HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRIDENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Oleh :
AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F100110087
ii
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRIDENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN
NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukan Oleh :
AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F100110087
FAKULTAS PSIKOLOGI
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRIDENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN
Afifah Miftachul Jannah Dr. Eny Purwandari, M.Si
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
mj.afifah@gmail.com
Kecemasan menghadapi ujian ditinjau dari kognitif terjadi karena adanya persepsi negatif tentang kemampuan yang dimiliki. Persepsi akan kemampuan diri disebut sebagai efikasi diri, dimana efikasi diri memiliki implikasi penting pada perilaku yang dimunculkan. Tanpa efikasi diri, orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Orang dengan persepsi terhadap efikasi diri yang rendah terancam secara potensial dengan tingginya kebangkitan rasa cemas. Dalam kaitannya dengan kecemasan, efikasi diri dapat membantu untuk menurunkan kecemasan pada diri seseorang. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi ujian SBMPTN. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 96 orang, siswa yang mengikuti ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan kriteria siswa lulusan pendidikan menengah (SMA/ MA/ SMK/ MAK) dan sederajat, termasuk Paket C tahun 2013, 2014, dan 2015. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Analisis data dilakukan dengan analisis product moment menggunakan program bantu SPSS 19,0 For Windows Program. Terdapat hubungan negatif antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi ujian SBMPTN. Sumbangan efektif (SE) efikasi diri terhadap kecemasan dalam menghadapi ujian SBMPTN sebesar 41,4%. Tingkat efikasi diri tergolong tinggi sedangkan tingkat kecemasan tergolong sedang. Berdasarkan hasil analisis paired sample t-test terlihat bahwa terjadi peningkatan kecemasan dua minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan dengan satu minggu sebelum SBMPTN dilaksanakan.
1 PENDAHULUAN
Perguruan tinggi merupakan
suatu lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi,
penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat (Sudiyono, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Nomor 2 Tahun 2015 ditentukan
bahwa penerimaan mahasiswa baru
tahun akademik 2015 dapat
dilakukan melalui tiga jalur,
diantaranya yaitu jalur SNMPTN
(50%), jalur SBMPTN (30%), dan
jalur mandiri yang diadakan
masing-masing PTN (20%). SBMPTN
merupakan nama lain dari SNMPTN
yang mulai diberlakukan pada tahun
2013. SBMPTN sendiri merupakan
seleksi masuk PTN melalui jalur tes
tulis dan atau keterampilan yang
dilaksanakan secara serentak di 62
PTN. SBMPTN ini dilaksanakan
untuk memberi kesempatan kepada
lulusan SMA/MA/SMK/MAK pada
3 tahun terakhir untuk mengikuti
seleksi pada tahun ini.
Dirjen Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemedikbud)
menyebutkan bahwa terdapat 81,3%
peserta gagal dalam mengikuti
SBMPTN 2013 (Kompas, 2013).
Sedangkan pada tahun 2014 secara
statistik terdapat 84,2% peserta gagal
dalam mengikuti SBMPTN 2014
(Infosbmptn, 2014). Dari pemaparan
data tersebut akan berdampak pada
timbulnya kecemasan pada siswa
yang akan mengikuti SBMPTN,
dimana kuota jumlah peserta
SBMPTN lebih banyak dari pada
jumlah peserta yang diterima. Selain
itu dari tahun ke tahun jumlah
peserta SBMPTN mengalami
peningkatan, sehingga peluang untuk
diterima dalam SBMPTN semakin
berkurang. Hal ini dinyatakan oleh
Dirjen Direktorat Pendidikan Tinggi
(Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso,
bahwa terdapat kenaikan sekitar 13.5%
dari tahun 2013 ke tahun 2014
(Infosbmptn, 2014).
Barlow (dalam Cervone &
Pervin, 2012) menambahkan bahwa
menurut teori kognitif sosial, orang
dengan persepsi terhadap efikasi diri
yang rendah terancam secara
potensial dengan tingginya
tersebut tidak mengancam, tetapi
perasaan tidak yakin akan
kemampuan dalam mengatasinya
merupakan sumber dalam kecemasan.
