• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mesin pengering sepatu dengan udara buang yang dimanfaatkan untuk pengering sepatu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mesin pengering sepatu dengan udara buang yang dimanfaatkan untuk pengering sepatu."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

vii

INTISARI

Sekarang ini mesin pengering sepatu yang ramah lingkungan, aman, praktis, dan dapat dipergunakan kapan saja dianggap sangat penting bagi masyarakat, terutama bagi penghuni panti asuhan yang menggunakan mesin pengering sepatu. Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) merancang dan merakit mesin pengering sepatu. (b) mengetahui waktu pengeringan sepatu dengan berbagai variasi jumlah sepatu yang dikeringkan.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mesin pengering sepatu yang dibuat adalah mesin pengering yang menggunakan siklus kompresi uap sistem terbuka yang memanfaatkan udara buang untuk mengeringkan sepatu. Mesin pengering ini menggunakan beberapa komponen utama, yaitu satu kompresor, dua kondensor dan dua evaporator. Bahan sepatu yang digunakan untuk penelitian yaitu sepatu kain dengan ukuran panjang 29 cm, lebar 11 cm, dan tebal 0,8 cm. Variasi penelitian yang digunakan adalah jumlah sepatu sebanyak 8 pasang, 10 pasang, dan 12 pasang sepatu yang memanfaatkan udara buang dari mesin pengering, serta 10 pasang sepatu tanpa memanfaatkan udara buang dari mesin pengering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan setiap variasi jumlah sepatu berbeda-beda. Untuk 8 pasang sepatu dengan berat awal 5,85 kg sampai dengan berat akhir 4,84 kg selama selama 120 menit, variasi 10 pasang sepatu dengan berat awal 6,88 kg sampai dengan berat akhir 5,86 kg selama selama 120 menit, dan untuk variasi 12 pasang sepatu dengan berat awal 8,37 kg sampai dengan berat akhir 7,4 kg selama selama 120 menit. Sedangkan untuk variasi 10 pasang sepatu tanpa memanfaatkan udara buang dari mesin pengering membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar 140 menit dengan berat awal sepatu 7,5 kg sampai dengan berat akhir 6,3 kg.

(2)

viii

ABSTRACT

Recently, the need of the practical and eco-label shoe dryer has been becoming an important product in society. This product is commonly used by the one who lives in the orphanage. The aim of this research are : (a) to design and assemble the shoes dryer machine; (b) the time of shoes to be dried for each varieties.

This research was conducted in the Mechanical Engineering Laboratory of Sanata Dharma University. The shoe dryer machine was designed by employing a vapor-compression open system which utilizes the air-flue to dry the shoes. This machine consist of several major components such as a compressor, two condensers, and two evaporators. To optimize the technology of this shoe dryer machine, the shoes materials concerned are canvas shoes with the length of the shoes is approximately 29 cm, the width is 11 cm, and the height is 10.8 cm. Meanwhile, the varieties of shoes in this research are 8 pairs, 10 pairs, and 12 pairs of shoes that deploy the air-flue of the dryer. Nevertheless, there are 10 pairs of shoes that had been observed without utilizing of the air-flue system of the dryer.

According to the research conducted, the result of this study showed that there is significant time difference in drying between the varieties of shoes. It is indicated that the 8 pairs of shoes can be measured 5.85 kg by 4.84 kg in 120 minutes. Besides, the 10 pairs of shoes are measured 6.88 kg by 5.86 kg in 120 minutes. Furthermore, the 12 pairs of shoes are measured 8.37 kg by 7.4 kg in 120 minutes. Despite of the others varieties of shoes dried by utilizing the air-flue of dryer, the research also discovered that there are 10 pairs of shoes which had been dried without applying the air-flue needed the longer period of time than the shoes observed. It measured 7.5 kg by 6.3 kg in 140 minutes.

(3)

i

MESIN PENGERING SEPATU DENGAN UDARA BUANG

YANG DIMANFAATKAN UNTUK PENGERING SEPATU

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Mesin S-1

Disusun Oleh :

WILLIAM INDRA KUSUSMA NIM : 125214061

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

SHOES DRYER MACHINE WITH AIR EXHAUST

THAT USE TO SHOES DRYER

FINAL PROJECT

As Partical Fulfillment of the Requirement

To Getting The Sarjana Teknik degree In Mechanical Engineering

By

WILLIAM INDRA KUSUSMA

Student Number: 125214061

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 8 Agustus 2016

(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : William Indra Kusuma

Nomor Mahasiswa : 125214061

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

Mesin Pengering Sepatu Dengan Udara Buang yang Dimanfaatkan Untuk Pengering Sepatu

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 8 Agustus 2016

Yang menyatakan,

(9)

vii

INTISARI

Sekarang ini mesin pengering sepatu yang ramah lingkungan, aman, praktis, dan dapat dipergunakan kapan saja dianggap sangat penting bagi masyarakat, terutama bagi penghuni panti asuhan yang menggunakan mesin pengering sepatu. Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) merancang dan merakit mesin pengering sepatu. (b) mengetahui waktu pengeringan sepatu dengan berbagai variasi jumlah sepatu yang dikeringkan.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mesin pengering sepatu yang dibuat adalah mesin pengering yang menggunakan siklus kompresi uap sistem terbuka yang memanfaatkan udara buang untuk mengeringkan sepatu. Mesin pengering ini menggunakan beberapa komponen utama, yaitu satu kompresor, dua kondensor dan dua evaporator. Bahan sepatu yang digunakan untuk penelitian yaitu sepatu kain dengan ukuran panjang 29 cm, lebar 11 cm, dan tebal 0,8 cm. Variasi penelitian yang digunakan adalah jumlah sepatu sebanyak 8 pasang, 10 pasang, dan 12 pasang sepatu yang memanfaatkan udara buang dari mesin pengering, serta 10 pasang sepatu tanpa memanfaatkan udara buang dari mesin pengering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan setiap variasi jumlah sepatu berbeda-beda. Untuk 8 pasang sepatu dengan berat awal 5,85 kg sampai dengan berat akhir 4,84 kg selama selama 120 menit, variasi 10 pasang sepatu dengan berat awal 6,88 kg sampai dengan berat akhir 5,86 kg selama selama 120 menit, dan untuk variasi 12 pasang sepatu dengan berat awal 8,37 kg sampai dengan berat akhir 7,4 kg selama selama 120 menit. Sedangkan untuk variasi 10 pasang sepatu tanpa memanfaatkan udara buang dari mesin pengering membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar 140 menit dengan berat awal sepatu 7,5 kg sampai dengan berat akhir 6,3 kg.

(10)

viii

ABSTRACT

Recently, the need of the practical and eco-label shoe dryer has been becoming an important product in society. This product is commonly used by the one who lives in the orphanage. The aim of this research are : (a) to design and assemble the shoes dryer machine; (b) the time of shoes to be dried for each varieties.

This research was conducted in the Mechanical Engineering Laboratory of Sanata Dharma University. The shoe dryer machine was designed by employing a vapor-compression open system which utilizes the air-flue to dry the shoes. This pairs of shoes that deploy the air-flue of the dryer. Nevertheless, there are 10 pairs of shoes that had been observed without utilizing of the air-flue system of the dryer.

According to the research conducted, the result of this study showed that there is significant time difference in drying between the varieties of shoes. It is indicated that the 8 pairs of shoes can be measured 5.85 kg by 4.84 kg in 120 minutes. Besides, the 10 pairs of shoes are measured 6.88 kg by 5.86 kg in 120 minutes. Furthermore, the 12 pairs of shoes are measured 8.37 kg by 7.4 kg in 120 minutes. Despite of the others varieties of shoes dried by utilizing the air-flue of dryer, the research also discovered that there are 10 pairs of shoes which had been dried without applying the air-flue needed the longer period of time than the shoes observed. It measured 7.5 kg by 6.3 kg in 140 minutes.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha atas limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma untuk memperoleh ijazah maupun gelar S1 Teknik Mesin.

Berkat bimbingan, nasihat, dan doa yang diberikan oleh berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan juga maksimal. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Sudi Mungkasi, Ph.D.,selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.

