• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL OLEH ANAK DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL OLEH ANAK DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Disusun oleh:

Hakimah 111504300000120

PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Putusan NO. 13/PID.SUS-Anak/2019/PN.Srg). Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum (PMH), Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/ 2019 M. + 55 halaman.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Tindak Pidana Kekerasan Seksual Oleh

Anak dalam Putusan Hakim NO. 13/PID.SUS Anak/2019/PN.Srg dalam

pandangan Hukum Islam. Jenis penelitian ini adalah kualitatif-normatif, sedangkan

sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yaitu Putusan

Pengadilan Negeri Serang No. 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg, KUHP, kitab-kitab

fikih, jurnal, artikel, internet, buku-buku yang membahas perkara pidana di

Indonesia, serta materi kuliah yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, Putusan Hakim Nomor

13/PID.SUS-Anak/2019/PN.Srg benar sesuai dengan Hukum Positif, tetapi dalam

Hukum Islam berbeda, Aries Naziullah Bin Syam’un tidak bisa dikatakan sebagai

anak dan perbuatannya tidak termasuk kategori perkosaan dengan mengancam

tanpa senjata, tetapi kategori jarimah zina ghair muhshan dengan hukuman 100 kali

dera dan diasingkan selama 1 tahun, dengan alasan yaitu pertama, Aries Naziullah

Bin Syam’un ketika melakukan perbuatannya berusia 17 tahun yaitu telah mencapai

balig dan memiliki kemampuan akal yang sempurna, oleh karena itu telah

memenuhi syarat-syarat mukalaf. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh

Ibnu Majah. Kedua, Aries Naziullah Bin Syam’un melakukan perbuatan seksual

tersebut dalam keadaan sadar. Dan ketiga faktanya perbuatan tersebut terjadi

berkali-kali sehingga ancaman verbal itu sesungguhnya tidak berpengaruh.

Kata kunci: tindak pidana, kekerasan seksual oleh anak, Hukum Islam.

Pembimbing I: Dr. Umar Al-Haddad, M.Ag

(6)

v

(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi

mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab

yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab

Huruf Latin

Keterangan

ا

Tidak dilambangkan

ب

b

be

ت

t

te

ث

ts

te dan es

ج

j

Je

ح

h

ha dengan garis bawah

خ

kh

ka dan ha

د

d

de

ذ

dz

de dan zet

ر

r

Er

ز

z

zet

س

s

es

ش

sy

es dan ye

(7)

vi

ط

t

te dengan garis bawah

ظ

z

zet dengan garis bawah

ع

koma terbalik di atas

hadap kanan

غ

gh

ge dan ha

ف

f

ef

ق

q

Qo

ك

k

ka

ل

l

el

م

m

em

ن

n

en

و

w

we

ه

h

ha

ء

apostrop

ي

y

ya

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

(8)

vii

ـــــَـــــ

a

fathah

ـــــِـــــ

i

kasrah

ـــــُـــــ

u

dammah

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

َي

ـــــَـــــ

ai

a dan i

و

ـــــَـــــ

au

a dan u

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

ــــَـا

â

a dengan topi diatas

ــــِـى

î

i dengan topi atas

(9)

viii

syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya:

داهثجلإا

= al-ijtihâd

ا

ةصخرل

= al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

ةعفشلا

= al-syuî

‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah.

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau

diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi

huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

g. Huruf Kapital

Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam

transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa

No

Kata Arab

Alih Aksara

1

ةعيرش

syarî ‘ah

2

ةيملاسلإا ةعيرشلا

al- syarî ‘ah al-islâmiyyah

(10)

ix

يراخبلا

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama

tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis

Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis

secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan

berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No

Kata Arab

Alih Aksara

1

تاروظلمحا حيبت ةرورضلا

al-darûrah tubîhu almahzûrât

2

يملاسلإا داصتقلإا

al-iqtisâd al-islâmî

3

هقفلا لوصأ

usûl al-fiqh

4

فى لصلأا ةحابلإا ءايشلأا

al-‘asl fi al-asyyâ’ alibâhah

(11)

x

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL OLEH ANAK DALAM

PANDANGAN HUKUM ISLAM (Studi Putusan NO.

13/PID.SUS-Anak/2019/PN.Srg)”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah mengantarkan umatnya dari kegelapan ke zaman peradaban ilmu

pengetahuan.

Penulis sangat bersyukur dan bahagia karena dapat menyelesaikan tugas akhir

di jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh, telah selesai. Penulis

tidak lupa untuk meminta maaf apabila di dalam penulisan skripsi ini terdapat hal

yang kurang berkenan dihati para pembaca karena penulis menyadari bahwa

penulis masih jauh dari kesempurnaan.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat

tercapai tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai

rasa hormat yang mendalam, penulis mengucapkan terima kasih

Kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. Rektor Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi. M.A., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum serta para

Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Siti Hanna, S.Ag, Lc., M.A. Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Hidayatulloh, M.H. Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab.

4. Dra. Afidah Wahyuni. M. Ag Dosen Penasehat Akademik.

5. Dr. Umar Al-Haddad, M.Ag dan Kamal Fiqri Musa, Lc., M.A. Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya, arahan, saran dan

petunjuk demi kelancaran penulisan skripsi ini.

6. Dr. Muhammad Taufiki, S.Ag, M.Ag dan M. Ainul Syamsu, S.H., M.H

telah bersedia menjadi penguji sidang Munaqasyah.

(12)

xi

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh Staff dan Karyawan Perpustakaan Utama dan Fakultas Syari’ah dan

Hukum atas pelayanan yang baik saat penulis melengkapi bahan-bahan

skripsi ini.

9. Seluruh Staff Pengadilan Negeri Serang.

10. Seluruh keluarga tercinta khususnya orang tua yaitu Bapak KH. Abdul

Mu’thi (Alm) dan Ibu Aisah, Aam, Uuf Rouf, Harun Rosyadi, Holid Sopian,

Listiani, Neneng, Ilham, Ibnu Hamdun, Khusnul Khotimah, Lukmanul

Hakim sebagai keluarga yang telah memberikan arahan dan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

11. Sahabat terbaik dan seperjuangan selama perkuliahan yang telah

memberikan motivasi, berbagi tempat tinggal, berbagi ilmu dan menerima

saya sebagai sahabat terkhusus untuk Wilda Nurkhalisah, Een Furaerah,

Elvita Hasanah M, Sri Wahyuni, Dwi Setyo Rini, Fitria Ramadhani, Mirna

Lestari, Nadia Wulandari, Imas Masruroh, Nur Afnah dan Raodatul Aini

12. Teman yang selalu ada dan seperjuangan di kos mouse hunter yaitu

Qurrotul Uyun, Santri Eka, Ratih Purnamasari dan Qori Maulidini.

13. Seluruh Donatur Karya Salemba Empat (KSE) dan Keluarga Besar Karya

Salemba Empat (KSE) UIN Jakarta yang telah membantu dana perkuliahan

dan memberikan semangat dalam perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

14. Seluruh keluarga besar FAMAN dan PMH Angkatan 2015 yang telah

memberikan semangat dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

15. Terima kasih saya berikan kepada anda yang telah membaca tulisan saya,

tanpa anda, tulisan ini hanyalah kumpulan kertas yang telah dicetak, semoga

bermanfaat amiin.

