commit to user
i
DAN KARSINOMA OVARII
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga
Minat Utama : Ilmu Biomedik (OBGIN)
Oleh :
MAKHMUD JUMHUR S 5507004
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
KARSINOMA OVARII
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga
Minat Utama : Ilmu Biomedik (OBGIN)
Diujikan pada ujian tesis Hari Selasa Tanggal : 19 April 2011
Jam : 13.00 BBWI
Oleh :
Makhmud Jumhur S5507004
commit to user
ii
STUDI PERBEDAAN EKSPRESI COX-2 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
Disusun Oleh :
Makhmud Jumhur S.5507004
Tesis ini telah disetujui :
Dewan Pembimbing:
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Pembimbing I Prof.Dr. KRMT.Tedjo Danoedjo
Oepomo, dr.SpOG(K) ...
NIP : 194601201973 1 001
Pembimbing II Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si.
NIP : 19670215199403 2 001 ...
Mengetahui
Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. Didik G Tamtomo,dr ,MM,M.Kes, PAK.
commit to user
iii
STUDI PERBEDAAN EKSPRESI COX-2 ANTARA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
Disusun Oleh :
Makhmud Jumhur S.5507004
Tesis ini telah disetujui oleh Tim Penguji :
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Ketua Prof.Dr. Didik G Tamtomo,dr.MM.M.Kes.PAK ...
Sekretaris Prof.Dr. Harsono Salimo, dr.SpA(K) ...
Anggota 1. Prof. Dr. Tedjo Danoedjo Oepomo,dr.SpOG(K) ...
Penguji 2. Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si ...
Surakarta, 2011
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Suranto, Drs.M.Sc.PhD Prof Dr. Didik G Tamtomo, dr.MM.MKes.PAK
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Makhmud Jumhur
NIM : S 5507004
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Studi Perbedaan Ekspresi COX-2 Antara Endometrioma dan Karsinoma Ovarii adalah betul-betul karya sendiri. Hal –hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 10 April 2011
Yang membuat pernyataan
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr Wb
Alhamdulillah, atas Berkat dan Rahmat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan kesabaran sehingga saya dapat menjalani dan menyelesaikan
program Combined Degree yakni pendidikan dokter spesialis bidang Obstetri dan
Ginekologi serta menyelesaikan tesis ini sebagai parsyarat dalam menjalani
Program Pascasarjana Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas
Sebelas Maret.
Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan rasa hormat yang
setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Syamsulhadi, dr. SpKJ selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan pada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi
dan Program Pascasajana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof Suranto, drs. M.Sc, P.hd sebagai Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin dalam menempuh
pendidikan pascasarjana.
3. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr.
H. A.A Subijanto, dr. MS yang telah memberi izin dan kesempatan
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi
commit to user
vi
4. Prof. Dr. KRMT. Tedjo Danoedjo Oepomo, dr. SpOG(K) sebagai
pembimbing Utama, yang telah dengan sabar berkenan memberikan
bimbingan, arahan, memecahkan masalah yang timbul dan ikut membantu
penyelesaian penelitian ini.
5. Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si sebagai pembimbing II, memberi
bimbingan dan arahan demi kesempurnaan penelitian ini.
6. Prof.Dr. Didik G Tamtomo, dr. MM, M.Kes, PAK, sebagai Ketua
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga dan Prof Dr dr Harsono
Salimo SpA(K) sebagai Ketua Minat Biomedik Magister Kedokteran
Keluarga yang telah memberikan kesempatan belajar di program pasca
sarjana ini.
7. Prof. Dr. H. Ambar Mudigdo, dr Sp.PA(K) sebagai kepala SMF/Lab.
Patologi Anatomi beserta semua staf dan tenaga teknis laboratorium atas
izin dan bimbingan serta kesempatan yang diberikan untuk menggunakan
fasilitas laboratorium dalam penelitian tesis ini.
8. Basoeki Soetardjo, drg selaku direktur RS dr Moewardi Surakartabeserta
semua wakil direktur atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk
menggunakan fasilitas rumah sakit dalam menempuh pendidikan dokter
spesialis.
9. H. Rustam Sunaryo, dr. SpOG selaku Kepala SMF/Lab. Ilmu
Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta/ RSUD
Dr. Moewardi Surakarta, dan selaku KPS PPDS 1 Obgin terdahulu yang
commit to user
vii
Suprapto, dr. SpOG selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang lalu dan Dr Hj Sri Sulistyowati, dr. SpOG K selaku Ketua Program
Studi PPDS 1 Obstetri dan Ginekologi FK UNS sekarang, A Laqif, dr
SpOG (K) selaku Sekretaris Program Studi PPDS I Obgin FK UNS.
10.Putu Suriyasa, dr.MS.PKK.SpOk. selaku Sekretaris program studi pasca
sarjana MKK dan sebagai konsultan metodologi dalam penelitian ini.
11.Staf pengajar Program Pasca Sarjana dan Program Pendidikan Dokter
Spesialis I (PPDS I) Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
12.Ayahanda dan ibunda, istri tercinta dr Hartantini Harahap yang selalu berdoa, sabar dan ikhlas selalu mendampingi dan segala tenaga membantu
dalam proses pendidikan, putriku Aqiela Raihanatuz Zaimah, Afwa
Mumtaza Zahra, Mazaya Simata Kivachi yang selalu mendoakan, keluarga
besar Hj Afiyah Shodiq, keluarga besar H Harmen Harahap, yang telah
membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan selalu
memberikan dorongan dan doa-doa kepada saya untuk selalu berbuat yang
terbaik dalam menyelesaikan pendidikan ini.
13.Kepada rekan residen dr Edy Priyanto, dr Puji Hastuti, dr Andrianto D U,
dr Fendi K dan rekan residen lain yang selalu membantu dalam
commit to user
viii
muda/ko-asisten, bidan dan paramedik saya ucapkan terima kasih atas
kerjasamanya yang baik selama masa pendidikan ini.
14.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena
keterbatasan ruang, namun jasa baik bapak/ ibu/ saudara tetap terpatri di
lubuk hati saya. Semoga kebaikan dan dukungan bapak/ ibu/ saudara
semua mendapat Rahmat dan Inayah dari Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari dalam penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan,
untuk itu penulis mohon maaf dan saran serta kritik dalam rangka pernaikan
penelitian ini.
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.
Surakarta, 20 April 2011
Makhmud Jumhur
commit to user
ix
ABSTRAK
Makhmud Jumhur, S5507004, 2011.
Studi Perbedaan Ekspresi COX-2 Antara
Endometrioma dan Karsinoma Ovarii.
Tesis Program Pascasarjana universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Latar belakang dan Tujuan
: Endometrioma adalah suatu kelainan ginekologis yang
bersifat jinak dimana secara histopatologi ditandai dengan munculnya kelenjar yang
mirip endometrium di ovarium. Endometrioma juga sering dihubungkan dengan
keganasan ovarii, terutama tipe
clear cell
dan
endometrioid carcinoma
. COX-2
adalah suatu enzim yang merubah prostanoid menjadi prostaglandin (PG) mempunyai
implikasi awal pada proses transformasi neoplasma dan diperkirakan memberi
kontribusi proliferasi sel tumor, su
rvival
dan
angiogenesis
. COX-2 juga berperan
dalam tahapan progresi pada keganasan ovarium. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii
tipe 1.
Metode
: Penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan
cross
sectional
pada dua kelompok yaitu : endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 yang
telah dibuktikan secara histopatologi dengan pengecatan imunohistokimia dan
diamati ekspresi COX-2 dengan skor histologi kemudian diuji statistik dengan
Mann
Whitney test.
Pengambilan sampel dilakukan di RSUD dr. Moewardi Surakarta, RS
Brayat Minulya dan klinik Indriya Ratna. Pengamatan dilakukan di laboratorium
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hasil
: Nilai ekspresi COX-2 pada endometrioma menunjukkan rerata skor histologi
7,2 (positif sedang). Pada karsinoma ovarii tipe 1 menunjukkan ekspresi COX-2
dengan rerata skor histologi 7,8 (positif sedang). Hasil analisis uji beda didapatkan
p>0,05.
Kesimpulan
: Tidak terdapat perbedaan secara signifikan ekspresi COX-2 pada
endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, hal ini menggambarkan terdapat
kesamaan nilai ekspresi COX-2 sebagai salah satu aspek molekuler pada patogenesis
endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.
commit to user
x
ABSTRACT
Makhmud Jumhur, S5507004. 2011.
