuanuntuk meningkatkan soft skill kewirausahaan dan keterampilan vokasi penyandang disabilitas berupa workshop pembuatan BATICO (Batik Kombinasi Ecoprinting). Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional dan bagaimanana keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan.

No Nama Judul Hasil

4 Hasby Alfin Shidiq (2018)

Pembelajaran Pelatihan Vokasional Bagi Tunadaksa di Pondok Pesantren Madania Banguntapan, Bantul

Hasil penelitian yang dilaukan oleh Hasby menunjukkan bahwa pembelajaran vokasional di Pondok Pesantren

(7)

14

Madania dikelompokkan berdasarkan unit usaha yang digeluti oleh para santri. Adapun hasil unit usaha isi ulang air minum yaitu, pengetahuan dan keterampilan mengenai proses produksi, distribusi dan administrasi isi ulang air minum, sedangkan produk yang dihasilkan adalah air minum isi ulang yang dikemas dalam galon. Untuk unit usaha pengetahuan puzzle, yang dihasilkan adalah pengetahuan dan keterampilan mengenai proses produksi dan pemasarannya, produk yang dihasilkan adalah puzzle.

Perbedaan :

Penelitian oleh Hasby Alfin Shidiq ini untuk mengetahui proses pembelajaran keterampilan vokasional seperti proses pembelajaran, metode yang digunakan dan hasil dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional serta keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan.

No Nama Judul Hasil

5 Leni Marlina (2018) Evaluasi Dampak Pelatihan Vokasional Khusus Disabilitas Tuna

Daksa Terhadap

Kesempatan Bekerja

Hasil penelitian yang dilakukan Leni Marlina yaitu adanya dampak positif terhadap

peningkatan kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas tuna daksa pada pelatihan vokasional dan hasilnya lebih tinggi.

Perbedaan :

Penelitian oleh Leni Marlina ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan teknis analisis data model probit, yaitu untuk memvalidasi hasil hipotesis dampak positif

(8)

15

pelatihan vokasional dan peningkatan kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas tubuh. Sedangkan peneliti mendeskripsikan tentang rehabilitasi vokasional dan keberfungsian sosial klien penyandang disabilitas tubuh setelah mendapatkan rehabilkitasi vokasional di UPT RSBD Pasuruan, peneliti juga menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Sumber: Data dibuat tahun 2019

B. Kajian Konsep

1. Konsep Disabilitas

Tunadaksa merupakan jenis disabilitas fisik atau cacat tubuh.

Tunadaksa yaitu adanya kondisi yang dapat menghambat kegiatan individu yang diakibatkan oleh kerusakan atau gangguan pada otot juga tulangnya, sehingga dapat mengurangi kapasitas kenormalan individu tersebut untuk mengikuti pendidikan dan juga untuk berdiri sendiri (Somantri, 2006)

Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu, merupakan kelompok masyarakat yang harus/berhak memperoleh perlakuan serta perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yaitu, individu yang mengalami keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

(9)

16

a. Klasifikasi Penyandang Disabilitas Tubuh

Ada 6 (enam) klasifikasi tunadaksa/disabilitas tubuh menurut Frances G. Koening dalam (Somantri, 2006) diantaranya yaitu:

1) Kerusakan fungsi tubuh yang dibawa sejak lahir atau keturunan, seperti kaki dan tangan yang berbentuk tongkat, bentuk kepala yang tidak normal (kecil atau besar), adanya gangguan pada mulut dan bibirnya, bentuk jari kaki dan tangan yang tidak normal, adanya kerusakan tulang atau sendinya, dan terlahir tanpa anggota tubuh tertentu.

2) Kerusakan saat waktu kelahiran, seperti kondisi tulang yang lemah sehingga mengakibatkan kerapuhan dan mudah patah, juga kerusakan syaraf pada tangan dan kaki sehingga tertarik dan tertekan saat bayi lahir.

3) Adanya infeksi, seperti tuberkolosis tulang lutut dan sendi, radang dan infeksi yang menyerang tulang-tulangnya.