Semoga semua bantuan, ilmu, bimbingan dan do’a yang diberikan

mendapatkan balasan dari Allah SWT.

(13)

xii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Pokok Permasalahan ... 5

1. Identifikasi masalah ... 5

2. Pembatasan masalah ... 5

3. Rumusan masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 6

1. Jenis Penelitian ... 6

2. Pendekatan penelitian ... 6

3. Sumber Data ... 6

4. Teknik Pengumpulan Data ... 7

5. Teknik Analisa Data ... 7

6. Teknik Penulisan ... 7

E. Kajian Terdahulu ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II ANAK DAN KEKERASAN SEKSUAL

A. Pengertian Anak ... ... 11

B. Kekerasan Seksual ... 14

(14)

xiii

3. Macam-Macam Zina ... 21

4. Pembuktian Had Zina ... 25

E. Perkosaan ... 27

1. Pengertian Perkosaan ... 27

2. Jenis-Jenis Dan Sanksi Perkosaan ... 28

F. Kaidah Fikih ... 31

BAB III GAMBARAN UMUM PUTUSAN NO 13/PID.SUS-Anak/2019/PN.Srg

A. Deskripsi Terjadinya Kekerasan Seksual Dalam Putusan No

13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg ... 32

BAB IV TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL OLEH ANAK PUTUSAN

HAKIM NO. 13/PID.SUS-Anak/2019/PN.Sr DALAM PANDANGAN HUKUM

ISLAM

A. Pandangan Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim Nomor 13/PID.SUS

Anak/2019/PN.Srg Tentang Anak ... 41

B. Kekerasan Seksual Dalam Putusan No 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg

Menurut Hukum Islam ... 46

C. Dampak Putusan Hakim Nomor 13/PID.SUS Anak/2019/PN.Srg Terhadap

Masyarakat ... . 52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... xiv

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Islam dapat dipahami sebagai sebuah hukum yang bersumber dari

al-Qur’an dan as-Sunnah.

1

Fiqh Jinayah adalah bidang ilmu yang membahas

berbagai bentuk perbuatan (tindak) pidana yang diancam dengan hukuman had

dan takzir.

2

Ditinjau dari segi objeknya, bahwa yang menjadi objek pembahasan

fikih jinayah ini secara garis besar terdapat dua yaitu: jarimah (tindak pidana)

dan uqubah (hukuman)

3

. Jarimah yaitu larangan-larangan syara’ yang diancam

Allah SWT dengan hukuman had atau takzir.

4

Larangan tersebut bermaksud

agar menjauhi segala bentuk yang di larang oleh Allah SWT dan mengerjakan

segala bentuk perintah-Nya, karena perintah dan larangan itu datangnya dari

Allah SWT yang tertuang dalam syara’ maka segala bentuk perintah dan

larangan itu hanya berlaku bagi orang yang mukalaf saja.

Adapun dalam jarimah itu memiliki beberapa yaitu unsur umum dan unsur

khusus. Unsur umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap

jenis jarimah, sedangkan unsur khusus jarimah adalah unsur-unsur yang hanya

terdapat pada beberapa jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat dalam jarimah

yang lain. Adapun unsur-unsur umum dalam jarimah seperti unsur formal

(al-Rukn al-Syar’i) yaitu telah ada aturannya, (al-(al-Rukn al-Madi) yaitu telah ada

perbuatannya, (al-Rukn al-Adabi) yaitu ada pelakunya. Karena setiap jarimah

hanya dapat dihukum jika memenuhi unsur umum di atas. Adapun unsur khusus

dalam jarimah ini yaitu unsur yang berada dalam jarimah, namun tidak ada

dalam jarimah yang lain, sebagai contohnya yaitu mengambil harta orang lain

secara diam-diam dari tempatnya dalam jarimah pencurian.

5

1 R. Saija dan Iqbal Taufik, Dinamika Hukum Islam Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish,

2016), h., 1

2 Mardani, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Pranadamedia Grup, 2019). H., 12. 3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h., ix. 4 Djazuli, Fiqih Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT Raja

Grafindo, 1997), h., 1.

(16)

Jarimah dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek

yang ditonjolkan, pada umumnya para ulama membagi jarimah berdasarkan

aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh

al-Qur’an atau al-Hadis. Atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam

yaitu jarimah hudud, jarimah qishash/diyat dan jarimah takzir.

6

Namun dalam

persidangan sebelum adanya bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan, seseorang

harus dianggap tidak bersalah sebelum diputus oleh majelis hakim.

Allah SWT memberikan empat nafsu bagi manusia yaitu al-syahwaniyyah

al-bahimiyyah (nafsu kebinatangan), al-ghadlabiyyah al-sabuiyyah (nafsu

kebuasan), al-wahmiyyah al-syaithaniyyah (nafsu khayalan iblis), al-‘aqliyyah

al-malikiyyah (nafsu malaikat), menurut pengamatan al-Baidlawi sumber

kejahatan yang dilakukan oleh manusia tidak lepas dari ketiga nafsu yaitu

al-syahwaniyyah al-bahimiyyah, al-ghadlabiyyah al-sabuiyyah dan al-wahmiyyah

al-syaithaniyyah sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Nahl (16): 90.

7

َّنِإ

هللا

اهتيِإهو ِناهسْحِْلْٱهو ِلْدهعْلٱِب ُرُمْأهي

ِئ

ىِذ

ىهبْرُقْلٱ

ىىههْ نه يهو

ِنهع

ِءاهشْحهفْلٱ

ِرهكنُمْلٱهو

ِىْغه بْلٱهو

هي

ْمُكُظِع

ْمُكَّلهعهل

هنوُرَّكهذهت

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah SWT melarang dari

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.

Segala bentuk hubungan seksual yang dilakukan tidak sah dalam segala

bentuk atau manifestasinya adalah suatu tindak pidana dan dilarang, bagi syariat

Islam perbuatan itu merupakan kejahatan yang sangat keji yang menggerogoti

nilai-nilai moral.

8

Setiap hubungan seksual yang diharamkan itu termasuk zina

baik dilakukan oleh yang sudah berkeluarga atau yang lajang asal ia tergolong

orang mukalaf, meskipun dilakukan atas dasar rela sama rela atau suka sama

suka tetap saja merupakan tindak pidana. Konsep ini bertujuan untuk mencegah

adanya perbuatan menyebarluaskan kecabulan dan kerusakan akhlak serta

menumbuhkan pandangan bahwa perzinaan itu tidak hanya mengorbankan

6 Djazuli, Fiqih Jinayah, h., 13.

7 Forum Kajian Ilmiah (FKI) Ahla Shuffah 103, Tafsir Maqashidi Kajian Tematik Maqashid Al-Syari’ah, ( Lirboyo: Lirboyo Press, 2013) h., 190.

8 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam Konteks Modernitas, (Bandung: Asy Syaamil Press & Grafika, 200)1 h., 79.

(17)

kepentingan perorangan tetapi kepentingan masyarakat pula.

9

Kemudian,

apakah kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak itu terbukti dan dalam

Hukum Islam apakah termasuk pada had zina atau termasuk pada kategori takzir

yang hukumannya di serahkan pada penguasa sehingga berat atau ringannya

hukuman diserahkan pada pemerintah atau pengadilan.