3. Doddy Purwadianto S.T., M.T., selaku kepala Laboratorium Konversi Energi Sanata Dharma Yogyakarta yang mengijinkan dan memfasilitasi dalam mengambil data.

4. Andreas Sutarto dan Wong Sioelan sebagai kedua orang tua penulis yang selalu memberi semangat baik berupa materi maupun spiritual.

5. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan.

(12)

x

7. Semua teman-teman Teknik Mesin dan pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan moril maupun material sehingga proses penyelesaian skripsi ini berjalan dengan lancar.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidaklah sempurna, Tidak ada gading yang tak retak sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini di kemudian hari . Akhirnya, besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 8 Agustus 2016

(13)

xi

1.3 Batasan-Batasan Masalah... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Dasar Teori... 5

2.1.1 Macam-Macam Mesin Pengering... 6

2.1.2 Dehumidifier ... 10

(14)

xii

2.1.4 Proses Yang Terjadi Pada Mesin Pengering Sepatu... 18

2.1.5 Siklus Kompresi Uap... 19

2.1.6 Psychrometric Chart... 23

2.2 Tinjauan Pustaka... 35

BAB III PEMBUATAN ALAT... 39

3.1 Alat dan Bahan Penelitian... 39

3.2 Variasi Penelitian... 40

3.3 Alat dan Bahan Pembuat Mesin Pengering Sepatu... 40

3.3.1 Alat... 40

3.3.2 Bahan... 43

3.3.3 Alat Bantu Penelitian... 49

3.4 Tata Cara Penelitian... 51

3.4.1 Alur Pelaksanaan Penelitian... 51

3.4.2 Pembuatan Mesin Pengering Sepatu... 53

3.4.3 Proses Pengisian Refrijeran 134a... 54

3.4.4 Skematik Pengambilan Data... 55

3.4.5 Cara Pengambilan Data... 57

3.5 Cara Menganalisis dan Menampilkan Hasil... 59

3.6 Cara Mendapatkan Kesimpulan... 61

(15)

xiii

4.2 Hasil Perhitungan... 67

4.3 Pembahasan... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 81

6.1 Kesimpulan... 82

6.2 Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Gas di udara... 16

Tabel 3.1 Tabel yang diperlukan dalam pengambilan data... 58

Tabel 4.1 Data hasil rata-rata penelitian untuk 8 sepatu... 63

Tabel 4.2 Data hasil rata-rata penelitian untuk 10 sepatu... 64

Tabel 4.3 Data hasil rata-rata penelitian untuk 10 sepatu dalam satu ruang penggering... 65 Tabel 4.4 Data hasil rata-rata penelitian untuk 12 sepatu... 66 Tabel 4.5 Massa air yang menguap dari handuk (M1) dan evaporator dan kondensor untuk variasi 10 pasang sepatu...

70

Tabel 4.8 Hasil perhitungan tekanan kerja dan suhu kerja evaporator dan kondensor untuk variasi 12 pasang sepatu...

71

Tabel 4.9 Hasil perhitungan tekanan kerja dan suhu kerja evaporator dan kondensor untuk variasi 10 pasang sepatu tanpa menggunakan udara buang...

71

Tabel 4.10 Hasil perhitungan pengeringan sepatu dengan variasi 8 pasang...

76 Tabel 4.11 Hasil perhitungan pengeringan sepatu dengan variasi

10 pasang... 76 Tabel 4.12 Hasil perhitungan pengeringan sepatu dengan variasi

10 pasang tanpa menggunakan udara buang... .... 76 Tabel 4.13 Hasil perhitungan pengeringan sepatu dengan variasi

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mesin pengering pakaian dengan gaya sentrifugal... 7

Gambar 2.2 Mesin pengering helm dengan energi litrik.... 8

Gambar 2.3 Mesin Rotary Dryer... 9

Gambar 2.4 Refrigerant dehumidifier... 11

Gambar 2.5 Desiccant dehumidifier... 13

Gambar 2.6 Termometer basah dan termometer kering... 17

Gambar 2.7 Proses yang terjadi pada mesin pengering... 19

Gambar 2.8 Skematik siklus kompresi uap... 20

Gambar 2.9 P-h diagram siklus kompresi uap... 21

Gambar 2.10 T-s Diagram Siklus Kompresi Uap... 21

Gambar 2.11 Skematik Psychrometric Chart... 24

Gambar 2.12 Psychrometric Chart... 26

Gambar 2.13 Proses-proses yang terjadi dalam psychrometric chart.. 27

Gambar 2.14 Proses pendinginan (cooling)... 28

Gambar 2.15 Proses pemanasan (Heating)... 29

Gambar 2.16 Proses pelembaban (humidifying)... 30

Gambar 2.17 Proses penurunan kelembaban (dehumidifying)... 31

(18)

xvi

Gambar 3.12 Termokopel dan pengukur suhu digital... 49

Gambar 3.13 Timbangan digital... 50

Gambar 3.14 Termometer basah dan termometer kering... 50

Gambar 3.15 Diagram alir untuk penelitian... 52

Gambar 3.16 Kotak mesin pengering sepatu... 53

Gambar 3.17 Komponen utama siklus kompresi uap... 54

Gambar 3.18 Katup pengisian refrijeran... 55

Gambar 3.19 Skematik pengambilan data... 56 Gambar 4.1 Suhu kerja evaporator (Tevap) dan suhu kerja kondensor

(Tkond)...

69 Gambar 4.2 Psychromatric chart 12 pasang sepatu pada menit

ke-40... 73 Gambar 4.3 Penurunan massa air pada proses pengeringan sepatu

ruang satu... 79 Gambar 4.4 Penurunan massa air pada proses pengeringan sepatu

(19)

xvii Gambar A.8 Psychrometric chart variasi 12 pasang sepatu rata-rata. 88 Gambar A.9 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu pada Gambar A.16 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu rata-rata. 92 Gambar A.17 Psychrometric chart variasi 8 pasang sepatu pada Gambar A.24 Psychrometric chart variasi 8 pasang sepatu rata-rata... 96 Gambar A.25 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

(20)

xviii

Gambar A.26 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa memanfaatkan udara buang pada menit ke 20...

97 Gambar A.27 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 40... 98 Gambar A.28 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 60... 98 Gambar A.29 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 80... 99 Gambar A.30 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 100... 99 Gambar A.31 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 120... 100 Gambar A.32 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 140... 100 Gambar A.33 Psychrometric chart variasi 10 pasang sepatu tanpa

(21)

xix

Gambar A.50 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu pada menit ke 0.... 109 Gambar A.51 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu pada menit ke 20.. 110 Gambar A.52 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu pada menit ke 40.. 110 Gambar A.53 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu pada menit ke 60.. 111 Gambar A.54 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu pada menit ke 80.. 111 Gambar A.55 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu pada menit ke 100 112 Gambar A.56 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu pada menit ke 120 112 Gambar A.57 P-h diagram variasi 8 pasang sepatu rata-rata... 113 Gambar A.58 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 0... 113 Gambar A.59 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 20... 114 Gambar A.60 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 40... 114 Gambar A.61 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 60... 115 Gambar A.62 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 80... 115 Gambar A.63 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 100... 116 Gambar A.64 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 120... 116 Gambar A.65 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

memanfaatkan udara buang pada menit ke 140... 117 Gambar A.66 P-h diagram variasi 10 pasang sepatu tanpa

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang hanya memiliki dua jenis musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan yang biasanya terjadi pada bulan-bulan tertentu seperti pada bulan Oktober sampai dengan bulan April. Musim hujan di Indonensia disebabkan oleh adanya hembusan Angin Muson Barat yang bertiup dari Benua Asia yang bertekanan maksimum ke Benua Australia yang bertekanan minimum. Angin Muson Barat ini banyak membawa uap air, sehingga di sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan.

Musim hujan yang berlangsung di Indonesia cukup lama, sekitar 6 bulan. Dengan lamanya musim hujan yang berlangsung sinar matahari lebih sulit didapat. Selain itu menjemur sepatu selama ini dilakukan secara konvensional, dijemur diluar ruangan memerlukan sinar matahari, hembusan angin dan lahan untuk mengeringkan sepatu. Hal ini dapat mejadi masalah bagi para penghuni panti asuhan. Karena sebagian besar dari penghuni panti asuhan rata-rata masih pada taraf usia pelajar yang wajib mengenakan sepatu setiap hari untuk berangkat sekolah.

