• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN TANJUNG BINGA KECAMATAN SIJUK KABUPATEN BELITUNG TAHUN 1990-2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN TANJUNG BINGA KECAMATAN SIJUK KABUPATEN BELITUNG TAHUN 1990-2011."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

NELAYAN TANJUNG BINGA KECAMATAN SIJUK KABUPATEN BELITUNG TAHUN 1990-2011

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Sejarah

Disusun oleh:

JEANITA HAMID

1001876

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Oleh

JEANITA HAMID

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Departemen Pendidikan Sejarah

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Jeanita Hamid 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak Cipta dlindungi undang-undang.

(3)

PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

NELAYAN TANJUNG BINGA KECAMATAN SIJUK KABUPATEN BELITUNG TAHUN 1990-2011

disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing I

Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum NIP. 19600529 198703 2 002

Pembimbing II

Dr. Lely Yulifar, M.Pd NIP. 19641204 199001 2 002

Mengetahui

Ketua Departemen Pendidikan Sejarah

(4)

ABSTRAK

Kawasan Desa Nelayan Tanjung Binga memiliki potensi alam yang besar sehingga berdasarkan Keputusan Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 1990 ditetapkan sebagai kawasan pariwisata. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, kawasan wisata Tanjung Binga memiliki potensi wisata bahari seperti terumbu karang, pantai pasir putih, pulau-pulau yang indah dan penangkaran penyu. Untuk mengetahui dampak sosial ekonomi kegiatan wisata bahari terhadap masyarakat kampung nelayan Tanjung Binga, maka dilakukan penelitian skripsi yang berjudul “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Tahun

1990-2011”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi masyarakat sebelum dan setelah adanya pengembangan kawasan wisata bahari. Serta untuk mengetahui dampak sosial ekonomi setelah adanya pengembangan tersebut.Metode penelitian yang digunakan adalah metode historis meliputi heuristik yaitu pengumpulan sumber baik lisan maupun tulisan, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Sedangkan untuk proses pengumpulan data peneliti menggunakan teknik studi literatur dan teknik wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan kawasan wisata bahari di Tanjung Binga mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Selama kurun waktu 1995-2011, kemajuan dan perkembangan yang terus dialami oleh kawasan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sosial pada masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Tanjung Binga sebelum adanya pengembangan kawasan wisata bahari memiliki profesi sebagian besar sebagai nelayan. Setelah adanya pengembangan kawasan wisata bahari mata pencaharian masyarakat bertambah keragamannya yakni di bidang perdagangan, jasa dan akomodasi, budidaya perikanan, home industri, industri kerajinan, warung, rumah makan, instansi swasta, pemerintahan dan lain-lain.

(5)

ABSTRACT

The Tanjung Binga has the potential great natural so that are designated by the local regulations of Number 18 in 1990 set as tourist area. As one of tourist destination, nautical tourism in the Tanjung Binga has the potential of tourism such as coral reefs, white sand beaches, and turtle breeding. To determine the economic impact of marine tourism activities, then carried out

research thesis entitled “Development Of Marine Tourism Area And Its

Impact On Socio-Economic Life Of Fisherman In Sijuk District Belitung regency In 1990-2011”. This research aims to know the condition of communities before and after the introduction of marine tourism activities and economic impact after the tourist activity. The research method used is the historical method includes heuristic that is collecting both oral and written sources, source criticism, interpretation and historiography, while for the data collection process researchers use the technique literature and interviewing techniques. The result indicates that the foreign investment more or less has affected the social-economy of the people of Tanjung Binga, there are some benefit which can be gained not only for the government but also for the local society as a part of tourism in Tanjung Binga. During the period 1995-2011, the changes that occur in these communities tend to lead to progress is the development, especially in the social conditions of the population. Tanjung Binga economic conditions prior to the marine tourism activities have a profession as a fisherman for 85%, after the introduction of marine tourism activities which people's livelihood in the areas are trade, services and accommodation, aquaculture, home industry, craft industry, shops, restaurants, private agencies, governments and others.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Kreatif Dan Pengembangan Parwisata ... 12

2.2 Masyarakat Nelayan ... 22

2.3 Perubahan Sosial ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian ... 44

3.1.1 Pengajuan Tema Penelitian ... 44

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 44

3.1.3 Persiapan Perizinan Perizinan ... 45

3.1.4 Proses Bimbingan ... 46

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 46

(7)

3.2.2 Kritik Sumber ... 50

3.2.2.1 Kritik Eksternal ... 51

3.2.2.2 Kritik Internal ... 52

3.2.3 Interpretasi ... 54

3.2.4 Historiografi ... 56

BAB IV PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN TANJUNG BINGA KECAMATAN SIJUK KABUPATEN BELITUNG TAHUN 1990-2011 4.1 Gambaran Umum Tanjung Binga Kecamatan Sijuk ... 57

4.1.1 Keadaan Geografis dan Demografis Tanjung Binga ... 55

4.1.2 Keadaan Masyarakat NelayanTanjung Binga Tahun 1989-2005 ... 65

4.2 Perkembangan Kawasan Wisata Bahari Tanjung Binga ... 72

4.2.1 Pengembangan Potensi Wisata Bahari Tanjung Binga Tahun 1990-2011 ... 72

4.2.2 Keterlibatan Masyarakat Nelayan Dalam Mengembangkan Kawasan Wisata Bahari Tanjung Binga Tahun 1995-2011 ... 81

4.3 Dampak Pengembangan Kawasan Wisata Bahari Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Binga ... 92

4.3.1 Dampak Ekonomi ... 92

4.3.2 Dampak Sosial Budaya ... 102

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan ... 108

5.2 Saran dan Rekomendasi ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sumber daya alam pesisir merupakan salah satu potensi yang terdapat di Indonesia dan dikembangkan. Di Indonesia terdapat kira-kira 81.000 km panjang garis pantai yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai daerah perikanan dan wisata bahari (Kompas, 2001). Salah satu daerah potensial tersebut di antaranya adalah pulau Belitung, Propinsi Bangka Belitung.

Pulau Belitung dikenal sebagai sumber tambang timah terbesar setelah pulau Bangka di Indonesia. Sejarah pertimahan pulau Belitung mengalami pasang surut, keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam penambangan timah tidak terlepas dari terjadinya krisis ekonomi nasional dan perubahan politik yakni diberlakukannya otonomi daerah. masyarakat terjun langsung ikut menambang. Semula masyarakat diizinkan menambang secara tradisional (mendulang) sebagai kompensasi masa krisis ekonomi. Ternyata kemudian berkembang dengan menggunakan alat- alat berat (eskavator) dan mesin semprot air, yang dikenal dengan istilah Tambang Inkonvensional (TI). Namun dalam kurun waktu tahun 1992 hingga 1995 harga timah dunia turun dan menyebabkan PT. Timah bangkrut karena mengalami banyak kerugian. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah tahun 2005 yang terdapat pada Undang-undang larangan pertambangan yang membuat penambang sulit untuk melakukan aktivitasnya karena tidak memiliki surat izin resmi. Adapun Undang-undang tersebut berisi :

”Syarat untuk melakukan pertambangan adalah harus mempunyai surat izin pertambangan rakyat (SIPR) dan surat izin pertambangan daerah (SIPD). Melakukan proses pertambangan tanpa memiliki SIPR dan SIPD merupakan tindakan pencurian yang selanjutnya akan diproses secara hukum ( Undang-undang no.35, 2005 : 34).”

