• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Misna NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: Misna NIM"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Misna

NIM. 11160510000089

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H/ 2020 M

(2)
(3)
(4)
(5)

iv ABSTRAK MISNA NIM. 11160510000089

Hubungan Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak dengan Religiusitas Anak di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan.

Komunikasi antara orang tua dan anak menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Apabila orang tua menanamkan sikap baik yang ada dalam karakter religiusitas terhadap anak, maka secara otomatis pula terbentuk sikap dan perilaku yang baik yang tertanam pada diri anak tersebut. Dengan demikian, jika komunikasi dalam keluarga terjalin dengan harmonis, maka anak akan merasa bahwa dirinya sangat berharga, sehingga akan menumbuhkan sikap yang baik pula dalam diri anak. Hal ini yang menjadi pertanyaan mengenai kondisi religiusitas anak yang dirasa masih kurang di daerah Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan. Berdasarkan latar belakang di atas, timbul pertanyaan pada penelitian ini. Apakah ada hubungan antara komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dengan religiusitas anak di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta

Selatan? Seberapa besar hubungan antara komunikasi

antarpribadi orang tua dan anak dengan religiusitas anak di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan?.

Teori yang digunakan adalah teori menurut Carl I Hoveland; “Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan peransang untuk merubah tingkah laku orang lain”. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik korelasi sederhana. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling menggunakan taraf signifikan 0,05 dengan jumlah sampel 100 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi orang tua dan anak (X) dengan religiusitas anak (Y) di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan, dibuktikan dari hasil uji koefisien korelasi sebesar 0,645. Indikator timbal balik pada variabel komunikasi antarpribadi orang tua dan anak lebih dominan, dan indikator keyakinan pada variabel religiusitas anak lebih dominan.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi, berkat, rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini menjadi sebuah skripsi yang berjudul “Hubungan Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak dengan Religiusitas Anak”.

Shalawat serta salam semoga terucurah kepada junjungan baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabat serta seluruh pengikutnya yang senantiasa menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai salah persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa selama masa perkuliahan, penelitian, penyusunan, penulisan sampai masa penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik dari keluarga, sahabat, teman dan berbagai pihak lainnya yang telah banyak berjasa bagi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

(7)

vi

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Suprapro, M. Ed., Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Dr. Siti Anpsiah, S. Ag, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabudin Noor, M.Ag Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Cecep

Castrawijaya, M. A, Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan

3. Dr. Armawati Arbi, M.Si, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Dr. Edi Amin, M.A, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

4. Drs. Jumroni, M.Si, Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu peneliti sampai selesai dalam memberikan arahan dan informasi dalam proses penyusunan skripsi ini 5. Dr. Dudun Ubaedullah, M.Ag, Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah memberikan arahan dan pemahaman kepada peneliti dalam proses penyusunan skripsi ini

6. Kepada seluruh Dosen dan Staff Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, atas segala pengetahuan dan pengalaman

berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

7. Kedua orang tua saya Bapak Haryanto Ali dan Ibu Siti Hotimah yang selalu memberi do‟a, kasih sayang dan

(8)

vii

menyelesaikan studi S1 dengan baik dan menyelesaikan skripsi ini

8. Kakak-kakak saya yaitu Siti Asiyah, Dewi, Diana Siyam, dan Ahmad Fahlevi yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

9. Bapak Ketua RT.005, Bapak Ketua Rw.007, serta Bapak Lurah Kelurahan Srengseng Sawah yang telah membantu saya memberikan informasi terkait data-data yang dibutuhkan dalam proses penelitian ini

10. Seluruh responden yang sudah sangat membantu dalam mengisi kuesioner penelitian saya

11. Sahabat kuliah saya yaitu Laela Anggraeni, Sasa Laras S, Friska Lenawati, Sarah Salsabila, Amidah Mutiara, Yuni Rachmawati, Siti Gonia dan Atia Malia Utami yang selalu mendengarkan keluh kesah dan memberikan semangat penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

12. Teman-teman KPI B dan teman satu angkatan KPI 2016 yang telah memberikan semangat semasa penulis berkuliah

13. Sahabat seperjuangan saya dari mahasiswa baru yaitu Khilyatus Shobah, Irna Nur wati yang telah mewarnai semasa perkuliahan dari mahasiswa baru sampai lulus perkuliahan

14. Sahabat-sahabat saya yaitu Nur Ainy, Ghina Audhiyyaa, Andrian Wahyu Pranoto, Patut Dwi Djanarko, Adly

(9)

viii

Raditya, Khairul Anwar yang selalu mendengarkan keluh kesah saya dalam proses penyusunan skripsi ini

15. Seluruh kawan-kawan dan para senior dari Komunitas Jurnalis TV (JTV) KPI UIN Jakarta, terima kasih atas segala pelajaran khususnya di dunia pertelevisian, semoga ilmunya akan terus bermanfaat. Jangan lupa untuk terus “Mari Berkarya Maju Bersama”!

16. Seluruh rekan-rekanita Ikatan Mahasiswa Qotrun Nada (IMQN) yang telah banyak memberi ilmu dan pengalaman kepada saya, semoga IMQN kedepannya menjadi lebih baik dan berkah lagi. Aamiin

17. Teman-teman KKN „Nirbaya‟ 80 UIN Jakarta (Devina Yunisa Astari, Zahrotul Fitriani, Fefi Aulia, Nurul Fitri Ashari, Dewi Afifah Al-Ihsan, Tsanya Rahma, Niken Pratiwi, Firya Syafira, Anisa Balqis, Salim Abdurrazaq, Fiar Kibuana, Abdullah Hanif, Ahmad Fauzan, Alif Maulida, M.Ramadhan, Aqmal Kurniawan, dan Ajen Jaenudin) serta Dosen Pembimbing Lapangan KKN 80 „Nirbaya‟ 2019 UIN Jakarta yaitu Bpk. Hepi Prayudiawan, SE.,MM.,Ak.,CA yang telah memberi banyak pengalaman dan mewarnai hidup saya khususnya semasa KKN, semoga kalian sukses selalu!

18. Teman-teman BOMBOCLAT; Devina (lagi), Nadia Nandini, Zahrotul Fitriani (lagi), Intan Julia Viani, Silvia Yulianti yang telah memberi support dan selalu mendengarkan keluh kesah penulis

(10)

ix

19. Sahabat seperngopian saya yaitu Fika Rizky Ainiyyah, Dede Amelia, yang juga selalu mendengarkan keluh kesah dan memberi support kepada penulis

20. Seluruh keluarga, teman dan orang-orang yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah membantu dan terlibat dalam proses penyusunan skripsi ini

Peneliti hanya bisa mengucapkan terimakasih dan bersyukur atas segala kebaikan mereka dan semoga Allah membalasnya. Peneliti juga memohon maaf kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan selama proses penelitian ini. Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran agar peneliti dapat melakukan penelitian yang lebih baik dimasa mendatang. Semoga apa yang peneliti tuliskan dapat bermanfaat.