4) Kondisi traumatik, seperti patah tulang, kecelakaan dan amputasi.

5) Tumorseperti adanya cairan didalam tulang dan juga tumor tulang.

6) Kondisi lainnya, seperti bagian tangan dan kaki yang bentuknya rata, dan kerusakan pada tulang dan sendi yang diakibatkan karna kekurangan nutrisi.

b. Masalah Penyandang Disabilitas 1) Kemandirian

(10)

17

Kecacatan yang terjadi sejak lahir maupun cacat yang disebabkan oleh kecelakaan akan menjadi masalah jika individu tersebut tidak mampu mengekplorasi dirinya. Menjadi mandiri diharuskan bagi penyandang disabilitas, hal tersebut dapat disebut juga dengan self-care skills, adapun keterampilan perawatan diri menurut John dan Thomas yaitu, mengajarkan keterampilan makan, berpakaian, perawatan dan penggunaan toilet (Langone & Burton, 2015). Hal kecil tersebut harus terus dibiasakan agar tidak mengganggu hubungannya dengan orang lain.

Bersosialisasi, percaya diri dan tidak bergantung pada orang lain merupakan keharusan penyandang disabilitas tubuh untuk terus melanjutkan hidupnya, apabila tidak dilakukan maka ia akan terus menyalahkan fisiknya sebagai sumber masalah semasa hidupnya.

2) Sosial

Salah satu gangguan internal yang dialami penyandang disabilitas tubuh ialah adanya gangguan hambatan atau kesulitan dalam pekerjaan, komunikasi, penyesuaian diri dan penyesuaian sosial (Agus, 2014).Bekerja merupakan suatu cara untuk menopang kehidupan seseorang, bekerja juga dapat membangun hubungan sosial.

Sederhananya, orang yang tidak mampu bekerja akan mengalami kesulitan dalam memperoleh kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik dan juga membangun hubungan sosial yang luas.

(11)

18

Adanya kecemasan dan ketakutan dalam diri penyandang disabilitas juga menghambat hubungan sosialnya. Terperangkap dalam situasi yang berada di lingkungan itu saja membuatnya tidak bisa bersosialisasi dengan baik dan menyalahkan kondisi fisik yang terbatas akan membuat penyandang disabilitas ini terus mengurung diri. Kurangnya semangat dalam mencari teman, bergaul, tidak percaya diri, beradaptasi dengan lingkungan baru akan membuat individu tersebut merasa sendiri dan melahirkan berbagai pola pikir yang akan terus megganggunya dan menjauhi lingkungannya.

Kondisi-kondisi tersebut jika tidak dapat diatasi maka akan merugikan beberapa pihak, salah satunya keluarga, jika keluarga tersebut memperhatikan kedisiplinan dan terus mengajarkannya cara mandiri maka akan menjadikan penyandang disabilitas itu tidak bergantung pada mereka, dengan hal tersebut maka ia akan mampu bersosialisasi dengan baik, dengan kata lain ia mampu menjalankan peran sosialnya

3) Ekonomi

Penyandang disabilitas tidak terlepas dengan isu-isu perekonomian yang tidak mencukupi, seperti kemiskinan. Hal tersebut disebabkan ketidakmampuan mereka yang mengakibatkan dirinya harus bergantung pada orang-orang disekitarnya. Jika terus dibiarkan, mereka akan terus menganggur dan menyulitkan orang-orang sekitar.

Seperti surat kebijakan Waran yang dijelaskannya dalam 3 rangkai

(12)

19

hasil yang diinginkan dari inklusi sosial, kemandirian ekonomi dan pemenuhan pribadi terkait dengan memiliki pekerjaan, lalu meninjau nasib orang cacat dengan sederhana tapi fakta yang mengganggu kemungkinan mengenai pekerjaan mereka, menghubungkan penyebabnya menjadi karakteristik jumlah kecil yaitu „ketakutan‟,

„kesehatan yang buruk‟, „harapan yang rendah‟ dan „pendidikan yang rendah ‟, yang masing-masing terletak di dalam individu, dan yang terakhir yaitu memastikan bahwa „penyandang cacat tidak akan tertinggal karena pemulihan ekonomi‟ (Van Aswegen & Shevlin, 2019).

