HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, PENDAPATAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA PEDAGANG HIDANGAN
ISTIMEWA KAMPUNG (HIK) DI PASAR KLIWON DAN JEBRES KOTA SURAKARTA
Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
IMANDA AMALIA J 410 050 016
Pembimbing I : Dr. Bhisma Murti, MSc, MPH, Ph.D Pembimbing II: Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
ABSTRAK IMANDA AMALIA. J 410 050 016
HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, PENDAPATAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA PEDAGANG HIDANGAN ISTIMEWA KAMPUNG (HIK) DI PASAR KLIWON DAN JEBRES KOTA SURAKARTA
xvi+47
Upaya masyarakat mengatasi penyakit menular, masih berorientasi pada penyembuhan penyakit, hal ini dirasa kurang efektif karena banyak mengeluarkan biaya. Upaya yang lebih efektif adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan berperilaku hidup sehat. Namun, hal ini ternyata belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat. Pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) di Pasar Kliwon dan Jebres belum berperilaku hidup besih dan sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan, pendapatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang HIK di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres. Metode penelitian menggunakan rancangan observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan exhaustive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 subjek. Analisis statistik menggunakan uji chi square. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pedagang HIK berperilaku kurang sehat 75% dan sehat 25%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pendidikan dan PHBS (p= 0,003) dan ada hubungan antara pendapatan dan PHBS (p = 0,049).
Kata kunci : PHBS, Pedagang HIK, Pendidikan, Pendapatan. Kepustakaan : 33, 1992-2009
Surakarta, November 2009 Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, Ph.D Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes(Epid)
NIP. 132 125 727 NIK: 863
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
iii @ 2009
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul :
HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, PENDAPATAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA PEDAGANG HIDANGAN ISTIMEWA KAMPUNG (HIK) DI PASAR KLIWON DAN JEBRES
Disusun Oleh : Imanda Amalia NIM : J 410 050 016
Telah kami setujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta, November 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, Ph.D Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes(Epid)
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul :
HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, PENDAPATAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA PEDAGANG HIDANGAN ISTIMEWA KAMPUNG (HIK) DI PASAR KLIWON DAN JEBRES
Disusun Oleh : Imanda Amalia NIM : J 410 050 016
Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skipsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 10 November 2009 dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Tim Penguji.
Surakarta, November 2009
Ketua Penguji : Dr. Bhisma Murti, MSc, MPH, Ph.D ( )
Anggota Penguji I : Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes(Epid)( )
Anggota Penguji II : Azizah Gama Trisnawati, SKM, M.Pd( )
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
MOTTO
Kemuliaan orang adalah agamanya, harga dirinya (kehormatannya adalah akalnya, sedangkan ketinggian kedudukannya adalah akhlaqnya
(HR. Ahmad dan Al-Hakim)
Allah telah Memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada Ibu dan Bapakmu. Janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah perkataan yang mulia kepada mereka. (Al-Isra: 23)
Kebajikan itu adalah akhlaq yang baik dan dosa itu adalah sesuatu yang
merisaukan dirimu dan kamu tidak senang bila diketahui orang lain (HR. Muslim)
Bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi tidak cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan perubahan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan.
(Mario Teguh)
Barang siapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizhalimi lalu memaafkan dan mendzalimi lalu beristigfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka
tergolong orang-orang yang memperolah hidayah (HR. Baihaqi)
Alloh selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim) (HR.Ahmad)
vii
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini ku persembahkan untuk :
Umat Islam, sebagai wujud hormatku pada Rasulullah SAW, atas
perjuangan beliau untuk selalu menjadi insan yang bermanfaat bagi manusia lain
Ustad/Ustadzah dan Dosen tercinta sebagai wujud terima kasihku atas limpahan ilmu yang bermanfaat didunia maupun diakhirat....
Jazakumulloh khoiral jaza
Bapak dan Mamak ku, sebagai wujud rasa hormat dan tanda baktiku, serta terimakasih atas doa yang terus mengalir, kasih sayang, pengorbanan, dan
nasihat yang selalu menyejukkan kalbuku Sahabat dan teman seperjuanganku di Assalaam, HTI, dan Tarbiyah atas
ukhuwah dunia akhiratnya....
Teman-teman seperjuangan KESHMASY ‘05, terimakasih atas canda tawa, suka duka mengarungi 4 tahun bahtera menuntut ilmu
RIWAYAT HIDUP
Nama : Imanda Amalia
Tempat/Tanggal Lahir : Mataram, 25 Mei 1987 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Swasembada III/17 Kekalik Ampenan Lombok NTB 83115
Riwayat Pendidikan : 1. Lulus SDN 07 Mataram tahun 1999 2. Lulus MTs Assalaam tahun 2002 3. Lulus SMA Assalaam tahun 2005
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb
Alhamdulillahhirobbil’alamin yang selalu penulis panjatkan atas nikmat dan berkah yang senantiasa Allah SWT limpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Antara Pendidikan, Pendapatan Dan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Pedagang Hidangan Istimewa Kampung (HIK) Di Pasar Kliwon Dan Jebres”.
Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan dalam menempuh derajat S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dalam pembuatan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Arif Widodo, A.Kep, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Staf.
2. Ibu Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid) selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Bapak Dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid) selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Orang tua ku tercinta, terima kasih atas dukungan, semangat dan saran-sarannya yang diberikan padaku yang tak henti-hentinya.
7. Ustad dan Ustadzah Assalaam tercinta khususnya Ustadzah Elly Damaiwati, Ustadzah Aswit Saccarosa dan Ustadzah Yanik Khizanatul, tauladan yang selalu menyemangati dengan nasihat-nasihat emasnya.
8. Teman-teman pengabdian, jazakumulloh khoiran katsiran atas persahabatan dunia akhiratnya.
9. Teman-teman Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas semangat dakwahnya. 10. Ibu Dr. Diffah Hanim, MSi dan Ibu dr. Anik Lestari, M.Kes atas ilmu,
semangat dan tauladan dalam menuntut ilmu dalam penelitian.
11. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ’05 khususnya Ririn Darmasih, Ratih Wahyu Susilo, Riana Maharendrani, Dewi Indah, Aria Datik dan yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan pelangi cerita bahagia selama perkuliahan.
12. Seluruh responden pedagang HIK Pasar Kliwon dan Jebres yang telah meluangkan waktu dan pengalaman hidupnya sehingga penelitian dapat terselesaikan dengan baik.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan didunia maupun diakhirat kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Amin.
