Motivasi Prestasi Atlet Bulutangkis Junior di PB Suryanaga Surabaya)
P R O P O S A L
Oleh :
RIZKA ADELYA A. NPM. 0643010065
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
ii
HUBUNGAN TERPAAN FILM “KING” DENGAN MOTIF
BERPRESTASI ATLET BULUTANGKIS JUNIOR
(Studi Korelasional Kuantatif Tentang Hubungan Terpaan Film “KING” Dengan Motif Berprestasi Atlet Bulutangkis Junior di PB Suryanaga Surabaya)
Disusun Oleh :
RIZKA ADELYA A.
NPM. 0643010065
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi.
Menyetujui,
PEMBIMBING
Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 19620323 199309 2 00 1
Mengetahui,
D E K A N
Berprestasi Atlet Bulutangkis Junior di PB. Suryanaga Surabaya)
Disusun Oleh :
RIZKA ADELYA A.
NPM. 0643010065
Telah dipertahankan di hadapan dan di terima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
Pada Tanggal 12 November 2010
Menyetujui,
Mengetahui, PEMBIMBING
Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 19620323 199309 2 00 1
TIM PENGUJI:
1. Ketua
Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 19620323 199309 2 00 1
2. Sekretaris
Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19941225 199309 2 00 1
3. Anggota
Zainal Abidin A, M.Si, M.Ed NPT. 3 7303 99 0170 1
D E K A N
Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 030 175 349
K A T A P E N G A N T A R
Alhamdulillahirabbil ‘aalamin, segala puji syukur bagi Allah SWT semata, kedamaian dan kesejahteraan dari-Nya semoga tercurah bagi Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Penghargaan tinggi bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “HUBUNGAN TERPAAN FILM “KING” DENGAN MOTIF BERPRESTASI ATLET BULUTANGKIS JUNIOR” (Studi Korelasional Kuantitatif Tentang Hubungan Terpaan Film “KING” Dengan Motif Berprestasi Atlet Bulutangkis Junior di PB. Suryanaga Surabaya) dapat penulis susun dan selesaikan guna memenuhi persyaratan penyelesaian Pendidikan Strata Satu (S1), Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), UPN ”Veteran” Jawa Timur.
Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut :
1. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.
2. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “Veteran” Jatim.
3. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN ”Veteran” Jawa Timur.
4. Dra. Sumardjijati, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
5. Keluargaku tercinta, Papa, Mama, Adik-adikku, Tante, Om serta Nenek yang selalu memberi dukungan doa, moral, dan materiil, serta saran dan kritik yang membangun.
6. My Special One: “Makasi atas Dukungan + Support nya selama ini.. Luv’ You sooo much!!”
v
Appreciate what you’re all have done….its wonderful-
8. Rekan-rekan Seperjuangan yang berjuang bareng november tanggal 12. Alhamdulillah kita telah berhasil!!
9. Bapak Willy F. Wilalangi, selaku Sekretaris Umum PB.Jaya Raya Suryanaga Terima Kasih atas Keterangan dan Waktu yang diluangkan.
10. Para Pelatih serta Atlet Bulutangkis PB.Jaya Raya Suryanaga,, thx udah
dibantuu… maaf kalo sempat ngerepotin..
11. Special Thanks to “Pembimbing Super” ; “U’RE ROCKS!!
12. Seluruh Pihak Yang Tak Dapat Disebutkan Atas Keterbatasan Halaman Ini,,
Big Thanksssss
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran selalu diharapkan demi tercapainya hal terbaik dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAKSI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.4.1. Manfaat Secara Teoritis ... 9
1.4.2. Manfaat Secara Praktis ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.1. Landasan Teori ... 10
2.1.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ... 10
2.1.3. Definisi Motif... 15
2.1.3.1 Motif Berprestasi ... . 16
2.1.3.2 Ciri-Ciri Motif Berprestasi... 17
2.1.4. Teori S-O-R ... 20
2.2. Kerangka Berpikir... 22
2.3. Hipotesis ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 25
3.1.1. Terpaan Film “KING” (X) ... 25
3.1.2. Motif Berprestasi Atlet Bulutangkis Junior (Y) ... 29
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel... 31
3.2.1. Populasi... 31
3.2.2. Sampel... 32
3.3. Sumber Dan Jenis Data ... 33
3.3.1. Sumber Data ... 33
3.3.2. Jenis Data ... 33
3.4. Teknik Analisis dan Penafsiran Data ... 34
3.4.1. Uji Validitas ... 34
3.4.2. Uji Reliabilitas ... 36
3.5. Analisis Data ... 38
3.5.1. Korelasi Spearman Rank... 38
3.5.2. Uji Hipotesis ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 42
4.1.1. Sejarah PB.Jaya Raya Suryanaga ... 42
4.1.2. Logo PB. Jaya Raya Suryanaga ... 44
4.1.3. Struktur Organisasi PB.Jaya Raya Suryanaga ... 44
4.1.4. Visi dan Misi PB.Jaya Raya Suryanaga ... 45
4.1.5. Prestasi Para Atlet PB.Jaya Raya Suryanaga ... 46
4.1.6. Atlet dan Pelatih Suryanaga yang Berprestasi dan Sukses Melatih di Luar Negeri ... 48
4.2. Penyajian Data ... 49
4.2.1. Karakterisitik Responden ... 49
4.2.2. Tingkat Perhatian, Pengertian, dan Penerimaan ... 51
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel Motif Berprestasi ... 29
Tabel 3.2. Sistem Skor Skala Likert ... 30
Tabel 3.3. Uji Validitas Motif Berprestasi ... 35
Tabel 3.4. Uji Validitas Motif Berprestasi ... 36
Tabel 3.5. Uji Reliabilitas ... 38
Tabel 3.6. Tabel Penolong Koefisien Korelasi Rank Spearman ... 39
Tabel 3.7. Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 39
Tabel 4.1. Distribusi Usia Responden ... 49
Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden ... 50
Tabel 4.3. Distribusi Kesukaan ... 51
Tabel 4.4. Distribusi Perhatian ... 52
Tabel 4.5. Distribusi Kebosanan ... 53
Tabel 4.6. Distribusi Fokus ... ... 54
Tabel 4.7. Distribusi Keinginan ... 55
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi ... 56
Tabel 4.9. Distribusi Durasi ... 57
Tabel 4.10.Distribusi Terpaan Film ”KING”... 57
Tabel 4.11.Distribusi Pantang Menyerah... ... 58
Tabel 4.12. Distribusi Giat dan Semangat ... 59
Tabel 4.13. Distribusi Evaluasi Diri ... 60
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
Halaman
Lampiran 1. Lembar Kuesioner ... 75
Lampiran 2. Lembar Rekapan Jawaban Kuesioner ... 79
Lampiran 3. Lembar Rekapan Jawaban Responden Variabel X ... 80
Lampiran 4. Lembar Tabulasi Perhitungan Analisis Korelasi... 81
Lampiran 5. Lembar Tabel Distribusi Nilai T ... 82
ABSTRAKSI
RIZKA ADELYA A. HUBUNGAN TERPAAN FILM “KING” DENGAN MOTIF BERPRESTASI ATLET BULUTANGKIS JUNIOR (Studi Korelasional Kuantatif Tentang Hubungan Terpaan Film “KING” Dengan Motif Berprestasi Atlet Bulutangkis Junior di PB Suryanaga Surabaya).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan terpaan film “KING” dengan motif berprestasi dari para atlet bulutangkis junior PB.Suryanaga Surabaya.
Peneliti menggunakan Teori S-O-R karena ingin melihat adanya terpaan film “KING” yang memunculkan motif untuk menjadi atlet berprestasi pada atlet junior di PB. Suryanaga. Terpaan film “KING” (variabel x) diukur melalui indikator frekuensi dan durasi dalam menonton film “KING”. Motif Berprestasi (variabel y) setelah mendapat terpaan film “KING”, operasionalisasinya dapat diukur melalui indikator yang meliputi antara lain; Berani mengambil resiko, melakukan evaluasi, bertanggung jawab, tekun dan inovatif.
Metodologi penelitian yaitu korelasi kuantitatif dengan populasi penelitian Atlet Bulutangkis Junior di PB. Suryanaga Surabaya, baik Putra maupun Putri yang sedang aktif menjalani pelatihan berkala dan terdaftar sebagai atlet junior yang diberi program intensif untuk berpartisipasi dalam kejuaraan bulutangkis yang diselenggarakan pemerintah dan swasta berskala kecil atau besar. Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah teknik non probability sampling dengan tipe total sampling. Dengan jumlah populasi 46 atlet maka peneliti akan mengambil semua populasi sebagai sampel peneliti.
