• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI SOCIOMETRIC STATUS DI SMPN 1 BANGLI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI SOCIOMETRIC STATUS DI SMPN 1 BANGLI."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI

SOCIOMETRIC STATUS

DI SMPN 1 BANGLI

SKRIPSI

Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

A.A. GEDE RAKA NARAYANA BATUH.

1102205042

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI

SOCIOMETRIC

STATUS

DI SMPN 1 BANGLI

OLEH:

A.A. GD RAKA NARAYANA BATUH.

NIM: 1102205042

Telah disetujui untuk diuji oleh:

Denpasar, Agustus 2015

Pembimbing,

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Panitia Ujian Skripsi Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi.

Pada tanggal :

Mengesahkan

Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

Dekan,

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K).M. Kes

Tim Penilai : Tanda tangan

1. I.G.A.P. Wulan Budisetyani, S.Psi., M.Psi. ______________

Pembimbing

2. Luh Made Karisma Sukmayanti S., S.Psi, M.A ______________

Ketua Penguji

3. Dewi Puri Astiti, S.Fil., M.Si ______________

Sekretaris Penguji

4. Ni Made Ari Wilani, S.Psi., M.Psi, Psikolog ______________

(4)

iv MOTTO

A Man without Ambition is like a Bird without Wings.”

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan pada

Ajung, A.A. Gede Anom Sutarjana

Ibu, Ni Nyoman Sedani

Adikku, A.A. Istri Rai Sri Indraswari Batuh

Teman-temanku tercinta

serta

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya A.A. Gede Raka Narayana Batuh,

dengan disaksikan oleh tim penguji skripsi, dengan ini menyatakan bahwa skripsi

ini adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh derajat

kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dimanapun. Dan sepanjang sepengetahuan

saya, tidak terdapat karya atau pendapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis/diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai

dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan ini dicabut.

Denpasar, Agustus 2015

Yang menyatakan,

(7)

vii

Perbedaan Prestasi Belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli

A.A. Gede Raka Narayana Batuh.

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Abstrak

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang disebutkan dalam deklarasi Hak Asasi Manusia. Pendidikan di Indonesia sendiri, tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 pendidikan dan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Pendidikan di Indonesia dimulai dari jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga perguruan tinggi. Pada tiap jenjang pendidikan, individu diharuskan untuk memenuhi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan jenjang pendidikannya. selain memenuhi kompetensi yang telah ditetapkan, individu juga akan diberikan evaluasi yang dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003). Hasil dari evaluasi belajar ini yang selanjutnya disebut prestasi belajar. Slametto (2003) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang memperngaruhi prestasi belajar adalah relasi teman sebaya atau kedudukan hubungan siswa tersebut dengan teman-teman di sekitar. Kedudukan hubungan siswa dengan teman di kelasnya dapat digambarkan dengan Sociometric Status. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi

belajar ditinjau dari Sociometric Status.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah simple random sampling. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 189

siswa yang bersekolah di SMPN 1 Bangli. Teknik penggalian data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan wawancara dan menyebarkan angket sociometric status. Data

yang terkumpul dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil analisis data,

didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status.

(8)

viii

Differences in Learning Achievement in terms of Sociometric Status in SMPN 1

Bangli

A A. Gede Raka Narayana Batuh.

Department of Psychology, Faculty of Medicine, Udayana University

Abstract

Education is one of the aspects mentioned in the Declaration of Human Rights. Education in Indonesia itself, are listed in Article 31 UUD 1945 education and the Act No. 20 of 2003. Education in Indonesia starting from the level of ECD (Early Childhood Education) to college. At every level of education, peoples are required to meet the competencies that correspond to education levels. in addition to meet the competencies that have been established, the individual will also be given an evaluation carried out in order to control the quality of education nationwide as a form of accountability of education providers to the parties concerned (Act No. 20 of 2003). Results of the evaluation hereinafter called learning achievement. Slameto (2003) explained that one of the factors that affect the learning achievement is a relation peers or the position of the student relationship with friends around. The position of the student relationship with a friend in the class can be described with the sociometric status. The purpose of this study was to determine differences in learning achievement in terms of sociometric status.

