• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGUNGJAWABAN KEPERDATAAN PT. KERETA API (PERSERO) ATAS KECELAKAAN YANG TERJADI TERHADAP PENUMPANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTANGUNGJAWABAN KEPERDATAAN PT. KERETA API (PERSERO) ATAS KECELAKAAN YANG TERJADI TERHADAP PENUMPANG SKRIPSI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

ANISA SYAHFITRI NIM.160200040

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

Universitas Sumatera Utara

(3)

Dalam pelaksanaan pengangkutan melalui jalur kereta api tidak lepas dari resiko berupa kecelakaan dan akibatnya ialah kerugian, baik pada pihak pengangkut maupun pihak penumpang atau mungkin juga pada pihak ketiga.

Dalam hal terjadinya kecelakaan kereta api terdapat beberapa pihak yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan kereta api yang dapat diminta tangungjawab hukum dalam suatu kecelakaan kereta api, seperti Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, masinis kereta api, serta pihak-pihak lain yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kereta api.

Tidak dapat dipungkiri suatu kecelakaan kereta api dapat dipandang dari sudut hukum perdata. Hal ini menimbulkan suatu permasalahan berkaitan dengan pertangungjawaban keperdataan PT.KAI atas kecelakaan yang terjadi terhadap penumpang. Permasalahan yang diajukan adalah apa yang dimaksud pertangungjawaban keperdataan dalam hukum Indonesia, bagaimana peraturan perundang-undangan tentang hukum pengangkutan PT. Kereta Api (Pesero) di Indonesia, dan bagaimana pertangungajawaban keperdataan PT. Kereta Api (Persero) atas kecelakaan yang terjadi terhadap penumpang.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan bersifat deskriptif analisis, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ada beberapa hal yang dapat dijadikan dasar tangungjawab keperdataan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dalam kecelakaan yang disebabkan dalam penyelenggara sarana perkeretaapian yaitu tangungjawab dengan unsur kesalahan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata, tagungjawab dengan unsur kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata, dan tangungjawab mutlak (tanpa kesalahan) yang terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata.

Kata Kunci : Pertangungjawaban, Keperdataan, Kecelakaan, Penumpang

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan Salam juga senantiasa Penulis sampaikan kepada Rasullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia menuju jalan keselamatan dan keberkahan.

Skripsi dengan judul “Tangungjawab Keperdataan PT.Kereta Api (Persero) Atas Kecelakaan Yang Terjadi Terhadap Penumpang” disusun untuk memenuhi tugas dan memenuhi persyaratan menjadi gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal tersebut tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Penulis.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif demi kebaikan skripsi ini sangat diharapkan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, saya menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis selama masa perkuliahan;

Universitas Sumatera Utara

(5)

3. Prof. Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang Bapak berikan selama ini disetiap bimbingan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai;

9. Ibu Zulfi Chairi, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II. Terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang Bapak berikan selama ini disetiap bimbingan dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai;

10. Seluruh Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang terbaik, serta membimbing Penulis selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Seluruh staf pegawai dan tata usaha di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi;

12. Secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Suprayetno dan Ibunda Triyani yang telah

(6)

iii

mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, dukungan, bantuan, dan pengorbanan yang tak ternilai sehingga saya dapat melanjutkan dan menyelesaikan studi dengan baik.

13. Abang dan adik saya tercinta, Muhammad Sumantri, Nurhadi Akbar, Khairani, Arsyila Putri, atas doa yang tidak pernah berhenti, motivasi, dukungan, dan segalanya yang diberikan kepada Penulis;

14. Saudara-saudara tersayang ibu Triyanti dan suaminya Surya Darma, kakak sepupu Eva Gusriasih, serta adik sepupu Riyan Syahfitra, Aldy Prayoga, Indah Nurcahya, dan Abdi Darmawan yang tidak hentinya memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

15. Nenek dan kakek Penulis, nenek Jamillah, Sutiah, dan kakek Sagiman, yang tidak hentinya memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

16. Sepupu terbaik Penulis Aji Syahputra Sembiring, yang selalu ada disaat Penulis butuhkan dari awal perkuliahan hingga saat sekarang;

17. BTM Aladdinsyah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas dukungan dan doanya dalam penulisan skripsi ini;

18. Yayasan Al Ilmu Wal Hikam Bapak Rudi Manto Simamora, S.H beserta jajaran kepengurusan, atas dukungan dan doanya dalam penulisan skripsi ini;

19. Jajaran Presidum Ahsanil Qadirin BTM Aladdinsyah, SH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Periode 2018-2019, Sutan Rais Aminullah Nasution, Hendri Kurniawan, Khairunisa, Dea Aprillia Kesuma Nasution, Muhammad Rafiqi Siregar, Junaidi, Dina Mariana, Muhammad Haikal

Universitas Sumatera Utara

(7)

Nasution, Mahyuuni Wardi Chaniago, Eza Feby Grebilla, Aida Srirahmadani, Sari Habib Ritonga, Nida Fauziyyah, Hazza Azhar Arrijal, Bambang Krisdayanto, dan Annisa Hafizah;

20. Sahabat dekat Penulis Bidadari Surga Squad, Nadira Dwiyanti, Rizki Afifah, Wan Indy Azka Arbella, Sisilia, Faradhiba, yang melangkah bersama Penulis menghadapi lika-liku perkuliahan;

21. Sahabat yang tidak sempurna namun selalu ada memberi warna begitu pun kepada Penulis, Alwahdani Rambe, Ayu Syahraini, dan Liza Umami Margolang;

22. Teman terbaik yang menemani Penulis dalam perkuliahan setiap harinya dan melewati perjuangan bersama, Chairil Gibra, Eltisa, Ira, Regie, Adil, Angel, Putra, Cut, dan Imam;

23. Terima Kasih Penulis ucapkan kepada Asnawi Ahsan dan Jajaran Presidium BTM Aladdinsyah S.H Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Periode 2019-2020 serta Jajaran Dewan Syuro BTM Aladdinsyah S.H Fakultas Hukum, yang selalu memberi semangat kepada Penulis untuk mengerjakan segala sesuatu dan berproses di BTM Aladdinsyah S.H;

24. Keluarga Besar Grup A 2016, Ikatan Mahasiswa Perdata (IMP), dan teman- teman lainnya yang telah mewarnai kehidupan kampus Penulis;

25. Dan semua pihak yang telah membantu, menyemangati, serta menghibur Penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(8)

v

Akhirul kalam, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dalam mengembangkan pengetahuan seputar hukum ekonomi. Semoga ilmu yang Penulis terima di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat berguna bagi bangsa dan negara.

