• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDIT NURUL ILMI PERCUT SEI TUAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDIT NURUL ILMI PERCUT SEI TUAN."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

DAN SELF REGULATED LEARNING MELALUI

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

DI SDIT NURUL ’ILMI PERCUT SEI TUAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

HIJRAH HIDAYAH NASUTION NIM : 809725009

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

DAN SELF REGULATED LEARNING MELALUI

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

DI SDIT NURUL ’ILMI PERCUT SEI TUAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

HIJRAH HIDAYAH NASUTION NIM : 809725009

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

HIJRAH HIDAYAH NASUTION. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Regulated Learning Melalui Pendekatan Matematika Realistik di SDIT Nurul ‘Ilmi Percut Sei Tuan. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan Pendekatan Matematika Realistik dengan siswa yang menggunkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional, (2) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis, (3) Apakah terdapat perbedaan peningkatan self-regulated learning siswa antara yang pembelajarannya dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik dan Pendekatan konvensional, (4) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan self-regulated learning, Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen, (5) Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat oleh siswa pada masing-masing pembelajaran. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SDIT Nurul ‘Ilmi yang memiliki rombongan belajar 2 kelas. Kelas eksperimen diberi pendekatan matematika realistik, sedangkan kelas kontrol diberi pendekatan konvensional. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis, dan tes self-regulated learning. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,86 dan 0,88 berturut-turut untuk kemampuan komunikasi matematis, angket self-regulated learning. Analisis data dilakukan dengan menggunakan ANOVA Dua Jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan self-regulated learning siswa yang menggunakan pendekatan matematika realistik dengan siswa yang menggunkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Disamping itu, tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan Self-Regulated Learning. Proses penyelesaian masalah siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan matematika realistik lebih lengkap berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Disarankan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis pada saat pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa diberi kesempatan untuk mengerjakannya secara mandiri terlebih dahulu sehingga dibekali aspek Self-Regulated Learning dengan jelas dan juga akan terbentuk Self-Regulated Learning bagi perluasan wawasan keilmuan.

(7)

ii

ABSTRACT

HIJRAH HIDAYAH NASUTION. Increasing the communication of mathematics and Self-Regulated Learning through the Realistic Mathematics Approach In Primary Islamic Full Day School Nurul ‘Ilmi Percut Sei Tuan. 2013

This study aimed to determine: (1) Is the difference increasing mathematics communication abilty of students who obtained a realistic realistic approach than students who received conventional approach, (2) Is there any interaction between teaching approach and early math skills to increase mathematical communication abilities, (3) Is the difference increasing self-regulated learning of students who obtained a realistic mathematics approach than students who received conventional approach, Student’s response for learning with mathematics realistic (4) Is there any interaction between teaching approaches and early math skills to increase self-regulated learning, (5) form of communication abilities processes of students in each learning. The population of this research is of fourth grade of Primary School at Percut Sei Tuan that have learning 2 group. Class experiment treated realistic mathematics approach and control class were treated conventional approach. The instrument used consisted of: the beginning ability mathematics test, a test of mathematics communications ability, test of self-regulated learning. Those instruments have been declared eligible content validity, and reliability coefficient of 0,86 dan 0,88 for mathematics communications ability and self-regulated learning. The analyse data is done with using ANOVA two ways. The research findings the mathematical communication abilities and self-regulated learning of students receiving learning process using realistic mathematics approach is better than conventional. Communication abilities process of students learning with a more complete mathematical approach based on realistic indicators of problem solving and communication skills of mathematics than students who use usual learning. There is no interaction between teaching approaches and early math skills to improve communication ability and self-regulated learning suggest to other researchers to conduct similar research while at realistic mathematics learning approach to see mathematical communication skills students are given the opportunity to work independently in advance so equipped aspect of Regulated Learning with clear and will also form the Self-Regulated Learning for broadening scholarly.

(8)
(9)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji serta syukur penulis sampaikan

ke hadirat Allah SWT yang Maha Mengetahui segalanya. Atas rahmat dan

hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini yang tak lepas dari segala kekurangan dan keterbatsan. Dalam

proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya

menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud

dalam motivasi dari beberapa pihak, sehingga keterbatsan dan kekurangan dapat

teratasi dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang telah berjasa,

yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd., MA., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing I.

Dengan sifat kebijaksanaannya dan ketelitiannya senantiasa meluangkan

waktu untuk membimbing dan memotivasi serta perhatiannya yang senantiasa

memotivasi penulis mulai awal penyusunan sampai tesis ini selesai.

2. Bapak Dr. Hasratuddin Siregar, M.Pd, selaku pembimbing II dan sekaligus

sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika UNIMED, yang penuh

dengan kesabaran dan sifat kebijaksanaan telah berkenan memberikan

bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis dari proses awal penulisan

hingga selesai. Dengan sifatnya yang kritis telah berhasil membentuk

wawasan berpikir penulis dalam menyikapi dan mengatasi berbagai

(10)

iv

3. .Bapak Dr. Edy Saputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED dan narasumber yang telah memberikan

saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih

baik serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi

Pendidikan Matematika.

4. Ibu Dra. Ida Karnasih Saragih, M.Pd, M.Sc., Ed., Ph.D dan Dr. Kms.

Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan

saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih

baik.

5. Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana

UNIMED.

6. Bapak Syarifuddin, M.Sc, Ph.D selaku Asisten Direktur I Program

Pascasarjana UNIMED.

7. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED.

8. Bapak Domex, SS selaku Kepala SDIT Nurul ‘Ilmi yang telah memberikan

kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, beserta

teman-teman seperjuanagan dalam mencedaskan anak bangsa Kak Ummul,

Julia, Kak Rahmi, Kak Ana, Alwin, Jaka, Tuti dll yang telah memberikan

doa, motivasi, bantuan, kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan

penelitian

9. Teristimewa Ayahanda Drs. H. Abdul Azis Nasution dan Ibunda Dra.H.

Matlaal Helmi sebagai motivator terkuat dan terhebat yang dengan kasih

(11)

v

termotivasi. Kakakku Dahriatunnal, A.Md dan Adik M. Farid Wajdi

Nasution, A.Md yang memberikan perhatian yang begitu besar untuk

kelanjutan penulisan tesis ini.