Study of Difference COX-2 Expression Between
Endometrioma and Ovarian Carcinoma.
Posgraduate Program Sebelas Maret
University Surakarta.
Background and Aim
: Endometrioma was benign gynecologycal diseases which
hispathologically
appears glanduler like endometrium in ovarium. Several researchs
reported endometrioma have association with cancer. COX-2 is enzyms that conversy
prostanoid to prostaglandins (PGs). PGs have implicated early of neoplasia
transformation and argued contribute to proliferate tumour cell, angiogenesis and
have performed in step of carcinogenesis. This research aims to know difference of
COX-2 expression between endometrioma and ovarian carcinoma type 1.
Method
: Observasional analitycal with cross sectional experiment at two group :
endometrioma and ovarian carcinoma type 1 with histopathologically approved.
Immunohistochemical staining examination was done to observe COX-2 expression.
Then performed stasistics with Mann-Whitney test. Sampling have done at dr
Moewardi Hospital, Brayat Minulya Hospital, Indriya Ratna Clinic in Surakarta and
observing at Patologi Anatomi Departemen Medical Faculty of Sebelas Maret
University in Surakarta
Result
: Value of COX-2 expression on endometrioma with Histologycal Score mean
is 7,2. Mean of Histologycal Score ovarian carcinoma type 1 is 7,8. Result of
statistic is p>0,05.
Conclusion
: There is no difference of COX-2 expression significantly between
endometrioma and ovarian carcinoma type 1. This describe that there is similar values
of COX-2 expression with one of moleculars aspect at endometrioma and ovarian
carcinoma type 1.
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DUPLIKAT JUDUL ...
i
LEMBAR PENGESAHAN ...
ii
PERNYATAAN ...
iv
KATA PENGANTAR ...
v
ABSTRAK ...
ix
ABSTRACT ...
x
DAFTAR ISI ...
xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ...
xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...
1
B. Perumusan Masalah ...
5
C. Tujuan Penelitian ...
5
D. Manfaat Penelitian ...
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Endometrioma
1. Pengertian dan epidemiologi Endometrioma ...
6
commit to user
xii
3. Klasifikasi ...
10
4. Diagnosis ...
12
5. Histopatologi ...
14
B. Karsinoma ovarii
1.Epidemiologi ...
15
2. Etiologi dan patofisiologi ...
16
3. Klasifikasi ...
19
4. Karsinogenesis ...
20
C. Hubungan Endometrioma dan Karsinoma Ovarii Terkait Ekspresi
COX-2 ...
23
D. Kerangka teori ...
32
E. Kerangka konseptual ...
33
F. Hipotesis ...
34
BAB 3 METODE PENELITIAN5
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...
35
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...
35
C. Populasi penelitian ...
35
D. Teknik sampling ...
36
E. Besar sampel ...
36
F. Kriteria sampel ...
37
G. Variabel penelitian ...
36
commit to user
xiii
I. Cara kerja ...
37
J. Analisa data ...
38
K. Jadwal penelitian ... 38
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...
40
BAB 6. PENUTUP ...
53
Daftar Pustaka ...
54
Lampiran ...
59
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Flow chart dasar biomolekuler kanker... 22
Gambar 2.2. Tumor supresor gen dalam siklus sel... 24
Gambar 2.3. The Six Hallmarks of Cancer... 26
Gambar 2.4. Perubahan fenotip dan proses inisiasi hingga progresi sel... 28
Gambar 2.5. Kerangka konseptual... 33
Gambar 4.1. Grafik rerata nilai ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii musinosum dan karsinoma ovarii serosum... 41
Gambar 4.2. Grafik ekspresi COX-2 menggunakan nilai kwalitatif setelah dihitung skor histologi (nilai kwantitatif) pad karsinoma ovarii tipe 1 dan endometrioma... 42
Gambar 4.3. Grafik sebaran ekspresi COX-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1...` 43
Gambar 4.4. Foto ekspresi COX-2 pada endometrioma... 44
Gambar 4.5. Foto ekspresi COX-2 pad karsinoma ovarii tipe 1... 45
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Faktor kesamaan antara endometriois dan karsinoma ovarii... 25
Tabel 4.1. Rerata nilai ekspresi COX-2 skor skor histologi dan standar
deviasi pada endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1... 40
Tabel 4.2. Distribusi ekspresi COX-2 menggunakan nilai kwalitatif
setelah dihitung skor histologi antara endometrioma dan
karsinoma ovarii tipe 1... 42
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ijin Penelitian Bagian Patologi Anatomi... 58
Lampiran 2. Analisis statistik... 59
Lampiran 3. Alat , Bahan dan Cara kerja... 61
commit to user
xvii
DAFTAR SINGKATAN
CAOV-3 Human Ovarian Cancer Line 3
CCL14 Small Inducible Cytokine subfamily member 14
COX-2 Cyclooxygenase-2
CT Computerized Tomographic
EAOC Endometriosis-Associated Endometrioid Cancer
EGFR Epidermal Growth Factor Receptor
EOC Epithelial Ovarian Cancer
ER-α Reseptor Estrogen-α
HGF Hepatocyte Growth Factor
IL- 8 Interleukin-8
IL- 6 Interleukin – 6
IL- 1 Interleukin – 1
IGF-1 Like Growth Factor – 1
LOH Loss Of Heterozygosity
MMPs Matrix Metalloproteinase
MRI Magnetic Resonance Imaging
NK Natural Killer
NSAIDs Non Steroid Anti Inflammatory
OSE Ovarium Surface Ephithelium
PG Prostaglandin
PGE2 Prostaglandin E2
commit to user
xviii
PGH2 Prostaglandin H2
PI3 kinase Phosphatidil Inositol 3 kinase
PRS Reseptor Progesteron
TSG Tumor Supresor Gen
TGF β Growth Factor –β
TDGF1 Teratocarcinoma-Derived Growth Factor 1
SICA2 Small Inducible Cytokine A2
SH Skor Histologi
SPINT 1 Serine Protease Inhibitor 1
StAR Steroidogenic Acute Regulatory Protein
TNF-α Tumor Necrosis Factor-α
USG-TR Ultrasonografi Transrektal
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang akhir-
akhir ini banyak mendapat perhatian para ahli. Kata endometriosis berasal dari
kata endometrium. Arti endometriosis sendiri secara klinis adalah jaringan
endometrium yang terdapat di luar kavum uteri seperti di organ-organ genitalia
interna termasuk di dalam ovarium yang disebut dengan endometrioma atau
dapat terjadi di tempat lain seperti vesika urinaria, usus, peritoneum, paru,
umbilikus, bahkan dapat dijumpai di mata dan otak (Baziad, 2003, Ceyhan, 2008).
Endometriosis adalah sebukan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal
mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum
uterus , dan memicu reaksi peradangan menahun (Jacoeb et al, 2009). Akhir-akhir
ini endometriosis dihubungkan dengan risiko keganasan untuk kanker ovarium.
Endometriosis dimungkinkan mampu berubah menjadi keganasan ovarium dalam
hal ini endometrioma (endometriosis ovarium) (Ness, 2003, Varma et al, 2004).
Brinton, (1997) melaporkan bukti adanya karsinoma ovarii yang mempunyai
riwayat endometriosis. Vercellini et al, 1993 juga melaporkan endometrioma
berubah menjadi karsinoma endometrioid (26%), karsinoma sel bening (21%),
karsinoma ovarii serosum (4%), karsinoma ovarii musinosum (6%) dan jenis lain
commit to user
karsionoma ovarii secara biomolekuler sehubungan dengan mekanisme
transformasi ke arah keganasan.
Data di Indonesia endometriosis belum diketahui secara pasti, di Rumah
Sakit dr Muwardi pada temuan bedah ginekologi didapatkan endometriosis
berkisar 13,6% (Oepomo, 2001). Prevalensi endometriosis asymptomatic berkisar
4% pada wanita yang secara kebetulan ditemukan pada saat sterilisasi. Perkiraan
terbesar dari prevalensi endometriosis antara 5-20% pada wanita dengan nyeri
panggul dan antara 20-40% pada wanita dengan keluhan infertil. Secara umum
prevalensi kejadian ini berkisar 3-10% pada wanita usia reproduksi
(Speroff, 2005). Sekitar 80% dari 165 kasus keganasan ovarium menunjukkan
gambaran endometriosis. Pada penelitian yang lebih besar (lebih dari 1000 kasus)
ditemukan 5-10%, 60%-nya tipe endometrioid dan lebih dari 15% pada tipe clear
cell (Heaps et al, 1990). Yates dan Vlahos (2007) mendokumentasikan 0,3-0,8%
pasien dengan keganasan endometriosis dimana wanita usia 10-29 tahun dengan
endometriosis mempunyai risiko 3,5 kali lipat menjadi keganasan ovarium.