(9)

dalam penentuan lokalisasi tambang. Lokasi yang semuala sebatas lokasi kuasa penambangan muali bergeser ke kawasan luar penambangan termasuk hutan lindung. Bahkan tidak hanya di darat, daerah pantai pun tak luput dari sasaran lokasi penggalian tambang. Seiring dengan hal itu, harga timah yang naik turun serta eksploitasi timah yang tidak memperhatikan lingkungan, maka ketergantungan terhadap pertambangan timah harus segera ditinggalkan. Hal ini tentu saja membuat pemerintah dan masyarakat akhirnya mulai melirik sektor lain yang dapat memberi keuntungan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

Sebagai alternatif bagi perekonomian wilayah pulau Belitung, perikanan adalah salah satu sektor yang dapat diandalkan untuk mengantisipasi era pasca pertambangan timah yang selama ini menjadi unggulan di Bangka Belitung. Sumber daya perikanan laut Belitung, secara konsisten dapat menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi Belitung. Sebagian besar rumah tangga nelayan menggantungkan hidup dari hasil laut di perairan ini. Selain kaya akan jenis ikan pelagis seperti ikan tenggiri, kakap dan ekor kuning, perairan wilayah ini juga memiliki jenis ikan demersal seperti ikan pari.

Potensi lain yang dapat menjadi alternatif untuk dikembangkan di pulau belitung adalah pariwisata, karena selain letaknya strategis, juga memberikan keuntungan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Menyadari hal ini, maka secara perlahan pemerintah mulai memberdayakan parwisata sebagai sektor yang akan dijadikan sumber penghasilan daerah dan penghasilan masyarakat Belitung. Dipilihnya sektor ini dikarenakan pulau Belitung memiliki objek-objek wisata yang sangat natural dan bagus.

(10)

daerah akan berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan alamnya yang bersifat fundamental. Kesempatan ini memacu masing-masing daerah terutama daerah kabupaten untuk berlomba menggali potensi pariwisatanya guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat.

Salah satu kabupaten yang sedang berkembang dalam bidang pariwisata adalah Kabupaten Belitung. Kabupaten Belitung memiliki alam yang indah dan produk budaya yang unik yang merupakan faktor pendukung bertumbuh kembangnya pariwisata. Selain itu potensi alam yang menjadi unggulan daya tarik wisatawan adalah pesona pantai dan pulau-pulai kecil yang luar biasa. Potensi sumber daya alam yang mendukung kegiatan wisata bahari antarlain: pasir putih, batu granit, ombak yang kecil, air yang jernih membiru, vegetasi pantai yang didominasi pohon kelapa, sumber daya ikan dan karang. Potensi wisata pada sektor budaya yaitu dari tarian dan kesenian. Potensi wisata buatan pemanfaatannya antara lain: berenang, memancing, berperahu, diving, snorkling, perahu boat, ski air dan rekreasi lainnya. Akan tetapi pemanfaatan wisata bahari belum berkembang sepenuhnya secara optimal. Kabupaten Belitung sebagai wilayah kepulauan mempunyai aset dan sumber daya pariwisata daerah yang terdiri dari obyek dan daya tarik wisata (ODTW) alam, Budaya dan minat khusus yang potensial untuk dikembangkan menjadi Industri Pariwisata (RIPPDA Kab. Belitung 2009).

(11)

Nelayan Tanjung Binga terletak di pesisir pantai dan berada di daerah kawasan wisata seperti pantai Tanjung Tinggi, Tanjung Kelayang, Bukit Berahu dan pulau-pulau kecil disekitarnya, seperti pulau-pulau Burung dan pulau-pulau Lengkuas.

Kawasan ini terkenal dengan desa nelayan dan kegiatan nelayan, serta industri perikanan kecil. Kegiatan nelayan di kawasan ini adalah aktivitas perikanan yang dilakukan dengan menggunakan perahu-perahu nelayan termasuk perahu bagan tinggi yang sudah dilakukan secara turun temurun (Belitungisland.com, 2010). Kawasan yang memiliki potensi yang berlimpah ini masih sangat sederhana kehidupan masyarakat nelayannya. Rendahnya kemampuan nelayan dalam mengolah ikan yang diperoleh, dan terbatasnya persediaan es dan fasilitas pendinginan yang digunakan untuk mempertahankan kualitas dan kesegaran ikan hasil tangkapannya (Laporan akhir RTKTCT Tanjung Binga, 2010).

Kawasan Tanjung Binga merupakan salah satu kawasan pengembangan pariwisata di Belitung yang berbasis masyarakat (Community based Tourism). Tanjung Binga yang ditetapkan sebagai kawasan pariwisata dalam Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 1990 ini adalah kawasan pantai yang memiliki ekosistem yang unik serta kehidupan tradisional masyarakat setempat. Kawasan wisata bahari di Tanjung Binga Kecamatan Sijuk telah mengalami peningkatan pada setiap tahunnya, yang menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat perekonomian masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilihat dari banyaknya pengunjung yang berdatangan ke kawasan wisata bahari tersebut. Sehingga akan memberikan pengaruh dalam bidang ekonomi bagi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan bahari tersebut terutama masyarakat nelayan. Salah satu jenis pekerjaan yang diminati oleh masyarakat sekitar kawasan wisata bahari adalah berdagang. Adapun jenis dagangan yang diperjualbelikan seperti makanan dan minuman serta berbagai macam kerajinan cendramata.

(12)

merupakan kekhasan dari masyarakat setempat yang menjadikan terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk memanfaatkan peluang yang diberikan untuk dapat memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wisata bahari. Adanya peraturan pemerintah tersebut membuat masyarakat harus mampu memanfaatkan peraturan tersebut untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat sendiri.

Adanya pengembangan kawasan wiasta bahari di Tanjung Binga kecamatan Sijuk memberikan beberapa peluang salah satunya adanya kesempatan kerja yang lebih luas terhadap masyarakat sekitar terutama masyarakat nelayan. Sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian terjadi perubahan keadaan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan wisata bahari secara bertahap. Walau pengembangan kawasan wisata bahari terus ditingkatkan dan dikembangkan, akan tetapi mata pencaharian masyarakat nelayan tetap dijalankan. Secara tidak langsung dengan adanya pengembangan kawasan wisata bahari dan masih adanya industri perikanan akan terlihat bahwa masyarakat sekitar masih tetap melaksanakan sistem ekonomi tradisional sebagai nelayan.

Pengembangan Wisata bahari secara umum memiliki tujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, pemangku kepentingan wisata, dan pemerintah daerah. Dikarnakan wisata bahari sangat banyak menyerap jumlah wisatawan baik nusantara maupun mancanegara. Kondisi ini mengundang banyak ketertarikan bagi para investor baik asing maupun lokal untuk berinvestasi dalam berbagai bentuk usaha di daerah wisata bahari. Namun di sisi lain dari eksotisme perairan Tanjung Binga terdapat masyarakat nelayan yang nafkah utamanya bersumber dari perairan laut. Meskipun Tanjung Binga merupakan daerah pesisir, namun hingga kini masih saja nelayan berada pada struktur kelas sosial dalam kategori miskin, terlebih nelayan buruh.

(13)

memberikan keindahan panorama alam serta kegiatan dan atraksi lainnya yang melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah setempat, pengelola, masyarakat sekitar, dan juga pengunjung wisata.

Namun hadirnya kegiatan wisata di sebuah kawasan masyarakat nelayan Tanjung Binga mempengaruhi kegiatan perikanan dan perekonomian nelayan yang dapat berujung pada usaha lebih oleh nelayan dalam meningkatkan penghasilannya. Kegiatan wisata bahari menawarkan kesempatan kerja yang sangat luas dalam berbagai bidang. Walaupun pada kenyataannya sebagian besar masyarakat nelayan Tanjung Binga masih tetap mempertahankan prosesi mereka sebagai nelayan.

Perubahan yang terjadi di Tanjung Binga menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang bagaimana dengan sosial ekonomi nelayan yang merupakan penduduk lokal di daerah tersebut. Sedangkan pesisir dan perairan yang biasanya menjadi lokasi penangkapan ikan oleh nelayan kini telah berubah menjadi kawasan wisata bahari. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi akan mempengaruhi sumber daya ikan yang mereka tangkap. Ketika nelayan dihadapkan dengan hasil tangkapan yang menurun, maka nelayan akan berhenti menangkap ikan, atau mencari alternatif, seperti pindah lokasi alat tangkap atau mengganti alat tangkap dan akan lebih intensif menangkap ikan.