10. Seluruh kerabat, sahabat seperjuangan (Sahfridla, M.Pd, Kak Hamni

Fadlillah, S.Pd, kak Husna Rahmi, S. Pd, Irmayanti S.Si, Machrani A.P. S.Si,

Pak Suwito Setiadi, S.Pd, dll) yang telah memberikan dorongan, semangat,

serta bantuan lainnya yang tak ternilai harganya kepada penulis.

Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta

saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika.

Mungkin masih terdapat kekurangan/kelemahan dalam penyusunan tesis ini,

untuk itu penulis mengharapkan sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus

dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Maret 2013 Penulis

(12)

vi

2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 23

2.1.2 Self-Regulated learning ... 27

2.1.3 Pendekatan Matematika Realistik ... 27

2.1.4 Pendekatan Konvensional ... 36

2.1.5 Perbedaan PMR dan Konvensional ... 50

3.3 Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 62

3.4 Desain Penelitian ... 62

3.5 Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 65

1 Tes Kemampuan Matematika (KAM) ... 65

2 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 66

3Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 67

3.6 Uji Coba Instrumen ... 68

3.7 Skenario Pembelajaran ... 74

3.8 Prosedur Penelitian ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 81

(13)

vii

4.1.3 Deskripsi Self-Regulated Learning ... 94

4.1.4 Analisis Proses Penyelesaian Masalah ... 102

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 120

4.2.1 Faktor Pendekatanm Pembelajaran ... 120

4.2.2 Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 121

4.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 122

4.2.4 Self-regulated learning ... 125

4.2.5 Proses Jawaban Siswa ... 127

4.3 Kelemahan Penelitian ... 134

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 135

5.2 Saran ... 137

(14)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa ... 22 Tabel 2.1 Kegiatan Inti Pendekatan Matematika Realistik ... 46 Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas,Terikat dan Kontrol ... 64 Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Self-Regulated Learning ... 67 Tabel 3.3 Hasil perhitungan Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Butir Tes Komunikasi Matematis ... 72 Tabel 3.4 Hasil perhitungan Validitas, Reliabilitas Ts Self-Regulated Learning ... 73 Tabel 3.5 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan dalam Analisis Data Kuantitatif ... 77 Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 81 Tabel 4.2 Hasil perhitungan Rearata dan Simpangan Baku Skor KAM .... 82 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Distribusi KAM ... 83 Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Varians Kelompok Data

(15)

ix

(16)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bentuk Komunikasi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah 26 Gambar 2.2 Konsep Matematisasi ... 38 Gambar 4.1 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 86 Gambar 4.2 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan KAM Siswa ... 86 Gambar 4.3 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM Siswa ... 87 Gambar 4.4 Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan KAM Siswa dan Pendekatan Pembelajaran ... 87 Gambar 4.5 Interaksi antara Faktor Pendekatan dengan Faktor Kemampuan Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 93 Gambar 4.6 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 94 Gambar 4.7 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan KAM Siswa 95 Gambar 4.8 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan KAM Siswa ... 95 Gambar 4.9 Rerata Gain Self-Regulated Learning berdasarkan KAM Siswa dan Pendekatan Pembelajaran ... 96 Gambar 4.10 Interaksi antara Faktor Pendekatan dengan Faktor Kemampuan Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Self-Regulated Learning ... 101 Gambar 4.11 Rata-rata Pretes Setiap Butir Item Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa yang diberi PMR dan PMK ... 103 Gambar 4.12 Rata-rata Postes Setiap Butir Item Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa yang diberi PMR dan PMK ... 104 Gambar 4.13 Rata-rata Gain Setiap Butir Item Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa yang diberi PMR dan PMK ... 104 Gambar 4.14 Rata-rata Butir Soal Nomor 1 Berdasarkan Item Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 106 Gambar 4.15 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis

Nomor 1 Kelompok PMR dan PMK ... 107 Gambar 4.16 Rata-rata Butir Soal Nomor 2 Berdasarkan Item Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 109 Gambar 4.17 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis

Nomor 2 Kelompok PMR dan PMK ... 110 Gambar 4.19 Rata-rata Butir Soal Nomor 3 Berdasarkan Item Kemampuan

(17)

xi

Gambar 4.20 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis Nomor 3 Kelompok PMR dan PMK ... 113 Gambar 4.21 Rata-rata Butir Soal Nomor 4 bBerdasarkan Item Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 115 Gambar 4.22 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis

Nomor 4 Kelompok PMR dan PMK ... 116 Gambar 4.23 Rata-rata Butir Soal Nomor 5 Berdasarkan Item Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa dan pendekatan pembelajaran 118 Gambar 4.24 Proses Jawaban Tes Kemamapuan Komunikasi Matematis

(18)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

RPP Kelas Eksperimen ... 143

Lembar Aktivitas Siswa ... 226

Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 251

RPP Kelas Kontrol ... 276

LAMPIRAN 2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal ... 311

Tes Kemampuan Awal ... 312

Kunci Jawaban Tes Kemampuan Awal ... 324

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 325

Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 326

Kisi-Kisi Tes Self-Regulated Learning ... 332

Tes Self-Regulated Learning ... 333

LAMPIRAN 3 Hasil validasi RPP Kelas Eksperimen ... 338

Hasil validasi Lembar Aktivitas Siswa ... 339

Hasil validasi Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 340

Hasil validasi RPP Kelas Kontrol ... 341

Hasil validasi Perangkat Pembelajaran ... 342

Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 344

Hasil Validasi Tes Angket Self-Regulated Learning ... 345

(19)

xiii

Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes kemampuan Komunikasi Matematis dengan SPSS 11 for windows ... 349

Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas, daya Beda dan Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Komunikasi Matematis dengan Menggunakan Microsoft Office Excell 2007 ... 351

Proses Perhitungan Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis dengan Menggunakan Kalkulator... 355

Data Nilai Self Regulated Learning………...366

Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Self Regulated Learning dengan Menggunakan Menggunakan SPSS 11 for Windows……….

