• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) TERHADAP KADAR GLUTATHION (GSH) HEPAR TIKUS Sprague dawley

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) TERHADAP KADAR GLUTATHION (GSH) HEPAR TIKUS Sprague dawley"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) TERHADAP KADAR GLUTATHION (GSH) HEPAR TIKUS Sprague

dawley

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH : Latifa Syifa Safitri

NIM: 11151030000058

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

(2)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengal ini saya mcnyatakan bahwa:

1.

Skripsi

ini

merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan unruk memeuuhi salah satu persyaratan mernperoleh gelar Sa{ana Kedokeran di

U IN Syarif Hidayat :ullah J aksrle.

2-

Semua suaber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya canhrmkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di LIIN

Syarif Hldayal;.iJlah Jakaia,

3.

Jika dikemudian hari terbukri bahwa karya ini bukan karya asli lrlya ata$

menrpakan hasil jipl*kan dari karya orang lain, maka saya. bersedia menerima santsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarra

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG BURUNG WALET

(Collocalia fuciphaga) TERHADAP KADAR GLUTATIIION (GSII) HEPAR TIKUS Spragu e dawley

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Latifa Syifa Safitri NIM: 11151030000058

Penfbimbing

II

M.Biomed Rr. Ayu Fitri l$psari,'S.Si., M.Biomed NIP. 1 971 1 0092005012005 NrP . 1 9t 20 40 62003 I 2200 5

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

' 1440H

t2018

M

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian berjudul PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG

BURUNG WALET

(Collocalia

fuciphaga) TERHADAP

KADAR

GLUTATHION (GSH) HEPAR TIKUS Spragr e dawley yang diajukan oleh

Latifa

Slfa

Safitri (NIM: 11151030000058), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran pada 01 November 2018. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran.

Ciputat, 01 November 2018

Dr. Endah

NIP. 19711 092005012005

Si., M.Biomed

0092005012005 NIP. 19720406200312200s

Penguji

I

<w

,41 U

Dr. Zeti Hariyat| S.Si., M.Biomed NIP..

Cu'.-4

,tr

, M.Biomed 11012002

PIMPINAN FAKULTAS

, Sp.PD-KEMD

Kaprodi Kedokteran FK UIN

dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT NIP. 19780507200501 100s AN PENGUJI

etua Sidan

dr. Der,y

,rrffi

:t'i;. i'i'igj

' lt

,a*i2

v),6

NIP. 19651 1232003 121003

lv

i, S.Si., M.Biomed

(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini yang berjudul “PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) TERHADAP KADAR GLUTATHION (GSH) HEPAR TIKUS Sprague dawley”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tidak lupa saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan dengan sebaik-baiknya akhlak. Saya menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan laporan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang senantiasa selalu memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi, serta do’a untuk saya. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Hari Hendarto, Ph.D-KEMD, FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dr. Ahmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku Penanggung Jawab Riset Mahasiswa Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Endah Wulandari, S.Si., M. Biomed dan Rr. Ayu Fitri Hapsari, S.Si., M. Biomed selaku dosen pembimbing penelitian saya yang selalu memberikan bimbingan, arahan, waktu dan tenaga, serta dukungan selama penelitian.

4. Laboran Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mba Dien, Mba Ayi, Mas Rahmadi yang membantu saya dalam persiapan selama penelitian berlangsung.

(6)

vi

5. Kedua orang tua tercinta, Ir. H. Muhammad Khairul Huda dan Hj. Siti Amanah yang senantiasa selalu memberikan semangat, kasih sayang, dukungan moril dan materil, serta do’a yang tiada henti.

6. Kakak saya, Maskur Fahmi Adi Bhaskoro, S.Ked dan adik saya Atika Hasyati Asarina yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

7. Teman-teman seperjuangan penelitian, Kharisna Afrida Aini, Afdalia Rani Nasution, Ikrima Wulanuri, dan Shiella Fauzia yang selalu menemani, memberi semangat dan masukan, serta saling membantu selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.

8. Teman-teman terbaik saya, Tiya Aprilian, Nailaufar Hamro, Eneng Siti, Devi Ananda yang selalu menemani, menyemangati, dan mendoakan.

9. Teman-teman terbaik saya dari masa sekolah hingga sekarang, Ari Yuli, Diah Kunti, Sarah Sifa, Anggie Maura, dan Anggi Izdihar yang selalu memberikan semangat dan doa.

10. Seluruh teman-teman Amigdala FK UIN 2015 yang saya sayangi dan yang selalu berjuang bersama dari awal hingga sekarang.

11. Kak M. Huda Ardo dari Program Studi Farmasi 2011, FIKES UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah mengizinkan saya dan teman-teman penelitian untuk menggunakan organ tikus penelitiannya.

12. Serta untuk semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan segala do’a yang telah kalian berikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ciputat, 01 November 2018

Latifa Syifa Safitri

(7)

vii

ABSTRAK

Latifa Syifa Safitri. Program Studi Kedokteran. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) terhadap Kadar Glutathion (GSH) Hepar Tikus Sprague dawley. 2018.

Latar belakang : Walet merupakan burung yang menggunakan air liurnya untuk membuat sarang. Sarang burung walet memiliki kandungan asam amino lengkap yang berperan sebagai antioksidan dalam menetralisir radikal bebas. Kadar antioksidan dapat dideteksi dengan mengukur kadar GSH. Semakin tinggi kadar antioksidan maka kadar GSH akan meningkat.

Metode : Tikus diberi dosis ekstrak sarang burung walet (10, 20, 40 mg/kgBB) selama 30 hari dan diinduksi H2O2 1% dosis 1 mg/kgBB pada hari ke 31 dan 32.

Aktivitas GSH diukur dengan spektofotometer dan dibandingkan dengan kurva standar GSH. Hasil : Kadar GSH hepar meningkat seiring dengan penambahan dosis ekstrak sarang burung walet. Kesimpulan : Peningkatan kadar GSH hepar tertinggi terdapat pada pemberian ekstrak sarang burung walet dosis 40 mg/kgBB.

Kata Kunci: Collocalia fuciphaga, GSH, hepar

(8)

viii

ABSTRACT

Latifa Syifa Safitri. Medical Study Program. Study of Water Extract Edible Nest Bird Effect (Collocalia fuciphaga) Against the Glutathione Level (GSH) of Liver in Rats Strain Sprague dawley. 2018.

Background : Swiftlet is a bird that uses its saliva to make a nest. The swiftlet nest contain complete amino acids which act as an antioxidant in neutralizing free radicals. Antioxidant level can be detected by measuring GSH level. The higher of antioxidant level will increase GSH level. Method : Rats was orally given by various doses of water extract edible nest bird (10, 20, 40 mg/kgBW) for 30 days and induced H2O2 1% dose 1 mg/kgBW on days 31 and 32. GSH level was measured by spectofotometer and then compared with GSH standard curva.

Results : GSH level in hepar increased along the increase of extract edible nest bird doses. Conclusion : The highest increase of GSH level in hepar found on dose 40 mg/kgBW.