Jakarta, 7 Agustus 2020

(11)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II ... 16

TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Teori dan Konsep ... 16

1. Religiusitas ... 16

2. Komunikasi Antarpribadi ... 20

(12)

xi

C. Hipotesis ... 37

BAB III ... 39

METODE PENELITIAN ... 39

A. Populasi dan Sampel ... 39

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41

C. Sumber Data ... 41

D. Instrumen Penelitian ... 42

D. Teknik Pengumpulan data ... 51

E. Teknik Pengolahan Data ... 52

F. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV ... 56

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Temuan Hasil Penelitian ... 56

B. Pembahasan ... 69

BAB V ... 71

SIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Simpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

xii

DAFTARTABEL

Table 1 Penelitian Terdahulu ... 12

Table 2 Kerangka Pemikiran ... 37

Table 3 Ketentuan Skor Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak dan Religiusitas Anak ... 44

Table 4 Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian pada variabel X (Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak) menggunakan SPSS ... 50

Table 5 Deskripsi Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

Table 6 Hasil Analisis Uji Normalitas ... 62

Table 7 Hasil Analisis Uji Linieritas ... 63

(14)

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56 Grafik 2 Data Responden Berdasarkan Usia ... 57 Grafik 3 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58 Grafik 4 Skor Rata-rata Indikator Variabel (X) Komunikasi

Antarpribadi Orang Tua dan Anak ... 60 Grafik 5 Skor Rata-rata Indikator Variabel (Y) Religiusitas Anak .... 61

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang hakikatnya perlu berhubungan dengan orang lain. Karena itu, sebagai manusia juga perlu menjalin komunikasi terhadap orang lain. Komunikasi sangat penting bagi kehidupan manusia. Hampir semua kegiatan setiap harinya, pasti keseluruhannya dilakukan dengan berkomunikasi.

Seringkali manusia berfikir bahwa orang tua yang mempunyai prilaku yang baik maka prilaku baiknya akan diwariskan kepada anaknya, seperti pribahasa “Buah jatuh

tidak jauh dari pohonnya” istilah inilah yang menjadi dasar

penelitian ini bahwa tidak semua prilaku orang tua yang baik namun akan menjadi perilaku yang baik pula pada anaknya, oleh karena itu ditekankan bahwa ada peranan komunikasi antar orang tua kepada anak untuk menyampaikan hal-hal baik yang dilakukannya.

Penelitian ini berjudul Hubungan Komunikasi

Antarpribadi Orang Tua dan Anak dengan Religiusitas Anak di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan. Komunikasi dalam keluarga terutama komunikasi antara orang tua dan anak menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Apabila orang tua menanamkan sikap baik yang ada dalam karakter religiusitas terhadap anak, maka secara otomatis pula terbentuk sikap dan perilaku yang baik

(16)

yang tertanam pada diri anak tersebut. Dengan demikian, jika komunikasi dalam keluarga terjalin dengan harmonis, maka anak akan merasa bahwa dirinya sangat berharga, sehingga akan menumbuhkan sikap yang baik pula dalam diri anak.

Komunikasi antara orang tua dan anak adalah salah satu kunci interaksi komunikasi dua arah. Terkadang timbulnya masalah antara orang tua dan anak terjadi akibat kurangnya intensitas komunikasi diantara keduanya, dimana yang biasa menjadi penyebab kurangnya komunikasi yang intens adalah orang tua yang mungkin karena kesibukannya sehingga jarang berkomunikasi dan bertemu dengan anaknya. Hal ini telah diisyaratkan dalam hadis Nabi Muhammad saw

)ملسم هاور( ِوِناَرِّصَنُ ي ْوَأ ِوِناَدِّوَهُ ي ُهاَوَ بَأَف ، ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ٍدوُلْوَم ُّلُك

“Telah bersabda Nabi saw, Tiadalah anak yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR.Muslim).

Hadis ini menjelaskan mengenai kata “fitrah” yang diartikan sebagai potensi dasar yang dibawa anak sejak lahir dan menjadi tanggung jawab besar bagi orang tua untuk mengoptimalkan potensi tersebut serta mengarahkannya pada hal-hal yang menunjang pengoptimalan diri secara sempurna. Di sisi lain, frekuensi interaksi antarsetiap anggota keluarga

(17)

akan semakin menyukseskan transformasi nilai-nilai luhur dalam diri anak.1

Ketika orang tua dan anak sama-sama memiliki karakter yang baik, dalam hal ini adalah orang tua dan anak yang sholeh-sholehah, maka komunikasi yang terbangun adalah komunikasi yang menyejukkan, di mana ke dua belah pihak sama-sama saling menghargai dan menghormati, tanpa memaksakan kehendak, sehingga komunikasi berjalan efektif dan berhasil sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Proses komunikasi orangtua dalam mendidik anak khususnya dalam meningkatkan sikap religiusitas yang tinggi pada anak sama halnya dengan berdakwah dalam agama Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan untuk membina dan menjadi pedoman hidup bagi manusia dari kecil sampai mati. Pendidikan Islam merupakan

pendidikan yang memperhatikan perkembangan jiwa anak.2

Adapun ayat yang menjelaskan tentang tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak mengenai agama Islam ada pada beberapa ayat dibawah ini:

Q.S. al-Tahrim ayat 6

ُةَراَجِحْلاَو ُساَّنلا اَهُدوُقَو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْ نَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

اَم َنوُلَعْفَ يَو ْمُهَرَمَأ اَم َهَّللا َنوُصْعَ ي َلَ ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِئ َلََم اَهْ يَلَع

1 Astuti Mairinda, “Memperkokoh Intensitas Komunikasi antar Anggota

Keluarga dalam Islam”. FKMTHI Nasional.http://fkmthi.com/memperkokoh-intensitas-komunikasi-antar-anggota-keluarga-dalam-islam-1.

2 AS Usman. “Jurnal Pendidikan Anak”, Jurnal Pendidikan Bunayya

(18)

َنوُرَمْؤُ ي

Arti: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”3

Apabila diperhatikan, terjemahan di atas secara tersirat tidak menyebutkan secara eksplisit atau langsung bagaimana tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya, namun bagi orang-orang yang berpikir dan mengerti tentang alquran, ayat tersebut dapat dipahami dengan mudah.

Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab besar terhadap pendidikan anaknya, terutama dalam segi religiusitas. Orangtua yang merupakan pendidikan yang pertama dan utama, maka wajib pula memberikan pendidikan agama Islam dan menjaga anaknya dari api neraka.4

Dalam surat As Saffat ayat 102, Ismail setuju dengan perintah Allah dan bersiap untuk disembelih sang Ayah.

