PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN SELF REGULATED LEARNING MELALUI
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DI SDIT NURUL ’ILMI PERCUT SEI TUAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
HIJRAH HIDAYAH NASUTION NIM : 809725009
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN SELF REGULATED LEARNING MELALUI
PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DI SDIT NURUL ’ILMI PERCUT SEI TUAN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
HIJRAH HIDAYAH NASUTION NIM : 809725009
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
HIJRAH HIDAYAH NASUTION. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Regulated Learning Melalui Pendekatan Matematika Realistik di SDIT Nurul ‘Ilmi Percut Sei Tuan. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan Pendekatan Matematika Realistik dengan siswa yang menggunkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional, (2) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis, (3) Apakah terdapat perbedaan peningkatan self-regulated learning siswa antara yang pembelajarannya dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik dan Pendekatan konvensional, (4) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan self-regulated learning, Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen, (5) Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat oleh siswa pada masing-masing pembelajaran. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SDIT Nurul ‘Ilmi yang memiliki rombongan belajar 2 kelas. Kelas eksperimen diberi pendekatan matematika realistik, sedangkan kelas kontrol diberi pendekatan konvensional. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis, dan tes self-regulated learning. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,86 dan 0,88 berturut-turut untuk kemampuan komunikasi matematis, angket self-regulated learning. Analisis data dilakukan dengan menggunakan ANOVA Dua Jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan self-regulated learning siswa yang menggunakan pendekatan matematika realistik dengan siswa yang menggunkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Disamping itu, tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan Self-Regulated Learning. Proses penyelesaian masalah siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan matematika realistik lebih lengkap berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Disarankan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis pada saat pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa diberi kesempatan untuk mengerjakannya secara mandiri terlebih dahulu sehingga dibekali aspek Self-Regulated Learning dengan jelas dan juga akan terbentuk Self-Regulated Learning bagi perluasan wawasan keilmuan.
ii
ABSTRACT
HIJRAH HIDAYAH NASUTION. Increasing the communication of mathematics and Self-Regulated Learning through the Realistic Mathematics Approach In Primary Islamic Full Day School Nurul ‘Ilmi Percut Sei Tuan. 2013
This study aimed to determine: (1) Is the difference increasing mathematics communication abilty of students who obtained a realistic realistic approach than students who received conventional approach, (2) Is there any interaction between teaching approach and early math skills to increase mathematical communication abilities, (3) Is the difference increasing self-regulated learning of students who obtained a realistic mathematics approach than students who received conventional approach, Student’s response for learning with mathematics realistic (4) Is there any interaction between teaching approaches and early math skills to increase self-regulated learning, (5) form of communication abilities processes of students in each learning. The population of this research is of fourth grade of Primary School at Percut Sei Tuan that have learning 2 group. Class experiment treated realistic mathematics approach and control class were treated conventional approach. The instrument used consisted of: the beginning ability mathematics test, a test of mathematics communications ability, test of self-regulated learning. Those instruments have been declared eligible content validity, and reliability coefficient of 0,86 dan 0,88 for mathematics communications ability and self-regulated learning. The analyse data is done with using ANOVA two ways. The research findings the mathematical communication abilities and self-regulated learning of students receiving learning process using realistic mathematics approach is better than conventional. Communication abilities process of students learning with a more complete mathematical approach based on realistic indicators of problem solving and communication skills of mathematics than students who use usual learning. There is no interaction between teaching approaches and early math skills to improve communication ability and self-regulated learning suggest to other researchers to conduct similar research while at realistic mathematics learning approach to see mathematical communication skills students are given the opportunity to work independently in advance so equipped aspect of Regulated Learning with clear and will also form the Self-Regulated Learning for broadening scholarly.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji serta syukur penulis sampaikan
ke hadirat Allah SWT yang Maha Mengetahui segalanya. Atas rahmat dan
hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini yang tak lepas dari segala kekurangan dan keterbatsan. Dalam
proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya
menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud
dalam motivasi dari beberapa pihak, sehingga keterbatsan dan kekurangan dapat
teratasi dengan baik.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang telah berjasa,
yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd., MA., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing I.
Dengan sifat kebijaksanaannya dan ketelitiannya senantiasa meluangkan
waktu untuk membimbing dan memotivasi serta perhatiannya yang senantiasa
memotivasi penulis mulai awal penyusunan sampai tesis ini selesai.
2. Bapak Dr. Hasratuddin Siregar, M.Pd, selaku pembimbing II dan sekaligus
sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika UNIMED, yang penuh
dengan kesabaran dan sifat kebijaksanaan telah berkenan memberikan
bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis dari proses awal penulisan
hingga selesai. Dengan sifatnya yang kritis telah berhasil membentuk
wawasan berpikir penulis dalam menyikapi dan mengatasi berbagai
iv
3. .Bapak Dr. Edy Saputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana UNIMED dan narasumber yang telah memberikan
saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih
baik serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi
Pendidikan Matematika.
4. Ibu Dra. Ida Karnasih Saragih, M.Pd, M.Sc., Ed., Ph.D dan Dr. Kms.
Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan
saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih
baik.
5. Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana
UNIMED.
6. Bapak Syarifuddin, M.Sc, Ph.D selaku Asisten Direktur I Program
Pascasarjana UNIMED.
7. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana UNIMED.