Teknik pengukuran data menggunakan skala likert dengan kriteria sistem skor; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t dimana tingkat signifikasi (α) dalam penelitian ini adalah 5%.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat adanya terpaan film ”KING” dengan motif berprestasi atlet bulutangkis junior di PB.Suryanaga Surabaya dengan tingkat hubungan yang kuat.
Kata Kunci : Hubungan Terpaan, Film ”KING”, Motif Berprestasi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, peran media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat. William L. Rivers dan kawan-kawannya mengatakan bahwa pada dasarnya, kondisi di dunia nyata mempengaruhi media massa, dan ternyata keberadaan media massa juga mempengaruhi kondisi nyata dunia. Dengan kata lain, dunia mempunyai peranan dan kekuatan untuk mempengaruhi media massa dan sebaliknya, media massa juga mempunyai peranan dan kekuatan yang begitu besar terhadap dan bagi dunia ini. Terlebih dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia dengan segala aspek yang melingkupinya. Oleh karenanya, dalam komunikasi melalui media massa dan manusia mempunyai hubungan saling ketergantungan dan saling membutuhkan karena masing-masing saling mempunyai kepentingan, masing-masing saling memerlukan. (Rivers, 2003:265)
Film merupakan suatu bentuk komunikasi massa, dimana penyampaian pesan ditransfer dari unsur visual (motion picture) dan unsur audio. Kedua unsur ini dipadukan menjadi satu bentuk informasi yang bisa bersifat hiburan, komersial, sosial, dokumentasi, maupun propaganda. Film adalah karya seni yang lahir dari suatu kreativitas orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Sebagai karya seni, film terbukti
2
mempunyai kemampuan kreatif. Ia mempunyai kesanggupan untuk menciptakan suatu realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas. Realitas imajiner itu dapat menawarkan rasa keindahan, renungan, atau sekedar hiburan.
Di dalam film, aspek yang sangat penting adalah bagaimana pesan-pesan yang akan disampaikan dikemas dalam bentuk adegan-adegan yang saling berkesinambungan dan menyatu menjadi suatu bentuk cerita. Jika cerita film tidaklah dapat dimengerti oleh khalayak maka dapat dikatakan komunikasi tidak dapat berjalan dengan baik. Khalayak tidak dapat mengambil interpretasi apapun selain visualisasi adegan – adegan.
Pengaruh film itu besar sekali terhadap jiwa manusia. Penonton tidak hanya terpengaruh sewaktu atau selama duduk di dalam gedung bioskop. Tetapi terus sampai waktu yang cukup lama. (Effendy, 2003:208)
memberikan penerangan, petunjuk, dan instruksi kepada mereka yang tidak bisa membaca dan menulis. (Effendy, 2003:209).
Bermutu atau tidaknya sebuah film merupakan sebuah penilaian yang bersifat subjektif. Tetapi orang-orang film diharapkan dapat memahami kebutuhan masyarakat yaitu menjadi hiburan, pendidikan dan penerangan. Film itu sendiri sudah merupakan hiburan, tetapi film yang bisa membawakan pesan yang sifatnya mendidik atau memberikan penerangan, dapat dinilai sebagai memenuhi unsur film bermutu (Effendy,2003:226).
Perkembangan film di Indonesia menunjukkan fluktuasi yang sangat hebat. Sempat mati suri sejak tahun 1992 dan mulai kembali muncul pada tahun 2000 dengan “Petualangan Sherina” sebagai pionir kebangkitan perfilman Indonesia. Sejak itulah dari tahun ke tahun film Indonesia mengalami kenaikan yang drastis. Bahkan sampai tahun 2009, perfilman Indonesia mencatat kemajuan yang cukup menggembirakan. Tercatat produksi film dibuat sudah melebihi 100 judul. (http://bataviase.co.id/detailberita-10483253.html)
4
kampung yang juga bekerja sebagai pengumpul bulu angsa, bahan untuk pembuatan shuttlecock. Dia sangat mencintai bulutangkis dan dia menularkan semangat dan kecintaannya itu pada Guntur, walaupun dia sendiri tidak bisa menjadi seorang juara bulutangkis
Mendengar cerita ayahnya tentang ”KING” sang idola, Guntur bertekad untuk dapat menjadi juara dunia. Dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada dihadapannya, sebagai sahabat setianya Raden pun selalu berusaha membantu Guntur, walaupun kadang bantuan Raden tersebut justru seringkali menyusahkannya. Namun dengan semangat yang tinggi tanpa mengenal lelah, dan pengorbanan berat yang harus dilakukan, Guntur tak henti-hentinya berjuang untuk mendapatkan beasiswa bulutangkis dan meraih cita-citanya menjadi juara dunia bulutangkis kebanggaan Indonesia dan kebanggaan keluarga. (http//id.wikipedia.org//wiki/King_(film).htm). Walaupun bergenre
anak-anak, sang produser dari film ini; Ari Sihasale berharap bahwa tidak hanya ditonton oleh kalangan anak saja, tetapi semua kalangan dapat menontonnya dari yang muda sampai yang tua. (http//indonesiaselebriti.com/Ari Sihasale Ingin Kembalikan Nasionalisme.htm)
pun langsung terjun sebagai sutradara dalam film yang diklaim sebagai film yang menceritakan dunia bulutangkis pertama di dunia.
Latar belakang Ari Sihasale membuat film “KING” adalah ingin membangun kembali semangat anak-anak di seluruh penjuru Indonesia untuk menjadi atlet bulutangkis, dan semakin memotivasi mereka untuk kemampuan lebih berprestasi. Mengingat bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang diminati oleh banyak masyarakat Indonesia, dan melalui olahraga ini telah membawa nama Indonesia dikancah olahraga dunia, karena telah menghasilkan banyak penghargaan-penghargaan.
Film “KING” ini dibintangi oleh Rangga Aditya, Lucky Martin, Surya Saputra, Mamiek Prakoso, Ariyo Wahab, Wulan Guritno, Aa Jimmy, dan Valerie Thomas. Rangga Aditya sendiri adalah seorang atlit bulutangkis junior, ini pertama kalinya ia bermain dalam film. Menurut sang sutradara, beliau membuat film bertema seperti ini agar bisa membangkitkan nasionalisme para anak-anak dan orang Indonesia pada
umumnya.(http://indonesiaselebriti.com//Ari-Sihasale-Tularkan-Semangat-Lewat-Film-King.htm)
6
tidak cukup hanya ahli dalam hal teknik dan bermain fisik, atlet harus memiliki kepintaran me-manajemen emosi atau perasaan. Dalam hal ini, penting bagi seseorang merasa dirinya diperhatikan, didukung, didorong, dihargai baik secara verbal maupun non verbal, agar merasa termotivasi untuk berhasil dan emiliki rasa percaya diri dan optimisme tinggi karena hal-hal tersebut akan berpengaruh pada kualitas permainan atlet.
Mendukung pernyataan diatas, dalam buku “ Teori Motivasi dan Aplikasinya” Sondang P. Siagian menyatakan bahwa , kuatnya motif seseorang berprestasi tergantung pada pandangannya tentang betapa kuatnya keyakinan yang terdapat dalam dirinya bahwa ia akan mencapai apa yang diusahakan untuk tercapai (Siagian, 1989: 180).
Motif terfokus pada kebutuhan atau motif individu. Pengalaman sehari-hari maupun riset psikologi sosial telah memberikan banyak contoh cara bagaimana kebutuhan kita bias mempengaruhi persepsi kita. Misalnya, untuk menjaga diri dan agar kita merasa nyaman, kita mungkin akan menyalahkan orang lain jika mengalami suatu kegagalan, dan apabila sukses akan mengaku bahwa kesuksesan itu adalah hasil jerih payah kita. (Taylor, Shelley E., ET AL, 2009:7)
Peningkatan diri juga difasilitasi oleh kontak sosial dengan orang lain. Secara eksplisit, membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki keahlian atau atribut yang diinginkan dapat membantu orang untuk membangkitkan diri. (Taylor&Lobel, 2009)
Peningkatan diri sering dimotivasi oleh kritik, entah itu secara eksplisit dari orang lain, atau secar implisit dalam kinerja seseorang. Persepsi bahwa seseorang telah gagal atau tidak mencapai yang diharapkan dengan mereduksi harga diri. Reaksi emosi negatif akan lebih sedikit apabila kegagalan itu ada pada tugas yang sulit, bukan tugas umum, dan karenanya ia mungkin akan lebih berkeinginan untuk meningkatkan diri.(Taylor, Shelley E., ET AL, 2009: 138:141)
Hal ini dilakukan oleh ayah Guntur yang menginginkan anaknya menjadi atlet favoritnya yaitu Liem Swie King. Dia mendorong anaknya untuk latihan dengan giat, walaupun dapat cemohan dari lingkungan sekitarnya. Dengan cemooh yang diterima, malah membangkitkan niat Guntur untuk menggapai cita-citanya dan ayahnya sebagai pemain bulutangkis profesional.
