• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan masa yuniorat Bruder Msc untuk menghayati spiritualitas hati kudus Yesus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan masa yuniorat Bruder Msc untuk menghayati spiritualitas hati kudus Yesus"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC

UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Yohanis Yani Watti NIM: 081124021

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

(5)

v MOTTO

“IA HARUS MAKIN BESAR DAN AKU MAKIN KECIL” (Yoh 3:30)

“Di dalam Tarekat tidak seorang pun adalah orang asing, tidak seorang pun adalah pendatang, tetapi semua adalah saudara di dalam Hati Kristus”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS”. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa para bruder yunior adalah tulang punggung dan masa depan tarekat MSC. Dan, mereka diharapkan menjadi pewarta kabar baik dan kegembiraan kepada umat yang dilayani berdasarkan spiritualitas Hati Kudus Yesus.

Skripsi ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan: bagaimana pembinaan para bruder MSC Yunior dalam memahami dan menghayati spiritualitas Hati Kudus Yesus yang menjadi dasar pelayanan nanti? Bagaimana pembinaan untuk masa yunior dalam tarekat MSC? Bagaimana spiritualitas Hati dimengerti dan dihayati oleh para MSC, khususnya bruder yunior? Bagaimana spiritualitas Hati diterapkan dalam pembinaan yunior bruder MSC? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan mengajukan pertanyaan refleksi yang diberikan kepada para bruder yunior.

Permasalahan tersebut dibandingkan dengan gaya hidup Yesus. Artinya, materi tentang gaya hidup Yesus disajikan agar para bruder MSC yunior dapat bercermin dan berpatokan pada Hati Yesus yang terwujud dalam sikap, perkataan, dan perbuatan.

Hati Yesus adalah pusat dari spiritualitas Hati maka para bruder yunior yang menghayati spiritualitas Hati diharapkan mempunyai pemahaman yang jelas dan menyeluruh tentang kualitas-kualitas Hati Yesus yaitu lemah lembut, sederhana, rendah hati, berbelas kasih, dan berbelarasa. CerminanHati Yesus itu sesungguhnya menunjukkan cinta Allah Bapa. Pada Hati Yesus para bruder yunior dapat bercermin ketika mereka mewartakan cinta Allah kepada umat.

Skripsi ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana pembinaan yang sudah dilakukan Tarekat MSC kepada para bruder yunior dengan berpatokan pada lima aspek pembinaan, yaitu kemanusiaan, afektif, religius, komunio, dan hidup membiara.

(9)

ix ABSTRACT

This thesis entitled “THE FORMATION OF THE JUNIORAT OF THE MSC BROTHERS FOR INSTILLING THE SPIRITUALITY OF THE SACRED HEART OF JESUS”. I chose this title based on the facts that the Junior brothers are the backbone and the future of the MSC congregation. They are supposedly to become ministers of the Good News and - based on the spirituality of the Sacred Heart of Jesus - to bring happiness to people wherever they are sent.

This study will try to answer some questions about: how to guide the MSC Juniorat brothers to understand and to live out the spirituality of the Sacred Heart of Jesus as their foundation for ministry? What kind of formation that is appropriate for Juniorat brothers in MSC congregation? What kind of spirituality of the Sacred Heart of Jesus that is understood and practiced by the MSC Juniorat brothers? How the spirituality of the Sacred Heart of Jesus is applied in the formation of the MSC Juniorat brothers? To answer those questions I used a descriptive analytical research by asking some reflective questions to the MSC Juniorat brothers.

Those questions were compared to Jesus’ life. How Jesus lived his life was presented to the MSC Juniorat brothers as they reflected upon Jesus’ life so that the spirituality of Jesus, the spirituality his sacred heart, could be implemented in their attitude, words, and actions.

The Heart of Jesus is the center of the spirituality of the Heart. Therefore, the MSC Juniorat brothers need to identify and to know how to internalize the values of the spirituality of the Sacred Heart of Jesus which are humble, gentle, simple, solider and full of compassion. Jesus’ heart is a sign of the love of God. When the Juniorat brothers minister to people they need to reflect the Sacred Heart of Jesus for them.

The purpose of this paper is to describe how formation is done for the MSC Juniorat brothers based on the five aspects of the formation which are humanity, affectivity, religious, community, and ministry life.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini berkat bantuan dari berbagai pihak.Maka penulis menyampaikan limpah terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada:

1. Dr. J. Darminta, SJ, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, pendampingan dan bimbingan kepada penulis dan dengan penuh kesabaran memberikan masukan dan kritikan yang membangun sehingga penulis termotivasi untuk menuangkan ide dalam penulisan skripsi ini.

2. P. Banyu Dewa HS.,S.Ag.,M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu penuh perhatian dan setia dalam mendampingi penulis dari awal studi sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji III yang mendampingi dan memberikan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. 4. Kaprodi IPPAK-USD Yogyakarta, Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ,

(11)

xi

5. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kerelaan hati dan penuh kesabaran telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh proses pendidikan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD Yogyakarta yang selalu menyapa dan melayani penulis dengan sepenuh hati selama menjalani proses pendidikan sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. P. Benedictus E. Untu MSC, selaku Provinsial MSC Indonesia yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

8. P. Yance Mangkey MSC, mantan provinsial MSC yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menimba ilmu di Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

9. Para bruder yunior (Br. Fendy MSC, Br. Big MSC, Br. Rinto MSC dan Br. Iben MSC) yang dengan penuh kerendahan hati dan selalu siap sedia diminta bantuan terutama bantuannya dalam merefleksikan kehidupnnya sebagai bruder MSC.

10. Konfrater di Komunitas Studi Palagan Yogyakarta yang menjadi teman sekomunitas dalam studi dan hidup sehari-hari.

11. Konfrater dan Postulan di Purworejo yang mendukung dalam setiap kegiatan. 12. Teman-teman angkatan 2008 yang telah berjuang bersama-sama dari awal

sampai selesai studi.

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

MOTTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR SINGKATAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penulisan ... 7

D.Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II DINAMIKA MASA YUNIORAT ... 10

A.PEMBINAAN ... 10

1. Pengertian Pembinaan ... 10

2. Tujuan Pembinaan ... 11

B.Tahap-tahap Pembinaan Para Bruder dalam Tarekat MSC ... 13

1. Postulat ... 13

2. Pranovisiat ... 14

3. Novisiat ... 15

(14)

xiv

5. Kaul Kekal ... 18

C.Pembinaan Yuniorat Bruder MSC ... 19

1. Hidup Kemanusiaan ... 20

2. Hidup Afektif ... 21

3. Hidup Religius ... 22

4. Hidup Komunitas ... 22

5. Hidup Membiara ... 23

D.Tantangan-Tantangan dalam Pembinaan ... 26

1. Budaya ... 26

2. Hidup dalam Zaman Modern ... 27

3. Keluarga ... 28

4. Pribadi ... 29

E. Pergulatan dalam Pembinaan YuniorBruder MSC ... 30

1. Program Pembinaan Belum Efektif ... 30

2. Kurangnya Tenaga Pembina ... 32

3. Pengintegrasian Antara Pembinaan dan Karya ... 33

F. Upaya Mengatasi Tantangan-Tantangan dalam Pembinaan ... 34

1. Pembinaan Bercorak Religius Misioner ... 34

2. Pembinaan Suatu Proses Interaksi Personal ... 35

3. Pembinaan Pendampingan Personal ... 35

4. Pembinaan Dialog Partisipatif ... 36

5. Pembinaan Kontekstual-Transformatif ... 37

BAB III SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DALAM TAREKAT MSC ... 38

A.Tarekat Hati Kudus Yesus ... 38

1. Pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus ... 38

2. Sejarah Berdirinya Tarekat MSC... 41

3. Makna Nama MSC ... 42

B.Spiritualitas Hati Kudus Yesus ... 44

(15)

xv

a. Hati dalam Kitab Suci ... 44

b. Hati Kudus Yesus ... 46

2. Pengertian Spiritualitas ... 47

a. Spiritualitas Hati dalam Kitab Suci ... 49

b. Spiritualitas Hati Menurut MSC ... 50

3. Spiritualitas Tarekat MSC Menurut Konstitusi ... 52

a. Hidup Doa ... 52

b. Hidup akan Penghayatan Kaul-kaul ... 54

1) Kaul Ketaatan ... 54

2) Kaul Kemiskinan ... 56

3) Kaul Kemurnian ... 58

c. Hidup Komunitas ... 59

d. Karya Kerasulan ... 60

e. Kepemimpinan ... 61

f. Harta Benda ... 62

g. Pembinaan ... 64

4. Spiritualitas Hati dalam Hidup MSC ... 64

C.Spiritualitas Hati dalam Panggilan Hidup Bruder MSC ... 67

1. Hidup Religius ... 67

2. Hidup Kenabian ... 68

3. Hidup Mistikus ... 69

BAB IV PENGHAYATAN SPIRITUALITAS DALAM PEMBINAAN YUNIORAT BRUDER MSC ... 71

A.Latar Belakang Pengamatan ... 71

B.Tujuan pengamatan ... 72

C.Jenis Pengamatan ... 73

D.Responden pengamatan ... 73

E. Waktu, Tempat dan Pelaksanaan Pengamatan ... 73

F. Pertanyaan Refleksi ... 74

(16)

xvi

H.Pembahasan Refleksi ... 84

I. Harapan-harapan ... 87

BAB V PENUTUP ... 89

A.Kesimpulan ... 89

B.Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

LAMPIRAN ... 96

Pertanyaan Refleksi untuk Para Bruder Yunior ... (1)

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci Mat : Matius Mrk : Markus

Luk : Lukas

Yoh : Yohanes

Kis : Kisah Para Rasul

Rom : Roma

1 kor : 1 Korintus Ef : Efesus Fil : Filipi Ibr : Ibrani Yeh : Yehezkiel

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), 25 Januari 1983. ET : Evangelica Testificatio, Petujuk Tentang Pembaharuan Hidup Religius, 29 Juni 1971.