Wassalamu’alaikum wr wb.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HAK CIPTA ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan... 8
B. Pendapatan ... 9
C. Pengertian Perilaku Kesehatan... 10
D. Bentuk-bentuk Perilaku Kesehatan... 12
E. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Kesehatan... 15
F. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat... 15
G. Tujuan dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat... 16
H. Indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga... 16
I. PHBS di Tempat Kerja... 17
J. Hubungan Pendidikan Dengan Perilaku Hidup Sehat... 18
K. Hubungan Pendapatan Dengan Perilaku Hidup Sehat... 19
L. Hidangan Istimewa Kampung... 19
M. Kerangka Teori... 21
N. Kerangka Konsep... 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B. Subjek Penelitian... 23
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23
D. Populasi dan Sampel ... 23
E. Variabel Penelitian ... 24
F. Definisi Operasional Variabel ... 25
G. Pengumpulan Data ... 26
H. Langkah-langkah Penelitian... 27
I. Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29
1. Keadaan Geografi... 29
2. Batas Wilayah Kota Surakarta ... 31
3. Keadaan Demografi ... 31
B. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 32
1. Umur ... 32
2. Jenis Kelamin ... 32
3. Lama Bekerja ... 32
4. Pendapatan Pedagang HIK... 33
5. Kondisi Lingkungan... 33
C. Hasil Analisis Univariat ... 36
1. Pendidikan Pedagang HIK ... 36
2. Pendapatan Pedagang HIK ... 37
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 37
D. Hasil Analisis Bivariat ... 38
1. Hubungan Pendidikan Dengan PHBS... 38
2. Hubungan Pendapatan Dengan PHBS ... 39
BAB V PEMBAHASAN A. Hasil Analisis ... 40
1. Pendidikan Pedagang HIK ... 40
2. Pendapatan Pedagang HIK ... 41
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 42
4. Hubungan Pendidikan Dengan PHBS... 43
5. Hubungan Pendapatan Dengan PHBS ... 46
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 49 B. Saran... 49 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Luas Wilayah 5 Kecamatan di Kota Surakarta... 29
2. Luas Wilayah di Kecamatan Pasar Kliwon ... 30
3. Luas Wilayah di Kecamatan Jebres... 30
4. Distribusi Pedagang HIK Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32
5. Pendapatan Pedagang HIK ... 33
6. Kondisi Lingkungan Rumah Pedagang HIK... 33
7. Distribusi Pedagang HIK Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 36
8. Distribusi Pendapatan Pedagang HIK ... 37
9. Distribusi Pedagang HIK Berdasarkan PHBS... 37
10. Hubungan Antara Pendidikan Dengan PHBS ... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden 2. Kuesioner Pengumpulan Data
DAFTAR SINGKATAN
BTA : Bakteri Tahan Asam
CFR : Case Fatality Rate CDR : Case Detection Rate
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dinkes Jateng : Dinas Kesehatan Jawa Tengah
HIK : Hidangan Istimewa Kampung IPM : Index Pembangunan Manusia ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
P2MPL : Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan SD : Sekolah Dasar
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah indeks yang mengukur pencapaian keseluruhan negara. Pencapaian ini meliputi 3 indikator yaitu tingkat pendidikan, derajat kesehatan dan kemampuan ekonomi masyarakat. Pemeliharaan kesehatan masyarakat akan memacu produktifitas kinerja masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia (Dinkes, 2009).
Guna mewujudkan hal tersebut, Departemen Kesehatan telah merencanakan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan (Depkes RI, 2009).
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, salah satunya ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat (Dinkes Jawa Tengah, 2006). Upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal tersebut, pembangunan lebih diarahkan pada perubahan perilaku masyarakat.
Sebagian besar masalah kesehatan, dalam hal penyakit yang timbul pada manusia, disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Penyakit menular seperti TBC dan diare lebih sering terjadi pada perilaku masyarakat kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungan, sehingga menjadi tempat perkembangbiakan dan sumber penularan penyakit (Kusumawati, 2004). Penyakit menular seperti TBC dan diare adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam waktu relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit ini diproritaskan mengingat sifat menularnya bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian besar (Widoyono, 2008).
tahun 2007 (70,1%) terjadi penurunan. Hasil tersebut belum mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 70% (Dinkes, 2009).
Hasil pengamatan Murti, dkk (2007) di Jawa Tengah banyak penderita TBC yang masih aktif berdagang di pasar dan tempat umum lainnya seperti Hidangan Istimewa Kampung (HIK). Hal ini sangat berisiko terhadap kesehatan masyarakat umum. Rendahnya angka penemuan TBC berarti masih banyak kasus TBC yang belum terdeteksi dan belum terobati sehingga dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan sekitar para penderita tersebut (Dinkes Jawa Tengah, 2007).
Berdasarkan laporan hasil pengamatan penyakit diare selama tahun 2008, ditemukan kasus diare sebanyak 12.253 (38,11%) dari perkiraan jumlah kasus diare, padahal cakupan penemuan yang diharapkan adalah 80%. Kasus diare mempunyai korelasi dengan perilaku masyarakat dan penyediaan kualitas air. Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan diare adalah upaya promosi perilaku hidup bersih dan sehat pada para pedagang makanan (Dinkes, 2009).
Menurut Budihardja (2004), berdasarkan beberapa survei di Dinas Kesehatan, masyarakat yang berperilaku hidup sehat masih kurang dari 10%. Kurangnya perilaku hidup sehat itu mengundang munculnya kebiasaan-kebiasaan tidak sehat di masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan itu cenderung mengabaikan keselamatan diri dan lingkungan sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit.
Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat Surakarta masih perlu ditingkatkan. Rumah tangga berPHBS pada tahun 2008 baru mencapai 12,37% pada strata paripurna. Jika dibandingkan pada tahun 2007, yang mencapai 14,77%, maka tahun 2008 terjadi penurunan. Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat adalah dengan peningkatan promosi perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat khususnya para pedagang makanan (Dinkes, 2009).
Perilaku hidup seseorang, termasuk dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari orang itu sendiri, pengaruh orang lain yang mendorong untuk berperilaku baik atau buruk, maupun kondisi lingkungan sekitar yang dapat mendukung terhadap perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2005).
terjangkau. Namun, perdagangan HIK biasa berada ditepi-tepi atau pojok jalan tercemar dan tidak sehat. Kondisi tersebut berisiko terhadap terjadinya penularan penyakit dikarenakan faktor lingkungan yang tidak sehat. Penyakit menular yang terjadi antara lain TBC dan diare yang mudah menyerang pada semua kelompok umur.
(Murti, 2009).
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) di Pasar Kliwon dan Jebres ditemukan bahwa pedagang HIK belum berperilaku hidup besih dan sehat. Hal ini dikarenakan di tempat kerja pedagang HIK belum menjaga kebersihan peralatan alat makan dan minum, masih terdapat kualitas fisik sumber air yang tidak memenuhi syarat dan belum semua mempunyai saluran air kotor.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Apakah ada hubungan antara pendidikan, pendapatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres Kotamadia Surakarta?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan
Mengetahui hubungan antara pendidikan, pendapatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres Kotamadia Surakarta
2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui pendidikan pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres Kotamadia Surakarta.
b. Mengetahui pendapatan pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres Kotamadia Surakarta.
d. Menganalisis hubungan antara pendidikan dan PHBS pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK).
e. Menganalisis hubungan antara pendapatan dan PHBS pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK).
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan
Menambah wacana/informasi mengenai hubungan antara pendidikan, pendapatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2. Bagi masyarakat
Sebagai informasi tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan mencegah penularan penyakit.
3. Bagi Dinas Kesehatan Surakarta
Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya promosi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi masyarakat.