Proses Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Self Regulated Learning dengan Menggunakan Microsoft Office Excel 2007……….

LAMPIRAN 5

Data Nilai Tes KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...368

Hasil Uji Tes KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...370

Data Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelompok PMR dan PMK37

Hasil Uji Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis...379

Data Nilai Self-Regulated Learning Kelompok PMR dan PMK……….384

(20)
(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika memegang peranan yang sangat vital dalam kehidupan

sehari-hari, berbagai bentuk simbol digunakan untuk membantu perhitungan, pengukuran,

penilaian, dan peramalan, walaupun peradaban manusia berubah dengan pesat,

namun bidang matematika terus relevan karena matematika merupakan subjek yang

sangat penting dialam sistem pendidikan diseluruh negara di dunia ini (Drajat:2007).

Hal ini senada dengan pendapat Sriyanto (2007) yang menyatakan:

”Banyak yang telah disumbangkan matematika bagi perkembangan peradaban manusia. Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas dari peranan matematika. Boleh dikatakan landasan utama sains dan teknologi adalah matematika.”

Impian Indonesia menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

semakin jauh dari kenyataan, kendala utamanya karena rendahnya penguasaan

matematika sebagian besar siswa. berdasarkan hasil tes berstandar internasional yaitu

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) survey tahun 2007

yang dilakukan empat tahun sekali ini mengukur pencapaian matematika siswa

berada pada tingkat ke-36 dari 38 negara, jauh dibawah Malaysia dan Thailand.

Penguasaan terhadap matematika merupakan keharusan, apalagi di era globalisasi

sekarang ini, dengan belajar matematika orang dapat mengembangkan kemampuan

berpikir secara sistematis, logis, dan kreatif yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

sehari-hari.

(22)

2

Matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai Sekolah Dasar

hingga Menengah dan bahkan juga di perguruan tinggi, di karenakan pendidikan

merupakan salah satu hal yang penting untuk menentukan maju mundurnya suatu

bangsa, maka untuk menghasilkan Sumber Daya Manusi (SDM) sebagai subjek

dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri.

Pelajaran matematika, khususnya di Indonesia masih banyak ditakuti atau tidak

disukai oleh siswa, mungkin siswa tidak merasa cocok dengan suasana belajar

dikelas, sehingga dia tidak antusius dalam mengikuti pelajaran.

Kesalahan umum yang terjadi di dalam pembelajaran matematika adalah

adanya anggapan bahwa apa yang diterangkan dan diucapkan oleh guru yang bersifat

abstrak dapat dengan mudah dimengerti siswa, guru matematika sering ”under

estimate” terhadap kemampuan siswa yang pada umumnya mereka beranggapan

bahwa siswa baru akan memahami suatu konsep matematika setelah diterangkan

dipapan tulis, kondisi ini mendorong terciptanya pembelajaran matematika yang

konvensional, guru aktif sedangkan peserta didik pasif, pembelajaran berpusat pada

guru, guru mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa, pemahaman peserta didik

cenderung bersifat instrumental, pembelajaran bersifat mekanistik, peserta didik diam

secara fisik dan penuh konsentrasi memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru.

Kondisi ini melahirkan anggapan bagi peserta didik bahwa belajar matematika

tidak lebih dari sekedar mengingat kemudian melupakan fakta dan konsep.

Pembelajaran matematika selama ini lebih diinspirasi oleh sebuah pandangan

absolute yang memandang matematika sebagai produk atau sesuatu yang siap pakai,

(23)

3

”mencekoki” peserta didik dengan konsep-konsep atau prosedur-prosedur

matematika, memberikan contoh lalu siswa mengerjakan latihan, tidak mengkaitkan

dengan kehidupan sehari-hari siswa, tidak mampu menghubungkan antara apa yang

mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau

dimanfaatkan (Sembiring: 2004).

Padahal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belajar

merupakan kegiatan aktif peserta didik dalam membangun makna atau pemahaman

terhadap suatu konsep, KTSP ini adalah kegiatan pembelajaran yang berpusat pada

peserta didik, mengembangkan kreativitas, kontekstual, menantang dan

menyenangkan, menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan belajar melalui

berbuat bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya

yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu,arti dari sesuatu, dan hubungan

dari apa yang mereka pelajari (Supinah, 2008).

Terutama pada jenjang Sekolah Dasar, hendaknya matematika diajarkan

dengan pembelajaran yang terkait dengan dunia nyata sehingga memudahkan siswa

untuk menyenangi matematika, hingga pada jenjang abstraknya nanti pada kelas

menengah, keabstrakkan itu memiliki dasar pijakan yang kuat untuk dipahami. Hal

ini senanda dengan (Zubaidah, 2007) yang menyatakan rasa takut siswa yang

berlebihan terhadap matematika (fobia matematika) disebabkan oleh : penekanan

berlebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan berhitung,

pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar mengajar matematika,

(24)

4

Pada Kurikulum 2006, salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang

diharapkan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi

matematis. Sebagaimana National Council Of Teachers of Mathematics atau NCTM

(dalam Ansari, 2009) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematik perlu

dibangun pada diri siswa agar dapat: 1) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis,

gambar, grafik, dan secara aljabar; 2) merefleksikan dan mengklarifikasi dalam

berfikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi; 3)

mengembangkan penanaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peran

defenisi-defenisi dalam matematika; 4) menggunakan keterampilan membaca,

mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dalam mengevaluasi gagasan

matematik; 5) mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang

meyakinkan; 6) memahami nilai dari notasi.