8. Bapak Domex, SS selaku Kepala SDIT Nurul ‘Ilmi yang telah memberikan
kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, beserta
teman-teman seperjuanagan dalam mencedaskan anak bangsa Kak Ummul,
Julia, Kak Rahmi, Kak Ana, Alwin, Jaka, Tuti dll yang telah memberikan
doa, motivasi, bantuan, kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian
9. Teristimewa Ayahanda Drs. H. Abdul Azis Nasution dan Ibunda Dra.H.
Matlaal Helmi sebagai motivator terkuat dan terhebat yang dengan kasih
v
termotivasi. Kakakku Dahriatunnal, A.Md dan Adik M. Farid Wajdi
Nasution, A.Md yang memberikan perhatian yang begitu besar untuk
kelanjutan penulisan tesis ini.
10. Seluruh kerabat, sahabat seperjuangan (Sahfridla, M.Pd, Kak Hamni
Fadlillah, S.Pd, kak Husna Rahmi, S. Pd, Irmayanti S.Si, Machrani A.P. S.Si,
Pak Suwito Setiadi, S.Pd, dll) yang telah memberikan dorongan, semangat,
serta bantuan lainnya yang tak ternilai harganya kepada penulis.
Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta
saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika.
Mungkin masih terdapat kekurangan/kelemahan dalam penyusunan tesis ini,
untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus
dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Maret 2013 Penulis
vi
2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 23
2.1.2 Self-Regulated learning ... 27
2.1.3 Pendekatan Matematika Realistik ... 27
2.1.4 Pendekatan Konvensional ... 36
2.1.5 Perbedaan PMR dan Konvensional ... 50
3.3 Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 62
3.4 Desain Penelitian ... 62
3.5 Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 65
1 Tes Kemampuan Matematika (KAM) ... 65
2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 66
3Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 67
3.6 Uji Coba Instrumen ... 68
3.7 Skenario Pembelajaran ... 74
3.8 Prosedur Penelitian ... 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 81
vii
4.1.3 Deskripsi Self-Regulated Learning ... 94
4.1.4 Analisis Proses Penyelesaian Masalah ... 102
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 120
4.2.1 Faktor Pendekatanm Pembelajaran ... 120
4.2.2 Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 121
4.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 122
4.2.4 Self-regulated learning ... 125
4.2.5 Proses Jawaban Siswa ... 127
4.3 Kelemahan Penelitian ... 134
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 135
5.2 Saran ... 137
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa ... 22 Tabel 2.1 Kegiatan Inti Pendekatan Matematika Realistik ... 46 Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas,Terikat dan Kontrol ... 64 Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Self-Regulated Learning ... 67 Tabel 3.3 Hasil perhitungan Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Butir Tes Komunikasi Matematis ... 72 Tabel 3.4 Hasil perhitungan Validitas, Reliabilitas Ts Self-Regulated Learning ... 73 Tabel 3.5 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan dalam Analisis Data Kuantitatif ... 77 Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 81 Tabel 4.2 Hasil perhitungan Rearata dan Simpangan Baku Skor KAM .... 82 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Distribusi KAM ... 83 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Varians Kelompok Data
ix
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Komunikasi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah 26 Gambar 2.2 Konsep Matematisasi ... 38 Gambar 4.1 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 86 Gambar 4.2 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan KAM Siswa ... 86 Gambar 4.3 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM Siswa ... 87 Gambar 4.4 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan KAM Siswa dan Pendekatan Pembelajaran ... 87 Gambar 4.5 Interaksi antara Faktor Pendekatan dengan Faktor Kemampuan Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 93 Gambar 4.6 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 94 Gambar 4.7 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan KAM Siswa 95 Gambar 4.8 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM Siswa ... 95 Gambar 4.9 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan KAM Siswa dan Pendekatan Pembelajaran ... 96 Gambar 4.10 Interaksi antara Faktor Pendekatan dengan Faktor Kemampuan Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Self-Regulated Learning ... 101 Gambar 4.11 Rata-rata Pretes Setiap Butir Item Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa yang diberi PMR dan PMK ... 103 Gambar 4.12 Rata-rata Postes Setiap Butir Item Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa yang diberi PMR dan PMK ... 104 Gambar 4.13 Rata-rata Gain Setiap Butir Item Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa yang diberi PMR dan PMK ... 104 Gambar 4.14 Rata-rata Butir Soal Nomor 1 Berdasarkan Item Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 106 Gambar 4.15 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis
Nomor 1 Kelompok PMR dan PMK ... 107 Gambar 4.16 Rata-rata Butir Soal Nomor 2 Berdasarkan Item Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 109 Gambar 4.17 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis
Nomor 2 Kelompok PMR dan PMK ... 110 Gambar 4.19 Rata-rata Butir Soal Nomor 3 Berdasarkan Item Kemampuan
xi
Gambar 4.20 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis Nomor 3 Kelompok PMR dan PMK ... 113 Gambar 4.21 Rata-rata Butir Soal Nomor 4 bBerdasarkan Item Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 115 Gambar 4.22 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis
Nomor 4 Kelompok PMR dan PMK ... 116 Gambar 4.23 Rata-rata Butir Soal Nomor 5 Berdasarkan Item Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 118 Gambar 4.24 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis
xii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
RPP Kelas Eksperimen ... 143
Lembar Aktivitas Siswa ... 226
Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 251
RPP Kelas Kontrol ... 276
LAMPIRAN 2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal ... 311
Tes Kemampuan Awal ... 312
Kunci Jawaban Tes Kemampuan Awal ... 324
Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 325
Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 326
Kisi-Kisi Tes Self-Regulated Learning ... 332
Tes Self-Regulated Learning ... 333
LAMPIRAN 3 Hasil validasi RPP Kelas Eksperimen ... 338
Hasil validasi Lembar Aktivitas Siswa ... 339
Hasil validasi Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 340
Hasil validasi RPP Kelas Kontrol ... 341
Hasil validasi Perangkat Pembelajaran ... 342
Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 344
Hasil Validasi Tes Angket Self-Regulated Learning ... 345
xiii
Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes kemampuan Komunikasi Matematis dengan SPSS 11 for windows ... 349
Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas, daya Beda dan Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Komunikasi Matematis dengan Menggunakan Microsoft Office Excell 2007 ... 351
Proses Perhitungan Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dengan Menggunakan Kalkulator... 355
Data Nilai Self Regulated Learning………...366
Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Self Regulated Learning dengan Menggunakan Menggunakan SPSS 11 for Windows……….
Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Self Regulated Learning dengan Menggunakan Microsoft Office Excel 2007……….
LAMPIRAN 5
Data Nilai Tes KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...368
Hasil Uji Tes KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...370
Data Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelompok PMR dan PMK37
Hasil Uji Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis...379
Data Nilai Self-Regulated Learning Kelompok PMR dan PMK……….384
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang MasalahMatematika memegang peranan yang sangat vital dalam kehidupan
sehari-hari, berbagai bentuk simbol digunakan untuk membantu perhitungan, pengukuran,
penilaian, dan peramalan, walaupun peradaban manusia berubah dengan pesat,
namun bidang matematika terus relevan karena matematika merupakan subjek yang
sangat penting dialam sistem pendidikan diseluruh negara di dunia ini (Drajat:2007).
Hal ini senada dengan pendapat Sriyanto (2007) yang menyatakan:
”Banyak yang telah disumbangkan matematika bagi perkembangan peradaban manusia. Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas dari peranan matematika. Boleh dikatakan landasan utama sains dan teknologi adalah matematika.”
Impian Indonesia menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
semakin jauh dari kenyataan, kendala utamanya karena rendahnya penguasaan
matematika sebagian besar siswa. berdasarkan hasil tes berstandar internasional yaitu
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) survey tahun 2007
yang dilakukan empat tahun sekali ini mengukur pencapaian matematika siswa
berada pada tingkat ke-36 dari 38 negara, jauh dibawah Malaysia dan Thailand.
Penguasaan terhadap matematika merupakan keharusan, apalagi di era globalisasi
sekarang ini, dengan belajar matematika orang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis, logis, dan kreatif yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari.
2
Matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai Sekolah Dasar
hingga Menengah dan bahkan juga di perguruan tinggi, di karenakan pendidikan
merupakan salah satu hal yang penting untuk menentukan maju mundurnya suatu
bangsa, maka untuk menghasilkan Sumber Daya Manusi (SDM) sebagai subjek
dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri.
Pelajaran matematika, khususnya di Indonesia masih banyak ditakuti atau tidak
disukai oleh siswa, mungkin siswa tidak merasa cocok dengan suasana belajar
dikelas, sehingga dia tidak antusius dalam mengikuti pelajaran.
Kesalahan umum yang terjadi di dalam pembelajaran matematika adalah
adanya anggapan bahwa apa yang diterangkan dan diucapkan oleh guru yang bersifat
abstrak dapat dengan mudah dimengerti siswa, guru matematika sering ”under
estimate” terhadap kemampuan siswa yang pada umumnya mereka beranggapan
bahwa siswa baru akan memahami suatu konsep matematika setelah diterangkan
dipapan tulis, kondisi ini mendorong terciptanya pembelajaran matematika yang
konvensional, guru aktif sedangkan peserta didik pasif, pembelajaran berpusat pada
guru, guru mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa, pemahaman peserta didik
cenderung bersifat instrumental, pembelajaran bersifat mekanistik, peserta didik diam
secara fisik dan penuh konsentrasi memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru.
Kondisi ini melahirkan anggapan bagi peserta didik bahwa belajar matematika
tidak lebih dari sekedar mengingat kemudian melupakan fakta dan konsep.
Pembelajaran matematika selama ini lebih diinspirasi oleh sebuah pandangan
absolute yang memandang matematika sebagai produk atau sesuatu yang siap pakai,
3
”mencekoki” peserta didik dengan konsep-konsep atau prosedur-prosedur
matematika, memberikan contoh lalu siswa mengerjakan latihan, tidak mengkaitkan
dengan kehidupan sehari-hari siswa, tidak mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau
dimanfaatkan (Sembiring: 2004).
Padahal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belajar
merupakan kegiatan aktif peserta didik dalam membangun makna atau pemahaman
terhadap suatu konsep, KTSP ini adalah kegiatan pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik, mengembangkan kreativitas, kontekstual, menantang dan
menyenangkan, menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan belajar melalui
berbuat bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya
yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu,arti dari sesuatu, dan hubungan
dari apa yang mereka pelajari (Supinah, 2008).
Terutama pada jenjang Sekolah Dasar, hendaknya matematika diajarkan
dengan pembelajaran yang terkait dengan dunia nyata sehingga memudahkan siswa
untuk menyenangi matematika, hingga pada jenjang abstraknya nanti pada kelas
menengah, keabstrakkan itu memiliki dasar pijakan yang kuat untuk dipahami. Hal
ini senanda dengan (Zubaidah, 2007) yang menyatakan rasa takut siswa yang
berlebihan terhadap matematika (fobia matematika) disebabkan oleh : penekanan
berlebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan berhitung,
pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar mengajar matematika,
4
Pada Kurikulum 2006, salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang
diharapkan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi
matematis. Sebagaimana National Council Of Teachers of Mathematics atau NCTM
(dalam Ansari, 2009) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematik perlu
dibangun pada diri siswa agar dapat: 1) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis,
gambar, grafik, dan secara aljabar; 2) merefleksikan dan mengklarifikasi dalam
berfikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi; 3)
mengembangkan penanaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peran
defenisi-defenisi dalam matematika; 4) menggunakan keterampilan membaca,
mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dalam mengevaluasi gagasan
matematik; 5) mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang
meyakinkan; 6) memahami nilai dari notasi.