Kondisi tersebutlah yang membuat mereka menjadi tidak produktif secara ekonomi, maka mereka akan terus tergantung dalam kondisi ekonomi pada lingkungan sekitarnya, hal ini tidak akan menjadi masalah jika si penyandang disabilitas mampu bersosialisasi dengan baik, memiliki keterampilan juga percaya diri. Karena ia tidak mampu bekerja, ia akan kesulitan dalam mempertahankan hidup sehari-harinya. Kondisi ini jika terus dibiarkan, ia akan bergantung pada orang lain dan jika tidak mampu bekerja atau melakukan suatu hal sendiri ia akan menjadi pengangguran. Kesimpulannya jika tidak ada tindak lanjut terhadap mereka penyandang disabilitas maka akan merugikan dirinya sendiri dan Negara, karena akan mempengaruhi pembangunan ekonomi Negara, dengan kata lain akanada banyak pengangguran.

(13)

20 4) Pendidikan

Ketika melihat disabilitas dan pendidikan, penting untuk diingat bahwa permulaan disabilitas dapat terjadi pada usia berapa pun. Satu-satunya orang yang memiliki disabilitas dapat mempengaruhi pendidikan adalah orang-orang yang menjadi dinonaktifkan sebagai anak-anak. Oleh karena itu, perbandingan harus dibuat dengan mempertimbangkan usia onset. Dalam Survey on the Need for Social Assistance Programmes for People with Disabilities (SNSAP-PWD), orang yang memiliki disabilitas terjadi sebelum usia 15 lebih dari lima kali, lebih mungkin tidak menyelesaikan sekolah dasar dibandingkan dengan orang-orang yang kecacatannya dimulai antara usia 15 dan 59 (Adioetomo et al., 2014).

Seseorang yang memiliki kecacatan dari lahir rentan mendapatkan pendidikan yang rendah dibandingkan orang dewasa yang baru memiliki kecacatan, hal tersebut disebabkan karena orang dewasa rata-rata sudah memiliki dasar pendidikan saat ia dibangku sekolah. Namun bagi orang yang memiliki kecacatan diusia dini sulit untuk memperoleh pendidikan, hal tersebut disebabkan dari anak itu sendiri maupun orang tuanya, karena anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik akan mudah malu dan menyerah dengan pendidikan sekolah formal, begitu juga dengan para orang tua yang merasa malu dengan anaknya yang memiliki keterbatasan fisik, maka mereka memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya. Tidak hanya itu, pihak

(14)

21

sekolah yang tidak faham dengan pendidikan dan kondisi disabilitas akan mengira mereka penyandang disabilitas fisik lebih pantas masuk sekolah luar biasa atau panti. Perlakuan diskriminasi inilah yang membuat anak-anak tidak mendapatkan pendidikan formal seperti pada umumnya.

2. Konsep Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi berfokus pada fungsi. Mampu terus berfungsi adalah kunci untuk mempertahankan atau mendapatkan kembali kemandirian dan kualitas hidup, terutama setelah sakit atau cedera (Amy, 2011)

Menurut Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (2004), rehabilitasi sosial yaitu untuk memulihkan gangguan kondisi mental sosial anak dan mengembalikan keberfungsian sosialnya agar mereka dapat melaksanakan perannya kembali.

Peraturan Menteri Sosial RI No 7 Tahun 2017 Tentang Standar Habilitasi danRehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas bertujuan untuk:

memberikan pemahaman kepada pelaksana dan pemangku kepentingan, mewujudkan Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial yang berkualitas, menjamin terlaksananya mekanisme kerja yang efektif dan efisien, dan mewujudkan terpenuhinya penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas

3. Konsep Vokasional

Kristalisasi konsep diri vokasional adalah tingkat di mana orang memahami sikap mereka yang relevan secara vokasi, nilai, kebutuhan, dan

(15)

22

kemampuan dengan jelas (Barrett & Tinsley, 1977). Vokasional/karier, berpartisipasi dalam vokasional/karier pilihan; kesenangan mungkin timbul dari mendapatkan gaji, menjadi pencari nafkah, memproduksi produk atau layanan, atau memenuhi sebuah ambisi (Andrews & Berlá, 1999).

