• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Bantul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Bantul."

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI

DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Lela Mustikasari

NIM: 131134124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

(2)

ii

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI

WILAYAH KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Lela Mustikasari

NIM: 131134124

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih yang selalu Kau curahkan didalam hidup ku.

2. Bapak Sumarno dan Ibu Sukarti yang selalu mendoakan dan selalu menyayangi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran yang tak pernah putus.

3. Kakak-kakaku Yosua Turiman, Wahuni, Karinah, Eka Oktaviana, Kuswanto, dan Sepi Kusworo yang selalu memberikan nasehat dan semangat.

4. Dosen Pembimbing Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. dan Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan dengan penuh kesabaran.

5. Kekasihku Ariel Tirza Edy Saputra yang selalu memberikan waktu, semangat dan memberikan masukan yang membangun disaat aku mulai lelah menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Sahabat-sahabatku seperjuangan skripsi, Ristya Ferinda, Rosita Cahayani S, dan Yovita Ratri S. yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Sahabat-sahabatku semuanya yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu, yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan menyemangatiku.

(6)

v MOTTO

Matius 19 : 19

“Hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”

Amsal 1 : 7

“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”

Matius 21:22

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”

Ibrani 11:1

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 April 2017 Peneliti

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Lela Mustikasari

Nomor Mahasiswa : 131134124

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI

WILAYAH KABUPATEN BANTUL”

Dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 19 April 2017 Yang menyatakan

(9)

viii

ABSTRAK

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI

DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL

Lela Mustikasari Universitas Sanata Dharma

2017

Dinas pendidikan dasar Kabupaten Bantul telah menunjuk 45 sekolah dasar inklusi. Sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap siswa untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat. Tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan kepada siswa berkebutuhan khusus dalam menempuh pendidikan dengan mendapatkan hak yang sama seperti siswa yang tidak menglami kebutuhan khusus.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Kuesioner yang dibagikan kepada responden sebanyak 70 dan kuesioner yang kembali sebanyak 59 kuesioner. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan hasil bahwa sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul 50% sudah menerapkan prinsip-prinsip inklusi dengan baik namun belum maksimal. Proses penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Bantul telah mencakup penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran.

(10)

ix

ABSTRACT

SURVEY THE IMPLEMENTATION OF INCLUSION OF PRIMARY SCHOOL IN THE REGION OF DISTRICT BANTUL

Lela Mustikasari

Sanata Dharma University

2017

Department of primary education Bantul regency has appointed 45 inclusion primary school. Indusion school is a place for each student to be accepted as part of a class, accommodate and respond to the diversity through suitable curriculum to the needs of every child and to partner with the community .The aim of inclusion education to give opportunity to with students disabilities in education by getting equal rights as students who did not experience special needs.

The research was non experimental quantitative research with crosssectional survey. An instrument used in this research was open ended questionnaire, which were validated by two validators before the questionnaire were distributed to respondents.Questionnaires were given to70 respondents and 59 questionnairesreturn. Besed on data analysis the result showed that there were 50 % inclusion principles that implemented by inclusion primary schools in Bantul district. The process of theinclusion primary schools in the district includes Bantul have the acceptance of new students for ( PPDB ); identification; curriculum flexible; devise of teaching materials and learning activities friendly children; the class friendly child; assessments; procurement and the use of media learning adaptive; an assessment and evaluation learning .

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul

“Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten

Bantul”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing I

yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

5. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

6. Validator instrumen kuesioner yang telah memberikan kritik dan saran pada instrumen penelitian ini.

7. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

(12)

xi

9. Kedua orang tuaku, Bapak Sumarno dan Ibu Sukarti yang selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang.

10.Kekasihku, Ariel Tirza Edy Saputra yang selalu memberiku doa, semangat, bantuan, dan kasih sayang.

11.Ristya Ferinda, Rosita Cahayani, Yovita Ratri yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan skripsi.

Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

3. Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 10

(14)

xiii

2. Sekolah Dasar Inklusi ... 11

3. Anak Berkebutuhan Khusus ... 12

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 12

2. Jenis-jenis Anak Bekebutuhan Khusus ... 13

4. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi ... 21

1. Penerimaan Peserta Didik Baru yang Mengakomodasi Semua Anak ... 21

2. Identifikasi ... 22

3. Adaptasi Kurikulum ... 23

4. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak ... 24

5. Penataan Kelas Ramah Anak ... 24

6. Asesmen ... 25

7. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif ... 27

8. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran ... 28

(15)

xiv

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN ... 43

1. Uji Validitas Instrumen ... 43

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 50

G. TEKNIK ANALISIS DATA ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. DESKRIPSI PENELITIAN ... 54

B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER ... 55

C. HASIL PENELITIAN ... 55

D. PEMBAHASAN ... 71

1. Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul ... 71

2. Proses Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul ... 74

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 83

A. KESIMPULAN ... 83

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 83

C. SARAN ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 87

(16)

xv

DAFTAR BAGAN

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul

sebagai tempat penelitian ... 35 Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian tentang penyelenggaraan

sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul ... 40 Tabel 3.3 Skala Likert ... 44 Tabel 3.4 Contoh Coding Data ... 52 Tabel 4.1 Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi yang Terlaksana

