• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN USER INTERFACE GAME EDUKASI CEGAH KEKERASAN SEKSUAL DENGAN METODE CHILD CENTERED-DESIGN (CCD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERANCANGAN USER INTERFACE GAME EDUKASI CEGAH KEKERASAN SEKSUAL DENGAN METODE CHILD CENTERED-DESIGN (CCD)"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN USER INTERFACE GAME EDUKASI CEGAH KEKERASAN SEKSUAL DENGAN METODE

CHILD CENTERED-DESIGN (CCD) SKRIPSI

ELSHA AUREAL SHOPIA F1E119057

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI

2022

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri.

Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat kaya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jambi, 19 Desember 2022 Yang menyatakan,

Elsha Aureal Shopia F1E119057

(3)

PERANCANGAN USER INTERFACE GAME EDUKASI CEGAH KEKERASAN SEKSUAL DENGAN METODE

CHILD CENTERED-DESIGN (CCD)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Sistem Informasi

ELSHA AUREAL SHOPIA F1E119057

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI

2022

(4)
(5)

i PENGESAHAN

Skripsi dengan judul PERANCANGAN USER INTERFACE GAME EDUKASI CEGAH KEKERASAN SEKSUAL DENGAN METODE CHILD CENTERED-DESIGN (CCD) yang disusun oleh ELSHA AUREAL SHOPIA, NIM: F1E119057 telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 2 Januari 2023 dan dinyatakan lulus.

Susunan Tim Penguji:

Ketua : Reni Aryani, S.Kom., M.S.I Sekretaris : Ulfa Khaira, S.Komp., M.Kom.

Anggota : 1. Deddy Setiawan, S.Kom., M.I.T.

2. Daniel Arsa, S.Kom., M.S.I 3. Mutia Fadhila Putri, M.Kom.

Disetujui:

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Reni Aryani, S.Kom., M.S.I. Ulfa Khaira, S.Komp., M.Kom.

NIP. 198801222015042003 NIP. 198912292019032018

Diketahui:

Dekan Ketua Jurusan

Fakultas Sains dan Teknologi, Teknik Elektro dan Informatika,

Drs. Jefri Marzal, M.Sc., D.I.T. Nehru, S.Si., M.T.

NIP. 196806021993031004 NIP. 197602082001121002

(6)

ii RINGKASAN

Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi anak-anak juga bisa menjadi korban. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) dan diperkuat oleh United Nation Children’s Fund (UNICEF), kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak mencapai 70.000 orang pertahun. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual, salah satunya kurangnya pengetahuan tentang pendidikan seks. Mayoritas orangtua di Indonesia masih menganggap tabu pendidikan seks. Solusi yang dapat menjembatani perbedaan persepsi orangtua dan kebutuhan anak dalam mempelajari pendidikan seks dapat berupa media pembelajaran yang efektif, mudah dipahami, dan menyenangkan. Media pembelajaran melalui digital seperti game edukasi menjadi alternatif yang banyak digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan. Pembuatan tampilan antarmuka (user interface) game yang cocok untuk anak-anak menjadi bagian yang penting dalam pengembangan software. Desain user interface sangat mempengaruhi kenyamanan dan pengalaman pengguna saat menggunakan game. Game yang tidak memiliki tampilan yang menarik akan membuat anak-anak cepat bosan sehingga mereka kehilangan minat belajar dengan menggunakan game tersebut. Selain itu, desain yang tidak sesuai dapat memberikan makna dan pemahaman yang salah terhadap penggunanya.

Perancangan dan pembuatan desain user interface memerlukan metode yang cocok untuk diterapkan kepada anak-anak. Dalam penelitian ini, peneliti membuat sebuah rancangan user interface game edukasi “Aku Jaga Diriku”

berbasis android mobile sebagai media cegah kekerasan seksual pada anak usia dini dengan metode Child Centered-Design (CCD) hingga desain diimplementasikan menjadi sebuah prototype sistem. Tahapan pertama dari metode ini adalah Specify Context of Use untuk memahami target pengguna berdasarkan data yang dikumpulkan. Tahap kedua adalah Specify User Requirement untuk menentukan kebutuhan target pengguna. Tahap ketiga adalah Produce Design Solutions yang menghasilkan rancangan desain antarmuka sistem hingga diimplementasikan menjadi prototype sistem. Prototype sistem yang sudah dibuat dilakukan validasi dari segi aspek bahasa dan materi oleh ahli bahasa dan ahli materi. Tahap terakhir adalah Evaluation of Design untuk mengevaluasi tampilan antarmuka yang sudah dibuat menggunakan usability testing ISO 25010, dengan parameter uji effectiveness dan satisfaction.

Hasil pengujian dari game “Aku Jaga Diriku” untuk parameter effectiveness adalah 100%, sedangkan hasil parameter satisfaction adalah 96%. Berdasarkan hasil uji kedua parameter tersebut, maka didapatkan hasil pengujian usability testing dari game “Aku Jaga Diriku” yaitu 98%.

(7)

iii SUMMARY

Cases of sexual violence do not only occur in adults, but children can also become victims. Based on data from the International Labor Organization (ILO) and strengthened by the United Nations Children's Fund (UNICEF), cases of sexual violence against children reach 70,000 people per year. Many factors cause sexual violence, one of which is a lack of knowledge about sex education. The majority of parents in Indonesia still consider sex education taboo. Solutions that can bridge differences in parental perceptions and children's needs in studying sex education can be in the form of learning media that are effective, easy to understand, and fun. Digital learning media such as educational games are an alternative that is widely used to deliver educational materials. Creating a game interface that is suitable for children is an important part of software development.

The user interface design greatly affects the comfort and user experience when using the game. Games that do not have an attractive appearance will make children bored quickly so they lose interest in learning by using the game. In addition, an inappropriate design can give the user the wrong meaning and understanding.

The design and manufacture of user interface designs require methods that are suitable to be applied to children. In this study, the researchers created a user interface design for the educational game "Aku Jaga Diriku" based on android mobile as a medium to prevent sexual violence in early childhood with the Child Centered-Design (CCD) method until the design was implemented into a prototype system. The first stage of this method is to Specify the Context of Use to understand the target user based on the data collected. The second stage is to Specify User Requirements to determine the needs of the target users. The third stage is Produce Design Solutions which produces a system interface design until it is implemented into a system prototype. The prototype system that has been made is validated in terms of language and material aspects by linguists and material experts. The last stage is the Evaluation of the Design to evaluate the interface that has been made using usability testing ISO 25010, with the effectiveness and satisfaction test parameters. The test results of the game "Aku Jaga Diriku” for the effectiveness parameter is 100%, while the result of the satisfaction parameter is 96%. Based on the test results of these two parameters, the usability testing results obtained from the game "Aku Jaga Diriku" are 98%.

(8)

iv RIWAYAT HIDUP

Elsha Aureal Shopia lahir di Jambi, 18 Agustus 2001. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Mulyadi dan Irma Siregar. Jalur pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. SDN 8/V Merlung (2007-2013) 2. SMPN 1 Merlung (2013-2016)

3. SMAS Xaverius 1 Jambi (2016-2019)

Pada tahun 2019, penulis melanjutkan pendidikan jenjang Strata 1 dan tercatat sebagai mahasiswa di Program Studi Sistem Informasi, Jurusan Teknik Elektro dan Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menempuh pendidikan S1, penulis aktif dalam bidang akademik maupun non-akademik.

Pada tahun 2019-2020, penulis melaksanakan magang di sebuah startup bernama LindungiHutan sebagai copywriter. Pada tahun 2020, penulis mengikuti konferensi internasional yang diadakan oleh Asian Youth International Model United Nation (AYIMUN). Pada tahun 2021, penulis memenangkan juara 2 Lomba Debat Bahasa Inggris Tingkat Fakultas, terpilih menjadi Best Volunteer Tabek Rinjani yang diadakan oleh Lembaga Non-profit Youth For Education (Y4E), dan mengikuti program Merdeka Belajar (MBKM) di STEI ITB. Pada tahun 2022, penulis mengikuti dan memenangkan beberapa lomba esai tingkat nasional dan mengikuti program magang selama 2 bulan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Telanaipura, yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dibawah bimbingan Ibu Reni Aryani, S.Kom., M.S.I. sebagai Pembimbing Utama dan Ibu Ulfa Khaira, S.Komp., M.Kom. sebagai Pembimbing Pendamping, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul

“Perancangan User Interface Game Edukasi Cegah Kekerasan Seksual Dengan Metode Child Centered-Design (CCD)”.

