1
KONSEP 4B (BRAIN, BEAUTY, BEHAVIOR, BRAVE) DI MATA PUBLIK (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Persepsi Nasabah terhadap Konsep 4B pada
Karyawan Frontliner Bank Panin KCU Kota Kediri)
SHEILLA ARDILLA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
ABSTRACT
The development of such a rapid growth in the world economy, information and communication technology provides a challenge and an opportunity for the world of Public Relations (PR), which serves as a bridge of communication between the company and the community. Public Relations is a method of communication to create a positive image of the partner organization on the basis of respect for the common good in the public eye. In some companies, the role of Public Relations run by frontliner associated with the function of public relations are not institutionalized or called method of communication, which in banking, frontliner consists of personal banker, account officer, customer service and teller. Frontliner will be dealing directly with customers to handle complaints and customer needs so that it takes attitude, self-concept or self-good traits, relating to the concept 4B (brain, beauty, behavior and brave).The purpose of this study to determine the public's perception of the concept of employee frontliner 4B in Panin Bank. Populations studied are customers of Bank Panin KCU Kediri, research was conducted on 27 November to 24 December 2012 with a sample of 25 informants were taken by purposive sampling technique according to specified criteria. This type of research uses descriptive method with qualitative approach, data collection using focus group discussions and in-depth interviews. The results showed that customers have a perception or views and each criterion, the concept of brain, beauty, behavior and brave as the fulfillment of the overall concept 4B frontliner employees Panin Bank KCU Kediri.
Keywords: Concept 4B, Public Perception, Frontliner.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan pertumbuhan dunia yang begitu pesat dalam bidang ekonomi, teknologi komunikasi dan informasi memberikan suatu tantangan dan peluang bagi dunia Public Relations (PR). PR memiliki fungsi dan tugas pokok sebagai image builder (pembangun citra) dari sebuah
perusahaan. Perusahaan yang baik dan melekat dalam benak (mindset) para pelanggan adalah perusahaan yang mempunyai citra positif, setiap citra positif yang ditampilkan oleh perusahaan terhadap publiknya membuat publik (pelanggan) meletakkan keyakinannya pada
2 perusahaan tersebut. Selain itu,
perusahaan juga secara otomatis akan dicari oleh para konsumen karena kinerja dari perusahaan ataupun kualitas dari produknya. Maka dari itu, begitu besarnya peran seorang PR dalam suatu perusahaan sehingga PR menjadi tumpuan dan pilar perusahaan yang berguna untuk menciptakan sebuah reputasi yang berasal dari persepsi publiknya.
“Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubuangan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”, (Rakhmat, 2007, h.51). Persepsi individu tentang diri sendiri atau suatu nilai yang berlaku di masyarakat yang terbentuk dalam interaksi akan mempengaruhi bagaimana individu akan membentuk dirinya. Inilah yang dimaksud dengan konsep-diri.
“Konsep-diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain” (Mulyana, 2005, h.7).Persepsi yang sama belum tentu akan membentuk konsep-diri yang sama pada setiap individu termasuk dalam diri seorang karyawan frontliner perbankan. Hal inilah yang menarik dalam penelitian ini sehingga peneliti menetapkan untuk menjadikan karyawan frontliner Bank Panin sebagai obyek penelitian dan peneliti ingin melihat bagaimana nasabah mempersepsikan sebuah konsep brain,beauty,behavior dan brave.
Berbicara
brain,beauty,behavior,brave tidak jarang dikaitkan dengan kontes kecantikan dimana dalam kontes tersebut memiliki kriteria penilaian yang berbeda satu sama lain, hal ini
juga disesuaikan dengan keadaan dan kompetensi yang diharapkan oleh masing-masing daerah penyelenggara kontes tersebut. Namun, dengan berbagai perbedaan kriteria penilaian, ada satu konsep penilaian yang diakui secara tidak tertulis sebagai dasar penilaian dalam berbagai kontes kecantikan, yaitu setiap peserta yang mengikuti kontes kecantikan tersebut harus mampu memenuhi kriteria brain,beauty,behavior dan brave.
Kriteria brain,beauty,behavior sendiri pada awal mulanya berasal dari kontes kecantikan tingkat dunia, Miss Universe yang telah diselenggarakan sejak tahun 1952.
Dengan adanya konsep diri ini, frontliner mampu membangun citra terhadap publiknya (nasabah) dari yang awalnya kurang baik menjadi lebih baik dalam memberikan layanan jasa sehingga mereka dapat mempersiapkan diri mereka sebagai komunikator yang handal dan profesional.
