• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ULANG KONSUMEN DENGAN SHOPPING LIFE STYLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ULANG KONSUMEN DENGAN SHOPPING LIFE STYLE"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ULANG KONSUMEN DENGAN

SHOPPING LIFE STYLE SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI MINIMARKET

WARALABA KOTA MEDAN TESIS

Oleh

CONNY IVANA SIANTURI 167019036/IM

MAGISTER ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ULANG KONSUMEN DENGAN

SHOPPING LIFE STYLE SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI MINIMARKET

WARALABA KOTA MEDAN TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Ilmu Manajemen Pada Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

OLEH

CONNY IVANA SIANTURI

167019036/IM

MAGISTER ILMU MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)
(4)

Telah di uji pada :

Tanggal : 15 Januari 2019

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi.

Anggota : 1. Dr. Beby Karina Fawzeea Sembiring, SE. MM.

2. Prof. Dr. Paham Ginting, MS

3. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, MBA.

4. Dr. Amlys Syahputra Silalahi, M.Si

(5)
(6)

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ULANG KONSUMEN DENGAN

SHOPPING LIFE STYLE SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI MINIMARKET

WARALABA KOTA MEDAN

ABSTRAK

Tingkat penjualan di minimarket waralaba Kota Medan masih tergolong rendah meskipun penambahan gerai minimarket waralaba semakin meningkat, hal ini belum sesuai dengan pertumbuhan pendapatan yang diharapkan oleh minimarket waralaba Kota Medan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah gerai belum merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan penjualan. Banyak hal yang harus diantisipasi untuk mengimbangi persaingan, bukan hanya melihat kuantitas tetapi juga meningkatkan kualitas minimarket waralaba Kota Medan.

Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, perusahaan minimarket waralaba perlu memperhatikan gaya hidup berbelanja masyarakat Kota Medan saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan, dan promosi terhadap keputusan pembelian ulang konsumen dengan shopping life style sebagai variabel moderating. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pembeli di minimarket waralaba Indomaret dan Alfamart yang ada di 21 kecamatan Kota Medan sebanyak 325 minimarket. Peneliti menggunakan two stage cluster random sampling (sampling klaster acak dua tahap) sehingga diperoleh 6 kecamatan dan 12 minimarket. Populasi responden tak terhingga, sehingga peneliti menggunakan teknik accidental sampling. Peneliti menggunakan teori Hair (1995) untuk ukuran sampel, sehingga jumlah sampel yang digunakan adalah 110 orang.Metode analisis data yang digunakan adalah moderate regression analysis (MRA) dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian menunjukkan secara parsial kualitas pelayanan dan promosi berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen.

Shopping life style memoderasi pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen secara positif namun tidak signifikan. Shopping life style memoderasi pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian ulang konsumen secara negatif namun tidak signifikan.

Kata Kunci: Kualitas Pelayanan, Promosi, Shopping Life Style, Keputusan Pembelian Ulang Konsumen

(7)

THE EFFECT OF SERVICE QUALITY AND PROMOTION ON CONSUMER REPURCHASE DECISION WITH SHOPPING

LIFE STYLE AS A MODERATING VARIABLE IN MEDAN CITY FRANCHISE MINIMARKET

ABSTRACT

The level of sales in Medan City franchise minimarkets is still relatively low even though the addition of minimarket franchise outlets is increasing, this is not yet in accordance with the revenue growth expected by the Medan City franchise minimarket. This shows that the addition of the number of outlets is not yet the right solution to increase sales. Many things must be anticipated to keep up with competition, not only seeing quantity but also improving the quality of Medan City franchise minimarkets. Along with the times and technology, the minimarket franchise company needs to pay attention to the shopping lifestyle of the people in Medan today. This study aims to determine and analyze the influence of service quality, and promotion of consumer repurchase decisions with shopping life style as a moderating variable. The population in this study were all buyers at the Indomaret and Alfamart franchise minimarkets in 21 sub-districts of Medan City with 325 minimarkets. Researcher used two stage cluster random sampling to obtain 6 sub-districts and 12 minimarkets. The respondent population is infinite, so the researcher used accidental sampling technique.The researcher used Hair theory (1995) for sample size, so the number of samples used was 110 people.

The data analysis method used is moderate regression analysis (MRA) using SPSS software. The results showed partially that service quality and promotion had a significant positive effect on consumer repurchase decisions. Shopping life style moderates the effect of service quality on consumer repurchase decisions positively but not significantly. Shopping life style moderates the effect of promotion on consumer repurchase decisions negatively but not significantly.

Keywords: Service Quality, Promotion, Shopping Life Style, Consumer Repurchase Decisions

(8)

RIWAYAT HIDUP

Conny Ivana Sianturi lahir di Medan pada tanggal 13 Maret 1991. Anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Marlan Sianturi dan Ibunda Ria Sitanggang. Berkebangsaan Indonesia dan memeluk agama Kristen Protestan serta tinggal di Jl. Ketapang No. 93 Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Pendidikan Sekolah Dasar ditamatkan di SD RK Swasta Budi Luhur dan lulus tahun 2003. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Tri Sakti 1 Medan dan lulus tahun 2006, kemudian peneliti melanjutkan pendidikan Sekolah Mengah Atas di SMA Negeri 7 Medan dan lulus tahun 2009. Peneliti melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri pada tahun 2009 di Universitas Negeri Medan. Fakultas Ekonomi prodi pendidikan Ekonomi dan lulus tahun 2013.

Kemudian peneliti melanjutkan studi ke jenjang strata dua di Universitas Sumatera Utara prodi Magister Ilmu Manajemen pada tahun 2016. Peneliti pernah mengajar di SMK Negeri 1 Sidikalang, pada tahun 2014 memulai bekerja di PT.

Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah hingga tahun 2015. Pada tahun 2016 bekerja di Non Government Organization (NGO) di bidang penguatan buruh, kemudian mengajar di International Education Centre Inc., Libra Education Institute, dan Wisdom Learning Centre hingga tahun 2018. Peneliti menikah dengan Juhar Monang S. Tambun SST.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tak terhingga peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Konsumen Dengan Shopping Life Style Sebagai Variabel Moderating Di Minimarket Waralaba Kota Medan.” Peneliti sangat menyadari bahwa penyusunan tesis ini merupakan tugas yang cukup berat dan membutuhkan pengorbanan yang cukup besar dan tidak terlepas dari pengornbanan dan bantuan banyak pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum selalu Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, S.E., M.Si. selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan inspirasi dan semangat bagi peneliti dalam mengarahkan, dan memberikan masukan untuk penelitian tesis ini.

4. Ibu Dr. Yeni Absah, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Beby Karina Fauzeea Sembiring, S.E. M.M. selaku Dosen Pembimbing II yang selalu sabar, membimbing dan mengarahkan sehingga membuat peneliti semakin bersemangat untuk menyelesaikan penelitian tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, M.S, Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, S.E, MBA, Bapak Dr. Amlys Syahputra Silalahi, M.Si. selaku Komisi Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.

(10)

7. Seluruh Dosen dan staf administrasi Program Studi Magister Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada suami peneliti Juhar Monang S. Tambun SST. yang tak henti- hentinya mendukung dan mendoakan, kedua orang tua dan seluruh keluarga yang mendukung terima kasih atas kasih sayang dan doa untuk peneliti semoga Tuhan senantiasa membahagiakan mereka.