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti Bagi Para Religius, 25 maret 1996.

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember 1965

(18)

xviii

Tentang Pembinaan Imam dalam Situasi Zaman Sekarang, 25 Maret 1992.

PC : Perfectae Caritatis, DekritKonsili Vatikan II tentang

Pembaharuan Dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965. LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

Gereja, 21 November 1964.

C. Singkatan Lain

MSC : Missionarii Sacratissimi Cordis Jesu (Misionaris Hati Kudus Yesus)

SJ : Societas Jesu (Serikat Yesus) Bdk : Bandingkan

Kons. : Konstitusi Art. : Artikel

No : Nomor

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembinaan merupakan suatu keharusan dalam setiap tarekat untuk

membentuk calon religius. Pembinaan dimaksudkan untuk menanamkan

nilai-nilai atau semangat Kristiani dari Gereja maupun tarekat. Namun bukan hanya

menghayati semangat Kristiani yang harus didalami tetapi juga semangat dalam

pengabdian dan pelayanan kepada sesama yang harus diajarkan. Pembinaan awal

terutama masa yuniorat adalah awal seorang religius memahami dan mampu

melaksanakan dalam karyanya.

Hidup religius adalah hidup yang dikhususkan dan disucikan untuk Allah.

Semuanya dipersembahkan hanya untuk kemuliaan Allah. Konstitusi Konsili

Vatikan II (1993 : 258) dalam dekrit PC, artikel 2 e, berbunyi :

“Tujuan hidup religius pertama-tama supaya para anggotanya mengikuti Kristus dan dipersatukan dengan Allah melalui pengikraran nesehat-nasehat Injili. Maka perlu dipertimbangkan dengan serius bahwa penyesuaian-penyesuaian yang sebaik mungkin dengan kebutuhan-kebutuhan zaman kitapun tidak akan memperbuahkan hasil bila tidak dijiwai oleh pembaharuan rohani. Hendaknya pembaharuan rohani itu dalam pengembangan karya-karya di luar pun selalu diutamakan.”

Dalam hal ini manusia mendapat panggilan dari Allah untuk mampu

mengikuti kehendak-Nya. Manusia menjawab panggilan Allah dengan memulai

hidup dalam biara. Hidup membiara merupakan salah satu bentuk hidup yang

tetap, untuk mampu mengikuti kehendak Allah dan melaksanakan kehendak-Nya.

Hidup membiara juga bertujuan untuk mencapai kesempurnaan. Untuk mencapai

(20)

datang dari Allah sendiri. Dukungan dari Allah harus dibalas dengan

mencintai-Nya dengan sepenuh hati.

Menurut Jacob (1980 : 32), hidup membiara yang konkrit adalah ungkapan

dan pernyataan semangat Injil dan sekaligus tanggapan konkrit terhadap situasi

dan kebutuhan zaman. Sikap dasar adalah sikap Injil sendiri, tetapi sikap dasar itu

dikonkritkan dalam cara atau bentuk kehidupan yang sungguh sesuai dengan

kebutuhan zaman. Kebutuhan dan situasi zaman itu berganti-ganti terus-menerus.

Maka terus-menerus dibutuhkan penyesuaian dan pembaharuan hidup membiara.

Dalam hidup membiara setiap ordo/tarekat mempunyai spiritualitas yang

dijiwai dalam menjalankan misi perutusannya. Maka setiap anggota tarekat pun

harus menjiwai spiritualitas tarekatnya. Spiritualitas tarekat perlu menjadi dasar

untuk menyemangati anggotanya dalam menjalankan tugas perutusannya.

Semangat yang menjiwai tarekat MSC dalam menjalankan tugas perutusannya

terdapat dalam konstitusi dan statuta MSC tahun 2000, bab 2 artikel 6, yang

berbunyi: bersama Bapa Pendiri, kita merenungkan Yesus Kristus, yang bersatu

dengan Bapa-Nya dalam ikatan cinta kasih dan kepercayaan. Dipenuhi oleh Roh

Kudus, Yesus mengucap syukur kepada Bapa-Nya sebab Ia telah menyatakan

diri-Nya kepada orang-orang kecil karena Dia adalah hamba-Nya yang amat

melibatkan diri dengan kaum miskin dan berdosa. Dengan kata-kata Pater

Chevalier “Ia bahagia kalau Ia dapat mencurahkan kelembutan hati-Nya kepada

kaum kecil dan miskin kepada mereka yang menderita dan berdosa kepada umat

manusia dalam segala macam kesengsaraan-Nya. Bila melihat kemalangan

(21)

Semangat Bapa pendiri ini yang menjiwai setiap anggota MSC dalam

menjalankan tugas perutusannya. Warisan ini terus dikembangkan sampai dengan

zaman sekarang ini. Maka kiranya semangat ini juga harus diwarisi oleh para

anggota MSC khusunya mereka yang masih dalam pembinaan. Di tengah zaman

yang terus berubah ini kiranya semangat atau spiritualitas tarekat perlu

disesuaikan juga dengan situasi, agar pembinaan sekarang dan dulu tetap sama

dalam penghayatan spiritualitasnya sehingga tidak ada perbedaan pandangan

tentang spiritualitas tarekat dan nilai yang diperjuangkan sama.

Spiritualitas hati bukanlah hanya milik satu tarekat saja, tetapi spiritualitas

hati telah berkembang sejak abad ke dua puluh. Kapitel umum MSC tahun 1999

menyatakan bahwa anugerah berharga yang dapat disumbangkan tarekat kepada

Gereja dan masyarakat dalam milenium baru ialah kesaksiannya tentang

spiritualitas hati. Berbicara mengenai spiritualitas hati karena spiritualitas hati itu

bergerak dari dalam yaitu dari dalam “Hati” yakni dari inti kepribadian Allah,

Kristus, sesama dan dunia dan diri kita sendiri.

Tarekat MSC merupakan tarekat religius yang diharapkan ambil bagian

dalam menyebarkan cinta Allah kepada manusia lewat spiritualitas hati-Nya.

Kapitel umum tarekat MSC pada bulan Mei 1972 mengeluarkan surat umum

kepada setiap anggota tarekat untuk memahami misinya bukan untuk

menyebarkan devosi kepada Hati Kudus melainkan spiritualitas hati. Surat

tersebut mencatat bahwa kata “Hati” harus dimengerti dalam arti biblis sebagai

(22)

Untuk mampu menyebarkan spiritualitas hati diperlukan orang-orang yang

sungguh-sungguh mempunyai hati yang peduli, berbela rasa dan prihatin terhadap

perkembangan zaman. Hal ini bisa diperoleh lewat ikatan yang mesra dengan

Allah. Dengan kata lain bahwa seseorang itu harus mampu mencintai Allah

dengan hati yang tulus dan terbuka. Untuk mencapai tahap ini dibutuhkan proses

yang terus menerus yang diawali dengan pembinaan awal. Pembinaan awal

dimaksudkan agar orang itu mampu untuk mengerti, memahami dan

melaksanakan dalam kehidupanya sehari-hari dalam hidup bermasyarakat. Dalam

pembinaan ini diharapkan spiritualitas hati yang menjadi dasar dalam perutusanya

kelak mulai disadari dan dirasakan akan kehadiran-Nya dalam diri. Perlu adanya

refleksi terus-menerus untuk menghadirkan hati yang mempunyai semangat

berkorban seperti yang telah Yesus wariskan kepada manusia bahwa Ia rela

berkorban demi cinta-Nya pada manusia. Yesus telah membuktikan cinta-Nya

yang besar kepada Bapa dan manusia dengan taat menerima kematian-Nya di

kayu salib untuk keselamatan umat manusia “Di dalam Dia dan oleh darah-Nya

kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa menurut kekayaan kasih-Nya

yang dilimpahkan kepada kita” (bdk. Ef 1:7-8).

Pater Jules Chevalier dalam mendirikan tarekat MSC berusaha untuk

mewujudkan visi dan misi Gereja universal dalam mewujudkan Kerajaan Allah

di dunia ini dengan menyebarkan spiritualitas hati yang nampak dalam semboyan

tarekat MSC “Ametur Ubique Terrarum Cor Jesu Sacratissimum” (dikasihilah

(23)

membentuk kepribadian dan mentalitas seseorang dalam menyembuhkan

penyakit-penyakit zaman seperti acuh tak acuh dalam diri manusia.

