TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU
SKRIPSI
Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia
oleh
Puji Nurharyanto
1100777
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT
CIREUNDEU
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Sosiologi
Oleh:
Puji Nurharyanto
1100777
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Puji Nurharyanto 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU
Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M. Hum., NIP. 1967092401990031001
Pembimbing II
Mirna Nur Alia A, S.Sos. M.Si NIP. 198303122010122008
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
ABSTRAK
TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU
Puji Nurharyanto
1100777
Era informasi menjadikan dunia menjadi satu jaringan informasi besar yang memungkinkan segalanya saling bertautan karena masyarakat dinamis demikian pula dengan budaya, hal tersebut menstimulus masyarakat untuk mengikuti proses transformasi sebagai akibat dari era informasi. Penelitian ini dilatar belakangi oleh meningkatnya partisipasi pendidikan anak-anak masyarakat adat Cireundeu dan tidak diakuinya Sunda wiwitan sebagai agama oleh Pemerintah. Penelitian ini dilakukan di Kampung Cireundeu Rukun Warga 10, Kelurahan Leuwigajah, Kota Cimahi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses transformasi yang terjadi pada nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Memakan rasi merupakan puasa bagi masyarakat adat Cireundeu penganut kepercayaan Sunda wiwitan namun tidak semua penganut kepercayaan Sunda wiwitan memakan rasi sebagai makanan pokoknya. Pemahaman masyarakat adat Cireundeu terhadap agama merupakan pemaknaan budaya. 2) Mulai meningkatnya partisipasi pendidikan masyarakat adat Cireundeu membuat mereka harus ikut serta mempelajari mata pelajaran agama tertentu di sekolah karena belum terdapatnya pengajar khusus bagi siswa penganut keyakinan Sunda wiwitan dan sebagai antisipasi agar tidak terpengaruh oleh keyakinan lain, para tokoh pemuda masyarakat adat Cireundeu mengadakan diskusi surasa sebagai pengganti mata pelajaran agama di luar sekolah yang dilaksanakan di Bale Adat setiap hari Sabtu jam lima sore. 3) Masyarakat adat Cireundeu mulai membuka diri untuk menikah dengan penganut agama lain sebagai upaya dalam menjamin masa depan mereka dan mendapatkan hak warga negara, selain itu masyarakat adat Cireundeu percaya bahwa pernikahan tidak bisa dipaksakan berdasarkan kehendak orang tua karena urusan jodoh merupakan takdir Tuhan. Tata cara pemakaman masyarakat adat Cireundeu penganut kepercayaan Sunda wiwitan mendapat pengaruh dari ajaran agama Islam dan agama Kristen. Berdasarkan hasil penelitian ini maka nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Cireundeu telah mengalami perubahan/transformasi.
ABSTRACT
TRANSFORMATION OF INDIGENOUS KNOWLEDGE OF INDIGENOUS PEOPLE OF
CIREUNDEU
Information era makes the world become big network information which is possible to link one another due to society and cultural are dynamic, it stimulates society and cultural to transform. This study is based on the higher of education participation indigenous people of Cireundeu and due to Sunda wiwitan is not considered as religion by the government. This study takes place in Kampung Cireundeu Rukun Warga 10, Kelurahan Leuwigajah, Kota Cimahi. The aim of this study is to find out transformation process on indigenous knowledge of indigeneous people of Cireundeu. This study is descriptive method with qualitative approach. Data is collected through observation, depth interview and documentation. The result of this study shows that (1) Eating rasi (cassava) is “fasting” for indigeneous people of Cireundeu who are believer of Sunda wiwitan but not all of Sunda wiwitan eat rasi as their main food. Their understanding about religion is to mean very deeply their ancient culture. (2) The higher of participation on indigenous people of Cirendeu in getting education makes them study some certain religion studies in school yet there is no special teacher for those who have faith in Sunda wiwitan and to get rid of children from other religion influences, adult figure in indigenous people of Cireundeu hold on discussion of surasa as the change their religion study outside school which is held on in Bale Adat every Saturday noon (5 pm). (3) Indigenous people of Cireundeu open themselves to marry other people who have different faith from them as attempt to guarantee their future and to get their civil right as citizen. Besides that, they believe that marriage can
not be forced by their parent’s will due to mate is god’s will not human’s. Indigenous people of Cireundeu’s way of funeral who have faith in Sunda wiwitan get affected by Islam and Christian’s
way of funeral. Based on conclusion of this study, indigenous knowledge of indigenous people of Cireundeu has transformed into new shape and new function.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
2.1 Teori Tindakan ... 8
2.2 Kerangka Teori Tindakan ... 8
2.3 Transformasi ... 9
2.4 Nilai ... 13
2.5 Kearifan Lokal ... 14
2.6 Masyarakat Adat ... 16
2.7 Kebudayaan ... 18
2.8 Sistem Kepercayaan Sebagai Salah Satu Unsur Kebudayaan ... 20
2.9 Sunda Wiwitan ... 21
2.10 Tradisi ... 23
2.11 Penelitian Terdahulu ... 26
2.12 Kerangka Berpikir ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Desain Penelitian ... 30
3.2 Metode Penelitian ... 31
3.4 Pengumpulan Data ... 33
3.5 Analisis Data ... 37
3.6 Pengujian Validitas ... 39
3.7 Tahap Penelitian ... 42
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Profil Lokasi Penelitian ... 44
4.2 Sejarah Kampung Cireundeu ... 46
4.3 Temuan Penelitian ... 47
4.4 Pembahasan Penelitian ... 77
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 97
5.1 Simpulan ... 103
5.2 Implikasi dan Rekomendasi ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 107
LAMPIRAN Lampiran 1 Display Data, Hasil Observasi dan Instrumen Penelitian ... 110
Lampiran 2 Hasil Wawancara ... 128
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ... 150
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Saat ini arus informasi sangat mudah didapatkan karena semakin
meningkatnya kemampuan manusia dalam mengembangkan intelektualnya dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin sederhananya cara memperoleh
informasi membuat setiap individu perlu berhati-hati dalam menyerap informasi
agar tidak terjebak dalam kotak pemikirannya sendiri dan terbawa opini publik
karena era informasi menjadikan sikap ketidakpedulian sebagai suatu pilihan.
