• Tidak ada hasil yang ditemukan

MESIN PENGERING BRIKET KAPASITAS 50 KG MENGGUNAKAN KOMPONEN UTAMA MESIN AC DENGAN VARIASI KIPAS DI RUANG PENGERING SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MESIN PENGERING BRIKET KAPASITAS 50 KG MENGGUNAKAN KOMPONEN UTAMA MESIN AC DENGAN VARIASI KIPAS DI RUANG PENGERING SKRIPSI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

MESIN PENGERING BRIKET KAPASITAS 50 KG MENGGUNAKAN KOMPONEN UTAMA MESIN AC DENGAN VARIASI KIPAS DI RUANG PENGERING

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana Teknik S-1 bidang Teknik Mesin

Oleh :

IAN ARISAPUTRA SUTONO NIM : 145214108

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

(2)

ii

BRIQUETTE DRYING MACHINE 50 KG CAPACITY USING AC MACHINE AS THE MAIN COMPONENT

BY VARYING THE FAN IN THE DRYING ROOM

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirements

to obtain the Sarjana Teknik degree in Mechanical Engineering

By :

IAN ARISAPUTRA SUTONO Student Number : 145214108

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2018

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Di jaman yang serba canggih dan penuh inovasi ini, mesin pengering briket yang ramah lingkungan dan aman bagi lingkungan sangat diperlukan bagi pengusaha briket. Tujuan dari penelitian ini adalah (a) merancang dan merakit mesin pengering briket yang praktis, aman dan ramah lingkungan. (b) mengetahui waktu pengeringan briket tercepat yang dilakukan oleh mesin pengering sistem tertutup dengan berbagai variasi jumlah kipas. (c) menentukan karakteristik mesin pengering briket yang memberikan waktu pengeringan briket tercepat. Penelitian dilakukan di CV. Citra Gemilang, Klepu 005/039, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta 55563.

Mesin pengering briket yang dibuat adalah mesin pengering yang menggunakan siklus kompresi uap tertutup yang memanfaatkan udara panas dari kondensor untuk mengeringkan briket. Komponen utama mesin pengering ini yaitu kompresor, kondesor, pipa kapiler, evaporator, dan peralatan tambahan filter dengan fluida kerja R134a. Kompresor yang digunakan sebanyak 1 buah dengan daya kompresor sebesar 1 PK, sedangkan untuk komponen lain menyesuaikan dengan ukuran kompresor. Lemari pada mesin pengering dirancang untuk kapasitas 50 kg briket, berukuran p x l x t : 120 cm x 120 cm x 135 cm, dengan sistem tertutup.

Bahan utama untuk pembuatan briket adalah arang dari batok kelapa, arang kayu, tepung kanji dan abu, dengan komposisi arang batok kelapa 70%, arang kayu 20%, tepung kanji 5%, dan abu 5%.. Briket yang digunakan untuk penelitian berbentuk kubus dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm. Volume briket sebesar 15,625 cm3 dengan berat per briket 19 gram. Variasi penelitian yang dilakukan adalah tanpa menggunakan kipas dan menggunakan 1 kipas.

Mesin pengering briket sistem tertutup berhasil dibuat dan bekerja dengan baik. Untuk mengeringkan sekitar 50 kg briket basah tanpa menggunakan kipas, mesin pengering briket memerlukan waktu 413 menit atau 6 jam lebih 53 menit.

Untuk mengeringkan sekitar 50 kg briket basah menggunakan 1 kipas, mesin pengering briket memerlukan waktu 360 menit atau 6 jam. Karakteristik mesin siklus kompresi uap yang memberikan waktu pengeringan briket tercepat menghasilkan energi yang masuk evaporator persatuan massa refrigeran (Qin) sebesar 69,94 kJ/kg, energi kalor yang keluar kondensor per satuan massa refrigeran (Qout) sebesar 107,19 kJ/kg, kerja kompresor per satuan massa refrigeran (Win) sebesar 37,25 kJ/kg, COPaktual mesin siklus kompresi uap sebesar 1,88, COPideal

mesin siklus kompresi uap sebesar 3,96 dan efisiensi dari mesin siklus kompresi uap adalah 47,47 %.

Kata Kunci : Mesin pengering briket, siklus kompresi uap, sistem udara tertutup

(8)

viii

ABSTRACT

This all-round and sophisticated era of innovation, environmentally friendly and environmentally safe briquette dryer is indispensable for briquette entrepreneurs. The purpose of this research is (a) to design and assemble briquette dryers that are practical, safe and environmentally friendly. (b) to know the timing of briquette drying by a closed system dryer with a variety of fan counts. (c) determine the characteristics of dryer machine of briquette which gives the drying time of the briquette fastest. The study was conducted in CV. Citra Gemilang, Klepu 005/039, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta 55563.

The briquette dryer machine made is a drying machine that uses a closed vapor compression cycle that utilizes hot air from the condenser to dry the briquettes. The main components of this drying machine are compressor, condenser, capillary pipe, evaporator, and filter enhancement equipment with working fluid R134a. Compressor used as much as 1 piece with a compressor power of 1 PK, while for other components adjust to the size of the compressor. The cupboard on the dryer is designed for a 50 kg briquette capacity, p x l x t : 120 cm x 120 cm x 135 cm, with a closed system. The main ingredients for making briquettes are charcoal from coconut shell, charcoal, starch and starch, with 70%

coconut shell charcoal composition, 20% wood charcoal, 5% starch flour, and 5%

ash. Briquettes used for cube-shaped research with size 2.5 cm x 2.5 cm x 2.5 cm.

Volume of briquette of 15.625 cm3 with weight per briquette 19 grams. The variation of this research is without using a fan and using 1 fan.

Closed briquette drying machine is successfully built and works well. To dry about 50 kg wet briquettes without using a fan, the briquette dryer takes 7 hours.

To dry about 50 kg wet briquettes using 1 fan, briquette dryer takes 6 hours. The characteristic of vapor compression cycle machine which gives the fastest briquettes drying produce energy that goes into evaporator with mass refrigerant (Qin) is 69,94 kJ/kg, thermal energy which comes out the condensor in each mass refrigerant (Qout) is 107,19 kJ/kg, working compressor in each mass refrigerant (Win) is 37,25 kJ/kg, COPactual vapor compression cycle machine is1,88, COPideal

vapor compression cycle machine is 3,96 and the cycle machine efficiency is 47,47%.

Keywords : Briquettes dryer, vapor compression cycle, closed air system

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat pada waktunya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib mahasiswa Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk memperoleh ijazah maupun gelar S1 Teknik Mesin.

Berkat bimbingan, nasehat, dan doa yang diberikan oleh berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan maksimal. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.

3. Doddy Purwadianto S.T., M.T., selaku Kepala Laboratorium Energi, Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang mengijinkan dan memfasilitasi dalam melakukan penelitian.

4. CV. Citra Gemilang, Klepu 005/039, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta 55563, tempat penelitian dilakukan.

5. Fransiskus Xaverius Herry dan Lili Lestari sebagai orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan dukungan baik yang berupa materi maupun spiritual, dan Yenni Nizhia mahasiswi Prodi Teknik Informatika, Universitas Sanata Dharma, Angkatan 2013, sebagai kekasih yang selalu mendampingi penulis saat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan.

(10)
(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Dasar Teori ... 5

2.1.1 Dasar Teori Pengering Briket ... 5

2.1.2 Prinsip Dasar Mesin Pengering ... 7

2.1.3 Parameter Proses Pengeringan... 9

2.1.4 Siklus Kompresi Uap ... 11

2.1.4.1 Perhitungan-perhitungan ... 15

2.1.5 Psychrometric Chart ... 17

2.1.5.1 Parameter-parameter Psychrometric Chart ... 17

2.1.5.2 Proses-proses Psychrometric Chart ... 19

(12)

xii

2.1.5.3 Proses Pengeringan Briket Di Psychrometric Chart . 23

2.2 Tinjauan Pustaka ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1 Obyek Penelitian ... 30

3.2 Pembuatan Mesin dan Alat Pendukung Penelitian ... 32

3.2.1 Pembuatan Mesin ... 32

3.2.1.1 Alat ... 32

3.2.1.2 Bahan ... 38

3.2.1.3 Pembuatan Mesin Pengering Briket ... 42

3.2.1.4 Alat Pendukung Penelitian ... 45

3.3 Variasi Penelitian ... 47

3.4 Cara Penelitian ... 48

3.4.1 Alur Pelaksanaan Penelitian ... 48

3.4.2 Skematik Pengambilan Data ... 49

3.5 Cara Mendapatkan Data ... 50

3.6 Cara Mengolah Data ... 51

3.7 Cara Mendapatkan Kesimpulan dan Saran ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Data Hasil Penelitian ... 53