4. Bagi peneliti lain
Sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya tentang hubungan antara pendidikan, pendapatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
E. Ruang Lingkup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan menerima informasi kesehatan dari media massa dan petugas kesehatan. Banyak kasus kesakitan dan kematian masyarakat diakibatkan rendahnya tingkat pendidikan penduduk. Suatu laporan dari negara bagian Kerala di India Utara menyatakan bahwa status kesehatan disana sangat baik, jauh diatas rata-rata status kesehatan nasional. Setelah ditelusuri ternyata tingkat pendidikan kaum wanitanya sangat tinggi diatas kaum pria (Widoyono, 2008).
Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya mempunyai wawasan luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya (Dinkes Jawa Tengah, 2007).
sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular (Sander, 2005).
Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Pada perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah angka kematian bayi dan kematian ibu (Widyastuti, 2005).
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap menuju perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian menentukan pilihan dalam pelayanan kesehatan dan menerapkan hidup sehat. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Depkes RI, 1999).
Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan, cara berfikir, baik dalam cara pengambilan keputusan maupun dalam pembuatan kebijakan. Semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin baik pengetahuan tentang kesehatan (Hastono, 1997).
B. Pendapatan
rumah tangga juga mempengaruhi kecepatan untuk meminta pertolongan apabila anggota keluarganya sakit (Widoyono, 2008).
Menurut Grossman dalam Murti (2005) terdapat perbedaan antara upah minimum dengan pendapatan, jika pendapatan adalah uang yang diterima tanpa bekerja permintaan untuk modal kesehatan mungkin lebih kecil karena pendapatan tidak secara langsung mengurangi status kesehatan. Pendapatan yang diterima tidak secara langsung berhubungan dalam memberi keuntungan atau kerugian atau memberi manfaat kesehatan. Akibatnya, tingkat optimalisasi dalam permintaan kesehatan untuk setiap individu menurun dan penurunan dalam permintaan perawatan kesehatan.
Menurut Faturrahman dan Mollo (1995) tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah jenis pekerjaan, pendidikan formal kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan lain-lain (Sumiarto, 1993).
C. Pengertian Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organism) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan (Simons-Morton et al.,
atau aktifitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Mubarok et.al (2007) perilaku seseorang/masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari orang atau masyarakat yang bersangkutan, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perilaku manusia secara operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 macam domain, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan nyata/perbuatan.
Menurut Machfoed (2005), perilaku sehat adalah perilaku yang didasarkan oleh prinsip-prinsip kesehatan. Perilaku adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, sikap) maupun bersikap aktif (tindakan yang nyata).
Menurut Machfoed (2005), pengertian perilaku kesehatan mempunyai dua unsur pokok, yaitu:
1. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis) 2. Stimulus atau rangsangan, terdiri dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan
D. Bentuk-bentuk Perilaku Kesehatan
Perilaku manusia menurut Notoatmodjo (2005), dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku Tertutup (Convert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku Terbuka (Overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan atau peraktik ini dapat diamati orang lain dari luar “observable behavior”. Contoh: seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya ke puskesmas atau bidan praktik.
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2005), mencakup: 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit
yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
Perilaku terhadap sakit dan penyakit yang dilakukan manusia, sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit antara lain berupa:
b. Perilaku pencegahan penyakit (Health preventions behavior).
Misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya, juga termasuk perilaku untuk menularkan penyakit kepada orang lain.
c. Perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior). Yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantra, dokter praktek, RS dan sebagainya), maupun kefasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe).
d. Perilaku pemulihan kesehatan (Health rehabilitations), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya.
makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan.
4. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan (environmental health behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Perilaku ini meliputi :
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dari air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya.
E. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kesehatan
Menurut Lawrene Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), perilaku ditentukan 3 faktor yaitu:
1. Faktor Predisposisi (Predisforsing Factors)
Faktor yang dapat memudahkan atau memprodisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
3. Faktor Penguat (Reinforsing Factors)
Tokoh masyarakat merupakan faktor penguat bagi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat peraturan perundang-undangan, Surat Keputusan dari para pejabat pemerintah daerah atau pusat juga termasuk faktor penguat perilaku.
F. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006).
G. Tujuan dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemauan masyarakat agar hidup sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Dinkes, 2006).
H. Indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga
Dalam tatanan rumah tangga, yang menjadi indikator PHBS adalah (Dinkes, 2006):
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 2. Imunisasi dan penimbangan
3. Jamban keluarga 4. Air bersih
5. Penanganan sampah 6. Kebersihan kuku 7. Gizi keluarga
9. Informasi PMS/AIDS
10. JPKM/Dana sehat/Askes lainnya.
Indikator lingkungan menurut Dinkes (2006), dalam PHBS, meliputi: 1. Terdapat jamban, termasuk penggunaan dan pemeliharaanya
2. Terdapat air bersih dan pemanfaatan untuk kesehatan 3. Terdapat tempat sampah dan pengelolaannya
4. Terdapat saluran pembuangan air limbah dan pengelolaannya 5. Terdapat ventilasi
6. Kepadatan penghuni 7. Lantai bukan tanah
I PHBS Di Tempat Kerja
PHBS di tempat kerja merupakan upaya memberdayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat kerja sehat. Penerapan PHBS di tempat kerja diperlukan untuk menjaga, memelihara dan mempertahankan kesehatan pekerja agar tetap sehat dan produktif (Dinkes, 2009).
Syarat tempat umum yang sehat menurut Dinkes (2009) yaitu: 1. Mengkonsumsi makanan bergizi
2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 3. Tidak merokok di tempat kerja
4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 5. Menggunakan air bersih
6. Memberantas jentik di tempat kerja 7. Menggunakan jamban
8. Membuang sampah pada tempatnya
J. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Hidup Sehat
Menurut hasil penelitian Ulfa (2009) pada 48 siswa-siswi SDN Pajagalan I dan SDN Pajagalan II yang bertempat tinggal di Kelurahan Pajagalan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua terhadap PHBS anak di SDN Pajagalan I dan SDN Pajagalan II di Kabupaten Sumenep.
Hasil penelitian Kusumawati (2004) dengan sampel sebanyak 175 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Joyotakan Surakarta mengemukakan bahwa ada hubungan antara pendidikan kepala keluarga dengan PHBS.
Makin positif sikap ibu terhadap kebersihan lingkungan, maka makin tinggi pula kualitas perilaku hidup sehat ibu dan sebaliknya makin negatif sikap ibu terhadap kebersihan lingkungan, maka makin buruk pula perilaku hidup sehatnya dalam keluarga.
K. Hubungan Pendapatan dengan Perilaku Hidup Sehat
Hasil penelitian Zaahara yang dilakukan di Bekasi (2001), status sosial ekonomi yang meliputi (1) jenis pekerjaan, (2) pendidikan, (3) pemilikan aset dan (4) prestis berupa penghormatan masyarakat dilihat dari kedudukan formal, informal maupun lembaga adat dan agama mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan perilaku hidup sehat ibu dalam keluarga. Makin tinggi status sosial ekonomi ibu, maka makin tinggi pula atau semakin baik perilaku hidup sehat ibu dan sebaliknya semakin rendah tingkat sosial ekonomi ibu makin buruk perilaku hidup sehatnya.