Segala macam pemahaman mengenai spiritualitas hati kiranya harus

mendapat porsi yang cukup dalam pembinaan awal tarekat. Karena spiritualitas

hati menjadi dasar dan motivasi dalam menjalani hidup dan karya. Memang

pemahaman tidak cukup harus diimbangi dengan penerapan tetapi sebagai pintu

masuk hal ini harus diterapkan. Seorang yang dalam pembinaan dalam hal ini

pembinaan yuniorat masih diperlukan masukan-masukan dan pengertian yang

jelas akan semangat tarekat sehingga dalam pelaksanaan kedua hal tersebut

pengertian dan pemahaman menjadi padu. Para MSC termasuk yunior harus

mendapat pembinaan yang perlu, baik manusiawi maupun rohani yang terpadu

untuk perkembangan pribadi dan orang lain (bdk. Kosn. 2000 : no. 73).

Sebagai seorang bruder MSC yang pernah menjalani pembinaan yuniorat

merasakan betapa pentinya pemahamaan akan spiritualitas hati diberikan sejak

awal sehingga dalam karyanya nanti mampu mengintegralkan niai-nilai

spiritualitas hati dengan karyanya di tengah umat dan masyarakat. Spiritualitas

hati menjadi motor penggerak dalam berkarya, karena hal ini yang membedakan

dengan karya-karya lain artinya ada semangat di belakang dalam karya. Dalam

berkarya tidak hanya sekedar yang terpenting umat senang tetapi semangat yang

diusung yaitu spiritualitas hati harus masuk juga dalam karya sehingga umat

mampu mengikuti keteladanan yang diberikan dan terutama membawa mereka

(24)

Di tengah dunia ini yang semakin banyak masalahnya berimbas juga

kepada pembinaan. Pembinaan yang mengikuti perkembangan zaman dan mampu

mewujudnyatakan program-program pembinaan dengan mengikuti perkembangan

zaman akan semakin mudah untuk memahami permasalahan dan mampu

menciptakan program yang bermutu dan berguna bukan hanya untuk para peserta

bina namun untuk umat pada umumnya. Umat merindukan sosok atau figur yang

mampu membantu membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dalam hal ini perlu dihasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas yang mampu hadir

dan memahami umat bukan membebankan umat.

Spiritualitas hati adalah salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah.

Dengan spiritualitas hati orang akan melihat hati yaitu hati Kristus yang

lambung-Nya ditikam di atas kayu salib mengeluarkan darah dan air (bdk. Yoh 19:34,37).

Darah dan air merupakan lambang Yesus memberikan cinta yang besar kepada

manusia. Ia menganugerahkan Roh-Nya kepada kita, mencurahkan cinta

kasih-Nya kepada kita (bdk. Kons. No. 9).

Menyadari akan pentingnya spiritualitas hati bagi pembinaan MSC muda,

penulis mengharapkan para MSC muda khususnya para bruder untuk

meningkatkan penghayatan spiritualitas hati yang menjadi inspirasi dalam hidup

sebagai MSC dan menjadi motor pengerak dalam karyanya nanti sehingga hal

inilah yang membuat penulis merasa tergerak hati untuk menulis tentang

“PEMBINAAN MASA YUNIOR BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI

(25)

B. RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang masalah yang ada maka rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pembinaan untuk masa yunior dalam tarekat MSC ?

2. Bagaimana spiritualitas hati dimengerti dan dihayati oleh para MSC

khususnya para yunior bruder MSC ?

3. Bagaimana spiritualitas hati diterapkan dalam pembinaan pada yunior bruder

MSC ?

C. TUJUAN PENULISAN Penulisan ini bertujuan :

1. Untuk memaparkan pembinaan yang dilakukan dalam tarekat MSC.

2. Untuk mendeskripsikan penghayatan spiritualitas hati yang dilakukan oleh

para MSC khususnya yunior bruder MSC.

3. Untuk menemukan hubungan penghayatan spiritualitas hati dengan

pembinaan para yunior bruder MSC.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Membantu para pembina untuk menemukan pembinaan yunior bruder MSC

sesuai dengan spiritualitas tarekat.

2. Membantu para konfrater MSC khususnya para bruder MSC untuk semakin

(26)

3. Membantu para pembina khususnya yunior untuk menerapkan pembinaan

yang berpusat pada spiritualitas tarekat.

E. METODE PENULISAN

Metode penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis dengan studi

kepustakaan. Dengan kata lain penulis mengumpulkan, mengolah dan

menganalisis tema-tema, tulisan atau teori-teori yang relevan. Penulis juga

mengadakan wawancara dengan para yunior bruder.

F. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan ini adalah :

Bab I : berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : berisi tentang dinamika masa yuniorat yang meliputi pembinaan,

tahap-tahap pembinaan para bruder dalam tarekat MSC, pembinaan

yuniorat bruder MSC, tantangan-tantangan dalam pembinaan,

pergulatan dalam pembinaan yunior dan upaya mengatasi

tantangan-tantangan dalam pembinaan.

Bab III : berisi tentang spiritualitas Hati Kudus Yesus yang meliputi pendiri

tarekat MSC, sejarah berdirinya tarekat MSC, makna nama MSC,

spiritualitas hati kudus Yesus, pengertian hati, pengertian spiritualitas

(27)

dalam hidup MSC dan spiritualitas hati dalam panggilan dan hidup

bruder MSC.

Bab IV : berisi penghayatan spiritualitas dalam pembinaan masa yuniorat

bruder MSC yang meliputi latar belakang pengamatan, tujuan

pengamatan, jenis pengamatan, responden pengamatan, waktu, tempat

dan pelaksanaan pengamatan, pertanyaan refleksi, hasil refleksi,

pembahasan refleksi, harapan-harapan.

(28)

BAB II

DINAMIKA MASA YUNIORAT

A. PEMBINAAN

1. Pengertian Pembinaan

Menurut Mangunhardjana (1986 : 11-12) pembinaan dimengerti sebagai

terjemahan dari kata Inggris training, yang berarti latihan, pendidikan,

pembinaan. Sejauh berhubungan dengan pengembangan manusia, pembinaan

merupakan bagian dari pendidikan. Namun karena tekanan pengembangan dalam

pembinaan berbeda dari pengembangan dalam pendidikan, pembinaan dibedakan

dari pendidikan. Sebagaimana dipraktekan dewasa ini, pembinaan menekankan

pengembangan manusia dari segi praktis : pengembangan sikap, kemampuan dan

kecakapan. Sedang pendidikan menekankan pengembangan manusia dari segi

teoritis : pengembangan pengetahuan dan ilmu.

Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu

murni, tetapi ilmu yang dipraktekan. Tidak dibantu untuk mendapatkan

pengetahuan demi pengetahuan, tetapi pengetahuan untuk dijalankan. Dalam

pembinaan orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan

mengembangkannya, agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang

hidup atau kerja mereka. Oleh karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah

mendapatkan sikap, attitude dan kecakapan, skill.

Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki,

delearning, berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan

(29)

baru yang meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang menjalani

pembinaan mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih

efisien dan efektif daripada sebelumnya.

Kalau dirumuskan dalam bentuk definisi pembinaan adalah suatu proses

belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal

yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk

membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk

mencapai tujuan hidup dan kerja, yang sedang dijalani, secara lebih efektif.

2. Tujuan Pembinaan

Setiap tarekat mempunyai tujuan dalam pembinaan anggotanya sehingga

setiap anggota mengetahui untuk apa dia dibina. Setiap tujuan pasti ada maksud

yang akan dicapai, sehingga maksud pembinaannya tidak sia-sia. Dalam Tarekat

MSC tujuan pembinaan sesuai dengan Konstitusi Tarekat MSC art. 73 berbunyi :

“Para Misionaris Hati Kudus akan mendapat pembinaan apa saja yang perlu demi suatu pertumbuhan manusiawi dan kristiani yang terpadu, baik demi perkembangan mereka pribadi, maupun demi kebaikan orang lain. Pembinaan tersebut hendaknya membantu mereka khususnya untuk memperdalam pembaktian diri mereka dengan segenap hati, memperkuat rasa keterlibatan dalam kelompok mereka, dan mendapat suatu persiapan yang memadai bagi hidup kerasulan mereka”.

Berdasarkan Konstitusi Tarekat MSC art. 73 dapat disimpulkan bahwa

pembinaan dalam tarekat MSC terbagi dalam tiga dimensi yaitu pertama dimensi

manusiawi dan kristiani terpadu, kedua dimensi perkembangan pribadi dan demi

kebaikan orang lain dan ketiga dimensi pembaktian religius yang meliputi

(30)

upaya untuk menghasilkan pembinaan yang efektif dan terarah. Ketiga dimensi ini

dilengkapi dengan pembinaan rohani dan laku tapa serta mempelajari sejarah

tarekat beserta konstitusi dan statuta tarekat agar mampu bekerja dan

bertanggungjawab dalam karya (kons. 74).

Sedangkan dalam buku Pedoman-pedoman Pembinaan dalam

Lembaga-lembaga religius (1992:10), artikel 1 tujuan pembinaan adalah :

“Pembinaan para calon yang langsung bertujuan untuk memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari ciri khasnya di dalam Gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh, dengan memadukan secara harmoni unsur-unsur rohani, apostolik, doktrinal dan praktis.”

