• Tidak ada hasil yang ditemukan

EDISI November. GRATIS (Untuk Kalangan Sendiri)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EDISI November. GRATIS (Untuk Kalangan Sendiri)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EDISI 440

10 November

GRATIS (Untuk K alangan Sendiri)

(2)

Editorial

Shalom,

Minggu lalu kita kembali beribadah secara on line. Penyebaran COVID varian baru (delta) ternyata lebih cepat dibanding dengan virus sebelumnya; apalagi jika kita tidak menuruti prokes yang telah ditetapkan dengan tepat.

Hampir semua rumah sakit penuh nyaris tidak dapat menampung pasien baru. Lalu

apa yang dapat kita lakukan? Bagaimana sikap kita menghadapi keadaan ini?

Firman Tuhan Minggu lalu memunculkan dua orang sedang mengalami penyakit parah yang hampir mematahkan harapan untuk sembuh. Yesus sedang berada di antara orang- orang yang berdesak-desakan mengikuti-Nya. Seorang perempuan yang sudah 12 tahun sakit pendarahan tidak juga mendapat kesembuhan walau hartanya sudah habis dipakai untuk berobat. Dengan tubuh lemah dia berusaha menerobos kerumunan untuk mendekati Yesus. Tangannya terus terulur berusaha mencapai jumbai jubah-Nya. Mungkin berkali- kali dicobanya dan gagal tetapi dia terus melakukannya. Dia berkeyakinan jika tangannya berhasil memegang jumbai jubah-Nya dia akan sembuh. Tentu usaha itu tidak dilakukannya dengan mudah. Badannya makin lemah kehabisan darah tetapi ia tidak putus asa untuk terus mencoba menjamah ujung jubah-Nya.

Yesus sebenarnya sedang menuju rumah Yairus untuk anak perempuannya yang sakit hampir mati tetapi terhalang oleh kerumunan orang banyak yang berdesak-desakan. Yesus mendadak berhenti. Ia melihat sekeliling-Nya dan bertanya, “Siapa menjamah Aku? Aku merasa ada kekuatan keluar dari diri-Ku!” Yairus, kepala rumah ibadat itu sudah tidak sabar lagi… anaknya hampir mati. Tiba-tiba seorang dari keluarga Yairus datang memberitahu bahwa anaknya sudah meninggal dan mengatakan agar Yairus tidak lagi menyusah-nyusahkan Yesus. Masihkah ada harapan? Semua tampak sudah final dan Yesus sepertinya terlambat datang. Namun kata-kata Yesus memberinya pengharapan,

“Jangan menangis, anakmu tidak mati, dia hanya tidur.”

Bagaimana sikap Anda bila Anda menghadapi hal serupa? Kita tahu akhir dari kisah dua

orang tersebut, perempuan yang mengalami 12 tahun pendarahan sembuh dan anak

Yairus yang meninggal hidup kembali. Kedua orang yang nyaris putus asa itu telah

memberi pelajaran bagi kita bahwa seberat apapun masalah yang kita alami, kita yakin

mendapat pertolongan jika kita menghampiri Tuhan. Yang penting kita harus mempunyai

IMAN YANG BERKOMITMEN dan KONSISTEN! Berkomitmen artinya tetap

beriman teguh bahwa Tuhan mampu melakukan segala sesuatu dan konsisten artinya

iman itu tidak tergoyahkan apapun yang terjadi! (Red.)

(3)

Shalom,

Harus diakui bahwa kita sangat membutuhkan kekuatan Firman Tuhan terlebih di masa pandemi yang mencekam ini. Kalau kita boleh hidup hingga saat ini, semua karena kita ditopang oleh Firman-Nya dan dipimpin oleh Roh Kudus untuk dapat memahami serta menaati perintah-Nya. Dengan melakukan Firman Tuhan dalam keseharian hidup, kita boleh menjadi kesaksian bagi orang-orang di sekitar kita agar mereka juga mengenal Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat serta mengikut-Nya.