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Kuesioner ... 88

Lampiran 2 Permohonan Ijin Penelitian ... 108

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Perencanaan Pembangun Kabupaten Bantul ... 109

Lampiran 4 Daftar SD Inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul ... 110

Lampiran 5 Validasi Dosen Ahli A ... 112

Lampiran 6 Validasi Dosen Ahli B ... 123

Lampiran 7 Bentuk Kuesioner ... 134

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan meliputi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi oprasional

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak, pendidikan ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialami dalam setiap periode perkembangan. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010:2)

(20)

jenjang sosial, daerah, ras, budaya, bahasa, fisik, dan lainnya, sehingga membuat calon peserta didik dan peserta didik tidak merasa terkucilkan dan memiliki semangat atau kemauan untuk menempuh jalur pendidikan sampai setinggi-tingginya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 15 menyatakan bahwa Pendidikan inklusi adalah pendidikan khusus yang memberikan pelayanan dan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan di atas rata-rata dan memiliki bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dalam lingkungan belajar secara bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusi didefinisikan sebagai konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus maupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis (Ilahi, 2013: 23)

(21)

akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang cacat (Ilahi, 24-25).

O’Neil (1995:7) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem

layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusi dan mencapai “pendidikan bagi semua”

(education for all)

(22)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis menentukan dua rumusan maslah yang diteliti. Dua rumusan masalah tersebut adalah seperti berikut ini :

1. Berapa besar presentase kesesuaian penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul dengan prinsip sekolah inklusi?

2. Bagaimana proses penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini menentukan dua tujuan penelitian. Tujuan penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut : Untuk mengetahui apakah penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul sudah sesuai dengan prinsip sekolah inklusi.

1. Untuk mengetahui besar presentase kesesuaian penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul.

2. Untuk mengetahui proses penyelenggaraan SD inklusi di wilayah Kabupaten Bantul.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(23)

dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi sekolah yang menerapkan prinsip sekolah inklusi.

2. Manfaat Praktis

1. Bagi Sekolah Dasar Inkusi

Sekolah mendapatkan data tentang penyelenggaraan sekolah inkusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan proses penyelenggaraan sekolah inklusi.

2. Bagi Kepala Sekolah dan Guru

Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi Kepala sekolah dan guru tentang penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan proses penyelenggaraan sekolah inklusi untuk sekolah dasar inklusi.

3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mendiskripsikan penyelenggaraan dan proses penyelenggaraan sekolah inkusi se-Kabupaten Bantul dengan mengunakan penelitian kualitatif.

E. Definisi Operasional

(24)

2. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa dan dapat mengakomodir dan merespon keberagaman.

3. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalamai kecacatan atau kelainan (disability) dan anak yang mempunyai kondisi eksternal yang mengalami hambatan dalam belajar sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.

(25)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini menguraikan meliputi kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

A. KAJIAN TEORI

1. Pendidikan Inklusi

a. Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental (Ilahi, 2013:23). Menurut Staub and Pack (dalam Ilahi, 2013:27), pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apa pun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. O’Neil (dalam

Ilahi, 2013:27) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagi sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama teman-teman seusianya.

(26)

siswa dan memperoleh kesempatan dilayani dan bersekolah di sekolah reguler terdekat.

Menurut Olsen (Tarmansyah, 2007: 82), pendidikan inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. Menurut Olsen (dalam Tarmansyah. 2007: 28) pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya, sedangkan Staub dan Peck (dalam Tarmansyah, 2007: 83) menjelaskan pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas bersama anak-anak pada umumya..

Jadi menurut teori di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan suatu pelayanan khusus untuk siswa yang berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik maupun mental tanpa membeda-bedakan dengan siswa yang tidak mengalami berkebutuhan khusus. b. Tujuan Pendidikan Inklusi

Ilahi (2013:39) menjelaskan tujuan pendidikan inklusi, yaitu:

(27)

potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Menurut Sembodo (2008: 7) dari tujuan pendidikan inklusi di atas memperoleh manfaat pendidikan untuk siswa yang mengalami kebutuhan khusus. Sembodo (2008: 7), menjabarkan beberapa manfaat pendidikan dibuat agar anak – anak istimewa belajar bersama – sama anak – anak lain di antaranya adalah :

1. Meningkatkan interaksi sosial

2. Lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh oleh mereka 3. Meningkatkan perkembangan bahasa

4. Menjadikan mereka lebih mandiri

5. Perkembangan dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang dijalankan oleh guru

Rosilawati (2013 : 10) menjelaskan manfaat dan sisi positif lain yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusif diantaranya :

1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah. 2. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial

(28)

3. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Jadi menurut teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada siswa berkebutuhan khusus dalam menempuh pendidikan dengan mendapatkan hak yang sama seperti siswa yang tidak menglami kebutuhan khusus.