This is a quantitative research. The sampling technique used was simple random sampling. Subjects in this study amounted to 189 students who attend school at SMPN 1 Bangli. Data mining techniques used in this study is the interviews and distributing questionnaires sociometric status. Data were analyzed using the Kruskal-Wallis test. Based on the results of data analysis, showed that there are differences in learning achievement in terms of sociometric status.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,

rahmat dan karuniaNya yang diberikan pada peneliti sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Perbedaan Prestasi Belajar ditinjau dari

Sociometric Status di SMPN 1 Bangli”

Peneliti menyadari dalam proses penyelesaian skripsis ini masih banyak terdapat

kekurangan dan kelemahan. Namun berkat doa, bantuan serta dukungan dari berbagai

pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin

menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, SpOT (K). M. Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

2. Bapak I.G.A.P. Wulan Budisetyani, S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing yang

telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran dalam

membimbing, memberi saran dan dorongan serta mendengar berbagai keluh kesah

yang tak terhitung banyaknya hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Dra. Adijanti Marheni, M.Si., Psi. selaku Ketua Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sekaligus Pembimbing Akademik

peneliti yang senantiasa memberikan semangat selama menempuh perjuangan

kesarjanaan.

4. Ibu Dewi Puri Astiti, S.Fil, M.Si selaku ketua penguji yang telah mendukung dan

memberikan sumbangan pikiran berharga dalam revisi untuk membuat skripsi ini

menjadi lebih baik lagi.

5. Ibu Luh Made Karisma Sukmayanti S., S.Psi, M.Psi selaku sekretaris penguji yang

telah mendukung dan memberikan tambahan ilmu dan perbaikan dalam revisi

(10)

x

6. Ibu Ni Made Ari Wilani, S.Psi., M.Psi selaku anggota penguji yang telah

memberikan masukan dan tambahan ilmu serta perbaikan dalam revisi untuk

membuat skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

7. Seluruh Dosen Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

yang telah membagikan ilmu dan pengalaman selama menempuh pendidikan 4

tahun terakhir ini kepada peneliti.

8. Seluruh staf TU (Tata Usaha) Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam segala urusan

administrasi dan birokrasi.

9. Seluruh keluarga besar SMPN 1 Bangli yang senantiasa menyambut peneliti

dengan ramah selama penelitian berlangsung dan kesediaannya memberikan waktu

luangnya untuk diikutkan dalam penelitian.

10.Orangtua dan adik tersayang yang telah membimbing dan mengajari banyak sekali

pengalaman hidup yang sangat berguna bagi peneliti.

11.Sahabat-sahabatku tersayang sedari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

12.Teman-teman satu bimbingan.

13.Teman-teman seperjuangan ZESTRIVIDA.

14.Berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu yang telah

membantu peneliti selama ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kebaikan peneliti di masa datang. Semoga karya sederhana ini dapat memberikan manfaat

bagi masyarakat pada umumnya dan almamater pada khususnya.

Denpasar, Agustus 2015

(11)

xi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

C. Keaslian Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

a. Manfaat Teoretis ... Error! Bookmark not defined. b. Manfaat Praktis ... Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Variabel Bebas ... Error! Bookmark not defined.

1. Definisi Sociometric Status ... Error! Bookmark not defined.

B. Variabel Tergantung ... Error! Bookmark not defined.

1. Definisi Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined. 2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined.

3. Faktor-faktor Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined. C. Remaja ... Error! Bookmark not defined.

1. Definisi Remaja ... Error! Bookmark not defined.

2. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... Error! Bookmark not defined.

D. Dinamika Hubungan antar Variabel ... Error! Bookmark not defined.

(12)

xii

BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Identifikasi Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

1. Definisi Operasional Sociometric Status ... Error! Bookmark not defined.9 2. Definisi Operasional Prestasi Belajar ... Error! Bookmark not defined. C. Subyek Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

D. Metode Pengambilan Sampel... Error! Bookmark not defined.

E. Metode Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. F. Validitas dan Reliabilitas ... Error! Bookmark not defined.

G. Metode Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.5

H. Uji Asumsi Data Penelitiaan ... Error! Bookmark not defined. 1. Uji Normalitas. ... Error! Bookmark not defined.

2. Uji Homogenitas ... Error! Bookmark not defined.

I. Uji Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.6

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Persiapan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Persiapan Uji Coba Alat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... Error! Bookmark not defined.

B. Pelaksanaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Analisis Data dan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1. Karakteristik Subjek ... Error! Bookmark not defined.

2. Deskripsi dan Kategori Data Penelitian... Error! Bookmark not defined. 3. Uji Asumsi Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

5. Analisis Data Tambahan ... Error! Bookmark not defined.

D. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined.6

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.