Publikasi mengenai Hallmarks of Cancer oleh Hanahan & Weinberg
mendefinisikan 7 ciri kriteria untuk cancer phenotype (Pecorino, 2005, Budiani,
2009). Publikasi tersebut menyatakan bahwa endometriosis merupakan proses
neoplasma dengan melihat persamaan (1) patologi klinik dan (2) biologi
molekuler dan ciri genetik dari endometriosis . Terdapat faktor umum kesamaan
patogenesis pada endometriosis dan keganasan ovarium diantaranya : predisposisi
familial, perubahan genetik, immunobiologi, adhesi sel, angiogenesis dan faktor
commit to user
kemokin menginduksi kemotaksin dan migrasi sel (Nezhat, 2008). Kondisi ini
telah diutarakan oleh Hanahan dan Weinberg dalam Hallmark of Cancer yaitu :
self sufficiency in growth signal, insensitivitas terhadap anti proliferative signals,
resistensi terhadap apoptosis, mekanisme penghindaran dari programmed cell
death , limitless replicative potential, proses angiogenesis terus menerus, invasi
jaringan dan metastasis dan instabilitas genom ( Varma, 2004 Nezhat, 2008).
Adanya bukti –bukti epidemiologi yang menunjukkan hubungan antara
endometriosis dan karsinoma ovarii, maka dilakukan penelitian dengan
pendekatan molekuler dan ciri genetik dari endometrioma yang berhubungan
dengan karakteristik suatu kanker seperti yang diusulkan oleh Hanahan &
Weinberg (Nezhat, 2008 ). Inflamasi dipertimbangkan dalam Hallmark of
Endometriosis dengan lokal dan implikasi sistemik. COX-2 adalah enzim yang
berperan dalam sintesis prostanoid dengan mengkonversi asam arakhidonat
menjadi PGG2 (prostaglandin G2). PGE2 merupakan derivat dari PGH2
(prostaglandin H2). Pada endometrioma peningkatan ekspresi COX-2 banyak
dipengaruhi oleh hormonal maupun sitokin pro inflamasi. Regulasi COX-2 juga
meningkat pada beberapa kanker, kondisi premaligna dan berperan pada proses
transformasi ke arah keganasan di dalam ovarium, yang diperkirakan
memberikan kontribusi terhadap proliferasi sel, survival dan angiogenesis
(Nezhat, 2008). Aktivasi COX-2 dipercaya mengaktivasi kolagenase, proteolisis
dan menurunkan sintesis komponen lapisan dasar membran di granulosa dan sel
epitelial permukaan ovarium melalui prostaglandin (Elizabeth, 2004, Ness, 2003,
commit to user
(EOC) sampai sekarang belum sepenuhnya m jelas, tetapi proses inflamasi
adalah salah satu faktor yang diyakini berperan dalam tumorogenesis. Kondisi
inflamasi kronik yang disebabkan asbestosis, endometriosis atau penyakit
inflamasi lain meningkatkan insidensi EOC. Peningkatan COX-2, mPGE-1 dalam
epitelial ovarian cancer mendukung hipotesis bahwa sintesis PGE-2 penting pada
tahapan transformasi dan progresi keganasan. Denkert, (2002) menyatakan
bahwa ekspresi COX-2 merupakan faktor prognostik independen pada karsinoma
ovarii manusia. Observasi ini mempunyai implikasi terhadap strategi terapi pada
endometrioma, yang menunjukkan peningkatan ekspresi COX-2 (Denkert, 2004,
Rask, 2006). Walaupun beberapa penelitian menyatakan adanya kesamaan dari
faktor umum patogenesis dan predisposisi, tetapi sampai saat ini belum
sepenuhnya jelas mekanisme patogenesis karsinoma ovarii dan endometrioma.
Khunnarong et al, (2010) melaporkan bahwa terdapat peningkatan ekspresi
COX-2 yang tinggi pada pengecatan imunohistokimia dengan perbandingan 80%
ekspresi tinggi dan 20 % ekspresi rendah pada karsinoma ovarii nonmusinosum.
Sedangkan pada endometrioma juga dilaporkan peningkatan ekspresi COX-2 dari
positif lemah sampai sedang dengan faktor penyebab yang beragam (Fanfani,
2005, Ceyhan, 2008).
Melihat bukti data- data penelitian dan hasil perbedaan nilai ekspresi yang
ada, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui perbedaan ekspresi COX-2
antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1, yang diharapkan dapat
commit to user
salah satu aspek biomolekuler. Hasil yang didapatkan diharapkan dapat sebagai
wacana maupun upaya membangun teori dalam proses karsinogenesis ovarium.
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan ekspresi COX-2 pada endometrioma dan
karsinoma ovarii tipe 1?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum : Mengetahui makna perbedaan ekspresi COX-2 antara
endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 dikaitkan dengan proses
karsinogenesis pada ovarium.
2. Tujuan khusus : Menganalisis perbedaan ekspresi COX-2 antara
endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1 dikaitkan dengan proses
karsinogenesis pada ovarium.
D. Manfaat
Manfaat Teoritik
a. Makna perbedaan nilai ekspresi COX-2 dapat digunakan sebagai
informasi ilmiah secara biomolekuler, parameter dan dasar pada penelitian
lebih lanjut antara endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.
b. Sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam
bidang biomolekuler yang akan menjadi dasar ilmu pengetahuan di masa
yang akan datang.
c. Sebagai salah satu wacana dan upaya untuk membangun teori yang
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Endometriosis
1. Pengertian dan epidemiologi endometriosis
Endometriosis berasal dari kata endometrium, arti endometriosis sendiri
secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat di luar kavum uteri
seperti organ-organ genetalia interna, vesika urinaria, usus, peritoneum, paru,
umbilikus bahkan dapat dijumpai di mata dan otak (Baziad, 2003). Endometriosis
adalah sebukan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip
endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus,
dan memicu reaksi peradangan menahun (Jacoeb et al, 2009).
Endometriosis merupakan penyakit jinak dan progresif ginekologi dengan
kelainan adanya endometrium ektopik termasuk kelenjar dan stromanya yang
berhubungan dengan nyeri pelvis dan infertilitas (Speroff, 2005, Jacoeb et al,
2009). Endometriosis pada ovarium dapat berkembang dan tumbuh sampai
dengan 6-8 cm, yang disebut juga endometrioma atau dikenal dengan istilah kista
coklat karena berisi banyak debris darah bewarna kecoklatan di dalamnya
(Tzadik et al, 2007).
Angka kejadian yang sesungguhnya di populasi umum tidak diketahui,
sangat beragam dan bergantung pada banyak faktor. Gambaran yang diperoleh
tidak mewakili frekuensi penyakit di populasi umum, karena pemastian
commit to user
Semakin maraknya penggunaan laparoskopi, maka angka kejadian terdeteksinya
endometriosis semakin meningkat (West, 2004). Prevalensi kejadian ini sangat
beragam dipandang dari berbagai tingkat sosial maupun indikasi dari laparoskopi.
Diperkirakan lebih dari 70 juta perempuan dan gadis di seluruh dunia menderita
endometriosis. Data penderita endometriosis di Indonesia belum diketahui secara
pasti, namun di Rumah Sakit Umum dr Moewardi pada temuan bedah ginekologi
endometriosis berkisar 13,6 %., di rumah Sakit Umum dr Soetomo angka kejadian
endometriosis kelompok infertilitas 37,2%, dan di Rumah Sakit dr Cipto
Mangunkusumo angka kejadian endometriosis pada kelompok infertilitas berkisar
69,5% (Oepomo TD, 2007). Penelitian pada 1542 wanita caucasian, didapatkan 6
% wanita dengan endometriosis pada sterilisasi laparoskopi, 21 % ditemukan pada
wanita dengan infertilitas dan 15 % pada wanita dengan nyeri pelvis. Secara
umum pada 1542 sampel tersebut didapatkan prevalensi endometriosis sebesar
33 % (West, 2004).
