• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA UTARA"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA

UTARA (Studi Kasus : Pemenang Seleksi Tingkat Provinsi Pemuda Pelopor Asal Sumatera Utara Tahun 2015)

TESIS

Oleh

DINI HIKMAYANI NASUTION 147003032/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA

UTARA (Studi Kasus : Pemenang Seleksi Tingkat Provinsi Pemuda Pelopor Asal Sumatera Utara Tahun 2015)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sain dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Pedesaaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINI HIKMAYANI NASUTION 147003032 / PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(3)

JudulTesis : ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA UTARA (Studi Kasus :

Pemenang Seleksi Tingkat Provinsi Pemuda Pelopor Asal Sumatera Utara Tahun 2015) Nama Mahasiswa : Dini Hikmayani Nasution

Nomor Pokok : 147003032

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS)

Anggota

(Prof. Dr. H. B. Tarmizi, SU)

Ketua Program Studi, Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Robert Sibarani, MS)

Tanggal Lulus: 29 Agustus 2016

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS Anggota : Prof. Dr. H. B. Tarmizi, SU

Prof. Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Prof. Erlina, SE, M.Si, PhD, Ak Ir. Supriadi, MS

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA UTARA

(Studi Kasus : Pemenang Seleksi Tingkat Provinsi Pemuda Pelopor Asal Sumatera Utara Tahun 2015)

Dengan ini penulis menyatakan bahwa hasil tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master Sain pada program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan adalah benar merupakan karya tulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis atau adanya plagiat dalam bagian- bagiantertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi- sanksinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 24 Oktober 2016 Penulis,

Dini Hikmayani Nasution

(6)

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus : Pemenang Seleksi Tingkat

Provinsi Pemuda Pelopor Asal Sumatera Utara Tahun 2015)

ABSTRAK

Kondisi Indonesia yang terpuruk dalam banyak sisi salah satunya disebabkan oleh masih langkanya kepeloporan dalam tubuh bangsa ini.

Problematika dan permasalahan pemuda seperti tawuran, kriminalitas, penyalahgunaan Narkoba dan Zat Adiktif, minuman keras, Penyebaran HIV/AIDS, penyaluran aspirasi dan apresiasi untuk kalangan pemuda harus diatasi. Kepeloporan Pemuda diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Untuk itulah, peran strategis sebagai Kemenpora dan khususnya Dinas Pemuda dan Olah Raga sebagai penyelenggara mempunyai peranan penting. Melalui Penelitaian ini, peneliti menganalisis bagaimana efektivitas dari program kepeloporan pemuda di terhadap pengembangan wilayah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori Efektivitas program dan teori Pengembangan Wilayah. Hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam diperoleh kesimpulan bahwa Efektivitas program Pemuda Pelopor Sumatera Utara dibeberapa bagian belum berjalan baik terutama dalam sosialisasi program, pemantauan dan pengembangan program. Efektivitas bidang Kepeloporan terhadap pengembangan wilayah dalam aspek sosil dan ekonomi juga belum maksimal. Pemuda Pelopor belum sepenuhnya meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Beberapa langkah yang harus dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga dalam upaya memperbaiki program kepeloporan pemuda antara lain: redefinisi makna kepeloporan, melakukan evaluasi program, meningkatkan sosialisasi, mensinergikan program sampai ketingkat kabupaten dan kota dan menjalin kerjasama dengan instansi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang Pemuda Pelopor.

Kata kunci : Efektivitas, Pemuda Pelopor, pengembangan wilayah

(7)

ANALYSIS OF EFFECTIVENESS OF PIONEER YOUTH PROGRAM ON THE REGIONAL DEVELOPMENT (Case Study : Winner Selection Youth

pioneer province of North Sumatra 2015 )

ABSTRACT

Indonesia conditions who fall on many sides of one of them caused by scarcity still pioneering in the body of this nation. Problematic and youth problems such as fights, crime, drug abuse and addictive substances, alcohol, spread of HIV / AIDS, channeling aspiration and appreciation for youth must be addressed. Pioneering Youth are expected to contribute in addressing the issue.

For this reason, a strategic role as Kemenpora and in particular the Department of Youth and Sports as the organizer has an important role. Through this penelitaian, researchers analyzed how the effectiveness of youth pioneering program in the development of the region. The approach used in this study is a qualitative approach. The theory used is the programs' effectiveness theory and the theory of Regional Development. Results of research conducted by using in-depth interviews can be concluded that the effectiveness of the Pioneer Youth programs in some parts of North Sumatra has not gone well, especially in the socialization program, monitoring and program development. Pioneering the field of development effectiveness in the region sosil and economic aspects are also not maximized. Youth Pioneer has not fully improve the economy of the surrounding community. Some of the steps that must be undertaken by the Department of Youth and Sports in an effort to improve the program of youth pioneering among others: the redefinition of the meaning of pioneering, to evaluate the program, improving socialization, synergize the program up to the level of districts and cities and cooperating with agencies or other institutions related to the field of Youth Pioneer.

Keywords: Effectiveness, Youth Pioneer, regional development

(8)

KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan berkah-Nya atas kesehatan, kesabaran, rahmat, rezeki, hidayah dan inayahnya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Kementrian Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof.Dr.Robert Sibarani, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof.Dr.Lic.Rer.Reg Sirojuzilam SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof.Dr.Drs. Suwardi Lubis, M.S, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan member dukungan dalam penulisan tesis.

6. Bapak Prof. Drs. Hasan Basri Tarmizi, SE,SU, selaku dosen pembimbing ke II.

7. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak,CA dan Bapak Ir.Supriadi MS, selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

8. Seluruh dosen yang telah mengajar di Program Studi PWD Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Yusuf, Kak Indah dan Kak Maya, selaku bagian administrasi yang telah banyak membantu dalam mempersiapkan berkas dan surat-surat.

10. Dinas Pemuda dan Olahraga yang telah memberikan informasi untuk penelitian

11. Pemuda Pelopor Sumatera Utara Tahun 2015 dan seluruh informan yang sudah memberikan data dan informasi.

(9)

12. Fiarman, suami yang selalu mendukung dan memotovasi, memberikan bantuan moril dan materi untuk menyelesaikan penelitian.

13. Kedua orang tua Ayah Basri Alman Nasution dan Mama Usnah S.Pane, Kakak Riana Nasution, Abang Budiman Nasution dan Seluruh keluarga besar yang mendukung dan mendoakan untuk kelancaran penelitian.

14. Ketua-Ketua Organisasi yang saya ikuti Alm.Anuar Shah (Pemuda Pancasila), Abangda Said Aldi Al Idrus (BKPRMI, DMDI, HIPMI,Rempala) Kakanda Ade Rosda SE (Srikandi Pemuda Pancasila, LIRA, PAN), Abangda El Adrian Shah (KNPI Kota Medan).

15. Kawan-Kawan penerima beasiswa Kemenpora Angkatan II, Elvira Zahara, Mutiara Sari, Atika Rizkyana, Mangaraja, Alimul Hadi, Ilham Mirzaya, Said Reza, Arenda Mehaga dan lainnya.

