• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP

LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL

PEMUKIMAN

MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN A14070070

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

SUMMARY

MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN. A14070070. The Effect of Using

Organic Waste to LRB Infiltration Rate in Settlement Area. Supervised by

KAMIR RAZIUDIN BRATA and ENNI DWI WAHJUNIE

Currently, rain water and organic waste have not been utilized optimally. Biopore Infiltration Hole (Lubang Resapan Biopori (LRB)) was develoved to accelerate water absorption by using organic waste. Some people had known and use the LRB technology. Still, there are some mistakes, people didn’t use the organic waste in LRB’s technology. Therefore , it is necessary to study the effect of using organic waste to LRB infiltration rate, to convince the public and fix their mistakes.

This study used a randomized block design within five treatments with 3 blocks as replicates. The treatments were : (1) LRB without a filled organic waste (S0), (2) LRB filled with kitchen organic waste in the early course (S1), (3) LRB filled with mango leaves in the early course (S2), (4) LRB filled with kitchen organic waste continuously (S3), (5) LRB filled with mango leaves continuously (S4). Observed variable is the rate of LRB infiltration, conducted over 14 weeks by time measuring once per week.

The result showed that the infiltration rate in LRB S1 and S2 treatments significantly higher than the S0 treatment at the first measurement and tended to be higher in the next measurentments. Overall infiltration rate in LRB S3 and S4 treatments were highly significantly higher when compared to S0 treatment, even significantly higher than S1 and S2.

The treatments filled with organic waste enhanced of infiltration rate in LRB. Kitchen organic wastes produces the infiltration rate higher than mango leaves.

(3)

RINGKASAN

MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN. A14070070. Pengaruh Pemberian

Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman. Dibimbing oleh KAMIR RAZIUDIN BRATA dan ENNI DWI

WAHJUNIE

Saat ini, sampah dan air hujan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut terlihat dari banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh keduanya. Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) dikembangkan untuk dapat mempercepat peresapan air dengan memanfaatkan sampah organik. Masyarakat telah mengenal dan menggunakan teknologi LRB. Akan tetapi, masih dijumpai kekeliruan-kekeliruan dalam penggunaan teknologi ini, kekeliruan tersebut diantaranya tidak dimanfaatkannya sampah organik. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian pengaruh dari pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi LRB untuk lebih meyakinkan masyarakat dan merubah kekeliruan tersebut.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok menggunakan lima perlakuan dengan 3 blok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut yaitu, (1) LRB tanpa diisi sampah (S0), (2) LRB diisi sampah dapur pada awal penelitian (S1), (3) LRB diisi sampah daun mangga pada awal penelitian (S2), (4) LRB diisi sampah dapur secara kontinyu (S3), (5) LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4). Variabel yang diamati adalah laju infiltrasi LRB, dilakukan selama 14 minggu dengan waktu pengukuran setiap seminggu sekali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi LRB pada perlakuan S1 dan S2 nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan S0 pada pengukuran pertama dan cenderung lebih tinggi pada pengukuran selanjutnya. Secara keseluruhan laju infiltrasi LRB pada perlakuan S3 dan S4 nyata dan sangat nyata lebih tinggi apabila dibandingkan perlakuan S0, bahkan nyata lebih tinggi dibandingkan S1 dan S2.

Pemberian sampah organik dapat meningkatkan nilai laju infiltrasi pada LRB. Pemberian sampah organik secara kontinyu, dapat menjaga fungsi LRB dalam meresapkan air. Pemberian sampah dapur pada LRB menghasilkan nilai laju infiltrasi lebih tinggi dibandingkan pemberian sampah daun mangga.

(4)

PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP

LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL

PEMUKIMAN

MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN A14070070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Pengaruh Pemberian Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman

Nama : Mochamad Nizar Khoerudin

NIM : A14070070

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Lahan

Menyetujui, Pembimbing I

Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc. 19481212 197603 1 002

Pembimbing II

Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi. 19600330 198601 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc 19621113 198703 1 003

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil’alamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan, judul yang dipilih adalah “Pengaruh Pemberian Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Kamir Raziudin Brata, M.Sc dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie M.Si selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Fahmi, Epul, Rifa’I dan Fajri yang telah membantu selama penelitian di lapang sehingga penelitian ini bisa selesai. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada Bu Yani yang telah banyak mengajari saya dalam melakukan analisis tekstur di laboratorium. Terimakasih sebesar-besarnya kepada Ayah, Ibu, Reyna Prachmayandini, Nisa Nur’asiah, Sani Nur’aisah dan Ahmad Kamal F. R. atas doa, dorongan semangatnya, nasehatnya, dan telah bersedia menyediakan tempat untuk dilakukannya penelitian ini, serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini berjalan lancar dan selesai tepat waktu.

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka tanggal 2 Mei 1989 yang merupakan putra pertama dari bapak Kasa dan ibu Eni Sustini. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di beberapa organisasi yaitu UKM Lises Gentra Kaheman IPB sebagai staf divisi rumah tangga periode 2008-2009, OMDA Majalengka sebagai ketua periode 2008-2009 dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) sebagai staf divisi kewirausahaan periode 2008-2009 dan ketua divisi Hubungan Luar dan Alumni periode 2008-2009-2010. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Tanah (2010/2011) dan Morfologi dan Klasifikasi Tanah (2011/2012).

Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menjalani masa pendidikannya antara lain Juara II cabang olah raga bulu tangkis dalam Pekan Olah Raga Tanah IPB pada tahun 2010, Juara I cabang olah raga bola basket dan bola voli putra dalam Pekan Olah Raga Tanah IPB pada tahun 2010 dan 2011, dan Juara II cabang olah raga bola basket putra dalam SERI A Faperta Institut Pertanian Bogor 2011.

Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman” dibawah bimbingan Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc. dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sampah dan Jenis Sampah ... 3

2.2.Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan ... 4

2.3.Lubang Resapan Biopori ... 5

2.4.Laju Infiltrasi ... 6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ... 8

3.2.Alat dan Bahan ... 8

3.3.Metoda Penelitian ... 3.4.Pelaksanaan Percobaan di Lapang ... 8

3.4.1. Pengumpulan bahan ... 8

3.4.2. Pembuatan LRB dan pengisian sampah organik ... 9

3.4.3. Pengukuran laju infiltrasi dan pemanenan kompos ... 9

3.4.4. Pengamatan profil tanah ... 9

3.5.Pengolahan Data ... 9

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Keadaan Geografis ... 11

4.2.Kondisi Iklim ... 12

4.3.Permasalahan Sampah ... 12

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Karakteristik Tanah ... 14

(9)

5.2.Laju Infiltrasi pada LRB ... 16

5.3.Dekomposisi Sampah Organik pada LRB ... 21

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan ... 24

6.2.Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(10)

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian ... 14 2. Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium ... 15 3. Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan

Selama 14 Minggu ... 18 4. Bobot Basah Sampah dan Kompos yang Dihasilkan Selama 14