Kekerasan seksual adalah kontak seksual yang tidak dikehendaki oleh salah

satu pihak. Terdapat dua unsur dalam kekerasan seksual yaitu kekerasan dalam

bentuk verbal yaitu dengan mengancam dan kekerasan dalam bentuk tindakan

konkret yaitu memaksa dan memperkosa.

10

Kekerasan seksual menjadi

perhatian khusus di Negara Indonesia ini, berdasarkan catatan kekerasan

terhadap perempuan tahun 2018 Komnas Perempuan bahwa pelaku kekerasan

seksual ranah pribadi yang tertinggi dilakukan oleh pacar, sementara dalam

KDRT menjadi kedua terbesar adalah ayah kandung, paman, suami, sepupu dan

saudara atau kerabat, sedangkan dalam bentuk dan jenis kekerasan di ranah

publik dan komunitas adalah pencabulan 1.136 kasus dan pelecehan seksual 394

kasus kemudian persetubuhan sebanyak 156 kasus yang pelaku tertingginya

adalah tetangga.

11

Data catatan tahunan Komnas Perempuan di atas dapat disimpulkan bahwa

pencabulan, pelecehan seksual dan persetubuhan masih banyak terjadi di

Indonesia, sebagai bentuk prihatin atas kasus tersebut dan upaya untuk

mengurangi kasus ini serta ingin memberikan efek jera bagi pelaku karena dari

tahun ke tahun kasusnya semakin meningkat dan itu artinya belum memiliki efek

jera bagi pelaku. Oleh karena itu pemerintah mengesahkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang

perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang yang menambahkan beberapa

9 Djazuli, Fiqih Jinayah: Upaya Menanggulangi, h., 36.

10 Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, (Yogyakarta: Medproses Digital, 2015), h., 2.

11 Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, Artikel Ini Diakses Dari

(18)

pasal.

12

Kemudian dalam Hukum Positif, apakah kekerasan seksual yang pelaku

lakukan itu termasuk kategori tindak pidana atau hanya kenakalan remaja saja

yang hukumannya hanya dikembalikan pada orang tua tanpa mementingkan

korban yang telah mempengaruhi psikologis korban seperti merasa minder, tidak

punya masa depan yang cerah, malu dan adanya labelisasi yang negatif kepada

korban dari masyarakat, sehingga mungkin saja kasus-kasus seperti ini akan

banyak terjadi lagi pada masa mendatang sehingga membuat para korban

semakin enggan untuk melaporkan kasus-kasus seperti ini kepada pemerintah.

Kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang di

laporkan pada Pengadilan Negeri Serang ini sangat menarik untuk di teliti, selain

pelakunya masih di bawah umur, korban dari kasus ini juga masih di bawah

umur, tindakan seksual antara pelaku dan korban disaksikan atau ditonton oleh

teman-temannya beberapa kali serta hakim dalam pertimbangannya

menganggap bahwa tindakan yang dilakukan pelaku yang berusia 17 tahun

hanya dianggap sebagai kenakalan remaja karena masih berada pada masa

pubertas sehingga hakim memberikan hukuman dengan diberikan tindakan

pengembalian kepada orang tua berdasarkan keputusan dari Pengadilan Negeri

Serang dengan Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Serang pada bulan Mei 2019,

namun apakah dengan dikembalikannya pelaku kepada orang tua dapat

memberikan kemaslahatan bagi pelaku, korban dan lingkungan sekitarnya,

padahal pelaku yang masih di bawah umur menurut Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa anak di pandang

sebagai korban dari lingkungan bukan pelaku, maka apakah dengan

dikembalikannya kepada orang tua berarti dia kembali pada lingkungan yang

salah atau seharusnya diberikan pembelajaran kepada pelaku dengan

memberikan pengetahuan tentang seks bebas dan dampaknya serta tidak

mengulangi tindakannya.

13

12 Raynaldo Ghiffari Lubabah, DPR sahkan Perppu Kebiri menjadi Undang-Undang,

Artikel Ini Diakses Dari https://www.merdeka.com/politik/dpr-sahkan-perppu-kebiri-menjadi-undang-undang.html Diakses Pada Tanggal 13 Agustus 2019 Pukul 20.00 WIB

13 Imam B Carito, Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak Divonis Bebas, Hakim PN Serang Tuai Kecaman, Artikel Ini Diakses Dari

(19)

http:/satubanten.com/pelaku-kekerasan-seksual-pada-B. Pokok Permasalahan

1. Identifikasi masalah

a. Bagaimana ketetapan hukum tindak pidana kekerasan seksual oleh anak

menurut Hukum Positif dan Hukum Islam?

b. Bagaimana hukum tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh

anak di bawah umur menurut Hukum Positif dan Hukum Islam?

c. Apakah Putusan Hakim Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg telah

sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif?

2. Pembatasan masalah

a. Hukum Islam yang dimaksud adalah Hukum Pidana Islam

b. Hukum Positif yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2014 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

menjadi Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP).

c. Difokuskan untuk mengetahui tentang tindak pidana kekerasan seksual

antar anak. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat

permasalahan ini dalam bentuk penelitian, sehingga peneliti menetapkan

judul “Tindak Pidana Kekerasan Seksual oleh Anak Dalam Pandangan

Hukum Islam (Studi Putusan Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg)”

3. Rumusan masalah

a. Apakah Putusan Hakim Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg telah

sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah:

anak-divonis-bebas-hakim-pn-serang-tuai-kecaman/ Diakses Pada Tanggal 18 Juli 2019 Pukul 13.30 WIB

(20)

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui

kesesuaian

Putusan

Hakim

Nomor

13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan hal yang

baru dalam perkembangan Hukum Islam dan Hukum Positif khususnya

terkait bidang Hukum Pidana Islam dan Positif. Penelitian ini diharapkan

dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kekerasan seksual

oleh anak menurut Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Putusan No.

13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg).

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan hasil

pemikiran tentang kekerasan seksual oleh anak menurut Hukum Islam dan

Hukum Positif (Studi Putusan No. 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg) bagi

umat Islam

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif-normatif yaitu

penelitian yang digunakan deskriptif analisis, yaitu mengkaji penerapan

kaidah-kaidah atau norma-norma dalam Hukum Positif dan Hukum Islam.

14

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang penulis lakukan dalam menganalisis data ini adalah

pendekatan perbandingan (comparative approach) yaitu kegiatan untuk

membandingkan hukum dalam suatu negara yaitu Hukum Islam dan Hukum

Positif seperti di Indonesia.

15

3. Sumber Data

a. Data Primer

14 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Hukum Positif, (Bandung: Bayu Media, 2006), h.,

295.

(21)

Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer adalah sumber data utama yang dapat dijadikan jawaban terhadap

masalah penelitian.

16

Buku-buku yang berkaitan dengan bahan penulisan

antara lain yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kitab-kitab fikih,

buku-buku yang membahas perkara pidana di Indonesia, Putusan Pengadilan

Negeri Serang Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg sebagai data primer

penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum.

17

Penulis

menggunakan data penelitian ini dengan mempelajari buku kepustakaan,

media cetak, internet, serta materi kuliah yang berkaitan dengan

pembahasan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang

dikemukakan dilakukan melalui metode penelitian kepustakaan (library

research), yaitu data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian

kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,

buku-buku, dokumen resmi, jurnal dan hasil penelitian.