8
bulutangkis terbesar di Indonesia selain Djarum Kudus, Tangkas Jakarta, ataupun SGS Bandung. Selain itu, juga merupakan klub bulutangkis terbesar di Jawa Timur, dan Persatuan Olahraga Tertua (POR) di
Indonesia.(http://jayaraya-suryanaga.org/index.php?option=com_content&task=view&id=17&Itemid =26)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan terpaan antara film “KING” dengan motif berprestasi atlet bulutangkis junior PB.Suryanaga Surabaya?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan dan penerapan teori-teori tentang penelitian di bidang komunikasi khususnya komunikasi massa.
1.4.2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memberikan masukan bagi para penonton khususnya orang tua tentang pentingnya menumbuhkan rasa nasionalisme sejak dini kepada anak-anak
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Film sebagai Media Komunikasi Massa
Film adalah media komunikasi massa berisi gambar bergerak yang terbuat dari celluloid transparan dalam jumlah yang banyak, yang apabila digerakkan melalui cahayanya yang kuat akan tampak seperti gambar yang hidup. (Siregar, 1989:9)
Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Pentingnya pemanfaatan film dalam pendidikan sebagian didasari oleh pertimbangan bahwa film memiliki kemampuan mengantar pesan secara unik. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Kehadiran film sebagian merupakan respon terhadap penemuan waktu luang di luar kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga (Mc Quail, 1991:13-14)
Menikmati cerita dalam film berbeda dengan buku. Dalam buku, cerita disajikan melalui huruf-huruf secara mati dan hanya akan mempunyai arti dalam alam sadar. Sedangkan film mempertunjukkan
dengan jelas tingkah laku pelaku dan dapat mendengarkan suara, sehingga apa yang dilihat dalam film seolah-olah kejadian yang nyata dan terjadi di depan matanya (Effendy, 2000:207).
Sehubungan dengan ini, terdapat identifikasi psikologi yakni dengan melihat dan menghayati sebuah film. Seringkali penonton mengidentifikasikan seluruh pribadinya dengan salah seorang pemegang peranan dalam film itu. Bahkan karena penonton tenggelam dalam upayanya untuk memahami dan merasakan apa yang dipikirkan atau dialami si tokoh, ia mengira bahwa ia sendiri yang berada pada posisi tokoh tersebut (Effendy, 2000 : 207-208).
2.1.1.1.Jenis-jenis film
Film dibedakan berdasarkan sifatnya yang umumnya terdiri dari jenis-jenis sebagai berikut:
1) Film Cerita (Story Film)
12
masak dinikmati, sungguh merupakan suatu medium yang bagus untuk mengolah unsur-unsur tadi. Unsur-unsur seks dan kejahatan adalah unsur-unsur cerita yang menyentuh rasa manusia, yang dapat membuat publik terpesona, yang dapat membikin publik terpesona, terisak-isak, dapat membuat publik dongkol, marah, terharu, iba, bangga, gembira, tegang, dan lain-lain.
2) Film Berita (Newsreel)
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (newsvalue).
3) Film Dokumenter (Documentary Film)
publik terbatas sekali. Tetapi meskipun demikian usaha ke rah itu harus dilakukan, tetapi tidak boleh dipaksakan sehingga dipertunjukkan menjadi tidak logis.
4) Film Kartun (Cartoon Film)
Timbulnya gagasan untuk menciptakan film kartun ini adalah dari para seniman pelukis. Ditemukannya cinematography talah menimbulkan gagasan kepada mereka untuk menghidupkan gambar-gambar yang mereka lukis. Dan lukisan-lukisan itu bias menibulkan hal yang lucu dan menarik. Titik berat pembuatan film kartun adalah seni lukis, dan setiap lukisan memrlukan ketelitian. (Effendy, 2000: 210-216)
Dewasa ini, kualitas film semakin tidak bermutu, baik dilihat dari segi cerita, adegan, maupun pemeran nya. Adapun kriteria film bermutu, yaitu:
a) Memenuhi tri fungsi film
14
b) Konstruktif
Film yang bersifat konstruktif ialah kebalikan dari yang bersifat destruktif yaitu, film dimana perilaku si aktor atau aktris serba negatif yang bisa ditiru yang bisa ditiru oleh masyarakat. Terutama muda-mudi ataupun anak-anak.
c) Artistik – Etis – Logis
Film memang harus artistik. Itulah sebabnya, film sering disebut hasil seni. Jika saja sebuah film membawakan cerita yang mengandung etika, lalu penampilannya memang logis, film seperti itu dapat dinilai sebagai memenuhi ciri ketiga film bermutu.
d) Persuasif
Film yang bersifat persuasif adalah film yang ceritanya mengandung ajakan secara halus, dalam hal ini sudah tentu jakan berpartisipasi dalam pembangunan “national and character building” yang sedang dilancarkan pemerintah. (Effendy, 2000:
226-227)
2.1.2. Terpaan Film
Terpaan adalah pengalaman yang didapat dari televisi, surat kabar, majalah, dimana didalamnya terdapat tekanan secara tidak langsung (preasure) sehingga menimbulkan pengaruh (influence). (Dolf, 1986:13)
adalah penerimaan informasi tentang kegiatan komunikasi massa yang menyampaikan pesan berkenaan dengan produk atau jasa melalui komunikasi persuasif, ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media.
Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikasi sebgai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikolog. Salah satu efek dari komunikasi massa yaitu efek konatif. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media masa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan afektif. (Effendy, 2003:319)
Dalam penelitian ini kata terpaan adalah frekuensi dari melihat itu sendiri yang meliputi tingkat keseringan dan tingkat perhatian responden dalam melihat film “KING”.
2.1.3. Definisi Motif
Motif adalah rasa antusias atau keinginan yang kuat yang membuat kita membulatkan hati untuk mengerjakan sesuatu atau alasan kita melakukan sesuatu. Motif datang dari segala sumber, bisa dari diri sendiri, teman, guru ataupun faktor luar (media massa). (Ronnie, 2005:95)
16
Ditinjau dari prosesnya, motif mempunyai proses sebagai berikut: seseorang mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dibandingkan keadaannya sekarang. Hal ini akan mendorong dirinya untuk mencapai apa yang diinginkannya itu. Itulah yang disebut “termotivasi”. Adapun sesuatu yang mendorongnya, disebut motivator. (McClelland, 1987) Dalam penelitian ini motivator adalah film “KING”.
Motif terbagi atas dua bentuk, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Atlet dengan motif intrinsik biasanya bertanggung jawab, tekun, bekerja keras, teratur, disiplin dalam menjalani latihan, serta tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Lain halnya dengan motif ekstrinsik, dorongan untuk berprestasi tergantung pada besarnya nilai penguat (reward) yang diterima dari waktu ke waktu sehingga apabila imbalan yang diterima berkurang atau tidak ada, prestasinya cenderung menurun. (Adisasmito, 2007)
2.1.3.1.Motif Berprestasi
Motif berprestasi adalah salah satu aspek yang dapat mempengaruhi performa seorang atlet dalam menghadapi pertandingan selain keyakinan diri (self effectivity), stress, emosi, dan good setting. Adisasmito mendefinisikan motif berprestasi sebagai:
atau prestasi dengan cepat, dimana kesuksesan itu tergantung pada kemampuan atlet itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa motif berprestasi merupakan “ standard of excellence” atau kecenderungan dalam diri atlet untuk berprestasi sebaik mungkin. Atlet yang mempunyai motif berprestasi tinggi mempunyai sifat yang positif terhadap suatu situasi yang mengacu ke arah prestasi. (Adisasmito, 2007:38-39)
Sebagai kesimpulan, yang dimaksud motif berprestasi dalam penelitian ini adalah dorongan atau keinginan yang menggerakkan atlet untuk mencapai keberhasilan dengan standar tertentu.