Medan, Januari 2020

ANISA SYAHFITRI NIM.160200040

Universitas Sumatera Utara

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 12

D. Tinjauan Kepustakaan ... 13

E. Metode Penelitian... 14

F. Keaslian Penulisan ... 19

G. Sistematika Penulisan... 19

BAB II PERTANGUNGJAWABAN KEPERDATAAN DALAM HUKUM INDONESIA A. Definisi Pertangungjawaban Keperdataan ... 22

B. Prinsip-Prinsip Pertangungjawaban Keperdataan ... 30

C. Dasar Hukum Pertangungjawaban Keperdataan ... 34

BAB III KETENTUAN TENTANG PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TENTANG PT. KERETA API (PERSERO) DI INDONESIA A. Sejarah Lahirnya dan Dasar Hukum PT. Kereta Api (Persero) ... 39

B. Hak dan Kewajiban PT. Kereta Api (Persero) ... 50

(10)

vii

C. Kecelakaan dan Hambatan Pengangkutan PT. Kereta Api

(Persero) ... 59 BAB IV PERTANGUNGJAWABAN KEPERDATAAN PT. KERETA API

(PERSERO) ATAS KECELAKAAN YANG TERJADI TERHADAP PENUMPANG

A. Hak dan Kewajiban Penumpang

PT. KERETA Api (PERSERO) ... 68 B. Pertangungjawaban Keperdataan PT. Kereta Api (PERSERO)

Atas Kecelakaan yang Terjadi Terhadap Penumpang ... 75 C. Proses Pemberian Ganti Rugi oleh PT. Kereta API Kepada

Penumpang Ketika Terjadi Kecelakaan ... 92 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 106 B. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA ... 109

Universitas Sumatera Utara

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seyogianya bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang ditakdirkan hidup terserak di beribu-ribu pulau yang membujur panjang dari Sabang sampai Merauke (Papua), karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat luas dengan letak geografis antarpulau satu dan pulau lainnya saling berjauhan.1 Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan (Archipelagic State) yang terdiri atas beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau, dengan luas wilayah darat 1,937 km2 dan dengan luas laut 5,8 juta km2 dengan garis pantai terpanjang di dunia. Di atas teritorial daratan dan perairan tersebut membentang pula teritorial udara yang semuanya itu merupakan wilayah negara Indonesia yang sangat luas. Keadaan wilayah Negara Indonesia yang demikian luas ini membutuhkan banyak pengangkutan melalui darat, perairan, dan udara yang mampu menjangkau seluruh wilayah Negara Indonesia, bahkan ke negara-negara lain.

Menurut Soedjono Dirjosisworo, semakin berkembang suatu masyarakat, akan semakin menuntut perkembangan hukum pengangkutan, sehingga secara objektif dapat menjelaskan keadaan pengangkutan pada setiap saat. Dengan demikian

1 Toto T Suriattmadja, Pengangkutan Kargo Udara, Tangung Jawab Pengangkut dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional, Bandung, 2005, hlm. 1

(12)

2

hukum pengangkutan dapat berperan sebagai sarana untuk ketertiban, keadilan, dan pembangunan.2

Transportasi yang diartikan sebagai pengangkutan selalu berhubungan dengan kegiatan pengangkutan serta alat angkutannya. Peranan jasa angkutan dalam masyarakat umum maupun masyarakat dunia usaha sangat dibutuhkan, karena akan memudahkan pihak yang membutuhkan untuk mengangkut penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, yang mana pihak pengguna jasa angkutan akan membayar ongkos sesuai dengan ketentuan atau kesepakatan pihak-pihak, yang nilainya tergantung pada objek yang diangkut, jarak perjalanan serta tingkat risiko yang dihadapi.

Sarana transportasi di Indonesia sangatlah beragam rupa dan jumlah, pesatnya perkembangan alat transportasi yang ada sangat menunjang kebutuhan masyarakat yang semakin banyak serta didukung naluri manusia sendiri untuk segera terpenuhi. Salah satu transportasi darat yang digunakan oleh masyarakat untuk melakukan perjalanan menuju tempat yang dituju adalah kereta api. Kereta api merupakan sarana transportasi yang cukup populer dikalangan masyarakat Indonesia. Selain harga tiket yang ditawarkan terjangkau, kereta api juga merupakan angkutan yang dapat mengangkut penumpang dan/atau barang sekaligus dalam jumlah banyak dengan waktu tempuh yang singkat dibandingkan dengan angkutan darat lain seperti bus, taksi atau mobil karena terhindar dari kemacetan di jalan raya.. Begitu juga dengan konsumsi bahan bakar kereta api relatif lebih hemat dibandingkan dengan moda transportasi darat lainnya.

2 Ibid.,hlm. 32

Universitas Sumatera Utara

(13)

Kehadiran kereta api di indonesia ditandai dengan Pembangunan jalan kereta api (KA) di Indonesia dimulai dari desa Kemijen (Semarang Timur ) menuju desa Tanggung ( Semarang Utara ), sepanjang 26 Km pencangkulan pertama dilakukan oleh Gubernur Jenderal Hindia dan Belanda. Mr LAJ Baron Sloet van den Beele, Jumat 17 Juni 1864. Jalan kereta api ini mulai dioperasikan untuk umum Sabtu, 10 Agustus 1867.3

Pembangunan jaringan Kereta Api di tanah Deli merupakan inisiatif dari J.T.

Cremer, seorang manajer perusahaan perkebunan NV.Deli Matschappij yang menganjurkan agar jaringan Kereta Api di tanah Deli sesegera mungkin dapat dibangun mengingat pesatnya perkembangan perusahaan perkebunan Deli.