18

5. Teknik Analisa Data

Analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap

data primer dan sekunder.

19

6. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan penulisan proposal skripsi ini, penulis merujuk pada

buku “Pedoman Penulisan Skripsi yang Diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”.

16 Beni Ahmad Sabeni, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h., 138. 17 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 54 18 Zainuddin Ali, Metode Penelitian, h., 107.

(22)

E. Kajian Terdahulu

1. Musyafa Abdul Munim, 12210022, Program Studi Ahwal

Al-Syakhshiyyah, Tahun 2016, UIN Maulana Malik Malang, dengan judul

skripsi Perlindungan Anak Dari Pelaku Kekerasan Seksual (Studi Pandangan

Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Malang serta Kantor Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang Terhadap Pasal 81

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016

Tentang Perlindungan Anak ). Dalam skripsi ini hasil penelitiannya adalah

seluruh informan setuju terhadap hukuman yang tertuang dalam Pasal 81

PERPU No. 1 Tahun 2016. Hukuman penjara seumur hidup, hukuman mati,

dan pengumuman identitas pelaku menurut sebagian informan sudah sesuai

dengan Jinayah Islam, namun seluruh informan tidak setuju dengan hukuman

kebiri. MUI tidak setuju dengan adanya efek yang timbul yakni perubahan

sifat dan karakter ke arah perempuan, sedangkan KP3A tidak setuju dengan

hukuman kebiri apabila hasrat seksualnya tidak dapat hilang secara

permanen. Hukuman bagi pelaku dan dilihat dari dampak yang dialami

korban, maka mereka lebih setuju hukuman penjara seumur hidup dan

hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual anak. Adapun perbedaannya

dengan penulis yaitu objek kajian penulis adalah kekerasan seksual oleh anak

dalam pandangan Hukum Islam dengan menggunakan Studi Putusan

No.13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg.

2. Nurliza Fitriyani Brangkat, 130200397, Fakultas Hukum, Universitas

Sumatera Utara, dengan judul Tindakan Kebiri Kimia (Chemical Castration)

Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak Menurut Persepsi Aparat

Penegak Hukum Dan Hukum Islam. Dalam skripsi ini hasil penelitiannya

adalah aparat penegak hukum menyatakan hukuman kebiri adalah hukuman

yang tepat diberikan bagi kejahatan seksual yang telah dilakukannya.

Beberapa kesulitannya yaitu dalam eksekusinya sulit ditemukan eksekutor

tindakan ini, sulit untuk bekerja sama dengan masyarakat serta sinergi antara

sesama aparat penegak hukum, sementara dalam Hukum Islam berbeda

dengan Hukum Positif Indonesia, Hukum Islam dengan tegas bahwa semua

(23)

bentuk kebiri yang dilaksanakan kepada manusia adalah haram hukumnya,

karena Islam juga sudah memiliki pengaturan dan hukuman yang jelas atas

segala bentuk kejahatan kesusilaan. Adapun perbedaannya dengan penulis

adalah objek kajian penulis adalah kekerasan seksual oleh anak dalam

pandangan Hukum Islam dengan menggunakan Studi Putusan

No.13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg.

3. Azmi, 03110021, Depatement Of Islamic Religion Education, Faculty Of

Islamic Studies, Tahun 2007, Universitas Muhammadiyah Malang, dengan

judul tesis Child Abuse (Kekerasan seksual) Dalam Perspektif Pendidikan

Islam (Studi Deskriptif Terhadap Kekerasan Pada Anak Dalam Perspektif

Pendidikan Islam). Hasil penelitian dalam tesis ini adalah bahwa akibat Child

Abuse (Kekerasan seksual) ada dua yaitu faktor internal yang bersumber pada

pribadi anak seperti sters, dan faktor eksternal yang bersumber dari luar

pribadi anak sepeti dari pendidik dalam hal ini adalah guru, orang tua, dan

pengasuh. Adapun perbedaannya dengan penulis adalah kajian penulis dalam

skripsi ini yaitu kekerasan seksual oleh anak dalam pandangan Hukum Islam

dengan menggunakan Studi Putusan Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg.

4. Fachria Muntihani, Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, Fakultas

Syariah dan Hukum, 2017, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,

dengan judul skripsi Implementasi UU No.35 Tahun 2014 dalam Tindak

Pidana Kekerasan Seksual yang Melibatkan Anak Sebagai Pelaku dan

Korban (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Sungguminasa). Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa Aturan hukum mengenai perlindungan anak di

Indonesia dibahas pada UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak

yang memberikan penjelasan mengenai perlindungan anak secara jelas, baik

hak, kewajiban dan segala hal yang berhubungan dengan anak. Implementasi

dari UU No. 35 tahun 2014 dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan

anak di PN Sungguminasa dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dalam hukum Islam, kekerasan seksual yang melibatkan anak dikategorikan

jarimah yang dihukum dengan ta’zir. Hukuman ta’zir ini diberikan berupa

penjilidan yang jumlah jilidnya ditentukan oleh pemerintah dan tidak lebih

(24)

dari sepuluh kali dera. Selain itu takzir juga memberikan hukuman ta’zir yang

hukumannya lebih ringan dari hukuman. Adapun perbedaannya dengan

penulis adalah objek kajian penulis dengan menggunakan Studi Putusan

No.13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg menurut Hukum Islam saja.

F. Sistematika Penulisan

BAB I, pada bab ini penulis menjelaskan pendahuluan yaitu latar belakang,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, tinjauan pustaka

dan sistematika penulisan.

BAB II, pada bab ini penulis menjelaskan tentang tindak pidana kekerasan

seksual oleh anak dalam pandangan Hukum Islam yaitu pengertian anak,

pembebanan hukum, pengertian zina, syarat-syarat had zina, macam-macam

zina, pembuktian zina, pengertian perkosaan, dan jenis-jenis perkosaan.

BAB III, pada bab ini penulis menjelaskan tentang gambaran Putusan

Hakim Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg yaitu deskripsi.

BAB IV, pada bab ini penulis menjelaskan tentang analisis terhadap putusan

hakim No.13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Srg dalam pandangan Hukum

BAB V, bab ini merupakan bab terakhir dari pembahasan ini, yaitu penulis

menjelaskan tentang penutup yaitu kesimpulan dan saran-saran.

(25)

11

A. Pengertian Anak

Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keturunan yang kedua, manusia yang masih kecil, yang berada dalam masa perkembangan tertentu dan berpotensi menjadi orang dewasa.1 Anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang.2 Anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran penting dalam pembangunan nasional, wajib mendapatkan perlindungan dari negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa anak berhak atas perlindungan dari kekerasan. Menurut pengetahuan umum, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan pria dan wanita. Sedangkan yang diartikan anak-anak atau Juvenele adalah seorang yang masih di bawah usia tertentu dan belum dewasa serta belum kawin.3 Apabila ditinjau dari aspek psikologi, anak adalah apabila ia berada pada masa bayi hingga masa remaja awal (masa bayi hingga usia antara 16-17 tahun).4

Konvensi Hak-Hak Anak secara tegas menyatakan bahwa “for the purposes of

the convention, a child, majority is attained earlier” yang dimaksud dengan anak

menurut konvensi ini adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun.6

1 Anton M. Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h.,

30.