16. Sahabat – Sahabat terbaik, Cut Maya Aprita Sari, Asti latif, Irwan Sandi, Raja Arief Hasibuan, Lola Imanda, Noni Afrianti, Chairul Amri Nasution.

17. Semua Pihak yang tidak saya sebutkan yang selalu mendukung saya dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga setiap dari kita adalah pelopor baik untuk diri sendiri, keluarga,kelompok, daerah, bangsa maupun negara.

Medan 17 Agustus 2016

Dini Hikmayani Nasution

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. i

ABSTRACT……… ii

KATA PENGHANTAR……… iv

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR GAMBAR………. viii

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN……….. x

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Rumusan Masalah ……….... 10

1.3. Tujuan Penelitian ………. 10

1.4. Manfaat Penelitian ………... 11

1.4.1 Manfaat Teoritis……… 11

1.4.2 Manfaat Praktis………. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 11

2.1 Penelitian Terdahulu ………. 12

2.2 Teori Evaluasi Program… ……… 14

2.2.1. Tes, Pengukuran, Penelitian …...………... 18

2.3 Teori tentang efektivitas……… 23

2.3.1 Pengertian Efektivitas……….. 23

2.3.2 Konsep Efektivitas Program……… 27

2.3.3 Ukuran Efektivitas Program………... 28

2.4 Defenisi Kepeloporan……… 29

2.4.1 Dasar Hukum Kepeloporan………. 32

2.4.2 Bidang Kepeloporan……… 33

2.5 Pengertian Pemuda……… 35

(11)

2.5.1 Tujuan Pemberdayaan………... 40

2.6 Pengembangan Wilayah……… 41

2.7 Kerangka Berfikir……….. 46

BAB III METODELOGI PENELITIAN……….……….. 48

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 48

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 48

3.3 Teknik Pengumpulan Data………. 50

3.4 Informan Penelitian……… 53

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data………... 54

3.6 Defenisi Operasional……….. 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 62

4.1 Pemuda Pelopor………. 63

4.1.1 Sejarah Singkat Pemuda Pelopor………... 62

4.1.2 Defenisi Kepeloporan Pemuda……….. 65

4.1.3 Visi Misi ………... 65

4.1.4 Tujuan………... 65

4.1.5 Sasaran……….. 66

4.2 Deksripsi, Persyaratan dan Kriteria Pemuda Pelopor………... 66

4.2.1 Deksripsi Bidang Kepeloporan Pemuda………... 66

4.2.2 Persyaratan Pendaftaran……… 69

4.2.3 Kriteria Pemuda Pelopor………... 70

4.3 Pelaksanaan Pemilihan Pemuda Pelopor………... 71

4.3.1 Koordinasi, Sistem dan Mekanisme………... 72

4.3.2 Pemilihan Pemuda Pelopor……….... 82

4.4 Efektivitas Program Pemuda Pelopor Tahun 2015………... 86

4.4.1 Ketepatan Sasaran Program………... 86

4.4.2 Sosialisasi Program……… 97

4.4.3 Tujuan Program……….. 103

4.4.4 Pemantauan dan Pengembangan Program……….. 107

(12)

4.5 Efektivitas Program Pemuda Pelopor Terhadap Pengembangan Wilayah... 111

4.5.1 Bidang Teknologi Tepat Guna………... 112

4.5.2 Bidang Sosial, Budaya dan Pariwisata………... 117

4.5.3 Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan………. 122

4.5.4 Bidang Pendidikan ………. 127

4.5.5 Bidang Pangan……… 132

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 138

5.1 Kesimpulan……… 138

5.2 Saran………... 139

DAFTAR PUSTAKA………. 141

LAMPIRAN……… 142

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Berfikir ………. 49

3.2 Analisis Kualitatif : Model Intraktif ……… . 58

4.1 Sistem Pemilihan Pemuda Pelopor………. 75

4.2 Mekanisme Penilaian Pemuda Pelopor………... 85

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Data Informan ……… 54

3.2 Instrumen Penelitian………... 59

3.3 Penilaian Indikator Efektivitas……… 61

4.1 Tanggung Jawab Anggaran Pemilihan Pemuda Pelopor ……… 82

4.2 Peniliaian Efektivitas Pendekatan Sasaran Program………... 95

4.3 Peniliaian Efektivitas Sosialisasi Program……….. 101

4.4 Penilian Efektivitas Tujuan Program……….. 105

4.5 Penilian Efektivitas Pemantauan dan Pengembangan Program……….. 110

4.6 Penilian Efektivitas Bidang Teknologi Tepat Guna dalam Aspek sosial. 115 4.7 Penilian Efektivitas Bidang Teknologi Tepat Guna dalam Aspek ekonomi 116 4.8 Penilian Efektivitas Bidang Sosial, Budaya dan Pariwisata Aspek sosial 120 4.9 Penilian Efektivitas Bidang Sosial, Budaya dan Pariwisata Aspek ekonomi 121 4.10 Penilaian Efektivitas Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam Sosial.. 125

4.11 Penilaian Efektivitas Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam Ekonomi 126 4.12 Penilaian Efektivitas Bidang Pendidikan Dalam Aspek Sosial………... 130

4.13 Penilaian Efektivitas Bidang Pendidikan Dalam Aspek Ekonomi…….. 131

4.14 Penilaian Efektivitas Bidang Pangan Dalam Aspek Sosial………. 135

4.15 Penilian Efektivitas Bidang Pangan Dalam Aspek Ekonomi………….. 136

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pertanyaan Wawancara Pemuda Pelopor……… 146

2. Pertanyaan Wawancara Dispora Sumatera Utara……… 149

3. Jadwal Wawancara………. 151

4. Foto-Foto Kegiatan Pemuda Pelopor………. .. 152

5. Surat Izin Penelitian dari Dispora Sumatera Utara………. 157

(16)

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMUDA PELOPOR TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus : Pemenang Seleksi Tingkat

Provinsi Pemuda Pelopor Asal Sumatera Utara Tahun 2015)

ABSTRAK

Kondisi Indonesia yang terpuruk dalam banyak sisi salah satunya disebabkan oleh masih langkanya kepeloporan dalam tubuh bangsa ini.

Problematika dan permasalahan pemuda seperti tawuran, kriminalitas, penyalahgunaan Narkoba dan Zat Adiktif, minuman keras, Penyebaran HIV/AIDS, penyaluran aspirasi dan apresiasi untuk kalangan pemuda harus diatasi. Kepeloporan Pemuda diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Untuk itulah, peran strategis sebagai Kemenpora dan khususnya Dinas Pemuda dan Olah Raga sebagai penyelenggara mempunyai peranan penting. Melalui Penelitaian ini, peneliti menganalisis bagaimana efektivitas dari program kepeloporan pemuda di terhadap pengembangan wilayah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori Efektivitas program dan teori Pengembangan Wilayah. Hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam diperoleh kesimpulan bahwa Efektivitas program Pemuda Pelopor Sumatera Utara dibeberapa bagian belum berjalan baik terutama dalam sosialisasi program, pemantauan dan pengembangan program. Efektivitas bidang Kepeloporan terhadap pengembangan wilayah dalam aspek sosil dan ekonomi juga belum maksimal. Pemuda Pelopor belum sepenuhnya meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Beberapa langkah yang harus dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga dalam upaya memperbaiki program kepeloporan pemuda antara lain: redefinisi makna kepeloporan, melakukan evaluasi program, meningkatkan sosialisasi, mensinergikan program sampai ketingkat kabupaten dan kota dan menjalin kerjasama dengan instansi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang Pemuda Pelopor.