9. Kepada Bapak Pdt. Widjaja Hendra selaku Bapak Rohani yang senantiasa mendoakan peneliti semoga Tuhan senantiasa membalasakan berkah-Nya yang melimpah.

10. Kepada sahabat dan teman- teman satu angkatan program Magister Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Sumatera Utara Tahun Ajaran 2016/2018, terims kasih untuk bantuan dan dukungan selama peneliti menempuh studi dan dalam penelitian tesis ini, terkhusus untuk sahabat- sahabat peneliti : Japuti Sahatma Sinurat, Hajatina, Putri Triana Lailatul Barqah, dan Rahmat Bayu Andira untuk kebersamaan, canda tawa dan semangat selama masa perkuliahan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yeng telah memberikan bantuan dan perhatian kepada peneliti. Peneliti menyadari tesis ini masih belum sempurna, namun diharapkan akan dapat berguna bagi semua pihak khususnya bagi pengembangan serta penelitian dalam bidang Manajemen Pemasaran.

Medan, Nopember 2018

Peneliti

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 15

1.3 Tujuan Penelitian ... 16

1.4 Manfaat Penelitian ... 17

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 18

2.1 Bisnis Ritel ... 18

2.1.2 Retail Mix ... 19

2.1.3 Bauran Retail Mix ... 20

2.2 Waralaba ... 24

2.2.1 Pengertian Waralaba ... 24

2.2.2 Karakteristik, Keuntungan dan Strategi Waralaba ... 26

2.3 Kualitas Pelayanan ... 27

2.3.1 Pengertian Kualitas Pelayanan ... 27

2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan ... 30

2.3.3 Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan... 35

2.4 Promosi ... 39

2.4.1 Pengertian Promosi ... 39

2.4.2 Dimensi Promosi ... 40

2.4.3 Tantangan Pengukuran Promosi ... 43

2.5 Keputusan Pembelian Ulang Konsumen ... 44

2.5.1 Dimensi Keputusan Pembelian Konsumen ... 47

2.6 Shopping Life Style (Gaya Hidup Berbelanja) ... 48

2.7 Penelitian Terdahulu ... 51

2.8 Kerangka Konseptual ... 62

2.9 Hipotesis Penelitian ... 66

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 67

3.1 Jenis Penelitian ... 67

(12)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 68

3.3 Populasi dan Sampel ... 68

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 70

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 71

3.6 Skala Pengukuran Variabel ... 72

3.7 Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel ... 72

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 75

3.9 Metode Analisis Data ... 79

3.9.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 79

3.9.2 Analisis Statistik Inferensial ... 80

3.9.3 Moderate Regression Analysis (MRA) ... 80

3.9.4 Uji Asumsi Klasik ... 81

3.10 Pengujian Hipotesis ... 83

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 85

4.1 Hasil Penelitian ... 85

4.1.1 Gambaran Umum PT. Indomarco Prismatama (Indomaret Group) ... 85

4.1.2 Gambaran Umum PT. Sumber Alfaria Trijaya ... 86

4.1.3 Metode Analisis Data ... 88

4.1.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 88

4.1.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 90

4.1.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Minimarket Waralaba yang lebih Diminati dan Kepemilikan Member Card ... 91

4.1.3.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Berbelanja di Minimarket Waralaba ... 92

4.1.3.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Pembelian ... 93

4.1.4 Analisa Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 94

4.1.4.1 Penjelasan Responden terhadap Variabel Kualitas Pelayanan (X1) ... 94

4.1.4.2 Penjelasan Responden terhadap Variabel Promosi (X2) ... 101

4.1.4.3 Penjelasan Responden terhadap Variabel Shopping Life Style (Z) ... 105

4.1.4.4 Penjelasan Responden terhadap Variabel Keputusan Pembelian Ulang (Y) ... 108

4.1.5 Pengujian Asumsi Klasik ... 111

4.1.5.1 Uji Normalitas ... 111

4.1.5.2 Uji Multikolinearitas ... 113

(13)

4.1.6 Analisis Moderate Regression Analysis (MRA) ... 115

4.1.7 Hasil Uji Hipotesis ... 119

4.1.7.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 119

4.1.7.2 Uji Serempak (Uji F) ... 120

4.1.7.3 Uji Parsial (Uji T) ... 120

4.2. Pembahasan ... 123

4.2.1 Kualitas Pelayanan Berpengaruh Positif Signifikan Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Konsumen ... 123

4.2.2 Promosi Berpengaruh Positif Dan Signifikan Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Konsumen .... 125

4.2.3 Shopping Life Style Memoderasi Secara Positif Tidak Signifikan Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Konsumen .... 127

4.2.4 Shopping Life Style Memoderasi Secara Negatif Tidak Signifikan Pengaruh Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Ulang Konsumen ... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 133

5.1 Kesimpulan ... 133

5.2 Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 137 LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1 Jumlah Minimarket Waralaba di Kota Medan ... 3

1.2 Persentase pertumbuhan gerai minimarket waralaba Indomaret dan Alfamart secara nasional maupun lokal di Kota Medan ... 4

1.3 Persentase pertumbuhan penjualan minimarket waralaba Indomaret dan Alfamart secara nasional maupun lokal di Kota Medan . 4 1.4 Persentase barang dan jasa yang dibeli secara on line 3 bulan terakhir .. 13

1.5 Pelaku e-commerce 2015 ... 14

2.1 Lokasi Ritel ... 23

2.2 Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL ... 34

2.3 Penelitian Terdahulu ... 57

3.1 Instrumen Skala Likert ... 72

3.2 Operasionalisasi Variabel ... 74

3.3 Hasil Validitas Variabel Kualitas Pelayanan ... 76

3.4 Hasil Validitas Variabel Promosi ... 77

3.5 Hasil Validitas Variabel Shopping Life Style ... 77

3.6 Hasil Validitas Variabel Keputusan Pembelian ... 77

3.7 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha ... 78

3.8 Hasil Uji Reliabilitas Variabel ... 79

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Berbelanja di Minimarket Waralaba... 93

4.2 Pengukuran Tanggapan Responden ... 94

4.3 Deskripsi Statistik Variabel Kualitas Pelayanan (X1) ... 95

4.4 Deskriptif statistik Variabel Promosi (X2) ... 101

4.5 Deskriptif Statistik Variabel Shopping Life Style (Z)... 106

4.6 Deskriptif Statistik Variabel Keputusan Pembelian Ulang (Y) ... 109

4.7 Uji Kolmogorov-Smirnov Model Regresi Linear ... 111

4.8 Hasil Uji Multikolinearitas ... 113

4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 114

4.10 Hasil Moderate Regression Analysis (MRA) ... 115

4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)... 119

4.12 Hasil Uji Serempak (Uji F) ... 120

4.13 Uji t ... 121

4.14 Rangkuman Hasil Penelitian ... 122

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1.1 Diagram Kualitas Pelayanan ... 9

1.2 Diagram Intensitas Promosi ... 11

2.1 Jalur distribusi barang dagangan ... 19

2.2 Elemen Retail Mix ... 20

2.3 Kerangka Konseptual ... 65

4.1 Diagram Karakteristik Umur Responden ... 89

4.2 Diagram Karakteristik Jenis Kelamin Responden ... 90

4.3a Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Minimarket yang Diminati ... 91

4.3b Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Member Card ... 91

4.4 Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi ... 94

4.5 Histogram ... 112

4.6 Hasil Uji Normalitas P-Plot... 112

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 144

2 Tabulasi Data Dan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 148

3 Tabulasi Data Responden Dan Hasil Regresi Linear Berganda ... 154

4 Distribusi Jawaban ... 162

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan bisnis pada era globalisasi tidak terlepas dari persaingan yang semakin ketat dalam memasarkan barang dan jasa. Oleh karena itu setiap perusahaan dituntut untuk selalu berusaha keras dalam menampilkan hasil maksimal agar barang maupun jasanya mampu diterima masyarakat dan bertahan menghadapi persaingan bisnis sejenis. Hal ini memang sudah sewajarnya, dimana sebuah bisnis harus terlebih dahulu mengenal target pasar mana yang akan disasar.