2. Patogenesis endometriosis
Akhir-akhir ini patogenesis endometriosis peritoneal termasuk dari
implantasi endometrium secara umum diterima (Ceyhan, 2008). Perkembangan
teori patogenesis endometriosis baik dari ductus wolfii maupun dari jaringan
mulleri telah banyak ditentang bahkan sebagian besar mengabaikan. Penemuan
endometriosis pada permukaan lapisan serosa colon dan usus halus terjadi murni
oleh derivasi embrionik yang terbatas. Teori coelomic metaplasia masih dianggap
lemah, karena tidak dapat menjelaskan asal endometriosis. Teori ini tidak dapat
commit to user
terutama pada organ pelvis dan pada wanita dengan endometrium yang berfungsi
baik.
Levander dan Normann (1955) mengemukakan teori induksi. Teori ini
berdasarkan asumsi adanya substansi spesifik yang dilepaskan oleh endometrium
yang berdegenerasi menginduksi endometriosis dari omnipotent blastema.
Teori implantasi berdasarkan prinsip kemampuan endometrium dalam
berimplantasi pada permukaan peritoneum. Teori ini terjadi atas 3 tahapan, yaitu :
(1) menstruasi retrograde (2) menstruasi retrograde mengandung sel endometrial
yang mampu berimplantasi (3) adhesi pada peritoneum terjadi karena adanya
implantasi dan proliferasi. Menstruasi retrograde dan adhesi peritoneal dari
jaringan endometrial merupakan elemen penting pada patogenesis endometriosis
sesuai dengan teori Sampson (Van der Linden, 1997).
Menurut Bulun (2009) endometriosis mempunyai 3 bentuk klinis, yaitu :
(1) implantasi endometrium pada permukaan peritoneum pelvis dan ovarium
(peritoneal endometriosis) (2) kista ovarii yang berisi mukosa endometrioid
(endometrioma) (3) massa solid kompleks yang terdiri dari campuran jaringan
endometrium dengan jaringan adiposa serta jaringan fibromuskular yang letaknya
antara rectum dan vagina (rectovaginal endometriotic nodule).
Endometrioma lazim ditemukan pada wanita usia reproduksi, yang
biasanya terdiagnosis sebagai lesi kistik dan disebut endometrioma. Ukurannya
beragam, dari 1-2 cm hingga mencapai 10 cm atau lebih dan dapat menyerang
commit to user
Histogenesis endometrioma belum seluruhnya jelas. Endometrioma
memiliki protein yang berbeda dari sebukan endometriosis nir-kistik, dengan
tampilan kolagen VI yang relatif berlebihan dan tampilan bcl-2 dan
metaloproteinase IX yang kurang. Pada perkembangan dan pemeliharaan dua
jenis ini, secara perbandingan imunohistokimiawi dapat ditampilkan gen-gen yang
berbeda.
Ada tiga model hipotesis yang paling mungkin untuk menjelaskan
endometrioma yakni : (1) hipotesis pertama didukung oleh temuan irisan serial
ovarium yang berisi endometrioma, ternyata pembentukan khas 90% kista coklat
adalah penyusukan jaringan mirip endometrium yang melipat keluar ke
permukaan ovarium dan berikutnya melekat ke peritoneum pelvik. Dengan
demikian, kebanyakan endometrioma tampaknya dibentuk oleh invaginasi korteks
setelah tumpukan serpih perdarahan sebukan endometriosis permukaan melekat
ke peritoneum. (2) hipotesis kedua berasal dari teori Sampson yang menyatakan
bahwa peran folikel ovarium dalam patogenesis kista endometriosis. Dalam hal
ini ada penyebaran lokal endometriosis oleh alir balik darah haid melalui tuba dan
sebukan endometriosis permukaan menyerbu kista fungsional. Dengan demikian,
sebukan endometriosis di ovarium adalah serupa dengan endometriosis di sisi
ekstraovarium yang ukurannya terbatasi oleh fibrosis dan jaringan parut. Artinya,
endometrioma besar berkembang karena keterlibatan sekunder kista-kista folikel
atau luteal oleh susukan-susukan permukaan. Beberapa endometrioma besar
terbukti memiliki ciri histologik kista ovarium luteal atau folikuler. Dengan
commit to user
endometrioma dapat berkembang dari folikel ovarium. (3) hipotesis ketiga
menggambarkan bahwa metaplasia selomik dari epitel mesotelium yang
berinvaginasi ke dalam korteks ovarium berperan pada etiopatogenesis
endometrioma. Ini didasarkan pada adanya invaginasi epitel yang sinambung
dengan jaringan endometriosis. Hipotesis ini juga didukung oleh adanya
endometrioma multilokuler dan asal metaplastik dari tumor-tumor ovarium
epitelial. Metaplasia selomik juga dikuatkan oleh adanya endometrioma yang
tidak tertahan di peritoneum, sehingga tidak mungkin merupakan akibat dari
perlekatan dan perdarahan susukan superfisial yang aktif. Bukti lain adanya
endometrioma pada penderita sindrom Rokitansky-Kuster-Mayer-Hauser yang
tidak memiliki haid terbalik (Jacoeb et al, 2009).
Ketepatan patogenesis endometrioma tidak hanya diperlukan untuk
kepentingan ilmiah, melainkan juga sebagai dasar praktis dalam menentukan
penatalaksanaan yang paling memadai untuk endometrioma (Jacoeb et al, 2009).
3. Klasifikasi
Sistem pembagian stadium endometriosis yang dipakai dewasa ini adalah
berdasarkan klasifikasi yang dianjurkan oleh Perkumpulan Fertilitas Amerika
(American Fertility Society = AFS) dan yang dianjurkan oleh Kurt Semm berupa
Endoscopic Endometriosis Classification (EEC) (Baziad, 2003). Klasifikasi yang
dibuat oleh AFS tahun 1979 yang kemudian berganti nama menjadi ASRM
(American Society for Reproductive Medicine) mengalami revisi. Walaupun tidak
ada perubahan dalam klasifikasinya, telah dideskripsikan bentuk lesi
commit to user
berbagai penelitian lain mengenai beberapa aktifitas biokimia pada lesi dan
memungkinkan prognosis penyakit ini dapat diprediksi dari bentuk implantasinya
(Schorge et al, 2008).
Klasifikasi endometrioma dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan pada ukuran,
isi kista, mudahnya dipisahkan dari kapsulnya, adhesi kista terhadap struktur dan
lokasi dari implantasi yang berhubungan dengan dinding kista. Setelah dilakukan
laparoskopi, kista dievaluasi secara histologi tanpa mengkaitkan dengan
klasifikasi klinis.
Karakteristik endometrioma dapat dikategorikan sebagai berikut : (1) tipe I
yaitu : secara histologi kecil (<2 cm), terdapat pada lapisan superfisial kista dan
dinding kista sangat sulit untuk dipisahkan adalah karakteristik.(2) tipe II
digambarkan sebagai kista berukuran besar dengan kista yang mudah dipisahkan
dari kapsulnya serta merupakan kista luteal. (3) tipe III yaitu: kista besar dengan
beberapa perlengketan dan memenuhi karakteristik histologi fungsional (kista
luteal atau folikuler) (Nehzat et al, 1992).
Sedangkan menurut Jacoeb et al (2009), ada dua jenis endometrioma yaitu
endometrioma primer atau jenis I, dan endometrioma sekunder atau jenis II.
Diagnosis dipastikan dengan biopsi yang diperoleh dengan laparoskopi. Model
etiopatogenesis ini juga didukung oleh data biologis yang mengungkapkan
kemampuan zalir folikel untuk mendukung pertumbuhan sel endometriosis. Zalir
folikel penderita endometriosis dapat memicu peningkatan proliferasi sel
commit to user
folikel mewakili lingkungan yang nyaman bagi proliferasi sel yang merangsang
dengan kuat pertumbuhan sel endometrium dan endometriosis in vitro.
Endometrioma juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) jenis I
yaitu : (a) endometrioma kecil (1-2 cm) dan berisi cairan gelap (b) terbentuk dari
kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma (c) berkembang dari sebukan
endometriosis permukaan dan sukar di-eksisi (d) merupakan endometriosis sejati
(true endometriosis) (e) secara mikroskopis jaringan endometriosis terlihat pada
semuanya (2) jenis II yaitu : terbentuk dari kista luteal atau folikuler
(a) jenis IIA : kista hemoragik, penampakan endometrioma yang menyeluruh,
dinding kista terpisahkan dengan mudah dari jaringan ovarium, susukan
endometriosis terletak superficial dan berdekatan dengan kista hemoragik, yang
berasal folikuler atau luteal dan mikroskopis tidak terlihat selaput endometrium
(b) jenis IIB : selaput kista mudah dipisahkan dari kapsul ovarium dan stroma,
kecuali yang dekat dengan susukan endometriosis (c) jenis IIC : sebukan
endometriosis superficial menyebuk jauh ke dalam dinding kista, sehingga
sukar dieksisi, temuan histologis endometriosis terlihat pada dinding kista pada
kedua subtipe ini, endometrioma jenis IIB dan IIC berukuran besar dan seringkali
terkait dengan perlekatan adneksa dan pelvik (Jacoeb et al, 2009).