Kata kunci : Efektivitas, Pemuda Pelopor, pengembangan wilayah

(17)

ANALYSIS OF EFFECTIVENESS OF PIONEER YOUTH PROGRAM ON THE REGIONAL DEVELOPMENT (Case Study : Winner Selection Youth

pioneer province of North Sumatra 2015 )

ABSTRACT

Indonesia conditions who fall on many sides of one of them caused by scarcity still pioneering in the body of this nation. Problematic and youth problems such as fights, crime, drug abuse and addictive substances, alcohol, spread of HIV / AIDS, channeling aspiration and appreciation for youth must be addressed. Pioneering Youth are expected to contribute in addressing the issue.

For this reason, a strategic role as Kemenpora and in particular the Department of Youth and Sports as the organizer has an important role. Through this penelitaian, researchers analyzed how the effectiveness of youth pioneering program in the development of the region. The approach used in this study is a qualitative approach. The theory used is the programs' effectiveness theory and the theory of Regional Development. Results of research conducted by using in-depth interviews can be concluded that the effectiveness of the Pioneer Youth programs in some parts of North Sumatra has not gone well, especially in the socialization program, monitoring and program development. Pioneering the field of development effectiveness in the region sosil and economic aspects are also not maximized. Youth Pioneer has not fully improve the economy of the surrounding community. Some of the steps that must be undertaken by the Department of Youth and Sports in an effort to improve the program of youth pioneering among others: the redefinition of the meaning of pioneering, to evaluate the program, improving socialization, synergize the program up to the level of districts and cities and cooperating with agencies or other institutions related to the field of Youth Pioneer.

Keywords: Effectiveness, Youth Pioneer, regional development

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang sangat cepat seperti sekarang ini menuntut sumber daya manusia mempunyai kualitas yang tinggi. Sihombing (2001) menyatakan bahwa ketersediaan sumber daya manusia khususnya pemuda yang berkualitas dan memiliki keunggulan kompetitif sangat diperlukan untuk memasuki era baru, karena setiap daerah akan berlomba untuk memantapkan keberdayaan daerahnya menuju pembangunan daerah.

Sejalan dengan semangat pembangunan daerah, dengan pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah, membuka kesempatan bagi setiap masyarakat mengisi pembangunan daerah.

Pemuda sebagai elemen penting masyarakat dalam pembangunan daerah, sudah selayaknya memaknai dan menyikapi setiap kebijakan pembangunan daerah. Disinilah pentingnya pemuda memposisikan diri dan mengambil peran- peran strategis dalam pembangunan daerah dimasa ini. Dalam jejak rekamnya, pemuda sering sekali dalam posisi sebagai pelopor pembaharuan, pelatuk perubahan sekaligus pengawal perubahan. Semangat perubahan yang menjiwai semangat desentralisasi mestinya menemukan titik yang sama dengan peran yang telah melekat dalam diri pemuda. Mengartikan peran-peran strategis yang memberi konstribusi bagi percepatan pembangunan daerah menjadi pilihan yang tidak boleh berlalu tanpa pemaknaan dari pemuda. Praktek desentralisasi yang sering sekali tidak tepat diterjemahkan oleh pemerintah daerah, perlu terus mendapat kontrol dari masyarakat. Pilihan sebagai oposisi (pengontrol kebijakan)

(19)

dalam setiap kebijakan pembangunan daerah juga merupakan pilihan strategis bagi pemuda. Selayaknya, pemuda tidak lagi hanya dalam posisi berpangku tangan atau menunggu perubahan dari pemerintah daerah untuk bersama-sama berperan mengisi pembangunan daerah. Menginisiasi dan mendorong konsep pembangunan daerah dalam era desentralisasi ini, sangat terbuka bagi pemuda.

Pemuda yang mampu membaca tanda-tanda zamannya telah berada pada pilihan penguatan kelembagaan lokal, guna mendorong kesadaran semua elemen masyarakat tuk terlibat aktif mendorong percepatan pembangunan daerah.

Akhirnya, pemuda harus menyadari bahwa, harapan dan cita-cita kemerdekaan akan kedaulatan sepenuhnya untuk rakyat, dengan semangat demokrasi oleh dan untuk rakyat, di era desentralisasi ini, ada dipundak para pemuda.

Pembangunan daerah menjadi tolak ukur negara dalam hal sumber daya manusia salah satunya dapat dilihat dari sosok pemudanya. Hal ini menunjukkan bahwa pemuda merupakan salah satu pilar yang dibutuhkan untuk membangun negara yang maju. Meskipun bukan satu satunya, keikutsertaan pemuda sebagai agen perubahan (agent of changes) dalam masyarakat dirasakan sangat strategis.

Generasi muda mempunyai peran penting sebagai seorang revolusioner sosial di tengah-tengah masyarakat karena pemuda dianggap mempunyai kemampuan yang lebih, semangat besar, daya saing yang tinggi dan daya pikir yang cepat serta fisik yang masih gesit.

Keberadaan pemuda dalam suatu negara sesungguhnya memiliki peran yang besar dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga dapat dikatakan bahwa maju mundurnya suatu negara sedikit banyak ditentukan oleh pemikiran dan kontribusi aktif dari pemuda di negara tersebut. Begitu juga dalam

(20)

pembaharuan dan pembangunan bangsa, pemuda mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis sehingga perlu dikembangkan potensi dan perannya melalui penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan sebagai bagian dari pembangunan nasional. Hal tersebut sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.

Ada beberapa alasan mengapa pemuda memiliki tanggung jawab besar dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, antara lain (Abdullah, 1974):

a. Kemurnian idealismenya;

b. Keberanian dan keterbukaannya dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan- gagasan baru;

c. Semangat pengabdiannya;

d. Spontanitas dan pengabdiannya;

e. Inovasi dan kreativitasnya;

f. Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan-gagasan baru;

g. Keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan kepribadiannya yang mandiri;

h. Masih langkanya pengalaman-pengalaman yang dapat merelevansikan pendapat, sikap, dan tindakannya dengan kenyataan yang ada.

Alasan-alasan tersebut pada dasarnya melekat pada diri pemuda yang jika dikembangkan dan dibangkitkan kesadarannya, maka pemuda dapat berperan secara alamiah dalam kepeloporan dan kepemimpinan untuk menggerakkan potensi-potensi dan sumber daya yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu

(21)

dibutuhkan sosok pemuda yang berakhlak mulia, sehat, tangguh, cerdas, mandiri, dan profesional.