Tema “Yesus Berkuasa atas Penyakit dan Kematian” menunjukkan kemahakuasaan Yesus yang tidak perlu kita ragukan atau perdebatkan lagi karena sudah final. Buktinya Alkitab mengisahkan banyak mukjizat telah dikerjakan oleh-Nya bahkan Injil Lukas pasal 5 – 8 saja sudah menuliskan delapan mukjizat yang dilakukan-Nya. Kalau kita masih meragukan kemahakuasaan-Nya, kita menjadi orang Kristen yang sangat malang di dunia ini.

Kali ini kita belajar membangun kerangka berpikir yang benar tentang Tuhan terkait dengan kemahakuasaan-Nya. Kita harus memiliki perspektif/cara pandang benar tentang Yesus sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Firman Tuhan. Injil Lukas 8:40-56 mengisahkan tentang dua kehidupan yang mempunyai perspektif beda tentang Yesus. Ternyata cara pandang beda tentang Yesus dapat memengaruhi kinerja kuasa-Nya di dalam kehidupan mereka. Dengan kata lain, kalau perspektifnya benar cara merespons dalam kehidupan sehari-hari pun akan benar.

Sebaliknya kalau perspektif kita tentang Tuhan salah, cara meresponsnya pun akan salah.

Pdm. Agus Muljono , Lemah Putro, Minggu 27 Juni 2021

YESUS

BERKUASA

ATAS

PENYAKIT

DAN

KEMATIAN

(4)

Contoh: hari-hari ini banyak orang mengikuti ibadah online, masalah yang harus disoroti ialah sudahkah mereka membangun kerangka berpikir yang betul tentang Tuhan? Kita boleh rajin beribadah dan melayani tetapi jika perspektif kita tidak terfokus pada Tuhan maka cara pan- dang kita tidak akan seimbang alias berat sebelah sebab tidak benar bila diukur menurut standar Firman Tuhan.

Kehidupan siapa yang mempunyai perspektif berbeda tentang Yesus di dalam Lukas 8:40-56?

1. Yairus, kepala rumah ibadat, dengan keluarganya menggambarkan kehidupan keluarga Kristen yang aktif dalam kegiatan pelayanan dan mempunyai kedudukan penting dalam gereja.

“…..Maka datanglah seorang yang bernama Yairus. Ia adalah kepala rumah ibadat.

Sambil tersungkur di depan kaki Yesus ia memohon kepada-Nya supaya Yesus datang ke rumahnya karena anaknya perempuan satu-satunya yang berumur kira-kira dua belas tahun hampir mati. Dalam perjalanan ke situ Yesus didesak-desak orang banyak…..Ketika Yesus masih berbicara, datanglah seorang dari keluarga rumah ibadat itu dan berkata:

“Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru!” Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata kepada Yairus: “Jangan takut, percaya (pisteuo = have faith

= beriman) saja dan anakmu akan selamat.” Setibanya di rumah Yairus, Yesus tidak mem- perbolehkan seorangpun ikut masuk dengan Dia kecuali Petrus, Yohanes dan Yakobus dan ayah anak itu serta ibunya. Semua orang menangis dan meratapi anak itu. Akan tetapi Yesus berkata: “Jangan menangis; ia tidak mati tetapi tidur.” Mereka menertawakan Dia karena mereka tahu bahwa anak itu telah mati. Lalu Yesus memegang tangan anak itu dan berseru kata-Nya: “Hai anak bangunlah!” Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan.” Dan takjublah orang tua anak itu tetapi Yesus melarang mereka memberitahukan kepada siapa pun juga apa yang terjadi itu.” (ay. 41-43, 49-56)

Yairus yang berkedudukan sebagai kepala ibadat menggambarkan kehidupan orang Kristen yang sibuk dengan pekerjaan pelayanan. Apa yang terbangun dalam perspektif Yairus (juga orang-orang Kristen saat ini) terhadap kinerja Yesus? Sering timbul asumsi bahwa Yesus tidak sungguh-sungguh peduli ingin menyembuhkan anak itu sebab terbukti Ia ter- lambat menolong sehingga anak itu mati. Cara pandang mereka tidak dibentuk berda- sarkan Firman Tuhan dan menganggap Yesus lamban bekerja serta suka terlambat mena- ngani suatu masalah. Sesungguhnya perspektif yang salah ini perlu diluruskan sebab sejak awal hingga akhir hidup-Nya di bumi ini Yesus selalu bekerja tepat waktu.