Jika seorang pria muda memilih pekerjaannya sehingga kemampuan terbaik dan antusiasmenya akan disatukan dengan pekerjaannya sehari-hari, dia telah meletakkan fondasi kesuksesan dan kebahagiaan (Parsons, 1909).

Teori vokasional juga telah mengintegrasikan aspek kesejahteraan seperti kepuasan dan kebahagiaan (Allan et al., 2019). Seperti pernyataan tersebut ketika seseorang memiliki pekerjaan, seseorang tersebut telah meletakkan tanggung jawab dalam dirinya atas rasa kepuasan dan kebahagiaan yang dia dapatkan dari pekerjaan tersebut.

4. Konsep Rehabilitasi Vokasional

Rehabilitasi vokasional diartikan sebagaiindividu yang memungkinkan dengan disabilitas sementara atau permanen untuk mengakses, kembali ke, atau tetap bekerja (British Society of Rehabilitation Medicine, 2000 dalam Charles dan Franco, 2006).Rehabilitasi vokasional adalah pendekatan berbasis bukti multi-profesional yang tersedia di berbagai tempat, layanan, dan kegiatan untuk individu usia kerja dengan gangguan terkait kesehatan, keterbatasan, atau pembatasan dengan fungsi kerja, dan sasaran utamanya adalah untuk mengoptimalkan partisipasi kerja (Escorpizo et al., 2011).

Pengertian tersebut memberikan definisi yang spesifik terhadap mereka

(16)

23

memiliki keterbatasan untuk mendapatkan kesempatan kerja yang sama dengan yang lainnya.

Apa pun yang dapat membantu seseorang dengan masalah kesehatan tetap kembali dan tetap bekerja (McDougall, 2003). Definisi tersebut menggambarkan bahwa masalah kesehatan tidak menjadi hal yang berat untuk seseorang tetap berpartisipasi dalam bekerja, daripada definisi yang lebih teknis, untuk mencakup perawatan kesehatan rutin dan manajemen tempat kerja selain intervensi rehabilitasi vokasional yang lebih terstruktur, diakui bahwa ada bentuk lain dari kegiatan yang produktif, tetapi hasil dari tinjauan ini adalah rehabilitasi vokasional. Memang, pekerjaan bisa dibilang sebagai ukuran hasil dan tujuan sosial dan ekonomi yang paling penting (Waddell et al., 2008). Untuk mereka yang memiliki keterbatasan atau kecacatan, rehabilitasi vokasional lah yang dapat menjadi peluang mereka dalam mencari pekerjaan Rehabilitasi vokasional mencakup banyak keterampilan yang memfasilitasi pekerjaan bagi mereka dengan cacat, kesehatan fisik atau mental yang buruk.Meskipun karakteristik individu itu penting, kerjasama yang erat antara individu, profesional kesehatan / rehabilitasi dan pengusaha yang mendukung menawarkan harapan terbaik untuk pekerjaan.

Oleh karena itu, dalam definisi-definisi rehabilitasi vokasional harus mempertimbangkan untuk semua jenis penyakit atau kecacatan, dan semua jenisintervensi dan pendekatan yang relevan terhadap partisipasi dalam kehidupan kerja (Escorpizo et al., 2011). Maka dari itu dijelaskan dalam definisi-definisi sebelumnya bahwa rehabilitasi vokasional memang ditujukan

(17)

24

untuk mereka yang memiliki keterbatasan dalam bekerja dan untuk mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan.

a. Proses Rehabilitasi Vokasional

Penyandang disabilitas tubuh dalam proses pelatihan vokasional mengikuti beberapa tahap berikut, dengan paradigma sederhana praktek pekerja sosial mengenai proses pemecahan masalah yaitu: assessment- intervention- termination- and evaluation. Tetapi sebelum melakukan assessment, pekerja sosial melakukan engagement terlebih dahulu yang mana persetujuan klien menjadi bahan utama dalam pelaksaan tahap-tahap berikutnya (Raharjo, 2014).