L. Hidangan Istimewa Kampung/HIK
Dalam lingkup Joglosemar (Jogja – Solo – Semarang), warung ini dikenal sangat akrab bagi rakyat, karena mayoritas penikmatnya adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah. Di kota semarang warung ini disebut dengan sego kucing, di Jogjakarta ini disebut dengan angkringan
makanan kecil, 3 buah teko atau biasa disebut dengan ceret dan yang menjadikan warung ini disebut sego kucing adalah bungkusan nasi yang berisi nasi sekepel (segenggaman orang dewasa) dengan lauk ikan teri, makanan seperti ini identik dengan makanan kucing sehingga masyarakat lebih mudah mengingat sebagai sego kucing (Anonim, 2009).
Keunikan dari warung ini adalah dimana tidak hanya sebagai tempat masyarakat mencari makanan, namun merupakan arena berkumpul untuk membicarakan apapun yang dapat dibahas di sini tanpa perlu memikirkan pedagang akan mengusirnya, walaupun hanya membeli teh satu gelas. Kenikmatan seperti inilah yang biasanya tidak didapatkan di restauran atau tempat makan lainnya, atas dasar keinginan untuk berbagi dan bersilaturahmi maka terjalinlah keakraban di bawah tenda kuning bernama warung sego kucing, di sini semuanya dapat dibicarakan dan biasanya antara pedagang dan pembeli atau pembeli dan pembeli akan membahas berita yang sedang menjadi pembicaraan umum saat itu, semua dapat berbicara baik pedagang, tukang becak yang ada di sana hingga mahasiswa dan pemuda-pemudi yang berwawasan luas. Ada satu keunikan yang sering terjadi pada masyrakat yang berkumpul di warung ini, ketika semua bahan pembicaraan habis maka muncul inisiatif pembicaraan yang bermula dari bungkus nasi yang biasanya terbuat dari kertas koran (Anonim, 2009).
makanan akan terasa intim ketika duduk saling berhimpit dengan konsumen lainnya, mengambil makanan dan dekatnya pedagang dengan konsumen menimbulkan interaksi yang kadang sulit didapatkan di lain tempat. Menurut penuturan pedagang HIK, mereka berdagang tujuannya untuk menambah persaudaraan, menyediakan tempat bagi pengunjung yang ingin makan murah dan lengkap, dengan modal senyuman semuanya bisa menjadi akrab dan guyub (Anonim, 2009).
M. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori (Sumber: Notoatmodjo, 2005)
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Faktor Pendukung
• Sarana-sarana kesehatan
Faktor Pendorong
• Sikap petugas kesehatan
• Perilaku petugas kesehatan
Faktor Predisposisi
• Pengetahuan
• Sikap
• Kepercayaan
• Norma sosial
N. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
O. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan dan PHBS pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK).
2. Ada hubungan antara pendapatan dan PHBS pada pedagang hidangan istimewa kampung (HIK).
Pendidikan Pedagang HIK Pendapatan Pedagang HIK
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan cross sectional
karena variabel bebas dan variabel terikat diambil dalam waktu bersamaan sekaligus pada saat itu (point time approach) (Pratiknya, 2001).
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) yang berdagang dan bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres.
C. Waktu dan Tempat
Waktu penelitian dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2009. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres, Surakarta, Jawa Tengah.
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi
2. Sampel
Analisis dalam penelitian ini adalah analisis bivariat, maka sampel yang digunakan minimal 30 sampel. Data yang didapat akan dianalisis dengan uji statistik chi square.
3. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode exhaustive sampling yaitu peneliti melakukan survei kepada seluruh populasi sumber (Murti, 2006).
E. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah gejala yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang menjadi fokus penelitian. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel bebas
Pendidikan dan pendapatan pedagang hidangan istimewa kampung (HIK).
2. Variabel terikat
F. Definisi Operasional Variabel
1. Pendidikan
a Definisi: jenjang pendidikan formal yang telah ditamatkan responden dengan mendapatkan ijasah.
b Alat ukur: dengan menggunakan pedoman waancara dan dilakukan dengan wawancara.
c Skala pengukuran: kategorikal 0 = tidak sekolah sampai SD 1 = SMP sampai SMA 2 = Perguruan Tinggi (PT) 2. Pendapatan
a Definisi: seluruh uang yang diperoleh keluarga responden dalam satu bulan baik dari hasil pekerjaan maupun pendapatan lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b Alat ukur: dengan menggunakan pedoman wawancara dan dilakukan dengan wawancara.
c Skala pengukuran: kontinu diubah menjadi kategorikal 0 = di bawah UMR
1 = di atas atau sama dengan UMR 3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
b Alat ukur: dengan menggunakan pedoman wawancara, dilakukan dengan wawancara dan pengamatan/observasi.
c Skala pengukuran: kategorikal 0 = kurang sehat
1 = sehat
G. Pengumpulan Data 1. Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu pendapatan dan data kualitatif yang meliputi tingkat pendidikan pedagang HIK. 2. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari wawancara dan pengamatan langsung dengan subjek penelitian dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.
3. Cara pengumpulan data
H. Langkah-langkah Penelitian 1. Jalannya penelitian
Jalannya penelitian meliputi 4 tahap, yaitu: a. Tahap persiapan
Tahap tahap persiapan dilakukan pada bulan pertama yang dilaksanakan antara minggu ke-tiga sampai minggu ke-empat bulan Agustus 2009. Pada tahap tersebut dilaksanakan revisi proposal dan survei tempat penelitian di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada minggu ke-tiga Agustus hingga minggu ke-dua September 2009. Pada tahap pelaksanaan dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Wawancara dilakukan dengan mendatangi tiap tempat tinggal dan tempat kerja subjek penelitian.
c. Tahap analisis data
Analisis data dilaksanakan pada minggu ke-tiga sampai minggu ke-empat bulan September 2009. Kuesioner yang telah terkumpul dilakukan pencatatan skor masing-masing kuesioner, diteruskan dengan memasukkan data menggunakan software
analisis data untuk menentukan korelasi antara variabel yang akan diukur.
d. Tahap penyelesaian akhir
Tahap akhir terdiri dari penulisan laporan dan penyajian hasil. Penulisan laporan dilaksanakan pada minggu ke-empat bulan September 2009.
2. Pengolahan data
Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan software komputer yaitu SPSS versi 17.
I. Analisis data 1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel yang diteliti.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel dependen dan sebuah variabel independen. Untuk menguji hubungan antara variabel variabel bebas dengan variabel terikat digunakan analisis statistik dengan uji chi square. Dasar pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan tingkat signifikansi (nilai p), yaitu:
a. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan geografi
Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara
110˚45’15’’-110˚45’35’’ dengan luas wilayah 44,04 Km2. Luas
wilayah dari 5 Kecamatan di Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel 1
[image:46.595.204.475.390.497.2]sebagai berikut:
Tabel 1. Luas Wilayah 5 Kecamatan di Kota Surakarta
Kecamatan Luas Wilayah Kecamatan Laweyan
Kecamatan Serengan Kecamatan Pasar Kliwon Kecamatan Jebres Kecamatan Banjarsari
8,64 Km2 3,19 Km2 4,82 Km2 12,58 Km2 14,81 Km2 Total 44,04 Km2
Berdasarkan Tabel 1 diketahui kecamatan yang memiliki luas
wilayah paling besar adalah Kecamatan Banjarsari sedangkan
kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan
Serengan.