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi,2013 : 44) menjelaskan pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain :

1. Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara – cara merespon karagaman individu.

2. Mempedulikan cara – cara untuk meruntuhkan hambatan – hambatan anak dalam belajar.

3. Anak kecil yang hadir (di sekolah) berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.

4. Diperuntukkan utamanya bagi anak – anak yang tergolong marginal, ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar. d. Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi

(29)

tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Florian (dalam Ilahi, 2013: 50) menjelaskan pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa.

Jadi menurut teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa prinsip sekolah inklusi harus bisa menerima semua anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak tidak berkebutuhan khusus tanpa membeda-bedakan siswa yang satu dengan siswa yang lainnya untuk mendapatkan hak belajar.

2. Sekolah Dasar Inkusi

(30)

Jadi menurut teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menerima setiap anak di dalam kelas yang sama dan mendapatkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak.

3. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Triani (2013:3) dalam profil pendidikan inklusi di Indonesia yang dikeluarkan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa tahun 2010, anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah:

1. Anak yang karena internalnya mengalami kecatatan/kelainan (disability) membutuhkan layanan pendidikan khusus, seperti: tuna

netra, tuna rungu, tunawicara, tunagrahita, tuna daksa, tuna laras, berkesulitan belajar, autis, memiliki gangguan motorik, anak berbakat dan berkecerdasan istimewa, tuna ganda, memiliki kelainan lainnya. 2. Anak yang karena kondisi eksternalanya mengalami hambatan dalam

(31)

Menurut Dhelpie (2006:1), Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)

yang menandakan adanya kelainan khusus. Menurut Rosilawati (2013:1), anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya secara serius dan menetap.

Jadi menurut teori yang diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan dalam internal atau eksternalnya sehingga mengalami kelainan khusus atau anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak yang tidak mempunyai kebutuhan khusus.

b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Tiarni (2013: 24), dalam panduan penganganan ABK bagi pendaming orang tua, keluarga, dan masyarakat, membagi menjadi 12 macam, antara lain:

1. Anak disabilitas penglihatanadalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision).

2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian maupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan bicara.

(32)

ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan.

4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk, dan fungsi tubuh atau anggota gerak.

5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang.

6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperativitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir, dan mengendalikan emosi. Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga

area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repititif dan stereotipi. 7. Anak dengan gangguan gada adalah anak yang memiliki dua atau lebih

gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu pelajar yang khusus.

(33)

gangguan mental. Mereka butuh waktu lamadan berulang-ulang dan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.

9. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.

10.Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis, dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif. 11.Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak

yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik seni, olah raga, dan kepemimpinan.

Permendiknas No 70 Tahun 2009 (dalam Sartika 2013:7-22) tentang Pendidik Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasandan/atau Bakat Istimewa, menjelaskan bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah:

(34)

2. Tunarungu (hambatan pendengaran) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1) Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB) 2) Gangguan pendengaran ringan (41-55dB)

3) Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) 4) Gangguan pendengaran berat (71-90dB)

5) Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)

3. Tunawicara (hambatan bicara) adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain.

4. Tunagrahita (hambatan intelektual) adalah individu yang memiliki itelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

5. Tunadaksa (kelainan motorik dan mobilitas) adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.

(35)

emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar :

1) Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan

2) Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru

3) Berperilaku yang tidak pantas dalam keadaan normal 4) Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus

5) Cenderung menunjukan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

Karkteristik yang dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (dalam Hidayat. 2013: 32-33), berdasarkan dimensi tingkah laku:

1) Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku memperlihatkan ciri-ciri : suka berkelahi, memukul, menyerang, tidak mau bekerja sama, cemburu dan mudah terpengaruh.

2) Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, sedih, dan kurang percaya diri.

(36)

4) Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai kelompok jahat, mencuri bersama kelompoknya, dan bolos sekolah.

7. Kesulitan belajar (learning disability) adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau atau penggunaan bahasa, lisan maupun tertulis, yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurnauntuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan matematika. Jenis-jenis kesulitan belajar diantaranya dyscalculia, dysgraphia, dyslexia, dan dyspraxia.

8. Lambat belajar (slow learner) adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah, di bawah rata-rata anak pada umumnya pada salah satu atau seluruh area akademik, tetapi mereka ini bukan tergolong anak keterbelakang mental.

(37)

1). Inteligensi

Dari segi inteligensi, anak-anak lambat belajar atau slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90

berdasarkan skala WISC. 2) Bahasa

Anak-anak lambat belajar atau slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi.