B. Saran ... Error! Bookmark not defined.

1. Saran Praktis ... Error! Bookmark not defined. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya ... Error! Bookmark not defined.2

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.Dinamika Antar Variabel Sociometric Status

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Tabel Penelitian Sebelumnya ... 7

Tabel 2. Pengelompokan Siswa dalam Sociometric Status ... 40

Tabel 3. Koefisien Reliabilitas ... 45

Tabel 4. Kriteria Sociometric Status ... 51

Tabel 5. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia………..52

Tabel 6. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 7. Kategori Sociometric Status ... 53

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas ... 54

Tabel 9. Uji Homogenitas Variabel Penelitian ... 55

Tabel 10. Hasil analisis Kruskal-Wallis ... 56

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran I. Angket Sociometric Status ... 65

Lampiran II. Uji Normalitas Data Penelitian... 72

Lampiran III. Uji Homogenitas Data Penelitian ... 72

Lampiran IV. Uji Kruskal-Wallis Sociometric Status ... 72

Lampiran V. Uji Kolmogorof-Smirnof Berdasarkan Jenis Kelamin... 73

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang disebutkan dalam deklarasi Hak Asasi

Manusia, yang disebutkan bahwa tiap individu memiliki hak untuk mengembangkan diri,

mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya, memajukan diri

secara kolektif. Deklarasi ini juga menjelaskan bahwa tidak ada pembedaan perlakuan

dalam bentuk apapun, baik itu berhubungan dengan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama,

bahasa, keyakinan politik maupun keyakinan-keyakinan lainnya (HAM, 1948).

Pendidikan di Indonesia sendiri, tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 yang disebut

kan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pada Undang-Undang

No. 20 Tahun 2003 menyebutkan fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Secara khusus lagi, pendidikan di Indonesia

dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 mengenai Wajib Belajar,

dimana pada peraturan pemerintah ini mengatakan bahwa Wajib Belajar adalah program

pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab

pemerintah dan pemerintah daerah.

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan

(17)

2

yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),

atau bentuk lain yang sederajat. Jadi dilihat dari Undang-Undang Dasar, undang-undang,

peraturan pemerintah, dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat

pendidikan dan Pemerintah Indonesia sudah menetapkan pendidikan minimal yang harus

didapatkan setiap warga negara Indonesia, ditambah lagi pemerintah serta pemerintah

daerah bertanggung jawab akan hal tersebut. Namun jika dilihat dari kenyataan yang ada,

fakta di lapangan terkadang sedikit bertentangan dengan peraturan pemerintah tersebut,

seperti yang diberitakan rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7–12 tahun mencapai

0,67 persen atau 182.773 anak, usia 13–15 tahun sebanyak 2,21 persen, atau 209.976 anak;

dan usia 16–18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223.676 anak (Kompas, 16

Oktober 2013)

Pendidikan di Indonesia dimulai dari jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

hingga perguruan tinggi. Pada tiap jenjang pendidikan, individu diharuskan untuk

memenuhi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan jenjang pendidikannya. Semakin

tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh maka semakin tinggi pula kompetensi yang harus

dipenuhi.

Selama mengikuti proses pendidikan, selain memenuhi kompetensi yang telah

ditetapkan, individu juga akan diberikan evaluasi yang dilakukan dalam rangka

pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara

pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Undang-Undang No. 20 Tahun

2003). Selain itu evaluasi dilakukan untuk melihat sejauhmana hasil belajar siswa sudah

mencapai tujuannya (Nata, 2010). Evaluasi adalah proses membandingkan situasi yang ada

dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk

menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan (Nata, 2010). Evaluasi terdiri dari 4

(18)

3

penempatan (Azwar, 1996). Salah satu jenis evaluasi yang disebutkan oleh Azwar adalah

evaluasi sumatif, pada evaluasi ini berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa di akhir

semester. Melalui evaluasi ini maka didapatkanlah hasil yang mencerminkan kemampuan

siswa selama mengikuti proses pendidikan yang selanjutnya hasil dari evaluasi ini disebut

dengan prestasi belajar.

Prestasi belajar, secara sederhana diartikan sebagai hasil dari evaluasi yang telah

dicapai siswa. Winkel (2005) mendefinisikan prestasi belajar sebagai bukti keberhasilan

usaha yang dicapai oleh seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau

mempelajari sesuatu. Pada tataran pendidikan, untuk melakukan pengukuran pada prestasi

belajar dilakukan dengan melaksanakan ulangan umum di akhir semester. Pada saat

ulangan umum, siswa diberikan sejumlah tes untuk mengukur pencapaian akademiknya

setelah sekumpulan program pelajaran diberikan. Setelah siswa mengikuti ulangan umum,

hasil yang diperoleh siswa berupa nilai dituliskan dalam rapor dan diserahkan kepada

siswa sebagai bukti dari prestasi belajar.