Dari uraian diatas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
sangat diperlukan. Hal ini disebabkan banyak persoalan matematika dalam kehidupan
sehari-hari yang menuntut siswa agar memberikan informasi yang padat, singkat, dan
akurat melalui nilai-nilai yang dibahasakan, karena dengan mengkomunikasikan
gagasan melalui bahasa matematika lebih praktis, mudah dan efisien. Sebagai contoh:
5
Persoalan di atas dapat disajikan secara praktis, mudah dan efisien agar lebih
mudah dibaca dengan menggunakan tabel, diagram atau grafik, seperti yang disajikan
di bawah ini:
Bulan Keuntungan (dalam jutaan rupiah) Supermarket A Supermarket B
Selain pentingnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam
pembelajaran, perlu juga mengembangkan self-Regulated Learning (SRL) siswa. Hal
ini berkaitan dengan karakteristik dan tujuan mempelajari matematika. Menurut
Sumarmo (2004) matematika mempunyai arti yang beragam, bergantung kepada
6
Sebagai suatu kegiatan manusia dan merupakan proses yang aktif, dinamik, dan
generatif; 2) Sebagai ilmu yang menekankan proses deduktif, penalaran logis dan
aksiomatik, memuat proses induktif penyusunan konjektur, model matematika,
analogi, dan generalisasi; 3) Sebagai ilmu yang terstruktur dan sistimatis; 4) Sebagai
ilmu bantu dalam ilmu lain/ kehidupan sehari-hari; 5) Sebagai ilmu yang memiliki
bahasa simbol yang efisien, sifat keteraturan yang indah, kemampuan analisis
kuantitatif; 6) Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis, serta
sikap yang terbuka dan obyektif.
Sebagai implikasi dari hakekat matematika yang telah diutarakan, lebih lanjut
Sumarmo (2004) menyatakan bahwa pembelajaran matematika diarahkan untuk
mengembangkan (1) kemampuan berfikir matematis yang meliputi: pemahaman,
pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematis; (2) kemampuan
berfikir kritis, serta sikap yang terbuka dan obyektif, serta (3) disposisi matematis
atau kebiasaan, dan sikap belajar berkualitas yang tinggi Kebiasaan dan sikap belajar
yang dimaksud antara lain terlukis pada karakteristik utama SRL yaitu: (1)
Menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan; dan merancang
program belajar (2) Memilih dan menerapkan strategi belajar; (3) Memantau dan
mengevaluasi diri apakah strategi telah dilaksanakan dengan benar, memeriksa hasil
(proses dan produk), serta merefleksi untuk memperoleh umpan balik (Sumarmo,
2004)
Berdasarkan uraian tentang hakekat dan tujuan mempelajari matematika di
atas menunjukkan bahwa pengembangan SRL sangat diperlukan oleh individu yang
7
individu menghadapi tugas-tugas, ia dihadapkan pada sumber informasi yang
melimpah (sangat banyak) yang mungkin relevan atau yang tidak relevan dengan
kebutuhan dan tujuan.individu yang bersangkutan. Pada kondisi seperti itu individu
tersebut harus memiliki inisiatif sendiri dan motivasi intrinsik, menganalisis
kebutuhan dan merumuskan tujuan, memilih dan menerapkan strategi penyelesaian
masalah, menseleksi sumber yang relevan, serta mengevaluasi diri (memberi respons
positif atau negatif dan umpan balik) terhadap penampilannya.
Perlunya pengembangan SRL pada individu yang belajar matematika juga
didukung oleh beberapa temuan hasil penelitian antara lain adalah: individu yang
memiliki SRL yang tinggi cenderung belajar lebih baik, mampu memantau,
mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam
menyelesaikan tugasnya; mengatur belajar dan waktu secara efisien, dan memperoleh
skor yang tinggi dalam sains (Hargis dalam Sumarmo, 2004).
Berdasarkan uraian-uraian yang telah diutarakan di atas, menunjukkan bahwa
pentingnya kemampuan komunikasi matematis dan self regulated learning dalam
pembelajaran matematika yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Nah, sekarang pertanyaannya adalah bagaimana tingkat kemampuan
komunikasi matematis dan self regulated learning siswa? Salah satu kasus yang
dipaparkan oleh TIMSS 2003 (Wardhani dan Rumiati, 2011) dalam memberikan
masalah yang menuntut kemampuan komunikasi matematis, yakni menyajikan data
dalam bentuk diagram garis menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi
8
Pada persoalan yang disajikan oleh TIMSS tahun 2003 tersebut sebanyak
9,2% siswa Indonesia menjawab A, 70,2% menjawab B, 10,5% menjawab C, dan
10,1%. Sekitar 70% siswa dapat menjawab soal tersebut dengan benar. Ini
menandakan bahwa mereka mampu menerjemahkan data numerik ke dalam bentuk
grafik yang sesuai. Sementara pada TIMSS 2007, persentase siswa yang menjawab
benar justru berkurang, menjadi hanya 66%. Situasi ini perlu dicermati, agar pada
penilaian internasional yang akan datang, persentase siswa yang menjawab benar
9
Hasil lainnya yang menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi
matematis siswa berdasarkan hasil pengalaman peneliti sendiri ketika memberikan
soal di kelas IV SDIT Nurul „Ilmi, yakni sebagai berikut:
Upah seorang karyawan sebuah pabrik Rp.20.000,- per hari, jika ia mendapat kenaikan upah kali upah semula setiap bulan, berapakah kenaikan upah karyawan pabrik sekarang?