(23)

lebih cepat dari pada ketika menggunakan energi panas matahari. Alat ini bekerja dengan cara mengeringkan uap air yang terdapat diseluruh bagian sepatu. Sehingga dengan metode seperti ini maka sepatu akan lebih cepat kering, dan siap digunakan kapan saja.

Mesin pengering sepatu ini menggunakan energi listrik sebagai sumber tenaga untuk mengeringkan sepatu. Kelebihan dari mesin pengering sepatu dengan listrik adalah mudahnya dalam pengoperasian, tidak tergantung cuaca dan dapat dipergunakan pagi, siang, dan malam hari.

Dewasa ini mesin pengering sepatu yang mampu mengeringkan sepatu dalam jumlah banyak namun aman, ramah lingkungan, mudah digunakan dan mampu bekerja tanpa melibatkan sumber energi matahari, belum banyak di pasaran. Pada saat ini sudah dikenal beberapa jenis mesin pengering yang beredar di pasaran, seperti; mesin pengering pakaian, mesin pengering helm, mesin pengering tas, dan mesin pengering padi.

(24)

1.2Perumusan Masalah

Di pasaran produk mesin pengering sepatu untuk kapasitas yang besar sangat jarang ditemukan. Sehingga diperlukan inovasi produk pengering sepatu yang mampu mengeringkan sepatu dalam jumlah banyak, aman, ramah lingkungan dan mudah di gunakan, sarta mampu bekerja tanpa melibatkan sumber energi matahari sehingga mampu bekerja pada saat musim hujan, dan malam hari.

1.3Batasan-Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah di dalam pembuatan mesin pengering sepatu adalah:

a. Mesin bekerja dengan mempergunakan siklus kompresi uap dengan komponen utama kondensor, evaporator, kompresor dan pipa kapiler. b. Daya kompresor yang digunakan sebesar 1 HP, untuk komponen utama

yang lain ukurannya menyesuaikan dengan besarnya daya kompresor, dan mempergunakan komponen standar yang tersedia di pasaran.

c. Menggunakan jenis Refrijeran R134a.

d. Mesin pengering bekerja dengan sistem terbuka.

e. Sumber energi dari mesin pengering sepatu adalah energi listrik.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Merancang dan membuat mesin pengering sepatu yang praktis, aman, dan ramah lingkungan.

(25)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai referensi bagi peneliti lain yang memiliki minat yang sama untuk meneliti tentang mesin pengering sepatu. b. Dapat menambah kasanah ilmu pengetahuan tentang mesin pengering sepatu

untuk dapat ditempatkan di perpustakaan.

(26)

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

(27)

2.1.1 Macam-Macam Mesin Pengering

Pada saat ini ada beberapa macam mesin pengering, diantaranya (a) Mesin pengering pakaian dengan gaya sentrifugal, (b) Mesin pengering helm dengan menggunakan energi listrik, (c) Mesin pengering hasil perkebunan dengan Rotary Dryer, (d) Mesin pengering sepatu dengan metode dehumidifikasi.

a. Mesin pengering pakaian dengan gaya sentrifugal dan heater pemanas

(28)

Gambar 2.1 Mesin pengering pakaian dengan gaya sentrifugal.

http://1.bp.blogspot.com/-BPcSBIx1f-A/UVGnxYShLqI/AAAAAAAAAFI/3_-itAosEBM/s1600/dryer.jpg

b. Mesin pengering helm dengan menggunakan energi litrik

Mesin pengering helm merupakan alat pemanas yang menggunakan tiga buah komponen utama antara lain motor litrik, kipas dan elemen pemanas. Elemen pemanasnya berupa lilitan tembaga yang disusun sedemikian rupa membentuk spiral, Motor listrik penggerak kipas berupa motor DC dan kipas terbuat dari bahan aluminium.

(29)

bahannya terbuah dari bahan kain dilewati oleh udara panas, air yang terdapat pada helm menguap dan berpindah ke udara panas tersebut.

Gambar 2.2 Mesin pengering helm dengan menggunakan energi litrik.

c. Mesin pengering hasil perkebunan dengan Rotary Dryer

Mesin pengering Rotary Dryer merupakan salah satu jenis mesin pengering yang sering digunakan dalam bidang pengolahan makanan dan pertanian. Dalam bidang pengolahan makanan sering digunakan untuk proses pengeringan tepung roti, tepung mokaf. Untuk bidang pertanian, banyak digunakan untuk proses pengeringan gabah, kedelai, jagung, biji kopi, biji kakao.

(30)

sedangakan fungsi dari Rotary adalah untuk mengaduk bahan baku sehingga bahan baku kering secara merata di semua bagian. Bahan baku yang akan dikeringkan masuk ke dalam corong input secara bertahap hingga semua bagain didalam tabung penuh oleh bahan baku, kemudian bahan baku di keluarkan melalui corong output dalam keadaan kering.

Gambar 2.3 Mesin Rotary Dryer

d. Pengering Sepatu dengan metode dehumidifikasi

(31)

2.1.2 Dehumidifier

Dehumidifier merupakan suatu alat pengering udara yang berfungsi mengurangi banyaknya kandungan air pada udara melalui proses dehumidifikasi. Proses dehumidifikasi merupakan proses penurunan kadar air dalam udara menjadi udara kering. Dengan mengkondisikan udara di dalam ruangan, dapat diperoleh kelembaban sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Dehumidifikasi udara dapat dicapai dengan 2 metode. Pertama, dengan cara mendinginkan udara dibawah titik embun dan menurunkan kandungan air dengan cara kondensasi atau yang disebut refrigerant dehumidifier. Kedua, menggunakan metode bahan pengering sebagai penyerap kelembaban atau yang disebut desiccant dehumidifier.

a. Refrigerant dehumidifier

(32)

Prinsip kerjanya yaitu menggunakan sistem kompresi uap. Evaporator akan menyerap uap air di dalam udara, kemudian udara dilewatkan kondensor agar menjadi kering dengan suhu udara yang tinggi. Evaporator memiliki tugas menurunkan suhu udara sampai ke titik suhu kondensasi terjadi. Kondensasi terbentuk pada evaporator, kemudian menetes ke bawah dan tertampung pada wadah. Sedangkan kondensor memiliki peran untuk menaikkan suhu udara agar udara menjadi semakin kering.

Gambar 2.4 Siklus Refrigerant dehumidifier.

(33)

b. Desiccant dehumidifier

Desiccant dehumidifier mempunyai cara penurun kelembaban yang berbeda dari jenis refrigerant dehumidifier. Dehumidifier ini menggunakan bahan penyerap kelembaban berupa liquid atau solid, seperti silica gel atau batu zeloit. Dehumidifier ini akan berkerja dengan sangat baik bila digunakan di daerah beriklim dingin atau ketika diperlukan dew point yang rendah. Karena tidak ada air yang diproduksi selama proses tersebut, maka unit-unit ini dapat bekerja secara efektif pada suhu sub nol.

Prinsip kerjanya melewatkan udara lembab ke bagian proses pada disc. Disc dibuat seperti sarang lebah dan berisi bahan pengering (silica gel atau zeloid). Disc umumnya dibagi menjadi dua saluran udara yang dipisahkan oleh sekat. Pertama bagian proses (75% dari lingkaran) dan kedua bagian reaktivasi (25% dari lingkaran). Disc diputar perlahan-lahan (sekitar 0,5 rpm) menggunakan motor kecil. Selanjutnya uap air pada udara akan diserap oleh disc bahan pengering. Kemudian udara meninggalkan rotor dengan suhu hangat dan kering. Bersamaan dengan berputarnya disc pada bagian reaktivasi disirkulasikan udara panas dari heater.