Karena pekerjaan nelayan adalah memburu ikan yang hasilnya tidak dapat ditentukan kepastiannya. Kegiatan menangkap ikan memerlukan persiapan yang harus dipersiapkan dengan baik sebelum berangkat. Menentukan akan kemana, ikan apa yang akan ditangkap, menggunakan perahu atau kapal apa, menggunakan alat tangkap berjenis apa, berapa banyak bahan bakar yang harus dipersiapkan, serta membaca cuaca dengan baik adalah hal penting yang harus diperhitungkan. Belum lagi perubahan dan resiko yang harus dihadapi nelayan karena faktor lainnya, seperti salah satunya pengembangan daerah wisata bahari.

(14)

bidang perikanan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh nelayan sangatlah beragam. Salah satunya dengan mengembangkan kreatifitasnya untuk mengolah bahan baku ikan menjadi sebuah produk makanan seperti kerupuk ikan, kerupuk cumi, dan membuat kerajinan tangan berupa terindak serta membuat soveunir dari kerang. Nelayan juga dapat menyewakan perahu atau kapalnya untuk keperluan wisata. Semuanya dilakukan sebagai usaha mendapatkan penghasilan yang lebih optimal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Berdasarkan pengamatan awal melihat dampak pengembangan wisata bahari bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Tanjung Binga ditandai dengan meningkatnya pendidikan masyarakat nelayan. Mayoritas pendidikan masyarakat yang awalnya hanya sampai tamat sekolah dasar (SD) bahkan banyak yang tidak tamat SD, sekarang sampai sekolah menengah atas (SMA). Pengaruh lain yang juga terasa yaitu bahwa berkembangnya kegiatan wisata mengakibatkan timbulnya beberapa variasi penggunaan lahan, seperti peningkatan jumlah sarana dan prasarana kepariwisataan serta perkembangan lapangan usaha baru yang membutuhkan ruang dan lahan untuk melakukan usahanya, sehingga dalam perkembangannya diperlukan banyak lahan untuk memenuhi sarana dan prasarana kepariwisataan. Masalah lain yang menjadi ancaman kondisi sosial ekonomi masyarakat Tanjung Binga saat ini dilihat dari keamanan dan migrasi yang tidak terkendali. Migrasi masuk yang tidak terkendali mempunyai peluang besar dalam memunculkan berbagai permasalahan seperti kriminal, kekumuhan dan sebagainya.

(15)

Nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Tahun 1990-2011”.

Adapun alasan peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Mayarakat Nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk

Kabupaten Belitung Tahun 1990-2011” adalah karena desa nelayan Tanjung

Binga merupakan desa nelayan terbesar dan andalan di Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung. Desa Tanjung Binga juga mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang sebagai pusat industri perikanan dan pariwisata pesisir. Desa nelayan Tanjung Binga ini juga berada di kawasan wisata yang memiliki pengaruh bagi perubahan sosial ekonomi wilayah tersebut. Sehingga dengan adanya kawasan wisata bahari, nelayan dapat merasakan perubahan di wilayah tempat tinggal mereka. Selain itu peneliti tertarik akan penulisan sejarah pariwisata dimana dapat memberikan perubahan-perubahan terhadap suatu wilayah khusunya di Tanjung Binga Kecamatan sijuk.

Sebagai putra daerah Kabupaten Belitung, peneliti tertarik untuk mengkaji sejarah lokal yang ada di Kabupaten Belitung. Adanya penelitian ini dapat memberikan suatu pengetahuan baru tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat Tanjung Binga akibat adanya pengembangan kawasan wisata bahari. Dengan adanya pengembangan kawasan wisata bahari di Tangjung Binga yang berbasis masyarakat ini, seharusnya bisa meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Namun secara umum, masyarakat Tanjung Binga sendiri memiliki keterbatasan modal dan kurang menyadari tentang potensi wisata yang di miliki daerahnya untuk meningkatkan pendapatannya. Sehingga usaha-usaha dan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Tanjung Binga dalam kegiatan wisata bahari untuk meningkatkan pendapatannya kurang maksimal.

(16)

nelayan Tanjung Binga dengan keberadaan kawasan wisata yang kemudian berdampak pada kehidupan sosial ekonomi nelayan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan

permasalahan yang menjadi pokok kajian penulisan yaitu “Bagaimana Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Mayarakat Nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten

Belitung Tahun 1990-2011?”. Untuk membatasi ruang lingkup penulisan maka

penulis memfokuskan rumusan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat nelayan Tanjung Binga Kecamatan sijuk sebelum ditetapkan sebagai kawasan wisata bahari?

2. Bagaimana pengembangan kawasan wisata Tanjung Binga tahun 1990-2011?

3. Bagaimana dampak sosial ekonomi masyarakat nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk setelah dijadikan sebagai kawasan wisata bahari?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan. Bagitupun dalam penelitian ini memiliki tujuan tertentu. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskrisikan kondisi kehidupan nelayan Tanjung Binga di Kecamatan Sijuk, yang terdiri dari letak geografis dan administratif, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian serta agama

2. Mendeskripsikan pengembangan kawasan wisata bahari di Tanjung Binga dari tahun 1990 sampai 2011.

(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian mengenai keterlibatan pariwisata pesisir terhadap kehidupan masyarakat nelayan Tanjung Binga ini akan memberikan manfaat. Adapun manfaat yang di dapat dalam penelitian ini di antaranya:

1. Penelitian karya ilmiah ini diharapkan dapat memperkaya khazanah dalam penelitian tentang sejarah lokal yang dapat dijadikan sebagai sumber referensi penelitian-penelitian lainnya.

2. Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan gambaran mengenai perubahan kehidupan masyarakat nelayan akibat perkembangan pariwisata pesisir di kecamatan sijuk Kabupaten Belitung sehingga memotivasi para pelaku dan generasi muda menjaga dan melestarikannya.

3. Memberikan informasi bagi pihak lain yang akan mengkaji lebih lanjut mengenai sejarah lokal terutama di bidang perikanan dan pariwisata

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur Organisasi Penelitian penelitian merupakan sebuah gambaran secara menyeluruh mengenai penelitian yang dilakukan sampai pada proses penelitiannya. Data atau hasil yang didapatkan melalui proses observasi, kajian pustaka, studi dokumentasi, dan wawancara selanjutnya dikumpulkan kemudian diolah menjadi sebuah laporan yang terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta bagian terakhir yaitu simpulan dan rekomendasi. Selain itu dilengkapi pula dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

(18)

dicapai oleh peneliti, manfaat penelitian yang diharapkan oleh peneliti dengan dilakukannya penelitian ini, serta struktur organisasi dari penelitian juga dimuat pada bab pendahuluan.

Bab II Kajian Pustaka mengkaji literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pada kajian literatur ini peneliti memaparkan mengenai konsep-konsep yang digunakan serta tinjauan teoritis yang menunjang penelitian yang peneliti lakukan, yaitu mengenai “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Mayarakat Nelayan Tanjung

Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Tahun 1990-2011”.

Bab III memaparkan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun skripsi ini, yaitu metode historis. Tahapan yang peneliti lalui dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari: pertama, tahap persiapan penelitian yang meliputi pengajuan tema penelitian, menyusun rancangan penelitian, mengurus perizinan yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian, dan bimbingan. Kedua, pelaksanaan penelitian dengan menerapkan metode historis yang meliputi heuristik atau pengumpulan sumber berupa sumber tertulis, arsip, gambar, dan peta, kemudian kritik atau analisis sumber berupa kritik eksternal maupun internal, lalu interpretasi atau penafsiran atas sumber yang telah melalui tahap kritik. Terakhir adalah historiografi yang merupakan tahapan penelitian sejarah. Selanjutnya, langkah- langkah penyusunan laporan penelitian yang terdiri dari teknik penelitian laporan dan langkah-langkah penyusunan laporan penelitian yang sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar serta pedoman penelitian skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.