Berdasarkan surat keputusan (beslit) Gubernur Jenderal Belanda di Batavia, maka pada tanggal 23 Januari 1883, permohonan konsesi dari pemerintah Belanda untuk pembangunan jaringan kereta api yang menghubungkan Belawan – Medan – Delitua – Timbang Langkat (Binjai) direalisasikan. Pada bulan Juni 1883, izin konsesi tersebut dipindahtangankan pengerjaannya dari NV Deli Matschappij kepada NV Deli Spoorweg Matschappij (DSM). Pada tahun itu pula, presiden komisaris DSM, Peter Wilhem Janssen merealisaikan pembangunan rel kereta api pertama sekali di Sumatra Timur yang menghubungkan Medan-Labuhan yang diresmikan penggunaanya pada tanggal 25 Juli 1886.

Perkembangan jaringan kereta api cukup signifikan sejalan dengan ekspansi pengusaha perkebunan ke beberapa kawasan di Sumatra Timur. Pada tahun 1888 kawasan-kawasan seperti Belawan, Delitua dan Binjai telah dapat dilalui oleh

3 Nusantara Telaga Bakti, Sejarah Perkerataapian Indonesia Jilid 1, Rineka Cipta, Bandung, 2008, hlm. 56

(14)

4

kereta api. Pembangunan jaringan kereta Api Labuhan-Belawan tercatat pula Tjong A Fie (seorang pengusaha dan jutawan Kota Medan) sebagai donatur.

Demikian pula sejak tahun 1902, pembangunan kereta api dilanjutkan dengan menghubungkan antara Lubuk Pakam-Bangun Purba yang dapat digunakan pada tahun 1904. Selanjutnya, pada tahun 1916 dibangun jaringan Kereta Api yang menghubungkan Medan-Siantar yang menjadi pusat perkebunan Teh. Pada tahun 1929-1937 turut pula dibangun jaringan Kereta Api yang menghubungkan Kisaran-Rantau Prapat.

Hingga pada tahun 1940 DSM telah membangun jaringan kereta api di SumateraTimur sepanjang 553.223 Km.Pasca Indonesia merdeka dan memasuki awal tahun 1950-an, kabinet pemerintahan Indonesia dibawah kendali Presiden Soekarno melakukan nasionalisasi aset pemerintah kolonial Belanda menjadi milik pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu, jaringan Kereta Api Deli (DSM) dan jaringan Kereta Api Aceh (ASS) dinasionalisasi hingga akhirnya saat ini jalur kereta api tersebut diusahakan dan dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional 1 Sumut-NAD.4

Pada awalnya istilah kereta api yang dikenal di Indonesia muncul karena pada masa lalu bahan bakar yang digunakan adalah batu bara atau kayu, sehingga pada saat kareta berjalan mengeluarkan kepulan asap dari cerobong selain itu terbawa pula percikan api yang cukup banyak. Perkembangan perkeretaapian terus berjalan termasuk dalam rancang bangun, teknologi komunikasi dan informasi, dan teknologi bahan. Hal ini membawa pula perkembangan sarana dan prasarana

4 https://kai.id/corporate/about_kai/ diakses pada tanggal 21 Januari 2020 pukul 09.33 wib

Universitas Sumatera Utara

(15)

kereta api, misalnya kereta api super cepat, kereta api monorail (dengan satu rel), kereta api levitasi magnetik (maglev), kereta api pengangkut berat. Istilah kereta api hingga saat ini masih tetap digunakan, meskipun kereta api sekarang sudah modern dan tidak lagi menggunakan bahan bakar berupa batu bara atau kayu yang mengeluarkan api dari cerobong asap.5

Sehingga menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian (UU Perkeretaapian) Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa : “Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api”.6

Di Indonesia, penyelenggara perkeretaapian diselenggarakan oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). PT. Kereta Api (Persero) merupakan salah satu badan penyediaan jasa transportasi darat yang memegang peran vital dalam pelayanan transportasi massal. Pengelolaan kereta api yang semula dikuasai perusahaan milik swasta dan pemerintah Hindia Belanda diambil alih (nasionalisasi) oleh bangsa Indonesia. Nasionalisasi perusahaan kereta api terjadi pada tanggal 28 September 1945 yang selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Kereta Api. Oleh pemerintah RI setelah dilakukan nasionalisasi, didirikan perusahaan yang bernama Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) yang bertugas mengelola sarana dan prasarana perkeretaapian warisan Hindia Belanda. DKARI merupakan

5 Skripsi Ike Pujiriani, FKM UI 2008, gambaran umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) “sejarah perkertaapian Indonesia” hlm. 43, dalam http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126614-S-5405-Faktor-faktor%20yang-Analisis.pdf, diakses pada tanggal 23 Desember 2019 pukul 23.30 wib

6 Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

(16)

6

perusahaan hasil gabungan (merger) antara perusahaan swasta dan pemerintah Hindia Belanda yang sebelumnya mengelola kereta api pada masa Hindia Belanda.

Tanggal 27 September 1949 pemerintah RI mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 2 yang isinya memutuskan merubah nama perusahaan menjadi Djawatan Kereta Api (DKA). Pada tanggal 4 September 1951 melalui Surat Keputusan Menteri Perhubungan, pemerintah menetapkan Ir. Moh. Effendy Saleh sebagai Direktur Djenderal Djawatan Kereta Api (DDKA). Kemudian melalui Peraturan Pemerintah No. 22/ 1963 tanggal 25 Mei 1963 status perusahaan berubah dari DKA menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Perubahan status perusahaan terjadi pada tanggal 21 Mei 1964. Kemudian ditetapkan Hartono Wiridionto, SH sebagai direktur utama yang kemudian digantikan oleh Ir. Lian Thong pada tanggal 2 Juli 1966.