Logikanya, Yesus harus segera datang ke rumah Yairus untuk menyembuhkan anaknya namun perjalanan-Nya terhalang oleh seorang perempuan yang juga membutuhkan pertolongan-Nya. Akibatnya, Yesus belum sempat menyembuhkan anak itu ia sudah kebu- ru mati. Hal ini dapat menimbulkan asumsi bagi Yairus bahwa Yesus tidak serius mau me- nyembuhkan anak perempuannya.

Apa sebenarnya rancangan Yesus bagi Yairus dan keluarganya? Apakah Yesus tahu anak itu akan mati? Pasti tahu. Ternyata Yesus mempunyai rencana besar bagi Yairus dan kelu- arganya yaitu supaya mereka belajar percaya kepada-Nya.

(5)

Hal serupa yang kita lakukan ketika kita datang kepada Tuhan membawa masalah, kita ingin Dia menyelesaikan problem sesuai dengan ketentuan kita bahkan memberi batasan waktu bagi-Nya untuk segera menyelesaikannya. Kita harus memahami dengan membawa masalah dan batasan waktu, kita juga harus siap membuka hati lebar-lebar dan berjiwa besar. Mengapa? Sebab (1) pertimbangan dan cara kita melihat persoalan belum tentu sama dengan pertimbangan dan cara-Nya Tuhan; (2) batasan waktu kita juga tidak selalu sama dengan batasan waktu yang ditentukan oleh-Nya. Bukankah sering terjadi Ia tidak langsung menjawab dan mengerjakan apa yang kita harapkan? Apakah ini berarti Ia lam- ban dan terlambat menolong kita? Perhatikan, tanpa hati terbuka dan jiwa besar, kita akan berpikiran sempit dan negatif kemudian berasumsi Tuhan tidak peduli, tidak mengasihi dan tidak mau menolong kita padahal Ia memiliki pertimbangan lain yang tidak kita ketahui.

Itu sebabnya ketika disampaikan berita bahwa anak perempuan itu mati, Yesus tidak minta maaf atas keterlambatan-Nya menyembuhkan anak itu tetapi menyuruh Yairus untuk tidak takut, tetap percaya dan anaknya akan selamat. Jujur, kita sering terpengaruh serta terte- kan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di sekeliling kita tetapi Tuhan mempunyai pandangan jauh ke depan yang tidak terjangkau maupun dimengerti oleh kita. Kalau saja kita peka mau meneliti dan menelaah perkataan Yesus “jangan takut, percaya saja dan anakmu selamat” kita dapat merasakan bahwa Ia mempunyai rencana dan rancangan yang lebih besar daripada sekadar penyembuhan dari penyakit.

Anak Yairus memang harus mengalami kematian dengan tujuan:

- Menyatakan kemuliaan Yesus sebagai Tuhan yang berkuasa atas kematian,

- Proses pembelajaran bagi Yairus dan keluarganya untuk percaya/beriman kepada Yesus.