Key Words: Collocalia fuciphaga, GSH, liver

(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….…... 1

1.2. Rumusan Masalah ……….…... 2

1.3. Hipotesis Penelitian ………... 2

1.4. Tujuan Penelitian ………...……... 3

1.4.1. Tujuan Umum ... 3

1.4.2. Tujuan Khusus ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ……….………...………... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sarang Burung Walet ………...…... 4

2.1.1. Klasifikasi Burung Walet Putih ………....…... 5

2.1.2. Morfologi dan Karakteristik Sarang Burung Walet ... 5

2.1.3. Kandungan Sarang Burung Walet ……….………... 7

2.1.4. Manfaat dan Khasiat Sarang Burung Walet ……... 8

2.2. Anatomi Hepar Tikus ………..… 8

2.3. Fungsi Hepar ... 10

2.4. Radikal Bebas ... 11

2.4.1. Reactive Oxygen Species (ROS) ... 11

2.4.2. Sumber Radikal Bebas ... 11

2.4.3. Hidrogen Peroksida ... 12

2.4.4. Mekanisme Pembentukan ROS ... 12

2.5. Antioksidan ... 15

2.5.1 Peran Antioksidan Endogen dan Eksogen ... 15

2.6. Glutathion (GSH) ... 16

2.6.1. Peran dan Fungsi Glutathion (GSH) ... 17

(10)

x

2.6.2. Mekanisme Glutathion (GSH) dalam Tubuh ... 17

2.7. Tikus Putih Galur Sprague dawley ... 18

2.8. Kerangka Teori ... 19

2.9. Kerangka Konsep ... 20

2.10. Definisi Operasional ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ………...………... 22

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………... 22

3.2.1. Waktu Penelitian ………... 22

3.2.2. Tempat Penelitian ………....……... 22

3.3. Sampel Penelitian dan Populasi ..………... 22

3.3.1. Kriteria Inklusi ... 24

3.3.2. Kriteria Eksklusi ... 24

3.4. Variabel Penelitian ... 24

3.4.1. Variabel Bebas ... 24

3.4.2. Variabel Terikat ... 24

3.5. Cara Kerja Penelitian ………... 24

3.5.1. Alat dan Bahan Penelitian ………...…... 24

3.5.1.1. Alat Penelitian ... 24

3.5.1.2. Bahan Penelitian ………... 25

3.5.2. Pembuatan Ekstrak dan Perhitungan Dosis ... 25

3.5.3. Proses Terminasi dan Eksisi Tikus ... 26

3.5.4. Pengukuran Kadar Glutathion (GSH) ...…….…... 26

3.5.4.1. Penimbangan Bobot Total Organ ... 26

3.5.4.2. Penimbangan Jaringan ... 26

3.5.4.3. Pembuatan Homogenat Jaringan ... 26

3.5.4.4. Uji Kadar Glutathion (GSH) Hepar ... 27

3.5.4.5. Analisis Data ... 27

3.5.5. Pembuatan Preparat Histologi dan Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin ... 27

3.5.5.1. Fiksasi Jaringan ... 27

3.5.5.2. Dehidrasi ... 28

3.5.5.3. Clearing ... 28

3.5.5.4. Embedding ... 28

3.5.5.5. Pencetakkan Blok Parafin ... 29

3.5.5.6. Pemotongan Blok Jaringan ... 29

3.5.5.7. Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin ... 29

3.5.6. Alur Penelitian ... 31

(11)

xi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengukuran Kadar Glutathion (GSH) Hepar ... 32

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 39

5.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 43

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Walet Spesies Collocalia fuciphaga ... 5

2.2. Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) ... 6

2.3. Anatomi Regional Hepar Tikus ... 9

2.4. Lobus Hepar Tikus ... 9

2.5. Pembentukan ROS ... 13

2.6. Struktur Kimia Glutahtion (GSH) ... 16

4.1. Grafik rata-rata kadar GSH jaringan hepar tikus ... 32

4.2. Hepatosit Pada Perbesaran 40x ... 49

6.1. Sampel Jaringan Hepar ... 51

6.2. Penimbangan Jaringan dengan Timbangan Analitik ... 51

6.3. Homogenat Jaringan Hepar ... 51

6.4. Mikropipet ... 51

6.5. Mikrotip ... 51

6.6. Homogenat dimasukkan ke tabung reaksi ... 51

6.7. Homogenat + TCA 5% ... 52

6.8. Penambahan Larutan PBS pH 8.0 ... 52

6.9. Larutan TCA 5% dan PBS 0,05 M pH 8.0 ... 52

6.10. DTNB ... 52

6.11. Sentrifugasi ... 52

6.12. Spektofotometer ... 52

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Kandungan Sarang Burung Walet ... 7 2.2. Perbandingan Hepar Tikus dan Manusia ... 10 3.1. Proses Pewarnaan Preparat ... 30

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Determinasi ... 43

2. Alur Pembuatan Ekstrak ... 44

3. Perhitungan Volume Administrasi (VAO) ... 45

4. Alur Pengukuran Kadar GSH ... 47

5. Alur Pembuatan Preparat ... 48

6. Analisis Statistik Kadar GSH ... 49

7. Gambar Alat, Bahan, dan Proses Penelitian ... 51

8. Riwayat Penulis ... 53

(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

ANOVA Analysis of Variance ALA Asam α-Lipoat CAT Catalase

CCl4 Carbontetraclorida DNA Deoxyribo Nucleic Acid DHLA Asam Dihidrolipoat DTNB Dithio bisnitro benzoat EBN Edible bird’s nest

GCL Glutamate cystein-ligase GPx Glutathione Peroxidase GRed Glutathione Reduktase GSH Glutathion

GSS Glutathione Syntethase GSSG Glutathione Disulfide GST Glutathione S-Transferase

H Hidrogen

H2O Dihidrogen Monoksida H2O2 Hidrogen Peroksida i.m Intramuskular IU Internasional Unit MDA Malondialdehid

NaCMC Natrium Carboxyl Methyl Cellulose

NADPH Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phospat

O2 Oksigen

(16)

xvi PBS Phosphate Buffer Saline

p.o Peroral

ROS Reactive Oxygen Species SOD Superoxide Dismutase TCA Trichloroacetic Acid

UV Ultraviolet

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Burung walet adalah burung pemakan serangga yang bermigrasi dari Samudra Hindia melalui Asia Tenggara dan Australia Utara hingga ke Samudera Pasifik.1 Habitat alami burung walet yaitu di gua-gua kapur, namun belakangan ini sudah banyak budidaya burung walet untuk pemanfaatan sarangnya.2 Jenis sarang burung walet yang dapat dimakan dan diperdagangkan antara lain Collocalia fuciphaga (sarang putih) dan Collocalia maxima (sarang hitam).3

Produksi sarang burung walet terbesar di Indonesia adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.4 Burung walet membuat sarangnya yang berasal dari sekresi kelenjar saliva sublingualis yang menghasilkan saliva kental dan kemudian mengeras. Liur yang terdapat pada Collocalia fuciphaga mengandung glikoprotein.5 Sarang burung walet sangat dikenal karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan diduga memiliki manfaat untuk pengobatan berbagai jenis penyakit.2

Sarang burung walet merupakan sarang yang dapat dimakan sehingga disebut sebagai Edible Bird’s Nest (EBN) dan banyak digunakan oleh komunitas Tionghoa sebagai penambah nutrisi pada makanan atau pengobatan untuk meningkatkan sistem imun dan meningkatkan metabolisme tubuh.1,6 Komponen- komponen yang terkandung dalam sarang burung walet diantaranya karbohidrat yaitu asam sialat (9%), galaktosamin (7,2%), glukosamin (5,3%), galaktosa (16,9

%), dan fukosa (0,7%). Selain itu sarang burung walet juga mengandung asam amino esensial yaitu histidin, leusin, treonin, valin, metionin, dan fenilalanin serta asam amino non esensial yaitu asam serin, aspartat, arginin, lisin, dan prolin.1

Radikal bebas dalam jumlah berlebih di tubuh dapat mengakibatkan stres oksidatif. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang dapat mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya berbagai penyakit.7 Terbentuknya radikal bebas ini dicetuskan oleh reaksi oksidasi yang dapat terjadi setiap saat. Namun, radikal bebas tersebut dapat dihambat melalui mekanisme pertahanan antioksidan.8

(18)

2

Antioksidan dapat menetralisir radikal bebas dengan cara memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Tubuh dapat menghasilkan antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan glutathion (GSH).9,10 GSH sebagai antioksidan alami tubuh memiliki peran dalam menangkal radikal bebas.