(9)

v PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perancangan User Interface Game Edukasi Cegah Kekerasan Seksual Dengan Metode Child Centered-Design (CCD)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Sistem Informasi. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis tentunya tak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan rasa terima kasih, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua, Bapak Mulyadi dan Ibu Irma Siregar yang mana adalah dua orang paling penting dan motivasi terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan studi, serta skripsi ini,

2. Bapak Drs. Jefri Marzal, M.Sc., D.I.T. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi,

3. Bapak Nehru, S.Si., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro dan Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi,

4. Bapak Edi Saputra, S.T., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi Universitas Jambi,

5. Ibu Reni Aryani, S.Kom., M.S.I. dan Ibu Ulfa Khaira, S.Komp., M.Kom.

selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan dukungan dalam penyusunan skripsi,

6. Tim Penguji Skripsi, Bapak Deddy Setiawan, S.Kom., M.I.T., Bapak Daniel Arsa, S.Kom., M.S.I., dan Ibu Mutia Fadhila Putri, M.Kom. yang telah memberikan berbagai masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini,

7. Ibu Ulfa Khaira, S.Komp., M.Kom. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan bantuan, motivasi, dan pengarahan selama masa studi,

8. Seluruh Dosen di Program Studi Sistem Informasi Universitas Jambi atas segala ilmu dan bimbingannya selama masa studi,

9. Saudara/i Nugraha Agung Pratama, Ema Elvira Apriyanti, Haezrah Oktavini, Asri Ferianti Sareh, Yemima Sipayung, Shevia Annisa Anggaraeni, Viviani Anggesti, Jennifer Arbi Wijaya, serta seluruh sahabat yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

10. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa/i Sistem Informasi Angkatan 2019 yang senantiasa menemani penulis selama masa studi.

(10)

Semoga segala bantuan, dukungan dan Kerjasama yang telah diberikan semua pihak diatas menjadi amal baik di sisi Allah SWT dan menjadi langkah untuk sukses bersama. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan memberikan sumbangsih pada dunia pendidikan khususnya di bidang Sistem Informasi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, untuk itu segala bentuk kritik dan saran dengan senang hati diterima untuk perbaikan di masa mendatang.

Jambi, 19 Desember 2022

Elsha Aureal Shopia F1E119057

(11)

vii DAFTAR ISI

PENGESAHAN ... i

RINGKASAN ... ii

SUMMARY ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kekerasan Seksual ... 6

2.2 Pendidikan Anak Usia Dini ... 7

2.3 Pendidikan Seks ... 10

2.4 Game ... 12

2.5 Karakteristik Metode Desain ... 13

2.6 Child Centered-Design (CCD) ... 16

2.7 Usability Testing ... 17

2.8 Penelitian Terdahulu ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Tempat dan Waktu ... 21

3.2 Alat dan Bahan ... 21

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.4 Kerangka Penelitian ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil Penelitian ... 27

4.1.1 Specify Context of Use ... 27

4.1.2 Specify User Requirement ... 39

4.1.3 Produce Design Solution ... 45

4.1.4 Evaluation of Design ... 61

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

(12)

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 73

(13)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik metode desain user interface ... 13

Tabel 2. Pemetaan karakteristik usability testing ... 18

Tabel 3. Daftar penelitian terdahulu ... 18

Tabel 4. Parameter usability ... 24

Tabel 5. Kuesioner data parameter effectiveness ... 25

Tabel 6. Kuesioner data parameter satisfaction ... 25

Tabel 7. Acceptability score ... 26

Tabel 8. Informasi hasil observasi ... 27

Tabel 9. Kriteria partisipan ... 28

Tabel 10. Hasil wawancara partisipan Ibu Mira (orangtua) ... 29

Tabel 11. Hasil wawancara partisipan Ibu Patricia (orangtua) ... 30

Tabel 12. Hasil wawancara partisipan Ibu Asri (orangtua) ... 32

Tabel 13. Hasil wawancara partisipan guru ... 34

Tabel 14. Hasil wawancara partisipan psikolog anak ... 35

Tabel 15. User scenario karakteristik anak dalam belajar ... 39

Tabel 16. User scenario pandangan orangtua terhadap sex education ... 40

Tabel 17. User interface guidelines ... 41

Tabel 18. Storyboard jenis-jenis permainan pada game “Aku Jaga Diriku” ... 45

Tabel 19. Storyboard cerita animasi pada game “Aku Jaga Diriku” ... 46

Tabel 20. Wireframe game “Aku Jaga Diriku” ... 48

Tabel 21. High-fidelity wireframe fitur-fitur game “Aku Jaga Diriku” ... 54

Tabel 22. High-fidelity wireframe cerita animasi game “Aku Jaga Diriku” ... 56

Tabel 23. Kriteria Validator ... 57

Tabel 24. Tabel kriteria penilaian ... 57

Tabel 25. Hasil validasi bahasa ... 58

Tabel 26. Hasil validasi materi ... 59

Tabel 27. Kuesioner tugas parameter effectiveness ... 62

Tabel 28. Profil responden ... 62

Tabel 29. Hasil perhitungan kuesioner tugas parameter effectiveness ... 63

Tabel 30. Kuesioner tugas parameter satisfaction ... 63

Tabel 31. Hasil perhitungan kuesioner tugas parameter satisfaction ... 65

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik jumlah kasus kekerasan seksual ... 1

Gambar 2. Diagram Child Centered-Design ... 17

Gambar 3. Flowchart penelitian ... 22

Gambar 4. User persona target pengguna game ... 37

Gambar 5. User persona mediator atau sumber informasi target pengguna .... 38

Gambar 6. Struktur menu game “Aku Jaga Diriku” ... 43

Gambar 7. Flowchart sistem game “Aku Jaga Diriku” ... 44

Gambar 8. Tampilan pilihan ganda game Maze Run sebelum iterasi ... 60

Gambar 9. Tampilan pilihan ganda game Maze Run sesudah iterasi ... 61

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengumpulan data ... 73

Lampiran 2. Psikolog Anak ... 73

Lampiran 3. Wawancara orangtua ... 74

Lampiran 4. Pertanyaan wawancara ... 75

Lampiran 5. Storyboard jenis-jenis permainan pada game “Aku Jaga Diriku” .. 76

Lampiran 6. Storyboard cerita animasi pada game “Aku Jaga Diriku” ... 79

Lampiran 7. High-fidelity wireframe cerita animasi game “Aku Jaga Diriku” .... 84

Lampiran 8. High-fidelity wireframe fitur-fitur game “Aku Jaga Diriku” ... 103

Lampiran 9. Form validasi bahasa ... 128

Lampiran 10. Form validasi materi ... 129

Lampiran 11. Surat tugas untuk izin pengambilan data ... 130

Lampiran 12. Form hasil pengujian usability testing ... 131

Lampiran 13. Rekapan hasil perhitungan effectiveness ... 138

Lampiran 14. Rekapan hasil perhitungan satisfaction ... 140

Lampiran 15. kegiatan usability testing ... 141

(16)
(17)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan pada 12 April Tahun 2022, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan baik bersifat fisik maupun non-fisik, yang mengarah pada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai maupun tidak disukai secara paksa disertai ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu demi mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis. Sedangkan, kekerasan seksual menurut World Health Organization (WHO) adalah setiap tindakan pelanggaran seksual yang dilakukan dengan tujuan memaksa seseorang melakukan hubungan seksual, tanpa memandang status hubungannya dengan korban. Sehingga, dapat dikatakan bahwa kekerasan seksual adalah segala bentuk tindakan baik berupa fisik maupun non- fisik yang meliputi perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang tubuh, dan fungsi reproduksi seseorang secara paksa tanpa memandang gender dan usia korban (Lewoleba & Fahrozi, 2020).