Berbagai peran pemuda yang merupakan bagian dari masyarakat yang tak terlepas dari berbagai permasalahan sosial. Masa muda adalah masa peralihan yang rawan akan pengaruh negatif, baik dalam diri sendiri maupun dari luar.

Pemuda akan mudah terpengaruh dari sifat-sifat negatif. Perkembangan menuju kedewasaan pada diri pemuda pada dasarnya mengarah pada arah positif dan memerlukan perhatian, bimbingan dan arahan bagi berbagai pihak sehingga potensi positif yang dimiliki pemuda seperti bakat, kemampuan dan minat sangatlah diperlukan supaya lebih bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya upaya penanganan masalah tersebut tidak hanya sebatas tanggung jawab masyarakat semata tetapi tanggung jawab masyarakat bersama pemerintah. Huda (2009) menjelaskan secara normatif negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan warganya oleh sebab itu negara bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap warganya melalui kebijakan sosial. Intervensi pemerintah dalam hal ini adalah sebagai penyedia kebutuhan atau fasilitator dalam program-program atau kegiatan yang sifatnya meningkatkan kemampuan dan kualitas pemuda.

Pemuda merupakan bagian dari masyarakat yang menjadi sendi-sendi negara juga perlu untuk dibenahi dengan segala persoalan yang ada. Kegiatan pemberdayaan merupakan implikasi dari strategi pembangunan yang berbasis pada masyarakat, termasuk pemuda. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat (Totok dan Poerwoko, 2013). Secara sederhana, adanya kegiatan pemberdayaan adalah

(22)

bagaimana membuat individu yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya, artinya pemberdayaan memberikan suatu proses individu untuk mengembangkan kemampuannya supaya lebih berdaya atau berkemampuan. Sehingga upaya pemberdayaan sangat cocok dan potensial diberikan pada kaum muda. Dengan potensi yang dimiliki pemuda, maka pemuda perlu ikut diberdayakan agar lebih mampu dan mandiri mengembangkan dirinya dan bangsanya. Berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2009 pasal 24 dan 25 menyatakan bahwa:

pemberdayaan pemuda dilaksanakan secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, mental spiritual, pengetahuan, serta keterampilan diri dan organisasi menuju kemandirian pemuda,

Pemuda adalah seseorang yang mulai belajar memegang tanggung jawab sosialnya karena peran pemuda erat kaitannya dengan sosial. Realisasi dari kebijakan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam masyarakat berbentuk partisipan baik secara individu maupun kelompok/lembaga yang mempunyai konsentrasi kegiatan pemberdayaan pemuda dalam usaha kesejahteraan sosial di lingkungan masyarakat yang kemudian disebut sebagai pilar-pilar partisipan.

Peran strategis pemuda memang tidak dapat diabaikan, paradigma pemuda sebagai kategori sosial (social category) mengindikasikan adanya pengakuan/penghargaan terhadap potensi pemuda baik secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, pemuda Indonesia berjumlah 62.775 juta jiwa atau 27,31% dari jumlah penduduk Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Tahun 2015. Potensi kualitatif pemuda dalam aspek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dapat diakui bahwa pemuda memiliki aneka talenta yang dalam kaitannya dengan kepeloporan bela negara, kewirausahaan, teknologi tepat guna, sosial budaya serta

(23)

kelautan, terkait dengan potensi-potensi sumber daya alam dan bidang strategis di Indonesia, dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pembangunan nasional (Kemenpora, 2015).

Pemuda selalu diberdayakan karena dianggap mempunyai semangat juang yang tingga dan ide-ide kreatif, pemuda senantiasa berada pada garda terdepan sebagai pelopor dan pemimpin pada setiap babak sejarah perjuangan bangsa yang ditandai antara lain oleh Kebangkitan Nasional 1908, dan Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945. Kepeloporan dalam perspektif kepemimpinan merefleksikan suatu kekuatan (power) yang memiliki kontribusi signifikan terhadap terbentuknya kualitas, akuntabilitas masyarakat dan pemimpin itu sendiri.

Hal tersebut mengindikasikan terhadap kebutuhan campur tangan manajerial, pengakuan, penghargaan, dan pemberdayaannya.

Pemberian penghargaan untuk mengabadikan figur pemuda-pemuda pelopor secara berjenjang dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional dicetuskan pertama kali oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia pada peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-56, Tanggal 28 Oktober 1984, dan setahun kemudian pada Hari Sumpah Pemuda ke-57, Tanggal 28 Oktober 1985 pemberian anugerah penghargaan Pemuda Pelopor mulai dilaksanakan.

Melihat kondisi yang dihadapi oleh bangsa ini, Upaya mempersiapkan, membangun dan memberdayakan pemuda agar mampu berperan serta sebagai pelaku-pelaku aktif pembangunan bangsa Indonesia ternyata bukan persoalan sederhana. Upaya ini masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dan tantangan. Ironinya, berbagai permasalahan sosial yang muncul tersebut ternyata

(24)

melibatkan atau dilakukan pemuda. Pemuda merupakan bagian yang sangat penting dalam interaksi sosial kemasyarakatan sebuah bangsa, karena pemuda sebagai entitas yang mendobrak kevakuman-kevakuman sosial. Pemuda ditempatkan sebagai bagian yang sangat menentukan perkembangan sebuah masyarakat, sebuah bangsa, sebuah negara. Sehingga prestasi dan kepeloporan pemuda akan dapat ternoda oleh perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok pemuda lainnya. Fenomena ini diperburuk lagi dengan proses stigmatisasi penyakit sosial yang melunturkan kepercayaan orangtua, masyarakat, lingkungan pada kemampuan dan integritas pemuda yang sesungguhnya telah menjauhkan pemuda dari lingkungan. Problematika dan permasalahan kekinian pemuda yang kerap kali muncul di kalangan pemuda seperti tawuran dan kriminalitas, penyalahgunaan Narkoba dan Zat Adiktif Lainnya (NAZA), minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular, penyaluran aspirasi dan partisipasi, serta apresiasi terhadap kalangan pemuda.

Apabila permasalahan ini tidak memperoleh perhatian atau penanganan bijaksana, maka akan memiliki dampak yang luas dan mengganggu kesinambungan, kestabilan dalam pembangunan nasional, bahkan mungkin akan mengancam integrasi bangsa. maka kepeloporan pemuda dituntut untuk dapat melakukan terobosan-terobosan yang dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi upaya mengatasi masalah yang dihadapi. Secara lebih spesifik kepeloporan pemuda sejatinya merupakan wahana memecahkan berbagai masalah terkait dengan penguatan nation dan character building dan mengatasi masalah sosial kepemudaan lainnya. Disinilah pemuda diharapkan tampil sebagai garda terdepan untuk memberikan kontribusi efektif, kreatif dan inovatif.

(25)

Guna mendorong munculnya para pemuda yang memiliki jiwa kepeloporan maka pemerintah melalui Kementrian Pemuda dan Olahraga memberikan penghargaan kepada para pemuda yang telah menunjukkan semangat dan mengembangkan potensi diri, merintis jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah. Hal ini sebagai wujud perhatian yang tinggi pemerintah kepada pemuda yang telah menunjukkan prestasi dan kepeloporannya melalui program pemilihan Pemuda Pelopor.