Minggu ... 21

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian ... 15

2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu ... 16

3. Foto LRB pada Minggu Kesepuluh ... ... 20

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

1. Nilai Laju Infiltrasi LRB dengan Ulangan

Selama 14 Minggu ... 28

2. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Pertama ... 29

3. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedua ... 29

4. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketiga ... 29

5. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keempat ... 29

6. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kelima ... 30

7. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keenam ... 30

8. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketujuh ... 30

9. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedelapan ... 30

10. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesembilan ... 31

11. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesepuluh ... 31

12. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesebelas ... 31

13. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedua belas ... 31

14. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketiga belas ... 32

15. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keempat belas ... 32

16. Cuaca Sebelum Pengukuran Laju Infiltrasi ... 32

17. Pengisian Sampah Selama Penelitian Berlangsung ... 33

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Air hujan dan sampah, saat ini belum dimanfaatkan dengan baik, terlihat dari banyaknya masalah yang masih ditimbulkan oleh keduanya. Masalah yang ditimbulkan karena belum termanfaatkannya air hujan yaitu banjir, longsor, dan kekeringan. Banjir terjadi karena tidak teresapkannya air saat terjadi hujan, sehingga aliran permukaan menjadi sangat tinggi. Aliran permukaan yang tinggi, diperparah dengan adanya penyumbatan pada saluran drainase oleh sampah, sehingga banjir sering mengancam areal pemukiman. Selain penyumbatan saluran drainase, masalah yang ditimbulkan oleh sampah masih banyak lagi, contohnya pencemaran lingkungan, serta gangguan terhadap kenyamanan dan kepuasan warga yang menyenangi keindahan dan kebersihan.

Lubang Resapan Biopori atau sering disingkat LRB, merupakan teknologi multiguna yang dikembangkan untuk mempercepat peresapan air dengan memanfaatkan sampah organik. Manfaat dari LRB yaitu untuk memperbaiki ekosistem tanah, meresapkan air dan mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi kekeringan, mempermudah penanganan sampah dan menjaga kebersihan, mengubah sampah menjadi kompos, mengurangi emisi gas rumah kaca dan metan, serta mengatasi masalah akibat genangan (Brata dan Nelistya, 2009). Dalam penggunaannya, LRB yang merupakan lubang silindris berdiameter 10 cm dengan kedalaman sekitar 100 cm dari permukaan tanah, diisi sampah organik sebagai aktivator terciptanya biopori.

LRB telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat luas. Beberapa kota besar di Indonesia bahkan mancanegara telah menggunakan teknologi LRB ini. Akan tetapi dalam penggunaannya, masih banyak kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Kekeliruan tersebut diantaranya, belum adanya pemanfaatan sampah organik dalam penggunaan LRB. Masyarakat hanya mengenal LRB sebagai teknologi untuk meresapkan air, tidak dimanfaatkan untuk pengisian sampah organik. Sebenarnya, pengisian sampah organik tersebut merupakan hal yang penting untuk meningkatkan biodiversitas tanah yang berperan dalam pembentukan biopori. Sampah organik juga penting untuk

(14)

menghindari kerusakan lubang dan penyumbatan pori oleh sedimen halus dan pertumbuhan lumut.

Untuk menyikapi hal tersebut, perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi LRB. Kajian tentang LRB ini dirasa penting dilakukan di Majalengka, karena di daerah ini teknologi LRB belum dikenal secara luas. Selain itu, potensi masalah sampah organik di Majalengka sangat tinggi. Masih banyaknya kebun-kebun di sekitar pemukiman menghasilkan sampah organik kebun berupa guguran daun dan menambah volume sampah yang dihasilkan. Hal tersebut dirasa cocok dijadikan bahan kajian tentang fungsi LRB untuk mengatasi masalah sampah. Pertimbangan lainnya yaitu untuk menunjukkan bahwa teknologi LRB tidak hanya diperuntukkan bagi daerah rawan banjir, akan tetapi dapat diterapkan pada seluruh daerah, termasuk daerah dengan curah hujan sedang seperti Majalengka.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi Lubang Resapan Biopori di areal pemukiman.

1.3. Hipotesis

Penambahan sampah organik ke dalam LRB dapat meningkatkan laju infiltrasi karena dapat menghindari penyumbatan pori dan meningkatkan pembentukan biopori oleh biodiversitas tanah.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sampah dan Jenis Sampah

Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, melalui proses pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya. Sampah merupakan bahan buangan yang tidak diperlukan lagi. Pusat Penelitian Pengembangan Permukiman (Puskim) (2001), mengartikan sampah sebagai suatu bahan buangan yang bersifat padat, cair, maupun gas yang sudah tidak memenuhi persyaratan, tidak dikehendaki, dan merupakan hasil sampingan dari kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Apriadji (2002), sampah atau dalam bahasa inggrisnya waste, adalah zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut pada hakekatnya sampah merupakan bahan yang tidak digunakan lagi.

Sampah sangat banyak jenisnya, menurut Syahrul dan Ollich (1985) sampah berdasarkan sumbernya dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, yaitu : (1) sampah hasil aktifitas rumah tangga termasuk dari asrama, rumah sakit, hotel-hotel dan kantor; (2) sampah hasil kegiatan industry dan pabrik; (3) sampah hasil kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan yang sering juga disebut sebagai limbah pertanian; (4) sampah hasil kegiatan perdagangan, misalnya pasar dan pertokoan; (5) sampah dari hasil kegiatan pembangunan; dan (6) sampah dari sekitar jalan raya. Akan tetapi masyarakat luas sering mengelompokkan sampah sebagai sampah anorganik dan sampah organik. Seperti diungkapkan Soekarman (1983), menurut jenis sampah dibagi menjadi: sampah organik seperti daun dan lain-lain, sampah plastik, sampah kertas dan kelompok logam serta kayu. Menurut Brata dan Nelistya (2009), sampah organik merupakan sampah yang pada umumnya dapat membusuk seperti sisa-sisa makanan, daun-daunan, dan buah-buahan. Sampah organik ini biasanya merupakan bahan-bahan yang tidak dapat didaur ulang dan dipakai lagi, akan tetapi merupakan bahan yang terdekomposisi relatif cepat dan

(16)

dapat dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti kompos. Berdasarkan asalnya, yang termasuk sampah organik adalah bahan-bahan yang berasal dari mahluk hidup seperti sisa-sisa dari tumbuhan, hewan, ataupun manusia. Bila dikelompokkan kedalam asal tersebut, kertas ataupun karton termasuk ke dalam sampah organik, namun dikarenakan kertas ataupun karton masih dapat di daur ulang sehingga sering dikelompokkan ke dalam sampah anorganik (Apriadji, 2002).