(19)

bahari di Tanjung Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung. Pembahasan terakhir mengenai dampak dari pengembangan kawasan wisata bahari terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat nelayan Tanjung Binga.

Bab V Kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, dimana peneliti memberikan suatu kesimpulan mengenai

hasil penelitian “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Mayarakat Nelayan Tanjung Binga

Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Tahun 1990-2011”. Bab ini menyajikan

penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan dari penelitian secara keseluruhan. Simpulan ini menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah yang relevan dengan tema yang diangkat. Sehingga nanti akan memunculkan saran-saran yang direkomendasikan untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah selanjutnya, terutama mengenai permasalahan dengan tema yang serupa.

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai metode serta teknik penelitian yang digunakan peneliti untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan skripsi yang berjudul “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Binga

Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Tahun 1990-2011”. Metode yang

digunakan untuk mengkaji penelitian yaitu dengan menggunakan metode historis dibantu dengan studi dokumentasi, studi literatur dan wawancara sebagai teknik penelitiannya. Metode sejarah digunakan untuk menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottsclak, 1986: 32). Pendapat lainnya mengenai metode sejarah ialah dari Sjamsuddin (1996: 63) bahwa metode sejarah ialah suatu proses pengkajian, penjelasan, penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau. Lebih lanjut mengenai metode historis dikemukakan oleh Edson dalam Supardan (2007: 306), bahwa :

Metode historis menggambarkan permasalahan atau pertanyaan untuk diselidiki; mencari sumber tentang fakta historis; meringkas dan mengevaluasi sumber-sumber historis; dan menyajikan fakta-fakta yang bersangkutan dalam suatu kerangka interpretatif.

(21)

a. Heuristik, merupakan sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau mencari materi sejarah atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007: 86). Tentunya sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan penelitian, dimana nantinya sumber yang ditemukan dapat menceritakan kepada kita baik secara langsung maupun tidak langsung terkait aktivitas manusia pada periode yang telah lalu. Dalam proses mencari sumber-sumber ini, peneliti mengunjungi berbagai perpustakaan, berbagai toko buku, browsing internet serta berusaha mencari tulisan-tulisan yang sejaman dalam surat kabar dan berkaitan dengan inti bahasan penelitian.

b. Kritik, sumber-sumber sejarah yang ditemukan diteliti lebih lanjut baik itu konten tulisan maupun bentuknya yaitu dilakukannya kritik internal dan eksternal. Kritik internal dilakukan peneliti untuk melihat kelayakan konten dari sumber-sumber yang telah didapatkan untuk selanjutnya dijadikan bahan untuk penelitian dan penelitian skripsi. Kritik eksternal dilakukan untuk melihat bentuk dari sumber-sumber yang ditemukan, peneliti berusaha melakukan kajian terhadap sumber-sumber yang diperoleh dan tentunya berkaitan dengan topik penelitian.

(22)

d. Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penelitian. Dalam kegiatan ini peneliti menyajikan hasil temuan pada tahapan heuristik, kritik, dan interpretasi yang dilakukan sebelumnya dengan cara menyusunnya menjadi sebuah tulisan yang jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti dan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah serta kaidah penelitian yang baik dan benar.

Agar metode sejarah memiliki makna yang utuh dan komprehensip, maka dalam melaksanakan penelitian sejarah sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :

1. Dalam historiografi diperlukan pendekatan fenomenologis yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman pelaku sendiri.

2. Pengungkapan yang bersifat reflektif, sehingga dimungkinkan tetap adanya kesadaran akan subjektivitas diri sendiri, seperti kepentingan, perhatian, logika, metode, serta latar belakang historisnya.

3. Bersifat komprehensip sehingga memiliki relavensi terhadap realitas sosial dari berbagai tingkat dan ruang lingkup.

4. Perlu pula memiliki relavensi terhadap kehidupan praktis.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pada dasarnya terdapat suatu kesamaan dalam menjelaskan metode historis ini. Pada umumnya langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ini adalah pengumpulan sumber, menganalisis dan mengajikannya dalam bentuk karya tulis ilmiah.

Untuk mempertajam analisis dalam penelitian maka peneliti mengunakan pendekatan interdisipliner. Arti dari pendekatan interdisipliner disini adalah suatu pendekatan yang meminjam konsep pada ilmu-ilmu sosial lain seperti geografi, sosiologi, budaya dan ekonomi. Konsep-konsep yang dipinjam dari ilmu sosiologi seperti status sosial, kesenjangan sosial, peranan sosial, perubahan sosial dan lainnya. Sedangkan konsep-konsep dari ilmu ekonomi seperti pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, kesejahteraan masyarakat nelayan, kebutuhan, dan pasar.

(23)

dalam upaya mengumpulkan informasi berkaitan dengan masalah penelitian yang dikaji, teknik tersebut ialah :

a. Studi literatur, teknik ini dilakukan dengan membaca dan mengkaji buku-buku serta artikel yang dapat membantu peneliti dalam memecahkan masalah yang dikaji yaitu mengenai masyarakat nelayan dan perkembangan pariwisata. Berkaitan dengan ini, dilakukan kegiatan kunjungan pada perpustakaan-perpustakaan di UPI, perpustakaan Batu api di Jatinangor, Badan Kepustakaan dan Kearsipan Daerah (BAPUSIPDA) Jawa Barat, dan Perpustakaan di Belitung yang mendukung dalam penelitian ini. Setelah berbagai literatur terkumpul dan cukup relavan sebagai acuan penelitian maka peneliti mempelajari, mengkaji dan mengidentifikasi serta memilih sumber yang relavan dan dapat digunakan dalam penelitian.

b. Studi dokumentasi, teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan data baik berupa data angka maupun gambar. Dalam hal ini dilakukan pengkajian terhadap arsip-arsip yang telah ditemukan berupa data tersebut.

(24)

persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti.

Pengunaan wawancara sebagai teknik untuk memperoleh data berdasarkan pertimbangan bahwa priode yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini masih memungkinkan didapatkannya sumber lisan mengenai perubahan sosial budaya masyarakat nelayan Tanjung Binga. Selain itu nara sumber mengalami, melihat dan merasakan sendiri permasalahan yang menjadi objek kajian sehingga sumber yang akan diperoleh akan menjadi objektif. Teknik wawancara yang digunakan erat kaitannya dengan sejarah lisan (oral history). Sejarah lisan yaitu ingatan tangan pertama yang dituturkan sejarah lisan oleh orang-orang yang diwawancara sejarahwan (Sjamsuddin, 2007 :78). Dalam teknik wawancara peneliti mendapatkan informasi dari para responden dan informan yang mengetahui tentang perihal tersebut, seperti tokoh masyarakat, nelayan, pedagang, pengusaha, dan masyarakat setempat sekitar serta dinas pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Belitung.

Dalam melakukan sebuah penelitian, peneliti menggunakan beberapa langkah penting yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah, yaitu :

a. Memilih sebuah topik yang sesuai;

b. Mengusut semua evidensi yang relevan dengan topik penelitian yang diangkat;

c. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika proses penelitian berlangsung;

d. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan dalam hal ini dilakukan sebuah kritik terhadap sumber;

e. Menyusun hasil-hasil penelitian menjadi sebuah pola yang benar sejalan dengan sistematika yang berlaku dan telah dipersiapkan sebelumnya; f. Menyajikan hasil penelitian menjadi sebuah gambaran yang dapat menarik

(25)

Dalam penelitian skripsi ini, peneliti berusaha menjabarkan langkah-langkah penelitian dengan menggunakan metode historis tersebut menjadi tiga bagian, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penelitian laporan penelitian.