4.2 Perhitungan ... 54

4.3 Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 66

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengeringan briket dengan oven bakar ………..……... 6

Gambar 2.2 Pengeringan briket dengan sinar matahari ……… 7

Gambar 2.3 Siklus Refrigerant Dehumidifier ………... 8

Gambar 2.4 Siklus Desiccant Dehumidifier ………..……… 9

Gambar 2.5 Hygrometer ………... 11

Gambar 2.6 Rangkaian komponen utama dari siklus kompresi uap ……. 12

Gambar 2.7 Siklus kompresi uap pada diagram P-h ……… 13

Gambar 2.8 Siklus kompresi uap pada diagram T-s ……… 13

Gambar 2.9 Parameter dalam Psychrometric chart ………. 18

Gambar 2.10 Psychrometric chart ………. 19

Gambar 2.11 Proses- proses dalam psychrometric chart ………... 19

Gambar 2.12 Proses heating ………... 20

Gambar 2.13 Proses cooling ………... 20

Gambar 2.14 Proses dehumidifying ……… 21

Gambar 2.15 Proses humidifying ……….... 21

Gambar 2.16 Proses cooling and dehumidifying ……… 22

Gambar 2.17 Proses cooling and humidifying ……… 22

Gambar 2.18 Proses heating and dehumidifying ……… 23

Gambar 2.19 Proses heating and humidifying ……… 23

Gambar 2.20 Proses pengering briket pada psychrometric chart ……….. 24

Gambar 2.21 Proses udara yang terjadi pada mesin pengering ………….. 25

Gambar 3.1 Skematik mesin pengering briket ………. 30

Gambar 3.2 Briket yang dikeringkan ……… 31

Gambar 3.3 Susunan briket yang dikeringkan ……….. 32

Gambar 3.4 Gerinda potong……….. 32

Gambar 3.5 Mesin las listrik ………. 33

Gambar 3.6 Palu las ...………... 33

Gambar 3.7 Kaca mata las ……… 34

(14)

xiv

Gambar 3.8 Kuas cat ………. 34

Gambar 3.9 Tang jepit ……….. 34

Gambar 3.10 Obeng ……… 35

Gambar 3.11 Pisau cutter ………...………. 35

Gambar 3.12 Double tape ………... 35

Gambar 3.13 Plester kertas ………. 36

Gambar 3.14 Mesin gergaji triplek ………. 36

Gambar 3.15 Gergaji besi ………... 36

Gambar 3.16 Meteran ………. 37

Gambar 3.17 Pensil ………. 37

Gambar 3.18 Bor listrik ……….. 37

Gambar 3.19 Amplas ……….. 38

Gambar 3.20 Palu ………... 38

Gambar 3.21 Evaporator ………. 39

Gambar 3.22 Kondensor ………. 39

Gambar 3.23 Kompresor ………..……….. 40

Gambar 3.24 Pipa kapiler ………... 40

Gambar 3.25 Kipas AC outdor …...………. 41

Gambar 3.26 Kerangka mesin pengering briket ………. 43

Gambar 3.27 Pemasangan triplek pada mesin pengering briket ………….. 43

Gambar 3.28 Pemasangan pintu ruang lemari pengering ……… 43

Gambar 3.29 Pemasangan pintu ruang mesin pengering …………...……. 44

Gambar 3.30 Pemasangan glass wool ………. 44

Gambar 3.31 Lubang sambungan triplek ……… 44

Gambar 3.32 Sambungan triplek sudah rapat ………. 45

Gambar 3.33 Penampil suhu digital dan termokopel ………. 46

Gambar 3.34 Stopwatch digital ……….. 46

Gambar 3.35 Timbangan digital ………. 46

Gambar 3.36 Hygrometer ………... 47

Gambar 3.37 Kipas ………. 47

Gambar 3.38 Alur pelaksanaan penelitian ……….. 48

(15)

xv

Gambar 3.39 Skematik pengambilan data ……….. 49 Gambar 4.1 Diagram P-h yang memberikan pengeringan briket tercepat.. 56 Gambar 4.2 Psychrometric chart data 1 kipas menit ke-60 ……... 58 Gambar 4.3 Grafik proses penurunan berat briket dari waktu ke waktu…. 61

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel yang digunakan untuk mengambil data ……….. 51 Tabel 4.1 Data percobaan pengeringan briket menggunakan 0 kipas ….. 53 Tabel 4.2 Data percobaan pengeringan briket menggunakan 1 kipas ….. 54 Tabel 4.3 Hasil perhitungan (M) pada setiap variasi ……….. 54 Tabel 4.4 Hasil perhitungan pada variasi tanpa kipas ………. 59 Tabel 4.5 Hasil perhitungan pada variasi 1 kipas ………... 60

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar L.1 Psychrometric chart data tanpa kipas menit ke-60 ……... 66

Gambar L.2 Psychrometric chart data tanpa kipas menit ke-120 ……... 67

Gambar L.3 Psychrometric chart data tanpa kipas menit ke-180 ……... 68

Gambar L.4 Psychrometric chart data tanpa kipas menit ke-240 ……... 69

Gambar L.5 Psychrometric chart data tanpa kipas menit ke-300 ……... 70

Gambar L.6 Psychrometric chart data tanpa kipas menit ke-360 ……... 71

Gambar L.7 Psychrometric chart data tanpa kipas menit ke-420 ………... 72

Gambar L.8 Psychrometric chart data 1 kipas menit ke-60 ………... 73

Gambar L.9 Psychrometric chart data 1 kipas menit ke-120 ………... 74

Gambar L.10 Psychrometric chart data 1 kipas menit ke-180 ………... 75

Gambar L.11 Psychrometric chart data 1 kipas menit ke-240 ………... 76

Gambar L.12 Psychrometric chart data 1 kipas menit ke-300 ………... 77

Gambar L.13 Psychrometric chart data 1 kipas menit ke-360……….. 78

Gambar L.14 Diagram P-h R134a untuk data pengeringan tercepat ……… 79

(18)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengusaha briket arang batok kelapa di Indonesia semakin berkembang dengan diikuti meningkatnya permintaan pasar yang semakin tinggi. Briket dari arang batok kelapa ini akan dapat menggantikan peran batu bara sebagai bahan bakar, karena arang batok kelapa dapat menghasilkan panas yang cukup tinggi.

Masyarakat Indonesia sudah banyak yang memanfaatkan arang briket sebagai bahan membuat api untuk membakar masakan ikan atau daging. Pemasaran arang briket tidak terbatas hanya di Indonesia saja, tetapi sampai ke Timur Tengah.

Orang-orang Timur Tengah menggunakan briket arang batok kelapa untuk mengkonsumsi ‘sisha’, yaitu semacam rokok yang dihisap melalui alat yang memiliki beberapa varian rasa. Dengan adanya berbagai manfaat tersebut, kebutuhan briket arang batok kelapa semakin meningkat, dan ini menyebabkan pengusaha briket harus menambah jumlah produksinya dengan memperhatikan efisien waktu pada proses pengeringannya. Kendala yang dihadapi pengusaha briket sekarang ini adalah saat proses pengeringan. Karena terdapat 2 tahap pengeringan briket setelah dicetak, yaitu briket selama 2 sampai dengan 3 hari dipanaskan dengan cahaya matahari dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 11.00 dan pukul 14.00 sampai dengan pukul 16.00. Setelah itu briket diangkat dan diangin-dianginkan sampai lusa dan mengulangi penjemuran dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 11.00 dan pukul 14.00 sampai dengan pukul 16.00. Setelah kadar air sudah berkurang kemudian masuk ketahap selanjutnya yaitu di oven. Pada saat musim penghujan briket hanya diangin-anginkan selama 3 sampai dengan 5 hari penuh. Briket itu jika dijemur menggunakan sinar matahari secara berlebihan akan mengalami retak sebelum melalui proses pengovenan. Jika demikian maka briket tidak bisa dipasarkan untuk dinyatakan sebagai produksi. Maka proses penjemuran dengan sinar matahari dibatasi sampai pukul 11.00.

Kelebihan dari pengeringan briket dengan menggunakan matahari yaitu murah, aman dan ramah lingkungan. Energi matahari dapat diperoleh dengan gratis.

(19)

kerugian. Briket dapat mengalami pecah atau retak jika dijemur terlalu lama. Pada saat musim hujan, energi matahari sulit diperoleh dan dimanfaatkan untuk proses pengeringan briket. Pengering dengan energi matahari juga tidak dapat dilakukan pada malam hari. Pengeringan dengan cahaya matahari adalah tahap pertama dalam pengeringan briket. Pada tahap pertama pada proses pengeringan briket ini tidak memerlukan temperatur yang tinggi.