3) Emosi

Dalam hal emosi, anak-anak lambat belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat

marah dan sensitif. 4) Sosial

Anak-anak lambat belajar atau slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memeilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri.

5) Moral

Anak-anak lambat belajar atau slow learner tahu aturan yang berlaku tetapi mereka tidak paham untuk apa peraturan tersebut dibuat (Tiarni, 2013:10-12).

(38)

1) Berkesulitan belajar

Adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan.

2) Lamban belajar

Jika anak yang berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau di atas rata-rata maka sebaliknya dengan anak-anak lamban belajar. Mereka memiliki IQ di bawah lancar ingatannya sangat pendek sekali.

3) ADHD

Attention Deficits and hiperactivity disorder adalah

gangguan yang berupa kekurangannya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan).

4) Spectrum Autism

(39)

4. Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

Menurut Kustawan (2013: 61), di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan inklusif akan terjadi perubahan praktis yang memberikan kesempatan kepada suma anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar yang sama. Menurut Ilahi (2013: 24), konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negera. Menurut Ilahi (2013:33), sekolah inklusi memberikan manfaat untuk semua anak karena membantu menciptakan masyarakat yang inklusi dan efisiensi serta efektivitas biaya pendidikan.

1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasikan Semua Anak

(40)

peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus.

2. Identifikasi

Kustawan (2013: 93), menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/ganguuan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Menurut Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (dalam Kustawan, 2013 : 93), istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan prosespenjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, Intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.

(41)

pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress).

Kustawan (2013: 95), mejabarkan tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, dimana hasil identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan hususnya dan/atau untuk menyususn program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya. 3. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

(42)

kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur.

4. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013:111). Ilahi (2013: 172–173), menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik–topik dan sub–sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan.

5. Penataan Kelas Yang Ramah Anak

(43)

kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus.Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan. 6. Asesmen

Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015: 209). Menurut Tiarni (2013: 25), asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran.

1) Screening

Menurut Friend (2015: 210), screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Menurut Tiarni (2013: 22) screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi

anak berkebutuhan khusus. 2) Diagnosis

(44)

khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak.

3) Penempatan program

Menurut Friend (2015: 215), bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.

4) Penempatan kurikulum

Friend (2015: 216), menguraikan penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA. 5) Evaluasi pengajaran

(45)

6) Evaluasi program

Friend (2015: 217), menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

7. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajarn Adaptif

Kustawan (2013: 117), mendeskripsikan media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pemeblajaran.

8. Penilaian dan evaluasi pembelajaran

(46)

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu, adapun penelitian tersebut adalah:

Pertama, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh” ditulis oleh Winda Quida Sari

2012. Peneliti mengatakan bahwa penelitian ini penting dilakukan agar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Metode yang digunakan oleh penulis untuk memahami dan memperoleh gambaran yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya tanpa melakukan perubahan atau interverisi terhadap sasaran penelitian. Analisis data merupakan suatu proses penyususnan data dapat ditafsirkan, karena penelitian ini bersifat deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan adalah gambaran dengan kata-kata.

Kedua, penelitian yang berjudul “Manajemen Pendidikan Inkusif

(Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam Persepektif Pendidikan Luar Biasa)” ditulis oleh Sunaryo, peneliti mengatakan bahwa dalam tataran

(47)

Ketiga, penelitian yang berjudul “Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh” ditulis oleh Ery Wati 2014

peneliti mengatakan bahwa kepala sekolah dituntut untuk membuat sebuah perencanaan yang matang agar tercapai tujuan yang diharapkan.

(48)

sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan keadaan atau kondisi yang terjadi di lapangan. Literature map penelitian yang relevan dapat dilihat pada berikut ini :

Gambar 2.1 Bagan penelitian yang relevan

(49)

C.Kerangka Berpikir

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang tidak membeda bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental dalam menempuh pendidikan atau pembelajaran dalam satu sekolah tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain serta mendapatkan hak yang sama dalam bersekolah. Dalam sistem pendidikan, seharusnya sekolah wajib menerima semua peserta didik tanpa membeda-bedakan jenjang sosial, daerah, ras, budaya, bahasa, fisik, dan lainnya. Sehingga membuat calon peserta didik dan peserta didik tidak merasa terkucilkan dan memiliki semangat atau kemauan untuk menempuh jalur pendidikan sampai setinggi-tingginya.O’Neil (1995:7), menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai

sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu, sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusi dan mencapai “pendidikan bagi semua” (education for all). Menurut Sugiarmin (2013: 397) agar inklusi

(50)

Peneliti merasa prihatin jika ada pihak sekolah yang belum memahami dan menerapkan konsep pendidikan inklusi. Maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian kuntitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang menggunakan tes subjektif berupa tes uraian terbatas untuk mengumpulkan data. Tes ini berbentuk uraian (esai) yang memberi batasan-batasan atau rambu-rambu tertentu kepada peserta tes dalam menjawab soal. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis.