Sampah organik banyak jenisnya dan sangat beragam. Spesifik untuk sampah organik yang dihasilkan dari pemukiman atau bisa disebut sampah organik rumah tangga, terdiri dari sisa-sisa makanan (kulit buah-buahan, sisa sayuran yang tidak terpakai), serta daun-daun yang berguguran baik di halaman ataupun taman (Brata dan Nelistya, 2009).

2.2.Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan

Pengelolaan sampah sangat perlu dilakukan dan pengelolaannya haruslah dilakukan dengan baik. Apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik maka akan berakibat buruk pada lingkungan ataupun manusia. Sampah secara umum dapat menimbulkan pencemaran baik udara, air, maupun tanah. Pencemaran pada tanah terutama adalah pencemaran terhadap air permukaan dan air bawah tanah yang sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Disamping itu, pencemaran bahan kimia dapat menimbulkan kerusakan tanah sehingga mempengaruhi kegunaan sumberdaya tersebut (Miner et al., 2000).

Menurut Astriani (2009) dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut:

1. Dampak terhadap kesehatan, dengan potensi terjangkitnya penyakit diare, kolera, tifus, dan demam berdarah dikarenakan lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing untuk dapat menjangkitkan penyakit.

2. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi dimana dampaknya akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

(17)

3. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

4. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air.

2.3.Lubang Resapan Biopori

Lubang Resapan Biopori atau sering disebut LRB dikembangkan berdasarkan prinsip ekohidrologis, dengan cara memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan fungsi hidrologisnya. LRB merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah dengan kedalaman kurang lebih 80 – 100 cm atau tidak melebihi muka air tanah dengan memanfaatkan sampah organik sebagai aktifator biodiversitas tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan diding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, dapat menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah (Brata dan Nelistya, 2009).

Berdasarkan prinsip kerjanya air yang meresap dalam LRB melalui pori tanah yang diantaranya merupakan biopori, dimana biopori merupakan ruangan atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh mahluk hidup, seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah. Liang-liang tersebut terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta meningkatnya aktifitas fauna tanah, seperti cacing tanah, rayap, dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Jumlah serta ukuran biopori tersebut akan terus meningkat mengikuti pertumbuhan akar tanaman serta peningkatan populasi dan aktivitas organisme tanah (Brata dan Nelistya, 2009).

Struktur biopori yang terbentuk berupa liang memanjang bercabang-cabang sehingga air meresap di sekitar LRB dengan lancar. Biopori itu sendiri diperkuat oleh senyawa organik yang berasal dari organisme tanah dalam pembentukannya sehingga cukup mantap dan tidak mudah rusak atau tertutup. Dengan demikian, sirkulasi air dan udara ke dan di dalam tanah akan selalu

(18)

lancar. Di dalam biopori tersedia cukup bahan organik, air, oksigen, dan unsur hara sehingga cocok bagi perkembangan akar tanaman dan organisme tanah, termasuk mikroorganisme yang membantu pelapukan sampah (Brata dan Nelistya, 2009).

Dalam penerapannya LRB memanfaatkan sampah organik dengan cara memasukkannya ke dalam lubang. Sampah organik tersebut dapat menghidupi biota dalam tanah sehingga tercipta biodiversitas tanah yang baik. Dengan penerapan LRB didapatkan berbagai macam manfaat yang berkaitan langsung dengan terciptanya lingkungan hidup yang nyaman dan lestari. Brata dan Nelistya (2009), menyebutkan manfaat-manfaat tersebut yaitu, memperbaiki ekosistem tanah, meresapkan air dalam mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi kekeringan, mempermudah penanganan sampah serta menjaga kebersihan, mengubah sampah menjadi kompos, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mengatasi masalah akibat genangan.

2.4.Laju Infiltrasi

Infiltrasi adalah air yang diterima permukaan bumi dan jika permukaannya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran (Seyhan, 1977). Pada proses infiltrasi, umumnya air bergerak secara vertikal ke dalam tanah karena adanya gaya gravitasi ataupun karena adanya gaya sedotan matrik tanah (Jury dan Horton, 2004). Akan tetapi air pun bisa bergerak secara horizontal dari samping baik itu melalui jalur retakan ataupun menembus dinding lubang apabila ada lubang. Tanah yang bersifat porus atau memiliki rongga–rongga yang dapat diisi udara dan atau air sehingga air yang masuk ke dalam tanah akan mampu disimpan oleh tanah hingga keadaan kapasitas lapang (Arsyad, 2010).

Peran infiltrasi di alam dan dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena berkaitan dengan ketersediaan air. Peranan tersebut yaitu mampu menyediakan air untuk pertumbuhan tanaman, mampu menyumbangkan air ke dalam air bawah tanah (ground water) sehingga melestarikan aliran air di musim kemarau, dapat menurunkan aliran permukaan, erosi dan pergerakan sedimen dan bahan polutan ke dalam sistem perairan permukaan tanah. Infiltrasi merupakan agen pencucian unsur hara, selain itu juga dapat memberikan informasi yang

(19)

berguna untuk perencanaan penggunaan lahan, perencanaan irigasi dan pemilihan komoditas (Haridjaja, Murtilaksono dan Rachman, 1991).

Kapasitas infiltrasi atau laju infiltrasi maksimum adalah kemampuan tanah menyerap air per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam, inci/jam atau cm/menit), sedangkan laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam, inci/jam atau cm/menit). Jika intensitas hujan kecil atau lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka kapasitas infiltrasi tidak terpenuhi, sehingga laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan besar atau lebih dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan kapasitas infiltrasi (Arsyad, 2010).

Kapasitas infiltrasi tanah juga dipengaruhi oleh porositas tanah, semakin besar porositasnya maka semakin besar kapasitas infiltrasi total. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat di tahan oleh partikel tanah terhadap gaya gravitasi. Pada awal infiltrasi, laju infiltrasi sangat tinggi, kemudian menurun hingga akhirnya konstan pada laju minimum. Pada awal infiltrasi gaya yang bekerja adalah gaya gravitasi dan gaya sedotan matrik tanah, semakin basah, gaya matrik semakin berkurang, akhirnya mencapai nilai 0 (nol) pada saat tanah jenuh. Pada kondisi demikian, gaya yang bekerja hanya gaya gravitasi (Arsyad, 2010).

(20)

BAB III METODOLOGI 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapang dilakukan di Kelurahan Tonjong, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka Jawa Barat, berlangsung dari bulan April hingga Agustus 2011. Kemudian dilanjutkan dengan analisis tekstur tanah dan pengolahan data pada bulan September hingga Desember 2011 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

3.2.Bahan dan Alat Penelitian

Sampah organik rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah dapur berupa sisa-sisa sayuran dan buah-buahan, serta sampah kebun berupa daun mangga. Alat yang digunakan selama penelitian lapang, yaitu bor biopori, golok, gayung, ember, stopwatch, timbangan, kartu deskripsi profil tanah, Munsell Soil Color Chart.