Berbeda dengan mengeringkan briket dengan mesin listrik. Beberapa kelebihan dari mesin pengering briket dengan mesin listrik adalah mudahnya dalam pengoperasian, tidak tergantung cuaca dan dapat dipergunakan kapan saja entah pagi, siang, dan malam hari. Selain itu, suhu udara yang dihasilkan tidak terlalu tinggi sehingga briket tidak mengalami retak atau pecah. Kerugiannya dari mesin pengering listrik ini adalah borosnya energi listrik yang dipergunakan, karena besarnya daya yang digunakan cukup tinggi.

Setelah mengetahui kendala-kendala tersebut, penulis tertarik untuk merancang dan merakit alat pengering dengan sistem kompresi uap. Sistem kompresi uap menggunakan komponen – komponen utama dari mesin AC ruangan yang dijual di pasaran. Dengan alat tersebut, nantinya diharapkan dapat mengeringkan briket dengan kecepatan yang lebih baik dibandingkan matahari, dan dapat menggantikan peran matahari dalam mengeringkan briket.

1.2 Perumusan Masalah

Diperlukan adanya mesin pengering briket yang praktis, ramah lingkungan, aman dan dapat menggantikan peranan dari energi matahari dalam mengeringkan briket, baik pada musim kemarau maupun saat musim hujan. Di pasaran sebagian besar mesin pengering briket hanya menggunakan oven untuk pengeringan akhir.

Sebelum di oven briket hanya dijemur menggunakan energi matahari selama 2 sampai 3 hari mulai dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 11.00 dan mulai pukul 14.00 sampai dengan pukul 16.00. Ketika musim penghujan, briket hanya diangin- anginkan selama 3 sampai 5 hari. Bagaimana merancang dan merakit mesin pengering briket yang praktis, aman dan ramah lingkungan ?. Berapa waktu tercepat

(20)

pengeringan ?. Bagaimanakah karakteristik mesin briket tersebut ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang mesin pengering briket ini adalah :

a. Merancang dan merakit mesin pengering briket yang praktis, aman, dan ramah lingkungan.

b. Mengetahui waktu pengeringan briket tercepat yang dilakukan oleh mesin pengering sistem udara tertutup dengan berbagai variasi jumlah kipas.

c. Menentukan karakteristik mesin pengering briket yang memberikan waktu pengeringan briket tercepat.

1.4 Batasan Batasan dalam Perakitan Mesin

Batasan-batasan yang diambil dalam perakitan mesin pengering briket yaitu:

a. Mesin pengering briket bekerja dengan sistem tertutup.

b. Mesin pengering briket bekerja dengan sumber energi dari listrik.

c. Ruang pengering briket berukuran panjang 120 cm, lebar 120 cm dan tinggi 135 cm.

d. Jenis briket yang dikeringkan adalah briket yang terbuat dari arang batok kelapa dan briket dicetak menjadi bentuk kubus berukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm. Berat total untuk sekali pengeringan sebesar 50 kg.

e. Mesin pengering briket bekerja menggunakan siklus kompresi uap, dengan tambahan kipas untuk membantu mempercepat sirkulasi udara di dalam ruang pengering.

f. Mesin pengering briket menggunakan komponen utama mesin split AC yang diperoleh di pasaran, dengan daya kompresor 1 PK. Refrigeran yang digunakan adalah jenis R134a.

g. Pipa kapiler terbuat dari tembaga dengan diameter 0,8 mm dengan panjang 50 cm, dan komponen utama yang lain seperti evaporator dan kondensor ukurannya menyesuaikan dengan besarnya daya kompresor.

h. Mesin kompresi uap yang dipergunakan hanya 1.

(21)

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang mesin pengering briket, yang dapat ditempatkan di Perpustakaan atau dipublikasikan pada khalayak ramai.

b. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai referensi dalam pembuatan mesin pengering briket dengan energi listrik.

c. Dihasilkannya teknologi tepat guna berupa mesin pengering energi listrik yang dapat dipergunakan untuk mengeringkan briket.

(22)

5

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Pada dasarnya prinsip kerja pada mesin pengering briket adalah proses untuk mensirkulasikan udara kering dan panas ke dalam suatu ruang pengering. Udara basah yang berasal dari ruang pengering akan dihisap oleh kipas evaporator kemudian dimasukkan ke ruang mesin pengering dan kandungan uap air dalam udara akan di teteskan. Setelah itu udara di ruang mesin pengering akan menjadi kering dan dingin. Kemudian udara kering dan dingin akan dihisap oleh kipas kondensor untuk melewati kompresor bersuhu tinggi dan kondensor, lalu masuk ke dalam ruang pengering. Udara di dalam ruang pengering ini akan menjadi kering dan panas. Udara kering dan panas digunakan untuk mengeringkan briket basah yang berada di dalam ruang pengering yang memiliki kelembaban yang tinggi.

Udara panas dan kering akan melewati briket sehingga kandungan uap air dalam briket keluar, saat itulah briket menjadi kering . Udara kering dan panas berubah menjadi udara basah dan panas. Kipas evaporator menghisap udara basah dan panas dari ruang pengering menuju ke ruang mesin pengering. Setelah melewati evaporator, udara menjadi kering dan dingin. Uap air yang berasal dari briket tersebut diembunkan dan berubah fase menjadi cair. Air tersebut yang kemudian akan dikeluarkan melalui pipa evaporator. Kemudian udara kering dan dingin di ruang mesin pengering disirkulasikan kembali ke ruang pengering dan menjadi udara kering dan panas setelah melewati kompresor dan kondensor untuk mengeringkan briket basah.

2.1.1 Dasar Teori Pengeringan Briket

Beberapa metode pengeringan briket yang sering digunakan secara umum ada beberapa macam, diantaranya (a) pengeringan briket dengan menggunakan oven bakar (b) pengeringan briket dengan memanfaatkan cahaya matahari (c) pengeringan briket dengan menggunakan siklus kompresi uap.

(23)

a. Pengeringan briket dengan menggunakan mesin oven

Metode pengeringan dengan menggunakan mesin oven banyak digunakan oleh para pengusaha briket. Dibandingkan dengan metode pengeringan dengan memanfaatkan cahaya matahari, metode ini lebih efisien dalam hal estimasi waktu pada saat proses pengeringan. Mesin oven ini memanfaatkan panas ruangan oven yang dihasilkan dari proses pembakaran dari bahan bakar gas, minyak, kayu bakar ataupun briket itu sendiri. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran inilah yang digunakan untuk menurunkan kandungan air pada briket dan mengeringkan briket. Cara kerja pada metode ini yaitu meletakkan briket di dalam ruangan oven kemudian ruangan dipanaskan dalam keadaan pintu tertutup.

Gambar 2.1 Pengeringan briket dengan oven bakar

(Sumber : https://www.google.co.id/search?q=pengeringan+briket+denga) b. Pengeringan briket dengan memanfaatkan sinar matahari

Metode pengeringan dengan memanfaatkan cahaya matahari ini adalah yang paling sering digunakan oleh kalangan umum. Panas yang dihasilkan oleh matahari dapat menyerap air yang ada pada briket basah sehingga kadar air dalam briket akan berkurang. Tetapi seiring berkembangnya jaman dan teknologi, banyak orang mencoba untuk menciptakan mesin oven untuk pengering briket. Hal ini dikarenakan matahari tidak bisa mengeringkan briket secara penuh, selain itu juga membutuhkan estimasi waktu yang relatif lama dibanding dengan menggunakan

(24)

mesin oven, terlebih pada saat ingin mengeringkan briket cuaca mendung atau hujan.

Gambar 2.2 Pengeringan briket dengan sinar matahari

(Sumber : https://www.google.co.id/search?q=pengeringan+briket+dengan+si) c. Pengeringan briket dengan mesin dehumidifier

Metode pengeringan ini belum banyak digunakan oleh para pengusaha briket.

Mesin pengering briket ini bekerja dengan memanfaatkan proses dehumidifikasi dan pemanasan udara yang disirkulasikan di dalam lemari pengering. Udara diturunkan kelembabannya kemudian dinaikkan suhunya, lalu disirkulasikan ke dalam lemari. Udara kering dan bersuhu tinggi ini dapat menguapkan air dalam briket.

2.1.2 Prinsip Dasar Mesin Pengering

Dehumidifier merupakan suatu alat pengering yang berguna untuk mengurangi kadar air pada udara melalui proses dehumidifikasi. Proses dehumidifiasi merupakan suatu proses penurunan kadar air pada udara sehingga menjadi udara kering. Metode dehumidifikasi udara dibagi menjadi 2 metode.

Pertama, dengan menggunakan metode pendinginan udara dibawah titik embun dan menurunkan kadar air dengan cara mengkondensasi uap air yang ada diudara yang disebut refrigerant dehumidifier. Kedua, dengan menggunakan metode bahan pengering sebagai penyerap kadar air yang disebut desiccant dehumidifier.