Penegasan tentang tujuan utama pembinaan dikatakan dalam buku

Pedoman-pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga religius (1992:14),

artikel 6, berbunyi :

“Adapun tujuan utama pembinaan ialah memungkinkan para calon hidup religius dan angota-anggota muda yang sudah berprofesi, pertama-tama menemukan dan kemudian mengasimilasikan dan memperdalam apa yang merupakan jatidiri religius. Hanya dalam keadaan seperti itulah orang yang dipersembahkan kepada Allah dapat terjun ke dalam dunia sebagai saksi yang berarti, berdayaguna lagi setia. Oleh karena itu, tepatlah mengingatkan, pada awal dokumen tentang pembinaan, apa yang ditujukan oleh rahmat hidup bakti religius kepada Gereja.”

Dalam hal ini nampak jelas bahwa pembinaan itu menyeluruh dalam setiap

dimensi hidup manusia yang berupaya membangun manusia menjadi pribadi yang

(31)

B.Tahap-tahap Pembinaan Para Bruder dalam Tarekat MSC

1. Postulat

Kata postulat berasal dari bahasa latin “postulare” yang berarti

“mengajukan permohonan”. Mengajukan permohonan dapat dimengerti sebagai

permohonan awal masuk dalam biara dan mengajukan permohonan untuk dibina

dalam hidup membiara.

Masa pembinaan postulan bruder MSC merupakan suatu masa peralihan

dari cara hidup dalam keluarga ke cara hidup dalam biara khususnya

memperkenalkan tarekat MSC. Tahap peralihan ini dapat dilihat sebagai tahap

peralihan dari hidup di luar masuk ke dalam hidup membiara. Dalam tahap ini

calon perlu ditolong dalam upaya untuk memurnikan motivasi untuk menjadi

seorang Biarawan. Motivasi si calon sangat memegang peranan untuk pembinaan

selanjutnya. Motivasi seseorang untuk memasuki hidup membiara

bermacam-macam : ada motivasi tidak sadar, motivasi pribadi yang sadar dan motivasi

adikodrati (Agudo, 1989:55). Motivasi tidak sadar disebabkan karena pengalaman

yang dialami seseorang karena latar belakang keluarga, lingkungan dan juga

pengalaman intelektual dan spiritual semua dapat dipakai untuk menjalani

panggilan. Namun sulit menegaskan apakah panggilan ini asli atau buatan sendiri

saja. Kebutuhan akan rasa aman begitu kuat sehingga kebutuhan ini dijadikan

sebagai panggilan. Motivasi tidak sadar ini mempunyai akar pada kebutuhan yang

tidak diakui sedih karena kehilangan orang tercinta, perasaan kurang aman, rasa

salah, takut akan hukuman Tuhan, cemas untuk menghadapi kenyataan hidup,

(32)

motivasi yang dimiliki si calon karena adanya perkembangan yang matang dari

faktor intelektual dan emosional. Motivasi adikodrati adalah motivasi yang

dimiliki oleh si calon karena kematangan hidup rohani. Si calon mampu

mengembangakan hidup doa dan hubungan pribadinya dengan Tuhan serta

mempunyai keinginan untuk melakukan kehendak Tuhan dalam seluruh peristiwa

hidupnya. Sedangkan menurut Harjawiyata (1979:16) mengatakan mengenai

motivasi ada motivasi utama, ada motivasi samping, ada motivasi baik dan ada

motivasi yang tidak dapat dipuji. Perlu disadari juga bahwa setelah menyelesaikan

masa pembinaan ini motivasi si calon belum benar-benar murni. Oleh karena itu

dalam pembinaan postulat ini motivasi si calon mulai perlu disadarkan dan mulai

dimurnikan. Dalam hal ini juga perlu diperhatikan bahwa tiada seorangpun bisa

diterima tanpa persiapan yang memadai.

2. Pranovisiat

Maksud pranovisiat menurut Konstitusi Tarekat MSC art. 80 dikatakan

bahwa maksud pranovisiat adalah untuk membantu para calon dalam menentukan

suatu pilihan yang bebas dan masak diantara pelbagai status hidup kristiani yang

berbeda-beda, dan untuk memungkinkan komunitas menilai motivasi dan kerelaan

si calon untuk hidup religius.

Maka calon bruder MSC adalah suatu masa orientasi dan perkenalan diri

timbal balik antara calon dan tarekat. Calon perlu mengenal makna hidup bakti

pada umumnya dan hidup bakti tarekat MSC pada khusunya, yaitu sejarah,

(33)

dan latar belakangnya (keluarga dan kebudayaan), sifat dan watak, motivasi dan

kemampuannya. Adapun tujuan dari pembinaan pranovis ini adalah agar si calon

bertumbuh dan berkembang sehingga makin matang dan utuh, agar calon menjadi

pribadi yang makin matang dalam iman dan hidup kerohaniannya, agar calon

memiliki landasan yang kokoh dalam mengambil keputusan secara bebas tentang

hidup dan panggilannya.

3. Novisiat

Novisiat adalah masa yang istimewa untuk mulai masuk dalam kehidupan

membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Dalam pembinaan ini dimulailah

hidup religius yang sesungguhnya. Mereka yang menjalani tahap ini di sebut

“Novis”. Kata “Novis” berasal dari kata Latin “Novicius” yang berarti : orang

baru. Tahap ini mutlak perlu. Seseorang yang mau menjalani hidup membiara

harus menjalani masa ini. Biara tempat mereka disebut “Novisiat”. Menurut

Heuken (1993:221) selama masa novisiat diharapkan. Para novis tumbuh dalam

iman dan cinta kasih akan Tuhan dan sesama manusia, mempelajari dan mulai

mengamalkan cita-cita kongregasi yang bersangkutan serta membiasakan diri

menjalankan hidup menurut nasehat injil sesuai peraturan yang berlaku dalam

Novisiat.

Masa novisiat menurut ketentuan gereja sekurang-kurangnya 1 tahun,

tetapi terbuka kemungkinan untuk menambah menjadi 2 tahun. Tahun pertama

disebut dengan masa kanonik. Dalam tahun ini para novis diajak untuk mendalami

(34)

(KHK, kanon, 646). Dengan demikian tekanan terletak pada pembentukan hidup

religius melalui pendalaman konstitusi dan pendalaman hidup rohani. Sedangkan

tahun kedua para novis diajak menghayati cita-cita kongregasi dalam hidup dan

karyanya yang kongkrit. Namun ada kongregasi yang hanya menjalankan masa

novisiat selama 1 tahun. Untuk tarekat MSC masa novisiat berlaku selama 1

tahun. Sedikit demi sedikit para novis harus belajar melepaskan segala sesuatu

yang tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Allah artinya mereka harus belajar

untuk melakuan segala sesuatu yang berhubungan dengan Kerajaan Allah. Mereka

harus mempraktekan kerendahan hati, ketaatan, kemiskinan, doa dan persatuan

tetap dengan Allah.

Novisiat adalah suatu komunitas bina, sebagai masa pembinaan sebagai

calon anggota MSC yang telah menyelesaikan masa pembinaan pranovisiat dan

mempersiapkan diri untuk profesi pertama.

Menurut Konstitusi Tarekat MSC no. 86, maksud utama novisiat adalah

Agar menjadi masa inisiasi ke dalam kehidupan, semangat dan tugas perutusan

tarekat. Inisiasi ini harus memampukan si novis untuk bertumbuh dalam

kedewasaan, mengembangkan suatu kehidupan berdoa yang sungguh, mendalami

panggilannya sebagai seorang religius dan memperoleh suatu kepastian tentang

kemampuannya untuk menjalani hidup bakti dalam komunitas sebagai seorang

Misionaris Hati Kudus. Sedangkan dalam pedoman-pedoman pembinaan dalam

lembaga-lembaga religius (1992:43) artikel 45 berbunyi : hidup dalam lembaga

dimulai dalam novisiat. Tujuannya ialah agar para novis lebih memahami

(35)

cara hidup lembaga, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, dan

agar terbuktikan niat serta kecakapan mereka.

Selama masa novisiat, para novis akan dibantu dalam menghidupi

semangat dan perutusan tarekat selama pengalaman hidup berkomunitas dan

terlibat dalam karya kerasulan yang wajar sesuai dengan peraturan-peraturan

Gereja dan tarekat. Mereka dibantu dalam hidup doa, studi dan bimbingan pribadi

agar mereka semakin mendalami kasih Allah dalam Hati Yesus, bertumbuh dan

berkembang dalam persaudaraan dengan Yesus serta mengembangkan rasa

keterlibatan dalam hidup berkomunitas, semakin membiasakan diri dengan hidup,

sejarah dan semangat bapa pendiri tarekat dan semangat mantap menjadi anggota

MSC, mengenal anggota-anggota dan karya-karya MSC.

4. Yuniorat Bruder

Yuniorat bruder adalah masa pembinaan selama tiga tahun sesudah profesi

pertama yang dijalankan dalam komunitas bina bruder-bruder dan komunitas

basis hidup bakti. Yang menjalankan masa yuniorat adalah para bruder yang

sudah mengucapkan profesi pertama.

Hidup di komunitas yuniorat berbeda dengan dengan hidup di novisiat.