Pemilihan Pemuda Pelopor tingkat nasional diselenggarakan secara berjenjang, mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional, yang puncaknya adalah pemberian penghargaan yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober. Adapun tujuan dari program pemilihan pemuda pelopor adalah:

a. Menggelorakan semangat kepeloporan dikalangan pemuda;

b. Menemukan dan mengenali pemuda yang memiliki potensi kepeloporan;

c. Mewujudkan pemuda yang berkemampuan merintis jalan, memberikan jalan keluar atas berbagai masalah;

d. Memberikan penghargaan kepada para pemuda yang dinilai telah memenuhi persyaratan dan kriteria sebagai Pemuda Pelopor Tingkat Nasional.

Pemilihan Pemuda Pelopor tahun 2015 dilakukan dengan melibatkan sebanyak mungkin partisipasi pemuda. Lingkup dan jenis kepeloporan pun diperluas dengan harapan dapat memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pemuda dan memberikan penghargaan bagi mereka yang layak menyandang predikat pemuda pelopor yang mencakup bidang kepeloporan pemuda yaitu: (1) Pendidikan; (2) Sosial, Budaya, Pariwisata dan Bela Negara; (3) Pengelolaan

(26)

Sumberdaya Alam dan Lingkungan; (4) Pengelolaan pangan dan (5) Teknologi Tepat Guna, Komunikasi dan Informasi.

Luasnya lingkup dan jenis kepeloporan pemuda menunjukkan perlu adanya sosok ataupun tokoh Pemuda Pelopor ditengah-tengah masyarakat untuk upaya mewujudkan pemuda yang mempunyai kemampuan merintis jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah. Menemukan tokoh Pemuda Pelopor masih sering terjadi kendala yaitu rendahnya minat pemuda untuk menjadi tokoh Pemuda Pelopor dan keterlibatan penyelenggaraan program Pemuda Pelopor di pemerintah kabupaten/kota masih belum bersinerji dengan tingkat provinsi, sehingga pemuda- pemuda yang berkarya dan yang mempunyai potensi tidak difasilitasi oleh daerahnya. Pemuda Pelopor yang berhasil sampai tingkat provinsi hanya berjumlah 6 orang saja, dan pengiriman pemuda pelopor di ajang nasional hanya satu orang dari daerah Sumatera Utara pada tahun 2015 yang membidangi kepeloporan bidang Teknologi Tepat Guna. Hasil yang dicapai program pemuda pelopor salah satunya adalah meningkatkan potensi kepeloporan pemuda dalam berbagai bidang berbasis isu-isu strategis dan sumber daya lokal diberbagai bidang.

Kementrian Pemuda dan Olahraga Bidang Pemberdayaan Pemuda menjadikan program kepeloporan pemuda sebagai salah satu program unggulan dalam mencetak kader bangsa yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang besar terhadap program pengembangan kepemudaan dan bahkan menjadikan program ini sebagai salah satu program prioritas. Program Kepeloporan memiliki dasar hokum yang jelas

(27)

yang tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2015, dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2011, tentang pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan.

Setelah berjalannya program ini selama 30 tahun, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pemuda dan Olah Raga dan Dinas Pemuda dan Olah Raga Sumatera Utara khususnya belum pernah melakukan evaluasi terhadap program ini dan pengembangan keberhasilan program pemuda pelopor, dilihat dari apakah sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, mengingat dana yang dikeluarkan untuk program pemuda pelopor cukup besar. Hal tersebut menunjukkan perlu dilakukannya evaluasi untuk merevitalisasi program dan peran pemuda pelopor sehingga berjalan tepat sasaran dalam membentuk pemuda yang kreatif dan berdaya saing guna mempercepat pembangunan didaerah.

I.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana efektivitas Program Pemuda Pelopor Tahun 2015?

2. Bagaimana efektivitas setiap bidang kepeloporan terhadap Pengembangan Wilayah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendekripsikan :

1. Efektivitas Program Pemuda Pelopor Tahun 2015

(28)

2. Efektivitas Bidang Kepeloporan terhadap Pengembangan Wilayah

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini

adalah:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi bagi penelitian sejenis dan memberikan informasi ilmiah terhadap kajian-kajian tentang kepemudaan, pendidikan luar sekolah dan mata kuliah yang terkait. Bagi peneliti berikutnya, dapat menjadi referensi mengenai konsep organisasi efektivitas peran kepemudaan, pemberdayaan dan kepeloporan pemuda.

1.4.2. Manfaat praktis

a) Bagi organisasi kepemudaan dapat dijadikan bahan acuan/contoh bagi organisasi kepemudaan lain dalam membangkitkan semangat dan jiwa sosialnya untuk membangun masyarakat terutama pemuda.

b) Bagi tokoh pemuda dapat mengetahui dan memahami bagaimana seharusnya peran pemuda pelopor berpartisipasi dalam dan untuk masyarakat sebagai upaya pengoptimalan potensi daerah baik sumber daya alam, manusia dan segala sumber daya yang ada.

c) Bagi instansi pemerintahan, dapat dijadikan bahan pertimbangan pengembangan/perbaikan/peningkatan peran pemuda dalam pembangunan terutama pemuda pada waktu yang akan datang.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bermanfaat untuk memberikan referensi dan gambaran hasil penelitian orang lain yang masih berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Ramdani (2014), “Pelaksanaan Program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP-3) dalam Meningkatkan Kemandirian Wirausaha Pemuda dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah”

(Studi di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta). Mengingat sudah lamanya program ini Kemenpora menyadari bahwa keberadaan program ini belum terasa cukup signifikan dampaknya bila diukur dalam aspek pengurangan kemiskinan dan peningkatan asset masyarakat. Pelaksanaan program PSP3 di wilayah Kecamatan Dlingo menghadapi berbagai kendala seperti kondisi geografis yang berbukit-bukit dan sebagian wilayah memang sulit untuk dijangkau, keterbatasan akses/sarana transportasi yang ada, faktor bahasa dan budaya karena peserta sebagian besar berasal dari luar wilayah Suku Jawa, kurangnya dukungan dari pemerintah daerah setempat, unsur pendanaan dari pengelola program.

Setiawati (2011). Dari Penelitian Implementasi program Pemberdayaan Pemuda Berbasis Tempat Ibadah (PPBTI) Masjid, yang dilaksanakan pada tahun 2008-2011 di Kendal dan Indramayu disimpukan bahwa implementasi program PPBTI telah berjalan dengan baik dan memenuhi kesesuaian implementasi program PPBTI. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal yang menunjukkan berjalannya implementasi dengan baik program pemberdayaan pemuda berbasis

(30)

tempat ibadah (Masjid) 2008-2011. Pelaksanaan PPBTI masih komitmen dalam menjalankan program meskipun respon peseta di Indramayu tidak seoptimal peserta di Kendal seluruhnya berjalan dengan baik dan tepat. Sedangkan di Indramayu berjalan tiga tahun namun di tahun pertama digantikan karena yayasan kurang baik dalam menjalankan program.