Pada soal tersebut, banyak siswa yang mengalami kesulitan. Kesulitan yang
dialami siswa diantaranya kurang mampu memahami soal, siswa hanya mengalikan
langsung antara bilangan pecahan dengan upah karyawan tanpa mengalikan dengan
30 hari, kemudian siswa juga masih ada yang kesulitan dalam mengalikan bentuk
pecahan sederhana apalagi menyelesaikannya dengan benar.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis yang diutarakan pada paragraf
diatas merupakan hal yang wajar. Salah satu faktor penyebab hal ini adalah faktor
pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru masih menggunakan pendekatan
konvensional. Pada pendekatan ini guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai
objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita dunia yang
diajarkan kepada mereka. Pada proses pembelajaran berlangsung guru tidak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan, ide
sesuai dengan taraf kemampuannya dalam menemukan sebuah aturan dalam materi
10
guru senantiasa menuntut siswa untuk mengikuti aturan-aturan, prosedur dalam
menyelesaikan soal yang diberikan. Sebagaimana Saragih (2007) mengatakan:
Aktivitas pembelajaran konvensional mengakibatkan terjadinya proses penghapalan konsep atau prosedur, pemahaman konsep matematika rendah, tidak dapat menggunakannya jika diberikan permasalahan yang agak kompleks, siswa menjadi robot yang harus mengikuti aturan atau prosedur yang berlaku sehingga terjadilah pembelajaran mekanistik, akibatnya pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terjadi. Tidak heran belajar dengan cara menghafal tersebut tingkat kemampuan kognitif anak yang terbentuk hanya pada tataran tingkat yang rendah.
Pada proses pembelajaran dengan menggunakan konvensional, tidak hanya
menimbulkan rendahnya kemampuan komunikasi matematis tetapi rendahnya self
regulated learning siswa. Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran ini, guru
tidak menuntut siswa untuk berusaha untuk memilih strategi dalam proses
pembelajaran dan berupaya untuk memeriksa kembali terhadap hasil/tugas yang telah
dikerjakan. Guru hanya memberikan tugas, kemudian memeriksa hasil tugas anak
sesuai dengan aturan dan prosedur yang biasa ia berikan.
Berdasarkan paragraf diatas, dapat kita temukan bahwa konsekwensi dari
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional adalah rendahnya
kemampuan komunikasi matematis dan self-regulated learning siswa. Disinilah
dituntut peranan guru, salah satu peranan guru adalah sebagai motivator yang
memiliki tanggung jawab membangun motivasi siswa untuk belajar, merangsang dan
memberikan dorongan untuk mendinamiskan potensi siswa, menumbuhkan aktifitas,
kreativitas, dan komunikasi, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa itu dapat
11
Mengamati apa yang telah dipaparkan di atas, sudah sepantasnya
pembelajaran yang berpusat kepada guru untuk dirubah ke arah pembelajaran yang
berpusat kepada siswa karena peranan guru sangat penting dalam menciptakan
suasana belajar yang beranjak dari dunia nyata menuju abstrak, pembelajaran yang
terkait dengan dunia nyata dapat mengurangi rasa takut siswa, dan lebih memotivasi
siwa mengkomunikasikan matematika bersama guru, teman sejawat dan lingkungan
karena matematika bukan hanya sekedar penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau
pembagian saja, tetapi dituntut sekarang harus aplikatif dengan kebutuhan hidup
modern.
Apabila siswa merasa butuh belajar matematika, karena dirasa bermanfaat
baginya, akan menumbuhkan rasa senang dan termotivasi positif terhadap
matematika yang bermuara pada peningkatan prestasi belajar matematika. serta
bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa,
sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya
dengan kehidupan nyata, sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik
merupakan sentral kegiatn atau pelaku utama sedangkan guru hanya menciptakan
suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada peserta didik,
reorientasi pembelajaran tidak hanya sebatas istilah “teaching” menjadi “learning”
namun harus sampai pada operasional pelaksanaan pembelajaran, guru mengajar
supaya peserta didik memahami yang diajarkan dan mampu memanfaatkannya
dengan menerapkan pemahamannya baik untuk memahami lingkungan sekitar
12
diatas, maka perlu dipikirkan strategi pembelajaran yang membuat siswa terlibat
aktif, termotivasi dan merasa senang dalam belajar.
Van Den Heuvel (dalam Armanto, 2007) mengatakan bahwa pendekatan
dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu: (1)
mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang
diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih
kompleks), pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin, (2) emperistik
merupakan pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan
diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horison (3) strukturalistik
merupakan merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya
pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga
suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal, (4) dan realistik merupakan
pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak
pembelajaran., melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan
siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
Dari keempat pendekatan di atas menujukkan bahwa salah satu pembelajaran
yang berorientasi pada penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah
Pendekatan Matematika Realistik (PMR), dalam PMR matematika adalah kegiatan
manusia yang lebih menekankan aktivitas siswa untuk mencari, menemukan,
membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan, dan pembelajaran menjadi terpusat
pada siswa. Lebih lanjut de Moor (dalam Fauzan, 2007) mengatakan bawa:
13
experimention, discussion and reflection are the core of teaching learning process
Maksudnya, belajar matematika “ala” PMR bukanlah dengan cara guru
menjelaskan, memberi contoh, kemudian siswa “meniru” apa yang dicontohkan oleh
guru, tetapi menghendaki siswa untuk bekerja dalam kelompok, melakukan
penyelidikan, eksperimen, diskusi, dan saling berbagi. Dari pernyataan de Moor
diatas juga terkandung bahwa PMR tidak hanya memberi perhatian terhadap
perkembangan ranah kognitif siswa, melainkan juga ranah afektif dan psikomotor,
kondisi ini cocok dengan ide yang terkandung dalam KTSP, karena siswa kelas IV
SD masih belajar kongkrit sebagai pendukung untuk memahami yang abstrak.