Aplikasi: kita perlu mengetahui dan memahami bahwa setiap kali Tuhan bertindak Ia tidak akan pernah membiarkan diri-Nya didesak oleh batasan waktu kita, oleh perhitungan kita yang pandangannya terbatas, oleh pemikiran kita yang tidak pandai menimbang sesuatu atau menentukan waktu terbaik serta tepat untuk kehidupan kita sendiri. Tuhan bekerja berdasarkan pertimbangan-Nya, perhitungan waktu-Nya dan tujuan-Nya sendiri. Jadi, ka- lau Ia belum mengerjakan apa yang kita minta, ini karena waktu-Nya belum tiba. Justru kita yang harus menyesuaikan diri dengan waktu-Nya sebab bagi Tuhan sangatlah gam- pang mengadakan mukjizat apa saja dan kapan saja sesuai dengan kehendak-Nya. Ia lebih tertarik untuk melatih kita memiliki percaya/iman yang komit dan konsisten. Faktanya, Ia dapat membuat mukjizat tanpa kita minta namun yang jauh lebih sukar ialah melatih kita untuk memercayai Dia sepenuhnya. Masihkah kita percaya/beriman kepada-Nya bila perto- longan dan mukjizat-Nya tidak kunjung datang dan kita menderita kesusahan yang berke- panjangan? Atau kita hanya percaya kepada-Nya bila roda kehidupan kita berjalan lancar?

Tuhan tidak keberatan disalahpahami atas ‘kelambanan-Nya’ dalam berkarya sebab jauh lebih penting bagi-Nya untuk melatih kita memiliki iman yang teguh dan konsisten bukan percaya yang jatuh-bangun atau naik-turun.

(6)

Ada tiga kata kerja berbeda yang digunakan dalam Injil Matius 7:7-10, yakni: mintalah, carilah, ketuklah dengan respons berbeda pula:

diberi, mendapat, dibukakan namun inti peng- ajaran di sini ialah tentang “meminta kepada Allah” sebab kata “minta” muncul dalam setiap ayat sementara “carilah”, ketuklah”, “menda- patkan”, “dibukakan” merupakan perkembangan ide untuk menekankan ketidaksia-siaan meminta kepada Tuhan sebab Ia pasti merespons.

Apakah ini berarti setiap permintaan kita pasti

dikabulkan? Tidak! Karena jika demikian berarti Allah tidak lebih sebagai pelayan yang patuh melayani dan menaati semua kemauan kita. Banyak orang berpikir betapa senangnya memiliki Allah yang selalu menjawab “ya” atas apa saja yang kita minta. Benarkah demikian? Sama sekali tidak!

Apa yang hendak Tuhan ajarkan berkaitan dengan “pemberian baik” yang muncul dua kali di ayat 11 – satu dari bapa (jasmani) yang jahat dan satu lagi dari Allah Bapa? Yesus bahkan memberikan contoh konkrit tentang anak yang meminta roti dan ikan. Jelas ini bukan per- mintaan yang salah dan buruk. Persoalan menjadi lain jika si anak meminta batu atau ular berbisa untuk dimakan. Hanya bapa yang tidak waras yang akan mengabulkan permintaan tersebut.

Yang menjadi persoalan terbesar ialah “baik” menurut pemohon tidaklah selalu selaras dengan pemberi. Bahkan ketidakselarasan ini lebih sering terjadi daripada keselarasan. Dari gambaran yang sudah Tuhan gunakan berkaitan dengan hubungan orang tua-anak dalam hal minta- meminta, ada lima jenis hubungan orang tua-anak tetapi kita membahas empat jenis terlebih dahulu, yaitu:

1. Orang tua permisif – anak dijadikan majikan orang tua sebagai pelayan. Apa saja yang anaknya minta tidak pernah ditolaknya. Orang tua seperti ini merusak anaknya sebab dia tidak dapat membedakan yang baik/bermanfaat dan yang buruk/merugikan bagi anaknya.

2. Orang tua yang sangat jahat. Dalam perbendaharaannya yang ada cuma tersimpan segala yang buruk. Tidak peduli apa pun yang diminta anaknya, ia hanya memberi yang jahat kepadanya.

A R T I K E L

ANDA MEMINTA

ALLAH MEMBERI

(7)

3. Orang tua yang membingungkan, norma baik-buruk tidak jelas, semua diputar balik – yang baik jadi jahat yang jahat jadi baik. Anak kelak tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat.