Di Indonesia, angka kasus kekerasan seksual masih tinggi dari tahun ke tahun. Berdasarkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendata (SIMFONI-PPA, 2022):

Gambar 1. Grafik jumlah kasus kekerasan seksual

Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi anak- anak juga bisa menjadi korban. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) dan diperkuat oleh United Nation Children’s Fund (UNICEF), kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak mencapai 70.000 orang per tahun (Lewoleba & Fahrozi, 2020). Tingginya angka kasus kekerasan seksual menjadi bukti nyata bahwa, masalah kekerasan seksual merupakan masalah yang harus segera diatasi.

13750 21753 17575 17132 18141

2311 5376 4397 4952 5317

2 0 2 2 2 0 2 1 2 0 2 0 2 0 1 9 2 0 1 8

JUMLAH KASUS KEKERASAN SEKSUAL TAHUN 2022-2018

Perempuan Laki-laki

(18)

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual, meliputi:

rendahnya ekonomi, faktor lingkungan, faktor teknologi dan emosi yang ada dalam diri pelaku, pergaulan bebas, kepedulian masyarakat yang rendah, dan kurangnya pendidikan seks. Kurangnya pengetahuan tentang pendidikan seks menjadi faktor utama yang harus segera diatasi (Solehati et al., 2022). Pendidikan seks adalah bentuk upaya untuk mengajarkan, meningkatkan kesadaran dan menginformasikan tentang masalah seksual, ketika seseorang mulai memahami masalah yang berkaitan dengan seksualitas, naluri, dan pernikahan. Selain itu, pendidikan seks juga mengajarkan berhati-hati dan melindungi diri dari orang asing yang mencurigakan untuk menghindari segala bentuk kejahatan (Shapiro

& Brown, 2018).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0-6 tahun. Anak-anak usia dini mengalami pertumbuhan dan perkembangan otak yang pesat, sehingga mereka memiliki pemikiran kritis terhadap lingkungan sekitar dan daya imajinasi yang tinggi. Menurut National Association Education for Young (NAEYC), masa usia dini adalah masa golden age atau masa belajar paling potensial untuk anak (Khairi, 2018). Oleh karena itu, pembekalan pendidikan seks diberikan sejak usia dini supaya pembelajaran yang diberikan dapat tersampaikan dengan baik dan dapat diterapkan hingga anak dewasa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amaliyah & Nuqul (2017), mayoritas orangtua di Indonesia masih menganggap tabu pendidikan seks.

Orangtua memahami konsep pendidikan seks sebagai pembelajaran tentang berbagai macam cara dalam berhubungan dengan lawan jenis. Sehingga orangtua menghindari berbicara dengan anak-anak mereka terkait pendidikan seks dan merasa malu untuk berbicara terkait hal tersebut. Padahal, pendidikan seks untuk anak usia dini merupakan upaya untuk membantu anak yang disesuaikan dengan usianya, dalam memahami fungsi-fungsi alat kelamin, bimbingan tentang pentingnya menjaga dan merawat organ intim, pemahaman terkait perilaku pergaulan yang sehat, masalah naluri alamiah yang mulai timbul, sekaligus risiko-risiko yang dapat terjadi terkait dengan masalah seksual (Shapiro & Brown, 2018).

(19)

3

Solusi yang dapat menjembatani perbedaan persepsi orangtua dan kebutuhan anak dalam mempelajari pendidikan seks dapat berupa media pembelajaran yang efektif, mudah dipahami, dan menyenangkan. Saat ini, media pembelajaran melalui digital seperti game edukasi menjadi alternatif yang banyak digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan. Kelebihan pemanfaatan game untuk media pembelajaran adalah fleksibel, mudah digunakan, dan menyenangkan karena dilengkapi animasi yang bisa menarik perhatian anak (Anik, 2016). Penggunaan animasi ini juga dapat meningkatkan daya ingat anak sehingga anak bisa mengingat materi pembelajaran lebih lama dibandingkan dengan metode pengajaran konvensional (Hayat, 2021).

Dalam pembuatan game edukasi, desain menjadi bagian yang penting dalam sebuah pengembangan software, karena kenyamanan dan pengalaman pengguna saat menggunakan sebuah aplikasi sangat bergantung pada desain yang dibuat. Game yang tidak memiliki tampilan yang menarik akan membuat anak-anak cepat bosan sehingga mereka kehilangan minat belajar dengan menggunakan game tersebut. Selain itu, tampilan desain yang tidak sesuai dapat memberikan makna dan pemahaman yang salah terhadap penggunanya (Zulfa et al., 2020). Oleh karena itu, diperlukan metode perancangan desain yang cocok untuk diterapkan kepada anak-anak.

Metode Child Centered-Design (CCD) merupakan metode yang target akhir penggunanya adalah anak-anak. Tidak seperti orang dewasa, anak-anak terutama anak-anak pra-sekolah, belum memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Sehingga terjadi kesenjangan pengetahuan antara desianer dan anak-anak.

Metode Child Centered-Design (CCD) memiliki teknik pendekatan untuk memahami karakteristik, cara berinteraksi, dan cara berkomunikasi dengan anak-anak (Martens et al., 2018). Penelitian-penelitian yang pernah menggunakan CCD diantaranya adalah Rancang Bangun Aplikasi Juz’ Amma Berbasis Android Menggunakan Metode Child Centered-Design Pada TPQ Al- Muchtar Bekasi (Jaya et al., 2020) dan Analisis Implementasi Metode Child Centered-Design Dalam Perancangan Aplikasi Pembelajaran Gender Difference Untuk Anak Usia Dini (Ramadhan et al., 2021). Sedangkan, metode pengujian yang akan digunakan untuk tahap evaluasi user interface game yang telah dibuat menggunakan Usability Testing ISO 25010.

(20)

Pada penelitian terdahulu, pengembangan user interface game edukasi pendidikan seks untuk anak dini menggunakan metode Goal Directed-Design (GDD). Kekurangan dari hasil penelitian ini adalah implementasi desain game yang terlalu banyak menggunakan tulisan dan sedikit perintah atau instruksi menggunakan suara. Sedangkan, target penggunanya merupakan anak-anak usia dini yang berumur 4-6 tahun dan belum memiliki kemampuan membaca yang baik (Putra et al., 2021). Penggunaan metode Goal Directed-Design (GDD) menekankan komunikasi yang aktif di antara designer, stakeholders, dan user.

Sehingga lebih cocok digunakan untuk mengimplementasikan desain yang target penggunanya sudah memiliki kemampuan komunikasi yang baik (Kerr et al., 2014).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengangkat sebuah topik penelitian perancangan user interface game edukasi pendidikan seks untuk anak usia dini, berbasis android mobile menggunakan metode Child Centered-Design (CCD) yang berjudul “Perancangan User Interface Game Edukasi Cegah Kekerasan Seksual Dengan Metode Child Centered-Design”. Melalui game ini diharapkan dapat menstimulasi kesadaran orang tua terkait pentingnya pendidikan seks bagi anak usia dini, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan anak terkait pendidikan seks, sehingga mengurangi kasus kekerasan seksual di masa mendatang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, maka pokok permasalahan pada penelitian ini adalah, “Bagaimana membuat rancangan user interface sebuah game edukasi untuk anak usia dini berbasis android mobile sebagai media pendidikan seks guna mencegah kekerasan seksual dengan metode Child Centered-Design, serta bagaimana hasil pengujian usability testing dari desain game yang telah diimplementasikan ke dalam prototype.”