(25)

a. Refrigerant dehumidifier

Refrigerant dehumidifier merupakan dehumidifier yang mudah didapatkan di pasaran. Pada dasarnya refrigerant dehumidifier menggunakan siklus kompresi uap, dimana evaporator akan menyerap uap air di dalam udara, sehingga udara yang keluar dari evaporator menjadi kering. Kemudian udara kering dilewatkan di kondensor agar suhunya meningkat. Kondensor mempunyai peran untuk menaikkan suhu udara menjadi udara kering yang bersuhu tinggi. Evaporator berperan untuk menurunkan suhu udara ke titik dimana akan terjadi proses kondensasi. Proses kondensasi berlangsung di evaporator, maka uap air akan menjadi cair sehingga dapat menetes ke bawah dan tertampung di suatu wadah.

Gambar 2.3 Siklus Refrigeran dehumidifier (Sumber : http://baselineinspections.com/wp-content/)

b. Desiccant dehumidifier

Prinsip kerja desiccant dehumidifier adalah kebalikan dari prinsip kerja refrigerant dehumidifier. Metode ini menggunakan bahan penyerap kelembaban berupa cair atau padat, seperti silica gel atau batu zeloid. Prinsip kerja desiccant dehumidifier yaitu udara lembab dilewatkan pada disc. Disc berbentuk seperti sarang lebah dan berisi bahan pengering (silica gel atau batu zeloit). Disc pada umumnya mempunyai dua saluran udara yang dibagi oleh sebuah pembatas.

Pertama bagian proses (75% dari lingkaram) dan yang kedua reaktivikasi (25% dari lingkaran). Disc. diputar oleh sebuah motor kecil dengan kecepatan sekitar 0,5 rpm.

Kemudian uap air di dalam udara akan di serap oleh bahan pengering yang berada di disc. Kemudian udara meninggalkan rotor dengan temperatur yang tinggi.

(26)

Disamping berputarnya disc pada bagian reaktivikasi tetap disirkulasikan udara panas dari heater. Pemanasan pada bagian reaktivikasi bertujuan untuk meregenerasi bahan pengering pada disc. Air yang terserap oleh disc pada reaktivikasi akan terlepas karena proses pemanasan dan heat exchanger bergantian menyerap uap air tersebut.

Gambar 2.4 Siklus Desiccant dehumidifier

(Sumber : https://i2.wp.com/byemould.com/wp-content/uploads/2015/12) 2.1.3 Parameter Proses Pengeringan

Untuk memahami proses dehumidifikasi ada beberapa parameter yang harus dipahami antara lain (a) suhu udara (b) laju pengeringan dan laju aliran massa udara (c) kelembaban (d) kelembaban spesifik.

a. Suhu Udara

Suhu udara merupakan keadaan panas atau dinginnya udara di suatu tempat.

Suhu udara dinyatakan panas jika suhu udara pada tempat dan waktu tertentu melebihi suhu lingkungan sekitarnya dan begitu sebaliknya untuk udara dingin.

Suhu udara sangat berpengaruh terhadap laju pengeringan. Semakin besar perbedaan antara suhu udara pengering dan suhu briket maka kemampuan untuk memindahkan kalor semakin besar, sehingga kemampuan untuk menguapkan air juga meningkat. Objek penelitian perlu diamati jika mengalami kerusakan akibat suhu udara yang terlalu panas.

(27)

b. Aliran Udara

Aliran udara pada proses pengeringan briket mempunyai fungsi membawa udara panas untuk menguapkan kandungan air pada briket serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan harus segera dibuang keluar ruang pengering agar tidak membuat jenuh udara pada ruangan yang dapat mengganggu proses pengeringan briket. Semakin besar laju aliran massa udara panas yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya untuk menguapkan massa air dari briket, namun berbanding terbalik dengan suhu udara semakin menurun.

c. Kelembaban

Kelembaban adalah jumlah kandungan air dalam udara. Udara mempunyai kelembaban udara yang tinggi apabila uap air yang dikandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Udara terdiri dari berbagai komponen antara lain udara kering, uap air, polutan, debu, dan partikel lainnnya. Udara yang banyak mengandung uap air disebut udara lembab dan sebaliknya. Alat yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban di udara biasanya menggunakan termometer bola kering dan termometer bola basah. Termometer bola kering digunakan untuk mengukur suhu udara kering sedangkan termometer bola basah digunakan untuk mengukur suhu udara basah. Pada termometer bola kering, tabung air raksa pada termometer dibiarkan kering untuk mengukur suhu udara aktual. Sedangkan termometer bola basah tabung air raksa diberi kain yang telah dibasahi dengan air agar suhu yang diukur adalah suhu saturasi atau titik jenuh.

Setelah diperoleh temperatur udara kering dan temperatur udara basah, maka dapat mencari kelembaban relatir udara. Higrometer manual yang terdapat pada termometer udara basah dan kering diputar sampai garis yang menunjukkan nilai suhu udara basah berhimpitan. Maka garis akan menunjukkan besarnya kelembaban relatif di skala kelembaban relatif. Cara lain untuk mendapatkan nilai kelembaban relatif dapat menggunakan psychrometric chart.

(28)

Gambar 2.5 Termometer kering, termometer basah dan hygrometer (Sumber : https://www.google.co.id/search?q=termometer+basah,+kering) d. Kelembaban Spesifik

Kelembaban Spesifik adalah jumlah kandungan uap air di udara dalam setiap kilogram udara kering atau perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering. Kelembaban spesifik umumnya dinyatakan dengan gram per kilogram dari udara kering (gr/kg) atau (kg/kg). Dalam sistem dehumidifier semakin besar perbandingan kelembaban spesifik sebelum masuk evaporator (Wg) dengan kelembaban spesifik setelah melewati kondensor (Wf), maka semakin banyak massa air yang berhasil diuapkan. Massa air yang berhasil diuapkan (ΔW) dapat dihitung dengan Persamaan (2.1) :

ΔW = (Wg – Wf) (2.1) Pada Persamaan (2.1):

ΔW : Massa air yang berhasil diuapkan persatuan massa udara,kg/kg Wg : Kelembaban spesifik udara sebelum masuk evaporator, kg/kg Wf : Kelembaban spesifik udara setelah melewati kondensor, kg/kg

2.1.4 Siklus Kompresi Uap

Saat ini siklus yang paling banyak digunakan pada bidang termodinamika adalah refrigeran (refrigeration). Siklus refrigeran dengan kompresi uap adalah

(29)

salah satu yang paling banyak digunakan. Siklus ini berfungsi untuk memindahkan kalor dari tempat yang memiliki temperatur rendah ke tempat yang memiliki temperatur tinggi. Fluida kerja atau yang biasa disebut refrigeran yang biasa digunakan dalam siklus kompresi uap diantaranya adalah R12, R22, R134a, dan R410. Refrigeran 134a saat ini adalah yang paling banyak digunakan karena lebih ramah lingkungan. Komponen utama pada siklus kompresi uap terdiri dari (a) kompresor, (b) pipa kapiler, (c) kondensor, dan (d) evaporator. Gambar 2.6 menyajikan skematik rangkaian komponen siklus kompresi uap. Win adalah kerja yang dilakukan kompresor. Qin adalah energi kalor yang diserap evaporator dan Qout

adalah energi yang dilepas oleh kondensor.

Gambar 2.6 Rangkaian komponen utama dari mesin siklus kompresi uap a. Kompresor

Fungsi dari kompresor adalah untuk menaikkan tekanan refrigeran.

Kompresor menghisap sekaligus memompa refrigeran sehingga refrigeran mampu bersikulasi di dalam siklus kompresi uap secara terus menerus.

b. Pipa Kapiler

Fungsi dari pipa kapiler adalah sebagai alat ekspansi, yaitu menurunkan tekanan refigeran sehingga temperatur menjadi turun. Akibat gesekan dengan pipa kapiler, maka tekanan dan temperatur menurun. Semakin kecil diameter pipa, maka akan semakin turun pula tekanan refrigeran.

c. Kondensor

Fungsi dari kondensor adalah untuk merubah fase refrigeran dari gas menjadi cair. Ada tiga proses utama yang berlangsung, yaitu penurunan suhu refrigeran dari

(30)

gas lanjut ke gas jenuh, dari gas jenuh ke cair jenuh dan proses subcooling dari cair jenuh ke cair lanjut. Pada proses ini, kalor akan dibuang melalui permukaan sirip dan proses ini berlangsung pada suhu yang tetap.

d. Evaporator

Evaporator merupakan unit yang berfungsi untuk menguapkan refrigeran dari fase campuran cair dan gas menjadi gas sebelum masuk ke kompresor.