Tujuan pemasaran sendiri menurut seorang pakar teori manajemen Peter Druckeradalah mengetahui dan memahami pembeli dan selanjutnya mampu menjual dirinya sendiri.Selain itu perusahaan juga dituntut untuk lebih berinovasi dalam memasarkan barang atau jasanya kepada calon konsumen, dengan tujuan agar produk tersebut dapat dikenal oleh masyarakat.

Ritel merupakan salah satu cara pemasaran produk yang meliputi semua aktivitas penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir, sehingga ritel merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui ritel, suatu produk disalurkan langsung ke konsumen akhir. Industri ritel didefinisikan sebagai industri yang menjual barang dan jasa yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, kelompok, atau pemakai akhir. Produk

(18)

yang dijual kebanyakan adalah pemenuhan dari kebutuhan rumah tangga termasuk sembilan bahan pokok.

Salah satu bentuk kegiatan usaha penjualan barang produk secara ritel adalah bisnis waralaba. Bisnis ini cepat sekali berkembang dan bisa diterima di masyarakat sebagai sarana pemasaran produk barang dan jasa.Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer yaitu pembuat mesin jahit dengan merek Singer. Ia ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya melalui usaha ritel walaupun usaha tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di Amerika Serikat.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 mengemukakan pengertian Franchise (Waralaba)adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap suatu sistem bisnis dengan ciri khas usaha di dalam rangka memasarkan barang dan jasa yang sudah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan atau dipergunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian franchise (waralaba).

Waralaba dijadikan alternatif pengembangan usaha, menurut data dari Internasional Franchise Association, pada tahun 2015 ada sekitar 780 ribu waralaba di dunia yang berdampak terbukanya 8,9 juta lapangan kerja di Indonesia. Bisnis waralaba tercatat memberikan kontribusi positif pada perekonomian nasional dan menjaga perekonomian tetap berputar di tengah kelesuan ekonomi. Tercatat sebanyak 698 waralaba yang berada di Indonesia

(19)

mancanegara dengan omzet mencapai Rp 172 triliun. Industri waralaba di Indonesia diperkirakan masih akan terus berkembang seiring dengan giatnya inovasi yang dilakukan para pelaku industri di sektor tersebut.

Pada tahun 2017 telah berdiri sebanyak 452 minimarket di Kota Medan dan lebih 94 persen adalah minimarket waralaba, yakni sebesar 424 minimarket, seperti: Indomaret, Alfamart, Alfamidi, dan Giant yang ada di Kota Medan, sedangkan minimarket non waralaba hanya ada 28. Berikut data minimarket waralaba yang tersebar di 21 kecamatan Kota Medan. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1

Jumlah Minimarket Waralaba di Kota Medan

sumber: pengamatan peneliti di lapangan (2017)

Berdasarkan jumlah minimarket terbanyak di atas peneliti membatasi penelitian, yakni dua minimarket waralaba yang bersaing dengan ketat yaitu Indomaret dan Alfamart. Beberapa penelitian terdahulu meneliti perbedaan kualitas pelayanan antara kedua perusahaan minimarket waralaba ini.

Walangitan (2017) menemukan bahwa dalam persaingan bisnis, posisi Indomaret dan Alfamart selalu berdekatan. Akan tetapi, permasalahan tersebut bukan menjadi penghambat bagi keduanya. Hal tersebut diakibatkan karenamereka

No

Nama Minimarket Waralaba

Jumlah Minimarket

1 Alfamart 157

2 Alfa Midi 98

3 Giant 1

4 Indomaret 168

Total 424

(20)

berada pada pangsa pasar yang sama, menjual produk yang seragam serta berada dipusat keramaian. Jumlah minimarket Indomaret dan Alfamart yang dominan di atas diasumsikan dapat merepresentasekan gambaran umum yang ada di Kota Medan. Berikut persentase pertumbuhan gerai dan pertumbuhan penjualan minimarket waralaba Indomaret dan Alfamart secara nasional maupun lokal di Kota Medan. Dapat dilihat pada Tabel 1.2 dan 1.3 berikut ini.

Tabel 1.2

Persentase pertumbuhan gerai minimarket waralaba Indomaret dan Alfamart secara nasional maupun lokal di Kota Medan

Nama Ritel

Persentase Nasional Persentase Kota Medan 2015-2016 2016-2017 2015-2016 2016-2017

Indomaret 14% 14% 23% 22%

Alfamart 16% 7.7% 12% 85%

Sumber: Annual report PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. & PT. Indoritel Makmur International. Tbk.

Databoks, Katadata Indonesia

Tabel 1.3

Persentase pertumbuhan penjualan minimarket waralaba Indomaret dan Alfamart secara nasional maupun lokal di Kota Medan

Nama Ritel

Persentase Nasional Persentase Kota Medan 2015-2016 2016-2017 2014-2015 2015-2016

Indomaret 20% 8.8% 42% 29%

Alfamart 16% 9.4% 6% 46%

Sumber: Annual report PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. & PT. Indoritel Makmur International. Tbk.

Databoks, Katadata Indonesia

(21)

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan kepada Bursa Efek Indonesia menunjukkan, Sumber Alfaria, pemilik jaringan retail dengan merek dagang Alfamart sepanjang 2017 membukukan penjualan sebesar Rp 61,4 triliun, tumbuh 9,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 56,1 triliun. Kendati mencatat nilai yang besar, namun dari segi angka pertumbuhan pendapatan justru tercatat mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang bisa mencapai 16,2%.

Menurut laporan keuangan Indoritel Makmur Internasional 2017, dalam laporan keuangan sang induk, penghasilan komprehensif Indomaret yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun jauh 81,8% dari Rp 239,4 miliar menjadi Rp 43,53 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa untuk saat ini penambahan jumlah gerai belum merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan penjualan.

Banyak hal yang harus diantisipasi untuk mengimbangi persaingan.

Adapun hal yang ingin dicapai dari pengembangan bisnis minimarket waralaba di Kota Medan adalah memperoleh laba. Hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk memperoleh laba adalah dengan meningkatkan volume penjualan, peningkatan volume penjualan tidak datang dengan sendirinya, untuk itu perusahaan perlu mencari cara agar dapat menarik konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Schiffman dan Kanuk (2007:485), mendefinisikan suatu keputusan pembelian “sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memliki pilihan alternatif.” Proses pengambilan keputusan konsumen merupakan

(22)

hal yang penting dilakukan konsumen dalam membeli suatu produk. Bagi konsumen, proses pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan penting karena di dalam proses tersebut memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan pembelian.