1.3 Batasan Masalah

Agar rancangan user interface dalam penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan yang hendak dicapai, maka terdapat beberapa batasan dalam menyelesaikan masalah, sebagai berikut:

1. Subjek pengamatan penelitian ini adalah anak-anak usia dini yang berusia 5-6 tahun atau setara dengan masa TK dan tidak mengalami cacat mental,

2. Penelitian berfokus pada rancangan user interface game yang dibuat pada aplikasi Figma, hingga ke tahap prototype.

(21)

5

1.4 Tujuan Penelitian

Ditinjau dari latar belakang yang telah dipaparkan, tujuan yang ingin dicapai dari perancangan user interface game edukasi pendidikan seks untuk anak usia dini berbasis android mobile adalah:

1. Membuat rancangan user interface sebuah game edukasi untuk anak usia dini berbasis android mobile, sebagai media pendidikan seks guna mencegah kekerasan seksual dengan metode Child Centered-Design, 2. Melakukan pengujian usability testing pada prototype game yang telah

dibuat.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, meliputi:

1. Dapat memperoleh hasil rancangan user interface sebuah game edukasi untuk anak usia dini berbasis android mobile, sebagai media pendidikan seks guna mencegah kekerasan seksual dengan metode Child Centered- Design,

2. Dapat mengetahui hasil pengujian usability testing pada prototype game yang telah dibuat,

3. Dapat menghasilkan prototype game yang dapat digunakan sebagai media memperkenalkan pendidikan seks ke anak-anak usia dini.

(22)

6

Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual merupakan bentuk-bentuk kejahatan dengan kekerasan yang tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tetapi juga anak-anak. Kekerasan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan bisnis, kantor, atau tempat tertentu di mana orang-orang dengan jenis kelamin berbeda dapat berkomunikasi satu sama lain, namun juga dapat terjadi di lingkungan keluarga. Istilah kekerasan seksual dapat diartikan sebagai perbuatan yang dikategorikan sebagai hubungan dan perilaku seksual yang tidak pantas (Mardiya, 2017). Sedangkan, kekerasan seksual terhadap anak menurut End Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT) adalah hubungan atau interaksi seorang anak dan seorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing, saudara kandung atau orangtua dimana anak dipergunakan sebagai objek pemuas kebutuhan seksual pelaku (Wardadi et al., 2019).

Kekerasan seksual dapat berupa tindakan fisik maupun non-fisik dengan menggunakan paksaan, ancaman, tipu daya, dan tekanan seperti pemerkosaan dan pencabulan. Tindakan kekerasan seksual yang dialami korban tentu memiliki konsekuensi terhadap fisik dan psikologis jangka panjang. Dampak psikologis dari kekerasan seksual lebih menyeramkan dibandingkan dampak fisik. Hal ini karena dampak psikologis menimbulkan gangguan jiwa yang disebut stress pasca trauma. Gejala-gejala dari stress pasca trauma meliputi, ingatan berulang tentang peristiwa yang dialami korban, mengalami mimpi berulang dari peristiwa tersebut, rasa takut yang berlebihan, dan merasa rendah diri (Lewoleba

& Fahrozi, 2020). Selain itu, tindakan berupa ucapan bernada cabul, siulan, dan kedipan mata juga termasuk dalam kategori pelecehan seksual.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual yaitu, sebagai berikut (Lewoleba & Fahrozi, 2020):

1. Korban yang dianggap sebagai pihak lemah dan tidak berdaya, terutama perempuan dan anak-anak,

2. Rendahnya moral sosial masyarakat, khususnya para pelaku kekerasan seksual,

3. Kurangnya pengendalian dan persepsi orangtua dalam mengantisipasi kekerasan seksual terhadap anak,

4. Kurangnya program edukasi terkait pendidikan seks.

(23)

7

2.2 Pendidikan Anak Usia Dini

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benyamin, mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat cepat pada usia dini. 50% dari variabilitas kecerdasan orang dewasa terjadi sebelum anak berusia 4 tahun. Sedangkan, 30% peningkatan berikutnya terjadi pada usia 8 tahun dan 20% sisanya saat berusia pertengahan hingga akhir umur 20. Oleh sebab itu, pentingnya pendidikan bagi anak diberikan sejak usia dini (Huliyah, 2016).

Anak usia dini memiliki karakteristik pertumbuhan dan perkembangan yang terbagi dalam 3 kelompok usia, meliputi (Khairi, 2018):

1. Masa bayi lahir sampai dengan usia 12 bulan

Pada usia ini, fisik mengalami perkembangan yang pesat. Anak usia bayi memiliki karakteristik seperti:

a. Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan,

b. Mempelajari keterampilan menggunakan panca indra seperti melihat, mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap,

c. Mempelajari komunikasi sosial.

2. Masa toddler dengan rentang usia 1-3 tahun

Pada masa ini, karakteristik yang dimiliki anak usia dini, sebagai berikut:

a. Memiliki motivasi belajar yang tinggi, sehingga aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya,

b. Mengembangkan emosi yang timbul dari bagaimana lingkungan memperlakukan anak,

c. Mengembangkan kemampuan berbahasa melalui komunikasi, memahami pembicaraan orang lain, serta belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.

(24)

3. Masa pra-sekolah dengan rentang usia 4-6 tahun

Pada masa ini, karakteristik yang dimiliki anak usia dini, sebagai berikut:

a. Anak aktif melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk pengembangan otot-otot kecil maupun besar,

b. Kemampuan bahasa anak juga semakin meningkat,

c. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat.

Berdasarkan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini, berikut ini adalah ciri khas karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini (Andayani, 2021):

1. Perkembangan fisik-motorik

Pola perkembangan fisik-motorik mengikuti hukum cephalocaudal dan hukum proximodistal. Oleh karena itu, perkembangan fisik-motorik anak dapat diprediksi normal atau mengalami kendala. Meski begitu, setiap anak memiliki perkembangan fisik yang berbeda, begitu pula perkembangan motorik yang sangat bergantung pada kematangan otot dan saraf.

Perkembangan motorik terbagi 2, yaitu perkembangan motorik kasar dan perkembangan motorik halus. Perkembangan motorik kasar pada anak yang berusia 4 tahun ditandai dengan gerakan sederhana seperti berjingkrak, melompat, berlari, dan mulai berani mengambil resiko contohnya ketika anak dapat menaiki tangga dengan satu kaki, lalu turun dengan cara yang sama. Sedangkan, perkembangan motorik kasar pada anak usia 5 tahun ditandai dengan anak lebih percaya diri dengan mencoba berkompetisi bersama teman sebayanya atau orangtuanya.

Perkembangan motorik halus pada anak usia 4 tahun ditandai dengan koordinasi menjadi lebih tepat contohnya saat bermain menyusun balok hingga tinggi, anak khawatir susunannya tidak sempurna.

Sedangkan di usia 5 tahun, anak sudah memiliki koordinasi gerakan tubuh yang bagus. Usia dini menjadi masa kritis bagi perkembangan motorik dan waktu yang tepat untuk mengajarkan berbagai keterampilan seperti menulis, melukis, berenang, dan lain-lain.

2. Perkembangan kognitif

Menurut Peaget, seorang pakar psikologi kognitif dan psikologi anak, perkembangan kognitif terbagi dalam 4 tahap yaitu:

a. Tahap sensori (0-2 tahun)

b. Tahap pra-operasional (2-7 tahun) c. Tahap konkret operasional (7-11 tahun) d. Tahap formal operasional (11-15 tahun)

(25)

9

Akan tetapi, tahapan perkembangan untuk kategori anak usia dini adalah tahap 1 dan 2. Perkembangan kognitif sangat pesat dalam 5 tahun pertama kehidupan anak. Di tahap pra operasional, anak mulai memiliki kemampuan membedakan, mengelompokkan, mengenal bentuk, warna, ukuran dan sifat, membuat pola, menyusun kepingan puzzle, bermain maze, dan berbagai aktivitas lain yang berhubungan dengan kemampuan mengolah informasi, memecahkan masalah, dan berpikir kreatif (Khaironi, 2018). Oleh karena itu, perkembangan kognitif anak harus distimulasi sejak usia dini.

3. Perkembangan sosio emosional

Perkembangan sosio emosional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini karena keduanya sama-sama berhubungan dengan interaksi antar manusia. Kepribadian dan kemampuan anak berempati dengan orang lain merupakan kombinasi antara bawaan dengan pola asuh saat masih anak-anak.

Perkembangan sosial seorang anak dimulai ketika berumur 0-1 tahun ditandai dengan tumbuhnya perasaan sebagai seorang pribadi sehingga lebih menyukai orang atau objek yang familiar bagi mereka.