2 Wagianti Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h., 5. 3 Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak serta Penerapannya, h., 1.

4 Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak seta Penerapannya, h., 4.

5 Laurensius Arliman S, Komnas HAM Dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana,

(Yogyakarta: Deepublish, 2015), h., 11.

(26)

Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah seorang yang belum berumur 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.7 Dalam pasal 45 KUHP seseorang yang dikategorikan berada di bawah umur atau belum dewasa apabila ia belum mencapai umur 16 tahun.8 Sedangkan dalam Pasal 283 KUHP menentukan batas kedewasaan apabila sudah mencapai umur 17 tahun9 sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 287 KUHP batas umur dewasa bagi seorang wanita adalah 15 tahun.10

Anak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan pada Pasal 330 KUH Perdata bahwa setiap orang yang belum menikah dan belum mencapai usia 21 tahun.11 Adapun menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yaitu seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin sebagaimana dijelaskan dalam butir 1 dan 2.12 Dalam Hukum Positif memang terjadi keberagaman mengenai batas usia anak, namun dalam hal ini yang digunakan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan sangat erat kaitannya dengan pertanggungjawaban.

Sementara dalam Al-Qur'an menyebut anak dengan istilah yang beragam yaitu istilah al-basyar yang mengandung pengertian manusia secara fisik yang terikat oleh hukum-hukum yang menempati ruang dan waktu. Sedangkan istilah al-insan berarti manusia yang tumbuh dan berkembang, dengan kata lain, al-insan merujuk pada kualitas kesadaran dan pemikiran manusia terhadap kehidupan.13 Ada juga yang disebut dengan istilah al-tifl yaitu anak yang belum mencapai usia balig atau

7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, h., 3.

8 Andi Hamzah, KUHP&KUHAP, h., 23. 9 Andi Hamzah, KUHP&KUHAP, h., 113.

10 Andi Hamzah, KUHP&KUHAP, h., 15. Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak seta Penerapannya, h., 7.

11 Subekti dan Tjitrosubdibo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT

Pradaya Paramita, 2002), h., 90.

12 Redaksi Sinar Grafika, UU Kesejahteraan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997), h., 52.

13 Musa Asy'ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur'an, (Yogyakarta: LESFI,

(27)

menjelang usia balig.14 Adapun istilah ibn yang berarti anak,15 sedangkan istilah

zurriyah diartikan sebagai anak, cucu dan keturunan.16 Istilah lain yaitu walad berarti anak-anak yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an.17 Ada juga istilah gulam berarti seorang anak muda.18 Oleh karena itu anak yang digunakan dalam hal ini adalah anak yang secara fisik ada di dunia ini mulai dari manusia itu baru lahir sampai mencapai usia dewasa.

Anak dalam Hukum Islam sangat berkaitan erat dengan aqil dan balig,

mengenai

pembatasan usai aqil balig menurut para ulama yaitu pertama, mayoritas ulama

berpendapat bahwa ketika anak telah bermimpi sehingga mengeluarkan air

mani untuk laki-laki sedangkan untuk perempuan yaitu haid serta usia anak

telah mencapai usia genap 15 tahun berdasarkan hadis di bawah ini.

19

اَنَ ثَّدَح ،ٍرْيَمُن ِنْب ِللها ِدْبَع ُنْب ُدَّمَحُم اَنَ ثَّدَح

ٍعِفاَن ْنَع ،ِللها ُدْيَ بُع اَنَ ثَّدَح ،يِبَأ

ِنَع ،

" :َلاَق ،َرَمُع ِنْبا

ُأ َمْوَ ي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُلوُسَر يِنَضَرَع

َعَبْرَأ ُنْبا اَنَأَو ،ِلاَتِقْلا يِف ٍدُح

َع

،يِنْزِجُي ْمَلَ ف ،ًةَنَس َةَرْش

َس َةَرْشَع َسْمَخ ُنْبا اَنَأَو ، ِقَدْنَخْلا َمْوَ ي يِنَضَرَعَو

َلاَق ،يِنَزاَجَأَف ،ًةَن

ُتْمِدَقَ ف :ٌعِفاَن

ِدْبَع ِنْب َرَمُع ىَلَع

ٍذِئَمْوَ ي َوُهَو ِزيِزَعْلا

َحْلا اَذَه ُهُتْ ثَّدَحَف ،ٌةَفيِلَخ

:َلاَقَ ف ،َثيِد

«

دَحَل اَذَه َّنِإ

ِريِغَّصلا

،ِريِبَكْلاَو

ىَلِإ َبَتَكَف

َةَرْشَع َسْمَخ َنْبا َناَك ْنَمِل اوُضِرْفَ ي ْنَأ ِهِلاَّمُع

ِلاَيِعْلا يِف ُهوُلَعْجاَف َكِلَذ َنوُد َناَك ْنَمَو ،ًةَنَس

»

20

Artinya: “Aku menawarkan diriku kepada Rasulullah SAW untuk ikut

berperang dalam perang uhud, waktu itu aku berumur empat belas tahun, tetapi

Rasulullah SAW tidak memperkenankan diriku. Dan aku kembali

menawarkan diriku pada waktu perang khandaq sedangkan aku (pada saat itu)

14 Muḥammad Fuād Abdul Bāqī, al-Mu’jam al-Mufahrasyli Alfāẓ Al-Qur'ān al-Karīm

(Beirut: Dār al-Kutb al-Miṣriyah, 2008), hal.427

15 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1980),

h., 444.

16 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h., 22.

17 Muḥammad Fuād Abdul Bāqī, al-Mu’jam al-Mufahrasyli Alfāẓ Al-Qur'ān al-Karīm,

h., 126-139.

18 Muḥammad Fuād Abdul Bāqī, al-Mu’jam al-Mufahrasyli Alfāẓ Al-Qur'ān al-Karīm,

h., 505.

19 Al Imam Jalaludin Al Mahaly Dan Jalaludin As Syuyuthi, Tafsir Al-Qur’an Al Karim Juz 1, (Beirut: Daar al Fikr, 1998), h., 98.

20 Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah; Bab Thalaq Mu’tawihu Al-Shaghir wa al-Naim, (Kairo: Dar Al-Ihya al-Kutub, 1997), h., 568

(28)

berumur lima belas tahun, maka Rasulullah SAW memperkenankan diriku.

Nafi’ menceritakan, “lalu aku datang kepada Umar Ibnu Abdul Aziz pada saat

itu menjabat sebagai khalifah dan aku ceritakan kepadanya hadis ini, maka ia

berkata “sesungguhnya hal ini merupakan batas antara usia anak-anak dengan

usia dewasa” Oleh karena itu berdasarkan hadis di atas bahwa seseorang

dianggap dewasa ketika telah mencapai umur 15 tahun, sehingga segala

perbuatannya dapat dimintai pertanggungjawaban. (HR. Ibnu Majah)

Kedua, menurut Imam Abu Hanifah batas usia balig minimal 12 tahun

bagi laki-laki dengan kriteria ihtilam yaitu mimpi keluar mani dalam keadaan

tidur atau terjaga, dan bagi perempuan sudah mencapai usia 9 tahun (usia

perempuan yang pada umumnya sudah haid).