Bandura (dalam Nurlaila,
2011) menyatakan bahwa efikasi diri
akan meningkatkan kekebalan
terhadap cemas, stress dan depresi
serta mengaktifkan
perubahan-perubahan biokemis yang dapat
mempengaruhi berbagai ancaman
aspek dari fungsi kekebalan.
Penelitian menunjukkan bahwa
efikasi diri memiliki peran dalam
hubungannya dengan cemas dan
stress yang melibatkan
immunosuppression dan perubahan fisiologis seperti tekanan darah,
detak jantung, dan hormone stress.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rini (2013)
menunjukkan bahwa siswa yang
memiliki efikasi diri yang tinggi
akan memiliki kecemasan yang
rendah, hal ini dikarenakan siswa
tersebut memiliki kepercayaan diri,
keyakinan akan kemampuannya,
keyakinan mencapai target yang
sudah ditetapkan, dan keyakinan
akan kemampuan kognitifnya.
Sedangkan siswa yang memiliki
efikasi diri yang rendah akan
memiliki kecemasan tinggi, hal ini
dikarenakan tidak adanya keyakinan
atas kemampuannya sehingga
mereka tidak merasa percaya diri,
tidak yakin akan kemampuannya,
tidak mempunyai target nilai dalam
ujian nasional tersebut dan tidak
yakin akan kemampuannya yang dia
miliki.
Bandura (dalam Nevid,
Rathus, & Greene, 2005)
menyatakan bahwa apabila seseorang
percaya bahwa ia tidak punya
kemampuan untuk menanggulangi
tantangan-tantangan penuh stres
yang dihadapi dalam hidupnya, maka
ia akan merasa semakin cemas
menghadapi tantangan-tantangan
tersebut. Orang dengan efikasi diri
yang rendah (kurang keyakinan pada
kemampuan yang ada pada dirinya
untuk melaksakan tugas-tugas
dengan sukses) cenderung untuk
berfokus pada ketidak ada kekuatan
yang dipersepsikannya.
Freud (dalam Safaria &
Saputra, 2009) berpendapat bahwa
3 ancaman dari rasa sakit maupun
dunia luar yang tidak siap
ditanggulangi dan berfungsi
memperingatkan individu akan
adanya bahaya.
Calhoun dan Acocella (dalam
Safaria & Saputra, 2009)
menjabarkan aspek-aspek kecemasan
yang terbagi dalam tiga reaksi, yaitu
a. Reaksi emosional
Reaksi emosional adalah
komponen kecemasan yang
berkaitan dengan persepsi
individu terhadap pengaruh
psikologis dari kecemasan,
seperti perasaan keprihatinan,
ketegangan, sedih, mencela diri
sendiri atau orang lain.
b. Reaksi kognitif
Reaksi kognitif adalah
ketakutan dan kekhawatiran yang
berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir jernih
sehingga menganggu dalam
memecahkan masalah dan
mengatasi tuntutan lingkungan
sekitarnya.
c. Reaksi fisiologis
Reaksi fisiologis adalah
reaksi yang ditampilkan oleh
tubuh terhadap sumber ketakutan
dan kekhawatiran. Reaksi ini
berkaitan dengan sistem syaraf
yang mengendalikan berbagai
otot dan kelenjar tubuh sehingga
timbul reaksi dalam bentuk
jantung berdetak lebih keras,
nafas bergerak lebih cepat, dan
tekanan darah meningkat.
Bandura (dalam Safaria &
Saputra, 2009) menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh
dalam kecemasan antara lain ialah
a. Efikasi Diri
Efikasi diri adalah
sebagai suatu perkiraan individu
terhadap kemampuannya sendiri
dalam mengatasi situasi.
b. Outcome expectancy
Outcome expectancy
adalah suatu perkiraan individu
terhadap kemungkinan terjadinya
akibat-akibat tertentu yang
mungkin berpengaruh dalam
menekan kecemasan.