Menurut (Kotler, 2009:251-252) para konsumen melewati lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian yaitu: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai.

Pada penelitian yang dilakukan Bariroh menunjukkan (2015) tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap minat beli konsumen di minimarket Alfamart dan Indomaret menunjukkan bahwa minat beli konsumen termasuk ke dalam kategori sedang, persentase minat beli untuk Indomaret sebesar 79% dan Alfamart sebesar 74%. Minimarket waralaba merupakan bisnis ritel, untuk menjaga kelangsungan hidup serta kemajuan dan keunggulan daam bisnis minimarket waralaba semakin kompetitif, maka pengelola bisnis minimarket waralaba harus memperhatikan bauran ritel dalam upaya untuk menarik konsumen.

Salah satu bauran ritel (retail mix) yang dapat mempengaruhi keputusan

(23)

mendefenisikan bauran ritel (retail mix) sebagai strategi pemasaran yang mengacu pada beberapa variabel di mana peritel dapat mengkombinasikan variabel- variabel tersebut menjadi jalan alternatif dalam upaya menarik konsumen. Kualitas pelayanan dapat diartikan kemampuan dari produk untuk menjalankanfungsinya yang mencakup daya tahan, kehandalan atau kemajuan, kekuatan, kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri-ciri lainnya (Luthfia, 2012).

Apabila kualitas pelayanan yang diberikan oleh minimarket waralaba baik, maka angka penjualan pun akan meningkat sehingga tercapai tujuan perusahaan.

Sebaliknya, jika pelayanan yang diberikan buruk maka pembeli tidak akan tertarik untuk melakukan pembelian sehingga terjadi penurunan angka penjualan yang mana akan mengakibatkan failed.

Parasuraman et al. (1988) mengidentifikasi lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu: Reliability (Keandalan), yaitu kemampuanperusahaan untuk memberikan pelayanansesuai yang dijanjikan secaraakurat dan terpercaya.

Responsiveness (Ketanggapan), yaitusuatu kemauan untuk membantu danmemberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada konsumen.

Assurance (Jaminan dan Kepastian), yaitu pengetahuan, kesopan-santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menum-buhkan rasa percaya para pembeli kepada perusahaan. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pembeli dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Tangible (Bukti Fisik), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak

(24)

eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya.

Apriyani (2014) menemukan bahwa variabel kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian ulang Pizza Hut di Kota Padang. Karwur (2016) melakukan penelitian yang berjudul pengaruh retail marketing mixterhadap keputusanpembelian di Indomaret Paniki, hasil analisis menunjukkan bahwa bauran pemasaran ritel yang terdiri dari produk, harga, promosi, layanan, desain toko, lokasi toko, dan suasana toko secara simultan berpengaruh signifikan terhadapkeputusan pembelian konsumen. Sedangkan secara parsial, variabel-variabel dari pemasaran ritelmemiliki pengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian pada Indomaret PanikiManado.

Walangitan (2017) menemukan,terdapat perbedaan kualitas pelayanan Indomaret dan Alfamart di Karombasan. Tingkat pelayanan Indomaret lebih baik dari tingkat pelayanan Alfamart. Karyawan di Indomaret menunjukkan respon yang tinggi, reliabilitas, jaminan yang baik dariterhadap konsumennya. Sedangkan Sutawa (2017) mengkaji satu per satu kelima dimensi kualitas pelayanan yang ada di minimarket Alfamart dan Indomaret, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kelima dimensi kualitas pelayanan (Reliability, Responsiveness, Assurance, Emphaty, dan Tangible).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bariroh (2015) penelitian

(25)

bahwa tidak ada perbedaan nyata dan sgnifikan antara kualitas pelayanan pada kedua mnimarket ini.

Pelayanan dalam transaksi yang ditawarkan minimarket waralaba memang cukup banyak, seperti: pembayaran token listrik, BPJS, tiket, angsuran sepeda motor, dll. Akan tetapi tidak sedikit juga pembeli yang mengeluh akan pelayanan yang sering off line sehingga membuat konsumen membatalkan niatnya bertransaksi. Berikut ini hasil pra survey di Kota Medan dari 30 responden untuk Indomaret dan 30 responden untuk Alfamart yang pernah membeli di kedua minimarket waralaba tersebut.

Sumber : Pra Survey, 2018 (data diolah)

Gambar 1.1 Diagram Kualitas Pelayanan

Berdasarkan Gambar 1.1 data pra survey di atas, tingkat pelayanan masih belum maksimal. Pelayanan di Indomaret di rasakan baik yakni 67%, dan pelayanan di Alfamart 55%, angka ini sudah baik, namun belum maksimal, masih harus ditingkatkan.

Selain kualitas pelayanan, promosi juga merupakan salah satu bauran retail mix yang menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen. Menurut Stanton dalam Sunyonto (2015:157) promosi adalah unsur

0% 50% 100%150%

indomaret alfamart

baik tidak baik

(26)

dalam bauran pemasaran perusahaan yang didayagunakan untuk memberitahukan, membujuk, dan mengingatkan tentang produk perusahaan.

Promosi adalah salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran untuk memberikan informasi mengenai adanya suatu produk (Tjiptono, 2008:219).Promosi bukan saja meningkatkan penjualan tapi juga dapat menstabilkan produksi, untuk itu promosi harus terus diperbaharui setiap bulannya.

Penelitian terdahulu Afriyani (2017) menemukan produk, harga, promosi, berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian ulang pada produk susu Kalimilk di yogyakarta. Promosi adalah salah satu variabel yang diuji berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. Hasil yang sama juga ditemukan oleh penelitian yang dilakukan Marendra (2018), yakni ada pengaruh yang positif dan signifikan produk, harga, lokasi dan promosi jika diuji secara partial berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen di minimarket (Alfamart dan Indomaret).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hasanah (2015) yang menemukan bahwa promosi melalui media katalog tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian di Indomaret. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa hal seperti: konsumen kurang memperhatikan adanya katalog. Konsumen Indomaret yang rata-rata adalah mahasiswa, pelajar dan ibu rumah tangga mungkin kurang memperhatikan adanya katalog yang sebenarnya menyampaikan

(27)

lain yang menyebabkan katalog kurang berpengaruh signifikan karena katalog tidak tersampaikan dengan baik di tangan konsumen, sehingga konsumen tidak tahu mengenai promosi yang sedang berlangsung di Indomaret. Jumlah katalog yang tidak sebanding dengan jumlah konsumen menyebabkan informasi tidak tersampaikan kepada konsumen dengan baik.

Promosi sebagai media perantara agar konsumen dapat mengenal produk yang diperkenalkan sehingga kualitas pelayanan yang dirasakan konsumen diharapkan dapat meningkatkan penjualan. Memilih promosi juga dibutuhkan media yang tepat, agar dapat menjangkau target pasar. Berikut ini hasil pra survey di Kota Medan mengenai intensitas promosi yang dilakukan oleh Indomaret dan Alfamart, masing- masing responden sebanyak 30 orang.