Dari uraian diatas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa

sangat diperlukan. Hal ini disebabkan banyak persoalan matematika dalam kehidupan

sehari-hari yang menuntut siswa agar memberikan informasi yang padat, singkat, dan

akurat melalui nilai-nilai yang dibahasakan, karena dengan mengkomunikasikan

gagasan melalui bahasa matematika lebih praktis, mudah dan efisien. Sebagai contoh:

(25)

5

Persoalan di atas dapat disajikan secara praktis, mudah dan efisien agar lebih

mudah dibaca dengan menggunakan tabel, diagram atau grafik, seperti yang disajikan

di bawah ini:

Bulan Keuntungan (dalam jutaan rupiah) Supermarket A Supermarket B

Selain pentingnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam

pembelajaran, perlu juga mengembangkan self-Regulated Learning (SRL) siswa. Hal

ini berkaitan dengan karakteristik dan tujuan mempelajari matematika. Menurut

Sumarmo (2004) matematika mempunyai arti yang beragam, bergantung kepada

(26)

6

Sebagai suatu kegiatan manusia dan merupakan proses yang aktif, dinamik, dan

generatif; 2) Sebagai ilmu yang menekankan proses deduktif, penalaran logis dan

aksiomatik, memuat proses induktif penyusunan konjektur, model matematika,

analogi, dan generalisasi; 3) Sebagai ilmu yang terstruktur dan sistimatis; 4) Sebagai

ilmu bantu dalam ilmu lain/ kehidupan sehari-hari; 5) Sebagai ilmu yang memiliki

bahasa simbol yang efisien, sifat keteraturan yang indah, kemampuan analisis

kuantitatif; 6) Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis, serta

sikap yang terbuka dan obyektif.

Sebagai implikasi dari hakekat matematika yang telah diutarakan, lebih lanjut

Sumarmo (2004) menyatakan bahwa pembelajaran matematika diarahkan untuk

mengembangkan (1) kemampuan berfikir matematis yang meliputi: pemahaman,

pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematis; (2) kemampuan

berfikir kritis, serta sikap yang terbuka dan obyektif, serta (3) disposisi matematis

atau kebiasaan, dan sikap belajar berkualitas yang tinggi Kebiasaan dan sikap belajar

yang dimaksud antara lain terlukis pada karakteristik utama SRL yaitu: (1)

Menganalisis kebutuhan belajar matematika, merumuskan tujuan; dan merancang

program belajar (2) Memilih dan menerapkan strategi belajar; (3) Memantau dan

mengevaluasi diri apakah strategi telah dilaksanakan dengan benar, memeriksa hasil

(proses dan produk), serta merefleksi untuk memperoleh umpan balik (Sumarmo,

2004)

Berdasarkan uraian tentang hakekat dan tujuan mempelajari matematika di

atas menunjukkan bahwa pengembangan SRL sangat diperlukan oleh individu yang

(27)

7

individu menghadapi tugas-tugas, ia dihadapkan pada sumber informasi yang

melimpah (sangat banyak) yang mungkin relevan atau yang tidak relevan dengan

kebutuhan dan tujuan.individu yang bersangkutan. Pada kondisi seperti itu individu

tersebut harus memiliki inisiatif sendiri dan motivasi intrinsik, menganalisis

kebutuhan dan merumuskan tujuan, memilih dan menerapkan strategi penyelesaian

masalah, menseleksi sumber yang relevan, serta mengevaluasi diri (memberi respons

positif atau negatif dan umpan balik) terhadap penampilannya.

Perlunya pengembangan SRL pada individu yang belajar matematika juga

didukung oleh beberapa temuan hasil penelitian antara lain adalah: individu yang

memiliki SRL yang tinggi cenderung belajar lebih baik, mampu memantau,

mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam

menyelesaikan tugasnya; mengatur belajar dan waktu secara efisien, dan memperoleh

skor yang tinggi dalam sains (Hargis dalam Sumarmo, 2004).

Berdasarkan uraian-uraian yang telah diutarakan di atas, menunjukkan bahwa

pentingnya kemampuan komunikasi matematis dan self regulated learning dalam

pembelajaran matematika yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Nah, sekarang pertanyaannya adalah bagaimana tingkat kemampuan

komunikasi matematis dan self regulated learning siswa? Salah satu kasus yang

dipaparkan oleh TIMSS 2003 (Wardhani dan Rumiati, 2011) dalam memberikan

masalah yang menuntut kemampuan komunikasi matematis, yakni menyajikan data

dalam bentuk diagram garis menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi

(28)

8

Pada persoalan yang disajikan oleh TIMSS tahun 2003 tersebut sebanyak

9,2% siswa Indonesia menjawab A, 70,2% menjawab B, 10,5% menjawab C, dan

10,1%. Sekitar 70% siswa dapat menjawab soal tersebut dengan benar. Ini

menandakan bahwa mereka mampu menerjemahkan data numerik ke dalam bentuk

grafik yang sesuai. Sementara pada TIMSS 2007, persentase siswa yang menjawab

benar justru berkurang, menjadi hanya 66%. Situasi ini perlu dicermati, agar pada

penilaian internasional yang akan datang, persentase siswa yang menjawab benar

(29)

9

Hasil lainnya yang menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi

matematis siswa berdasarkan hasil pengalaman peneliti sendiri ketika memberikan

soal di kelas IV SDIT Nurul „Ilmi, yakni sebagai berikut:

Upah seorang karyawan sebuah pabrik Rp.20.000,- per hari, jika ia mendapat kenaikan upah kali upah semula setiap bulan, berapakah kenaikan upah karyawan pabrik sekarang?

Pada soal tersebut, banyak siswa yang mengalami kesulitan. Kesulitan yang

dialami siswa diantaranya kurang mampu memahami soal, siswa hanya mengalikan

langsung antara bilangan pecahan dengan upah karyawan tanpa mengalikan dengan

30 hari, kemudian siswa juga masih ada yang kesulitan dalam mengalikan bentuk

pecahan sederhana apalagi menyelesaikannya dengan benar.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis yang diutarakan pada paragraf

diatas merupakan hal yang wajar. Salah satu faktor penyebab hal ini adalah faktor

pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru masih menggunakan pendekatan

konvensional. Pada pendekatan ini guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai

objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita dunia yang

diajarkan kepada mereka. Pada proses pembelajaran berlangsung guru tidak

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan, ide

sesuai dengan taraf kemampuannya dalam menemukan sebuah aturan dalam materi

(30)

10

guru senantiasa menuntut siswa untuk mengikuti aturan-aturan, prosedur dalam

menyelesaikan soal yang diberikan. Sebagaimana Saragih (2007) mengatakan:

Aktivitas pembelajaran konvensional mengakibatkan terjadinya proses penghapalan konsep atau prosedur, pemahaman konsep matematika rendah, tidak dapat menggunakannya jika diberikan permasalahan yang agak kompleks, siswa menjadi robot yang harus mengikuti aturan atau prosedur yang berlaku sehingga terjadilah pembelajaran mekanistik, akibatnya pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terjadi. Tidak heran belajar dengan cara menghafal tersebut tingkat kemampuan kognitif anak yang terbentuk hanya pada tataran tingkat yang rendah.