Data yang diperoleh peneliti akan digunakan untuk mendeskripsikan kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul. Penelitian akan memberikan kuisoner dengan jawaban terbuka pada guru kelas di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul. Kuesioner yang diperoleh dari berbagai sekolah dasar inklusi dan dikumpulkan, kemudian data tersebut akan diolah untuk dapat disimpulkan bagaimana kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul.

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten

Bantul memenuhi prinsip-prinsip inklusi.

(51)
(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini menguraikan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional design. Penelitian kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa angka, atau data yang berupa kata-kata atau kalimat yang dikonversi menjadi data yang berbentuk angka (Martono, 2014:20).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Menurut Nazir (dalam Prastowo, 2014:175), metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejalan yang ada dan mencari keterangan-keterangan yang faktual, baik tentang situasi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Survei (survey) atau jajak-pendapat atau lengkapnya self-administered survey adalah metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden secara tertulis (Jugiyanto, 2008:3).

(53)

fenomena atau gejala dari masalah yang dihadapi dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden yang dilakukan dalam satu waktu tertentu.

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu 1) Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini sekolah dasar inklusi yang digunakan adalah 9 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kabupaten Bantul yaitu:

Tabel 3.1 Daftar sembilan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul

No Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan

1. SD Jolosutro Piyungan

2. SD 1 Petir Piyungan

3. SD 2 Petir Piyungan

4. SD Muhammadiah Banguntapan

5. SDIT Salsabila 3 Banguntapan

6. SD 1 Jambidan Banguntapan

7. SD 2 Jambidan Banguntapan

8. SD Muhammadiyah Krangturi

(Bodon 2)

Banguntapam

(54)

Dari tabel 3.1 penelitian dilakukan dibeberapa sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul. Daftar sekolah inkusi di Wilayah Kabupaten Bantul ini didapat peneliti dari Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul. Dari daftar sekolah inklusi yang ada di Wilayah Bantul, peneliti mendapatkan izin dari 9 sekolah dasar yang telah menerima Surat Keputusan (SK) sebagai sekolah dasar inklusi.

2) Waktu Penelitian

(55)

dilanjutkan mengerjakan bab III. Pengolahan data, revisi, dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Februari 2017 serta di bulan Februari 2017 mengikuti ujian skripsi.

3) Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi.

4) Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(56)

2.Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi (Martono, 2014:76). Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono 2002: 56). Dengan demikian dapat disimpulkan, sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari populasi yang diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 sekolah dasar inklusi dari 45 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kabupaten Bantul. Dalam pengambilan data peneliti mengalami hambatan diantaranya ada beberapa sekolah yang menolak untuk diambil datanya, pada saat tanggal pengambilan data sekolah belum selesai mengisi kuesioner yang diberikan sehingga harus menunggu dan bahkan harus diundur pengambilannya. Hal tersebut yang menjadi tantangan dan melatih kesabaran dalam pengambilan data.

D. Teknik Pengumpulan Data

(57)

dapat mengungkapkan penyelenggaraan sekolah inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul.

Kuesioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes.Kuesioner ini disebarkan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 di sekolah dasar inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul yang menjadi sampel dalam penelitian. Kuesioner berisikan pertanyaan terbuka terkait dengan model penyelenggaraan sekolah inklusif. Jangka waktu pengisian kuesioner berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan pihak sekolah namun dengan batas waktu tertentu.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan konsep yang ingin diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk mengumpulkan data (Suharsaputra, 2014: 94).

(58)

tersebut oleh peneliti, responden diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.Kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul. Kuesioner dibagikan oleh peneliti kepada guru kelas 1 sampai dengan guru kelas 6 sekolah dasar inklusif yang menjadi semple penelitian. Berikut tabel 3.2 kisi-kisi yang digunakan peneliti.

Tabel 3.2 Kisi-kisi InstrumenPenelitian tentang Penyelenggaraan Sekolah DasarInklusi di Wilayah Kabupaten Bantul

No. Aspek Indikator No. Item

1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah

6, 7, 8

Mempersiapkan sarana dan prasarana

9, 10, 11

Merencanakan sumber daya biaya

12, 13, 14, 15 2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak

berkebutuhan khusus

16, 17, 18, 19 3 Adaptasi Kurikulum

(Kurikulum fleksibel)

(59)

No. Aspek Indikator No. Item ramah anak Menentukan bahan ajar yang

terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

34, 35, 36, 37, 38

5 Penataan kelas yang ramah anak

Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar

6 Asessmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan

51, 52, 53, 54, 55

Melakukan penyaringan atau screening

56, 57, 58, 59, 60 Melakukan diagnosis

menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus kurikulum untuk memulai pengajaran siswa

68, 69

Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus

70, 71, 72, 73

Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus

(60)