Afif (2011), “Efektivitas Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) Dalam Upaya Pemberdayaan Pemuda”. Ketidak efektivan program ini dari segi SDM yaitu kurangnya sumber daya manusia terutama dalam proses seleksi di daerah-daerah yang tidak memiliki keterwakilan sehingga perlu dilakukan perbaikan. Dalam program ini dalam hal proses seleksi terutama pada materi seleksi dan juri yang melakukan penilaian perlu diadakan perbaikan.

Hambatan lainnya yaitu kurangnya koordinasi dengan jajaran pemerintahan setempat sehingga menyulitkan peserta, terutama pada saat pelaksanaan kegiatan dan kurangnya tindak lanjut setelah program.Program PPAN perlu direvitalisasi agar berjalan lebih efektif dan dapat mencapai tujuan dari program PPAN dan perlu diperbaikinya tingkat koordinasi dengan pelaksana pada jajaran pemerintahan daerah.

Sarties, (2011). ”Efektivitas Program Pemberdayaan Pemuda Pada Organisasi Kepemudaan Al Fatih Ibadurrohman Kota Bekasi”.Efektivitas ketepatan sasaran program yang terdiri dari indikator ditujukan untuk pemuda belum bekerja dan pemuda putus sekolah diketahui tidak berjalan dengan efektif karena dalam pelaksanaannya terdapat banyak peserta yang bukan berasal dari dua sasaran tersebut. Efektivitas tujuan program yang terdiri indikator membangun jiwa kemandirian, memiliki semangat kewirausahaan, dan

(31)

menciptakan kebersamaan menunjukan nilai efektivitas cukup. Dari ketiga indikator ini, upaya Organisasi Kepemudaan Al Fatih agar para peserta memiliki semangat kewirausahaan dan menciptakan kebersamaan mendapat nilai efektivitas yang tinggi dari responden.

2.2 Teori Evaluasi Program

Evaluasi sering diartikan secara sempit dan kurang relevan, masih banyak memandang evaluasi hanya berdasarkan aktifitasnya yang penting menonjol saja.

Salah satu kesalahan yang sering terjadi, misalnya evaluasi dipandang sebagai testing, atau sekedar penilaian saja. Secara mendasar evaluasi dipandang oelh para

ahli dari segi ontology, epistimologi dan metodologi. Berikut ini beberapa evaluasi untuk dapat dijadikan acuan atau perbandingan.

Beberapa definisi evaluasi yang dikenal cukup luas antara lain adalah tiga definisi yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Negara Bagian California, Cronbach dan Suppes serta a Join Committee On Standart Of Evaluation: “evaluasi adalah proses menentukan nilai atau aktifitas suatu kegiatan

untuk tujuan pembuatan keputusan.” evaluasi adalah suatu proses dimana data yang relevan dikumpulkan dan ditransformasikan menjadi informasi bagi pembuatan keputusan”.

Evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan standar objektif yang telah ditetapkan kemudian diambil keputusan atas objek yang dievaluasi. Evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan manfaat (outcomes) suatu program yang berguna untuk proses pembuatan keputusan.

(32)

Evaluasi adalah metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektivitas suatu program.

Untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu program atau proyek mencapai sasaran dan tujuan yang direncakan, maka perlu diadakan evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja program atau proyek tersebut seperti yang diungkapkan oleh (Hikmat, 2004) bahwa evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja proyek untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja proyek. Evaluasi program adalah upaya penelitian yang dilakukan secara sistematis dan objektif dengan tujuan mengkaji proses dan hasil dari suatu kegiatan/program/kebijakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan untuk menentukan sejauh mana hasil atau nilai yang telah dicapai program.

Hal tersebut seiring dengan pendapat (Moekijat, 1981) bahwa evaluasi suatu penilaian berarti penentuan nilai. Evaluasi sangat diperlukan dalam rangka keberlanjutan (sustainability) program tersebut. Evaluasi juga dilakukan sebagai perhitungan ketepatan terhadap suatu program/kegiatan sehingga program dapat memberikan nilai investasi yang memadai, seperti yang diungkapkan (Djamin, 1933) sebagai berikut : maksud serta tujuan evaluasi proyek/program adalah untuk melakukan perhitungan perhitungan agar pilihan kita tepat dalam rangka usaha kita untuk melakukan suatu investasi modal sebab apabila perhitungan kita salah, berarti akan gagal usaha kita untuk memperbaiki tingkat hidup, ini berarti pula pengorbanan/ penghamburan terhadap sumber/faktor produksi yang memang sudah terbatas (langka).

(33)

Oleh karena itulah sebelum kita mengambil keputusan untuk melakukan investigasi terhadap suatu proyek atau program perlu dilakukan persiapan yang matang, perlu diadakan perhitungan percobaan, kemudian mengevaluasi untuk menentukan hasil dari berbagai alternatif, dengan cara membandingkan aliran biaya dengan kemanfaatan yang diharapkan dari masing-masing alternative untuk sekarang dan kemudian hari. Evaluasi adalah proses mengumpulkan dan menyajikan informasi mengenai objek evaluasi, menilainya dengan standart evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi.

Tuckman (1985) mengartikan evaluasi sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang teah ditentukan. Evaluasi biasanya ditunjukan untuk menilai sejauh mana keefektifan suatu program agar dilakukan perbaikan – perbaikan untuk meningkatkan kualitas hasil dari program tersebut. Sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Evaluasi adalah kegiatan membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana yang telah ditentukan.

Penilaian merupakan alat penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan maupun pada tingkat pelaksanaan program (Wijono, 1997). Setiap program tidak hanya sekedar dirancang dan dilaksanakan melainkan harus diukur pula sejauh mana efektivitas serta efisiensinya. Evaluasi program yang baik bagi suatu program yang akan dilaksanakan harus disusun secara bersamaan dengan penyusunan program, maksudnya adalah apabila suatu program disusun hendaknya diikuti dengan rencana untuk mengevaluasinya.

(34)

Melihat beberapa pengertian diatas tentang evaluasi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah suatu program dimulai dari implementasi sampai keluaran (output), dan dampak (impact) dari program tersebut telah sesuai dengan tujuan program bersangkutan.

Defenisi evaluasi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan. Selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi dan efektivitas program. Sasaran evaluasi adalah untuk mengetahui keberhasilan suatu program. Evaluasi mempunyai tujuan utama yaitu mengetahui berhasil tidaknya suatu program. Evaluasi ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan suatu program agar dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kualitas hasil dari program tersebut dan sejauh mana tujuannya tercapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut substansi, implementasi dan dampak (Anderson, 1975). Evaluasi kebijakan dalam hal ini dipandang sebagai suatu kegiatan yang fungsional.