Maka para yunior yang baru saja meninggalkan novisiat harus menyesuaikan diri

dengan kehidupan baru, walaupun masih dalam pembinaan. Keadaan baru ini

menyangkut hidup bersama dan kerja. Maka para yunior perlu ditolong untuk

merefleksikan, mengolah dan mengatasi tantangan-tantangan yang mereka hadapi,

(36)

Adapun tujuan dari pembinaan yuniorat bruder MSC adalah agar para

bruder yunior mendalami semangat serta cara hidup dalam komunitas basis hidup

bakti dengan memberikan kesaksian hidup sebagai bruder MSC. Para bruder

yunior diharapkan mengembangkan keterlibatannya pada perutusan Gereja

partikular dan Gereja setempat. Para bruder yunior diharapkan

mengaktualisasikan kemampuan dan mengembangkan karisma-karisma pribadi.

Sehubungan dengan masa yuniorat, Mardi Prasetya (1992:298) mengatakan masa

yuniorat adalah kelanjutan dari eksperimen dan pendalaman semangat serta cara

hidup tarekat sampai calon betul-betul mempunyai sikap mencintai tarekat secara

mendalam sehingga pihak tarekat mempunyai cukup alasan untuk menerimanya

secara definitif sebagai anggota tarekat dalam profesi kekal.

Pembinaan para bruder yunior harus memiliki daya dan kekuatan di dalam

diri mereka sendiri yang memberi mereka daya untuk berkembang. Maka para

bruder yunior jangan hanya dilihat sebagai objek pembinaan semata. Di dalam diri

mereka sudah tertanam benih hidup religius yang sudah cukup berkembang

karena sudah melalui tahap novisiat. Maka pembina harus menaruh kepercayaan

akan kekuatan-kekuatan yang terpendam di dalam diri para yunior.

5. Kaul Kekal

Pengikraran kaul kekal dilaksanakan setelah melewati masa-masa dalam

pembinaan atau melewati masa yuniorat. Pengikraran kaul kekal dilaksankan

(37)

Pengikraran kaul kekal sering disebut sebagai akhir masa pembinaan. Ia

sudah menamatkan masa-masa pembinaannya. Ia dianggap sudah dewasa dan

mampu mengolah hidup rohaninya. Dalam arti tertentu bisa juga dibenarkan tetapi

sebernarnya pengikraran kaul kekal adalah suatu lembaran baru sebagai seorang

religius. Ia masih memerlukan pembentukan. Hal ini makin disadari dengan

berbagai masalah dunia. Ia harus berhadapan dengan suasana baru di

tengah-tengah masyarakat dengan pelbagai tantangan-tantangan. J. Darminta (1983:80)

mengatakan bahwa, seseorang yang akan mengucapkan kaul kekal dapat

dipastikan memang sudah menerima bahwa ketiga nasihat injil itu sungguh

merupakan nilai yang tak dapat ditawar lagi bagi hidupnya..dia mampu secara

realistis menghayatinya menurut kondisi manusiawinya. Dengan demikian

menjadi jelas bahwa dengan penghayatan ketiga nasihat Injil ini tantangan ke

depan semakin banyak, sehingga masih dibutuhkan pembinaan yang

berkelanjutan.

C.Pembinaan Yuniorat Bruder MSC

Pembinaan yuniorat bruder adalah masa kelanjutan pembinaan setelah

novisiat. Dalam pembinaan lanjutan ini para bruder dipersiapkan dirinya untuk

persiapan kaul kekal dengan meneruskan, memperdalam dan mengembangkan

penghargaan dan pertumbuhan dalam pembinaan kemanusiaan, rohani,

intelektual, hidup bersama, apostolat dan hidup MSC demi tugas perutusan. Untuk

(38)

1. Hidup Kemanusiaan

Menurut J. Darminta (2008 : 33-34) kematangan atau kedewasaan

manusiawi berarti orang tahu melaksanakan tanggungjawabnya dengan

kompetensi, kebijaksanaan dan keteguhan. Seorang dewasa mampu menilai

manusia yang lain, peristiwanya tanpa keraguan dan banyak prasangka serta

mampu mengambil keputusan bijaksana. Tanda kebijaksanaan orang mampu

mengambil keputusan dengan tidak emosional tanpa memikirkan

kesukaran-kesukaran yang mungkin muncul belakangan. Dengan demikian orang dewasa

mampu memutuskan sendiri permasalahan yang dihadapi dan mampu

melaksanakan keputusan itu.

Belajar dari pengalaman tentang kehidupan adalah modal orang untuk

mampu bertahan akan tantangan yang dihadapi. Maka kedewasaan diharapkan

memiliki pendidikan yang integral sehingga pencapaiannya harus melalui proses

tahap demi tahap. Kedewasaan seseorang tidak langsung jadi tapi harus melalui

perjalanan umurnya, perkembangan dan pengalaman hidup. Kedewasaan akan

membuat orang untuk berani menghadapi dan mengambil segala tanggungjawab

atas tindakan dan perbuatan. Jadi dia bertindak bukan hanya ikut arus saja tetapi

karena ada sesuatu yang diperjuangkan dalam hidup. Orang yang memiliki

kedewasaan batin akan membuahkan kemerdekaan batin yang merupakan tujuan

dari seluruh perjalanan hidup. Dia mengambil keputusan karena diterangi oleh

akal dan iman. Dia mampu menggunakan kemerdekaan untuk hal-hal baik

(39)

2. Hidup Afektif

Menurut J. Darminta (2008 : 28-29) hidup afektif adalah suasana hati

beserta kecenderungan untuk menanggapi diri, hidup keadaan dan

peristiwa-peristiwa hidup. Landasan dinamika hidup afektif ialah kerinduan manusia. Tetapi

landasan hidup manusia ini dapat dibelokan oleh kuasa jahat dan kodrat manusia

karena dosa. Hidup afektif akan menimbulkan perasaan-perasaan manusia yaitu

menerima atau menolak terhadap apa yang dihadapi. Manusia akan menerima jika

membawa keuntungan bagi dirinya dan menolak jika merugikan dirinya. Ini

merupakan sifat alamiah manusia.

Perasaaan afektif akan memunculkan berbagai keutamaan seperti rasa

kagum, syukur, simpati, belaskasih ataupun rasa marah, takut, tak pantas, gentar.

Namun semua perasaan itu akan membawa manusia pada pengalaman hidup dan

memperkembangan kepribadian dan merupakan sumber kekuatan. Hidup afektif

merupakan tempat orang membangun hubungan dengan Allah dan sesama. Hidup

afektif yang matang ialah hidup yang selalu terarah kepada kebaikan ilahi . Dalam

hidup afektif orang akan teruji kelekatan dan keterpautan kepada Allah demi

Allah dan sesama.

Dalam hal hidup afektif orang perlu mengatur dan mengolah hidup

afektifnya, baik dalam relasi dengan sesama dalam persahabatan maupun dalam

permusuhan. Kematangan afektif akan nampak dalam kemampuan untuk

mencintai yang harus dicintai dengan benar atau bagaimana mencintai menurut

(40)

3. Hidup Religius

Hidup religius pada pokoknya ialah hidup yang mengikatkan diri secara

ekskusif kepada Allah. Dimensi ini secara konkrit dihayati dengan cara praksis

berdoa. Doa sendiri sebagai sarana pemupukan batin (ET no.45). Lebih dalam lagi

berdoa merupakan ungkapan kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah .

Praksis berdoa didasarkan oleh kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah (ET

no.42). Berdoa merupakan kegiatan orang Allah yang merasakan betapa dirinya

sendiri miskin dan tak mampu dari dirinya sendiri berhadapan dengan Allah (ET.

No. 43). Berdoa merupakan keberanian untuk percaya dan beriman. Doa berarti

mau membangun hidup beriman, hidup menyerahkan diri dengan penuh

kepercayaan karena merasakan dan menemukan bahwa Allah kuasa dan

sedemikian mencintai sehingga menjadikan kita baik dan utuh (Mrk 7 :37). Maka

berdoa merupakan praksis penghayatan hidup religius yang selalu mau terbuka

kepada kehendak Allah . Maka dari itu praksis berdoa seperti perayaan Ekaristi,

doa harian, doa pribadi maupun doa bersama yang sudah menjadi praksis berdoa

dalam hidup religius perlu diperhatikan. Hanya ada satu keselamatan hanya ada

satu doa. Selamat berarti semakin bebas dari rasa takut karena semakin mampu

hidup dalam kepercayaan .

4. Hidup Komunitas

Pada zaman sekarang sangat terasa kebutuhan diantara kaum religius suatu

komunitas persaudaraan yang sungguh-sungguh, terlebih dengan dibentuknya

(41)

Kristus. Pembinaan itu sebagian besar tergantung pada mutu komunitas.

Komunitas didirikan dan bertahan bukan karena para anggotanya menemukan

bahwa mereka berbahagia bersama-sama berkat persamaan pikiran, watak atau

sikap, melaikan karena Tuhan telah menghimpun dan mempersatukan mereka

oleh pembaktian bersama dan demi tugas perutusan bersama di dalam Gereja.”

(PPLR 26).