Konsep brain,beauty,behavior dan brave memang memiliki pengertian tersendiri berdasarkan asal kata dan istilah tetapi tidak menutup kemungkinan konsep ini mendapat pemahaman yang berbeda dari berbagai pihak. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana persepsi nasabah membentuk konsep- diri seorang karyawan frontliner berdasarkan konsep 4B itu sendiri, dan menerapkannya pada karyawan frontliner perbankan khususnya Bank Panin KCU Kota Kediri berdasarkan konsep 4B.
II. PERMASALAHAN
Dari uraian diatas
permasalahannya adalah bagaimana
3 persepsi publik (nasabah) Bank Panin
terhadap konsep brain,beauty,behavior dan brave pada karyawan frontliner Bank Panin.
III. KAJIAN TEORI
Public Service Communication,
“Dalam arti sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar”
(Saleh, 2010, h.23). Konsep ini lebih menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu delivery system yang sehat.
Dalam Saleh (2010), kajian Public Service Communication akan lebih menekankan pada beberapa kajian berikut yaitu:
1. Citra dan reputasi, yaitu bagaimana kegiatan komunikasi dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat menciptakan citra yang positif bagi organisasi dan mendorong tercapainya reputasi yang baik bagi organisasi tersebut.
2. Handling complaint, yaitu bagaimana kegiatan komunikasi pelayanan publik dalam menangani keluhan publik serta bagaimana strategi komunikasi yang efektif dalam hal tersebut.
3. Etika pelayanan. Kajian komunikasi pelayanan publik memfokuskan pada bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik (service excellent) bagi masyarakat yang dilayani.
4. Customer Service, yaitu kemampuan memberikan perhatian yang tulus bagi para pelanggan.
Persepsi, Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, terdapat per- bedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Ada kalanya perbedaan inilah yang menyebabkan mengapa seseorang menyukai suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung ba- gaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Boeree (2008) menyatakan pada ke- nyataannya sebagaian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian diten- tukan oleh persepsinya. Sedangkan menurut pendapat lain “persepsi ada- lah penafsiran suatu objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang di- peroleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”
(Rakhmat, 2007, h.15).
Faktor yang mempengaruhi Persepsi
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi persepsi (Irwanto, 2002, h.96), adalah sebagai berikut”:
a. Perhatian yang selektif
Manusia dalam hidupnya akan banyak menerima rangsangan, tetapi rangsangan tersebut tidak harus diterima semua. Karena itu, individu hanya memusatkan perhatian pada rangsangan- rangsangan tertentu.
b. Ciri-ciri rangsangan
Rangsangan yang bergerak akan lebih menarik perhatian daripada rangsangan yang diam.
Rangsangan yang paling besar
4 diantara yang kecil juga akan
menjadi perhatian manusia.
c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu Seorang seniman tentu punya pola rasa yang berbeda dalam pengamatannya daripada seorang yang bukan seniman.
d. Pengalaman terdahulu
Pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi manusia dalam mempersepsi dunia.
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi persepsi, (Gibson dan Ivancevich, 1996, h.34) :
1. Stereotipe :Suatu bentuk yang dihasilkan dari penggambaran pada karakteristik suatu obyek tertentu, yaitu ciri yang dianggap mengikuti individu.
2. Selektifitas : Penyempitan persepsi karena keterbatasan otak dalam menampung seluruh informasi sehingga hanya informasi tertentu saja yang dipilih untuk masuk kedalam otak, terutama informasi yang mendukung pendapat pribadi.
3. Konsep Diri : Suatu daktor situasional yang melingkupi suatu obyek dalam kurun waktu tertentu.
4. Kebutuhan :Kebutuhan merupakan keinginan dan kebutuhan yang muncul pada diri seseorang.
5. Emosi : Emosi yaitu faktor psikologis dari keadaan perasaan seseorang.
Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi itu sangat subyektif karena disamping dipengaruhi stimulus dan situasi pengamatan juga dipengaruhi oleh pengalaman, harapan, motif, kepribadian dan keadaan fisik individu.
Frontliner adalah wajah dan ujung tombak, paling pertama dilihat
oleh pelanggan. Frontliner akan membentuk citra sebuah lembaga.
Frontliner harus mampu menserasikan antara apa yang diharapkan apa yang diwujudkan, mempertemukan kepen- tingan bersama organisasi atau peru- sahaan dengan para pelanggannya.