2.1.4.2. Ciri-ciri Motif Berprestasi
Ciri-ciri orang yang memiliki motif berprestasi tinggi dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
a. Ciri-ciri pokok, yakni memiliki kepercayaan diri, bekerja keras, keberhasilan dalam bekerja, tanggung jawab, dan ambisius.
b. Ciri-ciri lain nya, yakni memperhitungkan resiko, bangga terhadap keberhasilan kerja kerja, menemukan tujuan, mengatasi rintangan, tidak suka buang-buang waktu, memecahkan masalah, dan berhasil dalam kompetisi. (Adisasmito, 2007:40)
Dari hasil penelitiannya, McClelland menemukan tiga karakteristik umum dari orang yang memiliki motif berprestasi, yaitu:
18
b. Lebih komit terhadap kepuasan berprestasi secara personal dari dalam daripada iming-iming hadiah dari luar.
c. Keinginan akan umpan balik dari pekerjaannya. (McClelland, 1999:1)
Sedangkan untuk lebih fokus terhadap motif berprestasi atlet, Lilik berpendapat atlet yang memiliki motif berprestasi yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Berani mengambil resiko
Atlet dengan motif berprestasi yang tinggi cenderung untuk memilih aktivitas yang menantang, namun tidak berada diatas taraf kemapuan dan cenderung memilih aktivitas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Misalnya, atlet bulutangkis yang belum bisa melakukan jumping smash akan berusaha keras berhasil melakukan nya walaupun kemungkinan bisa cedera.
2. Melakukan evaluasi
mendapat umpan balik yang konkret tentang apa yang sudah mereka lakukan. Karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain atau belum. Umpan balik ini selanjutnya yang akan dipergunakan untuk memperbaiki prestasi nya.
3. Bertanggung jawab dan disiplin
Atlet dengan motif berprestasi yang tinggi akan lebih bertanggung jawab dan disiplin secara pribadi pada hasil kinerjanya karena hanya dengan begitu mereka merasa puas saat dapat menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Atlet dengan motif berprestasi nya yang tinggi memiliki tanggung jawab penuh dalam menjalankan program latihan yang diberikan padanya dengan sungguh-sungguh dan disiplin yang tinggi. Disiplin dan rasa tanggung jawab yang tinggi dapat terlihat dari tepat waktunya latihan, tidur, menjaga asupan makanan, serta melakukan latihan dengan semnangat dan sungguh-sungguh.
4. Tekun
20
pertandingan, atlet yang mempunyai ketekunan akan terlihat sabar, ulet, semangat, pantang menyerah walaupun perolehan angkanya tertinggal.
5. Inovatif
Atlet dengan motif berprestasi yang tinggi biasanya sering melakukan inovasi dalam bermain dengan melakukan cara atau sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Ia akan lebih sering mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan suatu hal dan lebih inovatif sehingga dapat menemukan strategi ataupun taktik yang baik dalam mengatasi lawan-lawan nya. (Adisasmito, 2007: 48-50)
Dalam penelitian ini, motif berprestasi didapatkan dari media film (film “KING”)
2.1.4. Teori S-O-R
Teori ini merupakan singkatan dari Stimulus – Organisme – Response. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.
Jadi, unsur-unsur dalam model ini adalah: a) Pesan (Stimulus, S)
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek “how” bukan “what” dan “why”, yaitu bagaimana mengubah sikap
komunikan. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Hovland, Janis, dan Kelly (Effendy, 2000:255) menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru terdapat tiga variabel penting, yaitu: perhatian, pengertian, dan penerimaan yang ditunjukkan dalam gambar berikut:
ORGANI SME:
Gambar 1 : Teori S-O-R (Effendi, 2000:225)
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan . setelah komunikan mengerti, komunikan inilah yang akan melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. (Effendi, 2000:253-256).
pesan-22
pesan yang bersifat edukatif yang diperankan sekaligus disampaikan oleh pemeran dalam film tersebut yang menerpa anak-anak, yang dalam penelitian ini adalah atlet bulutangkis junior PB. Suryanaga Surabaya. Kemudian diharapkan akan mampu menarik perhatian para atlet tersebut. Pada tahap berikutnya, anak-anak mengerti dan menerima pesan-pesan yang terkandung dalam film “KING”. Penerimaan pesan-pesan yang terkandung dalam film “KING” oleh para atlet junior ini akan menimbulkan respon yaitu perubahan tingkat motif dalam prestasi, perubahan ini berkaitan dengan adanya motif berprestasi yang ditimbulkan para atlet junior bulutangkis tersebut, atau tidak ada sama sekali.
2.2. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah hubungan terpaan film “KING” dengan motif berprestasi atlet bulutangkis junior PB. Suryanaga di Surabaya. Adapun kerangka berpikirnya sebagai berikut:
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu terpaan film “KING” sebagai variabel x (variabel bebas) dan motif berprestasi atlet junior bulutangkis sebagai variabel y (variabel terikat).
“KING”. Yaitu dengan mengetahui berapa kali dalam sebulan mereka menonton, baik itu melalui televisi, ataupun kaset vcd original yang telah beredar dengan luas di pasaran. Serta berapa lama mereka menonton film “KING”. Sedangkan motif berprestasi (atlet bulutangkis junior atau variabel y) setelah mendapat terpaan film “KING”, operasionalisasinya dapat diukur melalui indikator yang meliputi: Berani mengambil resiko, melakukan evaluasi, bertanggung jawab, tekun dan inovatif. Secara sistematis bagan kerangka berpikir mengenai penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:
Motif Beprestasi atlet junior bulutangkis
PB. Suryanaga
Indikator:
1. Berani mengambil resiko 2. Melakukan evaluasi
3. Bertanggung jawab dan disiplin
4. Tekun 5. Inovatif
24
2.3. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002:67). Dari hal diatas maka hipotesisnya adalah: Ho: Tidak terdapat hubungan terpaan antara film “KING” dengan motif berprestasi atlet bulutangkis junior PB.Suryanaga
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini mengoperasikan dua macam variabel yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Di sini dijelaskan bahwa yang menjadi variabel
bebas (X) adalah terpaan film “KING” sedangkan variabel terikat (Y)
adalah motif berprestasi atlet bulutangkis junior. Agar lebih mudah
pengukurannya, maka dapat dioperasikan sebagai berikut:
3.1.1.Terpaan Film “KING” (X)
Terpaan adalah pengalaman yang didapat dari televisi, surat kabar,
majalah, dimana di dalamnya terdapat tekanan secara tidak langsung
(pressure) sehingga menimbulkan pengaruh (influence) (Jenning B, Dolf,
1986: 13).
Terpaan film adalah penerimaan informasi tentang kegiatan
komunikasi massa yang menyampaikan pesan berkenaan dengan
produk/jasa melalui komunikasi persuasif ditujukan kepada masyarakat
lewat suatu media (Hamalik, 1987: 143).
Adapun indikator untuk pengukuran dari Terpaan Film “KING”
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Frekuensi
Merupakan frekuensi Atlet-atlet Bulutangkis Junior di PB. Suryanaga
26
Surabaya (yang sedang aktif menjalani pelatihan berkala dan terdaftar
sebagai atlet junior yang diberi program intensif untuk berpartisipasi
dalam kejuaraan-kejuaraan bulutangkis yang diselenggarakan
pemerintah maupun swasta berskala kecil ataupun besar) dalam
menonton/melihat film “KING”; baik di Bioskop, Televisi maupun
kaset vcd original.
Penggunaan frekuensi dikategorikan menjadi 3 bagian pengukuran
interval.
a. 1 – 2 kali menonton film “KING”
b. 3 – 5 kali menonton film “KING”
c. 6 – 7 kali menonton film “KING”
Hal ini berdasarkan dari jawaban terendah sampai tertinggi para
responden dari kuesioner yang diajukan peneliti tentang berapa kali
tepatnya mereka telah menonton film “KING” baik dari bioskop
ataupun melalui kaset original. Jadi dapat disimpulkan:
Jawaban tertinggi = 7 kali menonton
Jawaban terendah = 1 kali menonton
Jumlah kelas = 3
Jadi lebar intervalnya adalah 7 – 1 = 2
3
Jadi kategori nya dibedakan menjadi :
a. 6 – 7 kali diberi skor 3 Tinggi
c. 1 – 2 kali diberi skor 1 Rendah
2. Durasi
Diukur dengan didasarkan pada seberapa lama Atlet Bulutangkis
Junior di PB. Suryanaga Surabaya dalam menonton/melihat film
“KING”; baik di Bioskop, Televisi maupun kaset vcd original. Indikasi
nya dihitung dengan rata-rata waktu dalam satuan menit. Untuk
memudahkan pengukuran, maka peneliti mengkategorikan berdasarkan
pada durasi film dari awal sampai akhir yaitu sebanyak 1 – 105 menit
dalam sekali menonton. Langkah pertama yang dilakukan dengan
mencari lebar interval (I) sebagai berikut :
I = Jarak Pengukuran (R)
Jarak Interval Kelas (K)
(Hadi, 1993:12)
Keterangan :
R : Durasi menonton tertinggi – Durasi terendah
K : Jenjang yang diinginkan
Jawaban tertinggi = 105 menit setiap menonton
Jawaban terendah = 1 menit setiap menonton
Jumlah kelas = 3
Jadi lebar intervalnya adalah :
105 – 1 = 34,66 dibulatkan menjadi 35
28
Kategorinya dibedakan menjadi :
70 – 105 menit diberi skor 3 Tinggi
36 – 69 menit diberi skor 2 Sedang
1 – 35 menit diberi skor 1 Rendah
Skala pengukuran terpaan film “KING” menggunakan skala
ordinal yang diurutkan berdasarkan kategori tinggi, sedang, rendah.