4. Orang tua yang selalu hanya memberi yang baik kepada anaknya. Saat permintaan anak tidak baik, dia tetap memberikan yang baik sekalipun si anak tidak merasa baik baginya. Hal ini dapat menimbulkan kebencian pada diri anak sebab orang tua dianggap memaksakan kehendak sendiri.

Dari sudut pandang anak, orang tua permisif (no. 1) dianggap paling baik sementara dari bagi orang tua, justru orang tua nomor 4 yang baik. Mengapa penilaian kita bertolak belakang?

Ada beberapa sebab yang akan dikemukakan di sini:

Senang versus baik (manfaat)

Seorang anak memakai kesenangan sebagai kriteria baik tidaknya sesuatu. Semua yang menghibur dan menyenangkan baginya itu pasti baik seperti: menonton, jalan-jalan, main dengan teman dst. sedangkan bagi orang tua banyak hal yang baik justru tidak menye- nangkan, misal: belajar itu baik tetapi tidak menyenangkan, suntikan imunisasi itu sangat baik tetapi sangat tidak menyenangkan bahkan menyakitkan.

Akhir-akhir ini banyak usaha dilakukan untuk mengikuti selera anak: belajar dibuat suasana bermain, obat dibuat rasa permen. Sebenarnya tidak semua harus mengikuti selera si anak karena hidupnya akan menjadi ‘lembek’ dan orientasi hidupnya adalah bermain.

Sekarang versus nanti

Bagi seorang anak, yang baik itu tidak hanya menyenangkan tetapi juga harus instan segera dapat dinikmati dan seketika itu juga dapat dirasakan enaknya. Sebaliknya, orang tua melihat jauh ke depan bahwa hidup tidak cuma untuk hari ini. Yang baik harus di- siapkan, diperjuangkan sekarang dan enaknya baru dirasakan nanti. Itu sebabnya orang tua sering memberi janji dari perspektif masa depan, “Ini baik untukmu nanti, percayalah!”

mereka menjadi marah ketika anak tidak mau mendengar nasihatnya, “Besok kalau sudah besar mau jadi apa?”

Singkat versus panjang

Bagi anak, kesenangan singkat dan sementara itu yang dicarinya. Sedangkan yang baik menurut orang tua bukanlah hal-hal yang hanya menyenangkan di masa sekarang yang mungkin akan mengakibatkan kesengsaraan dan penyesalan seumur hidup. Terbukti sete- lah menjadi tua, kita menyesali banyak hal di masa lalu karena kita tidak menggunakannya dengan baik. Kalau boleh diulang kita pasti akan mengubah hidup kita.

Perbedaan radikal ini sering tidak terseberangi maka tidak heran jika orang tua dan anak selalu berbenturan dalam menilai baik atau buruknya sesuatu. Akibatnya, banyak orang tua mengeluh tentang kekeraskepalaan dan kebodohan anaknya saat diberi hal yang baik oleh orang tua.

(8)

Sambungan dari hal 5: “Yesus...”

2. Perempuan sederhana yang menderita pendarahan 12 tahun menggambarkan kehidupan Kristen biasa dan sederhana yang tidak mempunyai kedudukan penting di dalam gereja.

Perempuan ini sudah menghabiskan seluruh hartanya tetapi penyakitnya tidak kunjung sembuh. Parahnya, penyakit pendarahan yang menjadi bagian dari hidupnya itu dianggap najis oleh masyarakat (Im. 15:25-27) sehingga dia tidak berani terang-terangan datang kepada Yesus. Seandainya tertangkap, ia dapat dijatuhi hukuman. Namun perempuan ini mempunyai kelebihan dari Yairus yaitu percaya/beriman hanya dengan menjamah jumbai jubah Yesus ia yakin masalah penyakitnya selesai. Buktinya? Yesus mengatakan, “Hai anak -Ku, imanmu (bhs. Yun: pistis) telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan sela- mat!” (ay. 48) Sangat jelas, level percaya dari perempuan ini sampai kepada iman. Iman seperti ini yang Yesus inginkan dari Yairus.