3.1 Persiapan Penelitian

Pada tahap ini ada beberapa hal yang dilakukan dalam penyusunan penelitian penelitian. Pertama ialah setelah peneliti membaca berbagai literatur, peneliti memilih dan menentukan topik penelitian yang akan dikaji. Peneliti mencari berbagai sumber tertulis yang relevan dan mempunyai korelasi dengan permasalahan yang dikaji, baik dari buku, artikel, makalah, jurnal dan hasil karya ilmiah lainnya. Selanjutanya topik tersebut diajukan kepada Tim Pertimbangan Penelitian Skripsi Departemen Pendidikan Sejarah (TPPS). Adapun berbagai persiapan penelitian terdiri dari beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu :

3.1.1 Pengajuan Tema Penelitian

Tahap awal, peneliti mengajukan usul penelitian kepada Tim Pertimbangan dan Penelitian Skripsi (TPPS) yang secara khusus menangani masalah penelitian skripsi di Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Judul yang diajukan saat itu mengenai “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung

Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Tahun 1990-2011”. Setelah

pengajuan judul tersebut disetujui oleh pihak TPPS, tahap selanjutnya melakukan rancangan penelitian dalam bentuk proposal skripsi, untuk diajukan dan diseminarkan kepada calon pembimbing skripsi I dan calon pembimbing skripsi II.

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

(26)

penelitian berupa proposal skripsi, proposal skripsi yang disusun mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh bagian akademik Departemen Pendidikan Sejarah maupun Universitas Pendidikan Indonesia. Rancangan penelitian ini kemudian dijabarkan dalam bentuk proposal penelitian skripsi yang diajukan kembali kepada Tim Pertimbangan Penelitian Skripsi (TPPS) untuk dipersentasikan dalam seminar pada tanggal 7 februari 2014. Adapun proposal penelitian tersebut pada dasarnya berisi tentang :

a. Judul penelitian

b. Latar belakang masalah penelitian

c. Rumusan masalah penelitian serta batasan masalah d. Tujuan penelitian

e. Manfaat penelitian

f. Tinjaun pustaka, merupakan penggunaan teori serta kajian terhadap buku yang digunakan dalam penelitian.

g. Metode dan teknik penelitian h. Struktur Organisasi skripsi i. Daftar pustaka

Rancangan penelitian yang telah dirangkai dalam bentuk proposal diajukan kepada TPPS untuk ditelaah. Kemudian setelah melakukan revisi, melalui surat keputusan TPPS No.04/TPPS/JPS/PEM/2014, seminar proposal skripsi diselenggarakan pada tanggal 7 februari 2014S sekaligus penunjukan Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum sebagai dosen pembimbing skripsi I dan Dra. Lely Yulifar, M.Pd sebagai dosen pembimbing skripsi II dalam penelitian skripsi ini.

3.1.3 Persiapan Perizinan penelitian

Perlengkapan yang harus disiapkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian adalah segala fasilitas penunjang untuk kelancaran penelitian skripsi. Untuk mendapatkan hasil yang baik, harus direncanakan rancangan penelitian yang dapat berguna bagi kelancaran penelitian dengan perlengkapan penelitian. Adapun perlengkapan penelitian ini antara lain :

A. Surat izin penelitian dari DEKAN I FPIPS UPI Bandung B. Instrument wawancara

C. Alat perekam D. Kamera digital

(27)

Perlengkapan penelitian berikutnya yang sangat penting adalah surat keputusan izin penelitian dari pihak dekan UPI Bandung. Surat keputusan izin penelitian ini digunakan peneliti sebagai surat pengantar yang bertujuan dan berfungsi mengantarkan atau menjelaskan kepada suatu instasi atau perorangan bahwa peneliti sedang melaksanakan suatu penelitian dengan harapan agar instansi tersebut dapat memberikan informasi data dan fakta yang peneliti butuhkan selama proses penelitian.

3.1.4 Proses Bimbingan

Dalam tahap ini, peneliti melakukan proses bimbingan dalam penelitian laporan penelitian yang dikerjakan dengan dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II. Bimbingan ini diperlukan untuk menentukan langkah–langkah yang tepat tentang proses pengerjaan skripsi ini melalui jalan diskusi dan bertanya mengenai permasalahan yang peneliti temukan di tempat penelitian sehingga diperoleh arahan dan masukan ketika penelitian skripsi.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian merupakan salah satu tahapan penting dari sebuah proses penelitian. Dalam tahapan ini, terdapat serangkaian langkah-langkah yang harus dilakukan berdasarkan metode historis, yaitu heuristik, kritik (internal dan eksternal) dan interpretasi. Adapun uraian dari ketiga tahap tersebut ialah sebagai berikut :

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

(28)

buku-buku yang berkaitan dengan penelitian skripsi yang berjudul “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Tahun

1990-2011”.

Dalam artian peneliti menggunakan teknik studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara. Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan untuk meneliti dan mempelajari buku-buku dan berbagai tulisan penelitian yang berhubungan dan relevan dengan permasalahan penelitian, studi dokumentasi di mana peneliti juga mempelajari dokumen-dokumen atau sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik yang dikaji, dan wawancara merupakan sebuah kegiatan penelitian untuk mencari informasi dari berbagai tokoh dan berkaitan dengan topik melalui instrumen wawancara yang sudah dipersiapkan.

Proses pencarian sumber-sumber tersebut dilakukan dengan cara mengunjungi beberapa perpustakaan yang terdapat di Bandung dan Belitung, seperti Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, perpustakaan Batu Api di Jatinangor dan Badan Kepustakaan dan Kearsipan Daerah (BAPUSIPDA) Jawa Barta. Peneliti juga mencari dan membeli beberapa buku baik secara online maupun yang terdapat di beberapa toko buku seperti toko buku Toga Mas, toko buku Gramedia, toko buku Palasari. Selain dari pencarian buku, peneliti juga berusaha untuk mencari dan mempelajari surat kabar yang sejaman dengan inti permasalahan penelitian, artikel yang terdapat dalam berbagai situs internet serta berbagai terbitan jurnal. Peneliti juga mencari data tertulis sesuai judul skripsi yang diperoleh melalui instansi-instansi di Kabupaten Belitung. Instansi-instansi yang dikunjungi diantaranya:

1. Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudyaan Kabupaten Belitung, guna memeperoleh data mengenai perkembangan pariwisata di Tanjung Binga Kecamatan Sijuk dari tahun 1990-2011.

(29)

3. Kantor Desa Tanjung Binga, guna memperoleh data mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa nelayan Tanjung Binga, tingkat pendidikan dan tingkat kesejahterannya.

Terbatasnya sumber tertulis yang menerangkan mengenai perkembangan kawasan wisata bahari dan dampaknya terhadap masyarakat nelayan Tanjung Binga Kecamatan sijuk. Disebabkan kurangnya penelitian sejarah pada tingkat lokal. Sehingga tidak ada catatan tentang perkembangan pariwisata secara khusus. Oleh karena itu digunakanlan teknik wawancara untuk meminta keterangan lebih lanjut pada pihak-pihak terkait.

Sumber lisan memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya sebagai sumber sejarah yang lainya. Dalam mengali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu mengajukan beberapa pertanyaan yang relavan dengan pertanyaan yang dikaji kepada pihak-pihak terkait. Dalam mengumpulkan sumber lisan, dimulai dengan mencari narasumber yang relavan agar dapat menemukan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji melalui teknik wawancara. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara narasumber melalui pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan ketentuan yang didasarkan pada faktor mental dan fisik (kesehatan), prilaku (kejujuran dan sifat sombong) serta kelompok usia yaitu umur yang cocok, tepat dan memadai.

(30)

Menurut Koentjaraningrat (1997: 138-139) teknik wawancara dibagi menjadi dua bagian :

1. Wawancara terstruktur atau berencara terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diselidiki untuk diwawancara diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan urutan yang seragam.

2. Wawancara tidak terstruktur atau tidak berencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti.

Dalam melakukan wawancara di lapangan, peneliti mengunakan kedua teknik wawancara tersebut. Hal itu digunakan agar informasi yang ditulis dapat lebih lengkap dan mudah diolah. Selain itu, dengan pengabungan dua teknis wawancara tersebut peneliti tidak kaku dalam bertanya dan narasumber menjadi lebih bebas dalam mengungkapkan berbagai informasi yang disampaikannya.