Perubahan status perusahaan kembali dialami oleh PNKA. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61/ 1971, PNKA berubah status menjadi PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Berdasarkan Keppres No. 44 dan 45 pasal 23, PJKA merupakan unit organisasi di lingkungan Departemen Perhubungan dimana kedudukan, fungsi, tugas, dan susunan organisasinya diatur sendiri. Pada tahun 1978 direktur utama PJKA diserahkan kepada Ir. Pantiarso dari pejabat sebelumnya, Ir. Soemali. Pada tahun 1981 terjadi pergantian dirut kembali dan kali ini jabatan direktur utama diserahkan kepada Ir. Soejono Kramadibrata dan tahun 1986 digantikan oleh Ir. Soemali dan dan tahun 1989 digantikan oleh Ir.

Harbani.

Universitas Sumatera Utara

(17)

Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1990 (lembaran Negara No. 82 tahun 1990), PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dengan tujuan meningkatkan hasil guna dan daya guna penugasan.

Pada tahun 1991 jabatan Direktur Utama diserahkan dari Ir. A. Harbani kepada Drs. Anwar Suprijadi yang pada tahun 1995 digantikan oleh Ir. Soemitro Eko Saputra (pernah menjabat Dirjen Kereta Api Dephub) dan tahun 1998 digantikan oleh Drs. Eddy Haryoto. Mulai tahun 2002 kedudukan direktur utama dipegang oleh Ir. Omar Berto, MBA.

Pada masa kepemimpinan Drs. Eddy Haryoto inilah stasus perusahaan kembali mengalami perubahan. Bentuk perusahaan yang semula Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), melalui PP No. 19 tahun 1998, tanggal 3 Febuari 1998, berubah stasus menjadi Perusahaan Perseroan yaitu PT Kereta Api (Persero).

Selain itu melalui keputusan Presiden No 38 tahun 1999, tentang pengecualiaan perusahaan perseroan tertentu yang dapat dikecualikan dari pengalihan tugas dan kewenangan Menteri Keuangan selaku pemegang saham atau rapat umum pemegang saham (RUPS) kepada Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara (Kementrian BUMN) ditetapkan bahwa PT Kereta Api tetap dibawa naungan Departemen Perhubungan. Keppres yang ditandatangani oleh Presiden B.J. Habibie tersebut, ditandatangani pada tanggal 17 Mei 1999. Keppres ini menandai berlakuanya stasus perusahaan sebagai Perseroan Terbatas (PT). Namun demikian, pemberlakuan status sebagai PT secara efektif baru diberlakukan pada tanggal 1 Juni 1999 melalui upacara sebagai tanda peresmian pengalihan stasus dari Perumka menjadi PT Kereta Api

(18)

8

(Persero) di kantor pusat Bandung.

Dengan perubahan stasus ini, ada dua misi yang diemban oleh PT. Kereta Api (Persero) yakni misi sosial dan misi profit. Misi sosial yakni melalui angkutan penumpang atau barang secara massal untuk mendukung Sistranas (Sistem Transportasi Nasional). Sedangkan misi profit yakni memberi keuntungan sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan perusahaan.

Kelebihan dari sarana transportasi ini dapat menampung penumpang dalam skala besar, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, keamanan yang tinggi, waktu yang efisien, pelayanan yang mudah, serta harga yang terjangkau.

Disamping dengan berbagai keunggulan yang terdapat pada kegiatan kereta api, terdapat juga resiko yang dapat mengancam kegiatan tersebut. Kecelakaan kereta api merupakan resiko yang sering terjadi dalam pengangkutan yang tak jarang menimbulkan korban jiwa. Kecelakaan yang terjadi dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu seperti faktor sarana prasarana, human eror, infrastruktur kereta api, faktor alam, faktor penumpang, dan sebagainya.

Dalam hal terjadinya kecelakaan kereta api terdapat beberapa pihak yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan kereta api yang dapat diminta tangungjawab hukum dalam suatu kecelakaan kereta api, seperti Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, masinis kereta api, serta pihak-pihak lain yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kereta api.

Dalam pelaksanaan pengangkutan melalui jalur kereta api tidak lepas dari resiko berupa kecelakaan dan akibatnya ialah kerugian, baik pada pihak pengangkut maupun pihak penumpang atau mungkin juga pada pihak ketiga.

Universitas Sumatera Utara

(19)

Kecelakaan kereta api yang terbesar di Indonesia yakni kecelakaan kereta api Bintaro 1987. Sebuah kereta api Patas Ekonomi Merak jurusan Tanah Abang - Merak yang berangkat dari Stasiun Kebayoran bertabrakan dengan kereta api Lokal Rangkas jurusan Rangkasbitung - Jakarta Kota yang berangkat dari Stasiun Sudimara. Peristiwa ini mengakibatkan 156 orang tewas dan lebih dari 300 orang terluka. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu kecelakaan paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia.7

Kecelakaan kereta api juga pernah terjadi di Sumatera Utara. Pada tanggal 2 Februari 2007, tepatnya pada pukul 08.20 WIB, kereta api Sribilah (masinis M.

Amin, 45 tahun) bertabrakan dengan kereta api barang lokomotif BB 30334 (masinis Asmawan, 40 tahun), di pintu lintasan keluar Stasiun Rantau Prapat, Sumatera Utara. Penyebab terjadinya tabrakan karena petugas lalai memindahkan jalur rel keluar masuk kereta api. Tabrakan ini mengakibatkan 9 orang luka berat dan 26 luka ringan.8

Hal yang penting adalah harus dilihat terlebih dahulu, kecelakaan kereta api yang di alami disebabkan oleh apa, karena hal itulah yang dapat menentukan siapa yang harus bertanggung jawab, apakah Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian ataukah Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian.

Sementara Penyelenggara Sarana Perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum.

7 https://id.wikipedia.org/wiki/Kecelakaan_kereta_api_Bintaro_1987 diakses pada tanggal 12 Januari 2020 pukul 09.27 wib

8 https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kecelakaan_kereta_api_di_Indonesia diakses pada tanggal 12 September 2019 pukul 09.45 wib

(20)

10

Setiap kasus kecelakaan kereta api sering menimbulkan masalah-masalah hukum, misalnya penentu siapa yang salah, siapa yang bertangungjawab, masalah asuransi, dan sebagainya yang merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mengetahui sebab-sebab kecelakaan untuk mengambil tindakan preventif agar dapat mencegah terulangnya kecelakaan. Disamping itu pentingnya penelitian secara seksama mengenai penyebab kecelakaan kereta api agar dapat menentukan lebih lanjut siapa atau pihak mana yang paling patut dan tepat dimintkan pertangungjawabannya secara hukum atas terjadinya kecelakaan tersebut.