Perkalian didefenisikan sebagai penjumlahan berulang. Konsep ini sama
sekali tidak dimanfaatkan untuk memahamkan makna perkalian dalam pembelajaran
matematika secara konvensional.
Guru secara sistematis mengajarkan prosedur perkalian pada siswa langkah demi
langkah. Siswa akan mengkopi apa yang dikerjakan guru dan mencoba melakukannya
14
menghafal prosedur tersebut, dan bukan memecahkan soal yang mirip/serupa. PMR
menyarankan untuk selalu menggunakan soal kontekstual sebagai awal pembelajaran
matematika, termasuk perkalian . Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa konteks
akan membantu siswa dalam empat hal yaitu pembentukan konsep, penyusunan
model, penerapan, dan ajang latihan menurut Treffers. Dan siswa diberi kesempatan
untuk menggunakan kemampuan dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya
untuk menyelesaikan soal kontekstual yang disajikan. Fenomena pembelajaran dalam
PMR menyarankan untuk menggunakan soal kontekstual yang mengandung konsep
matematika (dalam hal ini konsep perkalian) di dalamnya. Selain itu soal juga harus
bermakna, artinya siswa dapat menggunakan konsep perkalian yang dimilikinya
(penjumlahan berulang). Pembelajaran perkalian dapat dimulai dengan menggunakan
soal kontekstual berikut ini
Ada beberapa strategi jawaban siswa:
1. Menghitung satu demi satu, hingga mendapat jumlah seluruhnya
2. Menghitung jumlah kelereng di setiap baris (ada 4 baris masing-masing 9
kelereng) lalu menjumlahkan seluruh baris.
3. Menghitung jumlah kelereng di tiap kolom (ada 9 kolom masing-masing 4
kelereng) kemudian menjumlahkan seluruh kolom. Strategi menghitung satu demi
15
berartin 9 x 4 atau 4 x 9 = 36
Yang terpenting dilaksanakan dalam pembelajaran perkalian melalui PMR ini adalah
adanya negosiasi antar strategi yang dimiliki siswa (student production). Dengan
meminta seorang siswa untuk menjelaskan strategi yang dimilikinya kepada siswa
lain di depan kelas maka akan terjadi 2 aspek negosiasi penting, negosiasi pada diri
sendiri dari sinilah muncul self-regulated learning siswa , melalui penjelasan yang
diberikan maka siswa tersebut dapat mengkomunkasikan gagasannya kepada siswa
lain. Siswa juga memahami strategi yang digunakannya dengan lebih baik, negosiasi
antara strategi. Siswa lain juga bisa menegosiasikan strategi yang dimilikinya dengan
strategi yang dijelaskan. Ini berarti siswa Dan siswa dapat memilih strategi mana
yang terbaik yang dipahaminya. Namun demikian strategi yang efektif dan efisienlah
yang terbaik dalam matematika. Melalui kegiatan pembelajaran seperti ini maka
terjadi interaksi antar siswa dan dengan guru. Guru dapat menjadi fasilitator dengan
selalu memberikan pertanyaan “mengapa?” untuk melihat jauh bagaimana
pemahaman siswa.
Armanto (2007) mengatakan bahwa PMR telah diterapkan di Belanda selama
25 tahun dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pembelajaran matematika
diseluruh dunia, setiap pembelajaran dalam PMR dimulai dengan penyajian soal-soal
konstektual yang familiar bagi siswa, di samping itu kegiatan pembelajaran dirancang
sedemikian rupa sehingga sebagian besar aktifitas siswa adalah berupa “doing
16
siswa, bukan sebatas nyata pada pandangan siswa tetapi juga semua hal yang dapat
dibayangkan siswa, terjangkau oleh imajinasinya dan setahap demi setahap menuju
ke yang lebih abstrak (dari bentuk informal atau “model of” dan kemudian diikuti
dengan “model for” atau bentuk formal matematika), jadi jika siswa lupa dengan cara
tersebut maka akan membuat siswa dapat menelusuri dimana letak salahnya.
PMR mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna artinya
siswa dituntut selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara
penyelesaiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu
menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman
belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.
Dari beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa PMR memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional dalam meningkatkan hasil
belajar siswa, misalnya hasil studi Armanto (2002) menemukan bahwa hasil belajar
siswa yang menggunakan PMR pada pokok bahasan perkalian dan pembagian pada
siswa SD lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pendekaan
konvensional.
Hasil penelitian di atas tidak mempertimbangkan kemampuan awal matematika
siswa sebagai variabel kontrol yang juga memberikan pengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada yang berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah. Menurut Saragih (2007), kemampuan matematika siswa
yang dikelompokkan dalam kategori tinggi, sedang dan rendah memberikan pengaruh
terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa yang pada akhirnya dapat
17
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembelajaran tetapi faktor kemampuan
matematika siswa. Dengan kata lain adanya interaksi antara faktor pendekatan
pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
peningkatan komunikasi matematis dan self-regulated learning belajar siswa melalui
pembelajaran dengan PMR di SDIT Nurul „Ilmi.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, permasalahan dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah
2. Self regulated learning belajar siswa rendah
3. Guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional
1.3 Batasan Masalah
Rendahnya penguasaan/kompetensi siswa matematika dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain kurangnya kemampuan komunikasi matematik siswa dan
kurangnya motivasi belajar siswa. Namun karena keterbatasan waktu, dana, dan
pengetahuan peneliti, maka permasalahan ini dibatasi sebagai berikut :
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah
18
3. Penerapan PMR dalam pembelajaran kurang dipahami dan belum dilaksanakan
oleh guru matematika.
Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti membatasi penelitian ini
pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis, Self regulated learning belajar
melalui PMR.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diutarakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang menggunakan pendekatan PMR dengan siswa yang menggunakan
pembelajaran dengan pendekatan konvensional?
2. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa
(tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi
matematis?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan self regulated learning siswa antara
yang pembelajarannya dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik
dan Pendekatan konvensional?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa
(tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan Self Regulated Learning?
5. Bagaimana proses penyelesaian kemampuan komunikasi matematis siswa yang
19
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diutarakan di atas, maka penelitian
ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa yang menggunakan pendekatan PMR dengan siswa
yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional?
2. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis?
3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan Self
Regulated Learning siswa antara yang pembelajarannya dengan menggunakan
Pendekatan Matematika Realistik dan Pendekatan konvensional?
4. Untuk mengetahui apakah terdapat terdapat interaksi antara pembelajaran
dengan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan
Self Regulated Learning?
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukkan bagi guru dalam menentukan pendekatan mengajar yang
tepat dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
optimal dan mengembangkannya yang dapat meningkatkan komunikasi
20
yang dihadapi dan membuat siswa semakin tertarik dan berminat dalam belajar
matematika.
2. Menambah pengetahuan guru sehingga guru lebih kreatif dan inovatif dalam
memodifikasi pembelajaran yang menjadi lebih menarik.
3. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siswa berupa variasi pembelajaran
matematika yang dapat mengoptimalkan komunikasi matematis dan
meningkatkan Self Regulated Learning belajar serta mendapat pengalaman
belajar yang lebih menarik, dan menyenangkan sehingga siswa lebih aktif dalam
pembelajaran dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata
pelajaran matematika.
4. Bagi peneliti penelitian sebagai pengalaman langsung bagi penulis dan
diharapkan dapat menambah cakrawala pengetahuan, khususnya untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan komunikasi matematis dan meningkatkan
Self Regulated Learning belajar setelah dilakukan proses pembelajaran berbasis
masalah.
1.7 Defenisi Operasional
Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Komunikasi matematis adalah mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan
matematika secara tertulis, mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan
matematika secara tertulis, mengungkapkan ide matematika dalam fenomena
dunia nyata melalui bahasa sehari-hari. Kemampuan komunikasi matematis dalam
21
a. Menyatakan situasi gambar ke dalam suatu paragraf cerita atau sebaliknya,
yakni menyatakan suatu cerita ke dalam bentuk gambar.
b. Membuat kalimat matematika dari sebuah cerita atau gambar dan
menyelesaikan masalah.
2. Self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara
efektif pengalaman belajarnya sendiri didalam berbagai cara sehingga mencapai
hasil belajar yang optimal.
3. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah proses pembelajaran yang
menempatkan realitas atau pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran
untuk menemukan model informal yang digunakan sebagai sumber munculnya
konsep-konsep matematika atau pengetahuan bentuk formal matematika.
Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari pada masalah konstektual.
4. Pembelajaran matematika secara konvensional adalah proses pembelajaran yang
berpusat pada guru, guru aktif sedangkan peserta didik pasif, guru mentransfer
pengetahuan yang dimulai dengan teori, kemudian contoh soal lalu dilanjutkan
dengan latihan, dan siswa penuh konsentrasi memperhatikan apa yang diajarkan
oleh guru. Masalah kehidupan sehari-hari terkadang hanya digunakan pada saat
topik tertentu, lalu menjelaskannya dengan contoh.
5. Kemampuan matematika siswa adalah kemampuan siswa kelompok tinggi,
sedang, dan rendah yang diukur berdasarkan tes kemampuan awal siswa dengan
22
Tabel 1.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan Siswa Kriteria
Tinggi Siswa yang memiliki nilai KAM X SD
Sedang Siswa yang memiliki nilai KAM diantara kurang dari SD
X dan lebih dari X SD
Rendah Siswa yang memiliki nilai KAM X SD
Keterangan : X adalah nilai rata-rata KAM
SD adalah simpangan baku nilai KAM
6. Proses penyelesaian jawaban adalah proses siswa menyelesaikan soal kemampuan
128
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1SimpulanPembelajaran matematika baik dengan PMR maupun dengan PMK dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi dan SRL siswa. Berdasarkan rumusan
masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pendekatan
PMR secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi
pendekatan konvensional
2) Siswa dengan KAM tinggi dengan pembelajaran berdasarkan PMR
mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang tidak berbeda secara
signifikan dibandingkan dengan siswa yang KAM tinggi dengan pembelajaran
konvensional
3) Siswa dengan KAM sedang dengan pembelajaran berdasarkan PMR
mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang secara signifikan lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang KAM sedang dengan pembelajaran
konvensional
4) Siswa dengan KAM rendah dengan pembelajaran berdasarkan PMR
mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang secara signifikan lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang KAM rendah dengan pembelajaran
konvensional
136
5) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan
kemampuan awal matematika (KAM) terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis.
6) Peningkatan SRL siswa yang proses pembelajarannya menggunakan
PMR lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional
7) Siswa dengan KAM tinggi dengan pembelajaran berdasarkan PMR
mempunyai SRL yang tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan
siswa yang KAM tinggi dengan pembelajaran konvensional
8) Siswa dengan KAM sedang dengan pembelajaran berdasarkan PMR
mempunyai SRL yang lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan
siswa yang KAM sedang dengan pembelajaran konvensional
9) Siswa dengan KAM rendah dengan pembelajaran berdasarkan PMR
mempunyai SRL yang lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa
yang KAM rendah dengan pembelajaran konvensional
10)Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan
awal matematika (KAM) terhadap peningkatan SRL
11)Proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah
menggunakan PMR lebih bervariasi dibanding dengan siswa pada
pembelajaran konvensional. Hal ini ditemukan dari hasil kerja siswa
baik yang diajarkan dengan PMR maupun konvensional. Hasil kerja
siswa yang diajar dengan PMR lebih bervariasi dan dapat memberikan
137
5.2 Saran
Beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang
berkepentingan terhadap penggunaan pendekatan PMR dalam proses
pembelajaran matematika khususnya pada tingkat pendidikan dasar. Saran-saran
tersebut adalah sebagai berikut.