Dalam siklus kompresi uap (Gambar 2.7 dan Gambar 2.8), refrigeran mengalami beberapa proses yang terjadi pada komponen-komponen utama siklus kompresi uap. Proses-proses tersebut yaitu :

Gambar 2.7 Siklus kompresi uap pada diagram P-h

Gambar 2.8 Siklus kompresi uap pada diagram T-s

(31)

a. Proses 1-2 merupakan proses kompresi isentropik

Tujuan dari proses 1-2 ini adalah untuk menaikkan tekanan refrigeran dari tekanan rendah ke tekanan tinggi. Proses ini berlangsung di kompresor dan berlangsung secara isentropis adiabatic (proses ideal). Refrigeran yang melewati kompresor memiliki fase gas atau gas panas lanjut, dan berupa panas lanjut bersuhu tinggi.

b. Proses 2-2a proses penurunan suhu (desuperheating)

Proses 2-2a ini terjadi sebelum memasuki kondensor dan berlangsung pada tekanan yang tetap. Proses 2-2a ini merupakan proses penurunan suhu refrigeran dari fase gas panas lanjut menjadi gas jenuh. Adanya perpindahan kalor dari refrigeran akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu.

c. Proses 2a-3a proses kondensasi

Proses 2a-3a ini adalah proses perubahan fase dari gas jenuh menjadi cair jenuh. Proses ini berlangsung pada tekanan dan suhu yang konstan. Ketika perubahan refrigeran berlangsung kalor keluar dari refrigeran karena temperatur refrigeran lebih tinggi daripada lingkungan sekitar kondensor.

d. Proses 3a-3 proses pendinginan lanjut (subcooling)

Proses 3a-3 ini merupakan proses penurunan suhu pada refrigeran setelah refrigeran memiliki kondisi cair jenuh. Proses ini berlangsung pada tekanan yang tetap atau konstan. Ada perubahan suhu dari fase cair jenuh ke cair lanjut. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan kondisi refrigeran benar-benar dalam keadaan cair.

e. Proses 3-4 proses penurunan (throthling)

Proses 3-4 ini berlangsung pada pipa kapiler. Suhu refrigeran ikut turun akibat adanya penurunan tekanan. Fase refrigeran ketika masuk pipa kapiler berbentuk cair lanjut berubah menjadi campuran antara fase cair dan gas. Proses berlangsung pada entalpi yang tetap.

f. Proses 4-1a proses penguapan (evaporation)

Proses 4-1a ini berlangsung di evaporator. Proses ini akan terjadi pada tekanan dan temperatur yang tetap. Ada kalor yang masuk dari lingkungan sekitar evaporator akibat suhu kerja evaporator yang rendah. Kalor yang masuk ini

(32)

digunakan untuk mengubah fase refrigeran dari fase campuran cair dan gas menjadi gas penuh

g. Proses 1a-1 proses pemanasan lanjut (superheating)

Proses 1a-1 ini terjadi akibat dari adanya penyerapan kalor berlanjut pada proses penguapan (4-1a), refrigeran yang masuk ke kompresor berubah fase dari gas jenuh ke gas panas lanjut, sehingga menyebabkan kenaikan tekanan dan temperature refrigeran. Manfaat dari proses ini adalah membuat kerja kompresor lebih ringan sehingga kompresor dapat lebih awet umur pemakaiannya.

2.1.4.1 Perhitungan-Perhitungan

Terdapat beberapa rumus perhitungan untuk menentukan karakteristik jenis refrigeran, antara lain :

a. Energi kalor persatuan massa yang diserap evaporator (Qin)

Energi kalor persatuan massa yang diserap oleh evaporator merupakan proses perubahan entalpi pada siklus kompresi uap dari titik 1 ke titik 4. Perubahan entalpi tersebut dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.2)

Qin = h1 – h4 (2.2)

Pada Persamaan (2.2)

Qin : Energi kalor yang diserap evaporator persatuan massa refrigeran, kJ/kg.

h1 : Nilai entalpi refrigeran saat masuk kompresor, kJ/kg.

h4 : Nilai entalpi refrigeran saat keluar pipa kapiler, kJ/kg.

b. Energi kalor persatuan massa refrigeran saat dilepas oleh kondensor (Qout) Energi kalor persatuan massa refrigeran saat dilepas oleh kondensor merupakan perubahan entalpi pada siklus kompresi uap dari titik 2 ke titik 3.

Perubahan entalpi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.3)

Qout = h2 – h3 (2.3)

Pada Persamaan (2.3)

Qout : Energi kalor yang dilepas kondensor persatuan massa refrigeran, kJ/kg.

h2 : Nilai entalpi refrigeran saat keluar kompresor, kJ/kg.

h3 : Nilai entalpi refrigeran saat masuk pipa kapiler, kJ/kg.

(33)

c. Kerja Kompresor (Win)

Kerja kompresor persatuan massa refrigeran merupakan perubahan entalpi pada siklus kompresi uap dari tiik 1 ke titik 2. Perubahan entalpi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.4)

Win = h2 – h1 (2.4) Pada Persamaan (2.4)

Win : Kerja kompresor persatuan massa refrigeran, kJ/kg.

h2 : Nilai entalpi refrigeran saat keluar kompresor, kJ/kg.

h1 : Nilai entalpi refrigeran saat masuk kompresor, kJ/kg.

d. Coefficient Of Performance (COPaktual)

Koefisien prestasi siklus kompresi uap standar adalah pembanding antara panas yang dilepas dari ruang yang didinginkan dengan kerja yang disalurkan.

Dapat dihitung dengan Persamaan (2.5)

COPaktual = Qin / Win (2.5)

Pada Persamaan (2.5)

COPaktual : Koefisien kerja mesin pendingin secara aktual.

Qin : Energi kalor yang diserap evaporator persatuan massa refrigeran, kJ/kg.

Win : kerja kompresor persatuan massa refrigeran, kJ/kg.

e. Coefficient Of Performance (COPideal)

Koefisien prestasi ideal pada siklus kompresi uap standar dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.6)

COPideal = (273,15 + TCe)/(TEc – TCe) (2.6) Pada Persamaan (2.6)

COPideal : Koefisien prestasi kerja mesin siklus kompresi uap secara ideal.

TCe : Suhu kerja evaporator, 0C.

TEc : Suhu kerja kondensor,0C.

f. Efisiensi Mesin Pendingin

Efisiensi dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.7)

(34)

Efisiensi = (COPaktual / COPideal) x 100% (2.7) Pada Persamaan (2.7)

COPaktual : Koefisien prestasi mesin siklus kompresi uap secara aktual.

COPideal : Koefisien prestasi mesin siklus kompresi uap secara ideal.

2.1.5 Psychrometric Chart

Psychrometric chart adalah grafik yang digunakan untuk menentukan proses-proses yang terjadi pada udara di suatu tempat.sebuah diagram yang didalamnya terdapat sifat-sifat dari udara. Dengan psychrometric chart, dapat diketahui sifat-sifat udara dengan mengetahui setidaknya 2 sifat udara yang lainnya.

Sebagai contoh, sebuah ruangan memiliki suhu udara basah dan suhu udara kering tertentu, dengan mengetahui dua suhu tersebut maka dapat ditentukan sifat-sifat lainnya seperti RH, W, volume spesifik, enthalpy, dan Tdp. Sifat-sifat udara yang lain tersebut dapat diketahui dengan cara mencari titik perpotongan garis dua besaran yang telah diketahui dan pada titik tersebut dapat dilihat sifat-sifat lainnya.

2.1.5.1 Parameter-Parameter Psychrometric Chart a. Dew-Point Temperature (Tdp)

Tdp atau temperatur titik embun adalah suhu dimana uap air di dalam udara mulai mengembun saat suhu udara diturunkan atau didinginkan.

b. Dry-bulb Temperature (Tdb)

Tdb atau temperatur bola kering adalah suhu yang didapat dari pengukuran termometer dengan bulb pada keadaan kering (tidak dilapisi kain basah).

c. Wet-bulb Temperature (Twb)

Twb atau temperatur bola basah adalah suhu yang didapat dari pengukuran termometer dengan bulb pada keadaan basah (dilapisi kain basah).

d. Entalpi (h)

Entalpi adalah besarnya energi yang dimiliki suatu benda yang nilainya tergantung dari suhu dan tekanan benda tersebut.

(35)

e. Volume Spesifik (SpV)

Volume spesifik adalah volume udara campuran per satuan kilogram udara kering (m3/kg).

f. Kelembaban Spesifik (W)

Kelembaban spesifik adalah kandungan berat uap air yang terkandung dalam satu kilogram udara kering (kgair/kgudara).

g. Kelembaban Relatif (RH)

Kelembaban relatif adalah perbandingan massa uap air dengan massa uap air maksimal yang terdapat pada udara pada kondisi udara tersebut.