3

Referensi tafsirweb.com. ABI/Inform databese

<https://tafsirweb.com/11010-surat-at-tahrim-ayat-6.html>

4 Muzayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat,

(19)

ِّْنِّا ََّنَُ بٰ ي َلاَق َيْعَّسلا ُوَعَم َغَلَ ب اَّمَلَ ف

ٓ

ِّْنَّا ِماَنَمْلا ِفِ ىٰرَا

ٓ

ْرُظْناَف َكَُبَْذَا

ىٰرَ ت اَذاَم

ٓ

ٰي َلاَق

ٓ

ُرَمْؤُ ت اَم ْلَعْ فا ِتَبَا

ٓ

ِْنُّدِجَتَس

ٓ

َنِم ُوّٰللا َءۤاَش ْنِا

َنْيِِبِّٰصلا

Artinya: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai

anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku

menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."5

Quran Surat Ats-Tsur Ayat 21

اوُنَماَء َنيِذَّلٱَو

ٓ

اَمَو ْمُهَ تَّ يِّرُذ ْمِِبِ اَنْقَْلَْأ ٍنَٰيِإِب مُهُ تَّ يِّرُذ ْمُهْ تَعَ بَّ تٱَو

ٓ

ٍءْىَش نِّم مِهِلَمَع ْنِّم مُهَٰنْ تَلَأ

ٓ

ٍئِرْمٱ ُّلُك

ٓ

ٌيِىَر َبَسَك اَِبِ

Arti: Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada

(20)

mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.6

Quran Surat Luqman Ayat 13-14:

ْذِإَو

َلاَق

ُنَٰمْقُل

ِوِنْبٱِل

ۦ

َوُىَو

ُوُظِعَي

ۥ

ََّنُ بَٰي

َل

ْكِرْشُت

ِوَّللٱِب

ٓ

َّنِإ

َكْرِّشلٱ

ٌمْلُظَل

ٌميِظَع

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kau mempersekutukan Allah, gotong

royong mempersekutukan (Allah) yakni benar-benar

kezaliman yang besar”. (QS. Luqman:13)

اَنْ يَّصَوَو

َنَٰسنِْلْٱ

ِوْيَدِلَٰوِب

ُوْتَلََحَ

ُوُّمُأۥ

اًنْىَو

ٰىَلَع

ٍنْىَو

ُوُلَٰصِفَو

ۥ

ِفِ

ِْيَماَع

ِنَأ

ْرُكْشٱ

ِل

َكْيَدِلَٰوِلَو

ََّلِإ

ُيِصَمْلٱ

“Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik) kepada kedua orangtuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan

kepada kedua orangtuamu, hanya kepada-Ku lah

kembalimu.” (QS. Luqman :14).7

6Referensi: https://tafsirweb.com/10037-quran-surat-at-tur-ayat-21.html

7 Referensi:

(21)

Menurut realitas di lapangan yang menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan mengenai kondisi religiusitas anak yang dirasa masih kurang di daerah Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan ini. Seperti yang telah diamati sebelumnya, bahwa banyak kasus anak di daerah Kelurahan Srengseng Sawah ini sering berkelahi satu sama lain dan notabennya anak-anak yang masih sekolah menengah pertama (SMP). Selain itu, melihat penduduk Kelurahan Srengseng Sawah yang mayoritas Islam ini, seyogianya komunikasi yang intens atau komunikasi antarpribadi orangtua terhadap anaknya berdampak baik bagi anak tersebut, khususnya mengenai keagamaan atau religiusitas. Kebanyakan orangtua juga lebih mengandalkan orang lain untuk mengajarkan anaknya terkait ilmu agama, spiritual, atau religiusitas. Padahal mayoritas orang tua di Kelurahan Srengseng Sawah ini bekerja sebagai ibu rumah tangga atau bukan pekerja yang lebih sering diluar rumah dan

mempunyai banyak waktu bersama anaknya untuk

berkomunikasi.

Yang menjadi tolak ukur religiusitas atau pendidikan keagaaman disini, seperti; akhlak, moral, ibadah, dan sebagainya. Seperti yang diketahui, bahwa interaksi komunikasi intens yang dilakukan orang tua kepada anaknya itu lebih penting disamping mengandalkan jasa orang lain. Karena itu pula, banyak hal yang menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, tidak menutup kemungkinan jika tingkat religiusitas anaknya

(22)

rendah. Begitu pula sebaliknya, orang tua yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah, bisa saja karena komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak ini baik maka meningkat pula religiusitas anak tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini menjadi lebih penting untuk diteliti mengenai hubungan komunikasi antarpribadi yang dilakukan orang tua dalam membentuk sikap yang baik yang terangkum pada tingkat religiusitas anak.

Penelitian ini menggunakan teori menurut Carl I Hoveland; “Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan peransang untuk merubah tingkah laku orang lain”.8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang masalah di atas, maka ada hubungan permasalahan yang diidentifikasi yaitu:

a. Proses komunikasi antarpribadi orangtua kepada anak dalam kehidupan bersosial yang masih kurang dalam memengaruhi akhlak anak dengan sering terjadinya perkelahian anak di Kelurahan Srengseng Sawah

b. Tingkat ibadah atau pengetahuan keagamaan anak di Kelurahan Srengseng Sawah yang masih rendah

8

Onong U Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), 10.

(23)

c. Proses interaksi orangtua kepada anak dalam mendidik pada pengetahuan keagamaan yang dirasa masih kurang di Kelurahan Srengseng Sawah

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar dalam pembahasan proposal penelitian ini lebih terarah batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya pada Hubungan Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dengan Tingkat Religiusitas Anak dengan batasan anak berusia 10-14 tahun di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan.

Dari batasan masalah yang telah dibahas diatas, terdapat rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah terdapat hubungan antara komunikasi

antarpribadi orang tua dengan tingkat religiusitas anak? b. Seberapa besar hubungan antara komunikasi antarpribadi

orang tua dengan tingkat religiusitas anak? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi orang tua dengan tingkat religiusitas anak

b. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan

komunikasi antarpribadi orang tua terhadap tingkat religiusitas anak

(24)

II. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat secara akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan terhadap pihak kampus dan mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

b. Manfaat secara praktis

Agar komunikasi antarpribadi orang tua terjalin lebih baik terhadap proses peningkatan prilaku religiusitas anak khususnya di daerah Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, diantaranya: a. Hubungan Tingkat Komunikasi Orang Tua dengan

Akhlak Anak di SD Negeri Gonilan 01 Kecamatan

Kartasura Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran

2014/2015. Wakhid Umar Sidiq NIM: G000080048. Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015.

b. Hubungan Perilaku Keberagamaan Orang Tua terhadap Akhlak Anak Melalui Interaksi Komunikasi (Studi Kasus

(25)

di Dusun Saratan 1, Sumberrejo, Mertoyudan). Oleh Ira Lailatul Safitri. NIM: 13.0401.0041. Program studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang 2018.

c. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dan

Religiusitas dalam Keluarga dengan Perilaku Seksual Remaja. Oleh Shintia Tri Arti. NIM: F100130211.

Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas

(26)

Table 1 Penelitian Terdahulu NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN HASIL PENELITIAN PERBEDAAN PENELITIAN 1. Wakhid Umar Sidiq Hubungan Tingkat Komunikasi Orang tua dengan Akhlak Anak di SD Gonilan 01 Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/ 2015 Tidak adanya hubungan antara Tingkat Komunikasi Orang tua dengan Akhlak Anak di SD Gonilan 01 Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/ 2015 Objek penelitian ini lebih spesifik di SD Gonilan, sedangkan objek penelitian ini yang saya ambil lebih umum dan meluas yakni di Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 2. Ira Lailatul Safitri Hubungan Perilaku Keberagamaan Orangtua terhadap Ada hubungan antara Perilaku Keberagamaan Orangtua Variabel yang digunakan ada 3 variabel, yaitu variabel intervening/

(27)

Akhlak Anak Melalui Interaksi Komunikasi terhadap Akhlak Anak Melalui Interaksi Komunikasi variabel Z (Interaksi Komunikasi) 3. Shintia Tri Arti Hubungan antara komunikasi Interpersonal dan Religiusitas Dalam Keluarga dengan Perilaku Seksual Remaja Ada hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi Interpersonal dan Religiusitas Dalam Keluarga dengan Perilaku Seksual Remaja Bukan menggunakan Religiusitas untuk variabel Y, tetapi yang digunakan adalah Perilaku Seksual Remaja

(28)

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penelitian ini penulisan

menggunakan Sesuai dengan keputusan Rektor UIN Jakarta Nomor 507 Tahun 2017. Adapun sistematika dalam penulisan ini sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Berisikan tentang penjelasan secara umum mengenai teori komunikasi interpersonal, religiusitas, kerangka pemikiran dan hipotesis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini berisikan penjelasan tentang populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian, sumber data, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik analisis data.

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Temuan penelitian dan pembahasan ini berisikan penjelasan mengenai hasil temuan dan analisis data seperti

deskripsi data responden penelitian, uji instrumen,

rekapitulasi validitas dan reliabilitas instrumen, uji korelasi product moment dan pembahasan.

(29)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas kesimpulan dari rumusan masalah penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

(30)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Teori dan Konsep

1. Religiusitas

a. Definisi Religiusitas

Ada beberapa istilah lain dari agama antara lain religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/

relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religion (Bahasa

Inggris) dan religie (Bahasa Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat.1

Menurut Ancok dan Suroso, Religiusitas adalah keberagaman yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Religiusitas dapat diketahui dari seberapa

jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan

penghayatan atas agama Islam.2

Menurut Jalaluddin, religiusitas adalah suatu

keadaan yang ada dalam diri seseorang yang

mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Religiusitas dalam Islam

1

Dadang Kahmad, Sosiologi Agam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 13.

2 Ancok dan Suroso, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(31)

menyangkut lima hal yakni; akidah, ibadah, amal, akhlak dan pengetahuan.3

Religiusitas adalah sikap batin pribadi (personal) setiap manusia di hadapan Tuhan yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain, yang mencakup totalitas kedalam pribadi manusia.4

Dari paparan di atas maka dapat disintesakan bahwa religiusitas adalah sikap, tindakan atau perilaku seseorang yang diyakini dengan syariat atau ketentuan keagamaan yang tertanam secara mendalam pada karakter taqwa.

b. Dimensi Religiusitas

Secara terperinci religiusitas memiliki 5 dimensi penting dalam penilaian religiusitas5:

1) Dimensi keyakinan, yaitu dimensi ideologis yang memberikan gambaran sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dari agamanya.

2) Dimensi peribadatan atau praktek agama, yaitu dimensi ritual yang menggambarkan sejauh mana seseorang menjalankan kewajiban ritual agamanya.

3 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), 247.

4

Dister N. S, Pengantar Psikologi Agama: Pengalaman dan Motivasi

Beragama, (Jakarta: Leppenas, 1982).

5 Ancok dan Suroso, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(32)

3) Dimensi pengamalan, yaitu dimensi yang

menunjuk pada seberapa tingkatan seseorang berperilaku di motivasi oleh ajaran agamanya, seperti bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain.

4) Dimensi pengetahuan, yaitu dimensi yang

menunjuk seberapa tingkat pengetahuan

seseorang terhadap ajaran agamanya, terutama

mengenai ajaran pokok dari agamanya,

sebagaimana termuat dalam kitab sucinya.

5) Dimensi penghayatan, yaitu dimensi yang menunjuk seberapa jauh tingkat seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan dan pengalaman religius.

c. Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Menurut Robert Henry Thouless, faktor-faktor yang mempengaruhi keagamaan atau religiusitas ada 4 macam, yaitu6:

1. Pengaruh pengajaran atau komunikasi dan berbagai tekanan sosial (faktor eksternal)

2. Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama

6 Robert H Thouless, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: PT

(33)

pengalaman-pengalaman mengenai keindahan, keselarasan, kebaikan dunia lain (faktor afektif) 3. Faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari

kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan-kebutuhan terhadap keagamaan, cinta kasih, harga diri dan ancaman kematian.

4. Faktor Intelektual (Proses Pemikiran). Manusia diciptakan dengan memiliki berbagai macam potensi. Salah satunya adalah potensi untuk beragama. Potensi beragama ini akan terbentuk, tergantung bagaimana pendidikan yang diperoleh anak. Seiring dengan bertambahnya usia, maka akan muncul berbagai macam pemikiran-pemikiran verbal. Salah satu dari pemikiran verbal ini adalah pemikiran akan agama. Anak yang beranjak dewasa akan mulai menentukan sikapnya terhadap ajaran-ajaran agama. Sikap-sikap ini yang akan mempengaruhi jiwa keberagamaannya.

(34)

2. Komunikasi Antarpribadi

a. Definisi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi dengan kenalan, teman, sahabat, pacar, satu lawan satu, disebut komunikasi antarpersonal

(Interpersonal Communication). Komunikasi

Interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana penerima dapat mengirim pesan dengan bahasa secara langsung, dan penerima pesan dapat

menerima dan menanggapi secara langsung pula.7

Menurut Devito dalam buku Riyono Pratikto, komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.8

Komunikasi antarpribadi merupakan proses

pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang, dengan berbagai efek dan umpan balik (feed back).9

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan

7 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal

(Yogyakarta: Kanisius, 2003), 85.

8

Riyono Pratikto, Berbagai Aspek Ilmu Komunikas, (Bandung: Remadja Karya, 1987), 42.

9 Widjaya, H. AW, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka

(35)

setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal.10

Dari paparan di atas maka dapat disintesakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dengan tatap muka antara seseorang dengan orang lain sehingga mendapat umpan balik secara langsung.

b. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Karekteristik atau ciri-ciri komunikasi antarpribadi ini sebenarnya dapat diketahui dari pengertiannya yang telah disampaikan sebelumnya sebagai berikut11:

1) Sifatnya dua arah/ timbal-balik (two way traffic

communication). Karena dilakukannya secara

langsung sehingga masalah cepat dapat diatasi dan dipecahkan bersama.

2) Feed back-nya langsung tidak tertunda. Ini karena

berlangsungnya komunikasi tersebut secara

langsung, maka umpan balik atau feed back-nya dapat seketika diketahui.

3) Komunikator dan komunikan dapat berganti fungsi; sekali waktu menjadi komunikator dan sekali waktu pula menjadi komunikan.

4) Dapat dilakukan secara spontanitas; maksudnya tanpa persetujuan terlebih dahulu.

10

Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011), 81.

11 Onong U. Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni,

(36)

5) Tidak berstruktur; maksudnya masalah yang dibahas tidak mesti terfokus melainkan mungkin hal-hal yang tidak sesuai rencana, juga masuk dalam pembicaraan.

6) Komunikasi ini lebih banyak terjadi antara dua orang, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sekelompok kecil orang.