Tanggung jawab PT. KAI dalam menyelenggarakan pengangkutan dimulai sejak pengguna jasa angkutan kereta api naik dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. Dalam Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian berisi ketentuan bahwa: “Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api”9

Bentuk pertangungjawaban dari pihak PT. Kereta Api Indonesia adalah dengan pemberian ganti rugi dan biaya pengobatan bagi pengguna jasa yang luka-luka atau santunan bagi pengguna jasa yang meninggal dunia.10 Pertangungjawaban secara perdata pada dasarnya memerlukan unsur kesalahan dari pelanggarnya.

Pertangungjawaban secara perdata mengacu pada ketentuan dalamPasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa : “Tiap

9 Pasal 157 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

10 Penjelasan Pasal 157 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

Universitas Sumatera Utara

(21)

perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”11

Pertanggungjawaban hukum behubungan dengan perbuatan melawan hukum.

Dalam hukum perdata, perbuatan melawan hukum dapat ditemukan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata).

Dalam ketentuan pasal tersebut, terdapat unsur-unsur perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita, serta adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini layak untuk dilakukan terkhusus untuk bagi masyarakat yang sering menggunakan kereta api sebagai alat angkut yang di gemari oleh masyarakat. Tulisan ini juga membahas mengenai masalah pertangungjawaban secara keperdataan PT. Kereta Api terhadap kecelakaan penumpang, yang mana penumpang sebagai pengguna jasa angkutan umum pada pengangkutan darat.

Berdasarkan uraian diatas, penulis memiliki ketertarikan untuk mengangkat judul “ Pertangungjawaban Keperdataan PT. Kereta Api (Persero) Atas Kecelakaan Yang Terjadi Terhadap Penumpang “ .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

11 Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

(22)

12

1. Apa yang dimaksud pertangungjawaban keperdataan dalam hukum Indonesia ? 2. Bagaimana peraturan perundang-undangan tentang hukum pengangkutan

Kereta Api (Persero) di Indonesia ?

3. Bagaimana pertangungjawaban keperdataan PT. Kereta Api (Persero) atas kecelakaan yang terjadi terhadap penumpang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini, memiliki beberapa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai yaitu :

1. Untuk mengetahui definisi tentang pertangungjawaban keperdataan dalam hukum Indonesia.

2. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan tentang hukum pengangkutan Kereta Api (Persero) di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pertangungjawaban keperdataan PT. Kereta Api (Persero) atas kecelakaan yang terjadi terhadap penumpang.

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi adalah : 1. Manfaat Teoritis

a. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang diharapkan dapat berguna bagi proses pengembangan hukum terutama tentang hukum pengangkutan khususnya hukum pengangkutan darat.

b. Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dalam Angkutan darat yakni Kereta Api yang melaksanakan kegiatan dibidang pengangkutan tentang pertangungjawaban keperdataan PT. Kereta Api (Persero) atas kecelakaan yang terjadi terhadap penumpang.

Universitas Sumatera Utara

(23)

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dalam pengangkutan darat, baik itu pengangkut maupun pengirim ataupun penerima barang.

b. Sebagai bahan acuan dan sumber informasi bagi yang membutuhkan.

c. Sebagai sumber atau literature data di perpustakaan.

d. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa lain yang ingin menulis karya ilmiah tentang Hukum Pengangkutan Darat khususnya Kereta Api serta memperkaya khasanah ilmu pengetahuan penulis agar dapat berkontribusi dan memberikan sumbangsih pemikiran dalam bidang pengangkutan perkerataapian.

e. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pencerahan khususnya kepada penumpang pengangkut atau masyarakat pada umumnya. Dan juga diharapkan dapat memberi gambaran secara jelas mengenai kepastian hukum bagi para penumpang pengangkut. Sehingga dengan demikian diharapkan akan menambah pengetahuan masyarkat pada umumnya mengenai persoalan pengangkutnya khususnya pengangkutan melalui jalur kereta api.

D. Tinjauan Kepustakaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) umum Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan di perkarakan12 atau kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikap tindak sendiri atau pihak lain.13

12 http://.web.id/tanggungjawab, diakses tanggal 4 Januari 2020 pukul 23.45 wib

13 Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Gita Media Press, 2011, hlm.619

(24)

14

Sedangkan dalam kamus Hukum, “tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.14

Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa : “Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkerataapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak dijalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.”

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian baik bagi manusia maupun terhadap harta benda.

Penumpang adalah seseorang yang hanya menumpang, baik itu pesawat, kereta api, bus, maupun jenis transportasi lainnya, tetapi tidak termasuk awak mengoperasikan dan melayani wahana tersebut.15

E. Metode Penelitian

Agar penulisan dalam skripsi ini terarah dan nantinya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dibutuhkan adanya suatu metode penelitian. Maka dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitan antara lain:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Yuridis

14 Zulkifly dan Jimmy, Kamus Hukum (Dictionary of Law), Grahamedia Press, Surabaya, 2012, hlm.369

15 http://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 3 Januari 2020 pukul 21.30 wib

Universitas Sumatera Utara

(25)

Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.16 Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan kasus (case aproach). Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum khususnya hukum pengangkutan kereta api di Indonesia. Pendekatan kasus bertujuan untuk mepelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus kecelakaan kereta api yang telah terjadi di Indonesia.17

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah spesifikasi penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau penjelasan secara konkrit tentang keadaan objek atau masalah yang diteliti tanpa mengambil kesimpulan secara umum. Spesifikasi penelitian deskriptif oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya Pengantar Penelitian Hukum dijelaskan sebagai berikut :

“Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-

16 Ibrahim Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hlm. 295.

17 Hanitijo Soemitro Ronny, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010, hlm.321

(26)

16

gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum”.18

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunser (secondary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi. Data sekunder terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang- undangan dan putusan-putusan hakim.19

Dalam penulisan ini, bahan hukum primer yang digunakan antara lain, yaitu : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkerataapian.