Bandura (dalam Mukhid,
2009) mendefinisikan efikasi diri
sebagai penilaian seseorang atas
dan melaksanakan tindakan yang
mengarah pada pencapaian tujuan
tertentu.
Menurut Bandura (1994)
aspek-aspek efikasi diri diantaranya
yaitu
a. Proses kognitif
Seseorang memotivasi
diri sendiri dan merancang
tindakan yang akan diambil
dalam mencapai suatu tujuan
yang diharapkan dengan cara
melatih proses kognitif yang ada
dalam dirinya.
b. Proses motivasi
Proses motivasi adalah
usaha seseorang dalam
memotivasi diri dan
merencanakan tindakan untuk
mempersiapkan diri dengan
membentuk keyakinan pada
tindakan yang akan dilakukan.
c. Proses afeksi
Kemampuan mengatasi
emosi yang timbul pada diri
sendiri dalam mencapai tujuan
yang diharapkan.
d. Proses seleksi
Kemampuan dalam
menyeleksi tingkah laku dan
lingkungan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Asumsi
yang timbul pada proses seleksi
ini yaitu ketidakmampuan orang
dalam melakukan seleksi tingkah
laku membuat tidak percaya diri,
bingung dan mudah menyerah
ketika menghadapi sesuatu yang
sulit.
Menurut Bandura (dalam
Feist & Feist, 2011) menyatakan
bahwa hal-hal yang dapat
memengaruhi efikasi diriadalah
a. Pengalaman menguasai sesuatu
(mastery experiences)
Secara umum, performa
yang berhasil akan meningkatkan
ekspektasi mengenai kemampuan,
kegagalan cenderung akan
menurunkan hal tersebut.
b. Modeling sosial
Vicarious experiences
bahwa efikasi diri akan
meningkat saat kita
mengobservasi pencapaian orang
lain yang mempunyai kompetensi
yang setara, namun akan
berkurang saat kita melihat rekan
5 c. Persuasi sosial
Persuasi dapat
meyakinkan seseorang untuk
berusaha dalam suatu kegiatan
dan apabila performa yang
dilakukan sukses, baik
pencapaian tersebut maupun
penghargaan verbal yang
mengikutinya akan
meningkatkan efikasi di masa
depan.
d. Kondisi fisik dan emosional
Emosi yang kuat biasanya
akan mengurangi performa. Saat
seseorang mengalami ketakutan
yang kuat, kecemasan akut, atau
tingkat stres yang tinggi,
kemungkinan akan mempunyai
ekspektasi efikasi yang rendah.
METODE PENELITIAN
Subjek yang diambil dalam
penelitian adalah siswa yang
mengikuti ujian Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN) dengan kriteria siswa
lulusan pendidikan menengah (SMA/
MA/ SMK/ MAK) dan sederajat,
termasuk Paket C tahun 2013, 2014,
dan 2015 sebanyak 96 orang.
Menggunakan teknik pengambilan
sampel Cluster Random Sampling.
Metode pengumpulan data
menggunakan skala kecemasan dan
efikasi diri. Teknik analisis data
menggunakan korelasi product
moment.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian
menggunakan teknik analisis
Product Moment diketahui nilai
koefisien korelasi (rxy) = -0,643
dengan sig = 0,000; (p < 0,01) yang
berarti terdapat hubungan negatif
yang sangat signifikan antara efikasi
diri dengan kecemasan pada siswa
yang sedang menghadapi ujian
SBMPTN. Artinya semakin tinggi
efikasi diri maka semakin rendah
tingkat kecemasan pada siswa yang
sedang menghadapi ujian SBMPTN,
begitupun sebaliknya. Hal ini dapat
diartikan bahwa efikasi diri
mempengaruhi kecemasan pada pada
siswa yang sedang menghadapi ujian
SBMPTN. Tingkat efikasi diri siswa
dalam penelitian ini termasuk dalam
kategori tinggi sedangkan tingkat
kecemasan pada siswa yang sedang
menghadapi ujian SBMPTN dalam
penelitian ini termasuk kategori
Siswa yang sedang
menghadapi ujian SBMPTN yang
memiliki efikasi diri yang tinggi,
akan memiliki kecemasan yang
rendah. Hal ini disebabkan karena
efikasi diri akan meningkatkan
kekebalan terhadap cemas, stress dan
depresi serta mengaktifkan
perubahan-perubahan biokemis yang
dapat mempengaruhi berbagai
ancaman aspek dari fungsi kekebalan.