3.3.Metoda Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan percobaan Acak Kelompok dengan tiga kelompok sebagai ulangan. Perlakuan yang diberikan sebanyak lima perlakuan terdiri dari :

a. S0, LRB tanpa diisi sampah.

b. S1, LRB diisi sampah dapur sekali pada awal penelitian.

c. S2, LRB diisi sampah daun mangga sekali pada awal penelitian. d. S3, LRB diisi sampah dapur secara kontinyu.

e. S4, LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu.

3.4.Pelaksanaan Percobaan di Lapang

3.4.1. Pengumpulan bahan

Bahan yang dikumpulkan merupakan sampah organik rumah tangga yang terdiri dari sampah dapur dan sampah kebun yang diperoleh dari lingkungan sekitar tempat penelitian. Sampah dapur dikumpulkan dari rumah dan warung nasi di sekitar lokasi penelitian. Sampah kebun yang digunakan pada penelitian ini

(21)

merupakan sampah daun yang cukup dominan di wilayah penelitian, yaitu sampah daun mangga.

3.4.2. Pembuatan LRB dan pengisian sampah organik

Pembuatan LRB disesuaikan dengan lokasi penelitian, dengan jarak antar lubang satu meter. Setelah LRB tersedia, kemudian diisi sampah hingga penuh sesuai dengan masing-masing perlakuan. Pada perlakuan S3 dan S4 sampah dimasukkan secara kontinyu, yaitu pengisian sampah dilakukan secara terus-menerus ketika volume sampah di dalam lubang menyusut karena adanya proses dekomposisi dalam LRB. Pengisian sampah untuk perlakuan S3 dan S4 dilakukan selama penelitian berlangsung yaitu 14 minggu. Dilakukan pengukuran bobot sampah setiap kali sampah dimasukkan sehingga didapat data bobot sampah yang dimasukkan ke setiap lubang selama 14 minggu. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 17.

3.4.3. Pengamatan laju infiltrasi dan pemanenan kompos

Pengamatan laju infiltrasi dilakukan seminggu sekali selama 14 minggu. Laju infiltrasi pada LRB diukur dengan menggunakan metode sederhana, dengan mengukur volume air yang dimasukkan ke dalam LRB selama 60 menit. Pemanenan kompos dilakukan 5 hari setelah pengamatan laju infiltrasi minggu terakhir, dengan mengosongkan isi LRB pada perlakuan S3 dan S4, kemudian dipisahkan bahan yang masih kasar dengan bahan yang telah menjadi kompos kemudian ditimbang bobotnya. Bahan kasar diambil menggunakan tangan hingga kedalaman 40 cm, sedangkan pengambilan bahan halus menggunakan bor.

3.4.4. Pengamatan profil tanah

Pengamatan profil dilakukan setelah pengamatan laju infiltrasi berakhir, dengan menggali profil tanah hingga kedalaman 150 cm. Contoh tanah diambil mewakili setiap lapisan (horison) untuk analisis tekstur di laboratorium dengan metode pipet.

3.5. Pengolahan Data

Data analisis ragam laju infiltrasi LRB diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk melihat pengaruh jenis dan cara pemberian sampah terhadap laju infiltrasi LRB. Penghitungan menggunakan Microsoft Excel 2007

(22)

dimaksudkan untuk mambandingkan nilai laju infiltrasi LRB dari tiap perlakuan dengan perlakuan lainnya. Kemudian perbandingan data laju infiltrasi LRB dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5% dan taraf 1% (Steel dan Torrie, 1989).

(23)

BAB IV

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Keadaan geografis

Kabupaten Majalengka merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 120.424 hektar yang terdiri atas 26 kecamatan, 13 kelurahan dan 321 desa. Secara geografis, Kabupaten Majalengka terletak pada koordinat 60 32’16,39” sampai dengan 70 4’ 24,75” Lintang Selatan dan 1080 2’ 30,87” sampai dengan 1080 24’ 32,84” Bujur Timur. Tepatnya, lokasi penelitian berada di Kecamatan Majalengka yang terletak pada koordinat 60 45’ sampai dengan 60 56’ Lintang Selatan dan 1080 10’ sampai dengan 1080 17’ Bujur Timur.

Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten berkisar antara 0 – 37 kilometer, dan jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah ± 91 kilometer serta jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Negara adalah ± 200 kilometer. Batas wilayah administrasi, Kabupaten Majalengka sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Selatan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Barat dengan Kabupaten Sumedang, dan Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon.

Berdasarkan klasifikasi kemiringan lahan, Kabupaten Majalengka diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelas yaitu landai atau dataran rendah (0 – 15 persen), berbukit bergelombang (15 – 40 persen) dan perbukitan terjal (>40 persen). Sebesar 13,21 persen dari luas wilayah Kabupaten Majalengka berada pada kemiringan lahan di atas 40 persen, 18,53 persen berada dalam kelas kemiringan lahan 15 - 40 persen, dan 68,26 persen berada pada kelas kemiringan lahan 0 - 15 persen. Lokasi penelitian itu sendiri tepatnya berada pada kelas kemiringan lahan 0 - 15 persen.

Sedangkan berdasarkan ketinggian, wilayah Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klasifikasi utama yaitu dataran rendah (0 - 100 m dpl), dataran sedang (>100 - 500 m dpl) dan dataran tinggi (> 500 m dpl). Dataran rendah sebesar 42,21 persen dari luas wilayah, berada di Wilayah Utara Kabupaten Majalengka, dataran sedang sebesar 20,82 persen dari luas wilayah,

(24)

umumnya berada di Wilayah Tengah, dan dataran tinggi sebesar 36,97 persen dari luas wilayah, mendominasi Wilayah Selatan Kabupaten Majalengka, termasuk di dalamnya wilayah yang berada pada ketinggian di atas 2.000 m dpl yaitu terletak di sekitar kawasan kaki Gunung Ciremai. Untuk lokasi penelitian termasuk klasifikasi dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 m dpl.

4.2.Kondisi Iklim

Kabupaten Majalengka beriklim tropis, dengan suhu rata-rata berkisar antara 23 – 33,1ºC dan kelembaban udara antara 77 – 86 persen dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 3,75 knot. Data Statistik Meteorologi menunjukkan jumlah hari hujan pada tahun 2010 mencapai 245 hari dengan curah hujan berkisar antara 89 hingga 586 mm, sedangkan pada tahun 2009 turun hujan selama 156 hari dengan curah hujan antara 60 hingga 419 mm. Selama tahun 2010, hujan turun pada setiap bulannya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yang mencapai 586 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli dengan curah hujan mencapai 89 mm.