1) PMR hendaknya menjadi alternatif pembelajaran bagi guru di SD, terutama
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan SRL siswa.
a. Mengingat komunikasi matematis dan SRL siswa perlu
ditumbuhkembangkan dimulai dari siswa SD melalui PMR, agar
pelaksanaan pembelajaran dengan PMR dapat lebih berhasil dengan baik
di kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan
mempertimbangkann alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
masalah kontekstual dalam LAS
b. Pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik pada
pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan komunikasi
matematis dan SRL sehingga merupakan salah satu alternatif untuk
menerapkan pembelajaran untuk materi operasi hitung bolangan, dimana
pada materi perkalian dan pembagian PMR ini sangat penting agar siswa
berperan lebih berperan aktif. Guru juga dapat memberikan reward kepada
siswa baik berupa pujian, tambahan nilai, atau hadiah kecil di akhir
pembelajara sehingga pembelajaran lebih menyenangkan.
c. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana
138
mengungkapkan gagasan-gagasannya dengan cara mereka sendiri,
sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani
beragumentasi, lebih percaya diri, terjalin komunikasi yang baik
anatara teman dan guru sehinga SRL siswa lebih baik dan hasil
belajar pun baik.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pendekatan Matematika Realsitik perlu disosialisasikan oleh sekolah atau
lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis dan SRL.
b. Pendekatan Matematika Realistik dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematika siswa pada pokok bahasan operasi hitung
bilangan
3. Kepada peneliti Lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan matematika
realistik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematika siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil
penelitian yang maksimal.
b. Karena karakteristik pendekatan PMR memungkinkan siswa untuk
menemukan cara-cara baru dalam menyelesaikan masalah matematis
yang diberikan. perlu diteliti bagaimana pengaruh pendekatan PMR
terhadap kemampuan matematis lainnya, seperti kemampuan
139
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Ahmadi dan Supriyono. 2004, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Ansari, B. I. 2009. Konsep dan Aplikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi Penerbitan
Armanto. 2007, Pemodelan dalam PMRI. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional PMRI di Unimed, Medan 2-4 Juli 2007
Arikunto, S. 2003, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Yogyakarta.
Djamarah, B. 2002, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Djiwandono, W. 2002, Psikologi Pendidikan, Gramedia, Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.
Drajat. 2007, Motivasi belajar Matematika, (Online), (http:// yahoo.com/search/cache?p=motivasi+belajar+matematika& toyie =1&ei=4t-88meta, diakses 5 Januari 2011)
Fauzan, A. 2004, Mengapa Harus Algoritma?, Buletin PMRI.
_________ 2007, PMRI dan Masalah Konstektual. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional PMRI di Unimed, Medan 2-4 Juli 2007
Fauzi, M.A. 2002. Pembelajaran Matematika Realistik pada Pokok Bahasan Pembagian di SD. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Fauzi, M.A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pndekatan Pembelajaran Metekognitif di SMP. Disertasi diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Hasibuan, E.S 2011. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
140
Hurlock, E. 2000, Psikologi Perkembangan Edisi kelima, Erlangga, Jakarta. .
Napitupulu, 2012, Prestasi Matematika Siswa Indonesia, Kompas.com (Online), di akses 14 Desember 2012
Niken, W. 2006, Hubungan Self-Regulated Learning terhadap prestasi belajar http://www.psikologiuntar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?
Nugroho, 2007, Self-Regulated Learning anak berbakat http://geogle.com//ditplt.or.id//new/index.php?menuprofile=70
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.
Qohar, Abd. 2010, Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematika serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Rohani, A. (2004), Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta. Jakarta.
Sardiman, A.M. (2003), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Grafindo, Jakarta.
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung.
Shadiq, F. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional.
Shadiq, F & Mutajab, N.A. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik di SMP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional.
Sembiring, 2007. Memperkenalkan PMRI, Lokakarya PMRI di Unimed, Medan 2-4 Juli 2007.
Shcunk, H., dan Zimmerman, J., (1998), Self-regulated Learning, The Guilford Press, New York
Sriyanto, HJ. (2007), Strategi Sukses Menguasai Matematika, Indoneseia Cerdas, Yogyakarta.
141
Sukmadinata, N., (2005), Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI
Supinah. (2008), Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Konstektual dalam Melaksanakan KTSP, PPPPTK Matematika, Yogyakarta.
Suryabrata, S., (2006), Psikologi Kepribadian, Grafindo Persada. Jakarta.
Syah, M., (2003), Psikologi pendidikan dengan pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Utami. 2010. Peningkatan Komunikasi Matematis Melalui PMR, (online), (http://www.wordpress.edu/%.105.html, diakses 12 Januari 2011).
Winne, (2007), Self-Regulated Learning anak berbakat, http://ditplt.or.id//new/index.php?menu-profile&pro=70
Woolfolk, (2002), Educational Pyschology Ninth Edition. The Ohio State University, USA.
Wardhani, S & Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian dan Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional.
Wolters, (2007), Self-Regulated Learning anak berbakat, http://ditplt.or.id//new/index.php?menu-profile&pro=70