Menurut Agus M. Hardjana, ciri-ciri/ karakteristik komunikasi antarpribadi mencakup perilaku verbal dan nonverbal antara lain sebagai berikut:

1) Perilaku spontan (Spontaneus behaviour) adalah perilaku yang dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif. Artinya, perilaku itu terjadi begitu saja. Jika verbal, perilaku spontan bernada asal bunyi. Misalnya, “Aduh” atau “hore”. Perilaku spontan nonverbal, misalnya meletakkan telapak tangan pada dahi waktu kita sadar telah buat keliru atau lupa, melambaikan tangan pada waktu berpapasan dengan teman, atau menggebrak meja dalam diskusi ketika kita tiak setuju atas pendapat orang. 2) Perilaku menurut kebiasaan (script behaviour)

adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita. Perilaku itu khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. Misalnya, ucapan “Apa kabar” pada waktu berjumpa dengan teman, atau “selamat malam” pada waktu sebelum tidur, “selamat datang” kepada teman yang datang. Dalam bentuk nonverbal, misalnya “berjabat tangan” dengan teman, atau “mencium tangan” orang tua, “memeluk” kekasih.

(37)

3) Perilaku sadar (contrived behaviour) adalah perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan diesuaikan dengan orang yang akan dihadapi, urusan yang harus diselesaikan, dan situasi serta kondisi yang ada.12 Sedangkan menurut Herdiyan Maulana dan Gumgum Gumelar, ciri-ciri atau karakteristik komunikasi interpersonal ialah sebagai berikut:

1) Pihak-pihak yang melakukan komunikasi berada dalam jarak yang dekat. Pihak yang dapat dikatakan melakukan komunikasi interpersonal harus tidak berada dalam jarak jauh melainkan saling berdekatan/ face to face. Apabila salah satu

lawan bicara menggunakan media dalam

penyampaian pesan karena perbedaan jarak jauh, itu tidak dapat dikatakan sebagai komunikasi interpersonal.

2) Pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara spontan baik secara verbal

maupun nonverbal. Di dalam komunikasi

interpersonal feedback yang diberikan oleh komunikan biasanya secara spontan, begitu juga dengan tanggapan dari komunikator. Dengan respons yang diberikan secara spontan dapat mengurangi kebohongan salah satu lawan bicara dengan cara melihat gerak-gerik ketika sedang berkomunikasi

3) Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Mutual understanding akan diperoleh dalam komunikasi interpersonal ini, apabila di antara kedua belah pihak dapat menjalankan dan menerapkan komunuikasi ini

12 Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal.

(38)

dengan melihat syarat-syarat yang berlaku seperti mengetahui waktu, tempat, dan lawan bicara. 4) Kedekatan hubungan pihak-pihak komunikasi

akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang dekat. Kita dapat membedakan seberapa dekat hubungan seseorang dengan lawan bicaranya, hal ini dapat dilihat dari respons yang diberikan.13

c. Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Dalam pelaksanaan komunikasi antarpribadi mempunyai beberapa tujuan. Tujuan-tujuan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1) Mengenal diri sendiri dan orang lain

Maksudnya dengan membicarakan diri kita sendiri kepada orang lain, maka kita akan mendapat perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Dengan komunikasi antarpribadi pula kita dapat belajar tentang bagaimana dan sejauh mana kita harus membuka diri pada orang lain. Dengan komunikasi antarpribadi kita juga akan mengetahui nilai, sikap dan perilaku orang lain dan kita dapat menanggapi dan memprediksi tindakan orang lain.

2) Mengetahui Dunia Luar

Maksudnya dengan komunikasi antarpribadi memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik.

13 Herdiyan Maulana & Gumgum Gumelar, Psikologi Komunikasi dan

(39)

3) Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna

Sebagai makhluk sosial, manusia ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain.

4) Mengubah sikap dan perilaku

Maksudnya dalam komunikasi antarpribadi manusia sering berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Menginginkan seseorang memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, mendengarkan musik tertentu, membaca buku, dan lain-lain.

5) Bermain dan mencari hiburan

Kadang hal bermain dan mendapat hiburan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena dapat memberi

suasana baru yang terlepas dari keseriusan,

ketegangan, dan lain-lain.14

Tujuan-tujuan komunikasi antarpribadi ini dapat dilihat sebagai motivasi, memberi perhatian, memberi kesenangan dan bahkan efektif untuk mengubah sikap, tingkah laku, dan pendapat

seseorang yang tidak mampu mengeluarkan

masalahnya di depan umum. d. Hambatan-Hambatan Komunikasi

Dalam melaksanakan komunikasi akan dibahas, secara umum hambatan itu adalah sebagai berikut.

14 M. Budyatna, Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Prenada Media

(40)

1) Gangguan (noice)

Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi, yaitu:15

Gangguan Mekanik (mechanical/ channel

noise). Yang dimaksud dengan gangguan mekanis

adalah gangguan yang disebabkan dengan

komunikasi/ kegaduhan yang mempengaruhi fisik. Seperti suara-suara ganda pada pesawat radio, interaksi dua pemancar radio yang berdempetan gelombangnya. Gambar meliuk-liuk atau diubah-ubah pada layar TV. Huruf-huruf yang tidak jelas pada surat kabar atau halamannya sobek.

Gangguan Semantik (semantic noise). Yang dimaksud dengan gangguan semantik adalah gangguan yang bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Lambang kata yang sama memiliki arti yang berbeda untuk orang-orang yang berlainan.

Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian karena dalam mengartikan kalimat,

15 Onong U. Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni,

(41)

kadang-kadang seseorang menggunakan

pemahaman konotatif (pemahaman yang

emosional dan evaluatif) terkait dengan latar belakang dan pengalaman seseorang. Seperti ketika memahami kalimat anjing, oleh orang yang senang anjing maka anjing adalah binatang menggemaskan, lucu, dan baik. Tapi bagi orang yang membencinya maka anjing adalah binatang yang menjijikkan dan najis. Bagi polisi anjing adalah hewan yang mudah dididik untuk membantu, dan lain-lain.

Demikian pula, kadang-kadang seseorang mengartikan kalimat dengan denotatif (definisi yang sesuai dengan perkataan yang lazim dalam kamus secara umum yang diterima oleh orang-orang dengan bahasa dan budaya sama. Seperti mengartikan anjing yang berkaki empat, punya ekor, menggonggong, dan lain-lain. Gangguan semantik juga terjadi karena terlalu cepat mengeluarkan kata-kata. Contoh, mau bilang kedelai, tetapi yang keluar adalah keledai, berpartisipasi yang terucap adalah 'berpartisisapi', dan lain-lain.

Kepentingan (interest). Kepentingan orang lain akan membuat selektif dalam menanggapi/ menghayati suatu pesan. Orang akan hanya

(42)

memerhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingan dirinya. Kepentingan bukan

hanya memengaruhi perhatian saja, tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku yang akan menjadi penyebab reaktif

terhadap segala perangsang yang tidak

bersesuaian dan bertentangan dengan

kepentingan. Sebagai contoh, jika seseorang

tersesat di tengah hutan dan sudah lama tidak makan, maka ketika disodorkan sepiring nasi dan sepiring berlian, pastilah ia akan memilih sepiring

nasi karena sesuai dengan kebutuhannya.