21

Ketiga, menurut Imam Malik

batas usia balig bagi laki-laki dan perempuan yaitu genap 18 tahun atau genap

17 tahun memasuki usia 18 tahun, adapun tanda-tanda balig bagi perempuan

yaitu haid dan hamil sedangkan untuk laki-laki adalah keluar air mani baik

dalam keadaan tidur atau terjaga, tumbuhnya rambut di sekitar organ intim,

tumbuhnya rambut di ketiak, indra penciuman hidung menjadi peka dan

perubahan pita suara. Keempat, menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali untuk

laki dan perempuan apabila telah sempurna 15 tahun, kecuali bagi

laki-laki telah ihtilam dan perempuan telah haid sebelum usia genap 15 tahun maka

keduanya dinyatakan telah balig.

22

Oleh karena itu orang yang gila atau cacat

akal, orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai dewasa belum bisa

bertanggungjawab terhadap hal-hal tertentu, sehingga menjadi penghalang

dalam pertanggungjawaban seseorang.

B. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual menurut Irsyad Thamrin dan Farid adalah semua

bentuk ancaman dan pemaksaan seksual.

23

Wahid dan Irfan menyatakan

21 Abu Abdillah Muhammad Bin Ahmad Al Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an Jilid V, (Beirut: Daar al Fikr, 1967), h., 37.

22 Muhammad Ali Sabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Fi Ayat Ahkam Min Al-Qur’an, Saleh Mahfud, Tafsir Ayat-Ayat Hukum Dalam Al-Al-Qur’an, (Bandung: Al-Ma’arif,

1994), h., 362.

23 Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, (Yogyakarta: Medpress Digital, 2015), h., 1.

(29)

kekerasan seksual merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku seksual

deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak korban

dan merusak kedamaian di tengah masyarakat.

24

Rusmil mengemukakan kekerasan seksual yaitu bila anak mendapat

perlakuan seksual oleh orang dewasa, termasuk di dalamnya merayu anak

untuk menyentuh atau disentuh genitalianya, hubungan kelamin dalam semua

bentuk baik genital, oral atau sodomi.

25

Kekerasan seksual menurut WHO

Consultation On Child Abuse Prevention yaitu pelibatan anak dalam kegiatan

seksual, di mana anak sendiri tidak sepenuhnya memahami atau tidak mampu

memberi persetujuan atau oleh karena perkembangannya belum siap atau tidak

dapat memberi persetujuan, atau yang melanggar hukum atau pantangan

masyarakat.

26

Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan pengertian

tentang kekerasan seksual dalam pasal 285, disebutkan bahwa barang siapa

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan

istrinya berhubungan seksual dengan dia, dihukum karena memperkosa,

dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. Sedangkan di dalam pasal

289 KUHP disebutkan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa seseorang melakukan atau membiarkan melakukan pada dirinya

perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman

penjara selama-lamanya sembilan tahun.

27

Kekerasan seksual dalam Hukum Islam kekerasan itu berarti aniaya

(dhalim), apabila padankan dengan seksual maka dapat diketahui bahwa

24 Zahrotul Uyun, Kekerasan Seksual Pada Anak: Stres Pasca Trauma, Proceeding

Seminar Nasional: Selamatkan Generasi Bangsa dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal, (Fakultas Psikologi: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015), h., 299. Diakses dari https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/ diakses pada tanggal 14 September 2019 pukul 13.00 WIB

25 Zahrotul Uyun, Kekerasan Seksual Pada Anak: Stres Pasca Trauma, Proceeding

Seminar Nasional: Selamatkan Generasi Bangsa dengan Membentuk Karakter Berbasis Kearifan Lokal, (Fakultas Psikologi: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015), h., 230. Diakses dari https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/ diakses pada tanggal 14 September 2019 pukul 13.00 WIB

26 Kordi, M.Ghufran, Durhaka Kepada Anak, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2015), h.,

93.

(30)

kekerasan seksual yaitu seluruh tindakan yang berorientasi pada seksual yang

mengandung unsur aniaya, unsur aniaya di sini yaitu pemaksaan (ikrah) seperti

pemerkosaan namun apabila keduanya saling menikmati maka itu termasuk

kategori zina. hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT di bawah ini.

ِجاَوْزَأ ََٰىَلَع َّلَِّإ َنوُظِفاَح ْمِهِجوُرُفِل ْمُه َنيِذَّلاَو

ْمُهَّ نِإَف ْمُهُ ناَمْيَأ ْتَكَلَم اَم ْوَأ ْمِه

َغ

يغتبا نمف َنيِموُلَم ُرْ ي

مه كئلوأف كلذ ءآرو

نوداعلا

Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap

istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya

mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari dibalik itu, maka

mereka adalah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Mukminun:

5-7).

28

C. Pembebanan Hukum

Seseorang yang dianggap mampu bertindak hukum baik itu larangan atau

perintah dari Allah SWT dan Rasul-Nya serta dapat

diminta

pertanggungjawabannya baik di dunia maupun di akhirat merupakan orang

yang mukalaf. Adapun pengertian mukalaf adalah "لقاعلاو غلابلا", maka anak

kecil dan orang gila tidak dibebani perintah dan larangan dalam syari’at.

29

Pengertian lebih luas mukalaf yaitu orang yang dianggap mampu bertindak

hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT maupun dengan

larangan-Nya dan seluruh tindakan hukumnya dapat dipertanggungjawabkan,

yang apabila dia mengerjakan perintah Allah SWT maka akan dapat pahala

serta kewajibannya terpenuhi dan apabila mengerjakan larangan-Nya maka

akan mendapat dosa dan kewajibannya tidak terpenuhi.

30

Adapun syarat-syarat mukalaf harus memenuhi dua syarat sebagai

berikut:

28 Muhammad Syamsudin, Kekerasan Seksual Dalam Fiqih (2) Definisi Pelecehan Seksual, diakses darihttps://islam.nu.or.id/ diakses pada pukul 19.00 WIB pada tanggal 27 Januari 2020

29 Abdul Mandzur Mahmud bin Muhammad, Al-Syarhu al-Kabir LI Mukhtashar al-Ushul

min ‘Ilmi al-Ushul, (Mesir: Al-Maktabah al-Syamilah, 2011), h., 222

(31)

a. Mampu memahami dalil-dalil taklif.

31

Kemampuan untuk memahami dalil-dalil taklif ini hanya bisa

dibuktikan degan akal dan keberadaan nash yang ditaklifkan kepada

orang-orang yang berakal dalam kapasitas jangkauan mereka untuk

memahaminya. Sebab akal merupakan alat untuk memahami dan

dengan akal keinginan untuk mengikuti perintah akan terarah, tetapi

karena akal itu bersifat abstrak, maka syari’ mengaitkan dengan hal

konkret yaitu keadaan balig seseorang. Jadi jika seseorang telah

mencapai usia balig, tanpa adanya hal-hal yang dapat merusak

kemampuan akal, maka ia telah memenuhi syarat untuk dikenakan

taklif.