Lalu, di usia 1-2 tahun mulai tumbuh pengenalan sosial dengan mengenali perilaku yang disengaja. Pada usia 3-5 tahun muncul pemahaman perbedaan antara kepercayaan dan keinginan seorang anak, yakni persahabatan yang didasarkan pada aktivitas bersama. Sedangkan, usia 6-10 tahun persahabatan yang terbangun karena adanya kepercayaan secara timbal balik.

Perkembangan emosional anak terbagi dalam 3 tipe temperamen anak, yaitu:

a. Mudah diatur, mudah beradaptasi dengan pengalaman baru, senang bermain dengan mainan baru, tidur dan makan secara teratur, dan dapat beradaptasi dengan sekitar,

b. Sulit diatur, sering menangis, butuh waktu lama menghabiskan makanan, dan gelisah saat tidur,

c. Terlihat malas dan pasif, jarang berpartisipasi secara aktif dan seringkali menunggu semua hal diserahkan kepadanya.

(26)

Perkembangan emosional harus distimulasi ke arah perkembangan emosi yang positif, sehingga anak mampu mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan.

Keberhasilan individu di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kemampuan mengelola emosi. Emosi yang diekspresikan dengan baik bisa mengarahkan kepada rasa empati dan berusaha memahami orang lain.

4. Perkembangan bahasa

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, kuantitas, keluasan, dan kerumitan kemampuan bahasa seorang anak juga akan meningkat. Anak-anak secara bertahap berkembang dari melakukan suatu ekspresi menjadi ekspresi dengan berkomunikasi. Mereka sudah mampu mengembangkan pemikiran melalui percakapan yang dapat memikat orang lain.

Saat anak berusia 0-1 tahun, anak akan mengoceh untuk menyusun dasar bahasa seperti orang yang sedang berbicara dengan rangkaian suara yang teratur. Lalu, di usia 1 tahun, anak sudah bisa menyebut 1 kata atau disebut periode holoprastik. Kemudian, usia 18-24 bulan, anak mengalami percepatan perbendaharaan kata dengan memproduksi 2-3 kalimat atau disebut periode telegrafik. Sedangkan pada usia 2.5-5 tahun, bahasa anak sudah mirip dengan orang dewasa.

Anak mulai memproduksi ujaran yang lebih panjang, kadang secara gramatik, kadang tidak. Di usia 6 tahun ke atas, perkembangan bahasa anak sudah stabil dan mengucapkan kata seperti orang dewasa.

2.3 Pendidikan Seks

Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan pemberian informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan diantaranya pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, dan komitmen agama agar tidak terjadi "penyalahgunaan" organ reproduksi tersebut (Shapiro & Brown, 2018). Pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksualnya dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, adat istiadat, serta kesiapan mental dan material seseorang (Jatmikowati et al., 2015). Pembekalan pendidikan seks terhadap anak-anak dapat mencegah terjadinya penyimpangan seksual pada anak. Hal ini karena anak-anak mendapat pemahaman perilaku yang dapat digolongkan sebagai tindakan pelecehan dan kekerasan seksual, sehingga mereka dapat menghindari perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan dan kekerasan seksual.

(27)

11

Di Indonesia, pendidikan seks masih dianggap tabu dan tingkat kepedulian orangtua akan pembekalan pendidikan seks masih rendah. Orangtua beranggapan bahwa pendidikan seks adalah sesuatu yang dapat merusak moral anak karena membahas hal-hal vulgar (Amaliyah & Nuqul, 2017). Pendidikan seks bisa mulai diberikan kepada anak sejak usia 4-6 tahun. Di usia tersebut, anak sudah mampu melakukan komunikasi 2 arah dan dapat mengerti organ tubuh mereka. Adapun materi-materi pendidikan seks bagi anak usia dini yang dapat diterapkan, sebagai berikut (Suhasmi & Ismet, 2021):

1. Materi mengidentifikasi anggota tubuh yang bertujuan untuk mengenalkan nama-nama anggota tubuh. Hal ini juga bertujuan untuk memberi pemahaman bahwa, organ tubuh perempuan dan laki-laki itu berbeda, serta mengetahui bagian tubuh yang tidak boleh dipegang atau dilihat sembarang orang.

2. Materi pengenalan identitas gender yang bertujuan memperkenalkan nama asli, bukan samaran. Hal ini agar anak tahu bagaimana berperilaku terhadap tubuhnya di dalam lingkungan sosial anak. Sehingga anak dapat menyatakan kepemilikan anggota tubuh, memahami sentuhan yang pantas, memiliki keterampilan melarikan diri, dan berani melaporkan sesuatu yang tidak seharusnya.

3. Materi keterampilan melindungi diri dari kejahatan seksual. Materi ini mencakup, penjelasan kepada anak bila ada orang yang mengganggu, maka harus dilawan. Lalu, memahami bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, sekalipun anggota keluarga. Menonton animasi edukasi perlindungan diri bila ada orang yang ingin membawanya pergi, serta menjelaskan kepada anak untuk selalu bercerita tentang apa yang terjadi dan berteriak apabila merasa tidak nyaman.

4. Materi identifikasi situasi-situasi yang mengarah pada tendensi eksploitasi seksual. Materi ini bertujuan memberikan pemahaman kepada anak seperti apakah contoh-contoh dari tindakan kejahatan seksual yang mengancam mereka. Sehingga, anak lebih waspada dan lebih peka terhadap situasi-situasi di sekitarnya.

5. Materi Toilet Training bertujuan untuk melatih anak mengontrol kebiasaan membuang hajatnya di tempat semestinya. Selain itu, materi ini bertujuan melatih anak untuk bisa membersihkan kotorannya sendiri, serta memakai kembali celananya. Cara ini secara tidak langsung berguna dalam mengajarkan anak mandiri dan tidak membiarkan orang lain membersihkan, menyentuh, atau melihat area privasi anak.

(28)

2.4 Game

Dukungan teknologi saat ini, menjadikan game digital bagian dari kehidupan seseorang, termasuk sebagai salah satu alat pembelajaran. Game digital yang berperan sebagai alat pembelajaran bertransformasi menjadi game edukasi digital. Game edukasi adalah permainan atau aktivitas menyenangkan yang memuat konten pendidikan untuk merangsang daya pikir, seperti meningkatkan konsentrasi, memecahkan masalah, dan melatih daya ingat (Kartikasari et al., 2018). Melalui proyek game Scratch, Massachusetts Institute of Technology (MIT) membuktikan bahwa game sangat berguna untuk meningkatkan logika dan pemahaman pemain terhadap suatu masalah (Anik, 2016).

Kriteria untuk sebuah game edukasi sebagai software penunjang kegiatan pembelajaran, diantaranya (Muhajarah & Rachmawati, 2019):

1. Overall value (nilai keseluruhan) berkaitan dengan desain dan panjang durasi game,

2. Usability (dapat digunakan) berkaitan dengan kemudahan saat digunakan dan diakses,

3. Accuracy (keakuratan) berkaitan dengan keberhasilan game yang dapat dituangkan ke dalam perancangannya,

4. Appropriateness (kesesuaian) berkaitan dengan isi dan desain game yang dapat diadaptasikan terhadap keperluan pengguna dengan baik,

5. Relevance (relevan) berkaitan dengan mengaplikasikan isi game ke pengguna,

6. Objectives (objektivitas) berkaitan dengan usaha pengguna dalam mempelajari hasil dari game secara objektif,

7. Feedback (umpan balik).

Pengembangan media pembelajaran berbasis game edukasi mempunyai 2 titik fokus teori pembelajaran, yaitu teori pembelajaran behavioristik dan teori pembelajaran kognitif. Menurut behavioristik, belajar yang paling dasar berasal dari pembentukan asosiasi antara rangsangan dan tanggapan yang memanifestasikan dirinya dalam perilaku. Sedangkan menurut teori kognitif menyatakan bahwa, manusia adalah organisme dinamis yang memproses informasi dan bertindak sebagai makhluk sosial (Muhajarah & Rachmawati, 2019). Adapun bentuk-bentuk penerapan dari prinsip teori pembelajaran behavioristik, sebagai berikut (Muhajarah & Rachmawati, 2019):

a. Belajar dengan ketuntasan

b. Pembelajaran langsung (direct instruction) c. Pemberian penguatan yang tepat (reinforcement)