5) Peraturan-Peraturan terkait lainnya.

18 Soerjono Soekant,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2011, hlm. 10.

19 Ibrahim Johny, Op.Cit., hlm. 35-38.

Universitas Sumatera Utara

(27)

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar- komentar aktivis hukum.

Dalam penulisan ini, bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain, yaitu :

1) Achmad Ichsan, Hukum Dagang, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan ke IV ,2010.

2) Adji Sutio Usman, dkk, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

3) Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan dalam penjelasan Makna 1233- 1456 Bw, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.

4) Celine Tri Siwi Kristanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

5) Eddy supangkat, Ambarawa Kota Lokomotif Tua, Salatiga: Griya Media, Bandung, 2008.

6) Hanitijo Soemitro Ronny, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010.

7) Imam Subarkah, Jalan Kereta Api,Idea Dharma, Bandung, 1981.

8) M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.

(28)

18

9) Mariam Darus Badzrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti ensiklopedia, kamus, dan sebagainya.20

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sebagai salah satu tahapan dalam penelitian, merupakan unsur yang sangat penting karena data merupakan fenomena yang akan diteliti.

Data valid tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data.

Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yakni Studi Pustaka. Studi kepustakaan (library research) sendiri mengandung pengertian yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dengan cara membaca, mempelajari, dan menganalisis secara sistematik. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan landasan teoritis, berupa pendapat- pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam ketentuan-ketentuan formal. Adapun data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi maupun yang diperoleh dari perpustakaan, peraturan perundang- undangan, artikel, karya tulis ilmiah hukum, jurnal hukum dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian dalam skripsi ini.

20 Soerjono Soekamto, Op.Cit., hlm. 75

Universitas Sumatera Utara

(29)

5. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis data yang diperoleh, akan digunakan metode analisis normatif, merupakan cara menginterpretasikan dan mendiskusikan bahan hasil penelitian berdasarkan pada pengertian hukum, norma hukum, teori-teori hukum serta doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Norma hukum diperlukan sebagai premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta yang relevan (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor dan melalui proses silogisme akan diperoleh kesimpulan (conclution) terhadap permasalahannya.

F. Keaslian Penelitian

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan dan pemikiran dari penulis.

Yang dalam pembuatannya penulis melihat dasar-dasar yang telah ada, baik melaui literature yang diperoleh dari perpustakaan maupun media-media lain.

Sepanjang penulis melakukan pengamatan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan skripsi yang judulnya sama dengan judul : Pertangungjawaban Keperdataan PT. Kereta Api (PERSERO) Terhadap Kecelakaan Penumpang.

Penelitian ini dilakuan dengan asas keilmuan yang jujur, rasional dan terbuka, dimana kesemuanya merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertangungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

G. Sistematika Penelitian

Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab terbagi dalam sub bab yang mempunyai hubungan satu sama lainnya. Dengan

(30)

20

demikian dapat dicegah kesimpangsiuran yang mengakibatkan kesulitan untuk mengartikan dan menelaah isi skrispi ini.

Adapun isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Di dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II : KETENTUAN TENTANG PERTANGUNG JAWABAN KEPERDATAAN

Dalam bab ini diuraikan tentang definisi pertangungjawaban keperdataan, prinsip-prinsip pertangungjawaban keperdataan, dan dasar hukum pertangungjawaban keperdataan.

BAB III : KETENTUAN TENTANG PT. KERETA API (PERSERO)

Dalam bab ini diuraikan tentang sejarah lahirnya dan dasar hukum PT. Kereta Api (Persero), struktur organisasi dan tangungjawab manajemen PT. Kereta Api (PERSERO), pelayanan jasa transportasi PT. Kereta Api (Persero), dan hak dan kewajiban PT. Kereta Api (Persero).

Universitas Sumatera Utara

(31)

BAB IV : PERTANGUNGJAWABAN KEPERDATAAN PT.KERETA API (Persero) ATAS KECELAKAAN YANG TERJADI TERHADAP PENUMPANG

Dalam bab ini diuraikan tentang hak dan kewajiban penumpang PT. Kereta Api (PERSERO), pertangungjawaban keperdataan PT.

Kereta Api (Persero) atas kecelakaan yang terjadi terhadap penumpang, proses pemberian ganti rugi oleh PT. Kereta Api (Persero) kepada penumpang ketika terjadi kecelakaan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini, pada bab ini akan disimpulkan hasil uraian mulai dari Bab I sampai dengan Bab IV dengan singkat dan sistematis, sebagai jawaban dari permasalahan.

Dan terakhir ditutup dengan saran-saran yang merupakan buah pikiran penulis setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan judul skripsi ini.

(32)

22 BAB II

PERTANGUNGJAWABAN KEPERDATAAN DALAM HUKUM INDONESIA

A. Definisi Pertangungjawaban Keperdataan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.21

Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.22 Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.23

Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan

21 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Bandung, 2005, hlm.89

22 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.45

23 Titik Triwulan dan Shinta Febrian , Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hlm.48.

Universitas Sumatera Utara

(33)

pertanggungjawaban tanpa kesalahan (lilability without fault).

Pertanggungjawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggungjawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya.

Pertanggungjawaban hukum bertujuan untuk menentukan pihak-pihak mana yang harus bertanggung jawab atas suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Di dalam konteks perdata, pertanggungjawaban perdata merupakan tindakan, biasanya dalam bentuk pembayaran ganti kerugian, yang harus dilakukan oleh seseorang atau pihak yang karena perbuatannya telah menimbulkan kerugian pada orang lain. Salah satu ukuran yang digunakan untuk menentukan pertanggungjawaban perdata ini adalah Perbuatan Melawan Hukum.

Suatu sistem hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan melawan hukum tersebut adalah untuk dapat tercapai seperti apa yang disebut oleh pribahasa Latin yaitu Juris praecepta sunt haec ; honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere. Yang berarti semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain ; dan memberikan orang lain haknya.24

Pertanggungjawaban hukum dibidang perdata akan bersumber pada perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam bahasa Belanda lazimnya mempunyai arti yang

24 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Penerbit : PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2017, hlm. 2

(34)

24

sempit, yaitu arti yang dipakai dalam Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek (BW). Untuk selanjutnya akan digunakan istilah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) sebagai pengganti Burgerlijk Wetboek (BW).