Luas wilayah Kecamatan Pasar Kliwon 4,815 Km2 memiliki
9 Kelurahan. Luas wilayah dari 9 Kelurahan di Kecamatan Pasar
Tabel 2. Luas Wilayah di Kecamatan Pasar Kliwon
Kelurahan Luas Wilayah Kelurahan Joyosuran
Kelurahan Semanggi Kelurahan Pasar Kliwon Kelurahan Gajahan Kelurahan Baluarti
Kelurahan Kampung Baru Kelurahan Kedung Lumbu Kelurahan Sangkrah Kelurahan Kauman
0,540 Km2 1,668 Km2 0,360 Km2 0,339 Km2 0,407 Km2 0,306 Km2 0,551 Km2 0,452 Km2 0,192 Km2
Total 4,815 Km2
Berdasarkan Tabel 2 diketahui kelurahan yang memiliki luas
wilayah paling besar adalah Kelurahan Semanggi sedangkan
kelurahan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kelurahan
Kauman
Luas wilayah Kecamatan Jebres 12,582 Km2 memiliki 11
Kelurahan. Luas wilayah dari 11 Kelurahan di Kecamatan Jebres
dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Luas Wilayah di Kecamatan Jebres
Kelurahan Luas Wilayah Kelurahan Kepatihan Kulon
Kelurahan Kepatihan Wetan Kelurahan Sudiroprajan Kelurahan Gandekan Kelurahan Sewu
Kelurahan Pucang Sawit Kelurahan Jagalan
Kelurahan Purwodiningratan Kelurahan Tegalharjo
Kelurahan Jebres Kelurahan Mojosongo
0,175 Km2 0,225 Km2 0,320 Km2 0,350 Km2 0,350 Km2 1,270 Km2 0,650 Km2 0,373 Km2 0,325 Km2 3,170 Km2 5,329 Km2
[image:47.595.204.462.550.738.2]Berdasarkan Tabel 3 diketahui kelurahan yang memiliki luas
wilayah paling besar adalah Kelurahan Mojosongo sedangkan
kelurahan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kelurahan
Kepatihan Kulon.
2. Batas wilayah Kota Surakarta
Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar dan Boyolali
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar
Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar
3. Keadaan demografi
Jumlah penduduk di Kota Surakarta sebesar 554.630 jiwa.
Wilayah dengan penduduk terpadat adalah Kecamatan Serengan
19.394 jiwa/Km2 sedangkan wilayah dengan kepadatan terendah
adalah Kecamatan Jebres 10.271 jiwa/Km2.
Kecamatan Pasar Kliwon mempunyai jumlah penduduk 85.593
jiwa. Kelurahan dengan penduduk terpadat adalah Kelurahan
Semanggi 31.715 jiwa/Km2 sedangkan wilayah dengan kepadatan
terendah adalah Kelurahan Kauman 3.233 jiwa/Km2.
Kecamatan Jebres mempunyai jumlah penduduk 136.762 jiwa.
Kelurahan dengan penduduk terpadat adalah Kelurahan Mojosongo
40.872 jiwa/Km2 sedangkan wilayah dengan kepadatan terendah
B. Gambaran Umum Pedagang HIK 1. Umur
Hasil penelitian menunjukkan umur pedagang HIK rata-rata
adalah 41 tahun dengan umur termuda 21 tahun dan umur tertua 54
tahun.
2. Jenis Kelamin
Tabel 4. Distribusi Pedagang HIK Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 31 77,5
Perempuan 9 22,5
Total 40 100
Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui jenis kelamin pedagang
HIK sebagian besar berjenis kelamin yaitu laki-laki 31 orang (77,5%)
dan perempuan hanya 9 orang (22,5%).
3. Lama bekerja
Hasil penelitian menunjukkan lama bekerja pedagang HIK
rata-rata adalah 5 tahun dengan lama bekerja terbaru 1 bulan dan terlama
20 tahun. Para pedagang HIK sebagian besar berdagang dimalam hari
yaitu 35 orang (87,5%) dan hanya sebagian kecil berdagang malam
4. Pendapatan Pedagang HIK
Tabel 5. Pendapatan Pedagang HIK
Variabel n Mean SD Min Maks Pendapatan
Perhari (Rp)
40 43.125 37.067 10.000 200.000
Pendapatan Perbulan (Rp)
40 1.121.250 963.740 260.000 5.200.000
Gambaran subjek penelitian berdasarkan pendapatan dari
penelitian ini adalah diperoleh hasil pada tabel 5 bahwa pendapatan
perhari tertinggi pedagang HIK yaitu Rp. 200.000 dan pendapatan
terendah Rp.10.000. Sedangkan pendapatan perbulan tertinggi
pedagang HIK yaitu Rp.5.200.000 dan pendapatan terendah
Rp. 260.000.
5. Kondisi Lingkungan
Tabel 6. Kondisi Lingkungan Rumah Pedagang HIK
Frekuensi Persentase Kriteria
n %
a.Dinding rumah 1). Anyaman bambu 2). Papan/seng 3). Batu bata
b. Cahaya matahari di dalam rumah 1). Cukup
2). Kurang
c. Jendela dibuka di dalam rumah 1). Ya
2). Tidak
d. Lubang ventilasi udara selain jendela 1). Ada
2). Tidak ada e.Rumah berlantai
f. Kondisi lantai 1). Kering dan kotor 2). Basah dan kotor
g.Terdapat air bersih dari PAM 1). Ya
2). Tidak
h.WC/kakus terletak lebih dari 5 meter dari tempat pembuangan/penyimpanan HIK 1). Ya
2). Tidak
i. Terdapat tempat pembuangan sampah 1). Ya
2). Tidak
j. Terdapat tempat pembuangan air limbah 1). Ya 2). Tidak 27 13 33 7 8 32 31 9 32 8 67.5 32.5 82.5 17.5 20 80 77.5 22.5 80 20
Berdasarkan tabel 6 di atas bahan dasar dinding rumah
pedagang HIK yaitu 4 rumah dari anyaman bambu (10%) , 10 rumah
dari papan/seng (25%) dan 26 rumah dari batu bata (65%). Para
pedagang HIK dapat berisiko terpapar ISPA dikarenakan masih
terdapat 4 rumah dari anyaman bambu (10%) dan 10 rumah dari
papan/seng (25%). Penyebab terpapar ISPA dikarenakan debu yang
berasal dari bahan dasar dinding dapat masuk ke saluran pernafasan.
Sirkulasi rumah pedagang HIK seperti 20 rumah cukup cahaya
matahari didalam (50%), 19 rumah membuka jendela setiap hari
(47,5%), 32 rumah memiliki lubang ventilasi lain selain jendela
(80%). Sirkulasi udara rumah pedagang HIK belum optimal karena
masih terdapat 21 rumah (52,5%) yang tidak membuka jendela setiap
hari minimal 1 kali dipagi hari.