Gambar 2.9 Parameter dalam Psychrometric chart

(Sumber : https://4.bp.blogspot.com/-zZumTJjjrgs/WpaduAxiZTI/.png)

(36)

Gambar 2.10 Psychrometric chart (Sumber : http://flycarpet.net/en/PsyOnline) 2.1.5.2 Proses-Proses Pada Psychrometric Chart

Proses-proses yang dapat digambarkan pada psychrometric chart adalah (1) proses pemanasan (heating), (2) proses pendinginan (cooling), (3) proses dehumidifying, (4) proses humidifying, (5) proses pendinginan dan penurunan kelembaban (cooling and dehumidifying), (6) proses pendinginan dan menaikkan kelembaban (cooling and humidifying), (7) proses pemanasan dan penurunan kelembaban (heating and dehumidifying), (8) proses pemanasan dan menaikkan kelembaban (heating and humidifying).

Gambar 2.11 Proses-proses dalam psychrometric chart

(Sumber : https://www.google.co.id/search?q=PROSES+PROSES)

(37)

1. Proses pemanasan (heating)

Proses pemanasan adalah proses penambahan kalor sensibel ke udara. Terjadi peningkatan temperatur bola kering, bola basah, volume spesifik dan entalpi pada proses ini. Kelembaban relatif mengalami penurunan, sedangkan temperatur titik embun dan kelembaban spesifik tidak berubah atau konstan

Gambar 2.12 Proses Heating 2. Proses pendinginan (cooling)

Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor sensibel dari udara sehingga temperatur udara mengalami penurunan. Temperatur udara kering, bola basah dan volume spesifik mengalami penurunan pada proses ini, dan kelembaban relatif mengalami kenaikan. Sedangkan kelembaban spesifik dan temperatur titik embun tidak berubah atau konstan.

Gambar 2.13 Proses Cooling

(38)

3. Proses dehumidifying

Proses dehumidifying merupakan proses pengurangan kandungan uap air pada udara tanpa merubah temperatur bola kering sehingga terjadi penurunan entalpi, titik embun, temperature bola basah dan kelembaban spesifik.

Gambar 2.14 Proses dehumidifing 4. Proses humidifying

Proses humidifying merupakan proses penambahan kandungan air udara tanpa merubah suhu bola kering sehingga terjadi kenaikkan entalpi, titik embun, temperatur bola basah, dan kelembaban spesifik.

Gambar 2.15 Proses Humidifying

5. Proses pendinginan dan penurunan kelembaban (cooling and dehumidifying) Proses pendinginan dan penurunan kelembaban ini merupakan proses penurunan kalor sensibel dan penurunan kalor laten ke udara. Penurunan temperatur bola kering, bola basah, titik embun, entalpi, volume spesifik dan kelembaban

(39)

spesifik terjadi pada proses ini. Sedangkan kelembaban relatif dapat meningkatkan ataupun menurun tergantung dari prosesnya.

Gambar 2.16 Proses cooling dan dehumidifying

6. Proses pendinginan dan menaikkan kelembaban (cooling and humidifying) Proses pendinginan dan menaikkan kelembaban merupakan proses menurunkan temperatur udara dan menaiknya kandungan uap air udara. Proses ini mengakibatkan temperatur bola kering dan volume spesifik mengalami penurunan, sedangkan temperatur bola basah, titik embun, kelembaban relative dan kelembaban spesifik mengalami kenaikan.

Gambar 2.17 Proses cooling and humidifying

7. Proses pemanasan dan penurunan kelembaban (heating and dehumidifying) Proses pemanasan dan penurunan kelembaban ini merupakan proses kenaikan temperatur bola kering dan penurunan kandungan uap air pada udara. Proses ini

(40)

mengakibatkan kelembaban spesifik, kelembaban relative, entalpi, dan temperatur bola basah mengalami penurunan.

Gambar 2.18 Proses heating and dehumidifying

8. Proses pemanasan dan menaikkan kelembaban (heating and humidifying) Proses pemanasan dan menaikkan kelembaban merupakan proses dinaikkannya temperatur udara dan penambahan kandungan uap air. Terjadi kenaikan kelembaban spesifik, entalpi, temperatur bola basah dan temperatur bola kering.

Gambar 2.19 Proses heating and humidifying

2.1.5.3 Proses-Proses Pada Pengering Briket Dalam Psychrometric Chart Proses-proses pada pengeringan briket dalam psychrometric chart adalah sebagai berikut (a) proses pendinginan (cooling), (b) proses pendinginan dan

(41)

penurunan kelembaban (cooling and humidifying), (c) proses pemanasan (heating), (d) proses pendinginan dan kelembaban (cooling and dehumidifying).

Gambar 2.20 Proses pengeringan briket pada psychrometric chart a. Proses A – A’ : Proses pendinginan (cooling)

Pada proses pendinginan, udara kering mengalami penurunan temperatur karena udara mengandung banyak uap air yang diambil dari briket basah, sehingga udara kering berubah menjadi udara basah. Pada proses ini, udara basah akan masuk melalui evaporator. Kadar uap air dalam proses ini dalam kondisi yang konstan, dan adanya uap air melalui proses pengembunan.

b. Proses A’ – B : Proses pendinginan dan penurunan kelembaban (cooling and dehumidifying)

Pada proses ini, evaporator telah dilewati oleh udara basah. Karena kandungan uap air diembunkan di evaporator dan mengalami penurunan temperatur, maka udara mengalami penurunan kadar uap air. Proses ini menghasilkan udara kering bertemperatur rendah.

c. Proses B – D : Proses pemanasan (heating)

Pada proses ini, kompresor dan kondensor akan dilalui oleh udara kering bertemperatur rendah. Udara mengalami kenaikkan temperatur tanpa ada

(42)

penambahan kadar uap air. Proses ini menghasilkan udara kering yang bertemperatur tinggi.

d. Proses D – A : Proses pendinginan dan pelembaban (cooling and humidifying) Pada proses ini, briket akan dilalui oleh udara kering bertemperatur tinggi.

Udara kering yang bertemperatur tinggi akan mampu menguapkan uap air di dalam briket. Proses ini menghasilkan udara basah yang mengalami penurunan temperatur.

Gambar 2.21 Proses udara yang terjadi pada mesin pengering

Untuk mengetahui laju pengeringan briket oleh mesin pengering briket, dapat digunakan Persamaan (2.8) :

𝒂𝒊𝒓

=

Mt

Pada Persamaan (2.8) :

air : Laju pengeringan briket, (kgair/menit)

(2.8)

(cooling and humidifying)

(cooling and dehumidifying)

(heating)

(43)

M : Massa air yang berhasil diambil oleh udara dari briket yang dikeringkan, (kgair)

t : Waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan

Untuk menentukan laju aliran udara pada mesin pengering briket dapat digunakan Persamaan (2.9) :

udara

=

Wair

=

air

Wg − Wf

Pada Persamaan (2.9) :

udara : Laju aliran massa udara, (kgudara/menit) ṁair : Laju pengeringan briket, (kgair/menit)

W : Massa air yang berhasil diuapkan persatuan massa udara, (kgair/kgudara) Wg : Kelembaban spesifik udara sebelum masuk evaporator, kg/kg

Wf : Kelembaban spesifik udara setelah melewati kondensor, kg/kg

Untuk menentukan debit aliran udara yang masuk ke ruang pengering dapat dihitung dengan Persamaan (2.10) :

Q =

udara

udara

Pada Persamaan (2.10) :

Q : Debit aliran udara yang masuk ke ruang pengering ṁudara : Laju aliran massa udara, (kgudara/menit)

udara : Massa jenis udara, (1,2kg/m3)

2.2 Tinjauan Pustaka

Bernando dan Ambarita (2014) telah melakukan penelitian tentang unjuk kerja mesin pengering pakaian dengan menggunakan AC ruangan. Mesin pengering ini menggunakan AC ruangan berdaya 1 PK. Mesin pengering pakaian ini dalam bekerjanya menggunakan siklus kompresi uap. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi usaha loundry dan pada penggunaan efisiensi energi listrik dapat diaplikasikan untuk skala kecil maupun besar. Komponen mesin pengering terdiri dari : kompresor, evaporator, kondensor, dan pipa kapiler. Fluida (2.9)

(2.10)

(44)

kerja yang digunakan adalah refrigeran HCFC-22. Jenis kompresor yang digunakan adalah kompresor sudu luncur. Hasil penelitian menunjukkan COP sebesar 5,093 dengan daya kompresor 1,03 kW. Juga diperoleh fraksi uap sebesar 0,008, dengan kecepatan refrigerant yang mengalir pada pipa kapiler sebesar 10,989 m/dt. Dengan faktor gesek sebesar 0,0186 dimana diperoleh panjang pipa kapiler sebesar 0,0366 meter.