ِرْكَب وُبَأ اَنَ ثَّدَح

ِنْب ِدِلاَخ ُنْب ُدَّمَحُم اَنَ ثَّدَحو ح ،َنوُراَه ُنْب ُديِزَي اَنَ ثَّدَح :َلاَق َةَبْيَش يِبَأ ُنْب

َمَلَس ُنْب ُداَّمَح اَنَ ثَّدَح :َلاَق ٍّيِدْهَم ُنْب ِنَمْحَّرلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح : َلَّاَق ،ىَيْحَي ُنْب ُدَّمَحُمَو ،ٍشاَدِخ

،َة

ْ بِإ ْنَع ،ٍداَّمَح ْنَع

:َلاَق ،َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ ،َةَشِئاَع ْنَع ،ِدَوْسَْلْا ِنَع ،َميِهاَر

ِنوُنْجَمْلا ِنَعَو ،َرَ بْكَي ىَّتَح ِريِغَّصلا ِنَعَو ،َظِقْيَ تْسَي ىَّتَح ِمِئاَّنلا ِنَع :ٍةَث َلََث ْنَع ُمَلَقْلا َعِفُر "

32

َأَرْ بَ ي ىَّتَح ىَلَ تْبُمْلا ِنَعَو :ِهِثيِدَح يِف ٍرْكَب وُبَأ َلاَق ،" َقيِفُي ْوَأ ،َلِقْعَ ي ىَّتَح

Artinya: ”pena diangkat karena tiga hal, yaitu orang yang tidur

sampai ia bangun, anak kecil sampai ia dewasa dan orang yang gila

sampai berakal” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, berdasarkan hadis di atas maka orang gila dan

anak kecil tidak termasuk orang yang mukalaf karena tidak adanya

kemampuan akal yang cukup untuk memahami dalil-dalil taklif, begitu

juga dengan orang yang tidur, lalai dan mabuk.

b. Seseorang yang telah mampu bertindak hukum (Ahliyah)

33

31 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Maktabah Da’wah

Al-Islamiyah, 1942), h., 134-135.

32 Muslim Ibn Al-Hujjaj Al-Naisabur, Musnad al Shahih; Bab Bayan al-Sinna al Bulugh,

(Beirut: Dar al-Ihya al-Turats), Juz. 3, h., 1490.

(32)

Ahliyah merupakan yang menunjukkan sifat seseorang yang

telah sempurna baik secara jasmani maupun akalnya, sehingga orang

yang telah memiliki sifat tersebut dianggap telah sah melakukan suatu

tindakan hukum. Tetapi kemampuan bertindak hukum itu tidak datang

secara sekaligus, tapi melalui tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan

perkembangan jasmani dan akalnya. Adapun pembagiannya sebagai

berikut:

1) Ahliyah al-wujub yaitu kelayakan untuk menerima hak-hak

dan dikenai kewajiban.

34

Ahliyah al-wujub ini terbagi dua

yaitu pertama, Ahliyah al-wujub secara lemah, yaitu

kecakapan seorang manusia untuk menerima hak, tetapi tidak

menerima kewajiban tetapi tidak pantas menerima hak.

Contohnya yaitu bayi dalam kandungan ibunya, bayi atau

janin itu berhak menerima hak kebendaan seperti warisan dan

wasiat meskipun ia belum lahir. Realisasi dari hak itu berlaku

setelah dia lahir dalam keadaan hidup, bayi dalam kandungan

tidak dibebani apa-apa, karena secara jelas belum bernama

manusia. Kedua, Ahliyah al wujub secara sempurna, yaitu

kecakapan seseorang untuk dikenai kewajiban dan juga untuk

menerima hak. Contohnya anak yang baru lahir, di samping

pasti menerima warisan dari orang tuanya atau kerabatnya, ia

juga telah dikenai kewajiban seperti zakat fitrah yang

pelaksanaannya dilakukan oleh orang tua atau walinya.

35

2) Ahliyah Ada’ yaitu kelayakan seseorang yang diperhitungkan

segala tindakannya menurut hukum baik ucapan maupun

perbuatan.

36

Jadi Ahliyah Ada’ adalah orang yang dapat

34 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.,

426. Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, h., 3.

35 Sapiudin Shidiq. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), h., 149.

36 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh, h., 137. Satria Efendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), h., 72. Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, h., 2.

(33)

dimintai

pertanggungjawaban

karena

telah

mampu

membedakan dengan akal yang ia miliki.

Adapun Ahliyah Ada’ terbagi dalam tiga bagian yaitu:

37

pertama, terkadang manusia sama sekali tidak mempunyai

Ahliyah Ada’. Hal ini terjadi pada anak kecil dan orang gila pada

usia berapa pun. Karena keadaannya tidak mempunyai akal,

sehingga tidak memiliki konsekuensi hukum syara’. Kedua,

adakalanya manusia kurang Ahliyah Ada’ yaitu orang yang

telah pintar tapi belum balig. Hal ini berkenaan dengan

anak-anak pada periode tamyiz (pandai membedakan baik dan buruk

tetapi belum balig), termasuk juga orang yang kurang akal,

karena orang yang kurang akal termasuk cacat akalnya, artinya

bukan dia tidak berakal tetapi akalnya lemah atau kurang

sempurna jadi hukumnya disamakan dengan anak kecil yang

mumayiz. Contohnya seseorang yang termasuk anak-anak pada

periode tamyiz (pandai membedakan baik dan buruk tetapi

belum balig), termasuk juga orang yang kurang akal atau cacat

akalnya dalam melakukan sebuah transaksi, maka sahnya suatu

akad dan transaksi yang dilakukan seseorang yang mumayiz dan

kurang sempurna akalnya tergantung pada izin walinya karena

didasarkan pada kurangnya sifat Ahliyah Ada’ yang mereka

miliki. Ketiga, adakalanya memiliki Ahliyah Ada’ yang

sempurna seperti orang yang telah mencapai akil balig. Jadi

orang yang telah balig dengan memiliki akal yang sempurna,

maka orang yang balig karena usia atau tanda yang

menunjukkannya maka dia dianggap berakal dan Ahliyah

(memiliki sifat layak) untuk melaksanakan berbagai transaksi

dan dikategorikan sempurna Ahliyahnya selama tidak ada yang

menunjukkan rusak atau kurangnya akal.

37 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.,

(34)

D. Zina

1. Pengertian Zina

Zina adalah setiap persetubuhan yang terjadi bukan karena

pernikahan yang sah, bukan karena syubhat dan bukan pula karena

pemilikan (budak).

38

Berikut ini pengertian zina menurut para ulama:

Menurut ulama Malikiyah

انزلا

ءطو

لكم

جرفف

ىمدأ

دمعت قافتاب هيف هل كلملإ

Artinya: “Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang

mukalaf terhadap farji manusia (wanita) yang bukan miliknya secara

disepakati dengan kesengajaan”.

39

Adapun menurut ulama Hanafiah

انزلأ

ؤهف

مسا

ىف مأرحلا ءطولل

بق

ل

ا

ةأرمل

ةيحلا

ىف

ةلاح

رايتخلْأ

ف

ى

راد

لدعلا

نمم

مزتلا

ماكحأ

ملإسلَّا

نع ىراعلا

كلملااةقيقح

و

نع

هتهبش

Artinya: “Zina adalah nama dari persetubuhan yang haram dalam

qubul (kemaluan) seseorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan

ikhtiar (tanpa paksaan) di dalam negeri yang adil yang dilakukan oleh

orang-orang kepadanya berlaku hukum islam dan wanita tersebut bukan

miliknya dan tidak ada subhat dalam miliknya”.