Mudahnya untuk memperoleh informasi menandakan akan semakin
kompleksnya permasalahan yang dihadapi manusia, yang mana setiap jenis
pekerjaan menjadi semakin terspesialisasi karena mudahnya dalam memperoleh
informasi yang akan diikuti dengan mobilitas masyarakat. Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa masyarakat itu dinamis, selalu ingin memodifikasi situasi
yang tidak sesuai dengan harapannya untuk terus berjuang menghadapi tantangan
alam.
Masyarakat yang dinamis menuntut setiap anggotanya bahkan apa yang
merupakan bagian dari masyarakat atau dengan kata lain, kebudayaan perlu
menyesuaikan diri juga dengan keadaan yang baru dari sebelumnya. Era informasi
yang menguatkan masyarakat ke arah dinamis menuntut adanya suatu
transformasi dalam masyarakat. Daszko & Sheinberg (2005, hlm.1) menjelaskan
mengenai transformasi bahwa “transformation is the creation and change of a
whole new form, function or structure. To transform is to create something new
that has never existed before and could not be predicted from the past”.
Transformasi berarti perubahan ke dalam suatu bentuk, fungsi atau pun struktur
yang baru. Transformasi berarti menciptakan sesuatu yang baru yang belum
pernah ada sebelumnya. Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa transformasi
terjadi bukan akibat dari prediksi masa lalu. Atau dengan kata lain adanya
tuntutan pada masa sekarang membuat perubahan perlu dilakukan.
Transformasi yang disoroti oleh penulis dalam hal ini yaitu perubahan
kebudayaan. Seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat (2009, hlm. 144)
dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
dengan belajar”. Artinya bahwa budaya merupakan karya buatan manusia atau produk yang diciptakan oleh manusia melalui proses belajar. Untuk memudahkan
pemahaman akan pengertian budaya dapat dikatakan pula “culture is the way of life of a people” (Perry, 1980, hlm. 90). Artinya bahwa budaya secara sederhana
dapat diartikan sebagai cara hidup suatu kelompok masyarakat. Seperti yang
sudah disinggung sebelumya karena adanya perubahan atau peningkatan harapan
atau tuntutan manusia maka masyarakat dan kebudayaannya mengalami
perubahan. Secara kuantitatif perubahan pada tradisi terjadi pada jumlah penganut
dan pendukungnya sedangkan secara kualitatif perubahan terjadi pada kadar
tradisi seperti gagasan, simbol dan nilai tertentu yang ditambahkan dan dibuang.
Karl Mainheim (dalam Astid, 1983, hlm. 160) mengungkapkan ‘jelaslah
bahwa proses perubahan masyarakat dalam intinya ialah perubahan norma-norma
masyarakat karena perubahan norma dan proses pembentukan norma baru
merupakan inti dari usaha mempertahankan persatuan hidup berkelompok’.
Pendapat tersebut mempertegas argumen penulis bahwa inti dari perubahan yaitu
terjadi dalam produk masyarakatnya yaitu budaya yang berisikan norma dan
nilai-nilai yang luhur demi mempertahankan kelangsungan hidup berkelompok.
Provinsi Jawa Barat yang secara historis penuh dengan filosofi
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakatnya masih mempertahankan nilai-nilai
kearifan lokal sebagai wujud dari penghormatan kepada nenek moyang atas
kebudayaan yang sudah dibentuk dan diwariskan secara turun-temurun.
Masyarakat yang masih memaknai secara mendalam nilai-nilai kearifan lokal
yaitu masyarakat adat. Menurut data Dinas Pariwisata dan Budaya Kab./Kota
Jawa Barat pada tahun 2012 terdapat 27 kampung adat yang terdapat di Provinsi
Jawa Barat, salah satunya terdapat satu kampung adat yang berada di Kota Cimahi
3
Tabel 1.1 Data Kampung Adat Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Masyarakat adat Cireundeu yang melekat dengan aliran kepercayaan
Sunda wiwitan dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokalnya
mengalami proses transformasi. Permasalahan yang dialami masyarakat adat
Cireundeu yaitu masih sulitnya masyarakat dalam mendapatkan pengakuan
kependudukan secara administrasi dari pemerintah. Pengakuan kependudukan
secara administratif diperlukan oleh masyarakat adat Cireundeu untuk menjamin
hak-haknya sebagai warga negara dalam memperbaiki kehidupannya. Meski
permasalahan tersebut sudah mulai diakomodir tetapi pengakuan secara
administratif belum sepenuhnya didapatkan.
Terlepas dari masalah yang dialami, masyarakat adat Cireundeu masih
menjaga tradisi nilai-nilai kearifan lokalnya. Masih dipertahankannya nilai-nilai
kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu sebagai upaya transmisi budaya untuk
generasi selanjutnya. Sudah tentu bahwa dalam mewariskan tradisi dari satu
generasi ke generasi berikutnya akan mengalami perubahan meskipun perubahan
tersebut tidak secara keseluruhan terjadi pada tradisi atau nilai yang diwariskan
tetapi bisa juga terjadi pada pola pewarisannya atau agen sosialisasinya karena
masyarakat dan budaya bersifat dinamis mengikuti perubahan zaman. Analogi
yang disampaikan oleh Perry (1980, hlm. 90) menunjukkan bahwa masyarakat
For purpose of contrast, we can view culture and society in a theatrical context. Society can be considered as a group of actors who play roles befitting their statuses. The script that the actors use in playing their roles is culture. This script has been written for the actors by generations of their predecessors. Each generation, including the present, has added, deleted, changed, or modified some parts of the script.
Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh Achdiani (2012) yang
berjudul “Sosialisasi dan Enkulturasi Tradisi Penganut Madraisme Dalam Keluarga Di Kampung Cireundeu, Kota Cimahi”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proses sosialisasi dan enkulturasi tradisi leluhur telah ditanamkan sejak
anak-anak sampai dewasa, dengan tujuan agar anak memiliki kemampuan hidup
dalam tataran era lebih luas atau global tanpa harus meninggalkan jati dirinya,
proses sosialisasi dalam keluarga berlangsung dari mulai anak-anak sampai
dewasa, dalam suasana kehidupan yang harmonis, kharismatik dan terhormat,
dengan isi pembelajaran mengenai etika pergaulan, norma, adat istiadat
ke-Sundaan, dan ajaran kepercayaan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses sosialisasi dan pola
pewarisannya lebih memusatkan pada lembaga keluarga. Yang terjadi saat ini
adalah mulai banyak masyarakat adat Cireundeu yang menyekolahkan anaknya ke
sekolah formal. Meskipun dengan resiko anak-anak mereka yang mendapatkan
pendidikan di sekolah formal harus ikut mempelajari mata pelajaran agama
tertentu atau tidak mendapatkan mata pelajaran mengenai keyakinan agama yang
dianutnya, tetapi tidak menyurutkan langkah mereka untuk mendapatkan
pendidikan. Dari situlah penulis beranggapan bahwa proses penanaman nilai-nilai
kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu mengalami proses transformasi dengan
argumen bahwa agen sosialisasi pun mulai dirubah seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui
pendidikan.