4. Diagnosis
Secara klinis keluhan pada endometriosis bergantung pada lokasi dan
luasnya lesi. Lesi yang tersebar menyebabkan tampilnya banyak gejala yang
tumpang tindih atau mirip dengan penyakit lain, seperti sindrom usus iritabel dan
commit to user
sekali tak bergejala. Akibatnya seringkali ada keterlambatan beberapa tahun
antara awitan gejala dan diagnosis pasti (Jacoeb et al, 2009). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam mendiagnosis endometriosis adalah: (1) tampilan klinis dan
keluhan endometriosis sangat beragam (tak bergejala, ringan, berat) (2)
endometriosis tak dapat didiagnosis hanya dengan riwayat penyakit saja (3)
diagnosis sementara dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik, tetapi diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar
gejala-gejala saja. Pemeriksaan pelvis yang amat jelas sekalipun tidak dapat
dianggap patognomonik. Belum ada satu pun uji diagnostik nir-invasif atau uji
laboratorik sederhana untuk memastikan endometriosis.
Infertilitas, dismenore dan dispareuni sering kali sebagai keluhan utama
pada penyakit ini. Sebagian besar penderita mengeluhkan nyeri pelvik yang
konstan dan nyeri punggung yang terjadi premenstruasi yang berangsur
menghilang pada saat menstruasi datang. Dispareuni sering dialami apabila sudah
terjadi penetrasi lesi endometriopsis yang dalam. Keluhan-keluhan tersebut sering
juga tidak muncul karena perbedaan lokasi implantasinya (Sajari et al, 2003).
Pemeriksaan fisik pada genetalia eksterna seringkali tidak ada kelainan.
Adakalanya, pada pemeriksaan dengan spekulum tampak implantasi berwarna
biru atau merah sebagai lesi proliferasi yang sering mengakibatkan perdarahan
kontak, dan keduanya sering didapat pada fornix posterior. Pada infiltrasi
endometriosis lebih dalam, implantasi pada septum rektovaginal sering teraba.
Tidak jarang juga dapat terlihat. Sering didapatkan posisi uterus retrofleksi dan
commit to user
adneksa yang terfiksir, nyeri tekan dan ligamen uterosakral yang teregang karena
perlengketan. Pemeriksaan fisik merupakan diagnosis paling sensitif bila
dilakukan pada saat menstruasi dan apabila tidak ditemukan tanda klinis tersebut
belum juga dapat menyingkirkan diagnosis endometriosis. Pemeriksaan fisik
relatif kurang sensitif, spesifik dan bernilai prediktif yang kurang bila
dibandingkan dengan diagnosis secara bedah sebagai baku standar endometriosis
(Baziad, 2003, Jacoeb et al, 2009). Laparoskopi dengan pemeriksaan histologi
pada lesi merupakan baku emas untuk endometriosis (Speroff, 2005, Fanfani,
2005).
5. Histopatologi
Menurut Taufan, (2009) terdapat 3 tipe patologi endometriosis yang
dikenali yaitu :
(1). Endometriosis superfisial (endometriosis bebas) pada peritoneal.
Terdapat 2 tipe implantasi peritoneum endometrium yakni, lesi sub
mesothelial dan intraepithelial. Kedua tipe ini mengandung unsur
glandula dan stroma, dan terpengaruh oleh perubahan hormonal yang
berhubungan dengan siklus menstruasi, hal ini menunjukkan perubahan
siklik yang mirip (tapi tidak identik) dengan sel endometrium normal.
Lesi endometrium yang sembuh ditandai adanya dilatasi glandula, yang
ditopang oleh sel stroma, dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa. Tipe lesi
ini tidak terpengaruh oleh perubahan hormonal. Pada ovarium lesi
superfisial ovarium mirip dengan lesi di peritoneal, dan dapat terjadi di
commit to user
dihubungkan dengan bentuk berbagai keparahana adesi peri-ovarian,
biasanya terdapat pada posterior ovarium
(2) Deep infiltrating (adenomatous) endometriosis (endometriosis yang
terperangkap). Ditandai dengan jaringan fibromuskular dengan glandular
endometrium yang jarang dan jaringan stroma ( mirip dengan
adenomiosis) tanpa epitel permukaan. Deep endometriosis tidak
memperlihatkan perubahan yang berarti selama siklus menstruasi. Nodul
nodul ini khas berada di ruang rektovaginal dan melibatkan ligamentum
sakrouterina, dinding posterior vagina dan dinding anterior rektum. Bisa
juga meluas sampai ke lateral dan mempengaruhi ureter.
(3) Endometrioma, merupakan kista yang dibatasi jaringan endometrium
dan berwarna coklat gelap atau cairan kecoklatan yang merupakan akibat
dari perdarahan kronis yang berulang dari implantasi sel endometrium.
Bila endometrioma telah lama berlangsung , maka jaringan endometrium
digantikan oleh jaringan fibrosa. Bahkan, semua jaringan glandular
endometrium menghilang, tanpa meninggalkan bekas histopatologis
endometriosis. Pada kebanyakan kasus, dinding kista merupakan dinding
yang fibrotik dengan fokus hipervaskularisasi dan lesi perdarahan
endometrium (Taufan, 2009).d
B. Karsinoma Ovarii
1. Epidemiologi
Karsinoma ovarii jenis epitel adalah penyebab utama kematian akibat
commit to user
25.400 kasus kanker ovarium dengan 14.300 kematian, yang mencakup
kira-kira 5% dari semua kematian wanita karena kanker. Kanker ovarium jarang
ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Angka kejadian meningkat dengan
makin tuanya usia. Dari 15-16 per 100.000 pada usia 40-44 tahun, menjadi
paling tinggi dengan angka 57 per 100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median
saat diagnosis adalah 63 tahun dan 48% penderita berusia di atas 65 tahun.
Karena belum ada metode skrining yang efektif untuk karsinoma ovarii, maka
70% kasus ditemukan pada keadaan yang sudah lanjut yakni setelah tumor
menyebar jauh di luar ovarium (Busmar, 2006).
2. Etiologi dan patofisiologi
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan etiologi kanker ovarium,
beberapa diantaranya Busmar, (2006) menuliskan : (1) hipotesis incessant
ovulation.Teori ini menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi
kerusakan pada sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna
diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau
trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat
menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor (Taufan ,2009).Teori
ini pula mendasari adanya proses inflamasi yang menjadi salah satu faktor
terjadinya tumorogenesis dan penyakit inflamasi dihubungkan dengan
keganasan ovarium (Rask, 2006). (2) hipotesis gonadotropin, kadar hormon
estrogen di sirkulasi perifer rendah, kadar hormon gonadotropin akan
meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata berhubungan
commit to user
binatang rodentia, kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik
dimetilbenzantrene (DMBA) akan menjadi tumor ovarium bila
ditransplantasikan pada tikus yang telah dilakukakn ooforektomi, tetapi tidak
menjadi tumor jika rodentia tersebut dilakukan hipofisektomi. (3) hipotesis
androgen : epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium
selalu terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri
dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron dan
testosteron. Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi
pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium dalam
kultur sel. Dalam penelitian epidemologi juga ditemukan tingginya kadar
androgen dalam darah wanita penderita kanker ovarium. (4) hipotesis
progesteron : penelitian pada ayam Gallus domesticus menemukan 3 year
incidence terjadinya kanker ovarium secara spontan pada 24% ayam yang
berusia lebih dari 2 tahun. Pemberian makanan yang mengandung pil
kontrasepsi ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium. Penurunan
insiden ini semakin banyak jika ayam tersebut diberikan hanya progesteron. (5)
paritas, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas tinggi
memiliki risiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara,
yaitu dengan risiko relatif 0,7. Wanita yang mengalami hamil aterm empat
kali atau lebih, menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40%
jika dibandingkan dengan wanita nulipara. (6) pil kontrasepsi, penelitian dari
Center for Disease Control menemukan penurunan risiko terjadinya kanker
commit to user
kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6. Penelitian lain melaporkan juga
bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama setahun menurunkan risiko hingga
11%, sedangkan pemakaian selama 5 tahun menurunkan risiko hingga 50%.