Penelitian menunjukkan bahwa
efikasi diri memiliki peran dalam
hubungannya dengan cemas dan
stress yang melibatkan
immunosuppression dan perubahan fisiologis seperti tekanan darah,
detak jantung, dan hormone stress
Bandura (dalam Nurlaila, 2011).
Efikasi diri yang tinggi
membantu membuat perasaan tenang
dalam mendekati tugas dan kegiatan
yang sulit. Sebaliknya, orang yang
meragukan kemampuan dirinya,
mereka bisa percaya bahwa sesuatu
itu lebih sulit daripada yang
sesungguhnya (Mukhid, 2009).
Selanjutnya Seiferd ( dalam
Mukhid, 2009) menyatakan bahwa
perasaan efikasi diri yang lebih
tinggi, akan berdampak pada usaha,
kegigihan, dan ketahanan yang lebih
besar. Sedangkan efikasi diri rendah
berfungsi sebagai penghalang yang
mendorong menghindari suatu tujuan.
Berdasarkan hasil analisis
paired sample t-test diperoleh hasil
skor kecemasan dua minggu sebelum
SBMPTN dilaksanakan rata-rata
65,98 sedangkan hasil skor
kecemasan satu minggu sebelum
SBMPTN dilaksanakan rata-rata
73,63. Data tersebut menunjukkan
bahwa terjadi kenaikan sebesar 21,7%
dibuktikan dengan nilai = 0,217
(21,7%). Dalam penelitian ini
kecemasan siswa yang sedang
menghadapi ujian SBMPTN masuk
dalam jenis kecemasan state anxiety. Kecemasan sebagai suatu keadaan
(state anxiety) yaitu keadaan dan kondisi emosional sementara pada
diri seseorang yang ditandai dengan
perasaan tegang dan khawatir yang
dirasakan dengan sadar serta bersifat
subjektif dan meningginya aktivitas
system syaraf otonom, sebagai suatu
keadaan yang berhubungan dengan
situasi-situasi lingkungan khusus
(Spilberger dalam Safariaa &
Saputra, 2009). Hal tersebut
7 mendekati waktu ujian SBMPTN,
maka kecemasan siswa akan
meningkat.
Sumbangan efektif (SE)
variabel efikasi diri terhadap
kecemasan siswa dalam menghadapi
ujian SBMPTN sebesar 41,4%
ditunjukkan oleh koefisien
determinasi ( ) sebesar 0,414.
Masih terdapat 58,6% faktor lain
yang mempengaruhi kecemasan
selain efikasi diri, diantaranya adalah
keadaan pribadi individu, tingkat
pendidikan, pengalaman tidak
menyenangkan dan dukungan sosial
(Sari & Kuncoro, 2006). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
efikasi diri dengan segala aspek yang
terkandung di dalamnya cukup
memberikan kontribusi terhadap
kecemasan pada siswa yang sedang
menghapi ujian SBMPTN, meskipun
efikasi diri tidak hanya dipengaruhi
oleh variabel tersebut.
Hasil analisis variabel efikasi
diri diketahui bahwa memiliki rerata
empirik (RE) sebesar 83,10 dan
rerata hipotetik (RH) sebesar 72,5
yang berarti efikasi diri pada subjek
tergolong tinggi. Berdasarkan
kategori skala efikasi diri
menunjukkan bahwa prosentase dari
jumlah terbanyak berada pada posisi
tinggi. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa siswa yang sedang
menghadapi ujian SBMPTN sudah
memenuhi aspek-aspek efikasi diri,
seperti yang dikemukakan oleh
Bandura (1994) yaitu proses kognitif,
proses motivasi, proses afeksi dan
proses seleksi.