Dengan keharmonisan tersebut, akan menciptakan pula iklim yang terus- menerus positif dalam pengertian kreatif, produktif, progresif antara kedua belah pihak.
Harus diakui, salah satu para- meter untuk melihat budaya pelayanan dari suatu perusahaan adalah dari pelayanan yang diberikan frontliner.
“Merekalah yang menyampaikan pela- yanan, merekalah yang bertemu lang- sung dengan pasien dan merekalah yang menjadi obyek penting yang dievaluasi oleh pasien. Ibarat dalam suatu drama, merekalah yang menjadi aktor yang dilihat dan dinikmati oleh penonton”. (Antobakri, 2008, h.12)
Ada tiga unsur dalam frontliner yang harus menjadi fokus untuk service standard yaitu : penampilan personal, meja kerja serta sikap dan kata-kata. Penempatan staf bagian depan (frontliner) harus hati-hati, karena para staf inilah yang nantinya menciptakan kesan pertama (First Impression) bagi seorang pelanggan (nasabah).
Hal terakhir yang sangat urgen harus diperhatikan adalah sikap dan kata-kata. Seorang frontliner harus ramah, murah senyum, dan tidak jutek bagaimanapun kondisinya. Senyum yang tulus dan hangat adalah kunci dari seorang frontliner, selain senyum yang manis kata-kata juga harus diperhatikan. Ada magic words (kata- kata magis) yang jika itu dilaksanakan, berdasarkan riset akan membuat orang
5 senang dan respek kepada kita. Magic
words itu adalah : greeting (ucapan salam), excuse (permohonan maaf), dan thank you (ucapan terima kasih).
(Ninis: Presentasi service quality and service standart , sq no. 1 . Let s do it!)
Attraction Interpersonal, menurut Barlund (1968) Atraksi interpersonal adalah “kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang”
(Rakhmat, 2007, h.110). Makin tertarik kita kepada seseorang, makin besar kecenderungan kita berkomunikasi dengan orang tersebut.
Atraksi timbul oleh adanya faktor- faktor baik yang bersifat personal maupun situasional.
I. Faktor personal : Kesamaan karakteristik personal, tekanan emosional (stress), harga diri yang rendah dan isolasi sosial II. Faktor situasional
1. Daya tarik fisik (Physical attractiveness)
Beberapa penelitian mengung- kapkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama atraksi inter- personal. Mereka yang berpe- nampilan cantik dan menarik biasanya mudah men-dapat perhatian dan simpati orang.
2. 2. Ganjaran (reward)
Thibault dan Kelley (1959) menyatakan atraksi dengan demikian, timbul pada interaksi yang banyak mendatangkan laba. Bila pergaulan kita de- ngan orang lain sangat me- nyenangkan, sangat meng- untungkan dari segi psikologis atau ekonomi, kita akan saling menyenangi.
3. Familiarity
Familiarity artinya sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Seseorang atau hal-hal yang sudah kita kenal dan akrab biasanya lebih di- sukai daripada hal-hal atau orang yang masih asing dengan kita.
4. Kedekatan (proximity)
Whyte (1956) mengatakan erat kaitannya dengan familiarity adalah kedekatan. Orang cen- derung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berde- katan. Persahabatan lebih mu- dah tumbuh diantara tetangga yang berdekatan
5. Kemampuan (competence) Terdapat kecendurungan bah- wa seseorang lebih menyukai orang lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi atau lebih berhasil dalam kehi- dupannya daripada dirinya.
William D. Brooks (1974) mendefinisikan konsep-diri sebagai
“those physical, social and psychological perception of ourselves that we have derived from experiences and our intercation with other” (Rakhmat, 2007, h.99). Dari penger- tian brooks dapat dikatakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Konsep-diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita terhadap diri kita. Jadi konsep-diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita.
Anita Taylor (1977) kemudian mendefinisikan konsep-diri sebagai
“all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold abou yourself” (Rakhmat,
6 2007, h.100). Dengan demikian ada
dua komponen dalam konsep-diri yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut sebagai citra diri (self image) dan komponen afektif disebut sebagai harga diri (self esteem).
“Konsep-diri sendiri terdiri atas perasaan dan pemikiran individu mengenai kekuatan, kelemahan, ke- mampuan, batasan aspirasi dari indi- vidu dan bagaimana pandangan indi- vidu tersebut terhadap dunia” (De Vito, 1996, h.56).