Penurunan risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya. (7) talk,
pemakaian talk (hydrous magnesium silicate) pada daerah perineum dilaporkan
meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif 1,9%.
Akan tetapi, penelitian prospektif mencakup 78.000 wanita ternyata tidak
mendukung teori tersebut. Meskipun 40% secara kohort dilaporkan pernah
memakai talk, hanya sekitar 15% yang memakainya setiap hari. Risiko relatif
terkena kanker ovarium pada yang pernah memakai talk tidak meningkat ( RR :
1,1) (Rask, 2006). (8) ligasi tuba, pengikatan tuba ternyata menurunkan risiko
terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek
protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya
dengan ovarium. (9) terapi sulih hormon pada masa menopause. Pemakaian
terapi sulih hormon pada masa menopause (Menopausal Hormone Therapy =
MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun meningkatkan risiko relatif 2,2.
Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, risiko
relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan estrogen yang
kemudian diikuti progestin, ternyata menunjukkan meningkatnya risiko relatif
menjadi 1,5. (10) obat fertilisasi, obat- obat yang meningkatkan fertilitas
seperti klomifen sitrat yang diberikan secara oral dan obat-obat gonadotropin
yang diberikan dengan suntikan seperti FSH, kombinasi FSH dan LH akan
commit to user
incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat-obatan ini
jelas meningkatkan kejadian kanker ovarium. (11) faktor herediter, adanya
riwayat keluarga dengan karsinoma ovarium ditemukan risiko relatif
meningkat dan berbeda pada anggota lapis pertama. Ibu dari penderita
karsinoma ovarium risiko relatifnya 1,1 saudara perempuan risiko relatifnya
3,8 dan anak dari penderita risiko relatifnya 6. Yang sering dikaitkan pada
angka kejadian ini melalui BRCA gen dan HNPCC (hereditary nonpolyposis
colorectal cancer).
Sekitar 85% karsinoma ovarii berasal dari permukaan epitel (EOC/
Epithelial Ovarian Cancer). Salah satu faktor yang mendukung karsinogenesis
adalah proses inflamasi. Proses inflamasi ini bersifat kronik. Salah satu faktor
intrinsik yang penting adalah proses ovulasi (Khunnarong, 2010).
3. Klasifikasi
Busmar (2006) mengemukakan 90% karsinoma ovarium berasal dari
epitel coelom atau mesotelium (epithelial ovarian tumor) dan 10% adalah
karsinoma ovarium non epitelial (non epithelial ovarium tumor). Kanker
ovarium dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu : (1) tumor epitelial (2)
tumor sel germinal (3) tumor sex cord dan stromal (4) tumor sel lipid (5)
sarkoma dan (6) tumor metastasis.
Sekitar 80% dari tumor ovarium merupakan tumor epitelial yang sering
didapatkan pada wanita berusia diatas 45 tahun, relatif jarang ditemukan pada
commit to user
sel germinal. Pada wanita pasca menopouse hanya 7% tumor ovarium epitelial
yang ganas (Busmar,2006)
Kurman , (2010) mengajukan teori tentang asal dan patogenesis EOC
(Ephitelial Ovarian Cancer), dan membagi membagi dua kategori yaitu : (1)
tipe 1 : low grade serous carcinoma (invasive MPSC), mucinous carcinoma,
Endometrioid carcinoma, clear cell carcinoma, Brenner malignant
transisional tumor. (2) tipe 2 : high grade serous carcinoma, undifferentiated
carcinoma , malignant mixed mesodermal tumor.
4. Karsinogenesis
Karsinogenesis merupakan proses yang berlangsung melalui beberapa
tahapan. Paling sedikit karsinogenesis ada 2 tahap, bahkan ada yang
mengemukakan paling sedikit 6-7 tahap. Kanker juga merupakan akumulasi dari
perubahan genetik. Kerusakan materi genetik ini dapat berupa mutasi, kelainan
jumlah atau struktur. Proses dimulai dengan tahapan inisiasi dimana gen tertentu
mengalami kerusakan dan sifat kerusakan ini bersifat menetap (irreversible).
Sebelum mengalami perubahan menjadi sel kanker, sel tersebut tidak berbeda
dengan sel normal lainnya. Hanya saja ia lebih sensitif terhadap perubahan
sekitarnya jika dibandingkan dengan sel normal yaitu mudah terangsang baik oleh
faktor pertumbuhan, maupun faktor penghambat. Sesudah tahapan inisiasi, terjadi
tahapan berikutnya yaitu tahapan promosi. Pada tahapan ini sel yang terinisiasi
akan dipacu untuk membelah oleh substansi yang berupa karsinogen atau oleh
bahan/substansi lain yang disebut substansi promotif yang sering disebut juga
commit to user
terhadap hambatan pertumbuhan, pathological angiogenesis, apoptosis evasion,
commit to user
[image:41.612.108.517.76.616.2]
Gambar 2.1. Flow chart dasar biomolekuler kanker dengan modifikasi ( dikutip
dari Robbin & Kumar, 2007).
kerusakan DNA, virus
Kerusakan DNA
Kegagalan repair
Mutasi genome Sel somatik
Inherited mutation in :
Gen yang mempengaruhi
repair DNA , apoptosis &
pertumbuhan
Inaktivasi TSG
Aktivasi onkogen Perubahan gen yang
meregulasi apoptosis
Unregulated cell proliferation Penurunan apoptosis
Ekspansi klonal
Mutasi tambahan Angiogenesis
Escape from immunity
Progresi tumor
commit to user
Perubahan-perubahan malignitas diakibatkan oleh adanya kelainan atau
mutasi pada beberapa gen antara lain tumor suppresor gene, DNA mismatch
repair dan protoonkogen- onkogen serta gen apoptosis. Tumor suppressor gene
(TSG) merupakan gen yang sangat penting terhadap fungsi pengontrolan siklus
sel. Hilangnya fungsi TSG akan menyebabkan kegagalan penghentian siklus sel,
sehingga bila terjadi kelainan gen pada sel maka perbaikan sel tidak
dimungkinkan. Akibatnya sel akan langsung membelah dengan kelainan-kelainan
yang menyebabkan perubahan sifat maupun morfologi sel. Proliferasi sel atau
pembelahan sel berjalan tanpa faktor kontrol. DNA mismatch repair penting
untuk memperbaiki gen yang rusak, yang mengadakan perbaikan dengan beberapa
cara. Kegagalan perbaikan sel akan terjadi bila gen yang mengatur atau
mengontrol perbaikan mengalami mutasi sehingga gen tersebut tidak berfungsi
lagi. Onkogen merupakan gen yang berasal dari mutasi onkogen,
proto-onkogen merupakan gen normal tetapi karena proses mutasi menyebabkan
perubahan gen yang mempunyai sifat merangsang fungsi. Peningkatan onkogen
akan menyebabkan proliferasi sel yang berlebihan sehingga merangsang
terjadinya keganasan. Salah satu aktifitas yang penting untuk mencegah hal ini
adalah mekanisme apoptosis yang merupakan mekanisme kematian sel yang
terjadi akibat kerusakan gen (Andrijono, 2004).
Dengan terjadinya apoptosis maka sel yang mengalami mutasi akan mati
kecuali adanya faktor-faktor penghambat apoptosis (Andrijono, 2004).
Diantaranya faktor yang dapat menurunkan atau menghambat apoptosis adalah
commit to user
[image:43.612.135.506.104.452.2]
Gambar 2.2 Tumor supressor gene dalam siklus sel (dikutip dari Andrijono, 2007 dengan modifikasi).
Keterangan : Tumor supressor gen mempengaruhi dalam siklus sel pada fase G1, apabila terjadi penghambatan dalam perbaikan apoptosis maka sel akan berubah menjadi kanker.
C. Hubungan endometrioma dan karsinoma ovarii terkait ekspresi COX-2 Endometriosis mempunyai gambaran campuran antara penyakit yang jinak
dan ganas. Patogenesisnya meliputi kehilangan kontrol proliferasi sel yang
dihubungkan dengan penyebaran lokal atau jauh, dimana endometriosis tidak
meyebabkan gangguan katabolisme, konsekuensi metabolisme atau kematian.
Meskipun endometriosis tidak dapat dikategorikan suatu kondisi premaligna
menurut data epidemiologi, histopatologi dan molekuler diduga bahwa
endometriosis memiliki potensi menjadi ganas (Nezhat, 2008).