Meskipun sepiring berlian jauh lebih mahal dari sepiring nasi.

Motivasi (motivation). Motivasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan, dan kekurangan setiap orang pasti berbeda motivasi, berbeda satu dengan yang lain. Semakin sesuai komunikasi dengan seseorang, semakin besar komunikasi yang dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan, demikian sebaliknya. Contoh: mungkin seorang pegawai seolah-olah menanggapi komunikasi dari atasannya walaupun sesungguhnya ia tidak menyukai komunikasi itu,

(43)

tetapi karena ia ingin naik pangkat maka ia akan melakukan apa yang diminta oleh atasannya. Atau hanya untuk menyenangkan hati atasannya saja.

Prasangka (prejudice). Prasangka

merupakan hambatan yang berat bagi kegiatan

komunikasi karena orang yang memiliki

prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan dapat menentang komunikator yang hendak berkomunikasi. Prasangka bukan hanya terjadi pada ras melainkan juga terhadap agama, pendirian politik, kelompok, dan lain-lain. Contoh seorang bekas narapidana meskipun ia sudah bertaubat, namun masih diwaspadai.

2) Hambatan Sosiologis

Seorang sosiolog Jerman yang bernama Ferdinan Tonnies, mengklasifikasikan kehidupan manusia menjadi dua jenis pergaulan yang

dinamakan Gemeinschaft dan Gesselschaft.

Gemeinschaft adalah pergaulan yang bersifat

pribadi, statis dan tidak rasional, seperti dalam kehidupan rumah tangga. Sementara Gesselschaft adalah pergaulan yang tidak pribadi, dinamis, dan rasional, seperti pergaulan dalam masyarakat di kantor/ organisasi, dan lain-lain.

(44)

Gemeinschaft saat berkomunikasi dengan

istri dan anak tidak banyak menjumpai hambatan karena sifatnya pribadi sehingga dapat dilakukan dengan santai. Sementara dalam Gesselschaft, seseorang bagaimanapun tingginya kedudukan yang ia jabat, ia akan menjadi bawahan orang lain. Masyarakat terdiri dari berbagai lapisan yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial,

agama, ideologi, tingkat pendidikan dan

sebagainya. Yang kesemuanya dapat membantu untuk kelancaran komunikasi.

3) Hambatan Antropologis

Manusia, meski satu sama lain sama jenisnya ditakdirkan berbeda dalam hal lain. Berbeda dalam postur tubuh, warna kulit, budaya, dan lain-lain. Dalam melancarkan komunikasinya seorang komunikator tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal dirinya, kebudayaannya, norma kehidupan, kebiasaan dan bahasanya.

Komunikasi akan berjalan efisien jika ada pesan yang disampaikan komunikator yang diterima oleh komunikan secara tuntas, yaitu diterima dalam pengertian secara indrawi dan pengertian secara rohani. Oleh karena itu,

(45)

teknologi tanpa menyesuaikan dengan kebudaya maka tidak akan berfungsi.16

4) Hambatan Psikologis

Faktor psikologis sering kali menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal ini disebabkan si komunikator sebelum memulai komunikasinya tidak memahami diri komunikan. Komunikasi sulit untuk berhasil apabila komunikan sedang sedih, ngantuk, bingung, marah, kecewa dan sebagainya.

Demikian pula halnya dengan komunikasi yang bersifat psikologis yang terdapat dalam kemampuan kognitif dan afektif individual dalam menyandi dan mengalih sandi pesan. Karena itu, hambatan komunikasi terdapat secara lebih luas dalam perspektif psikologis.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Antarpribadi

Devito dalam Suranto AW, mengemukakan lima sikap positif yang perlu dipertimbangkan

ketika seseorang merencanakan komunikasi

16 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Pustaka Setia,

(46)

interpersonal. Lima sikap positif tersebut, meliputi17:

a) Keterbukaan (openness)

Keterbukaan ialah sikap untuk dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Hal ini bukan berarti orang harus memberitahu semua riwayat hidupnya, tetapi rela membuka diri ketika orang lain mengiginkan informasi yang diketahuinya. Dengan kata lain keterbukaan ialah kesediaan untuk membuka diri

dalam menginformasikan yang biasanya

disembunyikan, asalkan yang diinformasikan ini tidak bertentangan dengan asas kepatutan. Sikap keterbukaan ini ditandai dengan adanya kejujuran dalam merespon segala stimulus komunikasi.

Tidak menyembunyikan informasi yang

sebenarnya. Keterbukaan menjadi salah satu sikap

yang positif dalam proses komunikasi

interpersonal. Hal ini disebabkan, dengan

keterbukaan, maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan

dapat diterima oleh semua pihak yang

berkomunikasi.

17

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 82-84.

(47)

2) Empati(empathy)

Empati ialah kemampuan seseorang untuk dapat memahami dan merasakan sesuatu yang sedang dialami atau dirasakan oleh orang lain, dan memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kacamata orang lain.

Orang yang berempati mampu memahami

perasaan dan sikap orang lain, serta apa yang menjadi keinginan mereka. Sebagai contoh, seorang guru yang memiliki empati, tidak akan semena-mena terhadap siswa yang terlambat datang ke sekolah. Mengapa? karena guru yang berempati dapat berfikir dan bersikap: “seandainya akau jadi dia, rumahku jauh dari sekolah, aku harus naek kendaraan umum yang jadwalnya tidak pasti, tentu aku juga sekali waktu dapat terlambat datang di sekolah”. Dengan demikian sikap empati terhadap orang lain akan menjadi filter bagi kita agar tidak mudah menyalahkan orang lain. Serta dapat memahami esensi bahwa setiap keadaan tidak semata-mata berdasarkan sudut pandang kita sendiri, melainkan juga menggunakan sudut pandang orang lain. Hakikat empati adalah: (a) Usaha masing-masing pihak untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain; (b) dapat memahami pendapat, sikap dan perilaku orang lain.

(48)

3) Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif

adalah hubungan dimana terdapat sikap

mendukung (supportiveness). Artinya untuk

mendukung terselenggaranya interaksi secara

terbuka, masing-masing pihak yang

berkomunikasi memiliki komitmen. Oleh sebab itu respon yang relevan merupakan respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon bertahan. Pemaparan gagasan bersikap deskriptif naratif,

bukan bersifat evaluatif. Sedangkan pola

pengambilan keputusan bersifat akomodatif,

bukan intervensi yang disebabkan rasa percaya diri yang berlebihan.