Sebelum wawancara dilakukan, disiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Daftar pertanyaan tersebut dijabarkan secara garis besar. Pada pelaksanannya, pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan sehingga pembicaraan sesuai dengan pokok permasalahan. Apabila informasi yang diberikan oleh narasumber kurang jelas, maka peneliti mengajukan kembali pertanyaan yang masih terdapat dalam kerangka pertanyaan besar. Pertanyaan-pertanyaan itu diberikan dengan tujuan untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa sehingga informasi menjadi lebih lengkap. Teknik wawancara ini berkaitan erat dengan pengunaan sejarah lisan (oral history), seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo (2003 :26-28) yang mengemukakan bahwa :

Sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal sejarah lisan tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali permasalahan sejarah bahkan zaman modern ini yang tidak tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan membuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melstarikan kejadian-kejadian individual dan yang unik yang dialami oleh seorang atau segolongan selain sebagai metode, sejarah lisan digunakan sebagai sumber sejarah.

(31)

mengenai kondisi umum kehidupan masyarakat desa Tanjung Binga khususnya kehidupan masyarakat nelayan. Kemudian pertanyaan selanjutnya mengarah kepada perubahan sosial ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar sejak adanya pengembangan kawasan wisata. Hasil dari jawaban-jawaban yang diungkapkan oleh beliau, peneliti menemukan suatu letak sinkronisasi antara teori perubahan sosial dengan kenyataan di lapangan.

Wawancara kedua dilakukan kepada salah seorang nelayan (pemilik kapal) dan seorang nelayan buruh, peneliti mengajukan pertanyaan mengenai kehidupan sosial ekonomi nelayan. Kemudian peneliti bertanya tentang perubahan sosial ekonomi yang dirasakan setelah adanya pengembangan kawasan wisata di Tanjung Binga. Selanjutnya peneliti mewawancari masyarakat sekitar kawasan pesisir dan sekitar kawasan wisata mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat sebelum dan selatak adanya pengembangan kawsan wisata.

Selanjutnya peneliti mewawancarai salah satu staf dari dinas kebudayaan dan pariwisata kabupaten Belitung yakni kepala urusan Humas. Peneliti menanyakan beberapa pertanyaan mengenai perkembangan pariwisata di kabupaten Belitung. Kemudian peneliti bertanya tentang kondisi umum mengenai pariwisata yang ada di Tanjung Binga Kecamatan Sijuk.

Hasil wawancara dengan para narasumber di atas kemudian disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaahan serta pengklafikasian terhadap sumber-sumber informasi. Sehingga benar-benar dapat diperoleh sumber yang relavan dengan masalah penelitian yang dikaji.

(32)

3.2.2 Kritik Sumber

Langkah kedua setelah melakukan heuristik dalam penelitiannya, peneliti tidak lantas menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Peneliti harus melakukan penyaringan secara kritis terhadap sumber-sumber yang diperoleh, terutama terhadap sumber-sumber primer, agar menjadi fakta yang terjaring pilihannya. Langkah-langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik terhadap materi sumber maupun isi sumber. Dalam tahapan ini data-data yang telah diperoleh berupa sumber tulisan maupun sumber lisan disaring dan dipilih untuk nilai dan diselidiki kesesuaian sumber, keterkaitan dan keobjektifannya. Dalam bukunya Sjamsuddin (2007 : 133) terdapat lima pertanyaan yang harus digunakan untuk mendapatkan kejelasan keamanan sumber-sumber mengingat semua data yang diperoleh dari sumber tertulis atau lisan tidak mempunyai tingkat yang sama yaitu :

1. Siapa yang mengatakan itu ?

2. Apakah dengan satu atau cara yang lain kesaksian itu telah diubah ? 3. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya ? 4. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang

kompeten. Apakah ia mengetahui fakta ?

5. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu ?

Fungsi kritik sumber erat kaitannya dengan tujuan sejarahwan itu dalam rangka mencari kebenaran. Sejarahwan diharapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar, apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil (Sjamsuddin, 2007 :131). Dengan kritik ini maka akan memudahkan penelitian dalam karya ilmiah yang benar-benar objektif tanpa rekayasa sehingga dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan. Adapun kritik yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :

3.2.2.1 Kritik Eksternal

(33)

dapat dipercaya pengetahuan kita mengenai suatu sumber, akan makin asli sumber itu. Dalam hubungannya dengan historiografi otentitas suatu sumber mengacu kepada masalah sumber primer dan sumber skunder. Maka konsep otentitas memiliki derajat tertentu, dan terdapat tiga kemungkinan otentitas suatu sumber, yakni sepenuhnya asli, sebagian asli dan tidak asli. Dalam hubungan ini dapat diinterpretasikan bahwa sumber primer adalah sumber yang sepenuhnya asli, sedangkan sumber sekunder memiliki derajat keahlian tertentu.

Kritik eksternal merupakan suatu penelitian atas asal-usul dari sumber. Suatu pemeriksaan atas catatan-catatan atau hasil dari wawancara itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi. Selain itu juga guna mengetahui apakah pada suatu waktu sejak awal mulanya sumber tersebut telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak.

Peneliti melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan yaitu dengan cara mengidentifikasi narasumber apakah mengetahui, mengalami, atau melihat peristiwa yang menjadi objek kajian dalam penelitian. Adapun faktor-faktor yang diperhatikan dari narasumber yaitu usia narasumber yang disesuaikan dengan tahun kajian peneliti (1990-2011). Kemudian kesehatan mental maupun fisik dan kejujuran narasumber, pendidikannya, kedudukannya, pekerjaannya, tempat tinggal, serta keberadaannya pada saat adanya pengembangan kawasan wisata. Proses ini dilakukan karna semua data yang diperoleh dari sumber tertulis maupun sumber lisan tingkat keberadaannya tidak sama.

Kritik eksternal terhadap sumber tertulis dilakukan dengan cara memilih buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dikaji. Kritik terhadap sumber-sumber buku tidak terlalu ketat dengan pertimbangan bahwa buku-buku yang peneliti pakai merupakan buku-buku hasil cetakan yang di dalamnya membuat nama penerbit, nama peneliti dan tahun terbit, dan tempat di mana buku tersebut diterbitkan. Kriteria tersebut dapat dianggap sebagai suatu jenis pertangungjawaban atas buku yang telah diterbitkan.

3.2.2.2 Kritik Internal

(34)

mengkomparasikan dan melakukan cross check diantara sumber yang diperoleh. Kritik internal merupakan suatu cara pengujian yang dilakukan terhadap aspek dalam yang berupa isi dari sumber. Dalam tahapan ini peneliti melakukan kritik internal baik terhadap sumber-sumber tertulis maupun terhadap sumber lisan.

Kritik internal terhadap sumber-sumber tertulis yang telah diperoleh berupa buku-buku referensi dilakukan dengan membandingkanya dengan sumber lain namun terdapat sumber yang berupa arsip tidak dilakukan kritik dengan angapan bahwa telah ada lembaga yang berwenang untuk melakukannya. Dengan kata lain bahwa kritik ekstern terhadap sumber tertulis bertujuan untuk menguji keaslian dokomen, sedangkan kritik intern menguji makna isi dokumen atau sumber tertulis tersebut (Shafer, 1974 : 177-179). Kritik internal bertujuan untuk mengetahui kelayakan sumber yang telah diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan narasumber sebagai sumber sejarah yang berhubungan dengan permasalahan yang peneliti teliti. Sebagai langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan kritik internal dalam sumber lisan adalah dengan melihat kualitas informasi yang dipaparkan oleh narasumber, konsistensi pemaparan dalam menyampaikan informasi tersebut, serta kejelasan dan keutuhan informasi yang diberikan oleh narasumber. Karena semakin konsisten informasi yang diberikan oleh narasumber akan semakin menentukan kualitas sumber tersebut dan juga dapat dipertangung jawabkan.