Teori yang digunakan oleh penulis dalam hal ini yaitu teori tindakan yang
dikemukan oleh Talcott Parsons. Haferkamp & Smelsera (dalam Sztompka, 2011,
hlm. v) mengungkapkan bahwa “setiap teori ilmu sosial, apa pun titik tolaknya
konseptualnya, tentu akan tertuju pada perubahan yang menggambarkan realitas
5
penelitian ini hanya sebagai wadah untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi
di Masyarakat Adat Cireundeu.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik melakukan
penelitian pada transformasi yang terjadi pada masyarakat adat Cireundeu. Kajian
masalah yang diteliti menyangkut perubahan yang terjadi pada masyarakat dan
nilai-nilai kearifan lokalnya yang dijadikan sebuah penelitian yang berjudul
“Transformasi Nilai –Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cireundeu”.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan masalah pokok penelitian tersebut, maka
peneliti merumuskan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh
masyarakat adat Cireundeu?
2. Apakah terjadi perubahan agen sosialisasi dalam upaya pewarisan nilai-nilai
kearifan lokal di lingkungan masyarakat adat Cireundeu?
3. Bagaimana proses internalisasi yang dilakukan Masyarakat Adat Cireundeu
terhadap nilai-nilai atau pola-pola baru setelah terjadinya proses
transformasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mengemukakan tentang proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang
dilakukan oleh Masyarakat Adat Cireundeu.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan:
1. Proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat
adat Cireundeu.
2. Perubahan agen sosialisasi sebagai upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal
di lingkungan masyarakat adat Cireundeu.
3. Proses internalisasi yang dilakukan oleh masyarakat adat Cireundeu terhadap
nilai-nilai atau pola-pola baru setelah terjadinya proses transfromasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu :
1. Secara teoritis, penelitian ini untuk mengungkapkan proses transformasi
kepada warga Masyarakat Adat Cireundeu mengenai transformasi budaya dan
sosialisasi budaya.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat melihat cara yang dilakukan oleh
Masyarakat Adat Cireundeu dalam mengajarkan nilai-nilai yang terkandung
dalam kepercayaan Sunda wiwitan sekaligus mempertahankan eksistensinya.
1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Untuk memahami alur pikir dalam penulisan skripsi ini, maka diperlukan
adanya struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan
penelitian ini (UPI, 2014, hlm. 16) yaitu sebagai berikut :
Bab I berisi Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
struktur organisasi skripsi. Latar belakang penelitian berfungsi sebagai penjelasan
dalam alasan peneliti melaksanakan suatu penelitian. Identifikasi dan perumusan
masalah berisi mengenai rumusan dan analisis masalah penelitian beserta
identifikasi variabel penelitian. Tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin
dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Manfaat penelitian dapat dilihat dari
aspek atau segi teori dan praktik.
Bab II berisi tinjauan pustaka, kerangka pemikiran. Tinjauan pustaka
memiliki peran yang cukup penting. Tinjauan pustaka berfungsi sebagai landasan
teori dalam menyusun pertanyaan penelitian.
Bab III berisi mengenai penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian
dalam skripsi. Komponen dalam metode penelitian terdiri dari lokasi dan subjek
penelitian, desain penelitian, proses pengembangan instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, serta analisis data penelitian.
Bab IV berisi hasil penelitian dari pengolahan atau analisis data untuk
menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam bagian
pembahasan, hasil temuan penelitian dikaitkan dengan dasar teoritik yang telah
dibahas dalam Bab II dan temuan sebelumnya.
Bab V berisi kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang penafsiran
dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian. Penulisan kesimpulan
skripsi berupa sebuah jawaban pertanyaan penelitian atau rumusan masalah.
7
kepada para pembuat kebijakan, kepada pengguna hasil penelitian, praktisi
pendidikan, kepada peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
Daftar pustaka memuat semua sumber yang pernah dikutip dan digunakan
dalam penulisan skripsi. Keseluruhan sumber yang tercetak atau dikutip tercantum
dalam daftar pustaka. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat
Cireundeu menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor
(dalam Moleong, 2000, hlm. 3) ‘penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati’.
Ada beberapa asumsi yang menjadi landasan dalam penelitian kualitatif
sebagaimana yang dikatakan Merriam (dalam Creswell, 1994, hlm. 145).
Asumsi-asumsi tersebut ialah sebagai berikut:
a. Peneliti kualitatif lebih memiliki perhatian pada proses daripada hasil atau produk;
b. Peneliti kualitatif tertarik pada makna, yaitu bagaimana orang berusaha memahami kehidupan, pengalaman, dan struktur lingkungan mereka; c. Peneliti kualitatif merupakan instrumen utama dalam pengumpulan dan
analisis data. Data diperoleh melalui instrumen manusia daripada melalui inventarisasi (inventories), kuesioner, ataupun melalui mesin;
d. Penelitian kualitatif sangat berkaitan dengan fieldwork. Artinya, peneliti secara fisik terlibat langsung dengan orang, latar (setting), tempat, atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya; e. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, dalam arti peneliti tertarik pada
proses, makna, dan pemahaman yang diperoleh melalui kata-kata atau gambar-gambar;
f. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dalam arti peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesis, dan teori.