(29)

13

d. Pembelajaran berbasis komputer e. Pembelajaran terprogram (skinner)

Sedangkan, bentuk-bentuk penerapan prinsip teori pembelajaran kognitif, sebagai berikut (Muhajarah & Rachmawati, 2019):

a. Pembelajaran resepsi bermakna (ausubel) b. Prinsip pengorganisasian (gestalt)

c. Perangkat organisator pengantar ekspositoris d. Modeling simbolis

e. Pengolahan informasi visual

Dalam pembuatan game edukasi digital harus memuat fitur-fitur yang berpotensi memberikan pengalaman permainan dan pembelajaran secara menarik dan berkelanjutan. Adapun kriteria fitur-fitur yang sesuai dengan paradigma pembelajaran yaitu (Muhajarah & Rachmawati, 2019):

a. Curiosity (membuat penasaran) b. Challenge (adanya tantangan) c. Fantasy (menyertakan khayalan) d. Interactivity (adanya timbal balik)

e. Agency or control (adanya kendali pengarahan) f. Feedback (adanya umpan balik dari aktivitas) g. Immersion (adanya keterlibatan pribadi) 2.5 Karakteristik Metode Desain

Berikut ini adalah karakteristik metode desain user interface sebagai dasar pertimbangan untuk memilih metode yang digunakan:

Tabel 1. Karakteristik metode desain user interface

No Metode Karakteristik

1 Child Centered-Design (CCD) (Ayuningtyas et al., 2018;

Martens et al., 2018; Pardo et al., 2008)

- Target pengguna akhirnya adalah anak-anak

- Peran orangtua dan guru sebagai sumber informasi dan mediator tetap diperhitungkan dan menjadi bagian dalam proses perancangan desain sistem. Namun, mereka bukan termasuk pengguna utama sistem - Lebih menekankan untuk

mempelajari dan mengumpulkan data target pengguna akhir (anak- anak) berdasarkan observasi perilaku dan ekspresi anak-anak

(30)

- Dalam tahap evaluasi, guru atau orangtua hanya terlibat untuk

menentukan jalur pembelajaran yang diikuti oleh anak-anak saat mereka menggunakan sistem dan

pencapaian tujuan pembelajaran yang diantisipasi

- Fokus pada kebutuhan pengguna 2 Goal Directed-Design (GGD)

(Pribadi et al., 2019; Putra et al., 2021; Yastin et al., 2020)

- Melibatkan stakeholders sebagai pengguna utama atau seluruh pihak terkait menjadi pengguna utama - Berfokus pada tujuan akhir yang

ingin dicapai stakeholders atau pengguna

- Orangtua dan guru terlibat sebagai pengguna dalam pengujian aplikasi - Perlu melakukan wawancara

mendalam untuk menggali dan mengetahui permasalahan yang ingin diselesaikan dan tujuan yang ingin dicapai pengguna

3 Design Thinking

(Darmawan et al., 2022;

Gunawan et al., 2021;

Informatika & Polinema, 2020)

- Berorientasi pada tindakan dimana design thinking mengarah pada pendekatan learning by doing - Terbiasa akan perubahan dimana

design thinking mengedepankan cara yang baru dalam melihat suatu permasalahan

- Melakukan beragam kegiatan yang bersifat observasional dan teknik riset berbasis mendengarkan untuk mempelajari kebutuhan-kebutuhan, langkah selanjutnya, dan pencapaian masing-masing orang secara

sistematis

(31)

15

- Proses dinamis dan konstruktif yaitu proses berulang-ulang,

membutuhkan proses definisi, definisi ulang, presentasi, presentasi ulang, penilaian, dan visualisasi prototyping menciptakan hasil yang tangible, sehingga memerlukan waktu lama

- Cocok digunakan untuk mendesain sistem yang merupakan produk baru dan belum jelas proses bisnisnya serta spesifikasi target penggunanya 4 Design Sprint

(Ramadan et al., 2019)

- Metode desain yang dikembangkan dengan melibatkan pengguna melalui perancangan, pembuatan prototype, dan pengujian ide dengan cepat - Metode desain untuk membuat suatu

produk baru

Berdasarkan penjabaran perbedaan antara Child Centered-Design (CCD), Goal Directed-Design (GDD), Design Thinking, dan Design Sprint, penulis memutuskan untuk menggunakan metode Child Centered-Design (CCD). Hal ini karena game “Aku Jaga Diriku” akan difokuskan kepada pengguna akhirnya anak-anak usia dini yang belum memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.

Selain itu, berdasarkan Guidelines for Usability Testing with Children (Hanna et al., 1997), pengujian sistem untuk anak-anak sebaiknya dilakukan tanpa melibatkan orangtua atau guru secara langsung. Anak-anak bisa menimbulkan rasa terpaksa dan merasa sedang diuji jika orangtua atau guru terlibat secara langsung sehingga mereka harus menampilkan yang terbaik. Anak-anak usia dini cenderung lebih senang menjelajahi komputer berdasarkan ketertarikan mereka sendiri, daripada melakukan serangkaian tugas yang diarahkan.

(32)

2.6 Child Centered-Design (CCD)

User interface (tampilan antarmuka) adalah komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dari suatu sistem atau aplikasi. Hal ini karena user interface bertugas menghubungkan antara aplikasi dengan pengguna untuk dapat berinteraksi satu sama lain. User interface yang baik dapat memberikan kenyamanan dan pengalaman yang menyenangkan bagi pengguna sehingga aplikasi mudah dimengerti oleh pengguna. Untuk mengukur seberapa baik user interface, bisa menggunakan teori Golden Rules of User Interface Design Theo Mandel. Adapun parameter user interface yang baik berdasarkan teori tersebut, sebagai berikut (Nento, 2019):

1. Menempatkan pengguna sebagai control, 2. Memudahkan pengguna untuk mengingat, 3. Konsistensi antarmuka.

Dalam mencapai user interface yang sesuai dengan target pengguna berupa anak-anak, maka dibutuhkan perancangan menggunakan pendekatan metode Child Centered-Design (CCD). Child Centered-Design (CCD) adalah suatu metode pengembangan user interface yang masih menjadi bagian dari metode User Centered-Design (UCD), dengan fokus target akhir penggunanya adalah anak-anak. Child Centered-Design (CCD) mempunyai tahapan yang hampir sama dengan User Centered-Design (UCD). Perbedaan keduanya hanya pada target pengguna produk. Target pengguna User Centered-Design (UCD) adalah orang dewasa dan tidak termasuk anak-anak. Dalam metode Child Centered-Design (CCD) terdapat 4 langkah tahapan, yaitu (Idler, 2013):

1. Specify Content of Use

Tahapan ini adalah tahapan mengidentifikasi dan menentukan karakteristik target pengguna sistem, fungsi sistem bagi pengguna, dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi pengguna menggunakan sistem.

Pengumpulan informasi bisa dilakukan melalui wawancara dengan orangtua, guru, atau orang terdekat anak-anak. Selain itu, observasi juga dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait perilaku atau aktivitas anak terhadap sistem yang dibangun. Sedangkan untuk memperdalam pengetahuan, bisa melalui studi literatur terkait dan analisis game sejenis.

2. Specify User Requirement

Tahap ini adalah tahap menentukan konteks penggunaan sistem dan kebutuhan yang akan dibuat berdasarkan karakteristik target pengguna sistem.

(33)

17

3. Produce Design Solutions

Tahap ini adalah tahap merancang user interface untuk game yang akan diimplementasikan. Pembuatan user interface didasarkan pada tahap- tahap yang telah dilakukan sebelumnya seperti, menentukan target pengguna dan menentukan kebutuhan pengguna.

4. Evaluation of Design

Tahap ini adalah tahap mengevaluasi atau menguji hasil dari desain yang telah dibuat kepada target pengguna.

Gambar 2. Diagram Child Centered-Design 2.7 Usability Testing

Nielsen mengemukakan usability sebagai atribut kualitas pengalaman pengguna dalam menilai seberapa mudah penggunaan suatu user interface.