Pada proses pembelajaran dengan menggunakan konvensional, tidak hanya

menimbulkan rendahnya kemampuan komunikasi matematis tetapi rendahnya self

regulated learning siswa. Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran ini, guru

tidak menuntut siswa untuk berusaha untuk memilih strategi dalam proses

pembelajaran dan berupaya untuk memeriksa kembali terhadap hasil/tugas yang telah

dikerjakan. Guru hanya memberikan tugas, kemudian memeriksa hasil tugas anak

sesuai dengan aturan dan prosedur yang biasa ia berikan.

Berdasarkan paragraf diatas, dapat kita temukan bahwa konsekwensi dari

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional adalah rendahnya

kemampuan komunikasi matematis dan self-regulated learning siswa. Disinilah

dituntut peranan guru, salah satu peranan guru adalah sebagai motivator yang

memiliki tanggung jawab membangun motivasi siswa untuk belajar, merangsang dan

memberikan dorongan untuk mendinamiskan potensi siswa, menumbuhkan aktifitas,

kreativitas, dan komunikasi, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa itu dapat

(31)

11

Mengamati apa yang telah dipaparkan di atas, sudah sepantasnya

pembelajaran yang berpusat kepada guru untuk dirubah ke arah pembelajaran yang

berpusat kepada siswa karena peranan guru sangat penting dalam menciptakan

suasana belajar yang beranjak dari dunia nyata menuju abstrak, pembelajaran yang

terkait dengan dunia nyata dapat mengurangi rasa takut siswa, dan lebih memotivasi

siwa mengkomunikasikan matematika bersama guru, teman sejawat dan lingkungan

karena matematika bukan hanya sekedar penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau

pembagian saja, tetapi dituntut sekarang harus aplikatif dengan kebutuhan hidup

modern.

Apabila siswa merasa butuh belajar matematika, karena dirasa bermanfaat

baginya, akan menumbuhkan rasa senang dan termotivasi positif terhadap

matematika yang bermuara pada peningkatan prestasi belajar matematika. serta

bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa,

sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya

dengan kehidupan nyata, sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik

merupakan sentral kegiatn atau pelaku utama sedangkan guru hanya menciptakan

suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada peserta didik,

reorientasi pembelajaran tidak hanya sebatas istilah “teaching” menjadi “learning

namun harus sampai pada operasional pelaksanaan pembelajaran, guru mengajar

supaya peserta didik memahami yang diajarkan dan mampu memanfaatkannya

dengan menerapkan pemahamannya baik untuk memahami lingkungan sekitar

(32)

12

diatas, maka perlu dipikirkan strategi pembelajaran yang membuat siswa terlibat

aktif, termotivasi dan merasa senang dalam belajar.

Van Den Heuvel (dalam Armanto, 2007) mengatakan bahwa pendekatan

dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu: (1)

mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang

diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih

kompleks), pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin, (2) emperistik

merupakan pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan

diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horison (3) strukturalistik

merupakan merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya

pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga

suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal, (4) dan realistik merupakan

pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak

pembelajaran., melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan

siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

Dari keempat pendekatan di atas menujukkan bahwa salah satu pembelajaran

yang berorientasi pada penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah

Pendekatan Matematika Realistik (PMR), dalam PMR matematika adalah kegiatan

manusia yang lebih menekankan aktivitas siswa untuk mencari, menemukan,

membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan, dan pembelajaran menjadi terpusat

pada siswa. Lebih lanjut de Moor (dalam Fauzan, 2007) mengatakan bawa:

(33)

13

experimention, discussion and reflection are the core of teaching learning process

Maksudnya, belajar matematika “ala” PMR bukanlah dengan cara guru

menjelaskan, memberi contoh, kemudian siswa “meniru” apa yang dicontohkan oleh

guru, tetapi menghendaki siswa untuk bekerja dalam kelompok, melakukan

penyelidikan, eksperimen, diskusi, dan saling berbagi. Dari pernyataan de Moor

diatas juga terkandung bahwa PMR tidak hanya memberi perhatian terhadap

perkembangan ranah kognitif siswa, melainkan juga ranah afektif dan psikomotor,

kondisi ini cocok dengan ide yang terkandung dalam KTSP, karena siswa kelas IV

SD masih belajar kongkrit sebagai pendukung untuk memahami yang abstrak.

Perkalian didefenisikan sebagai penjumlahan berulang. Konsep ini sama

sekali tidak dimanfaatkan untuk memahamkan makna perkalian dalam pembelajaran

matematika secara konvensional.

Guru secara sistematis mengajarkan prosedur perkalian pada siswa langkah demi

langkah. Siswa akan mengkopi apa yang dikerjakan guru dan mencoba melakukannya

(34)

14

menghafal prosedur tersebut, dan bukan memecahkan soal yang mirip/serupa. PMR

menyarankan untuk selalu menggunakan soal kontekstual sebagai awal pembelajaran

matematika, termasuk perkalian . Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa konteks

akan membantu siswa dalam empat hal yaitu pembentukan konsep, penyusunan

model, penerapan, dan ajang latihan menurut Treffers. Dan siswa diberi kesempatan

untuk menggunakan kemampuan dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya

untuk menyelesaikan soal kontekstual yang disajikan. Fenomena pembelajaran dalam

PMR menyarankan untuk menggunakan soal kontekstual yang mengandung konsep

matematika (dalam hal ini konsep perkalian) di dalamnya. Selain itu soal juga harus

bermakna, artinya siswa dapat menggunakan konsep perkalian yang dimilikinya

(penjumlahan berulang). Pembelajaran perkalian dapat dimulai dengan menggunakan

soal kontekstual berikut ini

Ada beberapa strategi jawaban siswa:

1. Menghitung satu demi satu, hingga mendapat jumlah seluruhnya

2. Menghitung jumlah kelereng di setiap baris (ada 4 baris masing-masing 9

kelereng) lalu menjumlahkan seluruh baris.