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu :

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan ;

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian) ;

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Jika dilihat dari model pengaturan KUHPerdata Indonesia tentang perbuatan melawan hukum lainnya, sebagaimana juga dengan KUHPerdata di Negara- negara lain dalam sistem hukum Eropa Kontinental, maka model tangungjawab hukum yaitu :

a. Tangungjawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) ; b. Tangungjawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian ; c. Tangungjawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas.

Perbuatan melawan hukum sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tangungjawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial,

Universitas Sumatera Utara

(35)

dan untuk menyediakan ganti rugi tehadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur yaitu :

1) Adanya suatu perbuatan ;

2) Perbuatan terseebut melawan hukum ; 3) Adanya kesalahan dari pihak pelaku ; 4) Adanya kerugian bagi korban ;

5) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing unsur dari perbuatan melawan hukum tersebut, yaitu :

1) Adanya suatu perbuatan ;

Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal dia mempunyai kewajiban hukum untuk membuatnya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Karena itu, terhadap perbuatan melawan hukum tidak ada unsur “persetujuan atau kata sepakat” dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan” sebagaimana yang terdapat dalam kontrak.

(36)

26

2) Perbuatan tersebut melawan hukum

Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal hal sebagai berikut :

a. Perbuatan yang melanggar Undang-undang yang berlaku ; b. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum ;

c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku ; d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) ;

e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamt ten aanzien van anders person of goed).

3) Adanya kesalahan dari pihak pelaku

Agar dapat dikenakan Pasal 1365 teantang perbuatan melawan hukum tersebut, Undang-undang dan Yurisprudensi mensyaratkan agar pada pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Karena itu, tangungjawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tangungjawab berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Jikapun dalam hal tertentu diberlakukan tangungjawab tanpa kesalahan tersebut (strict liability), hal tersebut tidaklah didasari atas Pasal 1365 KUHPerdata, tetapi didasarkan kepada Undang- undang lain.

Karena Pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya unsur “kesalahan”

(schuld) dalam suatu perbuatan melawan hukum, maka perlu diketahui

Universitas Sumatera Utara

(37)

bagaimanakah cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehinga dapat dimintakan tangungjawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur :

a. Ada unsur kesengajaan ;

b. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa) ;

c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (recht vaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain.

4) Adanya kerugian bagi korban

Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena perbuatan melawan hukum di samping kerugian materil, Yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial, yang juga akan dinilai dengan uang.

5) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira.

Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact) hanyalah merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual.

Asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya.

(38)

28

Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. Sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai “but for” atau “sine qua non”. Sedangkan teori sebab kira-kira (proximate cause) merupakan bagian yang paling membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. Kadang-kadang untuk penyebab jenis ini disebut juga dengan istilah legal cause atau dengan berbagai penyebutan lain-lain.

Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut : 25

1. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi kontraktual yang menerbitkan hak untuk meminta ganti rugi ;

2. Suatu perbuatan atau tidak berbuat yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum, di mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut baik merupakan suatau perbuatan biasa maupun bisa juga merupakan suatu kecelakaan ;

3. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi ;

4. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap kewajiban equity lainnya ;

25 W. Page Keeton , et. al., Prosser and Keeton on Torts,St. Paul Minnesota,USA:

West Publishing Co., 1984, hlm. 1-2 diterjemahkan oleh Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Penerbit : PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2017, hlm. 5-6

Universitas Sumatera Utara

(39)

5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap konrak, atau lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual ; 6. Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan

hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan ;

7. Perbuatan melawan hukum bukan suatu kontrak, seperti juga kimia bukan suatu fisika atau matematika.

Perbuatan Melawan Hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Rumusan norma dalam pasal ini unik, tidak seperti ketentuan-ketentuan pasal lainnya. Perumusan norma Pasal 1365 KUHPerdata lebih merupakan struktur norma daripada substansi ketentuan hukum yang sudah lengkap. Oleh karenanya substansi ketentuan Pasal 1365 KUPerdata senantiasa memerlukan materialisasi di luar KUHPerdata. Oleh karena itu perbuatan melawan hukum berkembang melalui putusan-putusan pengadilan dan melalui undang-undang. Perbuatan Melawan Hukum dalam KUHPerdata.26 diatur dalam buku III tentang Perikatan. Perbuatan melawan hukum Indonesia yang berasal dari Eropa Kontinental diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata sampai

26 Status KUHPerdata ditegaskan oleh Mahkamah Agung dalam Surat Edaran Tahun 1963 No. 3 yang ditujukan kepada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri seluruh Indonesia.

Mahkamah Agung menyatakan bahwa KUHPerdt. tidak berlaku sebagai kodifikasi, akan tetapi hanya merupakan “buku hukum” (rechtsboek) dan dipergunakan sebagai “pedoman”. Pada pembukaan Seminar Hukum Nasional ke II di Semarang Tahun 1968, Mahkamah Agung memberikan tanggapan yang memperbaiki Surat Edaran Tahun 1963 No. 3 yang isi pada pokoknya mengakui KHUPerdt. tetap sebagai undang-undang dengan memberikan wewenang kepada hakim perdata untuk menguji secara materiil ketentuan-ketentuan KUHPerdt. yang tidak sesuai dengan kebutuhan zaman.

(40)

30

dengan Pasal 1380 KUHPerdata. Pasal-pasal tersebut mengatur bentuk tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum.27

B. Prinsip-Prinsip Pertangungjawaban Keperdataan

Prinsip-prinsip pertangungjawab keperdataan ini berkaitan dengan tangungjawab pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa.

Beberapa prinsip tangungjawab tersebut adalah :

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan.

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault). Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai Pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:

a. adanya perbuatan;

b. adanya unsur kesalahan;

c. adanya kerugian yang diderita;

d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Selanjutnya dalam Pasal 1366 mengatur bahwa: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati- hatinya.”