(34)

Gambar 2.5 Siklus Desiccant dehumidifier

2.1.3 Parameter Dehumidifier

Untuk memahami proses dehumidifikasi ada beberapa parameter yang

harus dimengerti antara lain (a) Suhu udara, (b) Laju aliran udara, (c) Kelembaban.

a. Suhu Udara

Suhu udara adalah keadaaan panas atau dinginnya udara di suatu tempat. Suhu udara dinyatakan panas jika suhu udara pada tempat dan waktu tertentu melebihi suhu lingkungan disekitarnya dan begitu sebaliknya untuk suhu udara dingin. Suhu udara rata-rata di wilayah tropis, khususnya Indonesia yaitu 28oC.

(35)

Terdapat tiga temperatur udara yaitu: temperatur bola kering, temperatur bola basah dan temperatur titik embun. Temperatur bola kering adalah temperatur udara bebas yang terbaca pada termometer bola kering atau termokopel dan termometer digital. Temperatur bola basah adalah temperatur yang terbaca pada termometer dengan sensor yang dibalut dengan kain basah. Temperatur yang terbaca oleh termometer bola basah lebih rendah dari pada yang terbaca oleh temperatur bola kering karena sebagian kalor telah digunakan untuk menguapkan air yang ada di kain basah. Temperatur titik embun adalah temperatur dimana udara mulai menunjukkan aksi pengembunan ketika didinginkan. Pada saat udara mengalami saturasi (jenuh) maka besarnya temperatur titik embun sama dengan besarnya temperatur bola basah (Twb) demikian pula temperatur bola kering (Tdb).

b. Laju pengeringan dan laju aliran masa udara

Laju pengeringan adalah massa air yang diuapkan per satuan waktu. Atau laju pengeringan adalah perbedaan massa air (Δm) dibagi perbedaan waktu (Δt). Laju pengeringan dapat dihitung dengan Persamaan (2.1):

(36)

Laju aliran massa udara pada proses pengeringan berfungsi membawa udara panas untuk menguapkan air dalam sepatu serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan harus segera dikeluarkan agar tidak membuat jenuh udara pada ruangan, yang dapat menggangu proses pengeringan. Semakin besar debit aliran udara panas yang mengalir maka semakin besar kemampuan menguapkan air dalam sepatu, namun berbanding terbalik dengan suhu udara yang turun. Untuk memperbesar debit aliran udara dapat dengan memperbesar luasan penampang ataupun kecepatan aliran udara, dengan Persamaan (2.2)

ṁudara : laju aliran massa udara,(kg/s)

M3 : laju pengeringan,(kg/menit)

Δw : massa air yang berhasil diuapkan,(kgair/kgudara)

c. Kelembaban

(37)

Komposisi dari udara terdiri berbagai jenis gas yang relatif konstan. Komposisi campuran gas yang terdapat di udara disajikan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi gas di udara

No Unsur kimia Lambang Volume(%)

(38)

Gambar 2.6 Termometer basah, termometer kering, dan higrometer

Kelembaban udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban udara mutlak, kelembaban relatif dan kelembaban spesifik. Kelembaban mutlak adalah massa uap air yang terkandung dalam 1 m3 udara kering. Kelembaban relatif merupakan perbandingan massa air yang berada pada udara dibandingkan dengan massa air maksimal yang dapat dikandung udara pada suhu itu. Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung kadar air sepatu yang telah diuapkan. Semakin rendah kelembaban relatif maka semakin banyak uap air yang dapat diserap. Kelembaban spesifik atau ratio (w) adalah jumlah kandungan uap air di udara dalam setiap kilogram udara kering atau perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering. Kelembaban spesifik umumnya dinyatakan dalam satu gram uap air per kilogram udara kering (gr/kg) atau (kg/kg). Dalam sistem dehumidifier semakin besar perbandingan kelembaban spesifik udara setelah keluar dari ruang pengering (wH) dengan kelembaban

(39)

berhasil diuapkan. Massa air yang diuapkan (Δw) dapat dihitung dengan

Persamaan (2.3) :

Δw = (wH– wF) kg/kg (2.3)

Pada persamaan (2.3):

Δw : Massa air yang berhasil diuapkan, (kg/kg)

wH : Kelembaban spesifik udara keluar dari ruang pengering, (kg/kg)

wF : Kelembaban spesifik udara masuk ruang pengering, (kg/kg)

2.1.4 Proses Yang Terjadi Pada Mesin Pengering Sepatu

(40)

(Cooling and (heating) (Cooling and

dehumidifying) humidifying)

Gambar 2.7 Proses yang terjadi pada mesin pengering

Udara kering bertemperatur tinggi masuk dalam ruang pengering untuk mengeringkan sepatu yang basah. Saat udara kering bertemperatur tinggi melewati sepatu basah, terjadilah proses perpindahan kalor. Air yang terdapat di sepatu menguap karena temperatur yang tinggi dari udara dan berubah menjadi uap air. Uap air terbawa udara keluar ruang pengering. Sehingga udara yang keluar dari ruang pengering temperaturnya turun dan kandungan airnya meningkat. Proses ini disebut proses pendinginan dan pelembaban (cooling and dehumidifying).

2.1.5 Siklus Kompresi Uap

(41)

ramah lingkungan. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah evaporator, kompresor, kondensor dan pipa kapiler.

Gambar 2.8 Skematik siklus kompresi uap

Dalam siklus kompresi uap ini, uap refrigeran bertekanan rendah akan dikompresi oleh kompresor sehingga menjadi uap refrigeran bertekanan tinggi, dan kemudian uap refrigeran bertekanan tinggi diembunkan menjadi cairan refrigeran bertekanan tinggi di dalam kondensor. Kemudian cairan refrigeran bertekanan tinggi tersebut tekanannya diturunkan oleh pipa kapiler agar cairan refrigeran bertekanan rendah tersebut dapat menguap kembali dalam evaporator menjadi uap refrigeran tekanan rendah.

(42)

Gambar 2.9 P-h diagram siklus kompresi uap

(43)

Terdapat beberapa proses yang dialami oleh refrigeran dalam siklus kompresi uap standar ini yaitu:

a. Proses 1-2 merupakan proses kompresi isentropik (proses berlangsung pada entropi (s) konstan) refrigeran. Karena proses ini berlansung secara isentropik, maka suhu yang keluar dari kompresor meningkat menjadi gas panas lanjut. Proses ini dilakukan oleh kompresor, refrigeran yang berupa gas bertekanan rendah mengalami kompresi yang mengakibatkan refrigeran menjadi gas panas lanjut bertekanan tinggi.

b. Proses 2-2a merupakan proses penurunan suhu (desuperheating). Proses ini berlangsung ketika refrigeran memasuki kondensor. Refrigeran gas panas lanjut yang bertemperatur tinggi diturunkan suhunya sampai memasuki titik gas jenuh, berlangsung pada tekanan yang konstan.

c. Proses 2a-3a merupakan proses kondensasi atau pelepasan kalor ke udara lingkungan sekitar kondensor pada suhu konstan. Pada saat yang sama terjadi perubahan fase dari gas jenuh menjadi cair jenuh. Perubahan fase ini dikarenakan temperatur refrigeran lebih tinggi dari pada suhu udara lingkungan sekitar kondensor. Berlangsung pada tekanan dan suhu yang konstan.

(44)

e. Proses 3-4 merupakan proses penurunan tekanan secara drastis dan berlangsung pada entalpi yang konstan, proses ini berlangsung selama di dalam pipa kapiler. Pada proses ini refrigeran mengalami perubahan fase dari cair menjadi fase campuran (cair-gas). Akibat dari penurunan tekanan, suhu refrigeran juga mengalami penurunan.

f. Proses 4-1a merupakan proses evaporasi atau penguapan. Ketika proses ini berlangsung terjadi perubahan fase dari campuran (cair-gas) menjadi gas jenuh. Perubahan fase ini terjadi dikarenakan suhu refrigeran lebih rendah dari pada suhu udara lingkungan sekitar evaporator sehingga terjadi penyerapan kalor dari udara lingkungan sekitar evaporator. Proses ini berlangsung pada tekanan dan suhu yang konstan.

g. Proses 1a-1 merupakan proses pemanasan lanjut. Proses yang terjadi karena penyerapan kalor terus menurus pada proses 4-1a, refrigeran yang akan masuk ke kompresor berubah fase dari gas jenuh manjadi gas panas lanjut. Pada proses ini mengakibatkan kenaikan tekanan dan suhu refigeran.