4) Sikap positif (positiveness)

Sikap positif (positiveness) ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Dalam bentuk sikap disini maksudnya adalah bahwa dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, bukan prasangka dan curiga. Dalam bentuk perilaku, maksudnya ialah tindakan yang dipilih harus relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal, seperti melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama. Misalnya

(49)

memahami pesan komunikasi dengan memberikan

penjelasan yang memadai sesuai dengan

karakteristik komunikan tersebut. Sikap positif dapat ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku dan sikap, antara lain:

a) Menghargai orang lain

b) Berpikiran positif terhadap orang lain

c) Tidak menaruh curiga secara

berlebihan

d) Meyakini pentingnya orang lain e) Memberikan pujian dan penghargaan f) Komitmen menjalin kerjasama

5) Kesetaraan (equality)

Kesetaraan (equality) ialah pengakuan bahwa antara komunikator dan komunikan

memiliki kepentingan, sama-sama saling

membutuhkan. Memang secara alamiah ketika dua orang berkomunikasi secara interpersonal, tidak pernah tercapai suatu situasi yang menunjukkan kesetaraan atau kesamaan secara utuh diantara keduanya. Bukan kesetaraan secara gender, usia,

segi material dan sebagainya, melainkan

kesetaraan bisa berupa pengakuan atau kesadaran, serta kerelaan untuk menempatkan diri setara (tidak ada yg superior ataupun inferior) dengan

(50)

komunikan. Dengan demikian dapat dikemukakan indikator kesetaraan, meliputi:

a) Menempatkan diri setara dengan

orang lain

b) Menyadari akan adanya kepentingan

yang berbeda

c) Mengakui pentinganya kehadiran

orang lain

d) Tidak memaksakan kehendak

e) Komunikasi dua arah

f) Saling memerlukan

g) Suasana komunikasi: akrab dan

nyaman.

Salah satu tujuan komunikasi antarpribadi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang sebagaimana yang dikehendaki sebagai seorang komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti sehingga jika memiliki kesamaan pemahaman dapat mengubah perilaku komunikan tersebut. Hal ini juga dikemukakan oleh beberapa pendapat para ahli, diantaranya menurut Carl I Hoveland; “Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan peransang untuk merubah tingkah laku orang lain”. 18

18 Onong U Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT

(51)

Selain itu menurut Effendy, komunikasi antarpribadi dianggap efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang apabila terdapat kesamaan makna mengenai pesan yang disampaikan karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap muka dan menunjukkan suatu interaksi sehingga terjadi kontak pribadi.

B. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan mengkaji keterkaitan antara

variabel bebas/ independent (X) yaitu Komunikasi

Antarpribadi dan variabel terikat/ dependent (Y) yaitu Religiusitas. Model konseptual yang didasarkan pada tinjauan pustaka, maka kerangka pemikiran penelitian dijelaskan pada gambar dibawah ini.

Table 2 Kerangka Pemikiran

Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen)

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan formal mengenai hubungan antara variabel, dan diuji secara langsung.19 Dalam kata lain adalah suatu jawaban sementara atas pertanyaan

19 Morissan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: Kencana Prenadamedia

Group, 2012), 15.

Komunikasi Antarpribadi Orang

Tua dan Anak (X)

Religiusitas Anak (Y)

(52)

penelitian. Hipotesis yang akan di uji dinamakan hipotesis kerja sebagai lawannya adalah hipotesis nol. Hipotesis kerja disusun berdasarkan atas teori yang dipandang handal, sedangkan hipotesis nol dirumuskan karena teori yang digunakan masih diragukan kehandalannya. Hipotesis yang

digunakan adalah bentuk hipotesis Assosiatif yang

menanyakan antara dua variabel atau lebih.20

Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H0 = Tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal

dengan tingkat religiusitas anak.

Ha = Ada hubungan antara komunikasi interpersonal dengan

tingkat religiusitas anak.

20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,

(53)

39 BAB III

METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi menurut Sangadji dan Sopiah adalah wilayah yang digeneralisasikan yang terdiri atas: Subjek atau objek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.1

Berdasarkan pendapat diatas bahwa populasi merupakan kumpulan dari responden penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah warga Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan yang mempunyai anak berusia 10-14 tahun, yang berjumlah laki-laki 2.415 anak dan perempuan 2.634 anak, total anak laki-laki dan perempuan yang berusia 10-14 tahun adalah 5.049 anak.

2. Sampel

Sampel ialah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling.2 Besar sampel dalam penelitian

1

Etta Mamang Sangadji & Sopiah, Metodologi Penelitian Pendekatan

Praktis dalam Penelitian, (Yogyakarta: C.V andi offset, 2010), 187.

2 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian

(54)

ini ditentukan dengan mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto, bahwa:3

Jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:

a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana.

b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.

c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik.

Jumlah sampel pada penelitian ini yang dapat mewakili populasi yaitu sebesar 100 orang yang akan menjadi responden.

Dalam menentukan sampel, penelitian

menggunakan teknik pengambilan sampel nonprobabilitas yaitu tidak setiap individu yang terdapat dalam populasi dapat dijadikan sampel.4 Teknik sampel non probabilitas digunakan dalam penelitian ini karena, penelitian ini membutuhkan sampel dengan kriteria yang sudah ditentukan yang mana tidak semua populasi dapat

3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2006), 134.

4 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkap Dengan

(55)

dijadikan sampel. Adapun teknik yang digunakan dalam menentukan sampel adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu.5

Dalam teknik tersebut dapat disimpulkan yang menjadi responden dalam penelitian ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Warga yang tinggal di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan

2. Beragama Islam

3. Memiliki Orang Tua lengkap (ayah dan ibu) 4. Berusia 10-14 tahun

B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu:

Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2020 sampai dengan bulan Juli 2020.

2. Tempat:

Penelitian ini dilakukan di daerah Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

C. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang akan diteliti (responden). Data primer pada

5 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

(56)

penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari 98 responden yang telah ditentukan yang tinggal di daerah Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu.6 Data sekunder pada penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau unit pemerintah yaitu staff Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar skala. Skala adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pernyataan tertulis, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Dalam skala pernyataan yang disampaikan adalah untuk memperoleh informasi dari responden tentang dirinya sendiri. Skala yang digunakan adalah skala Likert, yaitu skala dengan pernyataan terikat. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner dan merupakan skala yang paling digunakan dalam riset berupa survei. Jawaban responden dalam skala bentuk ini pada setiap pernyataan terikat pada sejumlah alternatif yang disediakan sebagai kemungkin jawaban yang dapat dipilih. Dengan kata lain jawaban responden terikat pada sejumlah kemungkinan

6 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai

(57)

jawaban yang sudah disediakan, dengan maksud

mempermudah dalam mengklasifikasikan data yang

terkumpul.7

Instrumen komunikasi interpersonal terdiri dari 21 pertanyaan atau pernyataan yang dilengkapi dengan lima pilihan jawaban, masing-masing memiliki bobot skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Sehingga skor tertinggi yang mungkin didapat adalah perkalian jumlah pertanyaan dengan lima, dan skor terendah adalah perkalian jumlah pertanyaan dengan satu. Skor-skor itu selanjutnya dianalisa untuk memperoleh kesimpulan penelitian. Begitu pun dengan instrumen tingkat religiusitas terdiri dari 17 pernyataan, dengan pilihan jawaban memiliki skor 1 sampai 5. Berikut tabel skor pada instrumen penelitian;

7 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), 117-118.