Kadar GSH di dalam darah berkisar 5-8 mM/l atau 2-20 µmol/L dengan konsentrasi tertinggi di dalam hepar yang merupakan organ terpenting dalam proses detoksifikasi.9,11

GSH merupakan molekul multifungsi yang berpengaruh terhadap proses seluler. Kadar GSH di dalam tubuh menjadi aspek penting yang harus diperhatikan, karena penurunan kadar GSH dapat berpengaruh terhadap terjadinya stres oksidatif, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai penyakit seperti perlemakan hepar, kanker, cystic fibrosis, dan lainnya.9 Sebagai organ penting yang memiliki fungsi detoksifikasi, hepar memainkan peran utama dalam keseimbangan GSH antar organ.9,12

Berdasarkan penelitian sebelumnya, Ardo (2016) menyatakan bahwa ekstrak sarang burung walet dapat meningkatkan katalase sebagai antioksidan tubuh dalam menangkal radikal bebas. Selain itu, penelitian Mardliyah (2016) menyatakan bahwa ekstrak sarang burung walet dapat meningkatkan aktivitas superoksida dismutase (SOD) yang menurunkan jumlah radikal bebas dalam tubuh. Fucui (2012) menyebutkan bahwa kandungan asam amino dan vitamin yang ada pada ekstrak sarang burung walet dapat berperan sebagai antioksidan.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) terhadap kadar GSH jaringan hepar tikus Sprague dawley.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) terhadap kadar glutathion (GSH) hepar tikus Sprague dawley?

1.3. Hipotesis Penelitian

Ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) dapat meningkatkan kadar glutathion (GSH) hepar tikus Sprague dawley.

(19)

3

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) terhadap kadar glutathion (GSH) hepar tikus Sprague dawley.

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui adanya perubahan kadar glutathion (GSH) hepar tikus Sprague dawley setelah pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) dengan dosis 10 mg/kgBB, 20 mg/kgBB, dan 40 mg/kgBB.

2. Mengetahui gambaran histologi jaringan hepar tikus Sprague dawley setelah pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga).

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian yang diperoleh dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya.

2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat sarang burung walet terhadap kesehatan.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar tatalaksana kasus-kasus terkait hepar.

(20)

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sarang Burung Walet

Sarang burung walet berasal dari air liur atau saliva burung walet. Burung walet akan memulai membuat sarangnya disaat memasuki usia 8 bulan lebih.

Ketika itu burung walet sudah memasuki masa reproduksi, kemudian burung walet akan menghasilkan air liur untuk dijadikan sebagai sarang. Air liur atau saliva yang dihasilkan oleh burung walet berupa cairan kental yang memiliki kandungan glikoprotein yang tinggi dengan asam amino, karbohidrat, kalsium, sodium, dan potasium.3

Sarang burung walet banyak mengandung zat-zat dan nutrisi yang penting untuk tubuh, sehingga sarang burung walet ini sering dikonsumsi sebagai bahan makanan dengan nilai gizi yang tinggi dan juga sebagai bahan kosmetik untuk kecantikan.13 Umumnya sarang burung walet terbuat dari air liur yang dihasilkan oleh kelenjar saliva sublingualis, yaitu jenis yang berasal dari famili Apodidae.5,14 Pada dasarnya, famili dari Apodidae terdiri atas tiga genus, yaitu genus Chaetura (walet ekor berduri), genus Collocalia (walet gua), dan genus Cypseloides (walet hitam). Walet gua atau Collocalia mempunyai 26 spesies. Namun dari sekian banyaknya spesies, hanya ada dua spesies yang terkenal, yaitu Collocalia fuciphaga dan Collocalia maxima.2

Collocalia fuciphaga banyak ditemukan di Indonesia, yaitu di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan juga beberapa pulau di Nusa Tenggara. Spesies ini merupakan burung walet yang mampu menghasilkan sarang berwarna putih dan paling disukai oleh konsumen. Sementara itu, Collocalia maxima banyak ditemukan di Kalimantan, dan Sumatera. Indonesia memiliki tiga spesies burung walet yang sarangnya dikategorikan sebagai Edible Bird’s Nest (EBN) atau yang bisa dikonsumsi sebagai makanan, di antaranya yaitu Collocalia fuciphaga, Collocalia maxima, dan Collocalia esculenta (burung sriti).2

(21)

5

2.1.1. Klasifikasi Burung Walet (Collocalia fuciphaga)

Klasifikasi burung walet (Collocalia fuciphaga) berdasarkan Taksonomi menurut Chantler dan Driessens (1995) adalah sebagai berikut:3

Kingdom : Animal Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebra Kelas : Aves

Ordo : Apodiformes Famili : Apodidae Genus : Collocalia

Spesies : Collocalia fuciphaga

Gambar 2.1. Walet Spesies Collocalia fuciphaga Sumber: Kennedy, Robert S. 2000.

2.1.2. Morfologi dan Karakteristik Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)

Morfologi dan karakteristik sarang burung walet berbeda dengan sarang dari jenis burung lainnya. Ukuran sarang burung walet sangat bervariasi.

Perbedaan ukuran sarang burung walet ini dipengaruhi oleh produksi air liur atau saliva burung walet. Bentuknya sendiripun berbeda-beda, tergantung bagaimana bentuk dari permukaan dinding tempat sarang tersebut menempel.14

(22)

6

Sarang burung walet terdiri dari beberapa bagian, yaitu kaki sarang, fondasi sarang, dinding sarang, bibir sarang dan dasar sarang. Bagian-bagian dari sarang burung walet ini memiliki fungsinya masing-masing yang bertujuan agar sarang tetap kokoh menempel pada dinding tempat bersarang. Kaki sarang merupakan bagian yang paling vital dari struktur sarang, karena bagian kaki sarang ini memiliki fungsi utama sebagai bagian yang menentukan kokoh atau tidaknya sarang burung walet yang menempel atau menggantung pada tempatnya.

Kaki sarang yang kurang kuat akan menyebabkan sarang mudah lepas atau jatuh dari tempatnya.14

Pada umumnya, dinding sarang burung walet memiliki bentuk melengkung seperti mangkuk. Dinding sarang ini memiliki besar sekitar 3-6 cm dengan ketebalan 2-4 mm. Semakin tebal dinding sarang maka akan semakin kuat untuk menampung telur atau anakan burung walet. Sedangkan pada bagian tepi atau pinggir dari dinding sarang terdapat bibir sarang yang berfungsi sebagai pembatas agar telur atau anak walet tidak terjatuh. Bibir sarang ini juga menjadi tempat hinggapnya induk burung walet saat memberikan makan anaknya. Dasar sarang digunakan sebagai alas bagi telur, anakan walet, maupun tempat induk burung mengeram.5,14

Gambar 2.2. Sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) Sumber: Redaksi AgroMedia. 2008.

(23)

7

2.1.3. Kandungan Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)

Sarang burung walet mengandung glikoprotein, karbohidrat, asam amino dan garam-garam mineral. Karbohidrat yang utama terdapat pada sarang burung walet adalah asam sialat (9%), galaktosamin (7,2%), glukosamin (5,3%), galaktosa (16,9%) dan fucosa (0,7%). Selain itu, asam amino dan garam mineral juga terdapat dalam sarang burung walet, garam mineral utama yaitu natrium dan kalsium, dalam jumlah sedikit magnesium, seng, mangan, dan besi.1,15 Sarang burung walet merupakan sumber asam amino yang sangat lengkap. Tercatat lebih dari 14 asam amino yang terkandung di dalamnya.15,16

Tabel 2.1. Kandungan Sarang Burung Walet

Komponen Sarang Burung Walet

Analisis Proksimat (%) Air

Abu Lemak Karbohidrat Protein

Asam Amino (% molar basis) Aspartat

Treonin Serin Glutamin Glisin Alanin Valin Metionin Isoleusin Leusin Tirosin Fenilalanin Lisin Histidin Arginin Triptofan Sistein Prolin Vitamin

Vitamin A (IU/mg) Vitamin D (IU/mg) Vitamin C (mg/100 mg)

7,5-12,9 2,1-7,3 0,14-1,28 42-63 10,63-27,26

2,8-10,0 2,7-5,3 2,8-15,9 2,9-7,0 1,2-5,9 0,6-4,7 1,9-11,1 0-0,8 1,2-10,7 2,6-3,8 2,0-10,1 1,8-6,8 1,4-3,5 1,0-3,3 1,4-6,1 0,002-0,008 2,44

2,0-3,5

2,57-30,40 60,00-1280,00 0,12-29,30 Sumber: Ma, Fucui. 2010.