Konsep diri juga mengenal istilah “I” dan “Me” sebagai turunan dari teori Interaksionisme Simbolik.
Mead (1934) menyatakan bahwa setiap individu dapat menjadi subjek sekaligus objek bagi dirinya sendiri.
Sebagai subjek, kita bertindak dan sebagai objek, kita mengamati diri kita sendiri bertindak. Ia menyebut subjek atau diri yang bertindak sebagai “I”
yang bersifat spontan, impulsive dan kreatif. Sedangkan diri kita sebagai objek atau diri yang mengamati adalah
“Me” yang lebih reflektif dan peka secara sosial (West dan Turner, 2008, h.107)
Konsep Brain, Beauty, Behavior dan Brave,
Konsep brain,beauty,behavior,brave sendiri pada awal mulanya berasal dari kontes kecantikan tingkat dunia, Miss Universe yang telah diselenggarakan sejak tahun 1952. Awalnya ajang pemilihan yang berasal dari Amerika Serikat ini adalah kontes busana renang atau swimsuit, tetapi seiring dengan berjalannya waktu kontes ini kemudian berubah menjadi ajang pemilihan tingkat dunia yang bertujuan untuk mencari sosok perempuan yang mampu menjadi
panutan bagi semua perempuan di dunia (Sumber: missuniverse.com). Untuk memenuhi sosok ideal sebagai panutan maka dibentuklah sebuah konsep yang terdiri dari brain,beauty,behavior dan brave sebagai komponen dasar yang harus dipenuhi sosok penutan tersebut.
Kesuksesan kontes Miss Universe yang berhasil mencetak pemenang - pemengangnya kemudian menginspirasi pemilihan-pemilihan serupa yang hadir bahkan lebih dari itu duta produk atau kampanye tertentu juga menggunakan konsep ini dalam mencari sosok duta yang akan bekerja sama dalam suatu usaha promosi atau kampanye tersebut.
Pandangan lain tentang konsep brain,beauty,behavior dan brave adalah tujuan dari Yayasan Puteri Indonesia sebagai penyelenggara kontes kecantikan Puteri Indonesia yakni membentuk tokoh remaja puteri yang dapat menjadi panutan dan tauladan serta pendorong kemajuan wanita dalam berbagai bidang yang sesuai dengan tujuan dan kriteria Yayasan Puteri Indonesia, yaitu:
1.Brain : Intelegensia, memiliki kecerdasan, memiliki ilmu penge- tahuan dan mandiri.
2. Beauty : Pandai merawat diri, bersih, cantik dan berpenampilan rapi.
3. Behaviour : Percaya kepada Tuhan YME, berkepribadian luhur, memiliki hidup dan kepedulian terhadap sesama.
Brain. “If you have natural physical beauty it is a tragedy to waste this beauty by having boring mind. It is like buying an expensive car and not putting fuel in the tank” (Bono, 2004, h.2).Berdasarkaneduclopedia.blogspot.
7 com terdapat lima jenis kecerdasan
manusia yaitu:
1. Intellegent Quotient (IQ)
Kecerdasan pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemam- puan otak kita untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah. Sudah ber- tahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan pro- mosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang.
2. Emotional Quotient (EQ)
Disebut juga kecerdasan Emosi.
Kecerdasan emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia dalam mengelola emosi dan perasaan.
Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performance dan kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan.
Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai, karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk ditingkatkan dibandingkan kecer- dasan emosi.
3. Spiritual Quotient (SQ)
Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan.Kecerdasan ini muncul apa-
bila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kua- sanya kepada manusia (bukan atheis).
4. Moral Quotient (MQ)
Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan moral meru- pakan kemampuan untuk mem- bedakan yang benar dari yang salah seperti yang didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum meru- pakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia secara umum pada seluruh budaya di dunia. Ke- cerdasan moral penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, ka- rena secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna.
5. Adversity Quotient (AQ)
Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh mana sikap, kemampuan dan kinerja pegawai terwujud di dunia kerja khususnya,”. Pendek kata, orang yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih rendah.
Beauty. “Beauty is something that can be appreciated by others” (Bono, 2004, h.2). Dalam Cambridge Dictionary, Beauty berarti the quality of being pleasing, especially to look at.
Kata kunci dari beauty adalah „tampak oleh mata‟ Dalam kehidupan ber- interaksi, penampilan fisik itu penting sekali. Berpenampilan menarik adalah
8 berpenampilan yang sejujur-jujurnya
namun bisa menempatkan diri.