40

Menurut pendapat ulama Syafi’iyah

انزلا

وه

لا جلآيا

ذ

رك

نم لاخ هنيعل مرحم جرفب

ىهتشم ةهبشلا

بط

اع

Artinya: “Zina adalah memasukkan zakar ke dalam farji yang

diharamkan karena zatnya tanpa ada subhat dan menurut tabiatnya

menimbulkan syahwat".

41

Sedangkan menurut ulama Hambali yaitu:

انزلا

ؤه

لعف

ةشحافلا

ىف

لبق

رب د ؤأ

38 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Jilid 3, (Kairo: Daar

Al-Hadis, 2004), h.,219.. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu Juz 6, (Damaskus: Daar Al-Fikr, 1985), h., 26. Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h., 2026. Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus

Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2005), h., 362.

39Abd Qadir Audah, At-Tasyri’ Al Jinaiy Al –Islamy Juz II, (Beirut: Dar Kitab

Al-Arabi, T Thn), h., 349.

40 ‘Ala’ Ad Din Al Khasani, Kitab Badai’Ash Shanai fi Tartib Asy-Asyarai Juz VII,

(Beirut: Dar Al Fikr, 1996), h., 49.

(35)

Artinya: "Zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuhan),

baik terhadap qubul (farji) atau dubur".

42

2. Syarat-Syarat Had Zina

Terdapat beberapa syarat had zina yang harus terpenuhi yaitu sebagai

berikut:

43

a) Pelaku adalah orang balig

b) Pelaku adalah orang yang berakal

c) Pelaku adalah orang muslim menurut Ulama Malikiyah

d) Pelaku melakukan perzinaan atas kemauan sendiri, tidak dalam

keadaan terpaksa

e) Perzinaan yang dilakukan adalah dengan manusia

f) Perempuan yang dizinai harus perempuan yang memang sudah

bisa disetubuhi

g) Perzinaan yang dilakukan tanpa ada unsur syubhat di dalamnya

h) Pelaku mengetahui hukum keharaman berzina

i) Perempuan yang dizinai bukan perempuan harbi di daarul harb

(kawasan negeri musuh) atau daarul baghyi (kawasan yang

dikuasai oleh kelompok pemberontak)

j) Perempuan yang dizinai adalah orang hidup

3. Macam-Macam Zina

Adapun macam-macam zina terbagi menjadi tiga bagian, diantaranya

sebagai berikut:

a) Pezina Muhsan Merdeka dan Sudah Kawin

44

Kaum muslimin sepakat bahwa hukuman para pezina

terebut adalah rajam. Menurut jumhur fuqaha hukuman mereka

itu adalah rajam karena berpedoman pada keshahihan hadis yang

42Abdullah Ibn Muhammad Ibnu Qudamah, Al Mugni, Juz VIII, (Dar Al Manar, 1368

H), h., 181.

43 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu Juz 6, (Damaskus: Daar Al-Fikr,

1985), h., 36-38.

44 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu Juz 6, (Damaskus: Daar Al-Fikr,

(36)

terkait dengan rajam. Jadi, mereka mentakhsiskan al-Qur’an

dengan al-hadis, yakni firman Allah SWT:

45

اَمُهْ نِم ٍدِحاَو َّلُك اْوُدِلْج اَف ْيِناَّزْلاَو ُةَيِنَّزلا

ٍةَدْلَج َةىَءاِم

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang

berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali

dera” (QS, an-Nur: 2).

لَّ ينازلا نإف ،ليصفت هيف ءاملعللو دحلا يف ينازلا مكح اهيف ةميركلا ةيلآا هذه ينعي

حاكن يف ئطو يذلا وهو اًنصحم وأ ،جوزتي مل يذلا وهو ًاركب نوكي نأ امإ ولخي

لج ةئام هدح نإف جوزتي مل ًاركب ناك اذإ امأف ،لقاع غلاب رح وهو حيحص

يف امك ةد

يبلْ ًافلَخ ،ءاملعلا روهمج دنع هدلب نع ًاماع برغي نأ امإ كلذ ىلع دازيو ،ةيلآا

مل ءاش نإو بّرغ ءاش نإ ماملإا يأر ىلإ بيرغتلا نأ هدنع نإف هّللا همحر ةفينح

46

برغي

Ayat yang di atas (QS, an-Nur: 2) menjelaskan tentang had

pezina, dan para ulama dalam hal ini memiliki perincian. Yang

dinamakan pezina, tidak mengenyampingkan kondisi yang

kadangkala pelakunya adalah perempuan yang masih perawan

dan belum menikah, dan adakalanya merupakan orang yang

terjaga kehormatannya, yaitu orang yang melakukan pernikahan

secara shahih sementara ia adalah seorang yang merdeka, baligh

dan berakal. Jika pelaku adalah perempuan yang masih perawan

dan belum menikah, maka had baginya adalah 100 kali cambukan

sebagaimana bunyi ayat. Had ini ditambah adakalanya dengan

cara mengasingkannya selama satu tahun dari negaranya,

sebagaimana hal ini adalah kesepakatan jumhur ulama kecuali

Imam Abu Hanîfah. Menurut Abu Hanifah, pandangan perlu

diasingkan atau tidak adalah mengikut pada pandangan Imam.

Jika imam memutus perlu pengasingan maka diasingkan, namun

jika diputus tidak perlu, maka tidak diasingkan.

47

45 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Jilid 3, h., 218. Wahbah

Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu Jilid 6, h., 42. Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar,

Maqashid Syariah, (Jakarta: Amzah, 2009), h., 138.

46 Ismâ’îl ibn Umar Ibn Katsîr, Tafsir Al-Qurân al-‘Adhîm Juz 6, (Beirut: Dâr Thayibah,

2002), h., 10.

Referensi

Dokumen terkait

Data dari hasil penelitian yang dilakukan , diketahui bahwa responden yang memiliki keinginan besar untuk keluar dari pekerjaannya adalah karyawan yang memiliki komitmen

latar belakang penelitian yang akan dilakukan, dimana latar belakang yang ditulis didukung oleh hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, sehingga pada

Hasil dari penelitian ini adalah mengenai tingkat pengetahuan swamedikasi obat nyeri pada masyarakat RW 02 Kelurahan Kebonsari diperoleh hasil pada tingkat

Dampak dari pelesapan dan perubahan fonem pada nyanyian lagu anak usia 5 tahun TK Guppi Bontomanai saat menyanyikan lagu anak-anak, yaitu terjadi perubahan

Wedoro Waru Sidoarjo. a) Pertama yaitu bph atau badan pengurus harian mengingatkan kepada koordinator disetiap departemen apakah bulan ini ada agenda program kerja yang

Laporan keuangan Reksa Dana untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2017 telah diselesaikan dan diotorisasi untuk penerbitan pada tanggal 1 Februari 2018 oleh

digunakan dalam variabel penelitian adalah pengaruh satu model pembelajaran terhadap hasil belajar sedangkan yang digunakan oleh peneliti sekarang adalah membedakan

Adapun hipotesis dari penelitian ini yaitu “terdapat perbedaan keterampilan proses sains dan pemahaman konsep antara siswa yang diajar menggunakan media laboratorium virtual PhET