(24)

8

2.1.4. Manfaat dan Khasiat Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Sarang burung walet banyak dikonsumsi sebagai makanan karena kandungan gizinya yang lengkap. Penelitian wong (2013) menyebutkan bahwa selain dapat dikonsumsi sebagai makanan yang bergizi, masyarakat Cina juga menggunakan ekstrak sarang burung walet dalam tradisi pengobatan Cina, beberapa penyakit yang dapat diobati dengan sarang burung walet antara lain seperti panas dalam, paru-paru, asma, dan gangguan hati.13,16

Masyarakat banyak mengonsumsi sarang burung walet ini dalam bentuk makanan cair seperti sup, bubur, dan tim. Biasanya sarang burung walet yang ada di pasaran dijual dalam bentuk bubuk halus yang siap untuk dimasak. Sarang burung walet ini merupakan makanan lezat dan bergizi yang harganya cukup mahal di kalangan masyarakat.3,16

Penelitian Elfita (2014) menyebutkan bahwa sarang burung walet memiliki beberapa manfaat, diantaranya seperti sebagai antioksidan, antibakteri, antipenuaan, dan proliferasi sel. Kandungan gizi yang terdapat di dalam sarang burung walet dapat bermanfaat dalam menjaga kesegaran tubuh, meningkatkan vitalitas, memelihara kecantikan, dan dapat digunakan sebagai obat anti inflamasi.1,14

Fucui (2012) menyebutkan dalam penelitiannya tentang komponen yang terkandung di dalam sarang burung walet seperti karbohidrat, asam amino, dan vitamin dapat berperan dalam meningkatkan ketahanan tulang, aktivitas epidermal growth factor (EGF) sebagai anti penuaan, dan meningkatkan sistem imun tubuh.15 Penelitian Nuroini (2017) menyebutkan bahwa komponen utama ekstrak sarang burung walet yaitu glikoprotein dapat berperan penting dalam pengaturan sistem imun, peningkatan proliferasi sel dan penghambatan proses inflamasi.6

2.2. Anatomi Hepar Tikus

Hepar tikus terletak pada regio subdiafragma sampai ke kranial abdomen.

Berat organ hepar pada tikus bervariasi tergantung jenis spesies dan galurnya, rata-rata 2-3% dari total berat tubuh. Perbandingan presentasi berat hepar tikus dari total berat tubuh lebih besar daripada hepar manusia, karena letak hepar

(25)

9

manusia yang terbatas pada regio abdomen kuadran kanan atas.19 Komponen strukural utama hepar adalah sel-sel hepar atau hepatosit.17,18

Gambar 2.3. Anatomi Regional Hepar Tikus Sumber: Treuting, Piper M. 2018.

Terdapat empat lobus pada hepar tikus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra, lobus median, dan lobus kaudatum. Pada lobus dextra terdapat septum tranversum yang terlihat hampir membagi lobus dextra menjadi dua bagian. Lobus sinistra merupakan bagian terbesar dari hepar, sedangkan lobus kaudatum merupakan bagian yang terkecil. Hepar tikus tidak memiliki ligamen permukaan yang jelas.19

Gambar 2.4. Lobus Hepar Tikus Sumber: Treuting, Piper M. 2018.

(26)

10

Tabel. 2.2. Perbandingan Hepar Tikus dan Manusia

Tikus Manusia

Anatomi

Lokasi Subdiafragma sampai ke Regio abdomen kuadran

kranial abdomen kanan atas

Lobus 4 lobus; median, dextra, 4 lobus; dextra, sinistra, sinistra, kaudatum kaudatum, quadratus

Kantung Tidak ada Ada, terletak dibawah

Empedu lobus dextra

Ligamen Tidak jelas Tampak jelas

Histologi

Lempeng Sel tunggal yang berbe- Sama seperti tikus Hepatik da-beda

Triad Jumlah jaringan ikat Banyak jaringan ikat Porta kolagen lebih sedikit kolagen

Hepatosit Warna lebih pucat Warna lebih terang Sinusoid Tersusun dari kapiler Sama seperti tikus

fenestrated dan conti- nous

Sel Kupffer 15% dari total sel liver Sama seperti tikus Sumber: Treuting, Piper M. 2018.

2.3. Fungsi Hepar

Hepar merupakan organ metabolik terbesar dan terpenting bagi tubuh.

Terdapat tiga fungsi utama hepar, yaitu (1) produksi dan sekresi empedu ke dalam saluran cerna, (2) berperan sebagai metabolisme, terutama tiga kategori utama nutrien (lemak, karbohidrat, dan protein) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna, dan (3) sebagai filter atau penyaring dari darah terhadap kuman maupun detoksifikasi zat-zat toksik lainnya.21,22 Fungsi hati yang lainnya adalah sebagai tempat penyimpanan vitamin, dan menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.21,23

Hepar juga berfungsi sebagai pusat detoksifikasi tubuh dari berbagai macam mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan parasit serta zat-zat berbahaya

(27)

11

seperti logam berat, bahan kimia, dan lainnya. Kemampuan hepar untuk melakukan detoksifikasi dari bahan berbahaya tersebut karena hepar juga mengandung antioksidan dan enzim seperti glutation (GSH), vitamin C, vitamin E, superoksida dismutase (SOD), dan katalase yang dapat menangkal dan menetralisir kelompok oksigen reaktif (ROS).20

2.4. Radikal Bebas

2.4.1. Reactive Oxygen Species (ROS)

Radikal bebas adalah suatu atom yang memiliki sebuah elektron tidak berpasangan di orbita sebelah luar. Zat ini sangat reaktif dan dapat mencetuskan reaksi berantai dengan mengekstraksi sebuah elektron dari molekul di dekatnya untuk melengkapi orbitalnya sendiri.24

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan radikal bebas oksigen, molekul dengan elektron tidak berpasangan (tidak stabil) yang memiliki reaktivitas tinggi. Radikal bebas ini dapat merusak membran sel. Jika senyawa radikal bebas terbentuk di dalam tubuh maka akan timbul reaksi berantai yang menyebabkan molekul tidak stabil ini mengambil satu elektron dari senyawa lain sehingga molekul tersebut menjadi stabil. Molekul dari senyawa yang diambil elektronnya menjadi tidak stabil dan berubah menjadi radikal bebas yang kemudian akan memicu reaksi pembentukan radikal bebas berikutnya sehingga jumlahnya akan terus bertambah.7,24 `

Senyawa yang bersifat radikal diantaranya radikal hidroksil (*OH), radikal superoksida (O2*), radikal peroksil (-COOH), radikal alkoksil (RO*), dan radikal nitrogen oksida (NO*).7

2.4.2. Sumber Radikal Bebas

Sumber radikal bebas terdiri dari dua, yaitu sumber radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh (endogen) dan sumber radikal bebas yang berasal dari luar (eksogen). Sumber endogen seperti superoksida (O2*), hidrogen peroksida (H2O2), dan lainnya. Sedangkan sumber eksogen radikal bebas, diantaranya

(28)

12

seperti sinar ultraviolet (UV), radiasi, asap rokok, senyawa kimia, carbontetraclorida (CCl4), hasil pemanggangan, dan zat pewarna.7,8

2.4.3. Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida memiliki nama lain hidrogen dioksida, dihidrogen dioxide, oksidol, dan peroksida. Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2

merupakan senyawa kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat.