Lantai rumah pedagang HIK yaitu 7 rumah dari tanah (17,5%),
ubin/keramik (40%). Para pedagang HIK dapat berisiko terpapar,
penyakit cacingan, ISPA dan gangguan pernafasan lainnya
dikarenakan masih terdapat 17,5% dari tanah. Hal ini dikarenakan
adanya telur-telur cacing yang ada ditanah, gangguan ISPA
dikarenakan adanya debu yang berasal dari tanah dapat masuk
kesaluran pernafasan. Keadaan ini diperparah dengan kondisi lantai
rumah pedagang HIK yaitu 27 rumah (67,5%) dengan kondisi lantai
kering serta kotor dan 13 rumah (32,5%) dengan kondisi lantai basah
serta kotor.
Ketersediaan air bersih rumah pedagang HIK sudah cukup
bagus dikarenakan 33 rumah (82,5%) telah mendapat air dari PAM
namun masih terdapat 7 rumah (17,5%) yang tidak mendapat air
bersih dari PAM. Pedagang HIK yang belum mendapat air bersih dari
PAM dapat terpapar penyakit diare karena air yang kurang bersih
mengandung kuman-kuman penyakit. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Robert (2005) bahwa di wilayah Asia Tenggara, akses
yang kurang terhadap air bersih merupakan faktor yang turut
berkontribusi terhadap kematian dan kesakitan karena diare.
Letak WC/kakus di rumah pedagang HIK sebagian besar 32
rumah (80%) kurang terletak lebih dari 5 meter dari tempat
pembuangan/penyimpanan HIK. Hal ini mengakibatkan
terkontaminasinya hidangan HIK yang akan dijual kepada para
(22,5%) yang tidak memiliki tempat pembuangan sampah dan 8
rumah (20%) yang tidak memiliki tempat pembuangan limbah rumah
tangga.
C. Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui gambaran
karakteristik responden yang meliputi:
1. Pendidikan Pedagang HIK
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh adanya variasi tingkat
pendidikan pedagang HIK. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No.0306/V/1995, tentang pelaksanaan wajib belajar
pendidikan dasar adalah 9 tahun, maka pendidikan responden dapat
dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 7. Distribusi Pedagang HIK Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak Sekolah 6 15,0
SD 16 40,0
SLTP 5 12,5
SLTA 13 32,5
Total 40 100
Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dari
penelitian ini adalah diperoleh hasil pada tabel 4 bahwa sebagian
besar pedagang HIK berpendidikan dasar yaitu sebanyak 16 orang
terdapat pedagang HIK yang tidak sekolah yaitu sebanyak 6 orang
(15%).
[image:54.595.176.506.680.744.2]2. Pendapatan Pedagang HIK
Tabel 8. Distribusi Pendapatan Pedagang HIK
Pendapatan Frekuensi (n) Persentase (%)
< Rp 780000 16 40,0
≥ Rp 780000 24 60,0
Total 40 100
Berdasarkan tabel 8 diatas diketahui pendapatan rata-rata
pedagang HIK Rp.780.000. Pendapatan pedagang HIK ≥ Rp. 780.000
adalah 24 orang (60%) dan < Rp. 780.000 adalah 16 orang (40%).
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) berdasarkan
hasil wawancara diperoleh, skor minimal 10 dan skor maksimal 100.
Setelah dikategorikan berdasarkan 15 pertanyaan perilaku yang
meliputi 10 perilaku yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan
dan 5 indikator lingkungan di tempat kerja menurut Dinkes (2009),
maka perilaku yang sehat adalah ≥ 70 skor jawaban, cukup sehat
adalah antara 35 sampai 65 skor jawaban dan kurang sehat < 35 skor
jawaban. Kategori PHBS dapat dilihat pada tabel 9
Tabel 9. Distribusi Pedagang HIK Berdasarkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS Frekuensi (n) Persentase (%)
Kurang Sehat 30 75,00
Sehat 10 25,00
Tabel 9 diatas menunjukkan pedagang HIK sebagian besar
berperilaku kurang sehat sebanyak 30 orang (75%) dan hanya 10
orang (25%) yang berperilaku sehat.
D. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Hubungan antara pendidikan dengan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) pada pedagang HIK dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PHBS
Kurang sehat Sehat Variabel
N % n %
X2 p
Tingkat pendidikan
[image:55.595.155.520.363.460.2]- SD/ tak sekolah 20 50,0 2 5,0 10,1 0,003 - SLTP/ SLTA 10 25,0 8 20,0
Tabel 10 menunjukkan proporsi PHBS berdasarkan tingkat
pendidikan yaitu pedagang HIK berpendidikan SLTP/ SLTA
memiliki PHBS lebih baik daripada pedagang HIK berpendidikan
SD/tak sekolah. Pedagang HIK yang berperilaku sehat lebih banyak
yang berpendidikan SLTP/SLTA yaitu 8 orang (20%) daripada yang
berpendidikan SD/tak sekolah yaitu hanya 2 orang (5%). Berdasarkan
proporsi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat pendidikan dengan PHBS dengan nilai p
2. Hubungan Pendapatan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Hubungan pendapatan dengan PHBS dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Hubungan Pendapatan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PHBS
Kurang sehat Sehat Variabel
N % n %
X2 p
Tingkat pendapatan
[image:56.595.148.506.197.296.2]- < Rp 780000 12 30,0 5 12,5 4,25 0,049 - ≥ Rp 780000 11 27,5 12 30,0
Tabel 11 menunjukkan proporsi PHBS berdasarkan tingkat
pendapatan yaitu pedagang HIK yang berpendapatan ≥ Rp 780000
memiliki PHBS lebih baik daripada pedagang HIK yang
berpendapatan < Rp 780000. Pedagang HIK yang berperilaku sehat
lebih banyak yang berpendapatan ≥ Rp 780000 yaitu 12 orang (30%)
daripada yang berpendapatan < Rp 780000 yaitu hanya 5 orang
(12,5%). Berdasarkan proporsi tersebut menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan dengan PHBS
BAB V PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis
1. Pendidikan Pedagang HIK
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya variasi tingkat
pendidikan pedagang HIK. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No.0306/V/1995, tentang pelaksanaan wajib belajar
pendidikan dasar adalah 9 tahun, diperolah bahwa sebagian besar
pedagang HIK berpendidikan dasar yaitu sebanyak 16 orang (40%)
sedangkan pedagang yang berpendidikan SLTA 13 orang (32,5%),
SLTP 5 orang (12,5%) dan masih terdapat pedagang HIK yang tidak
sekolah yaitu sebanyak 6 orang (15%).
Pendidikan sebagian besar pedagang HIK rendah karena
sebanyak 16 orang (40%) hanya sampai berpendidikan SD. Hal ini
mempengaruhi kualitas PHBS karena pendidikan merupakan salah
satu faktor yang berhubungan erat dengan kualitas PHBS (Daud,
2000). Pendidikan yang rendah ini juga mempengaruhi tingkat
wawasan mengenai sanitasi lingkungan (Sumiarto, 1993).
Jenjang pendidikan pedagang HIK memegang peranan penting
dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan pedagang HIK yang rendah
menjadikan mereka sulit memahami akan pentingnya higyene
penyakit menular. Dengan sulit memahami arti penting PHBS
menyebabkan pedagang HIK tidak peduli terhadap upaya pencegahan
penyakit menular (Sander, 2005).