Masing-masing alternatif jawaban telah diberi skor. Untuk menyamakan
pengukuran terpaan film “KING” yang terdiri dari indikator frekuensi dan
durasi, maka menggunakan rumus sebagai berikut :
INTERVAL = Skor Jawaban Tertinggi – Skor Jawaban Terendah
Jenjang yang Diinginkan
Jumlah pertanyaan dari terpaan film “KING” terdiri dari 2 pertanyaan.
Skor jawaban tertinggi : perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah
item pertanyaan
Skor jawaban terendah : perkalian antara nilai terendah dengan jumlah
item pertanyaan
Lebar interval = (3x2) - (1x2)
3
= 6 – 2
3
Jadi pengkategorian responden untuk variabel terpaan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Rendah = 1 - 2
Sedang = 3 – 4
Tinggi = 5 - 6
3.1.2. Motif Berprestasi Atlet Bulutangkis Junior (Y)
Dalam penelitian ini, variabel motif berprestasi disebut sebagai
variabel terikat (dependent variable) yang diduga sebagai akibat atau
dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2007: 12).
Selanjutnya variabel ini akan disebut sebagai variabel Y dan memiliki
operasional sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Operasionalisasi Variabel Motif Berprestasi (Y)
No.
Operasionalisasi
1 Cenderung memilih aktivitas yang lebih menantang dan menghindari tugas yang terlalu mudah
2 Selalu melakukan evaluasi dalam setiap keberhasilan maupun kegagalan yang dialami serta selalu mengharap feedback yang berguna buat selanjutnya
3 Bertanggungjawab terhadap diri sendiri serta sunguh-sungguh menjalani latihan
4 Selalu pantang menyerah, dan mencari serta mengatasi kekurangan dalam setiap latihan
5 Selalu menemukan strategi maupun taktik baru dalam mengatasi permainan lawan.
30
Metode teknik pengukuran data yang dilakukan peneliti adalah
menggunakan skala likert dengan kriteria sistem skor, yaitu:
Tabel 3.2.
Sistem skor skala likert
Jawaban Alternatif Skor Setuju Sekali (SS) 5
Setuju (S) 4
Kurang Setuju (KS) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Sumber : Singarimbun, 1995: 47
Penghitungan interval skor untuk motif berprestasi atlet sama dengan
menghitung terpaan film “KING” (variabel x), yaitu dengan menggunakan
rumus :
INTERVAL = Skor Jawaban Tertinggi – Skor Jawaban Terendah
Jenjang yang Diinginkan
Jumlah pertanyaan dari motif berprestasi terdiri dari 8 pertanyaan
Skor jawaban tertinggi : perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah
item pertanyaan
Skor jawaban terendah : perkalian antara nilai terendah dengan jumlah
item pertanyaan.
adalah 1.
Jadi pengkategorian responden untuk komponen motif berprestasi adalah
sebagai berikut :
Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2003:
257). Dengan demikian populasi merupakan keseluruhan atas objek
penelitian yang akan diteliti.
Adapun populasi penelitian ini adalah Atlet Bulutangkis Junior di
PB. Suryanaga Surabaya, baik Putra maupun Putri yang sedang aktif
menjalani pelatihan berkala dan terdaftar sebagai atlet junior yang diberi
32
bulutangkis yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta berskala
kecil ataupun besar, dan juga yang pernah melihat film “KING” di
Bioskop, Televisi maupun kaset vcd original dengan asumsi responden
tersebut mengerti tentang apa yang sedang diteliti dimana nantinya akan
berpengaruh pada keakuratan data yang dihasilkan.
Jumlah Atlet Bulutangkis Junior di PB. Suryanaga Surabaya adalah
sebanyak 46 atlet, dengan rincian sebagai berikut:
1. Usia Pembibitan (9 tahun - 11 tahun)
Putra, sebanyak 10 atlet.
Putri, sebanyak 10 atlet.
2. Usia Pemula (12 tahun - 13 tahun)
Putra, sebanyak 3 atlet.
Putri, sebanyak 3 atlet.
3. Usia Remaja (14 tahun - 15 tahun)
Putra, sebanyak 5 atlet.
Putri, sebanyak 5 atlet.
4. Usia Taruna (16 tahun - 18 tahun)
Putra, sebanyak 5 atlet.
Putri, sebanyak 5 atlet.
3.2.2. Sampel
Sampel diartikan sebagai perwakilan dari keseluruhan populasi
ini, teknik sampling yang digunakan adalah teknik non probability
sampling dengan tipe total sampling yaitu teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Stacks, 2002: 154).
Dengan jumlah populasi 46 atlet maka peneliti akan mengambil semua
populasi sebagai sampel peneliti. Dengan demikian penelitian ini dapat
dikatakan sebagai penelitian populasi.
3.3. Sumber dan Jenis Data 3.3.1. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah sumber data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber
data pertama yang dilokasi penelitian atau objek penelitian (kuesioner).
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh oleh sumber kedua
atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan (Bungin, 2004 :122).
3.3.2. Jenis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data, antara lain:
1. Data Primer
Data diperoleh melalui kuesioner yang berbentuk rangkaian atau
kumpulan pertanyaan yang disusun secara sistematis dalam sebuah
daftar pertanyaan, kemudian dikirim kepada responden untuk diisi
34
2. Data Sekunder
Yaitu data dalam bentuk sudah jadi (tersedia) melalui publikasi dan
informasi yang dikeluarkan di berbagai organisasi atau perusahaan
(Ruslan, 2003: 29). Data ini diperoleh dari sumber lain untuk
mendukung keakuratan data, seperti melalui observasi, wawancara
(interview) dengan Sekretaris Pembina PB. Suryanaga Surabaya, Willy
Walalangi di gedung latihan pusat PB. Suryanaga Surabaya, Jalan
Dharmahusada Indah Barat III/68 A-212, Rabu, 28 April 2010, pukul
10.00 WIB.
3.4. Teknik Analisis dan Penafsiran Data 3.4.1. Uji Validitas
Merupakan alat ukur untuk melihat apakah hasil pengukuran dapat
konsisten, yaitu apabila alat ukur yang ada dapat diterapkan pada obyek
yang sama secara berulang-ulang dan menghasilkan ukuran yang
mendekati ukuran sebelumnya. Apabila hubungan dari hasil hitungan
koefisien korelasi mempunyai nilai lebih besar dari nilai kritisnya pada
taraf nyata 5 %, maka dikatakan pertanyaan-pertanyaan yang ada disebut
valid.
Keterangan:
r = Koefisien Korelasi
n = Banyaknya Data (Jumlah Responden)
x = Skor pernyataan ke-n
y = Skor total
xy = Skor pernyataan ke-n dikalikan skor total
(Singarimbun, 1995: 137)
Uji validitas juga dapat dilakukan dengan software SPSS 10, dan
pengukurannya dapat dilihat di hasil output SPSS 10 yaitu dilihat dari
korelasi antara masing-masing indikator terhadap total skor konstruk.
Kriteria valid tidaknya suatu item dalam instrument ditentukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jika nilai korelasi (r) > rkritis, maka pernyataan dikatakan valid.
b. Jika nilai korelasi (r) < rkritis, maka pernyataan dikatakan tidak valid.
Tabel 3.3.
36
Dari tabel di atas, menunjukkan ada 4 (empat) pertanyaan yang
mempunyai nilai Corrected Item Total Correlation di bawah 3 % alias 0.3
yaitu P-09 (0.1982), P-10 (-0.0288), P-12 (0.2449), P-16 (0.0622)
sehingga pertanyaan ini tidak valid dan harus dihilangkan. Setelah
pertanyaan tidak valid dihilangkan, dilakukan kembali uji validitas
terhadap pertanyaan tersisa.