Hidrogen peroksida merupakan senyawa radikal bebas dengan kemampuan oksidator kuat dan bersifat non reaktif yang dapat merusak berbagai organ (hepar, jantung, ginjal, paru dan lainnya). 25

Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Hidrogen peroksida memiliki karakteristik tidak berwarna, berbau menyengat, pH 4,5, lebih kental dari air, dan sangat mudah larut dalam air.

Senyawa hidrogen peroksida mudah terurai membentuk air (H2O) dan oksigen (O2) dengan reaksi sebagai berikut:25

2 H2O2 2 H2O + O2 + Energi

Adanya ion-ion logam dalam sitoplasma sel mikroorganisme dapat menyebabkan terbentuknya radikal superoksida yang akan bereaksi dengan gugus bermuatan negatif dalam protein dan menginaktifkan sistem enzim.25

2.4.4. Mekanisme Pembentukan ROS

Radikal bebas dapat menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak, karbohidrat, dan nukleotida. Jika posisi radikal bebas yang terbentuk dekat dengan DNA, maka bisa menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga bisa terjadi mutasi atau sitotoksisitas.26 Pembentukan ROS yang berlebih akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang dapat menimbulkan gangguan fungsi biologi, seperti homeostasis ion, aktivitas enzim, integrasi membran, fungsi sel, hingga kerusakan atau kematian sel. Keadaan ini mendasari timbulnya berbagai penyakit, salah satunya kanker dengan melalui reaksi sebagai berikut:7,26

(29)

13

Gambar 2.5. Pembentukan ROS Sumber: Valko, et al. 2007.

(1) Radikal superoksida dibentuk melalui proses reduksi molekul oksigen yang dimediasi oleh NAD(P)H oksidase dan xantine oksidase di mitokondria. (2) Proses dismutasi radikal superoksida oleh enzim superoksida dismutase (SOD) menjadi H2O2. (3) H2O2 dibersihkan oleh enzim glutathione peroxidase (GPx) dengan bantuan GSH sebagai donor elektron.(4) Glutathion teroksidasi (GSSG) direduksi kembali menjadi GSH dengan enzim glutathion reduktase (GRed) yang menggunakan NADPH sebagai donor elektron.(5) Adanya logam transisi seperti Fe2+ dan Cu+ dapat merusak H2O2 menjadi radikal hidroksil reaktif (reaksi Fenton). (6) Radikal hidroksil reaktif dapat memisahkan sebuah elektron dari polyunsaturated fatty acid (LH) menjadi radikal lipid (L•).(7) Radikal lipid (L•) bereaksi dengan molekul oksigen untuk membentuk radikal lipid peroxyl (LOO•).

(30)

14

Jika radikal lipid peroxyl (LOO•) tidak direduksi oleh antioksidan maka akan terjadi proses peroksidasi lipid (reaksi 18-23 dan 15-17).(8) Radikal lipid peroxyl (LOO•) direduksi di dalam membran oleh reduksi yang dibentuk vitamin E (T- OH) yang mengakibatkan pembentukan hidroperoksida lipid dan radikal vitamin E (TO•). (9) Regenerasi vitamin E oleh vitamin C: radikal vitamin E (TO•) direduksi kembali menjadi vitamin E (T-OH) oleh asam askorbat (pembentukan fisiologis askorbat adalah askorbat monoanion, AscH−) yang meninggalkan radikal askorbil (Asc•−).(10) Regenerasi vitamin E oleh GSH: radikal vitamin E teroksidasi (T-OH) direduksi oleh GSH.(11) GSSG dan Asc•− direduksi kembali menjadi GSH dan askorbat monoanion, AscH−, masing-masing asam dihidrolipoat (DHLA) mengkonversi dirinya menjadi asam α-lipoat (ALA).(12) Regenerasi DHLA dari ALA menggunakan NADPH. (13) Hidroperoksida lipid direduksi menjadi alkohol dan dioksigen oleh GPx menggunakan GSH sebagai donor elektron (proses peroksidasi lipid).(14) Hidroperoksida lipid dapat bereaksi cepat dengan Fe2+ untuk membentuk radikal alkoxyl lipid (LO•) atau bereaksi lebih lambat dengan Fe3+ untuk membentuk radikal peroxyl (LOO•).26 (15) Radikal alkoxyl lipid (LO•) berasal dari asam arakidonat yang mengalami reaksi siklisasi untuk membentuk enam cincin hidroperoksida. (16) Enam cincin hidroperoksida tersebut mengalami reaksi lebih lanjut (melibatkan β-scission) untuk membentuk 4-hidroksil nonenal.(17) 4-hidroksil nonenal berubah menjadi aduksi glutathiyl yang tidak membahayakan (GST, Glutathione S-Transferase).

(18) Radikal peroxyl terletak di dalam asam lemak dapat bereaksi secara siklisasi untuk menghasilkan siklik peroksida menjadi radikal dengan inti karbon.26 (19) Radikal tersebut dapat direduksi menjadi bentuk hidroperoksida (reaksi tidak ditunjukkan) atau dapat mengalami siklisasi kedua untuk membentuk peroksida bisiklik. (20) Pembentukan produk yang merupakan produk antara dari hasil malondialdehid (MDA). (21) Malondialdehid (MDA) bereaksi dengan sitosin membentuk M1C. (22) Malondialdehid (MDA) bereaksi dengan adenin membentuk M1A. (23) Malondialdehid (MDA) bereaksi dengan guanin membentuk M1G.26

(31)

15

2.5. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donors).

Senyawa ini mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh.7,27 Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Di dalam tubuh manusia terdapat antioksidan (endogen) seperti suproxide dismutase (SOD), catalase (CAT), dan glutathione peroxidase (GPx) yang akan menghambat oksidasi komponen seluler secara langsung untuk menangkap Reactive Oxygen Species (ROS).28,29

Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan endogen dalam jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Antioksidan eksogen diantaranya seperti vitamin C, vitamin E, karotenoid, dan polifenol juga bekerja menangkap radikal bebas.28,29

2.5.1. Peran Antioksidan Endogen dan Eksogen

Kerusakan oksidatif atau kerusakan akibat radikal bebas dalam tubuh pada dasarnya dapat diatasi oleh antioksidan endogen diantaranya adalah enzim catalase (CAT), glutathione peroxidase (GPx), dan superoxide dismutase (SOD).

Antioksidan endogen bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal bebas bereaksi.29

Mekanisme kerja antioksidan endogen yaitu dengan memutuskan rantai reaksi radikal dengan cara mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal untuk menghasilkan produk yang lebih stabil dari produk awal.

Enzim SOD berperan dalam merubah radikal superoksida yang merupakan bentuk radikal awal setelah oksigen mengalami reduksi menjadi hidrogen peroksida yang bersifat radikal non reaktif. Kemudian hidrogen peroksida mengalami pemecahan menjadi H2O dan O2 oleh enzim katalase dan enzim GPx yang memerlukan GSH sebagai kosubstrat.29

(32)

16

Sedangkan antioksidan eksogen seperti vitamin E, vitamin C, karotenoid, dan polifenol bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkap radikal bebas tersebut (scavenger free radical) sehingga radikal bebas tidak dapat beraksi dengan komponen seluler.28,29

2.6. Glutathion (GSH)

GSH merupakan tripeptida yang terdiri dari tiga asam amino utama (L- Glutamic Acid, L-Cysteine, L-Glycine). Glutathion umumnya disingkat menjadi GSH karena adanya gugus sulfihidril (-SH) yang terdapat pada sistein, senyawa tersebut juga merupakan bagian molekul glutathion yang berperan aktif. Secara alami, GSH dapat diproduksi di dalam tubuh dan dapat ditemukan di hampir semua sel hidup, misalnya hati, limpa, ginjal, pankreas, serta lensa dan kornea.9

Gambar 2.6. Struktur Kimia Glutathion (GSH) Sumber: Yuiastuti, Ari. 2016.