4.3.Permasalahan Sampah

Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Majalengka, di Kabupaten Majalengka terdapat 2 Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) yaitu TPA Heuleut dan TPA Talaga. Sampah di Kabupaten Majalengka berasal dari berbagai sumber seperti dari perumahan, pasar, rumah sakit, tempat-tempat umum, dan industri. Sampah organik dan rumah tangga mendominasi komposisi sampah yang dihasilkan di Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan data tahun 2008, dari 7 kecamatan terlayani meliputi 6 kelurahan dan 22 desa dengan jumlah penduduk 163.745 jiwa. Rata-rata volume sampah terangkut setiap harinya sebesar 142,00 meter kubik dan dalam sebulan mencapai 4.260,00 meter kubik. Sementara potensi timbunan sampah di seluruh wilayah Kabupaten Majalengka saat ini setiap harinya mencapai 2.995,43 meter kubik, yang berarti hanya 4,20 persen saja sampah di Kabupaten Majalengka yang terangkut.

Wilayah yang telah terlayani pelayanan persampahan sampai dengan tahun 2008 yaitu Kecamatan Majalengka, Kecamatan Panyingkiran, Kecamatan

(25)

Kadipaten, Kecamatan Cigasong, Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan Cikijing, Kecamatan Talaga, sebagian Kecamatan Dawuan, dan sebagian Kecamatan Jatiwangi. Hal tersebut tentunya menjadi masalah karena baru 7 kecamatan yang telah terlayani dari 26 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Majalengka.

(26)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah

Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

A 0 -15 cm Coklat kekuningan (10YR 3/4); lempung berliat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; agak keras (kering), teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang, halus; batas jelas, tidak teratur. E 15-35 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); lempung berliat;

struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang,halus; Batas jelas, tidak teratur.

Bt1 35-75 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); liat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedikit, halus; batas berangsur, tidak teratur.

Bt2 75-105 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), agak lekat , plastis (basah); batas berangsur, tidak teratur.

Bt3 105-150 cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), lekat, plastis (basah); batas berangsur tidak teratur.

(27)

Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium

Kedalaman (cm) % Pasir % Liat % Debu Kelas Tekstur

0 – 15 42,80 28,85 28,35 Lempung berliat

15 - 35 29,75 36,68 33,56 Lempung berliat

35 - 75 25,45 43,69 30,87 Liat

75 - 105 17,75 59,07 23,18 Liat

105 - 150 13,17 62,76 24,07 Liat

Dari deskripsi profil (Tabel 1) dan analisis tekstur (Tabel 2) diperkirakan tanah di lokasi penelitian tergolong ke dalam Ultisol karena tanah tersebut memiliki horison argilik (Bt1-Bt3), ditunjukkan oleh peningkatan liat 1,2 kali (Bt1), 1,6 kali (Bt2), dan 1,7 kali (Bt3) dari horison E.

Gambar 1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian

Peningkatan kadar liat pada horison argilik secara alami dapat menghambat infiltrasi yang dapat memicu terjadinya aliran permukaan. Tingginya kandungan pasir dan debu pada lapisan atas mengakibatkan agregat tanah mudah hancur dan peka terhadap erosi akibat aliran permukaan. Bouyoucos (1935) dalam Arsyad (2010), mengatakan bahwa tanah yang mempunyai nisbah liat tinggi (% liat rendah) umumnya lebih peka terhadap erosi dari pada yang mempunyai nisbah liat rendah (% liat tinggi). Nisbah liat itu sendiri didapat dengan cara membagi persentase pasir dan debu dengan persentase liat.

(28)

5.2. Laju Infiltrasi Pada LRB

Hasil pengamatan laju infiltrasi

pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola perubahannya masing

analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat belas dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15

Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penu laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada minggu-minggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh sampah org

Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang

Laju Infiltrasi Pada LRB

Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada Gambar 2, sedangkan hasil ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat

at dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15

Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penu laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada nggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh sampah organik yang diisikan ke dalam LRB

Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang selama 60 menit pada minggu pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola , sedangkan hasil ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat

at dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan

S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penurunan

laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada nggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut

anik yang diisikan ke dalam LRB. Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang

(29)

ada dalam LRB membentuk lubang kecil yang bercabang dan bersambungan yang dapat dilewati air sehingga laju infiltrasi pada LRB semakin meningkat. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa biopori berupa liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah, terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman serta meningkatnya aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Notohadiprawiro (1999) menyebutkan bahwa cacing tanah, rayap, dan semut membuat terowongan dalam tanah sambung menyambung yang dapat melancarkan daya antar air.

Selain itu, laju infiltrasi LRB pada perlakuan S1 cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan S2 (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga.

Pola laju infiltrasi yang ditampilkan Gambar 2, menunjukkan bahwa perlakuan S3 dan S4 mula-mula meningkat hingga minggu keenam selanjutnya mengalami penurunan. Peningkatan nilai laju infiltrasi LRB, diakibatkan oleh aktifitas fauna tanah yang semakin meningkat karena sumber makanan (sampah organik) terus tersedia, sehingga biopori yang tercipta semakin banyak. Sedangkan penurunan nilai laju infiltrasi LRB setelah minggu keenam, terjadi karena terbentuknya kompos hasil dekomposisi sampah organik yang menyebabkan penurunan ukuran pori. Aktifitas fauna tanah pun menurun, karena sampah organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya. Walaupun tidak besar pengaruhnya, erosi juga mempengaruhi penurunan laju infiltrasi tersebut.

Terjadi penurunan laju infiltrasi pada minggu pertama hingga ketiga untuk perlakuan S4, disebabkan LRB yang terisi tanah erosi sedangkan aktifitas organisme tanah belum meningkat. Selain itu apabila dilihat dari ulangan perlakuan, terdapat perbedaan nilai laju infiltrasi yang cukup tinggi antar ulangan pada perlakuan S4 (Tabel lampiran 1), sehingga nilai laju infiltrasi yang dihasilkan menjadi lebih kecil.

(30)

Tabel 3. Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan Selama 14 Minggu

Perlakuan

Laju Infiltrasi (liter/jam) Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 7 Minggu 8 Minggu 9 Minggu 10 Minggu 11 Minggu 12 Minggu 13 Minggu 14

S0 142,0a* 105,4a* 83,8a* 69,9a* 76,1a* 67,2a* 56,5a* 34,3A* 38,5A* 25,3Aa* 17,5a* 10,0A* 12,1A* 9,7Aa*

S1 330,7b 298,7a 262,3b 214,3a 221,0ab 218,0ab 184,7a 83,3A 50,7A 49,7Aab 48,7a 10,3A 14,3A 15,3Aa

S2 340,0b 282,0a 243,0ab 181,3a 186,0ab 109,2a 69,7a 42,7A 45,0A 31,7Aa 29,0a 15,7A 10,3A 10,8Aa

S3 293,7b 294,3a 313,7b 439,0b 248,0b 514,7c 366,7b 311,7B 315,3C 199,0Bc 184,3b 62,3B 186,7B 82,2Bb

S4 247,0ab 238,7a 194,7ab 204,7a 292,7b 307,0b 164,0a 166,7AB 131,7B 94,7Ab 84,3ab 62,0B 183,0B 157,0Bc

BNT α 5% 151,5 197,3 161,7 185,4 176,0 178,0 153,1 133,7 40,5 61,5 118,4 27,6 65,5 51,6