Rubin dan Roessler menggambarkan proses rehabilitasi vokasional sebagai “empat urutan fase, dimulai dengan evaluasi dan bergeser ke perencanaan, perawatan, dan terminasi [penempatan].” (Robinson &

Paquette, 2013) b. Mentoring

Mentor sering kali dipandang kagum oleh anak didik mereka dan oleh orang lain. Mentor yang baik tahu tidak hanya kapan harusmendorong anak didik untuk menjadi mandiri, tetapi juga kapandan bagaimana mempromosikan peran mentor. Mentor yang baikmembina anak didik untuk membangun kader pendidik yang baik yang mewariskan diri mereka menjadi mentor.

Mentor dan anak didik bekerja sama dan saling menguntungkan.

Sementara mentoring yang "baik" tidak memiliki bentuk khusus,

(18)

25

kesuksesan dari kebaikan ini akan tumbuh dari waktu ke waktu oleh kedua orang tersebut (Sullivan, 2004)

Mentoring adalah hubungan interpersonal antara seseorang yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan luas dengan seseorang yang kurang berpengalaman atau seseorang yang pengetahuannya lebih sedikit (Crawford, 2010). Mentoring juga memiliki beberapa peran seperti Guide (membimbing, mengarahkan dan memimpin); Role Model (panutan pembelajaran); Coach (memberikan motivasi, pembinaan instruksional, membantu mempersiapkan, memberikan kata penyemangat saat dibutuhkan), dan masih banyak lagi. Terkadang mentoring merupakan kombinasi dari salah satu di atas (Gudwin & Salazar, 2010).

Beberapa definisi tersebut menjelaskan bagaimana mentoring berpengaruh dalam perkembangan seseorang untuk mencapai tujuannya dan memiliki dampak yang cukup besar untuk ke depannya. Begitu juga penyandang disabilitas yang sudah seharusnya membutuhkan seseorang yang dapat membimbingnya dalam berbagai pembelajaran. Sebelum penyandang disabilitas mengikuti kegiatan rehabilitasi vokasional, terlebih dahulu mereka dilatih untuk melakukan beberapa hal sendiri, kemudian melakukan kegiatan yang mengharuskan mereka dibimbing secara detail dalam proses rehabilitasi vokasional.

5. Keberfungsian Sosial

Keberfungsian sosial menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial yaitu suatu kondisi yang memungkinkan individu,

(19)

26

kelompok, keluarga dan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dan hak dasarnya, melakukan tugas dan peran sosialnya serta mengatasi masalah dalam hidupnya.

Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial, keuangan, kesehatan, dan rekreasi semua individu dalam masyarakat.

Kesejahteraan sosial berupaya meningkatkan fungsi sosial dari semua kelompok umur, baik kaya maupun miskin (Zastrow, 1996).

Kebutuhan dasar meliputi perhatian mendasar seperti memiliki makanan, tempat tinggal, dan perawatan medis, serta mampu melindungi diri dari bahaya, menemukan penerimaan sosial dan dukungan sosial, memiliki makna dan tujuan dalam hidup, dan sebagainya. Peran sosial utama termasuk, misalnya, menjadi anggota keluarga, orang tua, pasangan, pelajar, pasien, karyawan, tetangga, dan warga Negara (Bradford & Charles, 2006).

Penyandang disabilitas tubuh yang mampu memerankan hal tersebut dan memenuhi kebutuhannya dikatakan bahwa ia mampu berfungsi secara sosial.

Keberfungsian menunjukkan bahwa adanya keseimbangan atau penyesuaian hubungan timbal balik antar individu dengan individu juga lingkungan mereka (Adi, 2012). Konsep keberfungsian sosial yang dikembangkan oleh Boehm berakar pada teori fungsi sosial dan teori peran.