3. Menghitung jumlah kelereng di tiap kolom (ada 9 kolom masing-masing 4

kelereng) kemudian menjumlahkan seluruh kolom. Strategi menghitung satu demi

(35)

15

berartin 9 x 4 atau 4 x 9 = 36

Yang terpenting dilaksanakan dalam pembelajaran perkalian melalui PMR ini adalah

adanya negosiasi antar strategi yang dimiliki siswa (student production). Dengan

meminta seorang siswa untuk menjelaskan strategi yang dimilikinya kepada siswa

lain di depan kelas maka akan terjadi 2 aspek negosiasi penting, negosiasi pada diri

sendiri dari sinilah muncul self-regulated learning siswa , melalui penjelasan yang

diberikan maka siswa tersebut dapat mengkomunkasikan gagasannya kepada siswa

lain. Siswa juga memahami strategi yang digunakannya dengan lebih baik, negosiasi

antara strategi. Siswa lain juga bisa menegosiasikan strategi yang dimilikinya dengan

strategi yang dijelaskan. Ini berarti siswa Dan siswa dapat memilih strategi mana

yang terbaik yang dipahaminya. Namun demikian strategi yang efektif dan efisienlah

yang terbaik dalam matematika. Melalui kegiatan pembelajaran seperti ini maka

terjadi interaksi antar siswa dan dengan guru. Guru dapat menjadi fasilitator dengan

selalu memberikan pertanyaan “mengapa?” untuk melihat jauh bagaimana

pemahaman siswa.

Armanto (2007) mengatakan bahwa PMR telah diterapkan di Belanda selama

25 tahun dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pembelajaran matematika

diseluruh dunia, setiap pembelajaran dalam PMR dimulai dengan penyajian soal-soal

konstektual yang familiar bagi siswa, di samping itu kegiatan pembelajaran dirancang

sedemikian rupa sehingga sebagian besar aktifitas siswa adalah berupa “doing

(36)

16

siswa, bukan sebatas nyata pada pandangan siswa tetapi juga semua hal yang dapat

dibayangkan siswa, terjangkau oleh imajinasinya dan setahap demi setahap menuju

ke yang lebih abstrak (dari bentuk informal atau “model of” dan kemudian diikuti

dengan “model for” atau bentuk formal matematika), jadi jika siswa lupa dengan cara

tersebut maka akan membuat siswa dapat menelusuri dimana letak salahnya.

PMR mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna artinya

siswa dituntut selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara

penyelesaiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu

menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman

belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.

Dari beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa PMR memberikan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional dalam meningkatkan hasil

belajar siswa, misalnya hasil studi Armanto (2002) menemukan bahwa hasil belajar

siswa yang menggunakan PMR pada pokok bahasan perkalian dan pembagian pada

siswa SD lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pendekaan

konvensional.

Hasil penelitian di atas tidak mempertimbangkan kemampuan awal matematika

siswa sebagai variabel kontrol yang juga memberikan pengaruh terhadap hasil belajar

siswa. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada yang berkemampuan

tinggi, sedang dan rendah. Menurut Saragih (2007), kemampuan matematika siswa

yang dikelompokkan dalam kategori tinggi, sedang dan rendah memberikan pengaruh

terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa yang pada akhirnya dapat

(37)

17

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembelajaran tetapi faktor kemampuan

matematika siswa. Dengan kata lain adanya interaksi antara faktor pendekatan

pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa dalam meningkatkan hasil

belajar siswa.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana

peningkatan komunikasi matematis dan self-regulated learning belajar siswa melalui

pembelajaran dengan PMR di SDIT Nurul „Ilmi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, permasalahan dapat diidentifikasikan

sebagai berikut :

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah

2. Self regulated learning belajar siswa rendah

3. Guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional

1.3 Batasan Masalah

Rendahnya penguasaan/kompetensi siswa matematika dipengaruhi oleh

banyak faktor, antara lain kurangnya kemampuan komunikasi matematik siswa dan

kurangnya motivasi belajar siswa. Namun karena keterbatasan waktu, dana, dan

pengetahuan peneliti, maka permasalahan ini dibatasi sebagai berikut :

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah

(38)

18

3. Penerapan PMR dalam pembelajaran kurang dipahami dan belum dilaksanakan

oleh guru matematika.

Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti membatasi penelitian ini

pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis, Self regulated learning belajar

melalui PMR.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diutarakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang menggunakan pendekatan PMR dengan siswa yang menggunakan

pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

2. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa

(tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi

matematis?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan self regulated learning siswa antara

yang pembelajarannya dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik

dan Pendekatan konvensional?

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa

(tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan Self Regulated Learning?

5. Bagaimana proses penyelesaian kemampuan komunikasi matematis siswa yang

(39)

19

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diutarakan di atas, maka penelitian

ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang menggunakan pendekatan PMR dengan siswa

yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

2. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan

kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan

kemampuan komunikasi matematis?

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan Self

Regulated Learning siswa antara yang pembelajarannya dengan menggunakan

Pendekatan Matematika Realistik dan Pendekatan konvensional?

4. Untuk mengetahui apakah terdapat terdapat interaksi antara pembelajaran

dengan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan

Self Regulated Learning?

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukkan bagi guru dalam menentukan pendekatan mengajar yang

tepat dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan

optimal dan mengembangkannya yang dapat meningkatkan komunikasi

(40)

20

yang dihadapi dan membuat siswa semakin tertarik dan berminat dalam belajar

matematika.