Variabel kecemasan dua
minggu sebelum SBMPTN
dilaksanakan mempunyai rerata
empirik (RE) sebesar 65,98 dan
rerata hipotetik (RH) sebesar 80 yang
berarti kecemasan pada subjek
tergolong rendah. Berdasarkan
kategori skala kecemasan dua
minggu sebelum SBMPTN
dilaksanakan menunjukkan bahwa
prosentase dari jumlah terbanyak
berada pada posisi sedang.
Selanjutnya pada variabel
kecemasan satu minggu sebelum
SBMPTN dilaksanakan mempunyai
rerata empirik (RE) sebesar 73,63
dan rerata hipotetik (RH) sebesar 80
yang berarti kecemasan pada subjek
tergolong sedang. Berdasarkan
kategori skala kecemasan satu
dilaksanakan menunjukkan bahwa
prosentase jumlah terbanyak berada
pada posisi sedang. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa siswa yang
sedang menghadapi ujian SBMPTN
belum begitu cukup memenuhi
aspek-aspek kecemasan, seperti yang
dikemukakan oleh Calhoun dan
Acocella (dalam Safaria & Saputra,
2009) yaitu reaksi emosional, reaksi
kognitif, dan reaksi fisiologis.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa efikasi diri
mempunyai pengaruh terhadap
kecemasan pada siswa yang sedang
menghadapi ujian SBMPTN,
meskipun kecemasan tidak hanya
dipengaruhi oleh variabel tersebut.
Namun ada beberapa keterbatasan
dalam penelitian ini, antara lain yaitu
alat ukur atau alat pengumpulan data
yang digunakan hanya menggunakan
skala sehingga belum mampu
mengungkapkan aspek-aspek
karakteristik kepribadian secara
mendalam. Oleh karena itu, untuk
peneliti selanjutnya perlu melengkapi
teknik pengumpulan data lain. Selain
itu, selama pengambilan data tidak
dilakukan dalam suatu ruangan
khusus, namun dalam situasi yang
berbeda-beda sehingga keadaan
psikologis yang dialami subjek
berbeda-beda, seperti ada subjek
yang sedang santai namun ada pula
yang sedang mengerjakan hal lain
kemudian mengerjakan skala yang
diberikan peneliti.
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
1) Ada hubungan negatif yang
sangat signifikan antara
efikasi diri dengan
kecemasan siswa dalam
menghadapi ujian SBMPTN.
2) Sumbangan efektif atau
peranan efikasi diri terhadap
kecemasan siswa dalam
menghadapi ujian SBMPTN
sebesar 41,4%, maka masih
ada 58,6% lainnya
dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap kecemasan di luar
faktor efikasi diri, seperti
dukungan sosial, keadaan
pribadi individu, tingkat
pendidikan, pengalaman tidak
menyenangkan serta faktor
9 3) Subjek penelitian memiliki
efikasi diri yang tergolong
tinggi.
4) Subjek penelitian memiliki
tingkat kecemasan dua
minggu sebelum mendekati
ujian SBMPTN mengalami
kecemasan tingkat rendah,
sedangkan satu minggu
sebelum mendekati ujian
SBMPTN mengalami
kecemasan tingkat sedang.
b. Saran
1) Bagi siswa yang mengikuti
ujian SBMPTN, dengan
mempertahankan tingkat
efikasi diri dan menurunkan
tingkat kecemasan dalam
menghadapi ujian SBMPTN
dengan memperbaiki aspek
reaksi fisiologis, dengan cara
mengatur pernasafan, tidur
yang cukup, dan berolahraga.