Berdasarkan asumsi dan pendapat di atas, maka penulis memilih
menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian mengenai transformasi
nilai-nilai kearifan lokal dengan alasan bahwa perilaku dan pengalaman yang dialami
oleh suatu kelompok masyarakat tidak dapat dihitung dengan menggunakan
angka. Selain itu, penulis berkeinginan untuk mengetahui makna dibalik suatu
proses transformasi yang terjadi karena nilai-nilai kearifan lokal penuh dengan
unsur pemaknaan yang mendalam dari para pelakunya dalam hal ini masyarakat
adat Cireundeu. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan langsung peneliti dalam
memahami makna dan untuk mencari tahu alasan suatu transformasi nilai-nilai
31
3.2 Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data guna menjawab permasalahan seperti yang
dikemukakan di atas, peneliti menggunakan metode deskriptif. Nasution (1992,
hlm. 32) berpendapat bahwa penelitian deskriptif, digunakan untuk memberi
gambaran yang lebih jelas tentang situasi-situasi sosial. Selanjutnya Nasution
menyebutkan bahwa penelitian deskriptif lebih spesifik dengan memusatkan
perhatian kepada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan hubungan antara
berbagai variabel.
Metode yang digunakan dalam penelitian transformasi nilai-nilai kearifan
lokal masyarakat adat Cireundeu yaitu metode deskriptif, suatu metode yang
mampu menggambarkan situasi atau kejadian atau pengalaman yang dialami oleh
subjek penelitian yaitu masyarakat adat Cireundeu. Dengan menggunakan metode
ini diharapkan dapat diperoleh informasi secara lengkap mengenai masalah
transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu dengan
menggunakan langkah-langkah yang tepat.
3.3 Partisipan dan Tempat Penelitian 3.3.1 Partisipan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dan dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi Spradley (dalam Sugiyono,
2009, hlm. 49) menyebutnya
“Social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu
tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang semuanya berinteraksi secara sinergis. Menggunakan situasi sosial, peneliti menggali informasi yang dibutuhkan dalam penelitian melalui situasi sosial dengan menggunakan pengamatan secara mendalam terhadap aktivitas (activity) orang-orang (actor) yang berada pada suatu tempat (place). Situasi sosial ini mengacu pada keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang yang sedang melakukan aktivitas di manapun tempatnya.
Partisipan dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan
lokal masyarakat adat Cireundeu merupakan pihak-pihak yang dianggap dapat
mewakili keseluruhan anggota masyarakat, memahami permasalahan yang
Terdapat dua cara dalam memperoleh informan yaitu dengan cara
snowball dan key person. Namun pengambilan informan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara snowball dengan langkah sebagai berikut:
1. Menentukan gatekeeper, orang pertama yang ditemui kemudian
gatekeeper menunjuk orang yang lebih mengetahui informasi dan paham
terhadap objek penelitian.
2. Hasil penunjukkan untuk melengkapi informasi dan menunjuk yang lain lagi.
3. Terus menerus hingga data lengkap atau jenuh.
Bagan 3.1 Proses pengambilan sumber data dengan teknik snowball
Adapun subjek penelitian yang peneliti jadikan sumber data adalah sebagai
berikut :
1. Ketua Adat Kampung Cireundeu
2. Tokoh Adat Kampung Cireundeu
3. Aparat pemerintah Desa Leuwi Gajah
4. Masyarakat Adat Kampung Cireundeu
Hal ini dilakukan agar terdapat perbandingan antara pernyataan yang satu
dengan pernyataan yang lain. Selain itu juga penulis berkesempatan memperoleh
informasi dari informan lain yang dapat menambah dan memperkuat data.
3.3.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kampung Adat Cireundeu Rukun warga 10,
Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Alasan
pemilihan lokasi ini adalah penganut kepercayaan Sunda wiwitan berdomisili di
Rw 10 dan dari keseluruhan 20 Rw yang terdapat di Kelurahan Leuwigajah hanya
Rw 10 yang dikenal sebagai Kampung Cireundeu yang masyarakatnya memiliki
ciri khas yakni makanan pokoknya berupa Rasi, selain itu peneliti ingin melihat
bagaimana proses transformasi tersebut terbentuk. Dengan mulai meningkatnya
I G
B
J
A D E H
33
tingkat kesadaran masyarakat setempat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah
formal sehingga penulis tertarik untuk menelitinya.
3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2005, hlm. 59), menyatakan bahwa dalam penelitian
kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.
Selanjutnya Nasution (dalam Sugiyono, 2005, hlm. 60-61), menyatakan bahwa:
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.
Berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam
penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti,
maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya
yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen.
Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 224) peneliti sebagai
instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menagkap keseluruhan situasi, kecuali manusia. 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami
dengan pengtahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk menguji hipotesis yang timbul seketika.
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.
dapat diolah secara statisktik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
Masalah dapat dipahami dengan keterlibatan peneliti secara langsung
karena manusia memiliki kepekaan dalam merespon suatu data yang menyimpang
untuk mengadakan perbaikan dan menentukan arah pengamatan.
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat
menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti, dan sumber
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
peneliti, misalnya melalui orang lain (pendapat) atau dokumen. Maka dalam
penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat
Cireundeu, pengumpulan data dilakukan dengan cara mendapatkan sumber primer
dan sekunder karena dibutuhkan data yang akurat dan berkesinambungan agar
data yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian mengenai transformasi
nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu dilakukan dengan cara observasi,
wawancara mendalam, dokumentasi, dan catatan lapangan.
1. Observasi
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik observasi
terlebih dahulu. Metode survei (observasi) adalah penyelidikan yang diadakan
untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau
politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 1988, hlm. 65).
Selanjutnya Marshall (dalam Sugiyono, 2009, hlm. 226) menyatakan bahwa ‘through observation, the researcher learn about behavior and the meaning
attached to those behavior’. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku,
dan makna dari perilaku tersebut.
Dengan observasi yang dilakukan peneliti, diharapkan kajian mengenai
35
Cireundeu dapat dipahami melalui pemaknaan perilaku yang dilakukan
masyarakat adat Cireundeu yang mengarah pada alasan terciptanya proses
transformasi terjadi atau dilakukan pada nilai-nilai kearifan lokal.
Teknik observasi yang dilakukan dalam penelitian mengenai transformasi
nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu yaitu dengan menggunakan
teknik obsevasi partisipatif. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang dijadikan sebagai sumber data
penelitian, seperti cara membuat rasi atau mengikuti permainan tradisional yang
dilakukan oleh warga masyarakat adat Cireundeu sebagai bagian dari proses
penanaman nilai-nilai kearifan lokal dimulai. Sambil melakukan pengamatan,
peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data (informan) dan ikut
merasakan masalah yang sedang dihadapi informan mengenai transformasi
nilai-nilai kearfian lokal masyarakat adat Cireundeu. Dengan observasi partisipan ini,
menjadikan data yang diperoleh lebih lengkap, akurat, dan sampai mengetahui
pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak pada masyarakat adat
Cireundeu.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 2000,
hlm. 150).