2. Menambah pengetahuan guru sehingga guru lebih kreatif dan inovatif dalam

memodifikasi pembelajaran yang menjadi lebih menarik.

3. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siswa berupa variasi pembelajaran

matematika yang dapat mengoptimalkan komunikasi matematis dan

meningkatkan Self Regulated Learning belajar serta mendapat pengalaman

belajar yang lebih menarik, dan menyenangkan sehingga siswa lebih aktif dalam

pembelajaran dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata

pelajaran matematika.

4. Bagi peneliti penelitian sebagai pengalaman langsung bagi penulis dan

diharapkan dapat menambah cakrawala pengetahuan, khususnya untuk

mengetahui sejauh mana peningkatan komunikasi matematis dan meningkatkan

Self Regulated Learning belajar setelah dilakukan proses pembelajaran berbasis

masalah.

1.7 Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Komunikasi matematis adalah mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan

matematika secara tertulis, mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan

matematika secara tertulis, mengungkapkan ide matematika dalam fenomena

dunia nyata melalui bahasa sehari-hari. Kemampuan komunikasi matematis dalam

(41)

21

a. Menyatakan situasi gambar ke dalam suatu paragraf cerita atau sebaliknya,

yakni menyatakan suatu cerita ke dalam bentuk gambar.

b. Membuat kalimat matematika dari sebuah cerita atau gambar dan

menyelesaikan masalah.

2. Self-regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara

efektif pengalaman belajarnya sendiri didalam berbagai cara sehingga mencapai

hasil belajar yang optimal.

3. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah proses pembelajaran yang

menempatkan realitas atau pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran

untuk menemukan model informal yang digunakan sebagai sumber munculnya

konsep-konsep matematika atau pengetahuan bentuk formal matematika.

Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep

matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari pada masalah konstektual.

4. Pembelajaran matematika secara konvensional adalah proses pembelajaran yang

berpusat pada guru, guru aktif sedangkan peserta didik pasif, guru mentransfer

pengetahuan yang dimulai dengan teori, kemudian contoh soal lalu dilanjutkan

dengan latihan, dan siswa penuh konsentrasi memperhatikan apa yang diajarkan

oleh guru. Masalah kehidupan sehari-hari terkadang hanya digunakan pada saat

topik tertentu, lalu menjelaskannya dengan contoh.

5. Kemampuan matematika siswa adalah kemampuan siswa kelompok tinggi,

sedang, dan rendah yang diukur berdasarkan tes kemampuan awal siswa dengan

(42)

22

Tabel 1.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan Siswa Kriteria

Tinggi Siswa yang memiliki nilai KAM  XSD

Sedang Siswa yang memiliki nilai KAM diantara kurang dari SD

X  dan lebih dari XSD

Rendah Siswa yang memiliki nilai KAM  XSD

Keterangan : X adalah nilai rata-rata KAM

SD adalah simpangan baku nilai KAM

6. Proses penyelesaian jawaban adalah proses siswa menyelesaikan soal kemampuan

(43)

128

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Pembelajaran matematika baik dengan PMR maupun dengan PMK dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi dan SRL siswa. Berdasarkan rumusan

masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang telah dikemukakan pada

bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pendekatan

PMR secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi

pendekatan konvensional

2) Siswa dengan KAM tinggi dengan pembelajaran berdasarkan PMR

mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang tidak berbeda secara

signifikan dibandingkan dengan siswa yang KAM tinggi dengan pembelajaran

konvensional

3) Siswa dengan KAM sedang dengan pembelajaran berdasarkan PMR

mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang secara signifikan lebih

baik dibandingkan dengan siswa yang KAM sedang dengan pembelajaran

konvensional

4) Siswa dengan KAM rendah dengan pembelajaran berdasarkan PMR

mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang secara signifikan lebih

baik dibandingkan dengan siswa yang KAM rendah dengan pembelajaran

konvensional

(44)

136

5) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

kemampuan awal matematika (KAM) terhadap peningkatan

kemampuan komunikasi matematis.

6) Peningkatan SRL siswa yang proses pembelajarannya menggunakan

PMR lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional

7) Siswa dengan KAM tinggi dengan pembelajaran berdasarkan PMR

mempunyai SRL yang tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan

siswa yang KAM tinggi dengan pembelajaran konvensional

8) Siswa dengan KAM sedang dengan pembelajaran berdasarkan PMR

mempunyai SRL yang lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan

siswa yang KAM sedang dengan pembelajaran konvensional

9) Siswa dengan KAM rendah dengan pembelajaran berdasarkan PMR

mempunyai SRL yang lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa

yang KAM rendah dengan pembelajaran konvensional

10)Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan

awal matematika (KAM) terhadap peningkatan SRL

11)Proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah

menggunakan PMR lebih bervariasi dibanding dengan siswa pada

pembelajaran konvensional. Hal ini ditemukan dari hasil kerja siswa

baik yang diajarkan dengan PMR maupun konvensional. Hasil kerja

siswa yang diajar dengan PMR lebih bervariasi dan dapat memberikan

(45)

137

5.2 Saran

Beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang

berkepentingan terhadap penggunaan pendekatan PMR dalam proses

pembelajaran matematika khususnya pada tingkat pendidikan dasar. Saran-saran

tersebut adalah sebagai berikut.