Penampilan seorang frontliner yang baik dan menarik akan memberikan persepsi yang positif terhadap orang lain yang bertemu dengan mereka.
Selain itu hal tersebut menyangkut kesan pertama calon atau customer terhadap produk atau jasa yang kita pasarkan.
Behavior dikaitkan dengan perilaku kerja yang merupakan bagian yang berperan sangat penting dalam kehidupan bekerja. Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang yang bekerja. Menurut Bond dan Fried Meyer (1987) “perilaku kerja yaitu kemampuan kerja dan perilaku- perilaku dimana hal tersebut sangat penting di setiap pekerjaan atau situasi kerja” (h.40). Pendapat lain, mende- finisikan perilaku kerja yaitu “bagai- mana orang-orang dalam ling-kungan kerja dapat mengaktualisasikan dirinya melalui sikap dalam bekerja, dimana menekankan pada sikap yang diambil oleh pekerja untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan di ling- kungan tempat kerja mereka”
(Robbins, 2002, h.35 dan h.39).
Definisi perilaku kerja menurut penelitian ini yaitu kemampuan kerja dan perilaku-perilaku dari para pekerja dimana mereka menunjukkan tindakan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di tempat mereka bekerja.
Brave. Merupakan gagasan dari Puteri Indonesia 2004 yaitu Artika Sari Devi yang menambahkan poin brave dalam konsep brain,beauty,behavior sebelumnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh pro kontra yang terjadi di Indo- nesia saat ia mewakili Indonesia dalam ajang Miss Universe. Keberanian se-
orang finalis dirasa sangat penting dan dibutuhkan karena dengan adanya ke- beranian memacu dan memotivasinya bahwa apa yang dilakukannya baik.
IV. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam Moleong (2003), disebutkan metode deskriptif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Analisis ini digunakan karena memang peneliti ingin mengetahui dang menggali persepsi nasabah tentang konsep brain,beauty,behavior dan brave yang ada pada karyawan frontliner Bank Panin Kota Kediri, maka dari itu peneliti haruslah menggali informasi secara mendalam melalui informan tanpa bertujuan untuk melihat adakah hubungan antarvariabel.
Fokus dari penelitian ini adalah publik dapat memahami dan mema- parkan mengenai apa itu konsep Brain, beauty, behavior, dan brave yang ada pada karyawan frontliner.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan FGD yang merupakan sebuah metode pengumpulan data atau penelitian untuk memahami sikap dan perilaku khalayak. FGD biasanya terdiri dari 6-12 orang yang secara bersamaan dikumpulkan dan diwawancarai dengan dipandu oleh moderator. Selain itu juga dilakukan wawancara mendalam (in depth interviewing) adalah sebuah strategi untuk memahami orang-orang atau fenomena yang diteliti. Peneliti memilih wawancara karena metode ini
9 merupakan alat yang sesuai untuk
mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan atau dirasakan orang tentang berbagai aspek kehidupan.
Melalui tanya jawab, kita dapat memasuki alam pikiran orang lain sehingga kita memperoleh gambaran tentang dunia mereka.
Sedangkan untuk analisi data, Miles and Huberman (1994) menge- mukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus- menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusion) (Pawito, 2008, h.104).
Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi metode focus group discussion dan wawancara mendalam.
Sementara triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kuali- tatif. Adapun jalan yang dilakukan un- tuk triangulasi sumber dalam pene- litian ini adalah membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan FGD, membandingkan hasil wawancara dan FGD dengan ber- bagai pendapat dan pandangan dari individu lain,serta membandingkan hasil wawancara dan FGD dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persepsi nasabah terhadap
konsep brain :
Layanan dinilai berdasarkan persepsi konsumen yang memban- dingkan harapan untuk menerima layanan dan pengalaman sebenarnya atas layanan yang diterima. Jika harap-
an mereka terpenuhi nasabah akan tertarik dan melakukan pembelian atau melanjutkan transaksi di organisasi atau perusahaan tersebut, sebaliknya jika harapan mereka tidak terpenuhi mereka akan mencari tempat dimana harapan mereka akan terpenuhi (Machfoedz,2010). Berangkat dari te- ori tersebut, pada permasalahan ini terjadi kurangnya kesinambungan an- tara harapan dan realita yang terjadi di lapangan khususnya dalam konsep Brain. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pandangan atau pendapat nasabah terhadap pemenuhan konsep brain pada karyawan frontliner.