Wibowo Kusbandono, PK Purwadi (2016) telah melakukan penelitian tentang pengaruh adanya kipas yang mengalirkan udara melintasi kondensor terhadap COP dan efisiensi mesin pendingin showcase, menjelaskan tentang pengaruh aliran udara melalui atau di seluruh kondensor terhadap karakteristik rendaman pendinginan. Aliran udara melintasi kondensor dalam penelitian ini dilakukan oleh kipas yang terpasang di dekat kondensor. Karakteristik pendinginan yang diperiksa meliputi Coefficien of Performance (COP) dan efisiensi. Penelitian dilakukan pada pekerjaan pendinginan showcase dengan menggunakan siklus kompresi uap. Siklus kompresi uap, memiliki komponen utama: kompresor, evaporator, tabung kapiler dan kondensor. Komponen lainnya adalah memasang filter dan kontrol suhu alat di dalam ruang dingin. Kompresor dari showcase yang digunakan memiliki kekuatan 1/6 PK, sementara ukuran komponen utama lainnya menyesuaikan dengan jumlah daya kompresor. Refrigeran R134a yang digunakan adalah ramah lingkungan. Variasi penelitian dilakukan terhadap jumlah penggemar yang bekerja yang digunakan dalam aliran udara kondensor yang melewati: (a) tanpa kipas kipas (b) 1 bekerja dan (c) 2 kipas bekerja. Penggemar aliran udara sejuk yang digunakan masing-masing memiliki tenaga: 63 watt. Ukuran ruang pamer: 170 cm x 55 cm x 40 cm. Beban pendinginan berupa 20 botol air dengan volume per 1 liter sebotol air. Hasil penelitian: aliran udara yang melewati efek kondensor pada nilai COP dan efisiensi mesin menunjukkan: (1) ke kondensor tanpa kipas angin, nilai COP 3,23 dan efisiensi 0,76 (2) pada kondensor dengan 1 kipas angin, nilai COP 3,56 dan efisiensi 0,77 dan (3) ke kondensor dengan 2 kipas angin, nilai COP 3,80 dan efisiensi 0,81

Kurniandy Wijaya, PK Purwadi (2016) telah melakukan penelitian tentang mesin pengering handuk dengan energi listrik, menjelaskan tentang : (a) merancang

(45)

dan merakit mesin pengering handuk dengan energi listrik dan (b) mengetahui waktu yang diperlukan mesin pengering untuk mengeringkan 20 handuk secara serentak. Mesin pengering handuk yang dirakit mempergunakan mesin yang bekerja dengan siklus kompresi-uap. Komponen utama siklus kompresi-uap meliputi: kompresor, evaporator, kondensor dan pipa-kapiler. Kompresor rotari yang dipergunakan memiliki daya sebesar ½ HP. Komponen utama yang lain, ukurannya menyesuaikan dengan besarnya daya kompresor yang dipergunakan.

Fluida kerja yang dipergunakan pada mesin siklus kompresi-uap: R134a. Selain mempergunakan mesin siklus kompresi-uap, mesin pengering juga mempergunakan satu buah alat penukar kalor. Mesin pengering bekerja dengan menggunakan sistem-terbuka. Variasi penelitian dilakukan terhadap kondisi awal handuk yang akan dikeringkan: (a) hasil perasan tangan dan (b) hasil perasan mesin-cuci. Handuk terbuat dari katun, dengan ukuran 30 cm x 75 cm x 1,4 mm.

Jumlah handuk yang dikeringkan sebanyak 20 sekaligus. Ukuran ruang pengering handuk : 150 cm x 90 cm x 156 cm.Hasil penelitian menunjukkan (a) mesin pengering handuk dapat bekerja dengan baik, dengan kondisi udara rata-rata di dalam ruang pengering memiliki suhu udara bola-kering (Tdb): 53,7 oC, suhu udara bola-basah(Twb): 28 oC, dan kelembaban relative udara (RH) sekitar: 13%. (b) Untuk 20 handuk dengan kondisi awal hasil perasan tangan, memerlukan waktu pengeringan 165 menit, dengan massa awal handuk basah 4,833 kg sampai menjadi massa handuk kering 1,779 kg. (2) untuk handuk dengan kondisi awal hasil perasan mesin cuci, memerlukan waktu pengeringan 45 menit untuk 20 handuk, dengan massa awal handuk basah 2,575 kg sampai menjadi massa handuk kering 1,777 kg.

Arif Kurniawan (2016) telah melakukan penelitian tentang studi eksperimen pemanfaatan panas buang kondensor untuk pemanas air, menjelaskan tentang pengaruh penggunaan 3 variasi ukuran diameter pipa kondensor terhadap performa atau koefisien prestasi (COP) pada suatu mesin pendingin. Metode penelitian menggunakan studi eksperimen dengan parameter yang diuji adalah temperatur (T) dan tekanan (P) pada mesin pendingin yang diukur pada saat pipa kondensor dikenai pembebanan air. Variabel eksperimen adalah air pada pembebanan pipa kondensor dan diameter pipa kondensor (D). Hasil analisa data penelitian

(46)

menunjukkan COP mesin pendingin semakin naik dengan bertambahnya ukuran diameter dan pembebanan air pada pipa kondensor, yang nilainya masing-masing:

(1) D=0,00318 m, beban air 0 L, COP=1,96; beban air 0,6 L, COP=2,26; beban air 1,8 L, COP=2,28; beban air 3 L, COP=2,33; (2) D=0,00476 m, beban air 0 L, COP=2,18; beban air 0,6 L, COP=2,29; beban air 1,8 L, COP=2,38; beban air 3 L, COP= 2,46; (3) D=0,00635 m, beban air 0 L, COP=2,48; beban air 0,6 L, COP=2,56; beban air 1,8 L, COP=2,67; beban air 3 L, COP=2,74. Dari hasil penelitian ini dapat membuktikan dan menunjukkan hasil yang signifikan bahwa adanya pengaruh penggunaan diameter pipa kondensor dan pembebanan air terhadap performa mesin pendingin, yaitu adanya kenaikan nilai COP mesin pendingin

Handayani dkk (2014) telah melakukan penelitian tentang unjuk kerja mesin pengering jahe dengan menggunakan AC split dengan daya 1 PK. Mesin pengering ini dalam bekerjanya menggunakan siklus kompresi uap sistem terbuka dengan ditambah heater. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi suhu dan kelembaban udara, kapasitas dan kemampuan pengeringan. Komponen mesin pengering terdiri dari : kompresor, evaporator, kondensor, katup ekspansi dan heater. Fluida kerja yang digunakan adalah refrigerant R22. Ruang pengeringan berbentuk kotak dan memiliki 3 susun rak, masing masing rak berukuran 50 cm x 50 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralatan mampu menghasilkan udara dengan temperatur udara masuk ruang pengering 60oC dan RH hingga 0% serta menurunkan kadar air dari 36% hingga menjadi 0,1% dalam waktu 7 jam.

(47)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Alat penelitian menggunakan mesin pengering briket yang memiliki ukuran 120 cm x 120 cm x 135 cm dengan benda uji briket berbentuk kubus dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm. Berat briket untuk sekali pengeringan sekitar 50 kg.

Gambar 3.1 adalah skematik mesin pengering briket yang dijadikan objek penelitian.

Gambar 3.1 Skematik mesin pengering briket

(48)

Keterangan Gambar 3.1 a. Evaporator

b. Kompresor c. Kondensor d. Pipa kapiler e. Kipas

f. Selang water output g. Penampung air h. Briket

i. Filter

Gambar 3.2 Briket yang dikeringkan

Bahan utama untuk pembuatan briket adalah arang dari batok kelapa, arang kayu, tepung kanji dan abu, dengan komposisi arang batok kelapa 70%, arang kayu 20%, tepung kanji 5% dan abu 5%. Abu yang digunakan adalah abu hasil residu dari mesin crusher batok kelapa atau kayu, yang berguna untuk menambah massa briket. Briket yang dijadikan objek penelitian ini memiliki bentuk kubus dengan dimensi ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm. Volume briket sebesar 15,625 cm3dengan berat per briket 19 gram. Berat per briket didapat dari total briket dalam 1 kali penelitian sebanyak sekitar 50 kg, dibagi dengan jumlah briket sebanyak 2631 buah.

Satu buah briket memiliki massa jenis sebesar 1216 kg/m3. Jumlah rak yang diperlukan saat proses pengeringan briket adalah 10 buah rak, dengan ketentuan 1

(49)

rak briket untuk menampung 5 kg briket. Rata-rata massa awal briket basah saat proses penelitian adalah sekitar 50 kg dan massa akhir briket kering adalah sekitar 44,2 kg. Susunan briket saat dikeringkan adalah dengan cara menyusun rak secara vertikal seperti yang terlihat pada Gambar 3.4 berikut ini.