Sedangkan menurut ISO 25010 atau ISO SQuaRE (Software Quality Requirement and Evaluation), usability adalah sejauh mana produk atau sistem dapat digunakan oleh pengguna tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Wahyuningrum, 2021). Dalam metode usability testing, Nielsen & Virzi membuktikan bahwa 5 orang sampel dapat mendeskripsikan 80% keberhasilan fungsi sistem secara keseluruhan. Dengan jumlah sampel yang lebih sedikit, maka masalah yang lebih penting pada sistem dapat teridentifikasi dengan baik (Virzi, 2012).

Terdapat 5 parameter yang dibuat oleh Nielsen untuk dapat mengukur tingkat usability yang ideal, yaitu (Wahyuningrum, 2021):

a. Easy to learn: pengguna dapat dengan cepat mempelajari dan mengerti tampilan dan perintah dasar dari sistem

b. Efficient to use: tingkat penguasaan pengguna terhadap sistem berbanding lurus dengan performa sistem

(34)

c. Easy to remember: kemampuan pengguna untuk menggunakan kembali sistem setelah beberapa waktu tidak menggunakan sistem

d. Few errors: tidak banyak terjadi kesalahan selama menggunakan sistem e. Pleasant to use: kenyamanan dan membuat pengguna senang saat

menggunakan sistem.

Berikut pemetaan karakteristik antara Nielsen dan ISO 25010 (Wahyuningrum, 2021):

Tabel 2. Pemetaan karakteristik usability testing

ISO 25010 Jacob Nielsen

Effectiveness Efficiency

Efficiency

Learnability Learnability

Appropriateness

User Error Protection Memorability User Interface Aesthetics

Satisfaction Errors/Safety

Operability

Dalam metode usability yang dikemukakan ISO, tidak ada aturan khusus atau kesepakatan khusus mengenai karakteristik usability. Sehingga setiap peneliti dan pengembang perangkat lunak dapat lebih fleksibel dalam menentukan parameter yang akan diuji. ISO 25010 merupakan perbaikan dari model sebelumnya yaitu ISO 9126 (Wahyuningrum, 2021).

2.8 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang membahas metode Child Centered-Design (CCD), Usability Testing, game edukasi untuk anak usia dini, dan materi pendidikan seks untuk anak usia dini. Penelitian ini digunakan sebagai referensi dalam mengembangkan game “Aku Jaga Diriku”:

Tabel 3. Daftar penelitian terdahulu

No Judul Penelitian Penulis Hasil Penelitian

1 Rancang Bangun Aplikasi Juz’ Amma Berbasis Android Menggunakan Metode Child Centered- Design Pada TPQ Al- Muchtar Bekasi

(Jaya et al., 2020) Aplikasi juz’ amma berbasis android

(35)

19

2 Analisis Implementasi Metode Child Centered- Design Dalam Perancangan Aplikasi Pembelajaran Gender Difference Untuk Anak Usia Dini

(Ramadhan et al., 2021)

Membuat desain game yang mengajarkan tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan

3 Child Centered-Design:

Developing an Inclusive Letter Writing App

(Martens et al., 2018)

Membuat alat latihan menulis surat untuk anak usia dini

4 User Interface Modeling by Implementing Storytelling on Sundanese Cultural

Introduction Media for Early Childhood Using Child Centered-Design Method

(Ayuningtyas et al., 2018)

Menghasilkan desain game bercerita tentang animal world dengan menggunakan bahasa sunda 5 Modeling Reproductive

Health Educational Games for Early Childhood Using Goal-Directed Design

(Putra et al., 2021) Membuat model game edukasi Kesehatan alat reproduksi yang cocok dan menyenangkan untuk anak usia dini

6 Pengembangan Aplikasi Permainan Edukasi Untuk Anak Pra-Sekolah

Menggunakan Pendekatan Child Centered-Design

(Delima et al., 2016)

Mengembangkan game edukasi yang sesuai dengan karakteristik anak usia 4-6 tahun 7 Rekomendasi User Interface

Game Edukasi Untuk Anak Usia Dini (4-6 Tahun) Menggunakan Metode User Centered-Design (UCD)

(Aziz et al., 2020) Rancangan user interface game edukasi untuk pengenalan huruf, angka, warna, hewan, dan buah

(36)

8 Pengembangan Game Edukasi Berbasis Android Untuk Anak-anak Usia Dini

(Santoso, 2019) Merancang game edukasi berbasis android yang berfokus pada bermain sambil belajar

9 Usability Testing for

Educational Computer Game Using Observation Method

(Diah et al., 2010) Membuktikan penggunaan

usability testing bisa untuk mengevaluasi game komputer dengan target anak- anak

(37)

21 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Universitas Jambi Jl. Lintas Jambi-Muara Bulian Km. 15, Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jaluko, Kabupaten Muaro Jambi. Sedangkan, pengujian hasil penelitian ini dilakukan TK Harapan Bunda yang beralamatkan di Pasar Aurduri Lama, Penyengat Rendah, Telanaipura, Kota Jambi. Penelitian ini akan dilaksanakan selama Juli-Oktober 2022 atau dalam rentang waktu ± 3 bulan.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun perangkat yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

1. Perangkat keras (hardware)

a. Laptop Acer Aspire E14 Processor 4 GB b. MacBook Pro M1 512 GB

c. Smartphone Android d. Pen Tablet Huion H640P 2. Perangkat lunak (software)

a. Sistem Operasi Windows 10 b. MacOS Monterey

c. Figma d. Canva e. Ibis Paint X

3.3 Metode Pengumpulan Data 1. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan secara langsung dilapangan terkait proses belajar, bermain, perilaku, dan kebiasaan anak-anak usia dini pada TK Harapan Bunda. Pengamatan secara langsung ini dilakukan untuk mengetahui dan memahami bagaimana karakteristik persona yang menjadi target pengguna game.

2. Wawancara

Tahap wawancara dilakukan peneliti kepada sejumlah pihak terkait seperti guru, psikiater pada acara seminar, dan orangtua siswa. Tujuan dari proses wawancara ini adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam terkait target pengguna dan mengumpulkan kebutuhan-kebutuhan pengguna.

Selain itu, tahap wawancara kepada pihak ahli guna mendukung landasan penelitian yang dilakukan.

(38)

3. Studi Literatur

Penghimpunan informasi teoritis terkait metode yang digunakan, game android mobile, pendidikan seks, kekerasan seksual, dan anak usia dini diambil melalui buku, jurnal penelitian terdahulu, dan artikel yang tersedia di internet.

3.4 Kerangka Penelitian

Dalam perancangan user interface suatu perangkat lunak atau aplikasi, harus melalui tahapan-tahapan seperti perencanaan, pengumpulan data, desain, dan testing. Untuk menyelesaikan penelitian ini, peneliti menggunakan metode Child Centered-Design dalam merancang user interface game “Aku Jaga Diriku”.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam metode Child Centered-Design:

Gambar 3. Flowchart penelitian

(39)

23

Metode Child Centered-Design terdiri atas 4 tahapan yaitu, Specify Context of Use, Specify User Requirement, Produce Design Solution, dan Evaluation of Design. Adapun spesifikasi yang akan peneliti lakukan pada setiap halaman, sebagai berikut:

1. Specify Context of Use

Dalam tahapan ini, peneliti harus mendefinisikan nilai kegunaan dan konteks pemakaian produk yang akan dibuat, serta persona dari target pengguna produk. Tujuannya yaitu untuk memahami kebutuhan pengguna dan bagaimana kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Peneliti membagi tahapan ini menjadi 2 sesi yaitu, pengumpulan data dan perancangan persona. Pada sesi pengumpulan data, peneliti melakukan 3 hal yaitu observasi, wawancara, dan studi literatur. Di tahap observasi, peneliti menghasilkan hasil observasi perilaku target pengguna ketika belajar. Di tahap wawancara, penulis menghasilkan deskripsi pandangan orangtua, guru, dan psikiater anak terhadap pentingnya pendidikan seks untuk anak usia dini. Sedangkan di tahap studi literatur, penulis melakukan pengumpulan beberapa jurnal terkait pendidikan seks untuk anak usia dini sebagai dasar merancang jenis-jenis permainan. Setelah semua data terkumpul, peneliti akan merumuskan detail-detail persona pengguna produk berdasarkan data yang ada dan menghasilkan user persona. User persona adalah karakter fiksi yang merepresentasikan target dari produk (Rubin et al., 2008).