Hal diatas akan berbeda dengan pedagang HIK yang memiliki
tingkat pendidikan lebih tinggi karena memiliki PHBS lebih baik. Hal
ini sesuai dengan penelitian Goodman (2001), bahwa seseorang yang
berpendidikan tinggi dapat lebih memelihara tingkat kesehatannya
daripada seseorang yang berpendidikan lebih rendah. Orang yang
berpendidikan lebih tinggi lebih mudah untuk menjaga kesehatan di
lingkungannya.
2. Pendapatan Pedagang HIK
Pedagang HIK di Pasar Kliwon dan Jebres Kota Surakarta
memperoleh pendapatan perhari tertinggi yaitu Rp. 200.000 dan
pendapatan terendah Rp.10.000. Pendapatan pedagang HIK mengalami
penurunan dikarenakan sakit (65%) dan faktor lain (35%). Pendapatan
pedagang HIK dapat ditingkatkan dengan menjaga kesehatan pedagang
HIK melalui PHBS sehingga produktifitas pedagang HIK dapat
ditingkatkan.
Pendapatan merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas
PHBS (Daud, 2000). Pendapatan pedagang HIK tergolong dalam
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sehingga mengakibatkan
kurang terpenuhinya kebutuhan pokok dalam jumlah cukup. Hal ini
karena pedagang HIK lebih berorientasi dengan perbaikan
penghasilan.
Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka pendapatan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan
masyarakat mengenai kesehatan lingkungan (Sumiarto, 1993). Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Faturahman dan Mollo (1995) bahwa
tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang berpengaruh
pada status kesehatan.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PHBS pada pedagang HIK yang diperoleh dengan wawancara
memperlihatkan bahwa pedagang HIK sebagian besar yaitu 30 orang
(75%) kurang berperilaku hidup bersih dan sehat dan hanya 10 orang
(25%) yang berperilaku hidup bersih dan sehat sehat.
Perilaku pedagang HIK yang kurang sehat, berdasarkan hasil
wawancara yaitu batuk tanpa menutup dengan tangan, meludah atau
membuang dahak dilantai, menggunakan air mentah untuk membuat
minuman, tidak mengganti air cucian setelah digunakan lebih dari 10
kali, membuang sampah di sembarang tempat dan membuang air
limbah di sembarang tempat. Sedangkan untuk mencuci tangan
sebelum membuat atau menghidangkan panganan belum menjadi
kebiasaan yang harus dilakukan.
Perilaku yang termasuk kategori sehat ditunjukkan oleh
tangan bila batuk, tidak meludah atau membuang dahak dilantai,
menggunakan air PAM untuk membuat makanan atau minuman,
menggunakan air matang untuk membuat minuman, membuang
sampah di tempat pembuangan sampah, membuang air limbah di
tempat yang semestinya dan membiasakan mencuci tangan sebelum
membuat atau menghidangkan panganan HIK.
4. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Proporsi PHBS berdasarkan tingkat pendidikan yaitu pedagang
HIK berpendidikan SLTP/ SLTA memiliki PHBS lebih baik daripada
pedagang HIK berpendidikan SD/tak sekolah. Proporsi tersebut
menunjukkan adanya hubungan sangat signifikan antara tingkat
pendidikan dan perilaku hidup bersih dan sehat dengan nilai p sebesar
0,003.
Tingkat pendidikan pedagang HIK sangat berpengaruh terhadap
perubahan sikap menuju perilaku hidup bersih dan sehat. Tingkat
pendidikan pedagang HIK yang rendah akan mempengaruhi pedagang
HIK dalam memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian
menentukan pilihan dalam menerapkan hidup sehat.
Hasil penelitian pada pedagang HIK, proporsi pedagang HIK
yang berpendidikan SD/tak sekolah berperilaku kurang sehat lebih
tinggi (50%) dibanding dengan pedagang HIK berpendidikan
SLTP/SLTA. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Sander
peranan penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat
yang rendah menjadikan pedagang HIK sulit memahami akan arti
pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit menular. Penelitian ini juga sesuai
dengan hasil penelitian Hardiyanto (2003), bahwa tingkat pendidikan
yang kurang mendukung merupakan salah satu penyebab rendahnya
kesadaran kesehatan lingkungan, karena kesadaran memerlukan
pemahaman yang baik akan arti pentingnya kondisi lingkungan yang
sehat. Semakin baik tingkat pendidikan formal, maka semakin baik
pengetahuan tentang kesehatan, sehingga akan mematangkan
pemahaman tentang pengetahuan kesehatan lingkungan dan kesadaran
menjaga kesehatan lingkungan termasuk penerapan prinsip-prinsip
hidup sehat.
Pada penelitian ini pedagang HIK yang berpendidikan
SLTP/SLTA berperilaku sehat (20%) lebih banyak daripada pedagang
yang HIK berpendidikan SD/tak sekolah (5%). Hal ini sesuai dengan
penelitian Goodman (2001), bahwa seseorang yang berpendidikan
tinggi dapat lebih memelihara tingkat kesehatannya daripada seseorang
yang berpendidikan lebih rendah. Orang yang berpendidikan lebih
tinggi lebih mudah untuk menjaga kesehatan dilingkungannya.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada pedagang HIK
menjadikan pedagang HIK lebih berorientasi pada tindakan preventif,
status kesehatan yang lebih baik (Widyastuti, 2005). Pendidikan dapat
meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan
intelektual ini berpengaruh pada wawasan, cara berfikir, baik dalam
cara pengambilan keputusan maupun dalam pembuatan kebijakan.
Semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin baik pengetahuan
tentang kesehatan (Hastono, 1997).
Hasil penelitian pedagang HIK sesuai dengan hasil penelitian
Ulfa (2009) yang menemukan adanya keterkaitan antara pendidikan
dan perilaku hidup bersih dan sehat didukung pada 48 siswa-siswi
SDN Pajagalan I dan SDN Pajagalan II yang bertempat tinggal di
Kelurahan Pajagalan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua terhadap PHBS anak di
SDN Pajagalan I dan SDN Pajagalan II di Kabupaten Sumenep.
Hasil penelitian Daud (2009) juga menemukan adanya hubungan
tingkat pendidikan masyarakat dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
Penelitian in menggunakan sampel sebanyak 86 orang masyarakat di
pesisir pantai Desa Huangobotu Kecamatan Kabila Kabupaten
Gorontalo. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian
Kusumawati (2004), mengemukakan bahwa ada hubungan antara
pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 175 kepala
5. Hubungan Pendapatan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Proporsi PHBS berdasarkan tingkat pendapatan yaitu pedagang
HIK berpendapatan ≥ Rp 780000 memiliki PHBS lebih baik daripada
pedagang HIK berpendapatan < Rp 780000. Proporsi tersebut
menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat pendapatan
dengan PHBS dengan nilai p sebesar 0,049.