Pada masa sekarang komunitas semakin berusaha untuk meningkatkan

cara hidupnya sehingga bisa menjadi komunitas yang semakin cinta akan

persaudaraan. Komunitas yang dibangun dalam relasi persaudaraan yang erat akan

membuat komunitas itu menjadi hidup dan memiliki semangat kerendahan hati.

Dalam komunitas orang belajar saling menerima apa adanya dengan sifat positif

dan negatif, perbedaan-perbedaan dan keterbatasan-keterbatasan masing-masing.

Tiap anggota ditantang untuk memberikan yang terbaik yang ada padanya (bdk. 1

Kor 12 : 7).

Proses pertumbuhan dan perkembangan hidup beriman anggota komunitas

tergantung juga pada mutu hidup komunitas. Mutu hidup komunitas pada

umumnya merupakan buah dari iklim dan gaya hidup anggotanya. Hal ini bisa

dilihat dari semangat persaudaraan, saling menerima, saling pengertian, saling

mendukung dan juga dilihat dari cara menghayati hidup kaulnya.

5. Hidup Membiara

Dalam hidup membiara penghayatan kaul merupakan inti dari hidup

(42)

No. 13). Pengalaman mendalam bahwa Allah sedemikian besar cintaNya, sampai

memberikan Putera Tunggal-Nya mendorong orang untuk mempersembahkan diri

seutuhnya kepada Tuhan, meninggalkan segala-galanya dan taat kepada sabda dan

kehendak-Nya. Penghayatan kaul merupakan penghayatan kerohanian ekaristis

yaitu hidup syukur atas segala kebaikan dan cinta Tuhan, sehingga orang rela

mengorbankan nyawanya untuk Tuhan. Praksis hidup ekaristis dalam hidup

sehari-hari adalah penghayatan misteri salib dan kebangkitan Kristus.

Kaul kemurnian dimengerti sebagi persembahan diri seutuhnya kepada

Tuhan (ET. No. 15), maka penghayatan kaul kemurnian harus didasarkan pada

dua segi hidup religius yaitu kontemplatif dan apostolis. Segi kontemplatif hidup

kemurnian dalam mengikuti Kristus ialah memusatkan diri pada kedatangan

Kristus dan penyadaran terus menerus akan akhir jaman, karena pada saat itu

kepenuhan cinta terlaksana. Kemurnian apostolis merupakan hidup yang

memusatkan diri kepada penantian akan hari Tuhan, hari pemenuhan cinta. Dalam

VC (88), dikatakan bahwa :

“ Tanggapan Hidup Bakti terutama terletak pada penghayatan kemurnian sempurna penuh kegembiraan sebagai kesaksian tentang kekuatan cinta kasih Allah yang nampak pada kelemahan kondisi manusiawi. Kesaksian itu disajikan kepada tiap orang untuk menunjukan bahwa kekuatan cinta kasih Allah dapat melaksanakan hal-hal besar justru dalam konteks cintakasih manusiawi”.

Kaul kemiskinan merupakan kesanggupan untuk melayani dengan

kemerdekaan cinta. Kemerdekaan dalam cinta ini sering disebut miskin dalam

Roh (Mat 5 : 3). Karena itu dia sungguh-sungguh hidup miskin, artinya tidak

melekat pada sarana-sarana hidup dan tidak menjadikan sarana ini sebagai tujuan

(43)

menunjukan suatu semangat pelayanan yang sungguh-sungguh hanya ditujukan

untuk kemuliaan Kristus dan karya keselamatan Kristus. Oleh karena itu

penghayatan kaul kemiskinan berarti harus solider kepada mereka yang miskin

dan menderita ketidakadilan. Tantangan lain pada zaman sekarang yakni

materialisme yang haus akan harta milik tanpa mengindahkan

keperluan-keperluan dan penderitaan-penderitaan rakyat yang paling lemah dan tanpa

kepedulian manapun terhadap keseimbangan sumber-sumber daya alam.

Tanggapan hidup bakti terdapat dalam pengikraran kemiskinan injili yang dapat

dihayati dengan pelbagai cara dan sering dicetuskan dalam keterlibatan aktif

dalam usaha mengingatkan solidaritas dan cintakasih (VC. 89).

Kaul ketaatan merupakan kesanggupan dan kesediaan untuk melaksanakan

tuntutan cinta. Ketaatan mempunyai dasar pada Yesus (Bdk Flp 2 :1 -11).

Ketaatan pada Kristus adalah jalan menuju kepada Bapa. Ketaatan Yesus kepada

Bapa ditunjukan lewat penderitaan-Nya. Derita kepada sesama merupakan

ungkapan cinta kepada Allah dan kehendak-Nya. Ketaatan yang menderita

membuat orang untuk dekat dengan sesama yang menderita dan teraniaya.

Ketaatan ini harus dilandasi dengan semangat cinta artinya mau melakukan apa

saja demi orang yang dicintainya. Dalam VC. no. 91 dikatakan bahwa :

(44)

D.Tantangan-tantangan dalam Pembinaan

1. Budaya

Indonesia memiliki ragam budaya yang majemuk. Iklim budaya

membentuk karakter dari masing-masing orang yang hidup dalam satu

kebudayaan. Hal ini membuat karakter orang bisa berbeda karena faktor budaya.

Begitupun dalam hidup membiara, setiap individu yang masuk dalam biara

membawa budayanya masing-masing. Dalam konteks tarekat MSC, setiap

individu yang masuk dalam tarekat MSC berasal dari hampir seluruh pelosok

Indonesia, maka secara otomatis ikut membawa budayanya. Dalam hal ini budaya

sebenarnya bukan suatu halangan atau hambatan untuk masuk dalam hidup

membiara. Dalam GS. Art. 53 dikatakan bahwa budaya itu menyempurnakan dan

mengembangkan hidup manusia secara utuh. Dengan demikian budaya juga ikut

membantu mengembangkan hidup dalam hidup membiara. Begitupun dalam

PPLR no. 89 menunjuk hubungan yang erat antara hidup bakti dan kebudayaan

bahwa setiap kebudayaan haruslah diuji, artinya harus dimurnikan dan

disembuhkan dari luka-luka dosa. Serentak pula kebijaksanaan yang dikandung

oleh kebudayaan-kebudayaan itu telah diungguli, diperkaya dan disempurnakan

oleh kebijaksanaan salib.

Dalam pengertian ini mau dikatakan bahwa Yesus dan Injil-Nya mengatasi

kebudayaan. Yesus mempersatukan setiap orang dengan berbagai macam latar

belakang budayanya. Lalu yang menjadi pertanyaan dimana letak tantangannya ?

Koentjaraningrat (2005:VI-VII) membagi tantangan kebudayaan menjadi 7 yaitu,

(45)

kekerabatan, kesatuan hidup, religi dan kepercayaan. Ini menjadi landasan untuk

bisa melihat lebih mudah akan tantangan yang dihadapi dalam hal kebudayaan.

Bagi penulis sendiri seperti yang dilihat dalam kehidupan sebagai anggota MSC

yang menjadi tantangan dalam hal kebudayaan salah satu contoh adanya strata

sosial dalam suatu budaya masyarakat atau tingkatan menurut kasta sehingga

tanpa disadari atau disadari mempengaharui kehidupan baik dalam komunitas

maupun karya. Memang ini tidak mempengaharui seluruh anggota tetapi

berdampak pada sebagian anggota yang berasal dari suku tertentu.

2. Hidup dalam Zaman Modern

Generasi muda sekarang ini yang masuk dalam biara adalah generasi

modern. Artinya generasi yang hidup dalam suasana atau alam yang serba

canggih. Yang sangat menonjol sekarang ini adalah kemajuan teknologi yang

serba cepat dan canggih seperti televisi, telepon, hp, internet. Dengan peralatan ini

dunia serasa semakin sempit karena dari pelosok manapun di dunia ini bisa kita

ketahui lewat televisi dan internet dan kita juga bisa berbicara seakan

berhadap-hadapan lewat hp. Dengan demikian para biarawan muda yang masuk tarekat tahu

akan perangkat-perangkat canggih tersebut. Hal ini membawa dampak pada sifat

individualisme menjadi kuat. Dengan adanya alat-alat canggih tersebut anggota

akan asyik sendiri dengan barang-barang yang dimilikinya. Hal ini akan

berdampak pada kehidupan komunitas. Anggota komunitas tidak akan betah

berlama-lama berdoa, yang dipikirkan hanya nonton tv atau internetan ataupun

(46)

orang lain lewat hp. Hal lain yang membawa dampak yaitu menimbulkan budaya

instant. Sekarang ini banyak hal serba instant ada makanan dan minuman instant

(mie, kopi) yang disajikan cepat. Memang budaya instant bisa membuat orang untuk bisa berpikir dan bekerja cepat namun dalam konteks membiara anggota

tarekat tidak mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi masalah

sehingga cepat-cepat untuk mundur.

3. Keluarga

Keluarga adalah dasar dalam membangun iman seseorang dan keluarga

juga adalah dasar dalam pembinaan iman sehingga orang bisa tertarik menjadi

seorang biarawan. Dalam GS.art. 52, mengatakan melalui pendidikan hendaknya

anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga bila nanti sudah dewasa mereka

mampu penuh tanggungjawab mengikuti panggilan mereka, juga panggilan hidup

bakti serta memilih status hidup mereka.