Sumber : Pra Survey, 2018 (data diolah)

Gambar 1.2 Diagram Intensitas Promosi

Berdasarkan Gambar 1.2 Angka intensitas promosi untuk Indomaret adalah 61%, dan Alfamart 67%. Angka ini menunjukkan bahwa pembeli masih belum mengetahui secara pasti intensitas promosi yang dilakukan oleh Indomaret dan Alfamart, dan promosi apa saja yang ditawarkan oleh kedua nama minimarket

0% 50% 100% 150%

indomaret alfamart

sering

kadang- kadang

(28)

tersebut. Meskipun promosi sudah intens dilakukan seperti yang dilakukan oleh program Alfamart, seperti promosi JSM (Jumat, Sabtu, Minggu), promo sekali dua minggu, juga promo bulanan yang dilakukan oleh Indomaret, namun masih banyak pembeli yang tidak mengetahui promosi ini, sehingga merugikan kedua belah pihak, bagi pembeli tidak bisa berbelanja dengan pintar, dan bagi pihak minimarket target tidak tercapai.

Pada era modernisasi saat ini, bisnis minimarket waralaba perlu memperhatikan shopping life style (gaya hidup berbelanja) calon konsumen. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktifitas, minat dan opininya Kotler dan Keller (2009:224). Shopping life style (Gaya hidup berbelanja) dapat berperansebagai faktor yang dapat memperkuat atau memperlemah proses terjadinya keputusan pembelian konsumen yang disajikan di minimarket waralaba. Gaya hidup yang semakin modern sangat mempengaruhi pilihan- pilihan berbelanja konsumen.

Susanto (2013) menyatakan, setiap orang memiliki gaya hidup yang berbeda, kemudian gaya hidup ini akan mempengaruhi budaya konsumsi dan juga barang-barang yang biasa mereka konsumsi, hal ini dapat dimanfaatkan oleh para pemasar untuk bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemasaran mereka.

Segmentsi berdasarkan gaya hidup bisa menjadi alat yang bagus untuk meningkatkan penjualan dari suatu produk. Hasnah (2016) menemukan, bahwa gaya hidup terhadap keputusan pembelian hijab di Galery Elzatta Madiun

(29)

ini tidak memperkuat hubungan antar variabel akan tetapi akan memperlemah hubungan antar variabel. Berbeda dengan penelitian Ristiana (2016) menemukan bahwa,terdapat pengaruh positif dan signifikan gaya hidup berbelanja dan ketertarikan fashion secara bersama-sama terhadap perilaku pembelian impulsif pakaian distribution store (distro) di Yogyakarta.

Shopping life style (Gaya hidup berbelanja) masyarakat saat ini mulai beralih ke budaya serba instan. Hal ini berdampak pada persaingan antara minimarket waralaba dengan e-commerce. Meskipun lokasi minimarket sudah semakin dekat dengan pemukiman konsumen, namun tidak menjamin konsumen lebih memilih berbelanja di minimarket waralaba. Berikut persentase yang menunjukkan barang dan jasa yang dibeli secara on line tiga bulan terakhir.

Tabel 1.4

Persentase barang dan jasa yang dibeli secara on line 3 bulan terakhir

Sumber : statistik.kominfo.go.id

Sumber : statistik.kominfo.go.id

Berdasarkan Tabel 1.4 di atas, berbelanja melalui e-commerce banyak dilakukan oleh perorangan, dan dapat dijangkau berbagai usia dengan mudah, karena hanya memerlukan bantuan internet dan gadget, tidak memakan waktu, metode pembayaran dapat dengan mudah ditransfer, dan dapat dilakukan sambil

(30)

beraktivitas. Tidak berisiko tinggi berpergian dengan kendaraan hanya untuk membeli sesuatu ke minimarket waralaba terdekat.

Tabel 1.5

Pelaku e-commerce 2015

Sumber : statistik.kominfo.go.id

Berdasarkan Tabel 1.5 di atas, Era globalisasi saat ini telah mengubah shopping life style (gaya hidup berbelanja) menjadi serba praktis dan instant.

Pertumbuhan gerai belum merupakan jaminan yang pasti untuk meningkatkan volume penjualan. Pelayanan yang membosankan tanpa adanya variasi pelayanan baru berpotensi menghilangkan ketertarikan pembeli untuk berkunjung ke retailer tersebut (Bond, dalam Achiruddin 2016). Hal ini menuntut adanya inovasi dalam mengembangkan pelayanan dan promosi untuk menarik keputusan pembelian konsumen di minimarket waralaba.

Fenomena di atas relevan dan menunjukkan bahwa kualitas pelayanan, promosi dan munculnya pesaing baru yang lebih praktis perlu diantisipasi menjadi penyebab menurunnya pembeli. Angka pembelian e-commerce yang tinggi dilakukan oleh perorangan, kemudahan yang ditawarkan dari berbelanja dengan e- commerce, membuat pembeli di minimarket waralaba akan mudah berpindah apabila kemudahan pelayanan yang ditawarkan tidak lebih baik. Pada kondisi

(31)

tersebut pembeli merasa tidak tertarik lagi untuk mengunjungi retailer karena beberapa hal, seperti retailer tersebut menyajikan hal-hal yang monoton dan membosankan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sejauh mana pengaruh kualitas pelayanan dan promosi terhadap keputusan pembelian ulang konsumen dengan shopping life style sebagai variabel moderating di minimarket waralaba Kota Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan?

2. Apakah promosi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan?

3. Apakah shopping life style memoderasi secara positif dan signifikan pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan?

(32)

4. Apakah shopping life style memoderasi secara positif dan signifikan pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahuidan menganalisis kualitas pelayanan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan.

2. Untuk mengetahuidan menganalisis promosi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis shopping life style memoderasi secara positif dan signifikan pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis shopping life style memoderasi secara positif dan signifikan pengaruh promosi terhadap keputusan pembelian ulang konsumen di minimarket waralaba Kota Medan.

(33)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam peneltian ini adalah :

1. Bagi perusahaan minimarket waralaba khususnya di Kota Medan, diharapkan hasil penelitian ini memberikan masukan berupa solusi serta sebagai bahan pengambilan keputusan ataupun masukan ide dan informasi yang bermanfaat dalam kaitannya meningkatkan penjualan di minimarket waralaba Kota Medan.

2. Bagi program studi, Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuaan khususnya di bidang pemasaran.

3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan dengan menghubungkan dan meneliti teori yang ada sesuai dengan fenomena yang terjadi diantara peneliti dan pengaplikasian ilmu yang diperoleh.

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi apabila akan melakukan penelitian yang sama atau yang berkaitan pada masa yang akan datang.

5. Bagi masyarkat terkhusus di Kota Medan, sebagai penambah wawasan, pengetahuan dan cara berpikir mengenai minimarket waralaba

(34)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Bisnis Ritel

Eceran berasal dari kata bahasa Perancis Kuno, yang berarti "memotong, menjepit, membagi, membagi" dalam hal menjahit (1365) dan awalan dengan re dan kata kerja penjahit yang berarti "memotong lagi". Ini pertama kali dicatat sebagai kata benda dengan arti "penjualan dalam jumlah kecil" pada 1433 (dari ritel Perancis Tengah, "potongan dipotong, rusak, skrap, pengupasan" Seperti dalam bahasa Perancis, kata ritel di Belanda dan Jerman juga mengacu pada penjualan sejumlah kecil barang eceran dan peritel berarti pengecer atau pengusaha perdagangan eceran.