Selanjutnya Esterburg (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 232) menyatakan
bahwa ‘interviewing is at the heart of social research. If you look through almost
any sociological journal, you will find that much social research is based on
interview, either standardized or more in-depth’. Dalam penelitian mengenai
transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, peneliti
menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam.
Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada
mayarakat adat Cireundeu, yang terdiri dari ketua mayarakat adat Cireundeu,
tokoh masyarakat adat Cireundeu dan anggota mayarakat adat Cireundeu. Tipe
wawancara yang digunakan dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai
wawancara tak berstruktur. Wawancara tak berstruktur memposisikan pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan.
Dalam melakukan wawancara tidak terstruktur, pada awal wawancara,
topik yang dibicarakan oleh peneliti adalah hal-hal yang tidak terkait dengan
masalah penelitian, dan bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu
yang menjadi tujuan wawancara dilakukan yaitu mengenai transformasi nilai-nilai
kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, maka peneliti segera menanyakan
masalah tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari rasa canggung
informan ketika saat diwawancara. Yang menjadi subjek wawancara dalam
penelitian transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu yaitu :
ketua masyarakat adat Cireundeu, dua orang tokoh adat masyarakat Cireundeu,
dua orang tokoh pemuda masyarakat adat Cireundeu dan dua orang anggota
masyarakat ada Cireundeu.
3. Studi Dokumentasi
Dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat adat Cireundeu, teknik pengumpulan data selanjutnya yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu dengan studi dokumentasi. Danial dan Warsiah (2009,
hlm. 79) mengemukakan mengenai studi dokumentasi adalah mengumpulkan
sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan
masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data
siswa, data penduduk; grafik, gambar, surat-surat, foto, akte, dsb.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang yang
berkaitan dengan penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearfian lokal
masyarakat Cireundeu yang secara khusus mengenai bagaimana perubahan bentuk
atau pola pewarisan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu,
perubahan agen sosialisasi dalam upaya transmisi nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat adat Cireundeu dan bagaimana proses internalisasi yang dilakukan
oleh masyarakat adat Cireundeu setelah terjadinya transformasi nilai-nilai kearifan
37
Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif transformasi nilai-nilai
kearfian lokal masyarakat Cireundeu.
Bagan 3.2: Teknik Pengumpulan Data
3.5 Analisis Data
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 246), mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
1. Data Reduction
Reduksi data adalah proses analisis yang dilakukan untuk menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan hasil penelitian dengan menfokuskan pada hal-hal
yang dianggap penting oleh peneliti, dengan kata lain reduksi data bertujuan untuk
memperoleh pemahaman-pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari
hasil catatan lapangan dengan cara merangkum mengklasifikasikan sesuai
masalah dan aspek-aspek permasalahan yang diteliti. Langkah yang dilakukan
dalam reduksi data ini yaitu pengorganisasian data, penulis melihat kembali pada
pedoman wawancara, fokus pada pertanyaan penelitian yang coba dijawab oleh
penulis yang berkaitan dengan transformasi nilai-nilai kearfian lokal masyarakat
Cireundeu.
2. Data Display
Penyajian data (data display) adalah sekumpulan informasi tersusun yang
akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh dengan kata lain
menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola
hubungannya.
Teknik Pengumpulan Data
Observasi Wawancara
Mendalam
Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci namun
menyeluruh akan memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap
aspek-aspek yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian.
Penyajian data selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai
dengan data hasil penelitian yang diperoleh. Langkah yang dilakukan dalam
penyajian data ini yaitu hasil dari observasi dan wawancara diidentifikasi dan
dipindahkan dalam suatu bagan hasil observasi dan wawancara agar seluruh
informasi dapat terlihat oleh penulis, pendapat informan mana yang merujuk pada
masalah mengenai transformasi nilai-nilai kearfian lokal masyarakat Cireundeu.
3. Conclusion Drawing Verification
Conclusion drawing verification merupakan upaya untuk mencari arti,
makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data-data yang telah dianalisis dengan
mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat
dan mudah dengan mengacu kepada tujuan penelitian. Langkah yang dilakukan
yaitu dengan meyimpulkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara setelah seluruh informasi yang didapatkan diidentifikasi dan
dipindahkan ke dalam bagan hasil observasi dan wawancara.
Demikian prosedur yang dilakukan peneliti dalam pelaksanaan penelitian
transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu. Dengan
melakukan tahapan-tahapan ini diharapkan penelitian yang dilakukan ini dapat
memperoleh data yang memenuhi kriteria suatau penelitian yaitu derajat
kepercayaan, maksudnya data yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggung
39
Bagan 3.3 Komponen Analisis Data : Model Interaktif
3.6 Pengujian Validitas
Proses pengembangan instrumen bertujuan untuk menjabarkan lebih lanjut
mengenai instrumen dalam penelitian yang telah direncanakan. Pengembangan
instrumen akan membantu peneliti dalam mengkaji hasil penelitian melalui cara
yang sesuai dengan masalah penelitian, sehingga hasil yang didapat akan lebih
mudah untuk ditafsirkan dan lebih akurat.
Pengujian kesahihan data (validitas data), dibutuhkan agar data yang
diperoleh memenuhi kriteria kredibilitas data. Penelitian mengenai transformasi
nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu merupakan penelitian yang
menggunakan deskripsi kualitatif, oleh karena itu keabsahan data akan diuji
melalui cara-cara yang dilakukan dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai
berikut.
1. Triangulasi Data
Sugiyono (2009, hlm. 83) menyebutkan bahwa:
Triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Triangulasi data merupakan teknik pemerikasaan keabsahan data hasil
penelitian dengan mengumpulkan data-data yang didapat dari sumber yang sama Data collection
Data reduction
Data display
Conclusion :
tetapi menggunakan teknik yang berbeda-beda. Teknik yang biasa digunakan
dalam triangulasi data adalah observasi, wawancara mendalam dan studi
dokumentasi.
Penelitian mengenai transformasi nilai kearifan lokal masyarakat adat
Cireundeu menggunakan teknik yang berbeda-beda dalam mendapatkan data dari
sumber yang sama yaitu masyarakat adat Cireundeu itu sendiri. Triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik dan sumber.
Seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2009, hlm. 83) dan Sugiyono
(2010, hlm 330) bahwa
Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.Triangulasi sumber, berarti untuk mendapat data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
Langkah dalam melakukan triangulasi data adalah sebagai berikut.
a) Triangulasi data dilakukan dengan pihak yang berkompeten yaitu para
informan yang dibutuhkan dan sesuai dengan penelitian, yaitu beberapa
tokoh masyarakat adat Cireundeu. Hal ini perlu dilakukan agar
keseluruhan proses penelitian dapat berlangsung dengan tepat sesuai
dengan masalah dan tujuan penelitian dan menghindari terjadinya bias
dalam interpretasi data.
b) Data mengenai transformasi nilai kearifan lokal pada masyarakat adat
Cireundeu dikumpulkan, selanjutnya data mengenai transformasi nilai
kearifan lokal pada masyarakat adat Cireundeu ini diperiksa kembali
ketepatan dan kelengkapannya. Ketepatan dan kelengkapan data penelitian
dapat diperiksa dengan cara sebagai berikut:
a) membaca dan menelaah kembali sumber data penelitian sehingga
diperoleh pemahaman makna;
b) membaca dan mengkaji dengan teliti berbagai sumber hasil penelitian
terdahulu mengenai transformasi nilai kearifan lokal pada masyarakat adat
Cireundeu sebagai bahan informasi;
c) melakukan pengamatan secara terus-menerus, tekun, ajeg,
41
yang berhubungan dengan transformasi nilai kearifan lokal pada
masyarakat adat Cireundeu.
Bagan 3.1: Proses Triangulasi
Observasi mengenai transformasi nilai kearifan lokal masyarakat adat
Cireundeu dilakukan melalui pengamatan langsung oleh peneliti terhadap
aktivitas, tingkat pendidikan masyarakat dan penganalisaan perubahan agen
sosialisasi atau pola pewarisan nilai-nilai kearifan lokal.
Peneliti akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat adat
Cireundeu, baik itu yang dilakukan oleh tokoh adat secara khusus maupun yang
dilakukan oleh anggota masyarakat adat Cireundeu secara umum. Peneliti juga
mengikuti jalannya ritual yang dilakukan oleh masyarakat adat Cireundeu, hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam pemahaman transformasi nilai kearifan lokal
pada masyarakat adat Cireundeu, serta dapat membantu dalam penelaahan makna
yang terkandung dalam nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini dijalankan oleh
masyarakat adat Cireundeu.
Proses triangulasi dilakukan karena dalam penelitian bukan tidak mungkin
peneliti akan mendapatkan hasil yang masih membingungkan. Untuk
meminimalisir hal tersebut maka peneliti melakukan triangulasi data dengan cara
mengumpulkan dan mengkaji hasil penelitian yang didapat dari observasi,
wawancara dan studi dokumentasi. Tujuan ahirnya adalah mendapatkan data-data
akurat yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
Observasi mengenai
3.7 Tahap Penelitian
Untuk melancarkan penelitian ini, maka peneliti merancang penelitian ini
melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, melalui beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Persiapan penelitian
a. Mengurus Perizinan
Dalam tahapan ini diharapkan upaya pencarian data dapat dimudahkan,
langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah sebagai
berikut :
1) Mengajukan surat izin penelitian Kepada Ketua Program Studi
Pendidikan Sosiologi.
2) Melanjutkan surat izin ke sub bagian akademik Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia.
3) Melanjutkan surat izin Kepada Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Kota
Cimahi dengan izin No. 850/UN40.2D1/PL/2015 Tanggal, 07 April 2015
untuk mengadakan penelitian.
4) Melanjutkan surat izin Kepada Kepala Kelurahan Leuwigajah Kota
Cimahi dengan izin No. 070.1/158/Kesbang tanggal 08 April 2015.
5) Setelah mendapatkan izin dari Kantor Kesatuan Bangsa Kota Cimahi dan
Kelurahan Leuwigajah, peneliti mendatangi tempat penelitian yaitu
Kampung Cireundeu Rukun Warga 10, Kelurahan Leuwigajah, Kota
Cimahi.
2. Pra Penelitian
Tahapan ini merupakan tahap agar peneliti dapat mengenal lokasi
penelitian, baik lingkungan sosial atau pun fisik dari subjek yang akan diteliti.
Pada tahap ini peneliti berusaha memasuki lapangan dengan menjalin hubungan
baik pada informan secara formal atau pun informal. Pra penelitian dilakukan
pada tanggal 30 Maret 2015. Peneliti melihat keadaan lokasi penelitian, peneliti
menetapkan fokus permasalahan pada gambaran transformasi nilai-nilai kearifan
lokal Masyarakat Adat Cireundeu di Kampung Cireundeu. Setelah menetapkan
titik lokasi penelitian yang berkaitan dengan transformasi nilai-nilai kearfian lokal
43
yaitu sesepuh adat, tokoh pemuda Masyarakat Adat Cireundeu, dan anggota
Masyarakat Adat Cireundeu.
Tahapan yang selanjutnya adalah peneliti melakukan pedoman observasi
dan pedoman wawancara. Hal ini dilakukan agar pertanyaan yang dibutuhkan
dalam pencarian data mendapatkan data yang valid dari informan. Pedoman
observasi adalah sebuah pedoman yang digunakan peneliti untuk melihat semua
kejadian yang terjadi dalam transformasi nilai-nilai kearifan lokal Masyarakat
Adat Cireundeu di Kampung Cireundeu. Selain itu, pedoman wawancara adalah
membuat pertanyaan sesuai dengan permasalahan transformasi nilai-nilai kearifan
lokal Masyarakat Adat Cireundeu.
3. Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian terhadap sesepuh adat, tokoh
pemuda Masyarakat Adat Cireundeu, dan anggota Masyarakat Adat Cireundeu
untuk melihat transformasi nilai-nilai kearifan lokal Masyarakat Adat Cireundeu
di Kampung Cireundeu. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara antara
peneliti dan informan. Peneliti mengajukan pertanyaan dengan tujuan menggali
jawaban lebih lanjut dari informan yang telah difokuskan dalam pedoman
wawancara.