Namun perlu disadari juga bahwa tidak semua keluarga memiliki

pengalaman yang membahagiakan sehingga pembinaan iman dalam keluarga

berjalan baik. Dan setiap keluarga mempunyai caranya masing-masing dalam

membangun imannya. Dalam PDV. art 44 dikatakan, ada kalanya situasi

keluarga-keluarga sendiri, tempat timbulnya panggilan-panggilan imam, akan

menampilkan tidak sedikit kelemahan bahkan kadang-kadang kekurangan yang

cukup serius.

Sebagai contoh ada yunior yang diijinkan untuk berlibur ke rumah orang

(47)

melihat kehidupan keluarga maka mengambil jalan untuk keluar dari biara. Dalam

hal ini memang perlu dilihat lagi permasalahannya tetapi bukan menjadi alasan

untuk keluar meninggalkan biara. Keluarga memang masih bisa menjadi

tantangan dalam hidup membiara apabila keluarga mendapat masalah.

4. Pribadi

Pribadi dari setiap anggota tarekat mempunyai karakter yang

berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena anggota tarekat berasal dari budaya yang berbeda

dan tumbuh dalam suatu lingkungan yang berbeda. Namun perbedaaan ini bisa

diatasi dengan saling mengenal dan memahami budaya serta karakteristik

masing-masing orang. Namun dalam hal ini yang mau ditekankan adalah soal identitas

diri. Dalam perjalanan panggilannya si calon begitu bersemangat dalam menjalani

hidup panggilan terutama sewaktu dibina di novisiat. Banyak hal tentang

kehidupan baik jasmani dan rohani diberikan untuk memperkuat panggilan.

Namun yang diajarkan di novisiat akan berbeda setelah hidup dalam satu

komunitas karya. Di novisiat diajarkan tentang semangat berkorban tetapi dalam

komunitas karya kadang mengalami hal yang berbeda sehingga menimbulkan

pertentangan, belum lagi menghadapi anggota yang lebih senior yang kurang

menunjukan semangat tarekat. Hal-hal semacam ini akan menimbulkan

pertanyaan dalam diri dan menimbulkan tantangan mengenai identitas dirinya.

Identitas kabur menghasilkan kepribadian tidak menentu, identitas yang tidak

diterima berakibat benci akan diri sendiri yang tidak disadari dan pribadi yang

(48)

Tantangan yang dihadapi juga adalah merasa tidak mampu menjalankan

tugas perutusan tarekat walaupun sudah berusaha sekuat tenaga. Hal seperti ini

menimbulkan keraguan dalam diri. Tantangan lain juga jika melihat anggota yang

lebih senoir mampu menjalankan tugas perutusan dengan penuh semangat dan

kegembiraan sedangkan diri sendiri tidak mampu untuk melakukan seperti

annggota yang lain sehingga menimbulkan sifat minder karena tidak sanggup

melakukan apa-apa. Tantangan-tantangan seperti ini sering dijumpai dalam diri

para anggota yunior karena merasa belum dapat berbuat sesuatu untuk tarekat.

E.Pergulatan dalam Pembinaan Yunior Bruder MSC

1. Program Pembinaan Belum Efektif

Setiap tempat pembinaan pasti memiliki program pembinaan

masing-masing yang disesuaikan dengan keadaan tarekat. Program ini disusun begitu baik

dan ada hasil yang nantinya akan dicapai. Program disusun oleh orang-orang yang

mempunyai keahlian dan pengalaman dalam pembinaan. Dalam Konstitusi MSC

art. 78 dikatakan bahwa, pemimpin propinsi dan Dewannya akan memandang

sebagai salah satu kewajiban mereka yang lebih penting untuk menjamin bahwa

program-program pembinaan disusun dengan baik dan isinya sesuai dengan

kebutuhan para anggota pada masing-masing tingkat pembinaan mereka.

Semua program pembinaan berfungsi untuk mempersiapkan para yunior

dalam menghadapi hidup dan permasalahannya. Para yunior diharapkan mampu

menjadi orang yang bertanggungjawab, mandiri, sederhana, berbelaskasih

(49)

sebagaimana yang telah dibuat. Ada beberapa kendala yang membuat program

tidak berjalan.

a. Faktor pertama adalah team pembina. Di bawah akan disampaikan tentang

faktor tenaga pembina tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa team

pembina juga merupakan satu pergulatan yang besar. Di dalam yuniorat sudah

ada team pembina namun team ini tidak berjalan dengan baik karena team yang

terbentuk masih memegang jabatan lain sehingga fokus terhadap pembinaan

kurang. Waktu untuk pembinaan terbagi-bagi menyebabkan program ada

namun belum berjalan baik.

b. Faktor kedua adalah faktor jarak antara pembina dan yunior. Tarekat MSC

berkarya hampir di semua pulau di Indonesia dengan demikian tidak menutup

kemungkinan para bruder yuniorpun diutus dimana tarekat berkarya. Setelah

mereka berkarya otomatis mereka berada jauh dari tempat pembinaan yuniorat.

Padahal mereka masih dalam pembinaan walaupun setelah mereka dikaryakan

yang menjadi pembina adalah pemimpin komunitas setempat. Tidak mudah

mempertemukan para yunior yang tersebar untuk mendapat pembinaan

bersama-sama.

c. Faktor ketiga adalah komunikasi antara bruder yunior yang sedang studi

dengan pembina. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dengan kemajuan

teknologi semua bisa diatasi namun dalam pembinaan, kemajuan teknologi

tidak bisa dipakai semuanya. Misalnya dalam bimbingan tidak hanya cukup

lewat Hp (handphone) atau media elektronik lain (email). Si yunior harus

(50)

diungkapkan. Kontak antara yunior dengan pembina juga kurang. Selama ini

jarang pembina datang ke rumah studi ataupun kalau yunior yang pergi ke

yuniorat, pembinanya tidak ada ataupun kalau ada bukan maksud untuk

bertemu. Dengan kata lain saling menunggu panggilan dari pembina atau

pembina menunggu yunior datang.

Faktor-faktor di atas merupakan suatu pengalaman yang dialami dan

dilihat langsung oleh penulis tentang yuniorat. Hal ini bukan berarti melihat dari

segi negatifnya tetapi kiranya menjadi suatu masukan untuk pembina dalam

menjalankan programnya agar mampu menjangkau semua yunior.

2. Kurangnya Tenaga Pembina

Pembinaan anggota adalah suatu karya yang sangat penting, karena lewat

pembinaan maka anggota tarekat akan semakin menjadi orang yang sungguh

memahami tarekatnya dan juga anggota akan semakin menjadi orang yang lebih

dewasa, matang dan bijaksana. Dalam pembinaan juga diharapkan akan hadirnya

orang-orang yang berkualitas dalam menangani karya-karya tarekat. Dalam

Konstitusi Tarekat MSC art. 77 dikatakan bahwa, anggota-anggota yang diberi

kepercayaan untuk melakssanakan pembinaan pada segala tingkatannya harus

sudah berkaul kekal dan diangkat oleh Pemimpin Propinsi bersama Dewan.

Mereka dipilih berdasarkan kemampuan dan dipersiapkan secara memadai untuk

tugas mereka.

Namun pada kenyataanya tidak banyak orang yang mau terlibat dalam

(51)

mau. Sebenarnya masalah ini dapat diatasi karena setiap biarawan mengikrarkan

kaul ketaatan maka sudah sepantasnyalah setiap anggota untuk taat pada

perutusan tarekat. Namun demikian jika sipembina mampu ia tidak hanya diberi

kepercayaan sebagai tenaga pembina. Ia masih harus merangkap jabatan lain

misalnya masih menangani karya atau duduk dalam dewan propinsi. Hal ini tidak

bisa dihindari karena tidak ada orang lain yang mau.

Tugas pembinaan biasanya lebih dihindari daripada dicari. Anggota lebih

menghindari untuk menjadi seorang pembina karena merasa tidak mampu. Hal

lain juga yaitu ada yang bisa menjadi pembina tetapi mengundurkan diri dari

tarekat sehingga makin berkurang anggota untuk menjadi pembina yang handal.

Selain itu faktor kejenuhan dalam pembinaan. Karena hanya hal-hal dalam

pembinaan yang dihadapi sehingga merasa jenuh. Jika sampai pada titik

kejenuhan maka ia akan segera untuk pergi meninggalkan tempat pembinaan dan

mencari karya lain.

3. Pengintegrasian antara Pembinaan dan Karya

Pembinaan dan karya tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena antara

pembinaan dan karya sangat berkaitan. Seorang anggota tarekat sebelum berkarya

akan melewati masa-masa pembinaan awal untuk memperkuat diri dan sebagai

bekal dalam menghadapi suka duka dalam karya. Dalam Konstitusi Tarekat MSC

art. 145.2 mengatakan kegiatan kerasulan termasuk inti hakekat kita sebagai

(52)

hidup kita harus diresapi oleh suatu semangat kerasulan, sama seperti seluruh

kegiatan kerasulan kita harus dijiwai oleh suatu semangat religius.