Kritik internal terhadap sumber lisan ini pada dasarnya dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara antara narasumber yang satu dengan narasumber yang lainnya sehingga peneliti mendapatkan data dan informasi mengenai perubahan sosial ekonomi masyarakat nelayan Tanjung Binga. Setelah peneliti melakukan kaji banding pendapat narasumber yang satu dengan yang lainya dan membandingkan pendapat narasumber dengan sumber tertulis maka akan diperoleh kebenaran fakta-fakta yang didapat dari sumber tertulis maupun sumber lisan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

(35)

telah dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteran masyarakat khususnya masyarakat nelayan Tanjung Binga. Kemudian peneliti membandingkannya dengan hasil observasi langsung saat mendatangi objek penelitian. Karena biasanya kepala atau staf sebagai salah satu instansi bagian pemerintahan, akan selalu memberikan informasi yang bagus-bagus, demi nama baik instansi yang terkait. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kebenaran dari fakta yang didapat baik dari sumber tertulis maupun sumber lisan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Adapun kritik internal untuk sumber tertulis dilakukan peneliti dengan membandingkan dan mengkonfirmasi berbagai informasi dalam suatu sumber dengan sumber lain yang memabahas masalah serupa. Selain itu juga peneliti melalukan proses perbandingan antara sumber tertulis dengan sumber lisan yang didapat oleh peneliti. Tahap ini bertujuan bertujuan untuk memilah-milah data dan fakta yang berasal dari sumber primer dan skunder yang diperoleh sesui dengan judul penelitian.

3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)

Setelah dilakukannya kegiatan kritik terhadap sumber yang dikumpulkan, peneliti menempuh langkah selanjutnya yaitu interpretasi atau penafsiran sumber. Tahap ini merupakan tahap pemberian makna terhadap data-data yang telah melalui tahap kritik menjadi fakta-fakta, yang diperoleh dalam penelitian. Upaya penyusunan fakta-fakta disesuaikan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian. Setelah fakta-fakta tersebut dirumuskan dan disimpulkan berdasarkan data yang berhasil diperoleh, maka kemudian fakta tersebut kemudian disusun dan ditafsirkan. Suatu fakta dihubungkan dengan fakta lainnya, sehingga menjadi sebuah rekonstruksi yang memuat penjelasan dari berbagai pokok-pokok permasalahan.

(36)

sosiologis, dan penafsiran sintesis). Kedua, kemauan bebas manusia serta kebebasan manusia mengambil keputusan (Sjamsuddin, 2007: 164-171).

Pada tahapan ini peneliti berusaha memilah dan menafsirkan setiap fakta yang dianggap sesuai dengan bahasan dalam penelitian. Setiap fakta-fakta yang diperoleh dari sumber primer yang diwawancarai dibandingkan dan dihubungkan dengan fakta lain yang diperoleh baik dari sumber tertulis maupun sumber lisan. Hal ini di lakukan untuk mengantisipasi sebagian data yang diperoleh tidak mengalami penyimpangan. Setelah fakta-fakta tersebut dapat diterima dan dihubungkan dengan fakta lainnya maka rangkaian fakta tersebut diharapkan dapat menjadi sebuah rekonstruksi yang menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat desa nelayan Tanjung Binga Kecamatan sijuk.

Menurut penafsiran peneliti berdasarkan data-data yang peneliti peroleh dari hasil penelitian, bahwa perkembangan industri pariwisata merupakan hal biasa bagi setiap orang dan dengan keberadaan kawasan wisata dengan berbagai objek wisata di dalamnya, setiap orang mempunyai harapan mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun kenyatan di lapangan justru masih banyak dari masyarakat terutama masyarakat nelayan Tanjung Binga yang seharusnya merasakan dampak positif dari segi sosial dan ekonominya tetapi malah sebaliknya.

(37)

maupun kedalamannya akan terlihat. Penggunaan konsep-konsep tersebut membantu peneliti dalam menjelaskan tentang kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi pada masyarakat nelayan dan sekitar kawasan wisata. Sehingga dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang dibahas.

3.2.4 Historiografi

Tahapan ini merupakan hasil dari upaya peneliti dalam mengerahkan kemampuan menganalisis dan mengkritisi sumber yang diperoleh dan kemudian dihasilkan sintesis dari penelitiannya yang terwujud dalam penelitian skripsi dengan judul “Perkembangan Kawasan Wisata Bahari dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk

Kabupaten Belitung Tahun 1990-2011”. Tahap ini merupakan langkah terakhir

dari keseluruhan prosesdur penelitian. Tahap terakhir ini disebut historiografi. Historiografi merupakan hasil rekonstruksi melalui proses pengujian dan penelitian secara kritis terhadap sumber-sumber sejarah (Ismaun, 2005: 28-32).

Pada tahap ini seluruh hasil penelitian yang berupa data-data dan fakta-fakta yang telah mengalami proses heuristik, kritik dan interpretasi dituangkan oleh peneliti ke dalam bentuk tulisan. Dalam historiografi ini peneliti mencoba untuk menghubungkan keterkaitan antara fakta-fakta yang ada sehingga menjadi satu penelitian sejarah.

(38)
(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Desa Tanjung Binga merupakan salah satu kawasan yang berada di zona pusat pengembangan pariwisata di Belitung yaitu terletak di Kecamatan Sijuk kawasan pesisir barat-utara. Letaknya sangat strategis untuk selalu dikunjungi oleh wisatawan karena kawasan ini merupakan bagian penting dalam penyusunan paket wisata. Desa Tanjung Binga adalah kawasan pantai yang memiliki ekosistem yang unik serta kehidupan tradisional masyarakat nelayan setempat. Untuk mendukung pengembangan wisata bahari di Tanjung Binga, sarana dan prasarana, sumber daya dan promosi harus saling melengkapi. Hal ini agar terjadi keseimbangan antara objek sebagai produk wisata dengan masyarakat sebagai sumber daya manusia yang akan terlibat dalam pariwisata.

Dengan potensi kekayaan laut yang dimiliki menjadikan Tanjung Binga sebagai salah satu tempat wisata yang indah. Dengan dijadikannya Tanjung Binga sebagai kawasan wisata, diharapkan mampu menjadi andalan perekonomian selain di bidang perikanan. Dengan adanya potensi alam yang melimpah dapat dijadikan modal dalam pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat nelayan. Potensi yang besar tidak akan habis dalam menghidupi masyarakat nelayan dalam memenuhi kebutuhan dan sekaligus dapat memutuskan hubungan dengan pedagang yang cenderung merugikan.

(40)

Partisipasi masyarakat nelayan Tanjung Binga pun mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat nelayan. Partisipasi masyarakat nelayan merupakan wujud dari kepedulian masyarakat terhadap program yang dimiliki, karena masyarakatlah yang lebih mengerti apa yang diinginkannya. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan maka akan semakin mudah karena pelaksanaan program mengetahui apa yang menjadi kehendak masyarakat

Pengembangan wisata bahari di Desa Tanjung Binga ditanggapi positif oleh masyarakat setempat. Sektor ini dijadikan sebagai sarana untuk usaha dalam menghadapi krisis ekonomi. Sehingga mulai muncul mata pencaharian dibidang wisata yang terdiri dari mata pencaharian masyarakat di bidang perdagangan, jasa dan akomodasi, budidaya perikanan, home industri, warung, rumah makan, instansi swasta, pemerintahan dan lain-lain.

Namun kondisi ekonomi masyarakat Tanjung Binga sebelum adanya pengembangan wisata bahari dan setelah pengembangan wisata bahari sebagian besar adalah sebagai nelayan. Kondisi ekonomi masyarakat Tanjung Binga setelah adanya pengembangan wisata bahari tidak penurunan jumlah nelayan Tanjung Binga. Bahkan jumlah masyarakat yang bekerja sebagai nelayan meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi pengembangan kawasan wisata bahari di Tanjung Binga relatif kecil.