2) Bagi orang tua siswa yang
sedang mengikuti ujian
SBMPTN, dalam
mempertahankan efikasi diri
siswa dengan memperbaiki
aspek proses motivasi,
dengan cara memberikan
semangat kepada anak secara
teratur dan membantu anak
dalam merencanakan
langkah-langkah yang akan
diambil dalam
mempersiapkan diri
menghadapi ujian SBMPTN,
3) Bagi pusat lembaga
bimbingan belajar, dalam
mempertahankan efikasi diri
siswa dengan memperbaiki
aspek proses motivasi,
dengan cara di sela-sela
dalam proses belajar, mentor
bisa memberi
masukan-masukan kepada siswa
berupa semangat pantang
menyerah dan selalu optimis
dalam menghadapi
SBMPTN, memberikan jam
khusus konsultasi untuk
anak dalam tanya jawab
memilih perguruan tinggi
sesuai dengan kemampuan
dan bakat si anak,
menggunakan metode
pembelajaran yang
bervariasi yang dapat
membantu dalam proses
belajar dan mengajar, dan
memberikan pujian untuk
menjawab pertanyaan,
dengan pujian siswa
diharapkan akan lebih
termotivasi dalam belajar.
4) Bagi peneliti lain disarankan
dapat menjadikan hasil
penelitian ini sebagai kajian
dalam pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang
psikologi dan memberi
kontribusi teoritis khususnya
mengenai hubungan antara
efikasi diri dengan
kecemasan siswa dalam
menghadapi ujian SBMPTN.
Bagi peneliti selanjutnya
yang berkaitan dengan efikasi
diri dengan kecemasan
menghadapi ujian SBMPTN,
disarankan melibatkan
variabel-variabel yang belum
diungkap antara lain:
dukungan sosial, keadaan
pribadi individu, tingkat
pendidikan, pengalaman tidak
menyenangkan serta faktor
genetik. Memperbaiki skala
efikasi diri dan kecemasan
dalam menghadapi ujian
SBMPTN dan hendaknya
mempertimbangkan
faktor-faktor eksternal yang turut
mempengaruhi kecemasan
seperti dukungan sosial,
lingkungan, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A. (1994). Self Efficacy.
Encyclopedia of human
behavior, 4, 71-81.
Cervone, D., & Pervin, L. A. (2012).
Kepribadian Teori dan
Penelitian Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Damanik, C. (2013, Juli 8). Cek Hasil SBMPTN 2013 di
"Kompas.com", Yuk!
Retrieved Maret 4, 2015,
from Harian Kompas:
http://edukasi.kompas.com/re ad/2013/07/08/1930029/Cek. Hasil.SBMPTN.2013.di.Kom pas.com.Yuk.
Feist, J., & Feist, G. J. (2011). Teori Kepribadian Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
InfoSBMPTN. (2014, Oktober 19). Siap Menghadapi SBMPTN 2015. Retrieved Februari 8, 2015, from Info SBMPTN: http://infosbmptn.com/2014/1 0/19/siap-menghadapi-sbmptn-2015/
Mukhid, A. (2009). Self Efficacy (Perspektif Teori Kognitif
11 terhadap Pendidikan). Tadris, 4 (1), 108-119.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene,
B. (2005). Psikologi
Abnormal Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Nurlaila, S. (2011). Pelatihan Efikasi
Diri untuk Menurunkan
Kecemasan pada Siswa-Siswi yang akan Menghadapi Ujian Akhir Nasional. Guidena , 1 (1), 4-15.
Rini, H. P. (2013). Self Efficacy dengan Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Nasional. Jurnal Online Psikologi , 1 (1), 36-38.
Safaria, T., & Saputra, N. E. (2009). Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana
Mengelola Emosi Positif
dalam Hidup Anda. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sari, E. D., & Kuncoro, J. (2006).
Kecemasan dalam
Menghadapi Masa Pensiun
Ditinjau dari Dukungan
Sosial pada PT. Semen
Gresik (Persero) Tbk. Jurnal Psikologi Proyeksi, 1 (1), 38-39.
Sudiyono. (2004). Manajemen
Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT Rineka Cipta.