Evaluasi dilakukan tidak hanya pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh kebijakan. Evaluasi meliputi perumusan masalah kebijakan, implementasi maupun dampak kebijakan. Evaluasi kebijakan dibedakan ke dalam tiga tugas yang berbeda, yaitu yang pertama menentukan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau criteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas pertama untuk

(35)

melihat suatu kebijakan publik telah mencapai tujuan dan dampak yang diinginkan atau tidak. Tugas kedua dalam evaluasi kebijakan adalah menilai suatu kebijakan berhasil atau tidak dalam meraih dampak yang diinginkan. Sedangkan tugas ketiga adalah evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara objektif program-program kebijakan yang ditujukan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan sejauh mana tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya telah dicapai. Pengetahuan menyangkut sebab kegagalan suatu kebijakan dalam meraih dampak yang diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk mengubah atau memperbaiki kebijakan di masa mendatang.

2.2.1. Tes, Pengukuran, Penilaian, Evaluasi Program

Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran dan penilaian. Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan infomasi karakteristik suatu objek.

Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi.

Respon peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.

Mardapi (2000), Pengukuran dapat didefenisikan sebagai penentapan angka dengan cara sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Dengan demikian. Esensi dari pengukuran adalah kauntifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu.

Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Guru dapat mengukur

(36)

karakteristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.

Penilaian memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. Penilaian sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan system institusi. Berdasarkan pendapat diatas disimpuklan bahwa penilaian merupakan kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.

Mardapi (2000), mengemukakan dalam pelaksanaan evaluasi terdapat tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu :

1. Penentuan focus yang akan dievaluasi;

2. Penyusunan design evaluasi 3. Pengumpulan informasi

4. Analisis dan interpretasi informasi 5. Pembuatan laporan

6. Pengelolaan evaluasi 7. Evaluasi untuk evaluasi

Berdasarkan pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi, evaluator pada tahap awal harus menentukan focus yang akan dievaluasi dan desain yang akan digunakan.

Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara implisit menekankan adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan bagaimana melaksanakan evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data, menganalisis dan membuat interpetasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan.

(37)

Selain itu, evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu

1. Menunjuk pada penggunaan metode penelitian;

2. Menekankan pada hasil suatu program;

3. Penggunaan criteria untuk menilai

4. Kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang.

Berdasarkan pendapat diatas disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeksripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program. Untuk menjelaskan lebih detail perlu dipaparkan mengenai berbagai model evaluasi program yang sering digunakan. Model-model evaluasi program tersebut diantaranya adalah:

(38)

1. Evaluasi Model Kirkpatrick, Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal denga istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) mencakup 4 level evaluasi, yaitu , reaction, learning, behavior dan result.

2. Evaluasi Reaksi (Evaluation Reaction), Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta. Program pelatihan dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta pelatihan akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut.

Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaksi dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.

3. Evaluasi Belajar (Evaluating Learning), terdapat tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program pelatihan, yaitu pengetahuan, sikap

(39)

maupun keterampilan. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program pelatihan maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan pada peserta pelatihan maka program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut : 1) pengetahuan yang telah dipelajari, 2) perubahan sikap, dan 3) keterampilan yang telah dikembangkan atau diperbaiki.

4. Evaluasi Tingkah Laku, Penilaian sikap pada evaluasi difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pelatihan dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti pelatihan juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.

Perubahan perilaku yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti pelatihan dan kembali ke tempat kerja? Bagaimana peserta dapat mentransfer pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh selama pelatihan untuk diimplementasikan di tempat kerjanya? Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah

(40)

kembali ke tempat kerja maka evaluasi ini disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan.

5. Evaluasi Hasil, Evaluasi hasil ini difokuskan pada hasil akhir yang terjadi karena peserta mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kualitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan pergantian dan kenaikan keuntungan.

Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun tim kerja yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap dampak program. Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level sebelumnya.

2.3 Teori Tentang Efektivitas 2.3.1 Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayaningrat (1994) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” Sedangkan Georgopolous dan Tannembaum

(41)

(1985), mengemukakan: “Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan mesalah sasaran maupun tujuan.” Selanjutnya Steers (1985) mengemukakan bahwa:

“Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”. Transformasi Pelayanan Publik mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”

(Kurniawan, 2005).

Dari beberapa pendapat mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan

(42)

pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

Menurut Subagyo (2000) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi karena dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendaki, maka pekerjaan orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki sebelumnya (Gie, 1997). Adapun pengertian efektivitas menurut Hadayaningrat sebagai berikut: “ Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (Handayaningrat, 1995).

Efektivitas merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

Menurut Gibson (1994), efektivitas dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

a) Efektivitas individu, merupakan tingkatan efektivitas yang paling dasar yang menekankan pada hasil karya individu atau anggota tertentu dari organisasi.

b) Efektivitas kelompok yang lebih menekankan jumlah kontribusi dari semua anggotanya.

(43)

c) Efektivitas organisasi, yang merupakan gabungan dari efektivitas individu dan efektivitas kelompok yang secara sinergis mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatnya.

Sementara itu Robbins (1994) menyatakan bahwa efektivitas dapat diukur dengan tiga pendekatan, yaitu :

a) Pendekatan tujuan, dengan anggapan bahwa tujuan merupakan ukuran efektivitas organisasi.

b) Pendekatan sistem, dengan anggapan bahwa kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi bergantung pada kemampuannya menghasilkan produksi barang dan jasa yang dibutuhkan lingkungannya. Pendekatan sistem ini lebih bersifat makro karena efektivitas mencakup baik aspek organisasi maupun aspek lingkungannya.

c) Pendekatan konstituasi-strategis, yang didasari pada berbagai pihak yang berkepentingan dalam kinerja.

Menurut Gibson (1994) ukuran efektivitas organisasi dapat dilihat dari perspektif waktu yang dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :

a) Jangka pendek, yaitu ukuran kegiatan kurang atau sama dengan satu tahun yang mencakup kuantitas dan kualitas produksi yang dikonsumsi pelanggan, efisiensi penggunaan sumber organisasi, serta kepuasan karyawan organisasi. b) Jangka menengah, yaitu ukuran kegiatan organisasi selama 5 (lima) tahun

yang meliputi kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan internal dan eksternal, serta kemampuan memperbesar kapasitas untuk berkembang.

(44)

c) Jangka panjang, yaitu memiliki jangka waktu yang tidak terbatas dalam hal bertahan hidup dan berkembang.

2.3.2 Konsep Efektivitas Program

Penilaian terhadap tingkat kesesuaian program merupakan salah satu cara untuk mengukur efektivitas program. Pendapat peserta program dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan efektivitas program. Hal tersebut dinyatakan oleh Cascio (1995) bahwa evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan dapat dilakukan, diantaranya melalui reaksi peserta terhadap program yang diikuti.

Bermanfaatkah dan puaskah peserta pelatihan terhadap program pelatihan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur reaksi peserta terhadap program pelatihan (Tulus,1996).