Korelasi spesifik endometriosis dan keganasan ovarium serta pola
commit to user
kedua penyakit tersebut mempunyai gambaran yang sama seperti pada tabel di
[image:44.612.117.499.173.462.2]bawah ini :
Tabel 2.1. Faktor kesamaan antara endometriosis dan karsinoma ovarii
Kesamaan teori dan etiologi Faktor protektif
Faktor risiko
Kesamaan patogenesis
Kerusakan epitel ovarium Kontrasepsi oral, ligasi tuba
Awal menarche
Predisposisi familial
Peningkatan gonadotropin, Defisiensi progesteron
histerektomi Akhir menopouse
Faktor imunobiologi Faktor angiogenesis
Inflamasi kronik kehamilan Faktor
adhesi sel
(dikutip dari : Nezhat, 2008 dengan modifikasi ).
Mekanisme patogenesis yang sama dari endometriosis dan kanker ovarium
meliputi faktor predisposisi keluarga, faktor imunobiologi, perubahan genetik,
faktor sel adhesi, angiogenik dan faktor hormon. Ketidakstabilan genomik dikenal
sebagai karakteristik sel kanker. Secara somatik endometriosis menunjukkan
perubahan genetik serupa dengan yang ditemukan dalam kanker, menyebabkan
ekspansi klon sel-sel yang abnormal secara genetik. Endometrioma dicirikan oleh
hilangnya heterozigositas/ LOS (Loss of Heterozygosity) pada 75% dari kasus
endometrioma yang berhubungan dengan adenokarsinoma, dan 28% kasus tanpa
karsinoma. Yang paling sering terkena lengan kromosom 9p, 11q, dan 22q. Loss
commit to user
tumor supressor gen ini telah diidentifikasi dalam endometriosis, karsinoma
endometrioid maupun clear cell carsinoma (Nehzat et al, 2008).
Unlimited replicative potential
Evasion of growth inhibitory signals Evasion of
apoptosis
Growth signal autonomy
[image:45.612.128.508.158.466.2]Angiogenesis Invasion & metastasis
Gambar 2.3. The Six Hallmarks of Cancer, dengan modifikasi (dikutip dari
Pecorino, 2007).
Keterangan : Dari tabel diatas terdapat enam faktor yang berperan dalam proses perubahan sel menjadi ganas yaitu : angiogenesis, penghindaran apoptosis, sinyal pertumbuhan otonom, sinyal penghindaran hambatan pertumbuhan, invasi dan metastase dan replikasi tak terbatas.
Kesamaan teori dari faktor etiologi dapat menjembatani mengapa
inflamasi dipertimbangkan dalam hallmark endometriosis dan karsinoma ovarii
yang mengakibatkan dampak lokal dan sistemik. Reaksi inflamasi lokal
dihubungkan dengan adanya aberrasi ekspresi proinflamasi IL-1,IL-6, IL-8 dan
TNF-α. Tahapan kronis aktivasi sel imun dalam lingkungan mikro yang dapat
meregulasi jalur sinyal intraseluler melalui nuklear faktor (NFЌ β)
,
selanjutnyasecara langsung promosi transformasi melalui modulasi parakrin. IL-1
konsentrasi tinggi akan produksi makrofag yang didapat di cairan peritoneum
commit to user
Interleukin-1 β, T-helper 1 (Th-1) diketahui dapat meningkatkan regulasi
COX-2 dalam jaringan endometriosis ektopik. Pada endometriosis ovarium
menunjukkan COX-2 mRNA lebih tinggi, yang kemungkinan mengakibatkan
peningkatan terus menerus cox-2 dan produksi PGE-2. Induksi ekspresi COX-2
oleh IL-1β ini pada implan ektopik 100 kali lebih sensitif dibanding eutopik.
COX-2 juga ditingkatkan regulasinya di beberapa kondisi premaligna dan kanker
berat (Nezhat, 2008, Rask, 2006). IL-17A juga dilaporkan menginduksi ekspresi
COX-2 pada jaringan endometriosis. IL-17A bersinergi dengan TNFα
menginduksi sekresi IL-8. PG akan menurunkan differensiasi sel dan
menghambat apoptosis, meningkatkan invasi dan melalui growth factor dan
MMPs (Hirata, et al, 2007, Ness,2003). Khunnarong (2010) juga menyatakan
COX-2 berperan dalam proses karsinogenesis melalui proliferasi, transformasi,
faktor pertumbuhan dan metastasis.
Indikasi peningkatan aktivasi COX-2 oleh estradiol juga tampak. Hal ini
ditunjukkan bahwa estradiol (E2), secara langsung maupun tak langsung, melalui
sitokin menginduksi aktivitas COX-2 yang akan meningkatkan produksi PGE2
(prostaglandin E2). Sementara PGE2 juga diketahui sebagai stimulator aromatase
dan StAR (Steroidogenic Acute Regulatory Protein) yang poten di dalam sel
endometriosis (Bulun, 2005, Ceyhan, 2008).
Epitelial ovarian cancer (EOC) yang merupakan 90% dari keganasan
ovarium mempunyai angka kematian yang tinggi. Patologi yang mendasarinya
sepenuhnya belum jelas, tetapi proses inflamasi adalah salah satu faktor yang
commit to user
disebabkan asbestosis, endometriosis atau penyakit inflamasi lain meningkatkan
insidensi EOC. Beberapa mediator inflamasi berperan dalam proses ovulasi,
dimana setiap ovulasi memiliki persamaan dengan reaksi inflamasi lokal. PGE2
dilaporkan berperan sebagai regulator proliferasi dan apoptosis dalam jalur sel
kanker ovarium (Rask, 2006).
Pro-carcinogenetic factor N ormal Cell Anti-carcinogenetic factor N ormal
Phenotype
Initiated Cell
Preneoplasia
Malignant Phenotype :
[image:47.612.163.506.214.493.2]Drug resistant, Angiogenesis and Immunotolerant Invasive t umor Promotion Progression Initiation DNA Repair Growth inhibitors. Diff. factors Diff. Factors Immunosurveillance Lack of Angiogenesis. Apoptosis. Radiation Mutagenic chemicals. Viruses. Spontaneous Mutation Tumor Promoters Growth Factor Viruses. Radiation Mutagenic chemicals. Viruses. Spontaneous Mutation
Gambar 2.4. Perubahan fenotip dan proses inisiasi hingga progresi sel (dikutip dari MacDonald & Ford, 1997 dengan modifikasi).
Keterangan : Perubahan sel normal menjadi sel kanker melalui beberapa tahap inisiasi, promosi, progresi. Masing-masing tahapan dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti DNA repair, Growth factor, angiogenesis dan mekanisme apoptosis.
Khunnarong et al, 2010 melaporkan bahwa terdapat peningkatan ekspresi
COX-2 yang tinggi pada pengecatan imunohistokimia dengan perbandingan 80%
ekspresi tinggi dan 20 % ekspresi rendah pada karsinoma ovarii nonmusinosum
commit to user
Rask, ( 2006 ) menyatakan bahwa peningkatan COX-2, mPGE-1 dalam
epitelial ovarian cancer (EOC) mendukung hipotesis bahwa sintesis PGE-2
penting untuk transformasi dan progresi keganasan. Peningkatan COX-2 pada
EOC berkorelasi dengan buruknya differensiasi, pendeknya waktu progresi tumor,
resistensi terhadap kemoterapi dan survival, dan juga buruknya prognosis.
Sehingga di beberapa penelitian COX-2 diyakini menjadi faktor prognostik
independen. Ekspresi COX-2 secara signifikan berkorelasi dengan densitas
mikrovessel dan ekspresi VEGF pada karsinoma serous stadium lanjut. Kehadiran
COX-2 pada sel OSE inclusion cyst juga menjadi petanda awal perubahan fenotip
(mesothelial to epithelial transition) dengan potensial malignant (Denkert,
2004, Rask, 2006).
PG yang merupakan produk reaksi ezimatis COX-2 diyakini mampu
mengaktivasi enzim kolagenase dan proteolisis dan penurunan sintesis komponen
membran basal pada ovarian granulosa dan permukaaan sel epithelial ovarium.
Pada membran basal permukaan ovarium ini dan dinding folikuler terjadi
kerusakan atau hilang dan sel epithelial permukaan terlepas dari tempatnya atau
ruptur. Studi terakhir lesi preneoplastik pada tumor ovarium manusia
menegaskan bahwa kolagen IV dan laminin pada permukaan basement membran
ovarian epithelium hilang sebelum transformasi morfologi sel epitelial.