Gambar 3.3 Susunan briket yang dikeringkan

3.2 Pembuatan Mesin dan Alat Pendukung Penelitian 3.2.1 Pembuatan Mesin

3.2.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan lemari mesin pengering briket, antara lain :

a. Gerinda potong

Gerinda potong digunakan untuk memotong besi hollow dan siku pada proses pembuatan kerangka lemari pengering.

Gambar 3.4 Gerinda potong

(50)

b. Mesin las listrik

Mesin las listrik digunakan dalam pembuatan rangka lemari pengering.

Dengan memakai proses pengelasan untuk penyambungan besi, diharapkan rangka yang dibuat akan memiliki kontrsuksi yang kuat dan tahan lama.

Gambar 3.5 Mesin las listrik c. Palu las

Palu las digunakan untuk membersihkan lapisan-lapisan yang melindungi sambungan las. Lapisan tersebut berfungsi untuk melindungi ketika pengelasan tidak terkena oksigen, sehingga sambungan las tidak mudah korosi.

Gambar 3.6 Palu las d. Kaca mata las

Kaca mata las digunakan untuk melindungi mata agar tidak terkena langsung oleh cahaya dan asap yang ditimbulkan ketika proses pengelasan.

(51)

Gambar 3.7 Kaca mata las e. Kuas cat

Alat pengecat kerangka digunakan untuk memberi cat yang bertujuan untuk melapisi kerangka agar tidak mudah korosi.

Gambar 3.8 Kuas cat f. Tang jepit

Tang digunakan untuk mencabut paku yang bengkok pada saat membuat pintu lemari pengering.

Gambar 3.9 Tang jepit

(52)

g. Obeng

Obeng digunakan untuk memasang dan mengencangkan baut. Obeng yang digunakan adalah obeng plus (+).

Gambar 3.10 Obeng h. Pisau cutter

Pisau cutter digunakan untuk memotong gabus yang digunakan untuk membuat saluran masuk udara dari ruang pengering ke evaporator.

Gambar 3.11 Pisau cutter i. Double tape

Double tape digunakan sebagai perekat gabus dengan gabus dan gabus dengan evaporator.

Gambar 3.12 Double tape

(53)

j. Plester kertas

Plester kerats digunakan untuk memperkuat dan menutupi sela-sela lubang saluran masuk udara ke evaporator agar kuat dan rapat.

Gambar 3.13 Plester kertas k. Mesin gergaji triplek

Gergaji triplek digunakan untuk memotong triplek yang akan digunakan untuk membuat lemari mesin dan pintu lemari.

Gambar 3.14 Mesin gergaji triplek l. Gergaji besi

Gergaji besi digunakan untuk melubangi triplek sebagai tempat alat ukur hygrometer.

Gambar 3.15 Gergaji besi

(54)

m. Meteran

Meteran digunakan untuk mengukur panjang suatu benda. Dalam proses pembuatan mesin pengering briket meteran digunakan mengukur panjang besi hollow, besi siku, tripek dan kayu.

Gambar 3.16 Meteran n. Pensil

Pensil digunakan untuk menandai pada besi, triplek dan kayu ketika bahan tersebut akan dipotong.

Gambar 3.17 Pensil o. Bor listrik

Bor listrik digunakan untuk membuat lubang pada besi dan triplek untuk sebagai lubang penanaman baut. Sehingga triplek dapat terpasang pada kerangka mesin. Bor listrik juga digunakan untuk melubangi triplek ketika akan membuat lubang tempat alat ukur hygrometer.

Gambar 3.18 Bor listrik

(55)

p. Amplas

Amplas digunakan untuk menghaluskan triplek setelah dipotong dengan gergaji.

Gambar 3.19 Amplas q. Palu

Palu digunakan untuk memukul paku pada proses pembuatan pintu lemari pengering.

Gambar 3.20 Palu 3.2.1.2 Bahan

a. Evaporator

Evaporator merupakan unit yang berfungsi untuk menguapkan refrigeran dari fase cair dan gas menjadi gas sepenuhnya sebelum masuk ke kompresor.

Evaporator yang digunakan memiliki spesifikasi panjang 65 cm, lebar 16 cm dan tinggi 23,5 cm. Evaporator ini berjenis pipa bersirip, pipa berbahan alumunium dengan diameter pipa 6,20 mm dan jarak antar pipa 13 mm. Bahan sirip adalah alumunium dengan jarak antar sirip 1 mm. Evaporator ini cocok digunakan dengan daya kompresor 1 PK.

(56)

Gambar 3.21 Evaporator b. Kondensor

Kondensor merupakan suatu alat penukar kalor yang berfungsi mengkondisikan refrigeran dari fase uap panas lanjut menjadi fase cair. Agar dapat berubah fase dari uap menjadi cair diperlukan suhu di sekitar ruang pengering lebih rendah dari suhu refrigeran sehingga dapat terjadi pelepasan kalor di sekitar kondensor. Kondensor yang digunakan ini memiliki panjang 68 cm, lebar 25 cm dan tinggi 42 cm. Kondensor ini berjenis pipa bersirip, pipa berbahan alumunium dengan diameter pipa 6 mm dan jarak antar pipa 13 mm. Bahan sirip adalah alumunium dengan jarak antar sirip 1 mm. Dari hasil pengukuran didapat jarak pipa evaporator sampai ke kondensor adalah 102 cm. Kondensor ini dapat bekerja sama dengan kompresor yang memiliki daya 1 PK.

Gambar 3.22 Kondensor

(57)

c. Kompresor

Kompresor merupakan alat yang berfungsi untuk menaikkan tekanan refrigeran dan mensirkulasikan refrigeran ke komponen siklus kompresi uap yang lainnya melalui pipa-pipa dengan cara menghisap dan memompa refrigeran.

Kompresor yang digunakan pada penelitian ini adalah kompresor jenis rotary, dan menggunakan freon R134a. Kompresor ini memiliki daya sebesar 1 PK.

Gambar 3.23 Kompresor d. Pipa kapiler

Pipa kapiler merupakan alat yang berfungsi untuk menurunkan tekanan refrigeran dari tekanan tinggi ke tekanan rendah sebelum masuk ke evaporator.

Ketika tekanan refrigeran mengalami penurunan maka temperatur refrigeran juga mengalami penurunan. Dari hasil pengukuran, diketahui ukuran diameter pipa kapiler sebesar 0,8 mm. Pipa kapiler ini berbahan tembaga dengan panjang 50 cm.

Gambar 3. 24 Pipa kapiler

(58)

e. Kipas

Dalam penelitian ini menggunakan kipas AC outdoor merk Shining sebanyak 1 buah, seperti yang terlihat pada Gambar 3.26. Kipas dengan arus DC ini memiliki daya sebesar 16 watt, dengan diameter sebesar 33 cm dan memiliki 3 buah sudu.

Dengan alat ukur tachometer, diketahui kipas ini memiliki putaran sebesar 1300 rpm.

Gambar 3. 25 Kipas AC outdoor f. Besi hollow dan besi siku

Besi hollow digunakan untuk pembuatan kerangkan lemari pengering sedangkan besi siku digunakan sebagai penguat bagian bawah lemari pengering.

g. Triplek partikel

Triplek partikel digunakan sebagai penutup luar kerangka dan sebagai penutup pintu lemari pengering.

h. Kayu

Kayu digunakan untuk membuat kerangka pintu lemari pengering.

i. Glass wool

Glass wool digunakan untuk menutupi bagian tepi pintu terhadap kerangka lemari pengering agar pintu tertutup dengan rapat.

j. Baut

Baut digunakan merekatkan triplek dengan kerangka lemari pengering dan merekatkan engsel pintu dengan pintu lemari pengering dan engsel pintu dengan kerangka lemari pengering.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mewujudkan  penyelenggaraan pemerintahan yang berhasil dan  bebas  dari  KKN  melalui  media  Pelaporan  Akuntabilitas  Kinerja  Instansi 

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENERAPAN GAYA MENGAJAR

Hasil evaluasi bibit varian yang diregenerasikan dari embrio somatik insensitif AF hasil seleksi in vitro dalam media dengan penambahan AF menunjukkan bahwa dua dari tiga

Asam fusarat dihasilkan oleh banyak spesies dari genus Fusarium dan merupakan toksin yang tidak spesifik pada inang tertentu, dapat menimbulkan gejala layu pada beberapa

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, dengan melakukan penelitian

Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan

Terutama dalam penggunaan rumus rasional, perhitungan debit banjir itu dengan asumsi bahwa debit maksimum itu terjadi bilamana curah hujan pada titik terjauh dari