Tabel 3.4.
Uji Validitas Motif Berprestasi
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai setiap pertanyaan
untuk variabel motif berprestasi pada kolom Corrected Item Total
Correlation di atas 0.3 sehingga uji validitas pada semua pertanyaan
dinyatakan valid.
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji ini diperlukan untuk mengetahui kestabilan alat ukur. Sebuah
alat ukur dikatakan reliabel, andaikan pengulangan pengukuran untuk
subyek penelitian yang sama menunjukan hasil konsisten. Tingkat
internal consistency. Metode ini hanya memerlukan satu kali pengujian tes
saja. Karena tes ini diterapkan untuk mengetahui apakah responden telah
menjawab pertanyaan-pertanyaan secara konsisten, sehingga kesungguhan
jawaban dapat dipercaya.
Dalam penerapan tes ini, kuesioner harus didesain dalam bentuk
multi items, yaitu berapa pertanyaan pada hakekatnya sama ditanyakan
beberapa kali dengan cara berbeda. Dengan membandingkan jawaban dari
beberapa pertanyaan tersebut dapat diketahui konsistensi responden dalam
menjawab kuesioner. Hasil ini akan dinyatakan dalam koefisien alpha,
yang berkisar antara 0 (nol) sampai 1 (satu).
Semakin mendekati 1 (satu) sebuah alat ukur dikatakan semakin
reliabel dan sebaliknya. Pada penelitian ini, penulis menggunakan
reliabilitas SPSS 10 dengan rumus uji statistic cronbach alpha (α). Suatu
konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach
alpha > 0.6 (Arikunto, 2002: 171).
Rumus uji statistic cronbach alpha (α) dituliskan sebagai berikut:
Keterangan:
k = Mean kuadrat antar subyek
sj2 = Mean kuadrat kesalahan
sx2 = Varians Total
38
Adapun perhitungan Alpha Cronbach (α) menurut software SPSS
terhadap pertanyaan yang valid adalah
Tabel 3.5. Uji Reliabilitas
3.5. Analisis Data
3.5.1. Korelasi Spearman Rank
Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (x) dengan
variabel terikat (y), berikut ini diberikan rumus rank spearman :
r
s =1 -
6
∑
di
2
n (n
2– 1)
Keterangan:
rs = Nilai Korelasi Rank Spearman
di2 = Selisih setiap pasangan rank
n = Jumlah pasangan rank untuk Spearman
(Sunarto, 2007:74)
Untuk mempermudah menghitung data variabel X dan Y ke dalam
Tabel 3.6.
Tabel Penolong Koefisien Korelasi Rank Spearman
Responden X Y Rank X Rank Y di di2
Ada atau tidaknya korelasi dinyatakan dalam angka pada indeks. Betapa
pun kecilnya indeks korelasi, jika bukan 0,0000 dapat diartikan bahwa kedua
variabel yang dikorelasikan terdapat adanya suatu korelasi.
Interpretasi kuat atau lemahnya korelasi dapat diketahui juga dari besar
kecilnya angka dalam indeks korelasi, semakin tinggi pula korelasi kedua variabel
yang dikorelasikan.
Tabel 3.7.
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koofisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan
40
Sumber: Statistical Tables For Research, Fisher dan Yates
(Sugiono,2003:216)
3.5.2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji ttest dengan taraf
signifikasi 5%. Rumusnya sebagai berikut :
Keterangan:
rs = Rank Spearman
ttest = Koefisien signifikasi
n = Jumlah Sample
(Sugiono, 2004: 4)
Dengan ketentuan:
a. Jika thitung > ttabel, berarti Ho ditolak, Hi diterima.
b. Jika thitung < ttabel, berarti Ho diterima, Hi ditolak.
Selain itu, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan
tingkat signifikasi dimana tingkat signifikasi (α) dalam penelitian
ini adalah 5% berdasarkan:
a. Jika α hasil penelitian < 5%, berarti Ho ditolak, Hi
b. Jika α hasil penelitian > 5%, berarti Ho diterima, Hi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1. Sejarah PB. Jaya Raya Suryanaga
Persatuan Bulutangkis (PB) Jaya Raya Suryanaga, sebuah
perkumpulan olahraga bulutangkis terbesar di Surabaya, bahkan di daerah
Jawa Timur yang merupakan salah satu cabang olahraga dari Perkumpulan
Olahraga (POR) Suryanaga yang menaungi sembilan cabang olahraga. POR
Suryanaga telah didirikan sejak 1 Januari 1908, sedangkan PB. Suryanaga
sendiri mulai eksis sejak tahun 1937.
Tahun 1990, PB Suryanaga berhasil membangun gedung latihan
sendiri yang berisikan lima buah lapangan bulutangkis yang bertempat di
jalan Dharmahusada Indah Barat III/68 Blok A – 212 Surabaya Timur.
Tribun penonton yang berada di dua sisi lapangan yang mampu menampung
para penonton hingga 1000 orang.
Selama beberapa tahun, dibawah kepemimpinan Yacob Rusdianto,
PB. Suryanaga Surabaya telah berhasil membangun asrama bagi para atlet
berprestasi di gedung bulutangkis ini. Asrama ini diperuntukkan bagi para
atlet yang berasal dari luar kota Surabaya, provinsi di luar Jawa Timur,
bahkan dari luar pulau Jawa.
Selain terus berusaha membina atlet-atlet baik yang bergabung di
Surabaya, seiring berjalannya waktu; saat ini PB. Suryanaga telah
berkerjasama dengan beberapa pihak yang peduli dengan kemajuan prestasi
bulutangkis di Jawa Timur, sehingga sampai sekarang PB. Suryanaga
memiliki beberapa cabang seperti PB. Persada Surabaya, PB. Tunas Harapan
Surabaya, PB. Putra Suryanaga Jember, PB. Golden Horse Suryanaga
Lumajang, PB. Abadi Suryanaga Probolinggo, PB. Speed Suryanaga
Pandaan, PB. Suryanaga Sidoarjo.
Tahun 2009, Suryanaga Surabaya menjalin kerjasama dengan PT.
Jaya Raya; setelah berakhir kontrak dengan PT. Gudang Garam Tbk. Pada
tahun 2008. Dengan ditandatanganinya surat perjanjian tertanggal 1 Mei
2009, Suryanaga secara resmi menyandang nama Jaya Raya Suryanaga.
PB. Jaya Raya Suryanaga dengan serius membina para pemain
bulutangkis sejak usia dini. Mereka dididik oleh para pelatih dan Pembina
yang berkompeten dan berpengalaman, dimana mereka dulunya merupakan
mantan-mantan atlet nasional yang pernah membanggakan daerah Jawa
Timur bahkan Indonesia. Selain itu, program latihan yang diberikan adalah
program latihan terencana berdasarkan pada pengetahuan ilmu keolahragaan
bagi kemajuan maksimal para atlet baik dari sisi teknik, fisik, dan mental.
Demi melatih para atlet untuk berani bersaing di area nasional atau
internasional, disamping mengadakan latih tanding (try out) bagi para atlet
secara berkesinambungan, PB. Jaya Raya Suryanaga selalu mendukung
pengiriman atlet untuk mengikuti turnamen atau kejuaraan-kejuaraan yang
diadakan di Indonesia maupun di luar negeri, misalnya saja Piala Walikota,
Piala Gubermur, Kejuaraan Daerah dan Nasional, Piala KONI, Sirkuit-sirkuit
44
Nasional (PON), dan pertandingan internasional seperti di Singapura,
Malaysia, Vietnam, Filipina, dan banyak lagi.
Para atlet yang pernah berlatih di PB. Jaya Raya Suryanaga seperti
Njoo Kimbie, Rudi Hartono, Sriwijanti, Maria Fransisca, Netty dan Nelly
Tanaya, Tri Kusharjanto, Alan Budi Kusuma, Alvent Yulianto, Sonny Dwi
Kuncoro, dan masih banyak lain, mereka menjadi panutan dan idola para atlet
sekarang sedang berusaha menggapai prestasi seperti para pendahulu.
Mereka pernah menjadi juara, tidak hanya mewakili Jawa Timur
namun juga bangsa Indonesia di turnamen-turnamen dunia seperti All
England, Thomas dan Uber Cup, World Cup, SEA Games, Asian Games, dan
kejuaraan internasional lain seperti; Denmark Open, China Open, Korea
Open, Japan Open, Malaysia Open, Indonesia Open, dan lain-lain.