Kalyanaraman (2013:5) mendefenisikan pengecer adalah pedagang atau kadang-kadang agen atau perusahaan bisnis, yang bisnis utamanya menjual langsung ke konsumen akhir. Dia melakukan banyak aktivitas pemasaran seperti pembelian, penjualan, penilaian, perdagangan risiko, dan mengembangkan informasi tentang keinginan pembeli. Seorang pengecer mungkin jarang menjual kepada pengguna industri, tetapi ini adalah transaksi grosir, bukan penjualan ritel.

Jika lebih dari setengah jumlah volume bisnis berasal dari penjualan ke konsumen akhir, yaitu penjualan secara eceran, ia diklasifikasikan sebagai pengecer. Ritel terjadi di semua saluran pemasaran untuk produk konsumen.

(35)

Menurut Levy dan Weitz (2009:20) ritel adalah himpunan kegiatan bisnis yang menambahkan nilai ke produk dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk penggunaan pribadi atau keluarga.

Kesimpulan dari pengertian ritel di atas adalah penjualan kepada end user (konsumen akhir) dan motivasi pembelian konsumen adalah untuk kepentingan sendiri (termasuk keluarganya) dan tidak untuk dijual kembali, atau paling tidak lebih dari separuh penjualannya adalah kepada konsumen untuk kepentingannya sendiri. Berikut ini jalur distribusi barang dagangan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Jalur distribusi barang dagangan Sumber: Utami (2012:86)

Dalam suatu saluran distribusi, pengecer memainkan peran penting sebagai penengah antara produsen, agen, supplier lain dan konsumen akhir. Pengecer mengumpulkan berbagai jenis barang dan jasa berbagai sumber dan menawarkannya kepada para konsumen.

2.1.2 Retail Mix

Pengertian Retail Mix Menurut Levy dan Weitz (2009:20) adalah alat yang digunakan untuk mengimplementasikan, menangani perkembangan strategi ritel

(36)

yang dapat digunakan untuk memuaskan kebutuhan dari target market lebih baik dari pada competitor. Retail mix memiliki 6 elemen di dalamnya yang kesemuanya itu dikombinasikan menjadi sebuah strategi retail yang baik yang dapat menarik minat konsumen. 6 elemen retail mix tersebut disajikan pada Gambar 2.2 sebagai berikut.

Gambar 2.2 Elemen Retail Mix Sumber: Levy & Weitz (2009:21) 2.1.3 Bauran Retail Mix

Unsur- unsur bauran ritel adalah sebagai berikut:

1. Customer service

Menurut Levy & Weitz (2009) kriteria personil yang baik bagi usaha ritel adalah: 1. Mengerti mengenai prosedur pengadaan barang (merchandising procedur), 2. Memiliki kemampuan dalam melayani konsumen, 3. Memiliki kemampuan dalam melakukan penjualan, 4. Memiliki kemampuan tentang barang

(37)

penelitian ini personil SDM yang akan dibahas adalah bagian wiraniaga, karena kegiatan wiraniaga selalu berhubungan langsung dengan pembeli.

Menurut Dunne dan Lusch (2009) High quality service adalah jenis layanan yang memenuhi atau melebihi harapan pembeli. High quality service yang baik ini akan membagun relationship retailing. Menurut Dunne dan Lusch (2009) Relationship retailing adalah sebuah aktivitas yang dirancang dengan tujuan untuk menarik, mempertahankan, dan menjalin hubungan jangka panjang dengan konsumen. High performance retailer bisa dibentuk dengan pembeli dengan menawarkan dua keuntungan kepada pembeli:

1. Keuntungan financial yang meningkatkan tingkat kepuasan pembeli.

2. Keuntungan sosial yang meningkatkan pengalaman sosial antara retailer dengan pembeli.

2. Store design & display

Store design dan display menurut Dunne dan Lusch (2009). Storedesign dalam sebuah toko adalah element yang paling penting dalam perencanaan lingkungan toko. Lingkungan atau suasana toko adalah suatu karakteristik fisik yang sangat penting bagi setiap bisnis ritel hal ini berperan sebagai penciptaan suasana yang nyaman sesuai dengan keinginan konsumen dan membuat konsumen ingin berlama-lama berada di dalam toko dan secara tidak langsung merangsang konsumen untuk melakukan pembelian (Purnama, 2011).

(38)

3. Communication mix

Menurut Levy and Weitz (2009:447) metode dalam mengkomunikasikan informasi kepada konsumen yaitu sebagai berikut:

1. Paid impersonal communication

2. Iklan, sales promosi, atmosfir di dalam toko, dan web sites adalah contoh dari paid impersonal communication.

3. Paid personal communication

Terdiri dari personal selling, e-mail, direct mail, m-commerce.

4. Unpaid impersonal communication

Komunikasi melalui public yang tidak dipungut pembayaran, misalnya masuk dalam acara wisata kuliner.

5. Unpaid personal communication

Komunikasi antara sesama orang mengenai retailer tertentu melalui mulut ke mulut (word of mouth).

4. Retail Location

Merupakan pertimbangan penting bagi pembeli dalam memilih suatu toko.

Terdapat beberapa tipe-tipe lokasi retail menurut Levy and Weitz (2009:195) di paparkan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

(39)

Tabel 2.1 Lokasi Ritel

Sumber: Levy and Weitz (2009:195)

5. Merchandise assortments

Merupakan keberagaman serta kedalaman produk yang ditawarkan. Para pembeli selalu berharap menemukan apa yang dibutuhkan & diinginkannya di setiap toko. Kebutuhan & keinginan pembeli sangat beragam dan toko diharapkan dapat memenuhinya. Fungsi pengelolaan barang dagangan (merchandising) merupakan fungsi yang harus diberi prioritas. Bagaimana pun efektif dan efisiennya bagian lain, bila urusan barang dagangan salah, maka hampir dapat dipastikan sukses akan sulit diraih.

(40)

6. Retail pricing

Adalah value yang dirasakan oleh konsumen, dan ratio yang diterima pembeli. Menurut Levy and Weitz (2009:414) ada 4 faktor yang mempengaruhi retailer dalam pembentukan harga, yaitu:

1. Customer price sensitivity dan biaya 2. Biaya dari merchandise dan servis 3. Kompetisi dengan pesaing

4. Peraturan hukum yang membatasi penetapan harga

2.2Waralaba

2.2.1 Pengertian Waralaba

Waralaba atau franchise menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) adalah sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pembeli akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu dan meliputi area tertentu.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 mengemukakan pengertian Franchise (Waralaba)adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap suatu sistem bisnis dengan ciri khas usaha di dalam rangka memasarkan barang dan jasa yang sudah terbukti berhasil dan

(41)

dapat dimanfaatkan atau dipergunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian franchise (waralaba).

British Franchise Association mengemukakan franchise sebagai garansi lisensi kontraktual antara satu orang (franchisor) dengan pihak lain (franchisee) dengan:

1. Mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek milik franchisor.

2. Mengharuskan franchisor untuk melatih dan melakukan kontrol secara kontinyu selama periode perjanjian.

3. Mengharuskan franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap franchisee pada bidang bisnis yang dijalankan.

4. Meminta kepada franchisee untuk membayarkan sejumlah franchise fee atau royalti secara periodik selama masa kerjasama waralaba.

Kotler (2009:596) menyatakan bahwa waralaba asli adalah kelompok perusahaan yang terkait erat di mana operasi sistematisnya direncanakan, diarahkan, dan dikendalikan oleh penemu operasi itu, yang disebut pemberi waralaba (Franchisor).