Seorang frontliner berperan dalam membangun hubungannya dengan para nasabah dan memberikan kepuasan kepada mereka atas pelayanannya.
Dalam menjalankan fungsi dan peran- nya sebagai frontliner, mereka dituntut membekali diri dengan kemampuan berkomunikasi (communication skills) dan pengetahuan (knowledge) yang luas. Kemampuan komunikasi seorang frontliner perbankan diterapkan saat mereka menyampaikan tentang infor- masi perbankan dan produknya dengan jelas dan mudah diterima oleh nasabah, apalagi yang masih awan dengan dunia perbankan. Harapannya adalah nasabah tidak merasa kesulitan dalam memperoleh informasi yang mereka butuhkan karena yang nasabah inginkan adalah kemudahan. Sedang- kan pengetahuan menjadi sangat pen- ting mengingat mereka akan melayani nasabah dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan, sehingga akan memudahkan frontliner untuk berinteraksi dengan mereka. Penge- tahuan disini meliputi pemahaman yang baik terhadap produk knowledge
10 minimal informasi yang berkaitan
dengan perbankan terkait.
Disamping itu, aspek waktu turut hadir dalam persepsi nasabah dalam konsep brain. Menurut Jules Henry (dalam Mulyana,2008) mengatakan bahwa waktu menentukan hubungan dengan antar manusia dan waktu juga berhubungan erat dengan perasaan hati dan perasaan manusia. Bagaimana kita mempersepsi dan memperlakukan waktu secara simbolik menunjukkan sebagian dari jati diri manusia itu sendiri: siapa diri kita dan bagaimana kesadaran kita akan lingkungan kita.
Demikian hal nya jika dikaitkan kinerja dengan frontliner, para nasabah menginginkan dalam konsep brain ini frontliner mampu menggunakan waktu yang efektif dan efisien.
Poin selanjutnya yang berkaitan dengan konsep brain adalah kecer- dasan verbal-linguistik dimana menurut Howard Gardner (1983) Sese- orang yang cenderung dalam kecer- dasan ini berfikir menggunakan per- kataan untuk menyampaikan sesua-tu secara berkesan dalam bentuk lisan atau penulisan. Artinya, pemilihan dan penggunaan kata serta bahasa yang digunakan frontliner dalam berkomu- nikasi dengan nasabah menjadi sangat penting contohnya menggunakan ba- hasa Indonesia yang baik dan benar sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) serta kata sapaan yang tepat.
Seperti yang diugkapkan John C.
Condon dan Fathi Yousef dalam Mulyana, 2008 bahwa fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek dan peristiwa. Setiap orang punya nama untuk identifikasi sosial. Hal tersebut tampak saat frontliner sedang berkomunikasi dengan nasa-bahnya,
pemilihan dan pengguna-an kata dalam menyampaikan infor-masi atau sekedar menjadi sapaan kepada nasabah menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan karena hal ini juga meru- pakan bagian dari proses komunikasi yang baik agar penerima pesan dapat langsung menerima infor-masi dengan nyaman dan sesuai harapan mereka.
Aspek terakhir dalam konsep Brain, adalah daya tanggap. Bagi sebagaian nasabah, daya tanggap yang baik merupakan salah satu tuntutan yang harus dimiliki oleh frontliner, misalnya, ketanggapan dalam mela- kukan transaksi, frontliner harus bisa dengan cepat dan tepat melayani setiap transaksi nasabah seperti transfer, pembukaan rekening baru dan juga pengambilan uang atau tabungan nasabah. Selain yang dijelaskan diatas, daya tanggap atau responsiveness merupakan indikator yang paling diharapkan oleh nasabah adalah se- orang frontliner yang sigap dalam me- layani dan terampil dalam menanggapi kebutuhan nasabah.
2. Persepsi nasabah terhadap konsep beauty :
Kualitas yang disebut dengan
“cantik” benar-benar ada, secara objektif dan universal (Wolf, 2004:
29). Kecantikan dipercaya merupakan konsep yang berlaku universal, dimana kecantikan tidak selalu identik dengan cantik secara fisik seperti bentuk wajah, postur tubuh, warna kulit, tinggi badan dan sebagainya. Bahkan sebagian dari para informan ber- pendapat bahwa cantik itu tidak harus seperti hal-hal yang dijelaskan di- atas,namun lebih melihat kecantikan dari segi kepiawaian frontliner dalam menampilkan dirinya agar terlihat me- narik dan memikat. Kepiawaian ter-