No. Aspek Indikator No. Item Pada tabel 3.2 menunjukan kisi-kisi lembar kuesioner penyelenggaraan sekolah inklusif di Wilayah Kabupaten Bantul. Bentuk kuesioner tersebut terdiri dari 8 aspek, dimana masing-masing aspek terdiri dari beberapa indikator. Sebelum kuesioner dibagikan, sebelumnya peneliti melakukan validsai. Validasi dilakukan untuk mengetahui kelayakan kuesioner tersebut menurut para ahli. Penilaian validasi kuesioner ini terdiri dari dua aspek yaitu aspek penggunaan bahasa dan konten isi. Aspek penggunaan bahasa yaitu apakah kuesioner yang akan disebarkan sudah sesuai dengan kaidah EYD dan mudah dipahami oleh subjek penelitian sedangkan konten isi tentang materi dan bentuk soal yang akan diteliti. Validator dalam istrumen kuesioner ini terdiri dari dua dosen Bimbingan Konseling (BK).

Berdasarkan validasi instrumen kuesioner yang dilakukan oleh kedua validator, dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut layak digunakan dengan beberapa revisi yang disarankan oleh validator. Revisi tersebut diantaranya:

(61)

d. Ada beberapa pertanyaan yang dapat dipecah kembali menjadi sebuah pertanyaan baru.

Konten isi validator menyarankan agar pertanyaan digali kembali supaya tertuju langsung kesasaran penelitian dan dalam penggunaan bahasa kuesioner diganti lebih sederhana agar dapat dipahami oleh subjek penelitian. Pertimbangan tersebut sebagai pertimbangan peneliti agar instrumen kuesioner layak dan dapat menghasilkan datayang terpercaya.

F. Teknik Pengujian Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakandalam penelitian ini validitas isi dan validitas konstruk.

1. Uji Validitas Instrumen 1) Validitas Isi

(62)

(1) Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah = 1 (sangat tidak baik)

Jumlah kelas = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1

Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan skala Likert.Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel berikut.

Tabel 3.3 Skala Likert

Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

5 Sangat Baik

4 Baik

2 Tidak Baik

1 Sangat Tidak Baik

(63)

mendapat komentar baik maka soal perlu direvisi.Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal perlu direvisi.Jika soal lebih dari 3 dan mendapat komentar baik, maka soal tidak perlu direvisi.

Validator pertama adalah validator ahli A. Validator A adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator A menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan penggunaan kata inklusi atau inklusif. Validator A memberi nilai 5 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print.

Validator pertama adalah validator ahli B. Validator B adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling.Hasil validasi dari validator B menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada susunan kalimat yang sesuai dengan kaidah EYD. Revisi lain dari validator B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai dan ada satu pertanyaan yang dipecah menjadi pertanyaan baru. Validator B memberi nilai 4 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print.

(64)

untuk digunakan, namun ada beberapa hal yang harus direvisi oleh peneliti. Adapun beberapa hal tersebut adalah:

1) Menkonsistenkan pemilihan kata antara inklusi atau inklusi 2) Kalimat pertanyaan harus sesuai dengan SPOK

3) Ada beberapa pertanyaan yang kurang dapat menggali informasi lebih dalam sehingga pertanyaan tersebut harus dipecah lagi

4) Ada beberapa pertanyaan yang harus diubah beberapa katanya agar lebih dipahami oleh responden

Semua saran yang diberikan oleh validator tersebut dijadikan pedoman oleh peneliti untuk perbaikan instrumen kuesioner yang akan digunakan agar layak dan dapat menghasilkan data yang terpercaya.

Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator A dan validator B, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak untuk digunakan dengan revisi sesuai saran yang diberikan oleh validator A dan validator B. Setelah divalidasi oleh dua orang validator ahli, peneliti menggunak 100 pertanyaan pada kuesioner terbuka yang sudah dianggap valid untuk diujikan di 26 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dikoreksi oleh peneliti untuk dilihat soal yang valid.

1) Validitas Konstruk

(65)

sudah sesuai atau memenuhi konsep-konsep atau konstruk dari teori empiris yang sesuai atau mewakili dengan apa yang diteliti sesuai dengan bidang keilmuannya (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 125).

Cara menguji validitas konstruk pada penelitian ini akan dilihat melalui pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang diturunkan dari aspek-aspek yang ada dalam instrumen. Bentuk pertanyaan dari kuesioner ini adalah pertanyaan terbuka sehingga peneliti akan mendapatkan jawaban yang berbeda-beda dan bervariasi dari seluruh responden. Jawaban yang berbeda dan bervarias dari masing-masing responden peneliti kelompokkan yang memiliki kata kunci yang sama. Hasil jawaban ini kemudian dilakukan uji validitas konstruk yang akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan aspek-aspek yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang peneliti kembangkan.