Aplikasi: percaya kita harus mencapai iman (pistis) sebab yang menyelamatkan kita dari kebinasaan bukannya mukjizat tetapi iman. Oleh karena iman, banyak orang yang bekerja di ladang Tuhan mengalami kesukaran dan penderitaan hebat bahkan mati sebagai martir.

Jangan percaya kepada Yesus karena mengharapkan persoalan terselesaikan, utang lunas, semua beres dan kita diberkati menjadi kaya! Percaya semacam ini labil jika kita tidak beroleh pertolongan dari-Nya. Sebaliknya, kita tetap beriman teguh saat ‘mendaki ke atas gunung dan menuruni lembah yang curam’ walau ada mukjizat atau tidak ada mukjizat seperti telah dialami oleh Rasul Paulus. Dia mengalami banyak penderitaan, kesukaran bahkan ancaman kematian tetapi dia sama sekali tidak meninggalkan Tuhan oleh sebab imannya yang teguh.

Demikian pula dengan ibu Yesus, Maria, yang membawa masalah kepada Yesus untuk segera diselesaikan karena penyelenggara pesta kehabisan anggur. Apa jawab Yesus kepadanya? “Saatku belum tiba.” Namun jawaban Yesus tidak ditanggapi dengan negatif yang membuatnya sakit hati. Maria mempunyai perspektif yang benar tentang Yesus dan tahu pasti kemampuan Anaknya. Lalu dia memberitahu pelayan-pelayan pesta untuk berbuat apa pun yang dikatakan Yesus (Yoh. 2:1-5). Hasilnya? Terjadi mukjizat air berubah menjadi anggur.

Introspeksi: bagaimana dengan iman kita terutama di masa pendemi COVID-19 yang berdampak pada kesehatan, ekonomi dan kehidupan sosial kita? Masihkah kita percaya kepada-Nya walau doa permohonan kita belum dikabulkan oleh-Nya? Atau kita meragukan kuasa-Nya kemudian kecewa lalu mencari pertolongan dan jalan keluar dengan kekuatan dan kemampuan diri sendiri? Ingat, semua yang terjadi di dunia ini di bawah control-Nya.

Ia akan menyatakan kuasa-Nya dan menyelesaikan masalah kita tanpa minta pertimbangan siapapun.

Kita harus membangun pola pikir yang benar tentang Tuhan dan jangan pernah meragukan kemahakuasaan-Nya yang mampu mengadakan mukjizat kesembuhan, penahiran, pengusiran roh-roh jahat bahkan kebangkitan dari kematian. Ia ingin kita beriman teguh dan konsisten bukan sekadar percaya pada mukjizat jasmani karena oleh iman (bukan mukjizat) kita beroleh keselamatan kekal untuk hidup bersama Dia selamanya di Yerusalem baru. Amin.

(9)

Pemahaman perbedaan ini menolong kita mengevaluasi hubungan kita sendiri dengan Tuhan ketika kita memosisikan diri sebagai ‘anak’ dan Tuhan sebagai ‘Bapa’. Apakah perbedaan- perbedaan radikal dalam menilai sesuatu itu baik atau buruk antara kita dengan anak kita juga berlaku dalam hubungan kita dengan Bapa Surgawi? Tidakkah Allah merasakan perasaan yang sama seperti kita, para orang tua, rasakan dengan anak-anak kita yang ‘bodoh’, ‘keras kepala’,

‘selalu tidak percaya kalau diberitahu? Tampaknya sama dan alasannya juga sama dengan alasan mengapa anak kita berontak terhadap kita.

1. Fun/kesenangan.

Kita tidak menyukai doa, pemahaman Alkitab, ketaatan dan disiplin karena tidak enak. Kita mencari kebenaran yang menghibur kita. Kita mencari gereja, pengkhotbah dan Tuhan berdasarkan prinsip “enak tidak” buat saya.