4.1.2. Logo PB. Jaya Raya Suryanaga
4.1.3. Struktur Organisasi PB. Jaya Raya Suryanaga Ketua Umum : Yacob Rusdianto.
Wakil Ketua II : Bambang Bahagio
Wakil Ketua III : Wijanarko Adi Mulya
Sekretaris Umum : Willy F. Walalangi
Wakil Sekretaris : Dianti Dewi H.
Bendahara : Santy Oematan
Asisten Umum :
Cahyadi Kuncoro
Sri Wijanti
Tjondro Tamardi
Johannes Jauri
4.1.4. Visi dan Misi PB. Jaya Raya Suryanaga Visi :
“Memasyarakatkan dan mengoptimalkan olahraga bulutangkis menuju
prestasi dunia.”
Misi :
1. Memantapkan koordinasi dan pembinaan terhadap insan olahraga
bulutangkis di Indonesia.
2. Menyelamatkan generasi muda dari pengaruh narkoba dan kenakalan
remaja.
3. Meningkatkan manajemen organisasi secara keseluruhan.
46
4.1.5. Prestasi Para Atlet PB. Jaya Raya Suryanaga
Berikut ini adalah beberapa prestasi Jaya Raya Suryanaga, baik yang
berhasil diraih para atlet, pelatih, Pembina, maupun perkumpulan bulutangkis
itu sendiri.
Tahun 2010
1. Fauzi Adnan, juara I tunggal dewasa putra di Kejuaraan Bulutangkis
Indocock Walikota Surabaya Cup 2010 dan Sirnas Sulawesi 2010.
2. Fauzi Adnan berpasangan dengan Devi Tika (SGS Elektrik) meraih
medali perak dalam kejuaraan Sirnas Sulawesi 2010.
3. Tri Kusuma Wardhana, juara I ganda putra bersama Rendra Wijaya
(Djarum Kudus) pada kejuaraan Sirnas Sulawesi 2010.
4. Variela Aprilsasi berhasil masuk ke Pelatnas bersama 11 atlet dari klub
lain di Indonesia.
5. Viki Indra Okvana meraih juara Austrian International Challenge 2010 di
nomor ganda putra berpasangan dengan Ardiansyah Putra.
6. Gustiani Megawatisari dan Viki Indra Okvana, juara III di nomor ganda
campuran kejuaraan Austrian International Challenge 2010.
Tahun 2009
1. Enam atlet berhasil masuk ke Pelatnas, yakni Seto Dana dan Siswanto
(Tunggal Putra), Rian Agung, Christopher Rusdianto, Hendro Setyo
(Ganda Putra), serta Tika Arieda (Tunggal Putri).
2. Klub Jaya Raya Suryanaga Surabaya meraih gelar juara umum dengan
perolehan medali 5 emas, 1 perak, dan 5 perunggu di kejuaraan
Tahun 2008
1. Sony Dwi Kuncoro, Juara I berturut-turut (Tunggal Putra), Kejuaraan
Indonesia Super Series, Japan Super Series, dan Tiongkok Super Series.
2. Bambang Supriyanto, Juara I (Ganda Putra) PON XVI di Samarinda,
Kalimantan Timur.
3. Tri Kusharjanto dan Lelyana Chandra (Ganda Dewasa Campuran) juara I
Sirnas Sumatera
4. Tri Kusharjanto dan Bambang S. (Ganda Dewasa Putra) juara I Sirnas
Sumatera, Sirnas SGS Elektrik, Jakarta Open, Sirnas Sinar Mutiara Tegal.
5. Seto Danu dan Aurien (Ganda Taruna Campuran) juara I Sirnas
Sumatera.
6. Fauzi Adnan (Tunggal Putra) juara I Hanoi Badminton Championship,
juara II Sirnas Indonesia Timur, juara I Sirnas Banjarmasin.
7. Rian Agung dan Christopher Rusdianto (Ganda Taruna Putra) juara III
Jakarta Open, Sirnas SGS Elektrik, Sirnas Indonesia Timur.
8. Setiyo W.H (Tunggal Taruna) juara I Sirnas SGS Elektrik.
9. Seto Danu (Tunggal Taruna) juara III Sirnas SGS Elektrik
10.Michael Agusthio dan Nur Wahid (Ganda Taruna) juara II Sirnas Sinar
Mutiara Tegal
11.Siswanto (Tunggal Taruna) juara III Sirnas Mutiara Tegal
12.Tika Arieda (Tunggal Dewasa) juara III Sirnas Mas Mutiara Tegal, Sirnas
Indonesia Timur
13.Hendro Setyo dan Tri Kusumawardhana (Ganda Dewasa) juara I Sirnas
48
Tahun 2007
1. PB. Suryanaga (Tim Beregu Putra) juara I Superliga Badminton
Indonesia yang diadakan di Jakarta pertama kalinya.
2. PB. Suryanaga (Tim Putri) juara III Superliga Badminton Indonesia.
3. Alvent Yulianto (Ganda Putra) juara I Taiwan Open.
4. Tri Kusharjanto (Ganda Campuran) juara I Filipina Open
5. Sonny Dwi Kuncoro (Tunggal Putra) juara II Kejuaraan Dunia di
Malaysia.
6. Alvent Yulianto (Ganda Putra) juara I Kejurnas di Solo.
Tahun 2006
1. Alvent Yulianto (Ganda Putra) juara III Indonesia Open, juara III
Kejuaraan Asia.
2. Jeffer Rossobin (Tunggal Putra) juara I Malaysia Satellite, juara I Jawa
Pos Gudang Garam Satellite.
4.1.6. Atlet dan Pelatih Suryanaga yang Berprestasi dan Sukses Melatih di Luar Negeri
1. Ronny Agustinus, Bambang Suprianto, dan Yenny Diah; menjadi pelatih
Pelatnas sejak April 2009.
2. Dicky Susilo menjadi sparing dan melatih di Taiwan.
3. Imam Tohari menjadi sparing dan melatih di Jepang.
4. Erwin Djohan menjadi pemain Nasional Singapura.
5. Bagus Suprobo menjadi sparing team nasional di Singapura.
7. Hendry Winarto menjadi pemain Nasional Spanyol.
8. Angeline De Pauw menjadi pelatih di USA.
9. Mona Santoso menjadi pelatih di USA.
10.Lelyana Daisy Chandra menjadi pemain profesional di Denmark.
11.Rizky Kurniawan menjadi pemain profesional di Denmark.
12.Rony Agustinus menjadi sparing team nasional di Singapura.
13.Jeffer Rosobin menjadi pelatih tim nasional di Singapura.
14.Adjie Santoso pernah menjadi pelatih di Jepang.
15.Hadi Sugiarto pernah menjadi pelatih di India.
16.Gustiani Megawatisari dan Viki Indra Okvana menjadi pelatih di
Republik Ceko.
4.2. Penyajian Data
4.2.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden Atlet Bulutangkis Junior PB. Suryanaga
50
Berdasarkan kategori usia, responden terbanyak berasal dari 9 – 11
tahun (Usia Pembibitan) dengan jumlah 20 orang atau 43,48%, responden
usia 12 – 13 tahun (Usia Pemula) sebanyak 6 orang atau 13,04%, usia 14 – 15
tahun (Usia Remaja) sebanyak 10 orang atau 21,74% sedangkan untuk usia
16 - 18 tahun (Usia Taruna) sebanyak 10 orang atau 21,74%.
Jumlah ini sesuai dengan jumlah yang dikatakan oleh Sekretaris
Umum PB. Jaya Raya Suryanaga Surabaya, Bapak Willy Wilalangi melalui
wawancara yang peneliti lakukan.
Hal ini berarti olahraga bulutangkis lebih banyak diminati pada anak
usia antara 9 tahun sampai 11 tahun, karena penting mengenal bulutangkis
dari usia sejak dini. Walaupun cukup banyak juga pada usia 14 tahun sampai
18 tahun. Pada usia 12-13 tahun jumlahnya minim dikarenakan banyak yang
naik ke kategori usia remaja. PB. Jaya Raya Suryanaga sendiri tidak
menetapkan faktor usia untuk bisa menjadi atlet di dalam klub ini, hal
terpenting adalah pengelompokkan usia walaupun belum pernah memegang
raket sekalipun. Tetapi akan ada pengelompokkan kecil lagi di tiap-tiap
kategori umur, ini membedakan mana yang mahir maupun belum dan
berbeda juga tingkat latihan yang diikuti.