Secara keseluruhan maka waralaba dapat diartikan sebagai perjanjian kerjasama antara pihak pertama (franchisor) kepada pihak kedua (franchisee), dimana franchisor memberikan hak atau ciri khas usaha yang dimilikinya kepada franchisee atau penerima waralaba. Franchisee adalah badan usaha atau perorangan yang diberi hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas

(42)

kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki oleh pemberi waralaba.

2.2.2 Karakteristik, Keuntungan dan Strategi Waralaba

Waralaba dapat dibagi menjadi tiga karakteristik sebagai berikut:

1. Pemberi waralaba memiliki merek dagang atau merek jasa dan melisensikannya kepada pewaralaba (Franchisee) untuk memperoleh imbalan berupa royalti.

2. Pewaralaba membayar untuk memperoleh hak-hak untuk menjadi bagian sistem tersebut. Iuran awal ini hanya merupakan bagian kecil dari jumlah total yang diinvestasikan pewaralaba ketika ia menandatangani kontrak waralaba. Biaya awal mencakup sewa dan sewa guna usaha peralatan dan perabot, serta kadang- kadang iuran lisensi reguler.

3. Pemberi waralaba memberikan kepada pewaralabanya suatu sistem pemasaran dan operasi untuk menjalankan bisnis, serta menjalankan suatu prosedur tertentu.

Beberapa keuntungan bisnis waralaba adalah:

1. Bagi pemberi waralaba, dapat menjangkau wilayah, dan pengenalan masyarakat akan waralaba tersebut.

2. Bagi pewaralaba, memudahkan peminjaman dari lembaga keuangan untuk mengembangkan bisnisnya, serta mendapat dukungan berkelanjutan dalam bidang- bidang pemasaran dan periklanan, pemilihan tempat usaha, dan pegawai.

(43)

Beberapa strategi/arah baru yang mungkin akan menghasilkan pertumbuhan bagi pemberi warala dan pendapatan pewarlaba adalah:

1. Aliansi strategis dengan korporasi besar luar, contoh: Film Fuji USA berkolaborasi dengan Moto Photo memenangkan penetrasi pasar.

2. Perluasan ke luar negeri, contoh: Makanan cepat saji seperti McDonald, Pizza Hut, dll.

3. Lokasi Non- tradisional, yakni waralaba dibuka di lokasi strategis, atau di tempat- tempat umum, contoh: Bandar udara, rumah sakit.

2.3 Kualitas Pelayanan

2.3.1Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono & Chandra (2011:164), konsep kualitas dianggap sebagai ukuran kesempurnaan sebuah produk atau jasa yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian (conformance quality). Kualitas desain merupakan fungsi secara spesifik dari sebuah produk atau jasa, kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk atau jasa dengan persyaratan atau spesifikasi kualitas yang ditetapkan sebelumnya. Dalam kata lain, kualitas adalah sebuah bentuk pengukuran terhadap suatu nilai layanan yang telah diterima oleh konsumen dan kondisi yang dinamis suatu produk atau jasa dalam memenuhi harapan konsumen.

Layanan/ jasa dikatakan intangible sama halnya dengan pendapat menurutKotler dalam Tjiptono & Chandra (2011 : 17), “setiap tindakan atau

(44)

perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikian sesuatu”. Sama halnya yang diungkapkan oleh Gronroos dalam Tjiptono & Chandra (2011 : 17), “Jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pembeli dan karyawan jasa dan/atau sumber daya fisik atau barang dan/atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pembeli”.

Menurut Tjiptono (2011 : 3), “istilah service menyiratkan segala sesuatu yang dilakukan pihak tertentu kepada pihak lain.”Sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan/ jasa adalah sebuah aktifitas atau tindakan interaksi antara pihak pemberi dan pihak penerima layanan/ jasa yang ditawarkan oleh pihak pemberi secara tidak berwujud sehingga tidak dapat dirasakan oleh fisik.

Menurut Majid (2009) kualitas pelayanan merupakan suatu tindakan seseorang terhadap orang lain melalui penyajian produk atau jasa sesuai dengan ukuran yang berlaku/jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan orang yang dilayani. Definisi lain dari service quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pembeli atas layanan yang benar-benar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan (Lupiyoadi, 2013).

Menurut Parasuraman, (1998) service quality didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pembeli atas layanan yang

(45)

(2011 : 180), kualitas layanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu terwujud sesuai harapan pembeli. Sama seperti yang telah diungkapkan oleh Tjiptono (2011 : 157), kualitas layanan itu sendiri ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli sesuai dengan ekspektasi pembeli.

Menurut Parasuraman dalam Tjiptono (2011 : 157), terdapat faktor yang mempengaruhi kualitas sebuah layanan adalah expected service (layanan yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang diterima). Jika layanan yang diterima sesuai bahkan dapat memenuhi apa yang diharapkan maka jasa dikatakan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan negatif atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan perusahaan dan stafnya memenuhi harapan pembeli secara konsisten.

Kesimpulan dari penjabaran di atas, maka kualitas pelayanan diartikan sebagaipelayanan adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen dengan memberikan pelayanan kepada konsumen pada saat berlangsung dan sesudah transaksi berlangsung.Kualitas pelayanan bukanlah dilihat dari sudut pandang pihak penyelenggara atau penyedia layanan melainkan berdasarkan persepsi masyarakat (pembeli) penerima layanan.

(46)

Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pembeli maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi harapan para penerima layanan secara konsisten.Harapan pembeli bisa berupa tiga standard antara lain sebagai berikut :

1. will expectation yaitu tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya berdasarkan semua informasi yang diketahuinya 2. should expectation yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya

diterima konsumen

3. ideal expectation yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen.

Faktor penentu utama yang mempengaruhi kualitas layanan adalah expected service (layanan yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang dirasakan).

2.3.2Dimensi Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dankeinginan pembeli serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangiharapan pembeli. Hal ini tentu saja tergantung pada jenis jasa yang diinginkan oleh pembeli sebagai pelayanan yang akan diterima. Dimensi kualitas

(47)

jasa yang dikembangkan oleh Parasuraman et al. (1988) mengidentifikasi lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu:

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Ini meliputi fasilitas fisik (Gedung, Gudang, dan lainnya), teknologi (peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan pegawainya. Secara singkat dapat diartikan sebagai penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi.

2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikanpelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.

Harus sesuai dengan harapan pembeli berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik dan dengan akurasi tinggi. Secara singkat dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan secara akurat, tepat waktu, dan dapat dipercaya.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pembeli, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. Secara singkat dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu pembeli dengan memberikan layanan yang baik dan cepat.

(48)

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya pembeli kepada perusahaan. Dimensi assurance terdiri dari empat subdimensi, yaitu :

a. Competence (Kompetensi)

Keahlian dan keterampilan yang harus dimiliki penyedia jasa dalam memberikan jasanya kepada pembeli.

b. Credibility (Kredibilitas)

Kejujuran dan tanggung jawab pihak penyedia jasa sehingga pembeli dapat mempercayai pihak penyedia jasa.

c. Courtesy (Kesopanan)

Etika kesopanan, rasa hormat, dan keramahan pihak penyedia jasa kepada pembelinya pada saat memberikan jasa pelayanan.

d. Security (Keamanan/Keselamatan)

Rasa aman, perasaan bebas dari rasa takut serta bebas dari keragu-raguan akan jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak penyedia jasa kepada pembelinya.