Setelah melakukan wawancara dengan informan, maka peneliti
mengumpulkan data hasil penelitian seperti hasil wawancara yang disusun
kembali dalam bentuk narasi di dalam deskripsi wawancara. Sama halnya dengan
hasil observasi yang disusun dalam bentuk lain di dalam penelitian. Dan hal ini
terus dilakukan oleh peneliti hingga data yang telah dihasilkan mencapai titik
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
Secara umum penelitian ini mengungkapkan transformasi yang terjadi
pada nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, apakah terjadi secara
alami, direncanakan atau dipaksakan. Berikut ini penulis menyimpulkan dan
memberikan beberapa rekomendasi kepada pihak yang terkait, yakni:
5.1 Simpulan
Berdasarkan temuan, hasil dan analisis penelitian yang telah penulis
paparkan dalam bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan
berdasarkan rumusan masalah yang terdapat pada bab I yaitu:
1. Proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh
masyarakat adat Cireundeu diawali oleh leluhur atau sesepuhnya terdahulu
yang mengembara untuk mencari kebenaran spiritual. Hasil
pengembaraannya diamalkan dalam kehidupan pribadinya yang kemudian
disebarkan pada saudara dan warga masyarakat Cireundeu lainnya.
Hal tersebut membuat masyarakat adat Cireundeu memiliki suatu
keyakinan yang berbeda dan diimplementasikan dalam kehidupan mereka
sehari-hari yakni dengan berpuasa memakan beras sebagai makanan
pokoknya. Yang membedakan masyarakat adat Cireundeu dengan
masyarakat Indonesia lainnya adalah keyakinan Sunda wiwitan yang
mereka anut dan rasi sebagai makanan pokoknya.
Persepsi masyarakat awam mengenai masyarakat adat Cireundeu bahwa
penduduk Cireundeu semuanya penganut keyakinan Sunda wiwitan dan
memakan rasi sebagai makanan pokoknya yang membuat Kampung
Cireundeu terkenal hingga mendapatkan banyak bantuan dari pihak
Pemerintah maupun swasta, namun persepsi tersebut keliru karena yang
menjadi dominan penduduk Cireundeu adalah muslim dan tidak semua
warga Kampung Cireundeu memakan rasi sebagai makanan pokoknya
tetapi hanya para penganut keyakinan Sunda wiwitan.
Hal lain yang dapat penulis simpulkan adalah meskipun memakan beras
104
tidak semua penganut keyakinan Sunda wiwitan pun memakan rasi
sebagai makanan pokoknya karena tidak bisa dipaksakan juga apabila
seorang penghayat menolak memakan rasi. Penolakan tersebut terjadi
ketika seorang penghayat menikah dengan penganut agama lain.
2. Perubahan agen sosialisasi pada masyarakat adat Cireundeu dalam upaya
pewarisan nilai-nilai kearifan lokal mengalami proses transformasi juga
secara alami karena meningkatnya partisipasi pendidikan anak-anak
penganut kepercayaan Sunda wiwitan. Selain itu, mereka membutuhkan
pendidikan dan informasi agar tidak tergusur oleh zaman seperti dalam
pepatah sunda yang selalu mereka pegang “ngindung ka waktu mibapa ka
zaman” (harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman).
Kebutuhan akan informasi dan perubahan membuat masyarakat adat
Cireundeu khususnya para penganut keyakinan Sunda wiwitan harus
menempuh resiko perubahan yakni para penganut keyakinan Sunda
wiwitan yang menyekolahkan anak mereka di sekolah formal harus ikut
serta dalam mempelajari mata pelajaran agama tertentu karena belum
adanya pengajar khusus untuk para penghayat di sekolah formal, ditambah
alasan yang tidak diakuinya kepercayaan Sunda wiwitan sebagai agama
secara administratif kependudukan oleh Pemerintah. Hal tersebut yang
mendorong para tokoh pemuda masyarakat adat Cireundeu untuk membuat
kegiatan diskusi surasa yang bertujuan agar anak-anak penganut
keyakinan Sunda wiwitan tidak terpengaruh oleh agama lain atau
berpindah keyakinan.
Meskipun hanya sebatas diskusi, tetapi surasa memiliki makna mendalam
bagi para penganut keyakinan sunda wiwitan yakni sebagai media atau
kegiatan dalam mengenal diri, cara ciri bangsa, dan cara ciri manusia
dalam filosofis dikersakeun (menerima kodrat Tuhan) sebagai orang Sunda
sekaligus untuk mengingat dan mendekatkan diri dengan Tuhan.
3. Internalisasi yang dilakukan setelah proses transformasi yang dialami oleh
masyarakat adat Cireundeu yaitu para penganut keyakinan Sunda wiwitan
yang mulai tidak membatasi diri untuk menikah dengan penganut agama
mendapatkan hak sebagai warga negara. Untuk para penduduk di luar
Kampung Cireundeu yakni wanita yang menikah dengan pemuda
masyarakat adat Cireundeu penganut keyakinan Sunda wiwitan maka
mereka diharuskan mengikuti surasa dan memakan rasi sebagai makanan
pokoknya, namun ketika anak perempuan penganut keyakinan Sunda
wiwitan yang menikah dengan pria penganut agama lain maka wanita
tersebut akan mengikuti agama suaminya dan mulai memakan beras
sebagai makanan pokoknya.
5.2 Implikasi dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yakni dengan judul penelitian
“Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cireundeu ”. Penulis
memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Masyarakat Adat Cireundeu
Meskipun Kampung Cireundeu sudah terkenal bahkan dinobatkan sebagai
desa percontohan ketahanan pangan namun menjadi sebuah ironi ketika Rw 10
Kampung Cireundeu merupakan tiga besar dari 20 Rw di Kelurahan Leuwi Gajah
yang mendapatkan bantuan raskin. Ketika terlalu banyak bantuan yang diberikan
hanya kepada sebagian golongan atau kelompok saja maka akan terjadi suatu
ketimpangan di masyarakat. Masyarakat adat Cireundeu penganut keyakinan
sunda wiwitan atau pun bukan, seharusnya dapat bekerja sama dalam
mensejahterakan diri karena bukanlah suatu masyarakat jika tak bisa menyatukan
dan mensejajarkan setiap diri mereka masing-masing seperti yang terdapat dalam
pepatah sunda dan filosofis awal mula nama Cireundeu yang dikemukakan oleh
sesepuh mereka “sareundeu saigel, saketek sabeakna sauyunan” (semua hal
harus dilakukan secara bersama-sama).