(58)

Table 3 Ketentuan Skor Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak dan Religiusitas Anak

No Alternatif Jawaban Positif

1 Selalu 5 2 Sering 4 3 Kadang-kadang 3 4 Pernah 2 5 Tidak Pernah 1 1. Religiusitas Anak a. Definisi Konseptual

Religiusitas adalah sikap, tindakan atau perilaku seseorang yang diyakini dengan syariat atau ketentuan keagamaan yang tertanam secara mendalam pada karakter taqwa.

b. Definisi Operasional

Religiusitas anak adalah sikap dan perilaku warga kelurahan Srengseng Sawah yang berusia 10-14 tahun yang diyakini dengan ketentuan keagamaan yang ternanam secara mendalam dengan indikator

(59)

keyakinan, peribadatan/ praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan penghayatan.

c. Kisi-kisi Instrumen

Berikut adalah tabel kisi-kisi instrumen variabel religiusitas anak;

Table 4 Kisi-kisi Instrumen Religiusitas Anak

Variabel Indikator Nomor Butir

Religiusitas Anak (Y)

A. Keyakinan

B. Peribadatan/ Praktek agama C. Pengalaman D. Pengetahuan E. Penghayatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 8, 9, 10 11, 12 13, 14, 15, 16, 17 d. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menguji valid (sah) atau tidaknya suatu instrument penelitian. Dapat dikatakan valid, apabila instrument penelitian atau kuesioner memiliki rhitung > rtabel (α;n-2) dengan

menggunakan perhitungan melalui SPSS.

Dalam penelitian ini telah dilakukan uji instrumen kepada 20 responden yang memiliki kriteria khusus, seperti; Warga yang tinggal di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan, beragama Islam,

(60)

memiliki orang tua lengkap (ayah dan ibu), dan anak berusia 10-14 tahun. Sebelumnya telah dilakukan uji coba instrument penelitian tersebut kepada 20 responden yang di mana menghasilkan dari 25 pertanyaan terdapat hasil 8 butir soal yang dinyatakan tidak valid.

Dari hasil uji validitas pada uji coba instrument di atas, dapat disimpulkan bahwa butir soal pada Variabel Y (religiusitas anak) yang dinyatakan valid berjumlah 17 butir soal. Sehingga, dari 17 butir soal inilah yang dilanjutkan pada uji reliabilitas di bawah ini.

e. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula. Kriteria suatu instrument penelitian dikatakan reabel dengan menggunakan teknik Alpha

Cronbach’s, yang mana bila koefisien (ri) > 0,6.

Berikut hasil uji reliabilitas uji coba instrumen penelitian pada variabel Y (Religiusitas Anak);

(61)

Table 5 Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian pada variabel Y (Religiusitas Anak) menggunakan SPSS

Dari hasil uji reliabilitas didapatkan semua nilai dari hasil variabel Y menghasilkan nilai alpha cronbach > 0,6. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua instrumen dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.

Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items ,902 ,926 17

(62)

2. Komunikasi Antarpribadi Orang Tua dan Anak a. Definisi Konseptual

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dengan tatap muka antara seseorang dengan orang lain sehingga mendapat umpan balik secara langsung. b. Definisi Operasional

Komunikasi antarpribadi adalah perilaku warga kelurahan Srengseng Sawah yang berusia 10-14 tahun dalam melakukan komunikasi dengan orang tua secara tatap muka yang mendapatkan umpan balik secara langsung dengan indikator perilaku spontan, perilaku menurut kebiasaan, Perilaku sadar, tatap muka, dan umpan balik

c. Kisi-kisi Instrumen

Berikut tabel kisi-kisi instrumen variabel komunikasi antarpribadi orang tua dan anak;

Table 6 Kisi-kisi Instrumen Komunikasi Antarpribadi

Variabel Indikator Nomor Butir

Komunikasi Antarpribadi (X) A. Perilaku spontan B. Perilaku menurut kebiasaan C. Perilaku sadar D. Tatap muka E. Umpan balik 1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8, 9 10, 11, 12, 13 14, 15, 16, 17 18, 19, 20, 21

(63)

d. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menguji valid (sah) atau tidaknya suatu instrument penelitian. Dapat dikatakan valid, apabila instrument penelitian atau kuesioner memiliki rhitung > rtabel (α;n-2) dengan

menggunakan perhitungan melalui SPSS.

Dalam penelitian ini telah dilakukan uji instrumen kepada 20 responden yang memiliki kriteria khusus, seperti; Warga yang tinggal di Kelurahan Srengseng Sawah Jakarta Selatan, beragama Islam, memiliki orang tua lengkap (ayah dan ibu), dan anak berusia 10-14 tahun. Sebelumnya telah dilakukan uji coba instrument penelitian tersebut kepada 20 responden yang di mana menghasilkan dari 25 pertanyaan terdapat hasil 4 butir soal yang dinyatakan tidak valid pada variabel komunikasi antarpribadi orang tua dan anak.

Dari hasil uji validitas pada uji coba instrumen di atas, dapat disimpulkan bahwa butir soal pada Variabel X (komunikasi antarpribadi orang tua dan anak) yang dinyatakan valid berjumlah 21 butir soal. Sehingga, dari 21 butir soal inilah yang dilanjutkan pada uji reliabilitas di bawah ini.

(64)

e. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula. Kriteria suatu instrument penelitian dikatakan reabel dengan menggunakan teknik Alpha

Cronbach’s, yang mana bila koefisien (ri) > 0,6.

Berikut hasil uji reliabilitas uji coba instrumen penelitian pada variabel Y (Religiusitas Anak);

Table 4 Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian pada variabel X (Komunikasi Antarpribadi Orang Tua

dan Anak) menggunakan SPSS

Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items ,943 ,944 21

Dari hasil uji reliabilitas didapatkan semua nilai dari hasil variabel X menghasilkan nilai alpha cronbach > 0,6. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua instrumen dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.

Gambar

Grafik 1  Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...................... 56  Grafik 2  Data Responden Berdasarkan Usia .....................................
Table 1 Penelitian Terdahulu  NO  NAMA  PENELITI  JUDUL  PENELITIAN  HASIL  PENELITIAN  PERBEDAAN PENELITIAN  1
Table 2 Kerangka Pemikiran
Table 3 Ketentuan Skor Komunikasi Antarpribadi Orang  Tua dan Anak dan  Religiusitas Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Adakah Hubungan antara Perhatian Orang Tua

Variabel ini merupakan variabel tujuan yang dianggap penting untuk diteliti, guna memberikan suatu prediksi mengenai loyalitas pelanggan.Berdasarkan latar belakang,

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut “ Adakah Hubungan Komunikasi Terapeutik Pemberian Obat Intra

Variabel ini merupakan variabel tujuan yang dianggap penting untuk diteliti, guna memberikan suatu prediksi mengenai loyalitas pelanggan.Berdasarkan latar belakang,

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, ada beberapa masalah yang muncul yang kemudian penting untuk diteliti. Masalah-masalah tersebut berkenaan

Merupakan uraian tentang latar belakang masalah mengenai pengaruh modal, jumlah tenaga kerja teknologi dan bantuan pemerintah berupa pelatiahan, pinjaman modal, pemasaran

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, ada beberapa masalah yang muncul yang kemudian penting untuk diteliti. Masalah-masalah tersebut berkenaan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang dan fokus masalah, maka penulis merumuskan yang menjadi pokok daripada permasalahan dalam penelitian ini