(66)
(67)

pengajaran siswa, melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, dan melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus. Melalui indikator yang telah dibuat peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui proses asesmen yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. 7) aspek ketujuh adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui tentang pengadaan dan pemanfaatan media pembealajaran adaptif yang digunakan sekolah inklusi. 8) aspek kedelapan adalah aspek penilaian dan evaluasi pembelajaran. Aspek tersebut menghasilkan indikator, yaitu menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi, dan menunjukan kegunaan kegiatan evaluasi. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui tentang penilaian dan evaluasi yang digunakan sekolah dasr inklusi.

(68)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 4). Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut memiliki ketepatan atau ketepatan dalam menilai apa yang seharusnya dinilai dan instrumen harus dapat mengatur apa yang seharusnya diukur. Pada intinya, instrumen dikatakan reliabel jika instrumen tersebut dapat dipercaya karena sesuai dengan hasil yang didapat.

Metode yang maksimal untuk menilai kepercayaan adalah dengan menanyakan pertanyaan yang tepat pada responden yang tepat. Responden yang tepat akan dapat menjawab semua pertanyaan dan dapat memberi informasi yang sesuai dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang peneliti buat mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi.Responden yang peneliti pilih merupakan guru kelas sekolah dasar inklusi.Jadi, dapatdisimpulkan bahwa instrumen penelitian yang dibuat peneliti telah reliabel.

G. Teknik Analisis Data

(69)

adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena (Hasan, 2009:Statistik deskriptif bertugas untuk menggambarkan (description) tentang suatu gejala (Partino dan Idrus, 2009: 5).

Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka berjumlah 100 item untuk mendapatkan data mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul. Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis oleh peneliti. Menurut Blaxter (dalam Martono, 2014: 160) analisis data merupakan sebuah proses berkelanjutan dalam penelitian, dengan analisis ini peneliti dapat menginformasikan data yang telah dikumpulkan. Menurut Faisal (dalam Martono, 2014: 160) ada beberapa tahap yang harus dilakukan seorang peneliti untuk melakukan analisis data, yaitu: data coding, data entering, data cleaning, data output, dan data analyzing.

Data coding merupakan proses penyusunan data mentah secara

(70)

Tabel 3.4 Contoh Coding Data

No. Soal Kode jawaban “ya” Kode jawaban

“tidak” Kode “kadang” jawaban

1 1.a 1.b 1.c

Pada tabel 3.5 kode 1.a menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf a merupakan pengelompokan jawaban “ya” yang memiliki kata

kunci sama pada masing-masing nomor. Kode 1.b menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf b merupakan pengelompokan jawaban “tidak” yang memiliki kata kunci sama pada masing-masing nomor.

Data entering merupakan proses pemindahan data yang telah diubah

dalam kode angka ke dalam komputer. Data hasil penelitian dimasukkan ke dalam Microsoft Excel 2007. Setelah selesai melakukan data entering selanjutnya dilakukan data cleaning. Data cleaning adalahsebuah proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam komputer telah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Proses data cleaning adalah menghilangkan item-item kuesioner yang tidak valid. Setelah

melakukan data cleaning selanjutnya dilakukan data analyzing. Pada tahap data analyzing atau menganalisis data, peneliti harus menginterpretasikan

(71)

Data Output atau penyajian data adalah tahap penyajian hasil

(72)

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini menguraikan deskripsi penelitian, tingkat pengembalian kuesioner, hasil penelitian, dan pembahasan.

A. Deskripsi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian non-Eksperimen yang berjudul “Survei Pendidikan Sekolah Dasar Inklusi Di Wilayah Kabupaten Bantul” yang dilaksanakan pada bulan Januari 2017. Peneliti meminta data nama-nama sekolah dasar yang menerapkan pendidikan inklusi ke Dinas Pendidikan Dasar Kota Bantul sebagai suatu syarat melanjutkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk meminta surat ijin untuk melakukan penelitian pada wilayah Kabipaten Bantul. Setelah mendapat surat ijin penelitian, pada bulan Desember peneliti mulai menyebarkan blue print kepada dosen yang ersedia memvalidasi (validator konstruk).

(73)

dengan jawaban terbuka dan peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner. Pengumpulan hasil kuesioner diterima oleh peneliti sesuai dengan deadline yang telah disepakati sebelumnya. Dari sembilan sekolah dengan jumlah 70 guru. Sample yang kembali sebanyak 59 kuesioner dari sembilan sekolah.

B. Tingkat Pengembalian Kuesioner

Jumlah sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul sebanyak 70 guru dari 9 sekolah dasar. Peneliti mengambil sample sebanyak 59 guru dari kelas satu hingga kelas enam. Semua guru kelas sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupeten bantul bersedia mengisi kuesioner yang peneliti bagikan.Jumlah kuesioner yang peneliti bagikan sebanyak 70 buah dan kuesioner yang kembali diterima peneliti sebanyak 59 buah.Hal tersebut menjelaskan bahwa kuesioner kembali 84,28%.