Budiani (2007) menyatakan bahwa untuk mengukur efektivitas suatu program dapat dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel sebagai berikut :

a) Ketepatan sasaran program, yaitu sejauhmana peserta program tepat dengan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya.

b) Sosialisasi program, yaitu kemampuan penyelenggara program dalam melakukan sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran peserta program pada khususnya.

c) Tujuan program, yaitu sejauhmana kesesuaian antara hasil pelaksanaan program dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

d) Pemantauan program, yaitu kegiatan yang dilakukan setelah dilaksanakannya program sebagai bentuk perhatian kepada peserta program.

(45)

Sementara Kurniawan (2005) mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai; 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan; 3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap;

4. Perencanaan yang matang; 5. Penyusunan program yang tepat; 6. Tersedianya sarana dan prasarana; 7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.

2.3.3. Ukuran Efektivitas

Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan (Siagian, 2001).

Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978), yaitu: a) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai. b) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-

(46)

sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. c) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuantujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. d) Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

e) Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. f) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi. g) Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya. h) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani dan Lubis (1987), yakni: 1). Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2). Pendekatan proses (process approach) adalah untuk

(47)

melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. 3). Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Selanjutnya Strees dalam Tangkilisan (2005) mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: 1). Produktivitas; 2). Kemampuan adaptasi kerja; 3). Kepuasan kerja; 4). Kemampuan berlaba; 5). Pencarian sumber daya. Sedangkan Steers (1985) dalam bukunya “Efektrivitas Organisasi” mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut: 1). Pencapaian Tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: Kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkrit. 2). Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi. 3. Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja.

2.4. Definisi Kepeloporan

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyamakan pelopor dengan kata“pionir”, artinya “yang berjalan di depan/ terdahulu”, atau “perintis” dan pembuka jalan. Pelopor berarti bahwa mereka mesti berjalan di depan atau membukakan jalan bagi para klien (dalam konteks ini pemuda yang diberdayakan)

(48)

untuk mencapai model kepemimpinan yang diinginkan. Sikap kepeloporan seseorang dapat dirujuk pada pengertian leksikal bahwa pelopor adalah “pasukan perintis (yang terdepan) gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang mungkin dialami” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).

Dalam UU No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan tertulis dalam pasal 1 ayat 9 bahwa dalam pengembangan kepeloporan pemuda adalah kegiatan yang mengembangkan potensi dalam merintis jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan, dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah dan dalam pasal 29 ayat 1 tertulis bahwa pengembangan kepeloporan pemuda dilaksanakan untuk mendorong kreativitas, inovasi, keberanian melakukan terobosan, dan kecepatan mengambil keputusan sesuai dengan arah pembangunan nasional. Selanjutnya dalam pasal 29 ayat 4 tertulis bahwa pengembangan kepeloporan pemuda dilaksanakan sesuai dengan karakteristik/ ciri khas daerah. Dalam buku panduan program pemilihan pemuda pelopor, kepeloporan adalah akumuasi semangat, sikap dan kesukarelawanan yang dilandasi kesadaran diri atas tanggung jawab sosial untuk menciptakan sesuatu dan atau mengubah gagasan menjadi suatu karya nyata yang dilaksanakan secara konsisiten, gigih dan diakui oleh masyarakat luas karena mampu memberikan nilai tambah pada sendi sendi kehidupan masyarakat. Kepeloporan dalam perspektif kepemimpinan merefleksikan suatu kekuatan (power) yang memiliki kontribusi signifikan terhadap terbentuknya kualitas dan akuntabilitas pemimpin itu sendiri.

Kepeloporan dapat digolongkan menjadi beberapa bidang, yaitu sebagai berikut:

1. Pendidikan

2. Sosial, Budaya, Pariwisata dan Bela Negara

(49)

3. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 4. Pangan

5. Teknologi Tepat Guna, Komunikasi dan Informasi.

2.4.1 Dasar Hukum Kepeloporan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan;

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010, tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I;

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2010, tentang Rencana Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) 2010 -2015;

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2011, tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan;

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009, tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II;

7. Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor : 193 Tahun 2010, tentang Organisasidan Tata Kerja Kementerian Pemuda dan Olahraga.

(50)

2.4.2 Bidang – Bidang Kepeloporan

Adapun bidang dalam kepeloporan adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan

Kepeloporan bidang pendidikan merupakan upaya nyata pemuda yang secara nyata menghasilkan karya-karya kepeloporan pendidikan meliputi: inovasi, metodologi dan model pembelajaran, media dan alat bantu pembelajaran, teknologi pembelajaran, pengembangan dan pengelolaan pendidikan secara swadaya baik formal maupun non formal. Sub-sub bidang pendidikan tersebut merupakan fenomena atas tindakan kepeloporan pemuda yang secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan diapresiasi oleh berbagai pihak dan pemerintah daerah setempat sebagai kepeloporan di bidang pendidikan.

2. Sosial, Budaya, Pariwisata dan Bela Negara

Kepeloporan bidang sosial, budaya, pariwisata dan bela negara merupakan prakarsa pemuda yang secara riil menghasilkan karya nyata rumpun-rumpun bidang yang mencakup: (1) Sosial: Penanggulangan bencana, pelayanan kesejahteraan sosial, tindakan kesukarelawanan dan prakarsa kemanusiaan lainnya, (2) Budaya : berupa pemusik, penari perupa dan pemeranan dengan mengutamajan karakteristik dan kearifan lokal untuk memelihara kebhinekaan dan mengharumkan budaya bangsa; (3) Pariwisata: Potensi suatu wilayah atau daerah yang dimanfaatkan oleh masyarakat dengan mengutamakan potensi sumberdaya alam sebagai daya tarik pariwisata tingkat nasional maupun internasional. Karya kepeloporan pariwisata tersebut akan berdampak

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir  Pemuda Pelopor Tahun 2015
Tabel 3.1 Data Informan
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian Efektivitas Program  SASARAN PROGRAM
Tabel 3.3 Penilaian Indikator Efektivitas  Contoh Penilian Efektivitas Untuk 3 Indikator
+7

Referensi

Dokumen terkait

 dapat menggunakan kaedah yang betul untuk mengukur masa dengan menggunakan jam randik1.

Beberapa diataranya cukup baik untuk dipelajari misalnya, mineralisasi timah, logam langka dan logam dasar pada batuan granit di Sososrtolong dan Way Pubian, mineralisasi emas

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek antiplatelet pada madu dan propolis serta mengetahui perbandingan efektivitas antara aspirin dengan madu dan

Pembukaan Penaw aran tidak dilaksanakan, karena jum lah pesert a yang m em asukan dokumen penaw aran kurang dari 3 (tiga) pesert a. Demikian pem beritahuan ini disam

Surat Keputusan MENINVES/ Ketua BKPM (Badan Kordinasi Penanaman Modal) Nomor 15/SK/1993 tentang Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman

d. Menguasai dan memahami Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan produk hukum lainnya serta daerah binaan yang dijadikan sasaran sebelum dilakukan pembinaan...

TERLIHAT TIDAK MEMILIKI USAHA CUKUP UNTUK MEMPELAJARI TOPIK YANG DIPRESENTASIKAN..

A Efek utang yang beresiko investasi rendah dan memiliki kemampuan dukungan obligor yang kuat dibanding entitas Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban financialnya sesuai