iv ABSTRAK
HAK WARIS BAGI PELAKU DAN ANAK-ANAK DARI PERKAWINAN GELAHANG BARENG/NEGENPADA MASYARAKAT BALI DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ADAT BALI
Masyarakat Bali pada umumnya dalam melaksanakan upacara pernikahan pihak purusa(laki-laki) memiliki peran andil yang sangat besar dibandingkan dengan pihak pradana (perempuan). Tetapi pada upacara perkawinan Gelahang Bareng/Negen tidak seperti pada umumnya. Perkawinan Gelahang Bareng/Negen adalah salah satu sistem perkawinan di Bali yang berbeda dari biasanya karena baik suami maupun istri bertindak sebagai purusa. perkawinan Gelahang Bareng/Negen merupakan pergeseran budaya dan pengecualian aturan dari sistem kekeluargaan di Bali yang bersifat patrilinial yang apabila dilaksanakan akan berpengaruh pada sistem kewarisan dan sistem kekeluargaan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis dan merumuskan, memahami dan memperoleh gambaran hak waris pelaku dan anak-anak serta kedudukan pasangan dan anak yang lahir dari Perkawinan Gelahang Bareng/Negen di Daerah Bali dalam perspektif hukum adat Bali.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis, yaitu menuliskan fakta-fakta dan memperoleh gambaran menyeluruh mengenai hak waris dan kedudukan pelaku dan anak-anak yang melaksanakan perkawinan Gelahang Bareng/Negen di daerah Bali dalam perspektif hukum adat Bali. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yaitu mengutamakan pencarian data sekunder dengan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode analisis data dengan yuridis kualitatif yaitu dengan menginventarisir, menyusun secara sistematis, menghubungkan satu sama lain terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan berlakunya ketentuan peraturan hukum adat yang berlaku.
Hak waris bagi pelaku dari perkawinan Gelahang Bareng/Negen ini adalah kedua pasangan suami istri berhak menerima warisan yang diwariskan oleh kedua orangtuanya baik warisan yang berwujud materiil dan immateriil. Juga dengan anak yang dihasilkan dari pasangan yang melakukan perkawinan ini berhak untuk menerima harta dari kedua orangtuanya baik harta adat maupun harta kekayaan namun lebih baik apabila dilaksanakan berdasarkan suatu perjanjian. Kedudukan pasangan suami istri dan anak yang dilahirkan dari pasangan yang melangsungkan perkawinan Gelahang Bareng/Negen ini akan tetap menjadi purusa (laki-laki) sehingga baik laki-laki maupun perempuan yang melakukan perkawinan tersebut masih harus tetap melaksanakan kewajiban (swadharma) maupun hak (swadikara) baik di keluarga maupun diBanjarmasing-masing.