2.1.6 Psychrometric Chart

(45)

Parameter-parameter udara dalam Psychrometric chart antara lain (a) Dry-bulb temperature, (b) Wet-bulb temperature, (c) Dew-point temperature, (d) Specific humidity, (e) Volume spesifik, (f) Entalpi, (g) kelembaban relatif. Berikut ini penjelasannya:

a. Dry-Bulb Temperature (Tdb)

Temperatur bola kering adalah temperatur udara bebas yang diperoleh melalui pengukuran termometer dengan bola kering atau termokopel dan termometer digital. Temperatur bola kering dapat dilihat dari garis dry bulb line dengan satuan (oC).

(46)

b. Wet-Bulb Temperature (Twb)

Temperatur bola basah adalah temperatur yang terbaca pada termometer dengan sensor yang dibalut dengan kain basah. Temperatur bola basah dapat dilihat dari garis wet bulb line dengan satuan (oC).

c. Dew-point temperature

Temperatur titik embun adalah temperatur dimana udara mulai menunjukkan aksi pengembunan ketika didinginkan. Pada saat udara mengalami saturasi (jenuh) maka besarnya temperatur titik embun sama dengan besarnya temperatur bola basah (Twb) demikian pula temperatur bola kering (Tdb).

Temperatur titik embun dapat dilihat dari garis dew point line dengan satuan (oC). d. Specific Humidity (w)

Kelembaban spesifik adalah berat uap air di udara dalam setiap kilogram udara kering (kg/kg). Kelembaban spesifik dapat dilihat dari garis humidity ratio. e. Volume Spesifik (v)

Volume spesifik adalah volume udara per satuan massa (m3/kg). Volume spesifik dapat dilihat dari garis specific volume line.

f. Entalpi (h)

Entalpi adalah jumlah energy dari suatu sistem per satuan massa (kJ/kg). g. Kelembaban Relatif (RH)

(47)

Ga

mbar

2.12

P

syc

hrom

etric

C

ha

(48)

Proses-proses yang terjadi dalam psychrometric chart, diantarannya (a) proses pendinginan (cooling), (b) proses pemanasan (heating), (c) proses pelembaban (humidifying), (d) proses penurunan kelembaban (dehumidifying), (e) proses pemanasan dan pelembaban (heating and humidifying), (f) proses pemanasan dan penurunan kelembaban (heating and dehumidifying), (g) proses pendingingan dan pelembaban (cooling and humidifying), (h) proses pendinginan dan penurunan kelembaban (cooling and dehumidifying). Berikut ini penjelasannya:

(49)

a. Proses pendinginan (Cooling )

Proses ini berfungsi menurunkan temperatur udara kering (dry bulb) udara tanpa mengurangi kandungan uap air. Jadi proses ini berlangsung pada kondisi moisture content yang konstan sehingga titik embun (dew point) juga berada dalam kondisi konstan. Dalam Psychrometric Chart perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak dari kanan horizontal ke kiri (ke arah Barat). Beberapa kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: turunnya entalpi, turunnya temperatur udara basah (wet bulb), naiknya densitas udara karena terjadi penurunan volume spesifik, dan naiknya kelembaban relatif udara.

Gambar 2.14 Proses pendinginan (cooling )

b. Proses pemanasan (Heating).

(50)

konstan. Dalam Psychrometric Chart perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak dari kiri horizontal ke kanan (ke arah Timur). Beberapa kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: naiknya entalpi, naiknya temperatur udara basah (wet bulb), turunnya densitas udara karena terjadi kenaikan volume spesifik, dan turunnya kelembaban relatif udara.

Gambar 2.15 Proses pemanasan (Heating).

c. Proses pelembaban (humidifying)

Proses ini berfungsi menambahkan kandungan uap air ke udara tanpa merubah temperatur udara kering (dry bulb). Jadi proses ini berlangsung pada

kondisi temperatur (dry bulb) yang konstan. Dalam Psychrometric Chart

perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak dari bawah vertikal ke atas (ke arah Utara). Beberapa kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: naiknya entalpi, naiknya temperatur udara basah (wet bulb),

naiknya titik embun (dew point), turunnya densitas udara karena terjadi kenaikan

(51)

Gambar 2.16 Proses pelembaban (humidifying)

d. Proses penurunan kelembaban (dehumidifying)

Proses ini berfungsi menurunkan kandungan uap air di udara tanpa merubah temperatur udara kering (dry bulb). Jadi proses ini berlangsung pada kondisi temperature udara kering (dry bulb) yang konstan. Dalam Psychrometric

Chart perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak dari atas vertikal ke bawah (ke arah Selatan). Beberapa kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: turunnya entalpi, turunnya temperatur udara basah

(wet bulb), turunnya titik embun (dew point), naiknya densitas udara karena

(52)

Gambar 2.17 Proses penurunan kelembaban (dehumidifying)

e. Proses pemanasan dan pelembaban (heating and humidifying)

Proses ini berfungsi menaikkan temperatur udara kering (dry bulb) dan

menaikkan kandungan uap air di udara. Dalam Psychrometric Chart perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak menuju arah kanan atas (ke arah Timur Laut). Kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: naiknya entalpi, naiknya temperatur udara basah (wet bulb), naiknya titik

embun (dew point), turunnya densitas udara karena terjadi kenaikan volume

(53)

Gambar 2.18 Proses pemanasan dan pelembaban (heating and humidifying)

f. Proses pemanasan dan penurunan kelembaban (heating and dehumidifying)

Proses ini berfungsi menaikkan temperatur udara kering (dry bulb) dan

menurunkan kandungan uap air di udara. Dalam Psychrometric Chart perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak menuju arah kanan bawah (ke arah Tenggara). Kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: turun atau naiknya entalpi atau bisa juga terjadi dalam kondisi entalpi yang konstan, turun atau naiknya temperature udara basah (wet bulb) atau bisa

juga terjadi dalam kondisi temperatur udara basah (wet bulb) yang konstan,

turunnya titik embun (dew point), turun atau naiknya densitas udara, turun atau

(54)

Gambar 2.19 Proses pemanasan dan penurunan kelembaban (heating and dehumidifying)

g. Proses pendingingan dan pelembaban (cooling and humidifying)

Proses ini berfungsi menurunkan temperature udara kering (dry bulb) dan

menaikkan kandungan uap air di udara. Dalam Psychrometric Chart perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak menuju arah kiri atas (ke arah Barat Laut). Kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: naik atau turunnya entalpi atau bisa juga terjadi dalam entalpi yang konstan, naik atau

turunnya temperatur udara basah (wet bulb) atau bisa juga terjadi dalam kondisi

temperatur udara basah (wet bulb) yang konstan, naiknya titik embun (dew point),

(55)

Gambar 2.20 Proses pendingingan dan pelembaban (cooling and humidifying)

h. Proses pendinginan dan penurunan kelembaban (cooling and dehumidifying)

Proses ini berfungsi menurunkan temperatur udara kering (dry bulb) dan

menurunkan kandungan uap air di udara Dalam Psychrometric Chart perubahan yang dihasilkan dari proses ini membuat kondisi udara bergerak menuju arah kiri bawah (ke arah Barat Daya). Kondisi udara yang mengalami perubahan adalah: turunnya entalpi, turunnya temperatur udara basah (wet bulb), turunnya titik

embun (dew point), naiknya densitas udara, turunnya volume spesifik, dan bisa

(56)

Gambar 2.21 Proses pendinginan dan penurunan kelembaban (cooling and dehumidifying)

2.2 Tinjauan Pustaka

(57)

Bila tanpa beban, mesin pengering mampu mengkondisikan udara di dalam lemari pengering pada suhu udara kering (Tdb): 57,1oC, dan suhu udara basah (Twb): 23 oC. Untuk mengeringkan 20 baju batik basah hasil perasan tangan memerlukan

waktu sekitar 115 menit, sedangkan untuk mengeringkan 15 baju batik hasil perasan tangan memerlukan waktu sekitar 90 menit. Untuk mengeringkan 20 pakaian baju batik basah hasil perasan mesin cuci memerlukan waktu sekitar 55 menit.