Tingkat pendapatan pedagang HIK sangat berpengaruh terhadap
perubahan sikap menuju perilaku hidup bersih dan sehat. Tingkat
pendapatan pedagang HIK yang rendah akan mempengaruhi pedagang
HIK dalam memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian
menentukan pilihan dalam menerapkan hidup sehat. Pedagang HIK
(30%) berusaha menambah penghasilan di luar berdagang HIK
(Rp.221.000 per bulan), namun pendapatan pedagang HIK tetap belum
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Pedagang HIK yang belum
dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari juga mengakibatkan pedagang
HIK lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup daripada
pengobatan penyakit dan pencegahan penyakit berupa PHBS baik di
rumah maupun di tempat kerja.
Orientasi pedagang HIK pada pemenuhan kebutuhan hidup dapat
dilihat dari hasil pengeluaran pedagang HIK per bulan untuk makanan
Rp. 638.750, namun pengeluaran untuk biaya kesehatan per bulan
menjadi lebih mudah terpapar penyakit seperti diare, TBC, ISPA dan
penyakit menular lainnya.
Hasil penelitian pada pedagang HIK di Pasar Kliwon dan Jebres
diketahui bahwa proporsi pedagang HIK yang berpendapatan rendah
lebih banyak yang berperilaku kurang sehat (50%). Hasil penelitian ini
mendukung penelitian Faturrahman dan Mollo (1995) bahwa tingkat
pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada
status kesehatan masyarakat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
antara lain adalah jenis pekerjaan, pendidikan formal kepala keluarga,
jumlah anggota keluarga dan lain-lain (Sumiarto, 1993). Hasil
penelitian ini juga mendukung penelitian Widoyono (2008) bahwa
pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
wawasan masyarakat mengenai sanitasi lingkungan.
Kondisi sanitasi lingkungan rumah pedagang HIK di Pasar
Kliwon dan Jebres belum dijaga dengan baik karena lantai rumah
pedagang HIK yaitu 27 rumah (67,5%) dengan kondisi lantai kering
serta kotor dan 13 rumah (32,5%) dengan kondisi lantai basah serta
kotor. Sirkulasi udara rumah pedagang HIK juga belum optimal
karena masih terdapat 21 rumah (52,5%) yang tidak membuka
jendela setiap hari minimal 1 kali dipagi hari.
Letak WC/kakus di rumah pedagang HIK sebagian besar 32
rumah (80%) tidak terletak lebih dari 5 meter dari tempat
terkontaminasinya hidangan HIK yang akan dijual kepada para
pelanggan. Kondisi ini diperparah dengan masih terdapat 9 rumah
(22,5%) yang tidak memiliki tempat pembuangan sampah dan 8
rumah (20%) yang tidak memiliki tempat pembuangan limbah rumah
tangga.
Tingkat pendapatan berhubungan dengan PHBS juga sesuai
dengan hasil penelitian Nasrul (2007) bahwa terdapat hubungan
antara pendapatan atau kemampuan finansial dengan PHBS dengan
sampel sebanyak 45 orang di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok.
Hasil penelitian hubungan antara pendapatan dan PHBS pada
pedagang HIK, juga didukung oleh hasil penelitian Daud (2009)
dengan sampel sebanyak 86 orang masyarakat dipesisir pantai Desa
Huangobotu Kecamatan Kabila Kabupaten Gorontalo menunjukkan
bahwa adanya hubungan tingkat pendapatan masyarakat dengan
perilaku hidup bersih dan sehat.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya meneliti pendidikan dan pendapatan yang
berhubungan dengan PHBS, penelitian ini belum meneliti faktor predisposisi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan yaitu
1. Pendidikan pedagang hidangan istimewa kampung (HIK) di Kecamatan Pasar Kliwon dan Jebres Kotamadia Surakarta sebagian
besar berpendidikan sekolah dasar yaitu sebanyak 16 orang (40%). 2. Pendapatan perhari tertinggi pedagang hidangan istimewa kampung
(HIK) yaitu Rp. 200.000 dan pendapatan terendah Rp.10.000.
3. Pedagang HIK sebagian besar berperilaku kurang sehat sebanyak 30 orang (75%) dan hanya 10 orang (25%) yang berperilaku sehat.
4. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan PHBS (p = 0,003) pada pedagang HIK.
5. Ada hubungan antara tingkat pendapatan dan PHBS (p = 0,049) pada pedagang HIK.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
2. Bagi Dinas Kesehatan Surakarta
Meningkatkan inspeksi pada para pedagang HIK dan upaya promosi kesehatan khususnya di tempat kerja sehingga masyarakat lebih paham akan arti pentingnya menciptakan dan menjaga kesehatan lingkungan di tempat kerja.
3. Bagi peneliti lain
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Sego-Kucing-Angkringan-Hidangan Istimewa Kampung. Tersedia dalam:http://www.facebook.com/pages/Sego-kucing-angkringan60697165928 Diakses tanggal 17 juli 2009.
Budihardja. 2004. Perilaku Hidup Sehat Masyarakat Kurang. http://suara merdeka.com/harian/0310/02/kot18.htm. Semarang: Diakses tanggal 14 Maret 2009.
Daud, R. 2009. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pendapatan Dan Perilaku Masyarakat Dengan Kualitas Sanitasi Lingkungan Di Pesisir Pantai Desa Huangobotu Kecamatan Kabila Kabupaten Gorontalo. [Tesis] Yogyakarta: UGM.
Depkes RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI.
_________. 2009. Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat.
Tersedia dalam: http:// www.depkes.go.id Diakses tanggal 17 Juli 2009. Dinkes. 2006. Pedoman Program Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tatanan Rumah Tangga. Semarang: Dinas Kesehatan Jawa Tengah. _____. 2007. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Jawa Tengah: Dinkes Jateng.
_____. 2009. Profil Kesehatan Kota Surakarta. Surakarta: Dinkes Kota Surakarta. _____. 2009. Pengembangan PHBS Di Tempat Kerja. Lampung: Dinas Kesehatan
Lampung.
Faturahman dan Mollo. 1995. Kemiskinan dan Kependudukan di Pedesaan Jawa: Analisis Data Suseno 1992. Pusat Penelitian Kependudukan. Yogyakarta: UGM.
Goodman, A. 2001. The Economics of Health And Health Care. Third edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Hardiyanto. 2003. Rendah Kesadaran Kesehatan Lingkungan. Tersedia dalam: http://suaramerdeka.com/hrian/0305/25/kol3.htm. Semarang. Diakses tanggal 15 September 2009.
Hastono, PS. 1997. Hubungan Faktor Sosial Demografi Ibu Dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Kabupaten Cianjur 1995. Jurnal Penelitian UI.
Kusumawati, Y. 2004. Hubungan Antara Pendidikan dan Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Kesehatan Lingkungan Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di Kelurahan Joyotakan Surakarta. [Laporan Penelitian]. Surakarta: UMS.
Machfoed. 2005. Perilaku Sehat Dalam Prinsip-prinsip Kesehatan. Yogyakarta: UGM.
Mubarok, W.I, Chayatin. N, Rozikin, K., Supradi. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Murti, B. 2005. The Family As Health Producer in Indonesia: A An Examination Using The Grossman Model And Its Extension. [Disertation] Australia: University of Newcastle.
Nasrul, M. 2007. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pendapatan dan