5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pembeli dengan berupaya memahami keinginankonsumen dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang pembeli, memahami kebutuhan pembeli

(49)

secara spesifik,serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pembeli.

Dimensi empathy terdiri dari tiga sub dimensi, yaitu : a. Access (Akses)

Tingkat kemudahan untuk dihubungi dan ditemuinya pihak penyedia jasa kepada pembelinya.

b. Communication (Komunikasi)

Kemampuan pihak penyedia jasa untuk selalu menginformasikan sesuatu dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pembeli dan pihak penyedia jasa selalu mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh pembeli.

c. Understanding Customer (Mengerti Pembeli)

Tingkat usaha pihak penyedia jasa untuk mengetahui dan mengenal pembeli beserta kebutuhan-kebutuhannya.

Model kualitas jasa yang paling populer dan hingga kini dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah SERVQUAL (singkatan dari service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeihaml, dan Berry(1985, 1988, 1990, 1991, 1993, 1994). Dalam Tjiptono & Chandra (2011 : 232-233), Kualitas layanan telah dijabarkan ke dalam dua puluh dua atribut yang telah dijadikan sebagai Tabel 2.2 berikut ini.

(50)

Tabel 2.2

Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL

No Dimensi Atribut

1. Reliability (Realibilitas)

1. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan

2. Dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pembeli 3. Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali 4. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan 5. Menyimpan catatan/ dokumen tanpa kesalahan

2. Responsiveness (Daya Tanggap)

6. Menginformasikan pembeli tentang kepastian waktu penyampaian jasa

7. Layanan yang segera/ cepat bagi pembeli 8. Kesediaan untuk membantu pembeli

9. Kesiapan untuk merespon permintaan pembeli

3. Assurance (Jaminan)

10. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pembeli 11. Membuat pembeli merasa aman sewaktu melakukan transaksi

12. Karyawan secara konsisten bersikap sopan

13. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pembeli

4. Empathy (Empati)

14. Memberikan perhatian secara individual kepada para pembeli

15. Karyawan yang memperlakukan pembeli secara penuh perhatian

16. Sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan pembeli 17. Karyawan yang memahami kebutuhan pembeli

18. Waktu beroperasi yang nyaman

5. Tangibles (Bukti Fisik)

19. Peralatan modern

20. Fasilitas yang berdaya tarik visual

21. Karyawan yang berpenampilan rapi dan profesional 22. Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual

Sumber : Tjiptono & Chandra (2011 : 232-233)

Kualitas layanan itu sendiri dinilai oleh penerima bukanlah dari ukuran penyedia jasa seperti yang diungkapkan oleh Tjiptono & Chandra (2011 : 180),

“Sebagai pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa, pembeli (bukan penyedia jasa) yang menilai tingkat kualitas jasa sebuah perusahaan”.

(51)

2.3.3Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono (2012 : 182 – 189), terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan kualitas layanan:

1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas layanan

Setiap penyedia layanan diwajibkan untuk menyampaikan layanan berkualitas terbaik kepada konsumen. Beberapa faktor yang menjadi penilaian konsumen seperti keamanan transaksi (pembayaran menggunakan kartu kredit atau debit), keamanan, ketepatan waktu, dan lain-lain. Upaya ini dilakukan untuk membangun pandangan konsumen terhadap kualitas layanan yang telah diterima. Apabila terjadi kekurangan dalam beberapa faktor tersebut, perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Sehingga akan terjadi penilaian yang lebih baik di mata pembeli.

2. Mengelola ekspektasi pembeli

Banyak perusahaan yang berusaha menarik perhatian pembeli dengan berbagai cara sebagai salah satunya adalah melebih-lebihkan janji sehingga itu menjadi ‘bumerang’ untuk perusahaan apabila tidak dapat memenuhi apa yang telah dijanjikan. Karena semakin banyak janji yang diberikan, semakin besar pula ekspektasi pembeli. Ada baiknya untuk lebih bijak dalam memberikan

‘janji’ kepada pembeli.

3. Mengelola bukti kualitas layanan

Pengelolahan ini bertujuan untuk memperkuat penilaian pembeli selama dan sesudah layanan disampaikan. Berbeda dengan produk yang bersifat

(52)

tangible, sedangkan layanan merupakan kinerja, maka pembeli cenderung memperhatikan “seperti apa layanan yang akan diberikan” dan “seperti apa layanan yang telah diterima”. Sehingga dapat menciptakan persepsi tertentu terhadap penyedia layanan di mata konsumen.

4. Mendidik konsumen tentang layanan

Upaya mendidik layanan kepada konsumen bertujuan untuk mewujudkan proses penyampaian dan pengkonsumsian layanan secara efektif dan efisien.

Pembeli akan dapat mengambil keputusan pembelian secara lebih baik dan memahami perannya dalam proses penyampaian layanan. Sebagai contoh : a) Penyedia layanan memberikan informasi kepada konsumen dalam

melakukan sendiri layanan tertentu. Seperti mengisi formulir pendaftaran, menggunakan fasilitas teknologi (ATM, Internet banking, dan sebagainya), mengisi bensin sendiri (self-service), dan lain-lain.

b) Penyedia layanan membantu konsumen dalam pemberitahuan kapan menggunakan suatu layanan secara lebih mudah dan murah, yaitu sebisa mungkin untuk menghindari periode waktu sibuk dan memanfaatkan periode di mana layanan tidak terlalu sibuk.

c) Penyedia layanan menginformasikan konsumen mengenai prosedur atau cara penggunaan layanan melalui iklan, brosur, atau staff secara langsung mendampingi konsumen saat penggunaan layanan.

Gambar

Gambar 1.1 Diagram Kualitas Pelayanan
Gambar 1.2 Diagram Intensitas Promosi
Gambar 2.2   Elemen Retail Mix   Sumber: Levy & Weitz (2009:21)  2.1.3 Bauran Retail Mix
Tabel 2.1  Lokasi Ritel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Carbon microspheres (CMSs) merupakan karbon aktif yang berukuran mikro (diameter 12 – 300 µm) dengan permukaan halus berbentuk spherical atau bola dan luas permukaan

The novel, which is based on the true story of his own grandmother, portrays the life of a practice wife of priyayi , the hereditary governing class of Java.. Using

Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui Panitia Pengadaan Badan Usaha Dalam Rangka Perjanjian Kerjasama mengundang kembali Badan Usaha (Investor) yang memiliki kemampuan

Program Kabar Arena tvOne dalam setiap penayangannya menampilkan sosok presenter yang berparas cantik dan seksi dalam menyampaikan informasi kepada khalayak, dengan

Masalah Sturm-Liouville singular memiliki beberapa sifat yaitu memuat operator yang bersifat self-adjoint, mempunyai nilai eigen real, dan fungsi eigen dari nilai eigen yang

Pasal 3 ayat (3) UU tersebut berbunyi ,”Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi” dan Pasal 5 ayat 3

Dividen merupakan keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dari aktivitas bisnisnya yang memiliki pilihan apakah akan menggunakan keuntungan tersebut untuk membesarkan

Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan untuk mengadakan Pelatihan Berbagi Sumber Daya Dalam Jaringan LAN adalah dengan menggunakan pendekatan