Sintesis GSH terjadi melalui dua tahap: (1) pembentukan dipeptida γ- glutamylcystein dari glutamat dan sistein yang dikatalisa oleh enzim glutamate- cystein ligase (GCL) yang diekspresikan secara genetik oleh urutan gen yang membentuk suatu protein enzim, yaitu gen GCL. Ekspresi gen GCL ini yang menunjukkan aktivitas enzim glutamate cystein ligase (GCL) untuk mensintesis glutathion. Enzim GCL memerlukan ATP untuk hidrolisis dengan membentuk suatu ikatan amida antara gugus karboksil dari glutamat dan gugus amino dari sistein. Aktivitas enzim GCL dapat terganggu karena adanya radikal bebas, akibatnya terjadi kegagalan sintesis GSH. (2) sintesis glutathion dari γ- glutamylcystein dan glisin dikatalisa oleh enzim glutathione syntethase (GSS) untuk memproduksi GSH (γ-glutamylcysteinylglycine). Sintesis GSH dari asam

(33)

17

amino penyusunnya melibatkan dua ATP yang membutuhkan langkah-langkah enzimatik :9

1. L - glutamat + L - sistein + ATP → γ - glutamil - L - sistein + ADP + Pi 2. γ - glutamil - L - sistein + L - glisin + ATP → GSH + ADP + Pi.

2.6.1. Peran dan Fungsi Glutathion (GSH)

Peran utama GSH sebagai antioksidan alamiah tubuh yaitu dapat menetralisir radikal bebas. GSH juga berfungsi dalam mempertahankan antioksidan lainnya didalam tubuh, seperti vitamin C dan E dalam bentuk aktif, sehingga dapat bekerja dengan optimal.30 Sifat GSH dapat menetralkan radikal bebas serta mencegah pembentukan radikal bebas yang merusak dinding sel tubuh, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit, seperti kanker maupun penyakit degeneratif lainnya. GSH juga berperan dalam regenerasi sel-sel baru bagi tubuh.9,31

Sebagai antioksidan utama dalam menangkal radikal bebas, tentunya penurunan kadar GSH dipengaruhi oleh keparahan stres oksidatif yang berimplikasi pada keparahan terhadap suatu penyakit.9

2.6.2. Mekanisme Glutathion (GSH) dalam Tubuh

Mekanisme kerja dari GSH didalam proses penangkapan radikal bebas dalam tubuh yaitu dengan cara mereduksi hidroksil radikal (●OH) yang berasal dari reaksi Fenton.9,31

Fe++ + H2O2—> Fe+++ + ●OH + : OH-GSH + ●OH —> ●GS + H2O Glutathion yang teroksidasi bersifat radikal akan saling menetralisir.

●GS + ●GS —> GSSG

Selain itu enzim Glutathione peroxidase (GPx) akan menetralisir hidrogen peroksida (H2O2) dengan cara mengambil hidrogen untuk membentuk 2 H2O dan satu GSSG, sedangkan enzim glutathione reduktase (GRed) akan menjadikan

(34)

18

GSSG dengan menggunakan bantuan NADPH sebagai sumber hidrogen, menjadi GSH kembali.8,31

2 GSH + H2O2=> GSSG + 2 H2O

Glutathion mencegah hidroksil radikal yang dapat merubah molekul lemak menjadi lemak radikal (●L) atau peroksida lemak (LOO●) melalui dua cara yaitu dengan mencegah terbentuknya hidroksil radikal (●OH) bereaksi dengan molekul lemak atau mencegah terbentuknya hidroksil radikal dengan merubah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi molekul air.8,31

2.7. Tikus Putih Galur Sprague Dawley

Tikus banyak dijadikan sebagai hewan percobaan untuk penelitian laboratorium. Tikus yang paling banyak digunakan sebagai hewan uji yaitu tikus albino dan tikus putih. Ada tiga macam galur tikus putih diantaranya galur Sprague dawley, Long evans, dan Wistar. Tikus putih banyak digunakan karena memiliki sifat yang menguntungkan sebagai hewan percobaan laboratorium, diantaranya perkembangbiakan yang cepat, ukuran lebih besar dan tempramen lebih baik dari mencit, serta mudah dipelihara dalam jumlah banyak.32

Klasifikasi tikus putih galur Sprague Dawley berdasarkan ilmu taksonomi adalah sebagai berikut:32

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Odontoceti Familia : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

(35)

19

2.8. Kerangka Teori

Endogen Eksogen

Proses Metabolik

Proses Degeneratif

UV Radiasi Zat Kimia

Induksi H2O2

Radikal Bebas

Hewan Uji O2 menjadi

reaktif

Superoksida (O)

NADPH Oksidase dan Xantin Oksidase

Hidrogen Peroksida (H2O2)

Superoksida Dismutase (SOD)

Pemecahan Oleh Bantuan Enzim

JikaH2O2Tidak Dipecah

Reaksi Fenton

Senyawa Hidroksil (OHˉ)

yang Reaktif

Glutathione Peroxidase

(GPx)

Menuju Sel Hepar

Menuju Membran Lipid

Berikatan dengan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)

Senyawa Radikal Lipid (L*)

Berinteraksi denganO2

Senyawa Radikal Lipid Peroksida (LOO*) Glutathion

(GSH)

Glutathion teroksidasi

(GSSG) 2 H2O

Enzim GRed

Antioksidan Ekstrak Sarang

Burung Walet

As. amino Vitamin C

Vitamin E (T-OH) Lipid Hidroperoksida

(LOOH)

Non reaktif H2O2

Vitamin A

Kerja enzim

(36)

20

2.9. Kerangka Konsep

Diberi ekstrak Sarang Burung Walet (Collocalia

fuciphaga)

Vitamin A dan C Senyawa As. Amino

Berperan sebagai antioksidan Radikal

bebas

Induksi hidrogen peroksida

(H2O2)

Antioksidan berikatan dengan radikal bebas

Pengukuran Kadar GSH hepar

Penyusun struktur GSH Tikus Sprague

dawley

Observasi pada jaringan hepar tikus

Pengamatan hepatosit

(37)

21

2.10. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Skala Operasional Pengukuran Pengukuran

1 Glutathion Hasil pengu- Spektofoto- Homogenat Numerik (GSH) kuran kadar meter hepar dicam-

glutathion purkan dengan

reagen lalu diukur dengan spektofotome- ter dan diban- dingkan kurva standar GSH

2 Hepatosit Struktur Mikroskop Preparat hepar Kualitatif hepatosit elektron dilihat dibawah

normal mikroskop lalu

dilakukan pengamatan hepatosit

(38)

22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain penelitian eksperimental. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Muhammad Huda Ardo, Mahasiswa Farmasi angkatan 2014. Tahap menentukan sampel penelitian dan populasi, pembuatan ekstrak burung walet dan perhitungan dosis, serta proses terminasi dan eksisi pada tikus telah dilakukan oleh saudara Muhammad Huda Ardo (2016). Selanjutnya pada penelitian ini, peneliti melakukan tahap penimbangan jaringan hepar, pembuatan homogenat, uji kadar glutathion (GSH), dan pembuatan preparat jaringan hepar.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Februari-Juli 2018.