Ameen, Ahmadul dan Bari, Saiful (2003), menjelaskan tentang kemungkinan mengering baju menggunakan “panas buang kondensor AC split” yang digunakan dalam apartemen disebuah kota. Penelitian ini mengeringkan setumpuk pakian. Waktu yang diperlukan untuk mengeringkan sampai kering memerlukan waktu sekitar 2 sampai 2,5 jam, sedangkan mengeringkan secara alami di dalam ruangan membutuhkan waktu lebih dari 6 jam. Kecepatan pengeringan dalam penelitian ini yaitu sebesar: 0,319kg/jam sampai 0,424kg/jam untuk pengeringan baju dengan sisa panas kondensor AC split dan 0,139 kg/jam untuk pengeringan di dalam ruangan secara alami. Energi yang dikomsumsi sebesar 1,909 kWh/kg untuk menghilangkan kelembaban dan pengeringan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa pengembangan tersebut cocok untuk daerah yang beriklim tropis lembab.

(58)

tertutup yang terpisah terdiri dari satu kompresor, satu evaporator, satu katup ekspansi dan satu kondensor. Udara luar masuk melewati evaporator 1 dan 2 agar berkurang kelembabannya. Kemudian dilewatkan ke kompresor 1 dan 2 untuk menaikan temperatur udara. Kemudian udara kering dan panas dihembuskan ke ruang pengering yang diputar motor listrik dengan fan.

Cavarretta, Francesco (2014), menjelaskan tentang mesin pengering pakian dengan dua pompa panas. Rangkaian mesin pengering terdiri dari kompresor, penukar panas pertama, evaporator, penukar panas kedua dihubungkan secara seri untuk membentuk siklus loop tertutup. Cara kerjanya adalah udara masuk melewati evaporator menghasilkan udara yang kering dan dengan suhu yang rendah kemudian udara kering dihembuskan dengan bantuan kipas menuju penukar panas pertama dan kondensor, untuk menaikan suhu udara kering sehingga menghasikan udara kering dengan suhu yang tinggi. Kemudian udara panas dihembuskan menuju ruang pengering untuk menggeringkan baju yang memiliki kelembaban yang tinggi saat udara kering melewati baju kelembaban baju berpindah ke udara kering yang bersuhu tinggi tersebut dan udara tersebut akhirnya dihembuskan keluar ruangan pengering. Udara yang keluar dari ruang pengering kemudian dipanaskan kembali oleh penukar panas kedua yang kemudian dihembuskan kembali kedalam siklus loop tertutup.

(59)
(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan Penelitian

Alat penelitian yang digunakan yaitu mesin pengering sepatu yang dirancang dan dirakit sendiri. lemari mesin pengering berbentuk balok dengan panjang 61 cm, lebar 51 cm dan tinggi 38 cm. Lemari pengering pertama berbentuk balok dengan panjang 61 cm, lebar 51 cm dan tinggi 38 cm. Lemari pengering kedua berbentuk balok dengan panjang 59 cm, lebar 51 cm dan tinggi 38 cm. Gambar 3.1 memperlihatkan skematik mesin pengering sepatu.

Gambar 3.1 Skematik mesin pengering sepatu

(61)

3.2 Variasi Penelitian

Variasi penelitian dilakukan terhadap jumlah sepatu yang dikeringkan: (a) 8 pasang sepatu (b) 10 pasang sepatu (c) 12 pasang sepatu (d) 10 pasang sepatu tanpa memanfaatkan udara buang mesin pengering. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan hasil karakteristik mesin pengering sepatu yang baik. Ukuran sepatu yang digunakan : panjang 29 cm, lebar 11 cm, dan tebal 0,8 cm berbahan kain. Gambar 3.2 menunjukkan sepatu yang digunakan dalam percobaan :

Gambar 3.2 Sepatu

3.3 Alat dan Bahan Pembuatan Mesin Pengering Sepatu

Dalam proses pembuatan mesin pengering ini diperlukan alat dan bahan sabagai berikut :

3.3.1 Alat

(62)

a. Gergaji kayu

Gergaji kayu digunakan untuk mengergaji papan kayu yang akan digunakan

untuk membuat kotak mesin pengering sepatu

b. Obeng

Obeng digunakan untuk memasang dan mengencangkan baut. Obeng yang digunakan adalah obeng (-) dan obeng (+).

c. Meteran dan mistar

Meteran digunakan untuk mengukur panjang suatu benda. Dalam proses pembuatan kotak mesin pengering sepatu, meteran banyak digunakan untuk mengukur panjang papan kayu yang akan digunakan. Sedangkan mistar digunakan untuk mengukur panjang dari suatu benda, seperti lubang udara buang dari mesin pengering sepatu.

d. Pisau cutter dan cat

Pisau cutter digunakan untuk memotong suatu benda, seperti memotong lakban. Sedangkan cat digunakan untuk melapisi kayu sehingga tampilannya menjadi lebih bersih dan menarik.

e. Lakban dan palu

Lakban digunakan untuk menutupi celah pada sambungan antar papan kayu sehingga udara panas tidak bocor keluar. Palu digunakan untuk memukul paku yang digunakan untuk menyambung papan kayu menjadi bentuk kotak. f. Tube cutter

(63)

g. Tube expander

Tube expander atau pelebar pipa berfungsi untuk mengembangkan ujung pipa tembaga agar antar pipa dapat tersambung dengan baik.

h. Gas las Hi-cook

Peralatan las digunakan untuk menyambung pipa kapiler dan sambungan pipa-pipa tembaga komponen mesin pengering lainnya.

i. Bahan las

Bahan las yang digunakan dalam penyampungan pipa kapiler menggunakan perak, kawat las kuningan dan borak. Borak berfungsi untuk menyambung antara tembaga dan besi. Penggunaan borak sebagai bahan tambahan bertujuan agar sambungan pengelasan lebih merekat.

j. Metil

Metil adalah cairan yang berfungsi untuk membersihkan saluran-saluran pipa kapiler. Dosis pemakaian yaitu sebanyak satu tutup botol metil.

k. Pompa vakum

(64)

3.3.2 Bahan

Bahan atau komponen yang digunakan dalam proses pembuatan lemari mesin pengering sepatu, antara lain :

a. Papan kayu

Papan kayu digunakan sebagai casing luar mesin pengering sepatu dengan tebal 3 mm. Pemilihan papan kayu sebagai casing luar dan meja dikarenakan papan kayu merupakan isolator.

Gambar 3.3 Papan kayu b. Lakban

Lakban digunakan untuk menutup celah pada sambungan casing lemari dan menempelkan alat ukur di dalam lemari.

c. Paku dan mur

(65)

d. Roda

Roda digunakan untuk mudahkan pemindahan mesin pengering sepatu. Roda yang digunakan berjumlah 12 buah dan dipasang di bagian kaki meja.

e. Evaporator

Evaporator merupakan unit yang berfungsi untuk menguapkan refijeran dari fase cair menjadi gas sebelum refrijeran masuk kompresor. Evaporator yang digunakan berjumlah dua buah, ukuran evaporator memiliki panjang evaporator 24 cm, tinggi 24 cm, lebar 9 cm, dengan jumlah lintasan 11 dan diameter luar pipa 6,26 mm.

Gambar 3.4 Evaporator f. Kompresor

(66)

Gambar 3.5 Kompresor g. Kondensor

Merupakan suatu alat penukar kalor yang berfungsi mengkondisikan refrijeran dari fase uap menjadi fase cair. Agar dapat mengubah fase dari uap menjadi cair diperlukan suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu refrijeran sehingga dapat terjadi pelepasan kalor ke lingkungan kondensor. Disini digunakan dua buah kondensor dengan panjang kondensor 28 cm, tinggi 28 cm lebar 9 cm, dengan jumlah lintasan 9 dan diameter luar pipa kondensor 6,54 mm.

(67)

h. Pipa kapiler

Pipa kapiler adalah alat yang berfungsi untuk menurunkan tekanan refrijeran dari tekanan tinggi ke tekanan rendah sebelum masuk evaporator. Ketika refrijeran mengalami penurunan tekanan temperatur refrijeran juga mengalami penurunan. Panjang pipa kapiler 800 mm, dengan diameter luar pipa kapiler 0,635 mm.