Pembinaaan hanya bersifat teori saja tetapi praktek sesungguhnya ada

dalam karya. Mungkin seorang anggota tarekat dalam pembinaan begitu baik dan

bersemangat tetapi setelah terjun dalam karya berubah menjadi orang yang tidak

bersemangat dan pesimistis. Hal ini mungkin saja terjadi karena apa yang dialami

dan didapatkan dalam pembinaan berbeda dengan yang dialami dalam karya.

Belum lagi faktor komunitas yang ikut mempengaharui anggota dalam karya.

Komunitas yang baik dan kondusif akan mendukung karya yang baik tapi

sebaliknya akan membuat karya dan bahkan anggotanya tidak betah dan mundur

dari karya yang dijalani. Maka dalam pembinaan perlu dimasukan program yang

menunjang karya tarekat dan mulai melibatkan subjek bina dalam pengenalan

akan karya tarekat bisa bisa seperti live-in atau ekspousure. Sehingga anggota

tarekat mulai mengenal dari awal yang menjadi karya tarekat sehingga mereka

tidak ragu dalam menjalankan karya tarekat setelah berkarya.

F. Upaya Mengatasi Tantangan - tantangan dalam Pembinaan

1. Pembinaan Bercorak Religius Misioner

Ciri dan corak pembinaan dalam tarekat adalah pembinaan religius. Ciri

dan corak religius tersebut dirumuskan secara padat dalam tiga sifat dasar hidup

bakti yakni, concecratio-communio-missio. Ciri dan corak religius ini sangat

penting dan mendasar sehingga mewarnai seluruh jenjang pembinaan dalam

(53)

concecratio-communio-missio, tidak hanya berhenti pada pembinaan awal, melainkan secara

terus-menerus diperhatikan dan dirumuskan dalam seluruh kehidupan demi tugas

perutusan tarekat.

2. Pembinaan Suatu Proses Interaksi Personal

Dalam konteks pembinaan religius, upaya pembinaan dalam tarekat

merupakan suatu proses interaksi personal bertahap dan berkesinambungan.

Maksudnya suatu proses yang memungkinkan adanya perkembangan dan

pertumbuhan dalam setiap dimensi pembinaan, kepribadian, kerohanian,

intelektual, pastoral komunitas dan ke-MSC-an demi tugas perutusan tarekat. Hal

ini berarti bahwa dalam seluruh proses pembinaan setiap tahap/jenjang pembinaan

saling melengkapi.

Selanjutnya dikatakan bahwa pembinaan suatu proses terjadi dalam suatu

interaksi personal. Maksudnya bahwa interaksi tersebut terjadi antara yang

membimbing dan yang dibimbing. Menyangkut hal ini Konstitusi Tarekat MSC

art. 76 mengatakan proses pembinaan menuntut adanya suatu keikutsertaan aktif

dari mereka yang saling dibina, dalam dialog dengan para pembimbing mereka.

3. Pembinaan Pendampingan Personal

Pendampingan merupakan pokok yang paling penting dan sentral dalam

seluruh proses pembinaan. Gagasan pendampingan, oleh konstitusi dirumuskan

secara sederhana bahwa antara yang dibina dengan pembina perlu adanya

(54)

cara pendampingan dengan adanya bimbingan rohani. Bimbingan rohani

diupayakan agar subjek bina dapat secara intensif mengungkapkan perkembangan

rohaninya agar mampu bertahan dalam menjalani hidup membiara. Dalam

bimbingan rohani diupayakan juga agar subjek bina mendaptkan kekuatan baru

baik jasmani maupun rohani sehingga perkembangan hidupnya berjalan bersama.

4. Pembinaan Dialog Partisipatif

Pembinaan bercorak partisipatif maksudnya ialah bahwa seluruh sistem

dan proses pembinaan dalam tarekat menuntut adanya suatu tanggungjawab

bersama dari para pembina dan yang dibina. Tanggungjawab bersama ini

terwujud antara lain dalam hal penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program

pembinaan. Dalam hal ini Konstitusi Tarekat MSC art. 76 dengan jelas

menegaskan bahwa : Proses pembinaan menuntut adanya suatu keikitsertaan aktif

dari mereka yang sedang dibina dalam dialog dengan para pembimbing mereka.

Ide tentang tanggungjawab bersama dalam sistem dan proses pembinaan

melahirkan gagasan tentang pendampingan personal. Tekanan terutama pada

upaya mendampingi para calon atau anggota bina dalam pengalaman hidup

rohani, yakni intimitas dengan Allah dan solidaritas dengan sesama sebagai

(55)

5. Pembinaan Kontekstual-Transformatif

Konstitusi Tarekat MSC art.77 berbunyi sepanjang seluruh masa

pembinaan hendaknya dipelihara hubungan dengan dunia nyata dan lingkungan

kultur/budaya para calon/anggota.

Konstitusi dengan demikian mengingatkan bahwa pembinaan dalam

tarekat MSC bersifat kontekstual dan kultur maksudnya pembinaan para anggota

berakar dalam budaya mereka sendiri. Pembinaan harus membantu para anggota

mampu mengerti, memahami dan menghargai kultur mereka dalam arti kata yang

luas, baik kultur asli maupun kultur modern demi tugas perutusan tarekat. Dalam

arti ini juga diharapkan pemahaman tentang kultur secara menyeluruh artinya

bukan hanya kultur sendiri yang dimengerti tapi juga mampu belajar untuk

memahami kultur oran lain.

Pembinaan yang kontekstual harus segera dihubungan dengan coraknya

yang transformatif . Disinilah ditemukan aspek misioner dan proses pembinaan.

Pembinaan tidak hanya berakar di dalam budaya melainkan juga merubah

manusia dan kebudayaannya dari dalam. Dengan kata lain pembinaan pada

(56)

BAB III

SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DALAM TAREKAT MSC

A. Tarekat Hati Kudus Yesus

1. Pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus

Pada tanggal 15 maret 1824 di kota Richelieu, lahirlah seorang anak yang

diberi nama Jules Chevalier. Bapaknya bernama Jean Charles Chevalier, ibunya

bernama Louise Ory. Jules mempunyai 2 orang kakak, Charles Chevalier dan

Louise Chevalier. Beda umur antara kakaknya laki-laki Charles adalah 12 tahun

sedangkan kakaknya perempuan Louise adalah 12 tahun. Keluarga Chevalier

adalah keluarga miskin namun orang tuanya dibaptis katolik dan menerima

sakramen-sakramen sampai mereka meninggal. Jules kecil mendapat pendidikan

dan kesalehan dari ibunya. Ia mendidik Jules dengan baik dalam hal nilai-nilai

kristiani dan manusiawi. Sebagai contoh ibunya mengajarinya untuk tidak

mencuri dan pendidikan itu sangat berhasil. Sebagai contoh suatu hari Jules diajak

ibunya ke pasar, di saat ibunya membelakanginya Jules mencuri apel dari seorang

pedangang. Sesampai di rumah ketika Jules memakan apel tersebut ibunya

melihat buah curiannya, maka ibunya membawa Jules kembali ke pasar dan

meminta maaf karena telah mencuri. Ibunya juga mengajarkan hal-hal mengatasi

watak yang panas dan galak yang ia warisi dari ayahnya. Ia mulai berani dan

(57)

Pada usia 12 tahun, Jules terpaksa meninggalkan dunia anak-anak karena

keluarganya miskin. Ayahnya mula-mula berdagang biji-bijian kemudian

berjualan roti. Usaha ayahnya tidak berhasil.

Pada tanggal 29 Mei 1836, Jules memberitahukan kepada kedua orang

tuanya tentang keputusannya untuk menjadi Imam. Ia meminta kepada orang

tuanya untuk membawanya ke seminari di Tours. Tetapi ibunya menasehatinya

bahwa mereka tidak mampu untuk membiayainya maka ibunya menyarankan

untuk bekerja. Dengan berat hati Jules memenuhi perkataan ibunya. Ia mulai

bekerja sebagai tukang sepatu. Sejak saat itu Jules menjadi seorang tukang

sepatu, namun demikian Jules masih menemukan waktu untuk belajar bahasa

Latin dengan bantuan Pastor Parokinya. Walaupun masih belasan tahun namun

Jules berusaha untuk mandiri dan mengambil langkah untuk masa depannya.

Pada bulan Maret 1841, keluarga Chevalier meninggalkan Richelieu dan

pindah ke Vatan dalam propinsi Berry untuk bekerja sebagai penjaga hutan.

Ketika berumur 17 tahun terbuka bagi Jules kesempatan untuk masuk Seminari

Menengah St. Gaultier dalam Keuskupan Bourges. Hal ini dikarenakan majikan

dari ayahnya mandor dari penjaga hutan bersedia menanggung uang sekolah dan

asrama Seminari Menengah untuk Jules. Maka keinginan untuk masuk seminari

yang diimpikan Jules bisa terwujud.

Di Seminari menengah keinginan berelasi dengan teman-temannya dan

serentak untuk mengejar cita-citanya diuji secara berat. Pada waktu itu umur Jules

17 tahun sedangkan teman-temannya masih berumur 12 tahun. Karena sudah lama

(58)

pelajaran. Teman-temannya rata-rata setelah tamat Sekolah Dasar langsung

melanjutkan ke seminari. Hal lain juga Jules berasal dari daerah yang berbeda

dengan teman-temannya. Ia berasal dari Richelieu sedangkan teman-tema

Referensi

Dokumen terkait