Peningkatan proteolisis dan penurunan sintesis komponen basement membran
mengakibatkan perubahan biologi sel epitelial. Adanya perubahan di membran
basement diyakini mampu mempengaruhi ekspresi gen, cell contact signaling dan
commit to user
menjelaskan bahwa peningkatan COX-2 pada kasus ini diduga akibat trauma yang
berulang (repetitive trauma) pada permukaan sel epitelial yang diikuti oleh faktor
mitogenik (Rask, 2006).
Respon inflamasi pada ovulasi menginduksi remodelling jaringan, mutasi
yang bertanggung jawab menghasilkan sel kanker dipercaya meningkat dari
gangguan repair replikasi DNA pada proliferasi sel OSE. Angka kejadian mutasi
ini dipercaya meningkat dengan kehadiran oksidan toksik yang dilepaskan selama
respon inflamasi. Gangguan terhadap respon inflamasi juga diduga berperan pada
mekanisme ini. Adanya mutasi -765G>C COX-2 polimorfisme, telah
dihubungkan dengan perkembangan beberapa keganasan termasuk keganasan
ovarium. Polimorfisme dapat meningkatkan aktifitas ekspresi gen COX-2, yang
dapat menghambat apoptosis dan promosi proliferasi tumor, metastasis dan
angiogenesis. Distribusi dan frekuensi tiga tipe yang berbeda (genotip ) -765G> C
COX-2 adalah GG,GC,CC (Rask, 2006, Pereire, 2007, O Gubbay et al, 2005).
VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) merupakan glikoprotein
spesifik yang menginduksi permeabilitas dan terjadinya ekstravasasi protein
plasma dan perubahan pro angiogenik stroma. Karsinogenesis ovarii berkaitan
dengan angiogenesis, autokrin dan autoregulasi parakrin. VEGF dan Ki-67 adalah
protein yang berkaitan dengan karsinogenesis dan immunohistokimia yang
membedakan premaligna dan maligna. Atipikal endometriosis ditandai oleh inti
sel besar, hiperkromatik nuklei sedang sampai pleomorfik, peningkatan rasio inti
commit to user
D. Kerangka teori
Normal cells
Initiated cells
Pre-Malignant
MALIGNANT
INITIATION
PROMOTION
PROGESSION
MULTISTEP TUMOR PROGRESSIONProposed model for endometriosis pathogenesis based on cancer framework :
ENDOMETRIUM
Retrograde menstruation
(? Also Coelome metaplasia, Lymphovascular spread).
POLYGENIC SUSCEPTIBLITY LIKELY INVOLVING : •Metabolic/endocrine/immunology/
(e.g. polymorphisme ER, PR etc).
•Environmental triger
More GENOMIC INSTABILITY
ATYPICALENDOMETRIOSIS
STEPWISE ACQUISITION OF GENETIC ALTERATION (e.g. TSG, oncogenes)
ENDOMETRIOSIS (LOH 9p, 11q,22q) ReducePTEN, hMLH1 protein
PREMALIGNANT TRANSITION PHASE / ZONE (? Further LOH 6q, 5q, 9p, 11q, 22q, PTEN, TP53, beta-catenin, P-cadherin)
OVARIAN ENDOMETRIOID AND CLEAR CELL CARCINOMA
GENETIC
COX-2
ADHESION (cadherin, B-catenin, protein kinase C)
EVASION OF APOTOSIS
Cancer Hallmark Mechanisms
PROLIFERATION (limited)
ANGIOGENESIS (limited)
Self - sufficiency of growth singnals
(cyclin, cdk, p14, p16).
*
Somatically acquired GENOMIC INSTABILITY
Insensitivity to growth inhibition
*
INVASION & METASTASIS
*
Apoptosis evasion. (Fas, Bax, p21, p53, p14)
Limitless Replication * Pathological Angiogenesis * Proliferation of chromosomally abnormal cells *
COX-2
Tedjo Danudjo, HOGI SOLO
Tedjo Danudjo, HOGI SOLO
commit to user
Keterangan : Sel endometriosis mengalami inisiasi oleh pengaruh lingkungan, metabolik, endokrin dan immunologi selanjutnya mengalami promosi menjadi premaligna sel oleh karena kerusakan gen, terdapat gambaran atipikal endometriosis. Atipikal endometriosis akan mengalami progresivitas menjadi endometrioid dan clear cell carcinoma.
commit to user
E. Kerangka Konseptual
Sitokin pro inflamasi IL-1, IL-6, IL-17A,TNFα, Th-1 Auto imun respon
SICA 2, CCL14, TDGF1
COX-2
Estradiol
17 βHSD‐1
Estron
progesteron
Endometrioma
Sitokin pro inflamasi IL-1β, IL-6, IL-17A,TNFα, Th-1
Auto imun respon
SPINT1
COX-2
Estradiol Progesteron
Karsinoma
Ovarii
[image:52.612.101.517.167.476.2]Mutasi-mutasi gen yang menyebabkan amplifikasi COX-2, EGFR
commit to user
Keterangan : Endometrioma dan karsinoma ovarii dapat mengalami gangguan imunologi, genetik dan keseimbangan hormonal. Adanya proses inflamasi yang terus menerus yang mengakibatkan aberrasi atau perubahan status biomolekuler. Th1 dan sitokin pro inflamasi akan meningkatkan regulasi COX-2 yang akan mengkatalisis sintesa prostaglandin. Pada endometrioma terjadi peningkatan ekspresi COX-2 dapat disebabkan melalui beberapa akibat pengaruh hormonal yakni melalui peningkatan estradiol, peningkatan estradiol ini dapat secara langsung maupun tak langsung melalui sitokin pro inflamasi menginduksi COX-2. Demikian juga SICA1, CCL14, TDGF1 melalui sitokin pro inflamsi dapat menginduksi COX-2. Sedangkan penurunan progesteron secara tak langsung melalui 17 β -HSD 1 mempengaruhi konversi estradiol dari estron. PGE2 dapat sebagai stimulator StAR dan aromatase untuk meningkatkan produksi estradiol dan efek feedback terhadap sitokin pro inflamasi.
Sedangkan peningkatan COX-2 di karsinoma ovarii dapat dipengaruhi dari perubahan hormonal seperti pada endometrioma, dan sitokin pro inflamasi dan SPINT1 yang secara tak lansung mempengaruhi COX-2 melalui sitokin pro inflamsi. Mutasi gen COX-2, dan adanya polimorfisme dapat mempengaruhi peningkatan COX-2.
Perbedaan yang tampak pada keduanya di atas adalah bahwa SICA1, CCL14, EGFR pada penelitian sebelumnya dilaporkan hanya meningkat pada endometriosis dan EAOC. Sedangkan pada karsinoma ovari adanya mutasi-mutasi gen terhadap COX-2 dan adanya kemungkinan terjadinya polimorfisme mengakibatkan ekspresi COX-2 meningkat.
F. Hipotesis
Terdapat perbedaan ekspresi COX-2 antara endometrioma dan karsinoma
ovarii tipe 1, ekspresi COX-2 pada endometrioma lebih rendah daripada
karsinoma ovarii tipe 1.
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian secara analitik observasional dengan rancangan penelitian cross
sectional untuk membedakan expresi COX-2 antara penderita endometrioma dan
karsinoma ovarii tipe 1. Dilakukan pemeriksaan secara imunohistokimia pada
masing-masing sampel penelitian. Kemudian diamati dan dihitung tingkat
ekspresi COX-2 pada masing-masing sampel dan dilakukan perbandingan nilai
ekspresi COX-2 antar kelompok sesuai alur penelitian sebagai berikut :
Endometrioma dan Karsinoma ovarii tipe 1
Pemeriksaan dengan pengecatan
Immunohistokimia
Tingkat Ekspresi COX-2 Tingkat Ekspresi COX-2
Endometrioma Karsinoma ovarii tipe 1
Uji Perbedaan Tingkat Ekspresi Convenient Sampling
commit to user
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran UNS Surakarta pada bulan April 2011. Sampling dilakukan di
Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr Moewardi Surakarta, Klinik Indriya
Ratna, Rumah Sakit Brayat Minulya pada bulan Januari hingga Agustus 2009.
C. Populasi Penelitian
Preparat penderita endometrioma dan karsinoma ovarii tipe 1.
D. Teknik sampling
Pengambilan sampling dilakukan dengan cara non random convenient
sampling pada preparat penderita endometrioma dan pada preparat penderita
karsinoma ovarii tipe 1 di RSUD dr Moewardi Surakarta, Klinik Indriya Ratna
Su