(41)

Kedua, Kekurangan dana/modal merupakan alasan klasik suatu pemberdayaan tidak dapat berjalan dengan baik serta belum memenuhi kebutuhan nelayan. Berdasarkan data wawancara, dana yang dianggarkan dalam pemberdayaan keterlibatan masyarakat nelayan di Tanjung Binga dalam kegiatan wisata bahari belum dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Hal ini dikarnakan bahwa setiap program pemberdayaan masyarakat nelayan yang menerima bantuan adalah sebagian orang tertentu, sehingga program yang telah dilaksanakan hanya dinikmati oleh sebagian nelayan. Nelayan yang belum mendapat bantuan tetap pada posisi tak berdaya. Dana/modal merupakan salah satu pendorong keterlibatan masyarakat nelayan dalam kegiatan wisata bahari agar dapat berjalan dengan baik. Kekurangan dana akan menjadi penghambat dalam keterlibatan karena bantuan yang diberikan tidak dapat menjangkau semua nelayan, dengan keadaan seperti itu kemiskinan tetap saja berlangsung, seharusnya dana yang dianggarkan bisa dinikmati semua nelayan

(42)

5.2 Saran dan Rekomendasi

Penulisan skripsi yang dikaji oleh peneliti mengenai perkembangan kawasan wisata bahari dan dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan Tanjung Binga pada tahun 1990-2011 merupakan sejarah lokal yang berkaitan tema dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kajian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi pembaca mengenai sejarah lokal, serta memperkaya pengetahuan mengenai sejarah perkembangan kawasan wisata dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung. Kajian ini juga dapat menjadi referensi khususnya bagi pengajaran dalam dunia pendidikan. Karena kajian ini terdapat dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat Sekolah Menengah Atas.

Kajian ini terdapat pada Kompetensi Dasar program Sejarah Indonesia Kurikulum 2013, diantaranya yaitu: “3.8 mengevaluasi kehidupan politik dan

ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru” dan “melakukan penelitian

sederhana tentang kehidupan politik ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis”. Skripsi ini dapat dijadikan referinsi bagi siswa dalam menganalisis pengaruh kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah pada masa Orde Baru. Standar

Kompetensi lain yang berkaitan dengan tema skripsi ini yaitu: “3.8 mengevaluasi

kehidupan politik ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal reformasi” dan

“melakukan penelitian sederhana tentang kehidupan politik ekonomi bangsa

Indonesia pada masa awal reformasi dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis”. Skripsi ini dapat dijadikan referinsi bagi siswa dalam menganalisis dampak kebijakan ekonomi pemerintah daerah pada awal reformasi. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan Tanjung Binga Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung.

(43)

hendaknya lebih banyak melibatkan masyarakat nelayan untuk bergabung ke objek wisata tersebut agar menambah pengahasilan nelayan. Perda kepariwisataan dan perizinan pengembangan kawasan wisata juga perlu diperhatikan, dengan lebih menambah sarana wisata agar menarik wisatawan untuk berkunjung di objek wisata tersebut.

Sehubungan dengan dijadikannya Tanjung Binga sebagai desa wisata dan merupakan pusat tujuan wisata di Kecamatan Sijuk yang saat ini sarana pendukung pariwisatanya masih belum maksimal. Oleh karena baik pemerintah, pihak terkait, maupun masyarakat sekitar harus bersama-sama memaksimalkan dan membenahi sarana prasarana serta fasilitas pendukung parwisata. Mengingat bahwa aksesbilitas dari sebuah objek wisata juga turut menentukan jumlah dari kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang datang berkunjung.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, D. (1999). Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta : PT. Logos

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Penerjemah: Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI-Press

Ismaun. 2005. Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Historia Utama Press

Koentjaraningrat. (1997). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta : Tirta Wacana Yogya

Kuntowijoyo. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.

Kusnadi. (2000). Nelayan Strategi dan Jaringan Sosial. Yogyakarta: Humaniora Utama Press

. (2003). Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LkiS.

.(2009). Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mubyarto. (1984). Nelayan dan Kemiskinan. Jakarta: Rajawali Pers.

Mulyadi. (2007). Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

(45)

Pendit. (2002). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar. Jakarta : Pradya Paramita. Pitana, I Gede dan Gayatri. (2005). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit

Andi

Ridiawan, Hari dan Purna. (1991). Dampak Pariwisata terhadap Masyarakat Sekitarnya. Yogyakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan

Sadly, Hasan. (1980). Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. Pembangunan.

Satria, Arif. (2002). Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: PT Pustaka Cidesindo.

Shafer, Robert Jones. (1974). A Guide to Historical Method. Illionis : The Dorsey Press.

Sjamsuddin, Helius. (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta: Depdikbud Direktorat Pendidikan Tinggi Proyek Tenaga Akademik.

Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soekanto, Soerjono. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. (2007). Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Spillane, JJ. (1993). Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius

Spillane, JJ. (1994). Pariwisata Indonesia. Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Sumaatmadja, Nursid. (1986). Pengantar Studi Sosial. Bandung: ALUMNI

(46)

Supardan, D. (2007). Pengantar Ilmu Sosial, Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Pengantar : Prof. Dr. Said Hamid Hasan, M.A.. Jakarta: Bumi Aksara.

Susanto, Astrid S. (1983). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Bina Cipta.

Suwantoro, Gamal, SH. (1997). Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Suyanto & Karnaji. (2005). Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial: Ketika Pembangunan tak berpihak kepada rakyat miskin. Surabaya: Airlangga University Press

Undang-undang No.35 Tahun 2005 Tentang Pertambangan.

Undang-undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2000.

Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

UNESCO. (2009). Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Yoeti, Oka A. (1985). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa

Yoeti, Oka. A. (1996). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa

ARTIKEL JURNAL:

(47)

Mintaroem, Karjadi dan Farisi, imam. (2008). Aspek Sosial Budaya Pada Kehidupan Ekonomi Masyarakat Nelayan Tradisional (Studi pada Masyarakat Tradisional di Desa Bandaran, Pamekasan).

Waskito, Ari. (2013). Dampak Investasi Asing Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kepulauan Derawan. Journal Ilmu Hubungan Internasional, 1 (1), hlm. 16-25

Yozcu, Özen Kırant dan İçöz, Orhan. (2010). A Model Proposal on the Use of Creative Tourism Experiences in Congress Tourism and the Congress Marketing Mix. Special issue, PASOS, 8 (3)

DOKUMEN:

Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung. (1987). Belitung Dalam Angka Tahun 1987

. (1989). Belitung Dalam Angka Tahun 1989

. (1990). Belitung Dalam Angka Tahun 1990

. (2000). Belitung Dalam Angka Tahun 2000

. (2005). Belitung Dalam Angka Tahun 2005

. (2010). Belitung Dalam Angka Tahun 2010

. (2011). Belitung Dalam Angka Tahun 2011

(48)

. (2006). Rencana Detail Tata Ruang Dan Kawasan Kecamatan Sijuk. Belitung.

. (2010). Laporan akhir Rencana Terperinci Kawasan Terpadu Cepat Tumbuh Tanjung Binga. Bandung: PT Sae Citra Endah.

Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung. (2008). Revisi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Belitung 2008. Belitung:

Referensi

Dokumen terkait

respondents was very much related to the problem background of this research which was the influence of self concept on the performance of the students’

Metode Case Based Reasoning (CBR) yang diimplementasikan pada Sistem Pendukung Keputusan Konseling Siswa dapat memberikan solusi untuk masalah perilaku siswa,

[r]

[r]

Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 23 orang (57,5%) responden berada pada kategori kurang dalam hal asupan tiaminnya (<80% AKG), dan hanya 16 orang (40%)

Untuk dapat mencapai hasil internal audit dengan kategori baik, maka dalam pelaksanaan implementasi HACCP yang berkaitan dengan prinsip-prinsip HACCP harus

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Tindakan konkrit yang dilakukan oleh SD Santa Ursula guna pembentukan kepribadian disiplin yang utuh, berkelanjutan, dan berkesinambungan adalah dengan diadakannya program