Jenis kelamin antara atlet putra dan putri sama, untuk putra berjumlah
23 orang atau 50% sedangkan atlet putri juga sebanyak 23 orang atau 50%
dari total keseluruhan responden 46 orang.
Ini berarti olahraga bulutangkis disukai atau digemari oleh semua
orang, maksudnya tidak terbatas pada laki-laki saja tetapi perempuan juga
menyukai nya.
4.2.2. Tingkat Perhatian, Pengertian, dan Penerimaan
Total dari keseluruhan responden sejumlah 46 atlet dengan prosentase
mutlak 100 % pernah menonton film “KING”. Hal ini disebabkan oleh
adanya eksperimen sebelum peneliti turun lapangan yaitu berupa acara
nonton bareng film “KING” setelah latihan di PB. Suryanaga. Jadi dapat
dipastikan seluruh responden telah menonton film “KING” sebelum peneliti
52
Berdasarkan hasil tabel tampak bahwa sebanyak 38 atlet dengan
prosentase 82,6% dari total responden 46 atlet junior Bulutangkis PB
Suryanaga Surabaya menjawab opsi jawaban Setuju Sekali (SS). Hal itu
berarti mereka sangat menyukai film “KING”. Alasannya film “KING”
merupakan film Indonesia pertama yang mengambil latar belakang dunia
bulutangkis, dan juga penasaran seperti apa hasil karya dari artis Ari Sihasale
yang dulunya juga sukses menggarap film Denias. Sebanyak 8 atlet tersisa
atau 17,4% menyukai film “KING” dengan memilih opsi jawaban Setuju (S).
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sebanyak 33 responden
dari 46 atlet menyatakan Setuju Sekali atas penyataan sebagaimana tersebut
di atas. Sisanya hanya 13 responden dengan jumlah prosentase 28.3 % yang
menjawab setuju bahwa mereka senantiasa memperhatikan dengan penuh
alur cerita film “KING”. Hal ini disebabkan karena secara pribadi mereka,
mengetahui film “KING” mempunyai latar belakang kesamaan dengan dunia
yang mereka geluti sekarang yakni bulutangkis.
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 20 atlet atau 43,5%
berpendapat durasi film “KING” sama sekali tidak membuat mereka merasa
bosan. 13 atlet atau 28,3% menjawab tidak setuju; 10 atlet atau 21,7%
menjawab kurang setuju; 2 atlet atau 4,3% menjawab tayangan film “KING”
membuat bosan, dan 1 atlet atau 2,2% menjawab durasi film “KING” sangat
membosankan. Ini dikarenakan film “KING” mempunyai kisah yang menarik
54
Hasil tabel menunjukkan sebanyak 29 atlet atau 63% menjawab
Setuju Sekali (SS) mereka menonton film “KING” tidak sambil melakukan
aktivitas lain atau benar-benar fokus ke film. 14 atlet atau 30,4% menjawab
Setuju (S); 2 atlet atau 4,3% menjawab Kurang Setuju (KS); dan hanya 1
orang atlet atau 2,2% menjawab Tidak Setuju (TS). Karena sedikit dari
mereka ada yang melakukan beberapa kegiatan seperti sms-an, telepon
Hasil tabel di atas menunjukkan sebanyak 32 atlet atau 69,6%
menjawab Setuju Sekali (SS); 11 atlet atau 23,9% menjawab Setuju (S);
hanya 3 atlet atau 6,5% menjawab STS (Sangat Tidak Setuju). Ini
membuktikan bahwa para atlet memang ingin menonton film “KING” ini
tanpa ada paksaan dari pihak lain.
Kesimpulannya film “KING” banyak disukai dan menjadi favorit bagi
hampir seluruh atlet bulutangkis junior PB. Suryanaga. Hal ini terlihat pada
tabel 4.3 dimana sebanyak 38 atlet sangat menyukai film ini. Mereka selalu
memperhatikan jalan cerita yang ditampilkan dan alur cerita dalam film
tersebut tidak membuat mereka bosan, hal ini dapat dibuktikan pada tabel 4.4
dan 4.5. Serta sebagian besar atlet junior yang menonton film “KING” ini
tidak sambil melakukan aktivitas yang lain (tabel 4.6). Hal ini berarti mereka
56
4.2.3. Terpaan Film “KING”
Terpaan film “KING” diukur melalui frekuensi dan durasi. Frekuensi
yaitu berapa kali responden telah menonton film “KING” baik melalui
bioskop ataupun kaset vcd original, dan durasi yaitu seberapa lama responden
menonton film “KING”. Indikasinya dihitung dari menit awal sampai akhir.
Sebanyak 18 atlet atau 39,2% menonton film “KING” 1-2 kali; 14
atlet atau 30,4% menonton sebanyak 3-5 kali; dan 14 orang atlet atau 30,4%
menonton sebanyak 6-7 kali. Alasan yang paling banyak adalah cerita dari
film “KING” sangat bagus dan memotivasi mereka untuk berlatih sesuai yang
mereka cita-citakan, seperti yang digambarkan tokoh Guntur dalam film
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 32 atlet atau 69,6%
menonton film “KING” sampai akhir film atau mulai 1-105 menit sesuai
durasi dari film “KING”; dan sebanyak 14 atlet atau 30,4% menonton hanya
sampai menit ke – 69. Hal ini dikarenakan mereka harus latihan sesi
selanjutnya, dan sebagian mereka sudah pernah menonton sebelumnya.
Berdasarkan tabel 4.9 dan 4.10 diatas, maka rekapitulasi jawaban
responden untuk variabel terpaan film “KING” (frekuensi dan durasi) adalah
58
4.2.4. Motif Berprestasi Atlet
Motif berprestasi merupakan keinginan kuat untuk mencapai
kesuksesan atau prestasi dengan cepat, dimana kesuksesan bergantung pada
kemampuan atlet itu sendiri. (Adisasmito, 2007:38). Dibawah ini merupakan
operasionalisasi dari variabel motif berprestasi :
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 17 atlet
dengan prosentase sebanyak 37% menjawab Setuju Sekali (SS), ini
menunjukkan bahwa dalam mengikuti latihan, para atlet junior ini tetap akan
berlatih dengan keras walaupun resiko cedera selalu membayangi mereka.
Sedangkan 15 atlet atau 32,6% menjawab Setuju (S). Ini seperti yang
dikemukakan Adisasmito, bahwa salah satu ciri motif berprestasi yaitu berani
mengambil resiko. Atlet dengan motif untuk meraih prestasi yang tinggi
cenderung memilih aktivitas yang menantang, namun tidak berada di atas
yang sedang, yang memungkinkan berhasil. (Adisamito, 2007:48). Sebanyak
13 atlet dengan prosentase 26,1% menjawab Kurang Setuju (KS). Sedangkan
sebanyak 2 atlet atau 4,3% menjawab Tidak Setuju (TS). Hal ini disebabkan
karena mereka berpendapat bahwa mereka berusaha agar tidak cedera dalam
latihan karena dapat menganggu jadwal sehari-hari mereka baik dalam waktu
latihan maupun di luar latihan, seperti sekolah, dll.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui sebanyak 16 atlet dengan
Prosentase 34,8% menjawab Setuju Sekali (SS). Hasil ini sama dengan yang
memilih jawaban Setuju (S). Ini membuktikan bahwa para atlet junior
PB.Suryanaga merasa bahwa mereka akan latihan lebih giat dan semangat
jika program latihan mereka ditambah dari sebelumnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Adisasmito bahwa para atlet yang mempunyai motif prestasi akan
menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau
60
menjawab Kurang Setuju (KS); 6 atlet atau 13% menjawab Tidak Setuju
(TS); dan 1 atlet atau 2,2% menjawab Sangat Tidak Setuju (STS). Alasan
mereka adalah jadwal latihan yang mereka ikuti telah disesuaikan dengan
aktivitas mereka di luar bulutangkis seperti sekolah atau les pelajaran.
Tabel diatas menunjukkan sebanyak 25 atlet atau 54,3% menjawab
Setuju Sekali (SS); 17 atlet atau 37% memilih jawaban Setuju (S). Ini berarti
mereka selalu mengevaluasi penampilan mereka setiap selesai bertanding
atau berlatih. Karena atlet yang mempunyai motif berprestasi yang tinggi
selalu melakukan evaluasi terhadap keberhasilan dan kegagalan yang
dialaminya. Secara teoritis, atlet dengan motif berprestasi yang lebih tinggi
lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka mendapatkan umpan
balik yang konkret terhadap apa yang mereka sudah lakukan. Karena jika