BNT α 1% 215,5 280,7 230,0 263,7 250,3 253,2 217,8 190,1 57,7 87,5 168,4 39,2 93,1 73,4

*) Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

(31)

Penurunan laju infiltrasi pada minggu kelima untuk perlakuan S3, disebabkan jenis sampah dapur yang diisikan pada minggu tersebut dominan sampah yang berkadar air tinggi seperti mentimun, terung, dan papaya busuk. Hal tersebut mempengaruhi kadar air pada LRB, sehingga LRB menjadi cepat jenuh air. Kondisi tersebut tentunya berpengaruh terhadap aktivitas fauna tanah yang berada dalam LRB. Kadar air yang terlalu tinggi pada bahan organik tidak disukai rayap dan semut. Selain itu kandungan polifenol pada mentimun dan terung mempengaruhi aktifitas cacing tanah. Handayanto dan Hairiah (2007) menyebutkan bahwa cacing tanah akan menunggu agak lama untuk menyerang bahan organik yang mengandung polifenol terlalu tinggi.

Peningkatan kembali laju infiltrasi LRB perlakuan S3 dan S4 pada minggu ketiga belas, terjadi karena dilakukan penusukan terhadap LRB menggunakan bambu sehingga secara tidak sengaja terjadi pembalikan sampah organik yang terdapat pada LRB. Sampah organik segar yang masuk ke bagian bawah LRB merangsang organisme tanah sehingga aktifitasnya kembali meningkat.

Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur yang memiliki nisbah C/N yang rendah, lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga.

Perlakuan S3 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu pertama, ketiga, hingga kelima dan sangat nyata mulai minggu keenam hingga keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu keempat hingga minggu keempat belas terkecuali pada minggu kelima (Tabel 3). Perlakuan S4 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu kelima hingga minggu keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu kesembilan hingga minggu keempat belas terkecuali minggu kesebelas (Tabel 3). Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4.

Dengan pemberian sampah organik secara kontinyu, peningkatan biodiversitas tanah dalam LRB tetap terjaga sehingga pembentukkan biopori terus berlangsung. Selain itu, sampah organik yang selalu memenuhi LRB dapat

(32)

menghindarkan kerusakan lubang dan penyumbatan pori oleh sedimen halus dan pertumbuhan lumut. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa permukaan resapan pada LRB tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan apabila terisi sampah organik. Gambar 3 menampilkan foto kondisi LRB dari setiap perlakuan pada minggu kesepuluh.

a). Perlakuan S0 b). Perlakuan S1

c). Perlakuan S2

d). Perlakuan S3 e). Perlakuan S4 Gambar 3. Foto LRB pada Minggu Kesepuluh

Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan S0, S1, dan S2 telah terisi oleh material hasil erosi. Sedangkan perlakuan S3 dan S4, terisi oleh sampah organik sehingga LRB dapat terjaga dari kerusakan akibat erosi.

(33)

Dari data laju infiltrasi LRB yang didapatkan, maka dapat dihitung jumlah LRB yang harus dibuat untuk meresapkan air hujan dalam suatu luasan tertentu. Perhitungan dilakukan dengan membagi hasil perkalian intensitas hujan dan luas area dengan laju infiltrasi per lubang. Menurut Arsyad (2010), apabila lamanya hujan 60 menit, maka bisa disebut hujan lebih apabila intensitas hujan rata-rata mencapai 20 mm/jam. Berdasarkan pernyataan tersebut, diambil contoh intensitas hujan rata-rata 40 mm/jam dengan lamanya hujan 60 menit merupakan hujan lebih. Apabila diambil nilai laju infiltrasi dari perlakuan yang menghasilkan rata-rata laju infiltrasi tertinggi selama 14 minggu yaitu pada perlakuan S3, maka didapat nilai laju infiltrasi 272 liter/jam. Dari data tersebut, dapat diketahui jumlah LRB yang harus dibuat pada areal seluas 100 m2 yaitu sebanyak 15 lubang.

5.3. Dekomposisi Sampah Organik pada LRB

Dengan pemberian sampah secara kontinyu, maka didapatkan hasil tambahan berupa kompos. Pada LRB yang diisi sampah dapur secara kontinyu, kompos telah memenuhi ± 70% volume lubang. Sedangkan LRB yang diisi sampah daun mangga secara kontinyu, kompos memenuhi ± 40% volume lubang.

Total bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB serta bobot kompos yang dihasilkan selama 14 minggu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Bobot Basah Sampah dan Kompos yang Dihasilkan Selama 14 Minggu

Perlakuan Bobot Basah Sampah (gram) Bahan yang Diangkat (gram) Bahan Kasar (gram) Bobot Kompos (gram) S0 - - - - S1 2.000 - - - S2 950 - - - S3 14.900 5.200 400 4.800 S4 2.600 2.700 900 1.800

Bahan yang diangkat dari dalam LRB berupa campuran dari bahan kasar dan kompos. Bahan kasar tersebut merupakan sampah organik yang belum terdekomposisi secara sempurna, sedangkan kompos merupakan sampah organik yang telah terdekomposisi sehingga menyerupai tanah. Untuk perlakuan S1 dan

(34)

S2 tidak didapat data kompos karena sudah terkubur oleh tanah dan sulit untuk membedakan antara kompos dengan tanahnya.

Berdasarkan Tabel 4, secara keseluruhan bobot sampah yang diisikan, bahan yang diangkat, serta kompos yang dihasilkan pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan dengan S4. Hal tersebut disebabkan sampah dapur yang diisikan pada perlakuan S3 berupa bahan segar seperti kulit buah, potongan sayuran, ampas kelapa, dan lain-lain. Sehingga nisbah C/N sampah dapur lebih kecil bila dibandingkan nisbah C/N daun mangga. Seperti yang diungkapkan oleh Federick dan Michel dalam Aminah, Soedarsono, dan Sastro (2003) bahwa nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturut-turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. Bobot bahan kasar yang terangkat pada perlakuan S3 lebih rendah dibandingkan perlakuan S4. Semakin sedikit bahan kasar yang tersisa menunjukkan laju dekomposisi yang cepat. Sehingga intensitas pengisian sampah pada LRB untuk perlakuan S3 lebih sering apabila dibandingkan dengan perlakuan S4.

Waktu pengisian sampah pada masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel Lampiran 17. Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan bobot kering sampah yang dimasukkan ke dalam LRB ternyata bobot pada perlakuan S4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan S3 (Tabel Lampiran 18). Hal tersebut dikarenakan kadar air sampah dapur yang sangat tinggi dibandingkan sampah daun mangga.

Berdasarkan Tabel 4, pada perlakuan S4 terlihat bobot bahan yang diangkat lebih tinggi nilainya dibanding bobot sampah yang dimasukkan. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya material tanah yang masuk ke dalam LRB akibat dari erosi, sehingga tanah tersebut menambah bobot bahan yang diangkat. Tanah yang tercampur dengan kompos sulit untuk dipisahkan, karena kompos itu sendiri menyerupai tanah.