3.2.2. Tempat Penelitian

Pengambilan dan penyimpanan sampel dilakukan di Laboratorium Farmakologi, uji kadar GSH dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Persiapan Kimia, pembuatan preparat jaringan hepar dilakukan di Laboratorium Histologi dan Laboratorium Persiapan Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3. Sampel Penelitian dan Populasi

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jaringan hepar. Sampel ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kelompok penelitian Muhammad Huda Ardo tahun 2017. Penelitian tersebut menggunakan hewan uji berupa tikus putih jantan galur Sprague dawey berusia 5–6 minggu yang sehat, dengan bobot 250–300 gram. Hewan uji diperoleh dari Animal Facility and Modelling Provider Institut Pertanian Bogor. Jumlah hewan uji yang digunakan sebanyak 15 ekor.

(39)

23

Hewan uji dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu: (1) kelompok normal dengan pemberian NaCMC 0,5% 10 ml/kgBB peroral selama 32 hari, (2) kelompok kontrol positif dengan pemberian vitamin E (1000 IU 4,08 ml/g) peroral selama 32 hari dan diinduksi H2O2 1% dengan dosis 1,0 mg/kgBB intramuskular pada hari ke 31 dan 32, (3) kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis rendah 10 mg/kgBB peroral selama 32 hari dan diinduksi H2O2 1% dengan dosis 1,0 mg/kgBB intramuskular pada hari ke 31 dan 32, (4) kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis sedang 20 mg/kgBB peroral selama 32 hari dan diinduksi H2O2 1% dengan dosis 1,0 mg/kgBB intramuskular pada hari ke 31 dan 32, dan (5) kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis tinggi 40 mg/kgBB peroral selama 32 hari dan diinduksi H2O2 1% dengan dosis 1,0 mg/kgBB intramuskular pada hari ke 31 dan 32. Jumlah sampel kemudian disesuaikan dengan menggunakan rumus MEAD. Rumus MEAD dipilih dalam penelitian ini dikarenakan dapat menggunakan jumlah sampel yang minimal dan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian menjadi singkat. Hasil perhitungan jumlah sampel dengan rumus MEAD:

10 = (N-1)-0-(5-1) 20 = (N-1)-0-(5-1)

N = 10+1+0+4 N = 20 +1+0+4

= 15 Sampel = 25 sampel

Keterangan:

E : Derajat kebebasan komponen kesalahan (10-20) N : Jumlah sampel (Dikurangi 1)

B : Blocking component menggambarkan pengaruh lingkungan yang diperbolehkan dalam penelitian (0) T : Jumlah kelompok perlakuan (Dikurangi 1)

E = N - B - T

(40)

24

Berdasarkan hasil perhitungan sampel didapatkan total jumlah hewan uji yaitu antara 15-25 sampel. Penelitian ini menggunakan hewan uji sebanyak 15 ekor dengan pemberian lima perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ekor tikus.

3.3.1. Kriteria Inklusi

1. Tikus putih jantan galur Sprague dawley 2. Tingkah laku dan aktivitas mencit normal

3. Tidak ada kelainan anatomi yang tampak sebelum perlakuan 3.3.2. Kriteria Eksklusi

1. Hewan uji tampak sakit (drop out) selama riset berlangsung 2. Hewan uji mati selama riset berlangsung

3.4. Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian dosis ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) secara per oral.

3.4.2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar GSH hepar tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi H2O2.

3.5. Cara Kerja Penelitian 3.5.1. Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1.1. Alat Penelitian

Ada dua alat penelitian:

1. Alat yang digunakan dalam uji kadar GSH yaitu timbangan, kaca arloji, cutter, pinset, mikropipet dan tip, microtube, spatula, tabung reaksi, rak tabung, gelas beaker, cooler box, kuffet, spektofotometer, sentrifuge.

(41)

25

2. Alat yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan hepar yaitu meja potong, pinset, cutter/silet, botol selai/botol kaca, gelas ukur 5 ml, gelas beaker 100 ml, timer, neraca analitik, tabung erlenmeyer 25, 100, dan 250 ml, inkubator, pemanas, kaset/cetakan, mikrotom, waterbath, slide warmer, object glass, kuas, staining jar, mikroskop.

3.5.1.2 Bahan Penelitian Ada dua bahan riset:

1. Bahan yang digunakan dalam uji kadar GSH yaitu homogenat hepar tikus jantan putih galur Sprague dawley, larutan PBS 7,4, TCA 5%, dapar phospat pH 8.0, dan DTNB.

2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan hepar yaitu organ hepar tikus jantan galur Sprague dawley, aquades, alkohol 30%, 50%, 70%, 80%, 90%, 95%, dan absolut, toluol, parafin, albumin/putih telur, hematoksilin, acid alcohol, eosin, xylol, canada balsam.

3.5.2. Pembuatan Ekstrak dan Perhitungan Dosis

Sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) diperoleh dari Painan, Sumatra Barat, kemudian dideterminasi di Laboratorium Ornithologi, Pusat Penelitian Biologi, Bidang Zoologi LIPI, Kebon Raya, Bogor, Jawa Barat (lampiran 1). Proses pembuatan ekstrak dimulai dari membersihkan sarang burung walet dari bulunya dengan menggunakan pinset. Setelah itu dibersihkan dengan air mengalir selama 5 menit, kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Sarang burung walet yang sudah kering, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Serbuk sarang burung walet yang didapatkan sebanyak 511 gram ditambahkan larutan aquabidest sebanyak 15,5 liter (1 gram dalam 30 ml), kemudian dipanaskan pada suhu 60ᵒC selama 30 menit. Setelah itu dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer pada kecepatan 800 rpm, kemudian dilakukan sonikasi selama 30 menit. Setelah disonikasi dilakukan penyaringan dengan menggunakan dua lapis kain kasa untuk memisahkan endapan. Hasil filtrat kemudian didapatkan dengan cara pengeringan freeze dry selama 14 hari yang dilakukan di LIPI, Bogor (lampiran 2). Perhitungan dosis pemberian ekstrak

(42)

26

sarang burung walet dibedakan menjadi tiga dosis yaitu 10 mg/kgBB, 20 mg/kgBB, dan 40 mg/kgBB kemudian disuspensikan dalam NaCMC 0,5%

(lampiran 3).

3.5.3 Proses Terminasi dan Eksisi Tikus

Hewan uji yang telah diberikan perlakuan selama 32 hari diterminasi pada hari ke-33 dengan pembiusan secara inhalasi menggunakan eter. Tikus dimasukkan ke wadah yang dilapisi kapas yang telah dibasahi dengan eter. Tikus yang telah mati kemudian dinekropsi dan diambil organnya. Organ hepar tikus yang telah diambil dimasukkan ke wadah dan disimpan di dalam freezer dengan suhu -80ᵒC di Laboratorium Farmakologi.

3.5.4. Pengukuran Kadar Glutation (GSH) 3.5.4.1. Penimbangan Bobot Total Organ

Organ hepar ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, kemudian bobot masing-masing sampel dicatat.

3.5.4.2. Penimbangan Jaringan

Organ hepar yang telah ditimbang dan dicatat bobot masing-masing sampelnya, kemudian dipotong dengan menggunakan cutter untuk diambil sebagian (kisaran bobot 0,05 gr tiap sampel). Setelah dipotong dimasukkan ke microtube sesuai dengan kode masing-masing sampel.

3.5.4.3. Pembuatan Homogenat Jaringan

Masing-masing jaringan yang telah dimasukkan ke microtube kemudian di tambahkan larutan PBS 7,4 sebanyak 1000µl lalu dihomogenasi. Homogenat yang sudah di dalam microtube disimpan ke dalam freezer dengan suhu -80ᵒC.

Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar GSH.

(43)

27

3.5.4.4. Uji Kadar Glutathion (GSH)

Masukkan homogenat masing-masing 50µl dengan menggunakan mikropipet dan mikrotip ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi kode sampel.

Kemudian tambahkan TCA 5% sebanyak 200µl ke masing-masing tabung yang berisi homogenat. Kocok sampai homogen. Lalu masing-masing tabung ditambahkan larutan dapar phospat pH 8,0 sebanyak 1750µl. Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Ambil supernatannya, kemudian tambahkan 25µl DTNB dan diamkan selama 1 jam.