2. Specify User Requirement

Di tahap ini, peneliti membuat user scenario berdasarkan karakteristik anak dalam belajar dan user scenario macam-macam tanggapan orangtua terhadap sex education. Selanjutnya, peneliti akan menghasilkan user scenario, struktur menu, dan flowchart sistem yang berfungsi untuk menampilkan cara kerja aplikasi dan fitur-fitur di dalamnya.

3. Produce Design Solution

Data-data target pengguna yang telah terkumpul dan didefinisikan dengan detail, kemudian dituangkan ke dalam desain. Pada tahap ini, penulis menghasilkan storyboard, wireframe, high-fidelity wireframe, dan validasi ahli bahasa dan materi. Storyboard berfungsi sebagai gambaran alur materi pendidikan seks yang akan diimplementasikan ke dalam game. Wireframe berfungsi sebagai landasan utama ketika mendesain tata letak produk. Sedangkan, high-fidelity wireframe adalah pembuatan aset- aset desain yang akan digunakan di dalam game, hingga desain jadi yang siap diimplementasikan ke dalam game. Selain itu, validasi ahli bahasa

(40)

dan ahli materi berfungsi sebagai verifikasi apakah materi dan desain yang telah dibuat cocok untuk diimplementasikan ke anak-anak usia dini.

Pembuatan kuesioner yang digunakan dalam proses validasi ini mengacu pada Jurnal Pengembangan Multimedia Interaktif Tema Binatang untuk Siswa Taman Kanak-kanak (TK) (Kartini et al., 2020).

4. Evaluation of Design

Mengevaluasi desain pada game yang telah dibuat menjadi tahap terakhir dari perancangan user interface. Tahapan ini berguna untuk melihat apakah desain yang telah dibuat sudah memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik pengguna. Di tahap ini, peneliti menggunakan beberapa parameter usability testing menurut ISO 25010 sebagai metode uji. Karena metode usability testing ISO 25010 bersifat fleksibel dalam penentuan parameternya, maka peneliti memilih beberapa parameter yang cocok untuk diujikan kepada anak usia dini. Berdasarkan jurnal “A Measurement Model Based on Usability Metrics for Mobile Learning User Interface for Children”, anak-anak memiliki tingkat fokus yang rendah sehingga kurang cocok jika diuji menggunakan banyak parameter dan jumlah soal yang banyak. Sealin itu, jurnal ini juga mengukur parameter effectiveness dan satisfaction (Tahir, 2015). Adapun format pengujian yang digunakan, yaitu:

Tabel 4. Parameter usability No Parameter Usability Kode Tugas

1 Effectiveness T1

Tn

2 Satisfaction S1

Sn

a. Effectiveness

Pengambilan data pada parameter effectiveness menggunakan skala Guttman. Skala Guttman berfokus pada pemaknaan dari hasil pengukurannya, dengan skor jawaban tertinggi bernilai 1 dan nilai terendah 0. Nilai 1 dapat diartikan sebagai “Ya”, “Mudah”, dan

“Berhasil”. Sedangkan, nilai 0 dapat diartikan sebagai “Tidak”, “Sulit”, dan “Gagal” (Parinata & Puspaningtyas, 2021). Berikut ini adalah tabel kuesioner pengambilan data untuk parameter effectiveness:

(41)

25

Tabel 5. Kuesioner data parameter effectiveness

No Kode

responden

Kode tugas

Berhasil

Ya Tidak

1 R1 T1

Tn

2 R2 T1

Tn

3 R3 T1

Tn

4 R4 T1

Tn

5 R5 T1

Tn

Sedangkan cara mengolah data yang didapat menggunakan rumus Completion Rate dengan persamaan, sebagai berikut (Situmorang et al., 2019):

Effectiveness = !"#$%& (%)* +,-&%./$ 0/1,-2%1%)

345%$ .,$"-"& 5"*%. × 100% … (1) b. Satisfaction

Pengambilan data pada parameter satisfaction menggunakan skala Guttman. Berikut ini adalah tabel kuesioner pengambilan data untuk parameter satisfaction:

Tabel 6. Kuesioner data parameter satisfaction No Kode responden Pertanyaan Kepuasan

Ya Tidak

1 R1 S1

Sn

2 R2 S1

Sn

3 R3 S1

Sn

4 R4 S1

Sn

5 R5 S1

Sn

(42)

Adapun cara pengolahan data yang didapat menggunakan rumus rata-rata dengan persamaan, sebagai berikut (Supriyatna, 2018):

X1 = ∑ 7) … (2) Keterangan:

X1 = rata-rata

∑ x = jumlah jawaban ya n = total seluruh soal c. Acceptability Score

Acceptability score atau skor penerimaan adalah kriteria interpretasi skor yang digunakan untuk mengetahui kelayakan desain yang telah dibuat. Adapun acceptability score untuk setiap parameter di atas, sebagai berikut (Lamada, 2020):

Tabel 7. Acceptability score

Nilai Kategori

0%-20% Sangat buruk

20%-40% Buruk

40%-60% Cukup

60%-80% Baik

80%-100% Sangat baik

(43)

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada penelitian ini, tahapan user interface game “Aku Jaga Diriku” akan dirancang melalui tahapan sesuai metode Child Centered-Design (CCD), sebagai berikut:

4.1.1 Specify Context of Use

Pada tahap ini, penghimpunan data target pengguna dilakukan langsung pada TK Harapan Bunda, tanggal 18 Juli 2022. Data yang didapatkan merupakan hasil dari wawancara terhadap pihak guru dan orangtua siswa. Hasil data yang didapatkan akan dituangkan ke dalam persona.

4.1.1.1 Pengumpulan Data 1. Observasi

Adapun kebutuhan informasi dan hasil observasi yang penulis dapatkan dari tahap observasi yaitu:

Tabel 8. Informasi hasil observasi

No Kebutuhan Informasi Hasil Observasi

1 Bagaimana suasana kelas saat anak-anak belajar?

Suasana di kelas saat anak-anak sedang belajar tidak sunyi karena guru dan anak-anak aktif dalam berkomunikasi satu sama lain.

Meskipun begitu, tidak ada

keributan yang mengganggu seperti anak menangis, anak tidak ingin duduk di dalam kelas, anak ingin pulang, dan tidak ada anak yang mempertanyakan keberadaan orangtuanya. Selain itu, di dalam kelas terdapat 2 guru yaitu 1 guru pengajar materi dan 1 guru yang mengontrol, membantu dan mengawasi kebutuhan anak-anak 2 Bagaimana karakteristik anak-

anak saat belajar?

Ketika belajar, guru menggunakan alat bantu yang dapat menarik perhatian anak ketika mengajar.

Hal ini bertujuan agar anak tidak cepat bosan dan belajar menjadi

Referensi

Dokumen terkait

Dengan lengkapnya semua rancangan aplikasi mobile game interface Gulago ini, diharapkan mampu membantu masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat dengan cara yang lebih menarik

Sebuah desain interface merupakan tampilan yang akan memberikan sebuah hasil perpaduan antara input dari desain yang baik dan output mekanisme yang akan memuaskan kebutuhan

Hasil evaluasi akhir dari pengujian terhadap user experience pada rancangan user interface sistem informasi desa menggunakan metode System Usability Scale (SUS)

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi yaitu bagaimana membangun sebuah game

Berdasarkan observasi yang dilakukan dengan aplikasi yang sudah ada yaitu activity schedule, terdapat masalah ketika ABK tidak dapat memahami tampilan user interface pada

Dengan lengkapnya semua rancangan aplikasi mobile game interface Gulago ini, diharapkan mampu membantu masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat dengan cara yang lebih menarik

Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah yaitu: Bagaimana Perancangan User Interface Website Semangkok Saja sebagai media yang lebih

Adapun kebutuhan pengguna yang telah dipenuhi dengan desain user interface di atas antara lain pengguna akan lebih nyaman dalam mencari data karena tampilan website yang lebih rapi,