2. Di sini dan sekarang juga.

Hidup hanya untuk sekarang, di sini, yang kelihatan dan dapat dinikmati segera. Maka tidak heran yang digemari ialah janji Surga sudah tiba sekarang ini secara penuh sehingga tidak akan ada lagi kegagalan dan penyakit. Jadi anak Tuhan pasti kaya, sehat dan sukses.

3. Sementara

Kita tidak tertarik dan tidak menyukai hal-hal yang bernilai kekal.

Sama seperti para orang tua yang baik, Allah melihat kita, anak-anak-Nya, menerima kriteria dan pilihan-Nya bagi kita. Jika orang tua duniawi terbatas dan dapat keliru menginginkan kita memercayainya apalagi Bapa Surgawi yang sempurna dan mahatahu. Betapa rindunya Ia agar kita setuju dengan-Nya dalam melihat hal “baik”. Ia mengundang kita bertobat, berpaling dari

“baik” menurut kita kepada “baik” menurut-Nya. Ketika kita meminta, kita akan menerima yang baik di mata Allah.

Bagaimana dengan orang tua jenis kelima? Untuk menjelaskannya kita mengambil contoh Hizkia dan anak yang hilang.

HIZKIA

Ketika Hizkia sakit keras, Tuhan memandang adalah lebih baik jika pada saat itu ia pulang untuk tinggal bersama Allah. Saat itu Hizkia sedang berada di puncak karier, Berjaya dikasihi rakyat serta menjadi raja yang baik. Itulah “roti” dan “ikan” yang Tuhan sediakan baginya.

Hizkia sendiri tidak setuju. Baginya jika Tuhan berbuat demikian berarti memberinya “ular” dan

“batu”. Masa orang sakit tidak disembuhkan? Lagipula mengapa pada saat sedang berada di puncak kehidupan malah dipanggil pulang? Bagi Hizkia: sehat, panjang umur, terus di puncak karier di dunia inilah yang baik. Maka itulah yang dimintanya dari Tuhan. Luar biasa, Tuhan mengabulkannya.

Sebenarnya Hizkia minta “roti” dan “ikan” atau “batu” dan “ular”? Jelas “batu” dan “ular” karena pada saat perpanjangan usia dan kembali hidup sehat itulah segala musibah kehancuran bagi Israel terjadi. Seandainya Hizkia menuruti Allah, betapa baik dan harumnya ia dikenang.

Sambungan dari hal 7: “Anda Meminta...”

(10)

Persoalannya, jika permintaan Hizkia adalah “batu” dan “ular”, mengapa Tuhan mengabul- kannya? Hanya dengan cara itu Tuhan mengajar dan membuktikan kepada Hizkia bahwa pilihan-Nya yang benar.

ANAK YANG HILANG

Sang ayah jelas mengetahui bahwa memenuhi permintaan anaknya akan harta dan pergi dari rumah adalah memberi “batu” dan “ular”. Pemberian itu akan tambah merusak anaknya. Kalau begitu mengapa diberikan? Karena hanya dengan cara demikian akhirnya si anak belajar bahwa pilihannya ternyata bukan “roti” dan “ikan”. Pilihan ayahnya itulah yang sesungguhnya meru- pakan “roti” dan “ikan”.

Tanpa pertobatan dari kriteria diri kepada kriteria Tuhan maka dua kisah di atas akan terus terulang dalam kehidupan kita. Ketika Tuhan memberi kita “roti” dan “ikan”, justru kita merasa itu “batu” dan “ular” sehingga kita merasa Tuhan kejam dan jahat.

Hanya dengan menerima perspektif Allah, kita akan setuju mengatakan “itu batu” jika Allah mengatakan “itu batu’’; “itu ular” jika Allah mengatakan “itu ular”; “itu roti” jika Allah mengatakan “itu roti” dan “itu ikan” jika allah mengatakan “itu ikan”.