2. Pihak Kelurahan Leuwi Gajah
Kelurahan merupakan pihak pemerintah yang terdekat dengan masyarakat
adat Cireundeu seharusnya berinisiatif untuk membuat surat pencatatan
pernikahan secara adat meski hanya sebatas dalam domain kelurahan karena
dikhawatirkan ketika pihak kelurahan membiarkan pernikahan secara adat tidak
dicatatkan maka akan semakin banyak masyarakat adat Cireundeu khususnya para
106
memakan singkong (rasi) sebagai makanan pokoknya sebagai akibat dari
pernikahan dengan penganut agama lain untuk menjamin masa depan mereka.
3. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau rujukan dan atau
bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, dengan pembahasan yang
terkait dengan perubahan atau nilai-nilai kearifan lokal. Sebagai saran dari penulis
bahwa Cireundeu tidak perlu digali atau diteliti lagi karena jika semakin terkuak
masalah yang terdapat di Kampung Cireundeu maka Cireundeu tidak akan
menjadi istimewa lagi, tetapi bila peneliti selanjutnya tetap merasa tertarik untuk
meneliti tentang masyarakat adat Cireundeu maka penulis menyarankan untuk
meneliti mengenai mobilitas para penganut keyakinan sunda wiwitan dan atau
hubungan kekerabatan para penganut sunda wiwitan di Cireundeu dengan
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Ahmadi, Abu. (2007). Sosiologi Pendidikan.. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Astid, Phil, S. Soesanto. (1983). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta
Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.
Daryanto. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern. Surabaya: Apollo
Danial, Endang dan Wasriah, Nanan.(2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium PKn, Universitas Pendidikan Indonesia.
Djahiri, K. (1984). Startegi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games
dalam VCT. Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung.
Ekadjati, Edi S. (1995). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Prakasa.
Fraenkel, J.R. (1997). How to Teach about Values: An Analytic Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hamilton, Peter. (1990). Talcott Parsons dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Hakam, A.K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Kartapradja, Kamil. (1985). Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Masagung.
Keraf, A.S. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antopologi. Jakarta: Rineka Cipta
Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat. (Edisi Paripurna). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Moleong, J.X. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
108
Nuffic, The Hague, The Netherlands, and UNESCO/Most. (2002). Best Practice
Using Indigeneous Knowledge. Paris, France. All Rights Reserved. ISBN:
90-5464-032-4.
Nurdjana, IGM. (2009). Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Organisasi Perburuhan Internasional. (2010). Hak-hak Masyarakat Adat yang
Berlaku; Pedoman untuk Konvensi ILO 1969 (Edisi Bahasa Indonesia,
Cetakan Pertama). Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional. ISBN: 979-92-2-822379-8.
Permana, R. Cecep Eka. (2005). Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagad. Jakarta: Wedyatama Widya Sastra.
Perry. (1980). Contemporary Society: an Introduction to Sovial Scirence, Third Edition. Copyright by Harper & Row, Publisher, Inc.
Sztompka, Piotr. (2011). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
Pujileksono, S. (2009). Antropologi (Edisi Revisi). Malang: UMM Press.
Sajogyo, Pudjiwati.(1985). Sosiologi Pembangunan: Ciri-ciri Masyarakat
Tradisional dan Ciri-ciri Masyarakat Modern. Jakarta:Fakultas Pasca
Sarjana IKIP Jakarta
Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumardjo, Jakob. (2003). Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda - Tafsir- tafsir
Pantun Sunda. Bandung: Kelir.
Syafi’ie, M & Umiyati, Nova. (2012). To Fulfill and To Protect: Membaca Kasus-Kasus Aktual tentang Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII.
Wagiran. (2009). Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal di Wilayah
Provinsi DIY dan Mendukung Perwujudan Visi Pembangunan DIY menuju Tahun 2025. Yogyakarta: Setda Provinsi DIY.
Yunus, Rasid. (2014). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter
Sumber Jurnal, Skripsi dan Tesis:
Achdiani, Yani. (2012). Sosialisai dan Enkulturasi Tradisi Penganut Madraisme
dalam Keluarga di Kampung Cireundeu, Kota Cimahi. Indonesian Journal
of Dialectics: UNPAD Bandung, 2 (3), hlm 153-158.
Dixon, L. Roger. (2000). Sejarah Suku Sunda. Jurnal: Teologi dan Pelayanan. 1(2), hlm. 203-213.
Graburn, Nelson, H. H. (2001). What is tradition ?. Journal: Museum Anthropology, 2(3), hlm. 6-11.
Haimatul, Aris Syafa’ati. (2014). Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Budaya Lokal (Studi Pemikiran Emha Ainun Najib).Yogyakarta:
Jurusan Kependidikan Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga.
Indrawardana, Ira. (2014). Berketuhanan Dalam Perspektif Kepercayaan Sunda
Wiwitan. Jurnal: Melintas, 30(1), hlm. 109-112.
Milyartini, Rita. (2011). Model Transformasi Nilai Budaya Melalui Pembinaan
Seni Angklung Studi Kasus di Saung Angklung Udjo. Desertasi Doktor
Pendidikan Umum/Nilai Pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Tidak diterbitkan
Dokumen atau Laporan:
Direktorat Politik dan Komunikasi. (2012). Peran Masyarakat Adat Dalam
Perumusan Kebijakan Publik. Laporan Akhir Kajian Tahun 2012. Jakarta:
Kementerian PPN/Bappenas.
Ernawi, I. S. (2009). ‘Kearifan Lokal dalam Perspektif Penataan Ruang’,
Prosiding Seminar Nasional Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan. Malang: Teknik Arsitektur Universitas
Merdeka Malang.
Muhsin, Z. Mumuh. dkk. (2011). Kajian Identifikasi Permasalahan Kebudayaan
Sunda Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa yang akan Datang. Bandung:
Universitas Padjadjaran.
Sumber Internet:
Barrett, Richard. (2010). Fundamentals of Cultural Transformation Implementing
Whole System Change. [Online]. Diakses dari http://www.valuescentre.com
Darsa, Undang Ahmad. (2009). Sunda Wiwitan Cireundeu Kepercayaan Baduy Versi Lain [Forum Online]. Diakses dari http://www.kompas.com
Daszko, Marcia. & Sheinberg, Sheilla. (2005). Survival is Optional, Only Leaders
With Knew Knowledge Can Lead The Transformation. [Online]. Diakses