Ukur dengan spektofotometer pada gelombang 412 nm dan bandingkan dengan kurva standar GSH (lampiran 4).

3.5.4.5. Analisis Data

Data yang telah didapatkan kemudian dilakukan analisa statistik kadar GSH dengan menggunakan software SPSS versi 22. Analisa dilakukan dengan membandingkan kadar GSH pada seluruh kelompok. Urutan uji diawali dengan uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene. Jika hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukan data terdistribusi normal dan homogen (p≥0,05) maka dilanjutkan dengan uji parametrik One Way ANOVA (lampiran 6).

Apabila uji normalitas dan homogenitas menunjukan data tidak terdistribusi normal dan/atau tidak homogen (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji non-parametrik Kruskal-Wallis. Kemudian jika uji parametrik One Way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilakukan uji Post- hoc untuk mengetahui kelompok uji manakah yang memiliki perbedaan bermakna tersebut.

3.5.5. Pembuatan Preparat Histologi dan Pewarnaan dengan Hematoksilin- Eosin

3.5.5.1. Fiksasi Jaringan

Pada penelitian ini, tahap fiksasi jaringan telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Fiksasi jaringan bertujuan untuk mempertahankan struktur jaringan.

Jaringan akan mengalami proses autolisis saat terpisah dari tubuh. Proses autolisis

(44)

28

ini akan lebih cepat terjadi pada suhu tropik (24-36ᵒC). Supaya pengamatan jaringan mendekati dengan struktur aslinya maka jaringan tersebut harus difiksasi.

Jaringan difiksasi ke dalam cairan formalin PBS segera setelah diambil dari tubuh.

Bila keadaan ini tidak memungkinkan, jaringan dapat disimpan dengan dibekukan dalam ruang bertemperatur rendah (freezer, -20°C).44 Proses fiksasi jaringan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu dengan menggunakan suhu untuk mempersiapkan jaringan dalam proses pembuatan preparat. Jaringan difiksasi dengan cara disimpan di dalam freezer dengan suhu -80ᵒC.

3.5.5.2. Dehidrasi

Proses dehidrasi bertujuan untuk menarik molekul air dari dalam suatu jaringan, agar parafin yang nantinya diberikan dapat masuk kedalam jaringan.

Proses dehidrasi dilakukan secara bertahap dengan memasukkan jaringan ke dalam botol kaca berisi alkohol dengan konsentrasi dari rendah ke tinggi yaitu 30% (selama 20 menit, 3 kali pengulangan), 50% (selama 20 menit, 3 kali pengulangan), 70% (selama 20 menit, 3 kali pengulangan), 80% (selama 20 menit, 3 kali pengulangan), 90% (selama 20 menit, 3 kali pengulangan), 95%

(selama 20 menit, 3 kali pengulangan), dan alkohol absolut (selama 20 menit, 3 kali pengulangan).

3.5.5.3. Clearing

Proses clearing bertujuan untuk menghilangkan alkohol yang ada di dalam jaringan setelah dilakukannya proses dehidrasi. Proses clearing dilakukan dengan memasukkan jaringan ke dalam botol kaca berisi alkohol-toluol dengan perbandingan 1:1 selama 25 menit. Setelah itu jaringan dimasukkan ke dalam toluol murni dan diamkan selama 1 jam.

3.5.5.4. Embedding

Embedding bertujuan untuk menghilangkan cairan dalam jaringan saat proses clearing untuk kemudian digantikan dengan paraffin. Setelah proses Clearing, masukkan jaringan ke dalam botol berisi 50 ml campuran toluol-parafin dan diamkan selama semalam pada suhu ruang. Setelah itu masukkan ke dalam

(45)

29

parafin cair selama 15 menit, sebanyak 4 kali pengulangan. Proses ini dilakukan di dalam inkubator dengan suhu 60ᵒC.

3.5.5.5. Pencetakkan Blok Parafin

Pencetakkan blok parafin/blocking merupakan proses penanaman jaringan kedalam parafin, tujuannya untuk mempermudah pemotongan. Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan/kaset, lalu ke dalam setiap cetakan dimasukkan jaringan sampai terendam parafin, kemudian letakkan tissue cassete diatasnya.

Biarkan di suhu ruang hingga cetakan blok parafin membeku. Selanjutnya blok parafin dilepas dari cetakan dan siap untuk dilakukan pemotongan.

3.5.5.6. Pemotongan Blok Jaringan

Blok parafin yang sudah jadi dipotong dengan menggunakan mesin mikrotom dengan ketebalan berkisar 6m. Keadaan blok parafin ini harus dingin untuk mendapatkan hasil pemotongan yang baik, maka sebaiknya blok parafin dimasukkan kedalam coller box sebelum dilakukan pemotongan. Potongan blok parafin tersebut lalu diambil dengan menggunakan pinset dan diletakkan secara hati-hati di atas permukaan air dalam waterbath yang bersuhu 40-50°C.

Bentuk irisan potongan dapat dirapikan dengan menggunakan pinset, kemudian diletakkan di atas kaca obyek yang telah diolesi albumin dan gliserin.

Kaca obyek dengan irisan potongan diletakkan diatas slide warmer yang telah diatur pada suhu 60°C selama 10 menit. Setelah itu biarkan semalam pada suhu ruang. Preparat yang sudah didiamkan semalam kemudan siap untuk dilakukan pewarnaan.

3.5.5.7. Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin

Bahan yang digunakan dalam proses pewarnaan yaitu xylol, alkohol absolut, alkohol dengan konsentrasi 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50%, aquadest, larutan hematoksilin, acid alcohol, dan larutan eosin 1%. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke staining jar masing-masing sebanyak 200ml. Preparat disusun pada rak preparat kemudian dicelupkan ke staining jar secara berurutan dengan waktu sebagai berikut:

Gambar

Tabel    Halaman
Gambar 2.1. Walet Spesies Collocalia fuciphaga  Sumber: Kennedy, Robert S. 2000.
Gambar 2.2. Sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) Sumber: Redaksi AgroMedia. 2008.
Gambar 2.3. Anatomi Regional Hepar Tikus             Sumber: Treuting, Piper M. 2018.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak daun yakon ( Smallanthus sonchifolius ) dengan dosis 300 mg/kgBB/hari selama 14 hari terhadap kadar glukosa

Analisa statistik dilakukan dengan membandingkan kadar SGOT di dalam kelompok yang sama pada hari yang berbeda yakni hari ke-0, hari ke-15 dan hari terminasi menggunakan

Pemberian ekstrak jintan hitam dengan dosis 500 mg/hari setelah diberikan paparan asap rokok sebanyak 4 batang/hari pada kelompok perlakuan (P) menghasilkan kadar

Berdasarkan hasil penelitian pemberin serbuk ekstrak rosela I dosis 40,5 mg/KgBB KgBB dapat mempertahankan fungsi sistem imun pada tikus Sprague Dawley dengan peningkatan

Hasil pengukuran kadar gula darah tikus yang diberi perlakuan tablet campuran ekstrak daun pepaya dan ekstrak daun salam dengan dosis 2,564 mg/200 g BB (Dosis II) menunjukkan

Pemberian perlakuan ekstrak etanol 80% biji jintan hitam Indonesia dengan dosis 24 mg/kgBB, 48 mg/kgBB, dan dosis 72 mg/kgBB dibandingkan dengan dosis 0 mg/kgBB pada hasil notasi

Pemberian kombinasi ekstrak umbi sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. Juss) dosis 250 mg/kgBB tidak memberikan perbedaan bermakna dalam menurunkan kadar glukosa darah

Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan pengaruh pemberian ekstrak jintan hitam dengan dosis 500 mg/hari terhadap kadar hemoglobin tikus Sprague Dawley yang telah