C. Hasil Penelitian

(74)

menjawab dengan jawaban yang sama dengan kata kunci yang sudah dicari. Tahap ketiga menghitung presentase yang telah menjawab jawaban yang sama. Presentase dihitung dengan membagi jumlah responden dengan jumlah kuesioner yang kembali dan dikalikan 100.

Pada lampiran 1 tentang hasil kuesioner penyelenggaraan sekolah dasar iklusi di Wilayah Kabupaten Bantul menerangkan bahwa syarat penerimaan siswa baru yang paling dominan menggunakan usia, akte, lulus dari taman kanan-kanan (TK), kartu keluarga dan foto dan paling rendah menggunakan foto kopi akta dan sistem kelas tuntas berkelanjutan (SKTB). Sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul paling dominan tidak menggunakan proses seleksi dalam menerima siswa baru tetapi, ada juga sekolah inklusi yang menggunakan akata sebagai salah satu syarat penerimaan siswa baru walaupun itu sangat sedikit. Proses seleksi yang digunakan sekolah inklusi yang paling dominan menggunakan seleksi umur dan yang paling rendah menggunakan akte sebagai salah satu proses seleksi siswa baru. Tipe berkebutuhan khusus yang diterima di sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul yang paling dominan adalah siswa berkebutuhan khusus tipe slow learner, low vision, dan tunagrahita dan ada juga yang menerima anak

(75)

Untuk memenuhi sumber daya pendidik, yang paling dominan sekolah inklusi bekerjasama dengan guru pendamping khusus dan yang paling kecil dengan cara mengangkat guru wiata bakti. Proses seleksi untuk sumber daya pendidik yang paling dominan menggunakan lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan yang paling kecil menggunakan ijazah S1 dalam proses memenuhi sumber daya pendidik. Kualifikasi khusus dalam sumber daya pendidik yang paling dominan tidak ada karena sekolah menyediakan guru pendamping dari Sekolah Luar Biasa. Dalam memfasilitasi semua siswa yang paling dominan dengan cara menyediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dan yang paling kecil dengan cara memberikan layanan individual. Sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah dasar inklusi yang paling dominan ada ruang kegiatan, koperasi sekolah, komputer, perpustakaan, ruang karawitan, lapangan voli, dan kamar mandi dan paling kecil di sekolah dasar inklusi hanya memfasilitasi buku ajar.

(76)

membuat rencana anggaran. Sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Bantul tidak semua melibatkan wali siswa dalam sumber daya biaya, tetapi ada juga yang memberikan sumbangan sukarela kepada sekolah. Dalam pengelolaan sumber daya biaya yang paling dominan tidak ada keterlibatan dari pihak lain tetapi ada juga sekolah yang melibatkan dewan sekolah atau komite sekolah dalam pengelolaan sumber daya biaya.

(77)
(78)

berkebutuhan khusus. Guru dalam merancang sistem pembelajaran yang kreatif dan aktif yang paling dominan dengan cara membuat rancangan pembelajaran dengan metode cooperative , pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), menggunakan media yang menarik dan melibatkan siswa dan yang paling kecil dengan mengubah isi pembelajaran dengan lagu. Sistem penyusunan atau modifikasi di sekolah inklusi yang paling dominan sudah mempertimbangkan keragaman latar belakang siswa dan yang paling kecil sekolah baru berusaha menerima keberagaman siswa. Sistem penyususnan modifikasi kurikulum paling dominan sudah mengakomodasi keberagaman siswa dan paling kecil hanya menyederhanakan materi bagi anak berkebutuhan khusus.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Literature Map  ................................................................
Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian tentang penyelenggaraan
Gambar 2.1 Bagan penelitian yang relevan
Tabel 3.1 Daftar sembilan sekolah dasar inklusi di Wilayah
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kesamaan trigonometri dan menggunakan metode substitusi kita akan dapat mengintegralkan banyak.

Dengan demikian maka hipotesis Ho ditolak dan terima Ha yang menyatakan bahwa “terdapat hubungan yang segnifikan antara sumber daya alam dengan pertumbuhan ekonomi pada usaha

Penelitian ini dilatar belakangi menurunnya jumlah hotel di Kabupaten Semarang. Hal ini mengindikasikan hotel tersebut tidak dapat memuaskan pelanggan. Secara umum

Peta atau map adalah gambar seluruh atau sebagian dari permukaan bumi yang dilukiskan ke suatu bidang datar dengan perbandingan atau skala tertentu.. Buku

[r]

Abstrak — Sektor strategis yang menentukanwilayah berkembang dengan cepat adalah sektor basis dan sektor industri.Provinsi Aceh memiliki laju pertumbuhan wilayah lambat

[r]

“Mekanisme Pembentukan Komite Reviewer Dan Tata Cara Penilaian Usulan Dana Bantuan Penelitian Dan Publikasi Ilmiah.” Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN Sunan Gunung Djati