Teori-teori ini mengasumsikan bahwa melalui kinerja peran sosial, seseorang akanmencapai rasa harga diri dan kepemilikan, ketika orang gagal menemukan diri mereka dengan benar di lingkungan sosial mereka maka ini melanggar harapan orang lain. Tujuan pekerjaan sosial adalah peningkatan

(20)

27

fungsi sosial di mana pun dibutuhkanpeningkatan seperti itu baik dirasakan secara sosial atau individual (Boehm, 1958). Keberfungsian sosial menjadi tujuan utama bagi para pekerja sosial dan intervensi dipandang sebagai peningkatan keberfungsian sosialitu sendiri (Budhi et al., 2010).

Perspektif keberfungsian sosial mengarahkan pekerja sosial untuk fokus pada faktor-faktor yang relevan dengan kinerja peran yang diharapkan dari individu berdasarkan partisipasi mereka dalam berbagai kelompok sosial, dalam perspektif ini titik koneksi antara manusia dan lingkungannya adalah peran sosial. Peran sosial adalah unit analisis yang menghubungkan individu dengan berbagai sistem sosial. Konsep peran adalah “kunci” untuk setiap definisi fungsi sosial, karena itu penting untuk melakukan pendekatan untuk mendefinisikan seseorang tersebut dan lingkungan sosial (Ashford & LeCroy, 2010).

Interaksi dinamis antara kondisi kesehatan seseorang dan faktor pribadi dan/atau lingkungannya merupakan prasyarat untuk penilaian disabilitas dan keberfungsian seseorang. Interaksi dapat dijelaskan oleh komponen utama ICF yang mengangkat disabilitas dan keberfugsian: fungsi tubuh, kegiatan, dan partisipasi. Setiap faktor memiliki potensi yang berdampak negatif atau positif pada kecacatan dan keberfungsian seseorang.

Integrasi faktor biologis, psikologis, dan sosial dalam penilaian keberfungsian seseorang adalah keuntungan untuk pekerjaan sosial terkait kesehatan (Knoop

& Meyer, 2020).

(21)

28

Ketika pekerja sosial berbicara tentang social functioning, maka itu adalah fokus dan pusat peratian mereka, karena akan mengarah kepada fungsi sosial orang tersebut, yang mana fungsi sosial tersebut mempengaruhi pola kesehariannya, dan mengarah pada kemandirian individu. Berbagai definisi mandiri dapat dilihat dari berbagai hal, salah satunya penghasilan.Ia mampu bekerja dan menafkahi dirinya atau orang lain, dengan kata lain ia sudah berfungsi secara sosial. Lalu ketika seseorang laki-laki berperan sebagai seorang suami, ia juga dipandang sebagai masyarakat dan seorang pekerja, dari situlah ia mendapat peran sosial dan menunjukkan keberfungsian sosial.

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini perusahaan dituntut tidak hanya berfokus pada laporan keuangan saja namun harus memperhatikan bahwa setiap kegiatan perusahaan akan memberikan suatu dampak

Dalam memperhitungkan unsur-unsur ke dalam produksi terdapat dua pendekatan yaitu full costing dan variabel costing.Full costing merupakan metode pententuan (HPP) yang

Penelitian sekarang dilakukan oleh Wisnu Aditya Nurkamal untuk menguji ulang pengaruh dimensi gaya hidup terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan objek yang berbeda dengan

Adapun hasil- hasil dari penelitian terdahulu yang dijadikan perbandingan tidak lepas dari topik penelitian mengenai Analisis Implementasi Corporate Social

Menurut Pasal 1 angka 28 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbunyi bahwa: “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seoang yang

Pada hasil penelitian tentang penerapan tindak tutur yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta sesuai dengan teori tindak tutur yang dikemukakan

Potongan harga merupakan diskon produk atau harga marginal rendah yang diberikan untuk mempengaruhi konsumen dalam berbelanja agar lebih impulsif Iqbal

Evaluasi kebijakan adalah tahapan yang paling penting dalam sebuah proses kebijakan, tanpa ada evaluasi suatu kebijakan itu tidak akan ada nilainya karena di