Bukankah ini yang Kristus tunjukkan kepada kita melalui kehidupan-Nya? Ketika di padang gurun, Iblis menawarkan seluruh hormat dan kekayaan dunia, Yesus menolaknya karena jelas itu adalah “batu’ dan “ular”. Sebaliknya di Getsemani saat Allah menawarkan-Nya salib yang mengerikan, Ia menerimanya dengan taat. Kristus memandang salib sebagai pilihan terbaik dari Bapa-Nya.

Setelah mengetahui hal-hal di atas, bagaimana seharusnya isi permohonan doa kita agar beroleh pemberian yang baik dari Allah? Mampukah kita meminta dari Tuhan, “Tuhan, berilah aku kekayaan kecuali melalui kemiskinan aku dapat lebih dekat dan memuliakan-Mu maka berilah aku kemiskinan.” Atau, Tuhan, berilah aku kesehatan kecuali melalui penyakit aku lebih dapat menjadi alat-Mu maka berilah aku penyakit.”

Sesungguhnya kita tidak tertarik mencari hal-hal yang mendewasakan kita menjadi serupa dengan Kristus tetapi malah mencari selera yang cocok bagi kenyamanan kita. Sesuatu kita nilai baik jika hal itu memberikan kita kenyamanan dan kenyamanan ini pula yang membuat kita tidak mau beranjak maju dibentuk Tuhan.

Kita harus bertobat karena telah menjadikan diri sendiri sebagai kriteria yang baik dan buruk.

Untuk itu kita harus berbalik kepada Tuhan sebagai kriteria tertinggi.

Saduran dari buku: Menapaki Hari bersama Allah oleh Yohan Candawasa

(11)

Jadilah pribadi yang apa adanya sehingga tidak perlu bersandiwara. Terkadang hidup itu tidak begitu sulit tetapi kita sendiri yang mempersulit hidup.

Mengapa hidup terasa susah? Sebab ada perbedaan cara pandang kita dengan cara

Tuhan melihat. Sesungguhnya Tuhan menyediakan yang terbaik bagi kita hanya saja kita yang kurang peka merasakannya.

Level kedewasaan rohani Kristen sejati tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh

situasi dan kondisi karena berakar kuat di dalam Yesus Kristus.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Marilah kita meningkatkan loyalitas, dedikasi dan hidup dalam penggembalaan Firman Allah untuk menjadi saksi Firman yang telah meng- ubahkan, menolong dan mendatangkan kesukaan

Tanpa kita sadari kekhawatiran lama kelamaan membuat kita “bungkuk rohani” sehingga kita tidak lagi mampu memandang ke atas dan mengarahkan pandangan kita

Ketika kita sedang menghadapi masalah emosional bukan berarti kita tidak akan masuk Surga tetapi Ia tidak senang dengan gaya hidup kita karena hal itu

Kita patut bersyukur diarahkan oleh Firman Tuhan untuk mengikut Dia dengan benar agar tidak terjadi pertengkaran dengan pengikut-pengikut Tuhan lainnya oleh sebab kita tidak

Dalam tata bahasa Yunani, damai sejahtera dari Yesus berbentuk tunggal diberikan kepada murid-murid yang plural/jamak  untuk menerima damai sejahtera di dalam Yesus,

 Menghargai undangan dan menggunakan kesempatan yang diberikan (ay. 15-24) Ketika Yesus sedang berbicara tentang siapa yang diundang dalam perjamuan, tiba-tiba ada

Sebagai murid sejati, kita menjadi garam dunia yang dapat memberi dampak kepada orang-orang yang belum/tidak percaya kepada Yesus agar mereka juga dapat terselamatkan

Bila kita berpijak pada tempat yang tepat yaitu, Kerajaan Allah yang tidak tergoncangkan, kita beroleh perlindungan dari Pribadi Yesus yang sudah mati dan bangkit dalam