1) PMR hendaknya menjadi alternatif pembelajaran bagi guru di SD, terutama

untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan SRL siswa.

a. Mengingat komunikasi matematis dan SRL siswa perlu

ditumbuhkembangkan dimulai dari siswa SD melalui PMR, agar

pelaksanaan pembelajaran dengan PMR dapat lebih berhasil dengan baik

di kelas, sebaiknya mempersiapkan dengan matang Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan

mempertimbangkann alokasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

masalah kontekstual dalam LAS

b. Pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik pada

pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan komunikasi

matematis dan SRL sehingga merupakan salah satu alternatif untuk

menerapkan pembelajaran untuk materi operasi hitung bolangan, dimana

pada materi perkalian dan pembagian PMR ini sangat penting agar siswa

berperan lebih berperan aktif. Guru juga dapat memberikan reward kepada

siswa baik berupa pujian, tambahan nilai, atau hadiah kecil di akhir

pembelajara sehingga pembelajaran lebih menyenangkan.

c. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana

(46)

138

mengungkapkan gagasan-gagasannya dengan cara mereka sendiri,

sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani

beragumentasi, lebih percaya diri, terjalin komunikasi yang baik

anatara teman dan guru sehinga SRL siswa lebih baik dan hasil

belajar pun baik.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pendekatan Matematika Realsitik perlu disosialisasikan oleh sekolah atau

lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis dan SRL.

b. Pendekatan Matematika Realistik dapat dijadikan sebagai salah satu

alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematika siswa pada pokok bahasan operasi hitung

bilangan

3. Kepada peneliti Lanjutan

a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan matematika

realistik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematika siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil

penelitian yang maksimal.

b. Karena karakteristik pendekatan PMR memungkinkan siswa untuk

menemukan cara-cara baru dalam menyelesaikan masalah matematis

yang diberikan. perlu diteliti bagaimana pengaruh pendekatan PMR

terhadap kemampuan matematis lainnya, seperti kemampuan

(47)

139

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Ahmadi dan Supriyono. 2004, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Ansari, B. I. 2009. Konsep dan Aplikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi Penerbitan

Armanto. 2007, Pemodelan dalam PMRI. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional PMRI di Unimed, Medan 2-4 Juli 2007

Arikunto, S. 2003, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Yogyakarta.

Djamarah, B. 2002, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta.

Djiwandono, W. 2002, Psikologi Pendidikan, Gramedia, Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Drajat. 2007, Motivasi belajar Matematika, (Online), (http:// yahoo.com/search/cache?p=motivasi+belajar+matematika& toyie =1&ei=4t-88meta, diakses 5 Januari 2011)

Fauzan, A. 2004, Mengapa Harus Algoritma?, Buletin PMRI.

_________ 2007, PMRI dan Masalah Konstektual. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional PMRI di Unimed, Medan 2-4 Juli 2007

Fauzi, M.A. 2002. Pembelajaran Matematika Realistik pada Pokok Bahasan Pembagian di SD. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Fauzi, M.A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pndekatan Pembelajaran Metekognitif di SMP. Disertasi diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasibuan, E.S 2011. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

(48)

140

Hurlock, E. 2000, Psikologi Perkembangan Edisi kelima, Erlangga, Jakarta. .

Napitupulu, 2012, Prestasi Matematika Siswa Indonesia, Kompas.com (Online), di akses 14 Desember 2012

Niken, W. 2006, Hubungan Self-Regulated Learning terhadap prestasi belajar http://www.psikologiuntar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?

Nugroho, 2007, Self-Regulated Learning anak berbakat http://geogle.com//ditplt.or.id//new/index.php?menuprofile=70

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Qohar, Abd. 2010, Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematika serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Rohani, A. (2004), Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta. Jakarta.

Sardiman, A.M. (2003), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Grafindo, Jakarta.

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung.

Shadiq, F. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional.

Shadiq, F & Mutajab, N.A. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik di SMP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional.

Sembiring, 2007. Memperkenalkan PMRI, Lokakarya PMRI di Unimed, Medan 2-4 Juli 2007.

Shcunk, H., dan Zimmerman, J., (1998), Self-regulated Learning, The Guilford Press, New York

Sriyanto, HJ. (2007), Strategi Sukses Menguasai Matematika, Indoneseia Cerdas, Yogyakarta.

(49)

141

Sukmadinata, N., (2005), Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI

Supinah. (2008), Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Konstektual dalam Melaksanakan KTSP, PPPPTK Matematika, Yogyakarta.

Suryabrata, S., (2006), Psikologi Kepribadian, Grafindo Persada. Jakarta.

Syah, M., (2003), Psikologi pendidikan dengan pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Utami. 2010. Peningkatan Komunikasi Matematis Melalui PMR, (online), (http://www.wordpress.edu/%.105.html, diakses 12 Januari 2011).

Winne, (2007), Self-Regulated Learning anak berbakat, http://ditplt.or.id//new/index.php?menu-profile&pro=70

Woolfolk, (2002), Educational Pyschology Ninth Edition. The Ohio State University, USA.

Wardhani, S & Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian dan Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Departemen Pendidikan Nasional.

Wolters, (2007), Self-Regulated Learning anak berbakat, http://ditplt.or.id//new/index.php?menu-profile&pro=70

(50)

Gambar

Tabel 4.19 Skor Butir Soal Nomor 4 Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelompok PMR dan PMK  ...................................
Gambar 4.20
gambar, grafik, dan secara aljabar;  2) merefleksikan dan mengklarifikasi dalam
grafik yang sesuai. Sementara pada TIMSS 2007, persentase siswa yang menjawab
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya Nama: Wilujeng Hidayati NIM: H0712186 Program Studi: Agroteknologi menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “ RESPON VARIETAS PADI HITAM

Melalui penelitian ini ditemukan bahwa dalam melakukan komunikasi antar budaya seorang Tenaga Kerja Indonesia perlu mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan

Untuk menangkap asap hasil pirolisis tempurung kelapa tersebut dibutuhkan kerucut penampung yang kemudian disalurkan ke pipa penghubung, dimensi dari kerucut disesuaikan dengan

Penerapan model learning cycle pada materi perubahan sifat benda dapat membuat peserta didik lebih aktif dalam dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran

Sahabat MQ/ operasi pasar yang diadakan Bulog yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kecamatan/ mengecewakan mayarakat kecamatan Danurejan// Hal

Anu ngabédakeun ieu panalungtikan jeung panalungtikan nu saméméhna nya éta, lian ti nangtukeun téks adegan paguneman, prinsip jeung maksim omongan dina

tidak mengetahui bahwa Salmah adalah Mas Merah yang disebut Salam

Tugas Akhir dengan judul Pengembangan Karyawan (Karyawan Medis) Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta, disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar profesi ahli madya