Gambar 3.7 Pipa kapiler i. Filter

(68)

Gambar 3.8 Filter j. Refrijeran

Refrijeran merupakan fluida kerja mesin siklus kompresi uap. Refrijeran berfungsi untuk menyerap atau melepas kalor dari lingkungan sekitar. Jenis refrijeran yang digunakan adalah R134a.

Gambar 3.9 Refrijeran 134a k. Motor listrik

(69)

Gambar 3.10 Motor listrik

l. Kipas

Kipas digunakan untuk menghisap udara setelah melewati kompresor dan mensirkulasi udara kering bersuhu tinggi hasil dehumidifikasi menuju ruang pengering. Diameter kipas 22 cm terbuat dari bahan aluminium.

(70)

3.3.3 Alat Bantu Penelitian

Dalam proses pengambilan data diperlukan alat ukur untuk mendapatkan data yang dicari, alat ukur yang digunakan sebagai berikut :

a. Termokopel dan pengukur suhu digital

Termokopel berfungsi mengukur temperatur pada saat penelitian. Cara kerjanya adalah ujung termokopel diletakkan (ditempelkan atau digantung) pada bagian yang akan diukur temperaturnya, maka temperatur akan tertampil pada layar penampil suhu digital. Sebelum digunakan penelitian diperlukan kalibrasi agar lebih akurat.

Gambar 3.12 Termokopel dan pengukur suhu digital b. Stopwatch

(71)

c. Timbangan digital

Timbangan digital digunakan untuk mengukur berat sepatu saat basah hingga kering dalam penelitian. Satuan yang dipakai gram (g), maksimal berat yang mampu diukur timbangan 30.000 gram (30 kg).

Gambar 3.13 Timbangan digital d. Termometer bola kering dan termometer bola basah

Termometer bola kering digunakan untuk mengukur suhu udara kering yang melewati termometer. Sedangkan termometer bola basah digunakan untuk mengukur suhu udara basah yang melewati termometer.

(72)

e. Alat ukur tekanan (pressure gauge)

Pressure gauge digunakan dalam penelitian untuk mengukur tekanan refrijeran dalam sistem kompresi uap. Terdapat dua alat ukur tekanan, yaitu tekanan hisap kompresor dan tekanan keluar kompresor.

f. Tang amper

Tang amper digunakan untuk mengukur arus listrik yang bekerja pada mesin pengering sepatu selama penelitian.

3.4 Tata Cara Penelitian

3.4.1 Alur Pelaksanaan Penelitian

(73)
(74)

3.4.2 Pembuatan Mesin Pengering Sepatu

Langkah – langkah yang dilakukan dalam pembuatan dan perakitan mesin pengering sepatu :

a. Merancang bentuk dan ukuran mesin pengering sepatu.

b. Membuat kotak mesin pengering sepatu dengan menggunakan balok kayu, papan kayu dan paku sebagai pengikat.

Gambar 3.16 Kotak mesin pengering sepatu

c. Pembuatan meja sebagai tempat untuk menaruh mesin pengering dan kotak mesin pengering menggunakan balok kayu sebagai kaki, papan kayu sebagai alas bagian atas dan paku sebagai pengikat.

d. Pemasangan roda pada bagian kaki meja untuk memudahkan dalam memindahkan kotak mesin pengering sepatu.

e. Pembuatan alas komponen evaporator dengan plat seng.

(75)

g. Pemasangan komponen utama dari siklus kompresi uap yaitu kompresor, kondensor, filter, pipa kapiler,kipas, motor listrik dan evaporator.

Gambar 3.17 Komponen utama siklus kompresi uap

h. Pemasangan pipa – pipa tembaga dan pengelasan sambungan antar pipa. i. Pemasangan set pressure gauge.

j. Pemasangan komponen kelistrikan mesin pengering sepatu.

3.4.3 Proses Pengisian Refrijeran 134a

Sebelum melakukan pengisian refrijeran diperlukan beberapa proses yaitu pemetilan dan pemvakuman agar siklus kompresi uap dapat bekerja dengan baik. Proses pemvakuman berarti mengosongkan atau menghampakan sistem kompresi uap dari udara dan gangguan karena udara tidak dapat diembunkan pada suhu dan tekanan pengembunan dari refrijeran (Sumanto, 1989). Proses pemetilan berguna untuk membersihkan saluran dalam sistem kompresi uap dari kotoran – kotoran yang menempel pada saluran agar sistem dapat berjalan dengan baik.

(76)

a) Pasang salah satu ujung selang pressure gauge pada katup pengisian (katup tengah) pressure gauge, kemudian ujung lainnya dihubungkan pada katup tabung refrijeran 134a.

Gambar 3.18 Katup pengisian refrijeran

b) Hidupkan kompresor dan buka keran pada katup tabung refrijeran secara perlahan – lahan hingga tekanan pada high pressure gauge mencapai tekanan yang diinginkan, kemudian tutup keran pada katup tabung refrijeran.

c) Setelah refrijeran terisi ke dalam sistem siklus kompresi uap, lepaskan selang yang tertancap pada pressure gauge. Pemeriksaan kebocoran pada sistem dilakukan dengan bantuan busa sabun, pemeriksaan dilakukan pada lubang katup pengisian dan sambungan pipa – pipa.

3.4.4 Skematik Pengambilan Data

(77)

Gambar 3.19 Skematik pengambilan data

Keterangan Gambar 3.19 Skematik pengambilan data: a. Termokopel (Tdb)

Suhu udara kering sebelum masuk mesin pengering. b. Termometer bola basah (Twb)

Suhu udara basah sebelum masuk mesin pengering. c. Termokopel (T1)

Suhu udara kering setelah keluar dari ruang pengering satu. g. Termokopel (Tdb)

(78)

h. Termometer bola basah (Twb)

Suhu udara basah setelah keluar dari ruang pengering.

3.4.5 Cara Pengambilan Data

Langkah – langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data yaitu sebagai berikut :

a. Penelitian dilakukan di Laboratorium Universitas Sanata Dharma pada musim hujan. Perubahan suhu sekitar dan kelembaban dalam penelitian ini diabaikan, karena suhu udara sekitar dan kelembabannya berubah – ubah sesuai cuaca. b. Memastikan bahwa termokopel sudah dikalibrasi.

c. Alat bantu penelitian diletakkan pada tempat yang sudah ditetapkan. d. Menghidupkan mesin pengering sepatu beserta kipasnya.

e. Memeriksa kipas bekerja dengan baik, serta memastikan kompresor bekerja dengan baik.

f. Timbang dan catat massa sepatu kering (MSK).

g. Menutup semua celah – celah dengan lakban dan menutup semua pintu lemari pengering. Tunggu hingga mesin pengering sepatu mencapai suhu kerja yang stabil serta suhu udara masuk lemari pengering kurang lebih 60 oC.

h. Membasahi dan meniriskan sepatu hingga air tidak menetes, kemudian timbang dan catat massa sepatu basah (MSB).

i. Mengecek tekanan (Pkond dan Pevap) dan arus, kemudian tutup semua pintu.

j. Data yang harus dicatat setiap 20 menit yaitu sebagai berikut :

MSBt1 dan MSBt2 : Massa sepatu pada saat t (kg)

(79)

Twb : Suhu udara basah sebelum masuk mesin pengering oC

T1 : Suhu udara kering melewati evaporator oC T2 : Suhu udara kering setelah melewati kompresor oC T3 : Suhu udara kering melewati kondensor oC T4 : Suhu udara kering setelah melewati ruang pengering pertama oC Tdb : Suhu udara kering yang keluar dari lemari pengering oC

Twb : Suhu udara basah yang keluar dari lemari pengering oC

Pkond : Tekanan refrijeran pada kondensor (Psi)

Pevap : Tekanan refrijeran pada evaporator (Psi)

I : Arus yang bekerja pada mesin pengering sepatu (A) k. Hasil dari data yang diperoleh kemudian dijumlahkan hasil dari kalibrasi alat

bantu

(80)

Tabel 3.1 Lanjutan tabel yang diperlukan dalam pengambilan data

3.5 Cara Menganalisis dan Menampilkan Hasil

Cara yang digunakan untuk menganalisis hasil dan menampilkan hasil, sebagai berikut :

a. Data yang diperoleh dari penelitian dimasukkan dalam Tabel 3.1 kemudian hitung rata – rata dari percobaan setiap variasi.