27 Pasal 1365, 1366, dan1367 KUHPerdt. sama persis dengan artikel 1382, 1383, 1384 Code Civil Perancis karena KUHPerdt. berasal dari Code Napoleon.

Universitas Sumatera Utara

(41)

Pasal ini menunjukkan luasnya tanggung jawab bagi orang yang melakukan perbuatan melawan hukum sehingga dia tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian terhadap akibat yang ditimbulkan dari suatu perbuatan yang secara aktif dilakukannya, tetapi juga bertanggung jawab atas kerugian akibat kelalaian atau kurang hati- hatinya.28

Dalam Pasal 1367 KUH Perdata mengatur bahwa : “Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang- orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang- barang yang berada di bawah pengawasannya”.

Tanggung jawab yang diatur dalam Pasal ini adalah tanggung jawab atas kesalahan orang lain yang ada dibawah tanggung jawabnya. Jadi sebenarnya dalam Pasal ini dapat dikatakan menganut tanggung jawab risiko, atau tanggung jawab tanpa kesalahan, walaupun tanggung jawab risiko tersebut dibatasi hanya jika yang melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian tersebut adalah orang di bawah tanggung jawabnya.29

2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini mengatur, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak

28 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan dalam penjelasan Makna 1233- 1456 Bw, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 97

29 Ibid., hlm.97-98

(42)

32

bersalah, jadi beban pembuktian ada pada si penggugat.30 Prinsip ini mengatur bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata

“dianggap” pada prinsip “presumption of liability” adalah penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian. Dalam prinsip ini, beban pembuktiannya ada pada si tergugat. Dalam hal ini tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak dapat sekehendak hati mengajukan gugatan.

Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat.31

3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh

30 Celine Tri Siwi Kristanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 94

31 Ibid.,, hlm.95

Universitas Sumatera Utara

(43)

penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen.32

4. Prinsp Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang mengatur, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian- pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.

Menurut R.C, Hoeber et.al., biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena

1) konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks;

2) diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu- waktu ada gugatan atas kesalahannya misalnya dengan asuransi atau dengan menambahan komponen biaya tertentu pada harga produknya;

3) asas ini dapat memaksa produsen lebih hati- hati.33

32 Ibid., hlm.95-96

33 Ibid., hlm 97

(44)

34

5. Tanggung jawab Renteng (Vicarious Liability).

Tanggung Renteng adalah joint and several liability yaitu tanggung jawab para debitur baik bersama-sama, perseorangan, maupun khusus salah seorang di antara mereka untuk menanggung pembayaran seluruh utang pembayaran salah seorang debitur mengakibatkan debitur yang lain terbebas dari kewajiban membayar utang.

C. Dasar Hukum Pertangungjawaban Keperdataan

Pertanggungjawaban hukum dibidang perdata akan bersumber pada perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Perbuatan melawan hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk kepada pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.” Seperti halnya dengan kerugian karena sebab lain, ganti kerugian akibat perusakan dan atau pencemaran secara umum dapat pula menggunakan konstruksi pertanggungjawaban perdata berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata ini.

Indonesia menganut sistem Civil Law dan sistem hukum Eropa Kontinental,34 yaitu sistem yang berpatokan pada undang-undang, yang dalam beberapa bidang hukum sering kali berupa seperangkat peraturan yang dikodifikasikan dan dikumpulkan dalam satu kitab perundang-undangan. Dalam konteks

34 Sardjono H.R dan Hasbullah Frieda Husni, Bunga Rampai Perbandingan Hukum Perdata, Cet. Kedua, IND-HILL-CO, Jakarta, 2003, hlm. 59

Universitas Sumatera Utara

(45)

pertanggungjawaban perdata, ini berarti bahwa secara umum pertanggungjawaban berdasarkan perbuatan melawan hukum selalu mengacu pada Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam hal ini, untuk dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum, sebuah perbuatan haruslah terbukti melawan hukum, dan harus pula terbukti adanya kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan tersebut.

Di samping berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum, sistem hukum Indonesia juga mengenal adanya pertanggungjawaban mutlak (strict liability). Sistem pertanggungjawaban ini ditujukan khusus untuk kerugian akibat dari perbuatan- perbuatan tertentu yang dianggap berbahaya atau beresiko tinggi.

Dalam tahun 1919 terjadi suatu perkembangan yang luar biasa dalam bidang hukum tentang perbuatan melawan hukum, khususnya di negeri Belanda, sehingga demikian juga di Indonesia. Perkembangan tersebut adalah dengan bergesernya makna perbuatan melawan hukum dari semula yang cukup kaku, kepada perkembangannya yang luas dan luwes. Perkembangan tersebut terjadi dengan diterimanya penafsiran luas terhadap perbuatan melawan hukum oleh Hode Raad (Mahkamah Agung) negeri Belanda, yakni penafsiran terhadap Pasal 1401 BW Belanda, yang sama dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata Indonesia. Putusan Hoge Haad tersebut adalah terhadap kasus Lindenbaum versus Cohen.

Kasus Lindenbaum versus Cohen tersebut pada pokoknya berkisar tentang persoalan persaingan tidak sehat dalam bisnis. Baik Lindenbaum maupun Cohen adalah sama-sama perusahaan yang bergerak di bidang percetakan yang saling

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis nomor enam yang menyatakan bahwa PPAP secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Tingkat Efisiensi

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati performa katalis basa NaOH dan Zeolite/NaOH dalam produksi biodiesel berdasarkan perolehan kandungan senyawa ester pada

[r]

7,8 Penelitian yang dilakukan oleh Rinda menunjukkan hanya sekitar 62,5% ibu yang dapat mempraktikkan perilaku pemberian makan seimbang pada anak, 75% yang mempunyai

Tujuan penelitian ini adalah menilai perbedaan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan menurut ukuran antropometri berisiko (tinggi badan < 150 cm, berat badan sebelum

Masyarakat suku Nyalik Distrik Silimo dapat mengenal atau mengidentifikasi jenis-jenis ubi jalar berdasarkan pengetahuan tradisional atau kearifan lokal. Masyarakat suku Nyalik

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan Jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan: jenis dan faktor-faktor penyebab kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal adalah (1) kesalahan