(35)

a). LRB sebelum hujan b). LRB sesudah hujan Gambar 4. Kondisi LRB Sebelum (a) dan Sesudah (b) Terjadi Hujan

Gambar 4 menunjukkan kondisi LRB pada perlakuan S4 yang mengalami erosi. Gambar 4b menampilkan kondisi LRB sesudah terjadi hujan yang tertutup oleh tanah. Hal tersebut dapat menerangkan penyebab tingginya bobot bahan yang diangkat dibanding bobot sampah yang dimasukkan ke dalam lubang pada perlakuan S4 berdasarkan Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk memenuhi LRB selama 14 minggu, dibutuhkan sebanyak 14,9 kg sampah dapur dan 2,6 kg sampah daun. Sebanyak 14,9 kg dan 2,6 kg sampah yang dapat dimanfaatkan tersebut, merupakan kunci untuk mempertahankan laju resapan.

(36)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengisian sampah organik dapur serta sampah daun mangga di awal saja pada LRB (S1 dan S2) nyata meningkatkan laju infiltrasi LRB pada pengukuran pertama serta cenderung lebih tinggi nilai laju infiltrasinya pada pengukuran selanjutnya dibandingkan tanpa diisi sampah (S0).

2. Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (S3 dan S4) secara nyata menjaga keberlanjutan fungsi LRB dalam meresapkan air dibandingkan LRB tanpa diisi sampah dan diisi sampah di awal saja (S0, S1, dan S2).

3. Pengisian sampah dapur pada LRB, menghasilkan nilai laju infiltrasi lebih tinggi dibandingkan pengisian sampah daun mangga.

6.2.Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada jenis tanah yang berbeda dan menggunakan jenis sampah yang berbeda.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S., G.B. Soedarsono dan Y. Sastro. 2003. Teknologi Pengomposan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta.

Apriadji, W.H. 2002. Memproses Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Astriani. 2009. Dampak Negatif Sampah. http: // astriani .wordpress.com/ 2009/01/20/ dampak-negatif- sampah. Diakses tanggal 27 Februari 2011. Brata, K. R. dan A. Nelistya. 2009. Lubang Resapan Biopori. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta.

Handayanto, E. dan K. Hairiah. 2007. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura. Yogyakarta.

Haridjaja, O., K. Murtilaksono dan L. M. Rachman. 1991. Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah, Faperta IPB. Bogor.

Jury, W. A., and R. Horton. 2004. Soil Physics. John Willey and Sons. New Jersey.

Miner, J. R., F. J. Humerik and M. R. Overcash. 2000. Managing Livestock Wastes to pressure Environmental Quality. Lowa State University Press. Ames.

Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

[Puskim]. 2001. Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Bandung.

Seyhan, E. 1977. Dasar-dasar Hidrologi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soekarman. 1983. Pemanfaatan Tinja dan Sampah DKI Jakarta untuk Menunjang

Pembangunan Nasional. CV Era Swasta. Jakarta.

Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. (diterjemahkan oleh : Bambang Sumantri), PT Gramedia. Jakarta.

(38)

Syahrul, M. dan A. Ollich. 1985. Usaha-usaha Pemusnahan Sampah di Kotamadya Ujungpandang. Universitas Hasanudin. Ujungpandang.

(39)
(40)

Tabel Lampiran 1. Nilai Laju Infiltrasi LRB dengan Ulangan Selama 14 Minggu

Perlakuan Ulangan

Laju Infiltrasi (liter/jam) Pengamatan Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 S0 1 210.75 136.5 100 84 93 91 75.5 49 56 44 31.5 17 18 12 2 116.75 90.5 75.5 64.25 66.25 50.5 29.5 10 11.5 12.5 12 3.63 6.65 7.5 3 98.45 89.25 76 61.5 69 60 64.5 44 48 19.5 9 9.5 11.5 9.5 S1 1 258 136 125 101 89 80 56 51 43 36 21 12 18.3 21 2 470 484 406 334 347 340 301 94 25 26 40 7 9.7 13 3 264 276 256 208 227 234 197 105 84 87 85 12 15 12 S2 1 491 402 327 227 229 95.5 39.5 7 12 9 8 1.7 3 3.5 2 331 253 240 176 189 106 55.5 43 34 13 20 5.5 7 8 3 198 191 162 141 140 126 114 78 89 73 59 40 21 21 S3 1 405 380 348 525 416 614 446 348 335 226 142 38 238 91.5 2 268 307 407 587 233 607 406 135 280 216 325 76 108 75 3 208 196 186 205 105 323 248 452 331 155 86 73 214 80 S4 1 353 349 263 272 308 255 105 133 101 92 110 75 248 200 2 230 208 174 212 292 384 172 188 124 57 59 49 116 82 3 158 159 147 130 278 282 215 179 170 135 84 62 185 189

(41)

Tabel Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Pertama

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 63784,95 31892,47 4,60 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 78166,87 19541,72 2,82 3,33 / 5,64 151,52 215,51

Galat 8 55499,11 6937,39

Total 14 197450,93

Tabel Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedua

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 28800,51 14400,25 1,22 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 78598,52 19649,63 1,67 3,33 / 5,64 197,32 280,66

Galat 8 94123,53 11765,44

Total 14 201522,56

Tabel Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketiga

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 23897,10 11948,55 1,51 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 90829,33 22707,33 2,87 3,33 / 5,64 161,71 230,01

Galat 8 63219,07 7902,38

Total 14 177945,50

Tabel Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keempat

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 42392,03 21196,01 2,04 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 216693,68 54173,42 5,22 3,33 / 5,64 185,38 263,67

Galat 8 83073,27 10384,16

(42)

Tabel Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kelima

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 12608,28 6304,14 0,67 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 80311,92 20077,98 2,14 3,33 / 5,64 176,00 250,34

Galat 8 74883,43 9360,43

Total 14 167803,63

Tabel Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keenam

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 23334,70 11667,35 1,22 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 382056,90 95514,23 9,97 3,33 / 5,64 178,02 253,21

Galat 8 76613,30 9576,66

Total 14 482004,90

Tabel Lampiran 8. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketujuh

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 5859,10 2929,55 0,41 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 185590,40 46397,60 6,55 3,33 / 5,64 153,12 217,80

Galat 8 56680,40 7085,05

Total 14 248129,90

Tabel Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedelapan

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 15824,53 7912,27 1,47 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 159835,60 39958,90 7,40 3,33 / 5,64 133,67 190,12

Galat 8 43190,80 5398,85

(43)

Tabel Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesembilan

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 6475,83 3237,92 6,52 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 165883,93 41470,98 83,49 3,33 / 5,64 40,54 57,67

Galat 8 3973,67 496,71

Total 14 176333,43

Tabel Lampiran 11. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesepuluh

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 2115,83 1057,92 0,93 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 61862,27 15465,57 13,52 3,33 / 5,64 61,52 87,50