b. Setelah mendapatkan rata – rata, kemudian menghitung massa air yang menguap dari sepatu (M1) dan (M2) setiap variasinya. Massa air yang menguap

dari sepatu (M1) dan (M2) dapat dihitung dengan persamaan (3.1) :

M1 = MSBt1– MSK1 (3.1)

M2 = MSBt2– MSK2

Pada persamaan (3.1) :

M1 dan M2 = Massa air yang menguap dari sepatu (kg)

MSBt1 dan MSBt2 = Massa sepatu basah pada saat t (kg)

(81)

c. Mencari suhu kerja evaporator dan suhu kerja kondensor dengan menggunakan P-h diagram untuk refrijeran 134a. Untuk dapat menggunakan P-h diagram, satuan tekanan refrijeran Pkond dan Pevap terlebih dahulu dari Psig menjadi Psia

kemudian dikonversi lagi ke Bar.

d. Mencari kelembaban spesifik udara setelah melewati evaporotor (wF),

kelembaban spesifik udara setelah keluar dari ruang pengering (wH) dengan

menggunakan psychrometric chart.

e. Setelah mengetahui kelembaban spesifik udara setelah melewati evaporator (wF) dan kelembaban spesifik udara setelah keluar dari ruang pengering (wH),

kemudian dapat dihitung massa air yang berhasil diuapkan (Δw) tiap variasi.

Massa air yang berhasil diupkan (Δw) dapat dihitung dengan menggunakan

Persamaan (2.3)

f. Menghitung laju pengeringan (M3) dan (M4), dapat dihitung dengan cara

perbedaan massa air (Δm1) dan (Δm2) dibagi dengan perbedaan waktu (Δt).

Untuk dapat menghitung laju pengeringan (M3) dan (M4), dapat menggunakan

Persamaan (2.1).

g. Kemudian dapat menghitung laju aliran massa udara pada mesin pengering sepatu (ṁudara) setiap variasi. Laju aliran massa udara (ṁudara) dapat dihitung

dengan laju pengeringan mesin pengeringan sepatu (M3) dan (M4), dibagi

dengan massa air yang berhasil diupkan (Δw). Laju aliran massa udara (ṁudara)

(82)

h. Untuk memudahkan pembahasan, hasil perhitungan proses pengeringan, maka digambarkan dalam grafik. Pembahasan dilakukan terhadap grafik yang dihasilkan dengan mengacu pada tujuan penelitian.

3.6 Cara Mendapatkan Kesimpulan

(83)

BAB IV

HASIL PENELITIAN, PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Data-data hasil penelitian yang diperoleh dipergunakan untuk mengetahui karakteristik mesin pengering sepatu siklus kompresi uap dengan udara buang yang dimanfaatkan untuk pengering sepatu, dengan sistem terbuka. Variasi jumlah sepatu mendapatkan hasil sebagai berikut: massa sepatu kering (MSK), massa sepatu basah (MSB), massa sepatu basah saat t (MSBt), tekanan refrijeran

pada evaporator (Pevap), tekanan refrijeran pada kondensor (Pkond), suhu udara

kering sebelum masuk mesin pengering (Tdb in), suhu udara basah sebelum masuk

mesin pengering (Twb in), suhu udara kering didalam evaporator (T1), suhu udara

kering setelah melewati kompresor (T2), suhu udara kering didalam kondensor

(T3), suhu udara kering keluar ruang pengering pertama (T4), suhu kering setelah

keluar dari ruang pengering (Tdb out), suhu udara basah setelah keluar ruang

pengering (Twb out), arus yang bekerja pada mesin pengering sepatu (I). Pengujian

(84)

Tabel 4.1 Data hasil rata-rata penelitian untuk 8 sepatu

(85)

Tabel 4.2 Data hasil rata-rata penelitian untuk 10 sepatu

Tabel 4.2 Lanjutan data hasil rata-rata penelitian untuk 10 sepatu

(86)

Tabel 4.3 Data hasil rata-rata penelitian untuk 10 sepatu tanpa memanfaatkan udara buang

(87)

Tabel 4.4 Data hasil rata-rata penelitian untuk 12 sepatu

(88)

4.2 Hasil Perhitungan

a. Perhitungan massa air yang menguap dari sepatu (M1) dan (M2)

Massa air yang menguap dari sepatu (M1) dan (M2) dapat dihitung dengan

Persamaan (3.1). massa air yang menguap dari sepatu didapatkan dari massa sepatu basah (MSB) dikurangi massa sepatu kering (MSK). Sebagai contoh perhitungan untuk mencari nilai M1 dan M2 penggeringan sepatu sebagai berikut

dan hasil perhitungan untuk variasi lainnya disajikan pada Tabel 4.5.

M1 = MSB1– MSK1

M1 = 4,23 kg – 3,73 kg

M1 = 0,5 kg

M2 = MSB2– MSK2

M2 = 4,17 kg – 3,67 kg

M2 = 0,5 kg

(89)

b. Suhu kerja evaporator (Tevap) dan suhu kerja kondensor (Tkond)

Suhu kerja evaporator (Tevap) dan suhu kerja kondensor (Tkond) dapat dicari

dengan menggunakan P-h diagram. Dengan mengetahui terlebih dahulu tekanan refrijeran yang masuk dan keluar kompresor maka dapat diketahui suhu kerja evaprator (Tevap) dan suhu kerja kondensor (Tkond). Contoh perhitungan

menggunakan rata-rata dari tekanan hisap (Pevap) dan tekanan tekan (Pkond)

kompresor pada variasi 12 pasang sepatu.

P = {Tekanan pressure gauge (psig) + 1 atm} x 0,06895 bar

kemudian ditarik garis memotong garis suhu, maka didapatkan suhu kerja kondensor (Tkond) sebesar 75 oC. Hasil perhitungan tekanan kerja dan suhu kerja

(90)

6

9

(91)

Tabel 4.6 Hasil perhitungan tekanan kerja, suhu kerja evaporator dan kondensor untuk variasi 8 pasang sepatu

(92)

Tabel 4.8 Hasil perhitungan tekanan kerja, suhu kerja evaporator dan kondensor untuk variasi 12 pasang sepatu

Gambar

Gambar 2.3 Mesin Rotary Dryer
Gambar 2.4 Siklus Refrigerant dehumidifier. http://www.humiscope.com.au/blog/2016/2/29/desiccant-vs-mechanical-
Gambar 2.5 Siklus Desiccant dehumidifier
Tabel 2.1 Komposisi gas di udara Lambang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan bila uang itu dipinjamkan kepada orang lain tanpa bunga (piutang) dan juga bukan bagi hasil, maka tetap wajib dikeluarkan zakatnya meski secara real tidak berada di

Sedangkan makna terminologi – istilah yang digunakan dalam pembahasan fiqih Islam – adalah “mengeluarkan sebagian dari harta tertentu yang telah mencapai nishab

Hal h i disebabkan se- bagian para ibu lebih senang ditolong oleh dukun bayi daripada oleh bidan atau di Puskesmas, karena para dukun bayi pada umumnya

Sebagaimana dimanfaatkan dalam menun- jukkan keujudan solusi dalam persamaan panas pada batas yang tetap, bahwa solusi lemah yang cukup licin merupakan syarat kecukupan un- tuk

jadi its as simple as that mereka itu, kayak mereka tu semua, kayak mereka mengakui mereka semua masih belajar, mana yang pas mana yang cocok, udah kita trial and error aja,

Kedua, pelawanan subjek IS yang menjadi korban perundungan antara lain memaafkan, membalikkan perundungan verbal pada pelaku, tersenyum tulus, aktif kegiatan

Berdasarkan Observasi yang telah dilakukan peneliti di SMA Negeri 13 Surabaya, proses belajar mengajar pada mata pelajaran sosiologi disana masih menggunakan bahan

Hal ini menunjukkan bahwa soal sudah sesuai dengan aspek yang ditentukan oleh direktorat PSMA (2010) yaitu aspek materi, konstruksi dan bahasa/ budaya.Namun untuk