Galat 8 9149,33 1143,67

Total 14 73127,43

Tabel Lampiran 12. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesebelas

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 2559,43 1279,72 0,30 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 54394,93 13598,73 3,21 3,33 / 5,64 118,37 168,36

Galat 8 33871,07 4233,88

Total 14 90825,43

Tabel Lampiran 13. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedua Belas

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 390,69 195,34 0,85 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 9108,65 2277,16 9,92 3,33 / 5,64 27,57 39,21

Galat 8 1837,00 229,62

(44)

Tabel Lampiran 14. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketiga Belas

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 8208,42 4104,21 3,17 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 107284,16 26821,04 20,71 3,33 / 5,64 65,47 93,12

Galat 8 10361,42 1295,18

Total 14 125854,00

Tabel Lampiran 15. Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keempat Belas

Sumber db JK KT F hitung F tabel BNT α0,05 BNT α0,01

Kelompok 2 2430,30 1215,15 1,51 4,10 / 7,56

Perlakuan 4 50163,83 12540,96 15,59 3,33 / 5,64 51,59 73,38

Galat 8 6434,87 804,36

Total 14 59029,00

Tabel Lampiran 16. Cuaca Sebelum Pengukuran Laju infiltrasi Minggu Ke- Cuaca

1 Cerah 2 Hujan 3 Hujan 4 Hujan 5 Cerah 6 Cerah 7 Cerah 8 Hujan 9 Cerah 10 Cerah 11 Cerah 12 Hujan 13 Cerah 14 Cerah

(45)

Tabel Lampiran 17. Pengisian Sampah Selama Penelitian Berlangsung Tanggal Sampah dapur (gram) Sampah daun (gram)

S31 S32 S33 S41 S42 S43 4/14/2011 1900 2000 1900 1000 1000 1000 4/15/2011 4/16/2011 4/17/2011 4/18/2011 650 600 600 4/19/2011 4/20/2011 4/21/2011 250 300 250 4/22/2011 4/23/2011 4/24/2011 300 300 350 4/25/2011 4/26/2011 4/27/2011 4/28/2011 4/29/2011 600 500 500 300 250 300 4/30/2011 5/1/2011 5/2/2011 300 450 400 5/3/2011 5/4/2011 5/5/2011 5/6/2011 5/7/2011 300 500 400 5/8/2011 100 200 160 5/9/2011 5/10/2011 300 550 400 5/11/2011 5/12/2011 300 500 400 5/13/2011 5/14/2011 400 650 450 100 50 100 5/15/2011 5/16/2011 5/17/2011 200 450 250 5/18/2011 5/19/2011 5/20/2011 350 400 300 5/21/2011 200 200 100

(46)

Tabel Lampiran 17 (lanjutan)

Tanggal Sampah dapur (gram) Sampah daun (gram) S31 S32 S33 S41 S42 S43 5/22/2011 5/23/2011 350 300 400 5/24/2011 5/25/2011 300 350 300 100 100 100 5/26/2011 5/27/2011 250 300 350 5/28/2011 5/29/2011 300 400 400 100 150 100 5/30/2011 5/31/2011 300 500 400 6/1/2011 6/2/2011 300 550 300 6/3/2011 6/4/2011 350 550 300 150 150 160 6/5/2011 6/6/2011 350 300 300 6/7/2011 100 300 250 6/8/2011 200 300 200 50 50 100 6/9/2011 150 200 200 6/10/2011 270 350 350 6/11/2011 6/12/2011 100 450 600 6/13/2011 150 150 250 6/14/2011 6/15/2011 250 400 450 100 40 100 6/16/2011 6/17/2011 6/18/2011 490 450 450 6/19/2011 6/20/2011 6/21/2011 300 400 500 6/22/2011 50 100 6/23/2011 6/24/2011 350 300 350 6/25/2011 6/26/2011 300 300 200 6/27/2011 6/28/2011

(47)

Tabel Lampiran 17 (lanjutan)

Tanggal Sampah dapur (gram) Sampah daun (gram) S31 S32 S33 S41 S42 S43 6/29/2011 150 300 300 140 100 150 6/30/2011 7/1/2011 200 250 300 7/2/2011 7/3/2011 200 320 150 60 50 50 7/4/2011 7/5/2011 200 300 200 7/6/2011 7/7/2011 7/8/2011 300 350 300 7/9/2011 7/10/2011 300 300 350 150 100 200 7/11/2011 7/12/2011 380 350 450 7/13/2011 7/14/2011 200 300 150 7/15/2011 150 250 100 Total 12.990 16.770 15.050 2.550 2.490 2.720

Tabel Lampiran 18. Bobot Kering Sampah yang Dimasukkan

Ulangan

Bobot basah (gram) Kadar air (%) Bobot kering (gram) Sampah dapur (S3) Sampah daun mangga (S4) Sampah dapur (S3) Sampah daun mangga (S4) Sampah dapur (S3) Sampah daun mangga (S4) 1 12.990 2.550 91,2 43,5 1143,1 1440,8 2 16.770 2.490 1475,8 1406,9 3 15.050 2.720 1324,4 1536,8 Rata-rata 14.937 2.587 1314,4 1461,5

Gambar

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian  Horison  Kedalaman  Uraian
Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium
Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu
Tabel 3. Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan Selama 14 Minggu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah bumi semakin dingin maka bermunculanlah makhluk hidup lain di dalam air, seperti fi toplankton yang bisa bersifat autotrof karena bisa menghasilkan makanan

Jika terjadi penjualan atau reklasifikasi atas investasi dimiliki hingga jatuh tempo dalam jumlah yang lebih dari jumlah yang tidak signifikan, maka sisa investasi dimiliki hingga

Mineral aragonit terbentuk pada lingkungan yang mempunyai temperatur tinggi dengan penyinaran matahari yang cukup, sehingga batuan karbonat yang

Zdravstvena nega pacientk z rakom dojk, ki se zdravijo s tarčnimi zdravili, je usmerjena zlasti v zdravstvenovzgojno delo in izvajanje zdravljenja s tarčnimi zdravili.. Ključna vloga

Salah satu faktor yang mempengaruhi penetapan harga Cimory Yoghurt Drink di Cimory Shop adalah nilai tambah yaitu kenyamanan yang dijual dari pelayanan dan pemandangan yang

Menurut saya pribadi, kita harus mengetahui bahwa pasar seringkali digerakkan oleh perasaan atau emosi (fear & greedy). Kemudian faktor pasar yang lainnya

Tujuan penelitian dilakukan adalah untuk mempelajari sistem cara kerja berbasis IOT pada studi kasus Pemantauan Kualitas Udara yang ada di Palangka Raya, dalam

Target Jangka Menengah Kedeputian Sains Antariksa dan Atmosfer tahun 2020-2024 adalah peningkatan layanan informasi tentang lingkungan antariksa dan dinamika atmosfer