Baharuddin (2009) menjelaskan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari prestasi belajar siswa terdiri dari:

faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor

eksternal dari prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi

antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua,

latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,

standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor

masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan

(19)

4

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang telah

dipaparkan di atas, salah satunya adalah relasi teman sebaya. Faktor eksternal relasi teman

sebaya berarti kedudukan hubungan siswa tersebut dengan teman-teman di sekitar. Dalam

lingkungan sekolah, tiap siswa memiliki kedudukan masing-masing, kedudukan disini

berarti ikatan yang terjadi antara siswa satu dan yang lain maupun ikatan siswa dengan

guru. Tidak semua siswa memiliki hubungan yang erat dengan teman di sekitarnya, tidak

jarang ditemukan siswa yang tidak disukai oleh teman-temannya, diabaikan atau menuai

kontroversi tapi tidak sedikit pula siswa yang disenangi oleh teman dan juga guru.

Beberapa contoh nyata hubungan yang kurang erat dengan teman sekolah,

diantaranya yang dialami SAW. SAW adalah seorang siswa di sebuah SMA di Kota

Mojokerto, Provinsi Jawa Timur yang ditemui meregang nyawa dengan sebuah tali

menjerat lehernya di kamar rumahnya pada hari Sabtu, 6 September 2014. Ia diduga

mengakhiri hidup karena kecewa dengan perceraian ayah-ibunya dan juga selalu dijauhi

teman-teman sekelasnya. SAW dikenal sebagai pemuda yang taat beribadah dan terlahir

dari keluarga yang kedua orangtuanya telah bercerai, SAW juga dikenal sebagai pribadi

yang tertutup, introvert, dan gagap bergaul dengan rekan-rekan sekelasnya. Pilihan bunuh

diri yang dilakukan diduga akibat korban merasa frustrasi. Meski telah berpindah-pindah

sekolah, SAW merasa dikucilkan dan tidak disenangi oleh teman-temannya karena selalu

berpenampilan sebagai sosok yang introvert dan pendiam (Wiguna, 2014). Selain itu,

kasus serupa juga pernah terjadi di Cimanggis Depok, Jawa Barat. Korban bernama RF

yang juga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri

dikarenakan merasa dijauhi teman dan sering membuat malu lingkungan (Priliawito,

2009).

Kasus bunuh diri karena kurang eratnya hubungan siswa dengan teman seperti yang

(20)

5

(15 tahun) sehingga kasus bunuh diri yang dilakukan oleh SAW dan RF merupakan salah

satu contoh kasus yang berkaitan dengan hubungan yang erat dengan teman sebaya sebagai

faktor yang mempengaruhi individu yang khususnya berada pada usia remaja. Hal ini

dikarenakan siswa yang khususnya berada pada masa remaja sedang mengalami ”krisis”

yang disebut dengan Identity versus Identity Confusion. Erickson (dalam Papalia, 1987)

mengatakan pada masa ini, remaja sedang mengembangkan mengenai konsep dirinya,

termasuk peran remaja dalam lingkungannya). Remaja yang memiliki teman dekat, stabil

dan selalu mendukung, secara umum memiliki pendapat yang tinggi terhadap dirinya,

prestasi yang bagus di sekolah, memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik, dan

hampir tidak mungkin menunjukkan perilaku yang memusuhi temannya, cemas dan

depresi (Berndt dalam Papalia, 1987). Siswa yang merasa diterima teman sebayanya dan

populer karena memiliki kemampuan kognitif yang tinggi, pemecahan masalah yang baik

dan asertif tanpa menunjukkan agresifitasnya, akan memiliki prestasi yang baik di

sekolahnya (Papalia, 1987). Sebaliknya, ketika siswa berada pada kedudukan yang ditolak

oleh teman sebaya biasanya akan mengalami masalah penyesuaian dan kesulitan belajar

(Papalia, 1987).

Keadaan siswa yang merasa diterima atau ditolak oleh teman sebaya disebut

dengan sociometric status, yang terdiri dari popular, rejected, neglected, controversial dan

average. Sociometric status adalah cerminan penerimaan umum individu oleh teman

sebayanya (Finch, 1998). Salah satu contoh yang dapat menggambarkan sociometric status

dalam kategori Popular adalah pada siswi yang bernama AMS. AMS adalah pemenang

dari lomba puisi nasional tingkat pelajar tahun 2012, selain berbakat di bidang puisi AMS

juga memiliki kemampuan akademik yang bagus di sekolah dan dirinya juga diterima

sangat baik oleh temannya. AMS adalah seorang siswi yang bersekolah di SDN 01

(21)

6

temannya karena sifatnya yang penurut dan selain berbakat dalam menulis puisi, siswi

tersebut juga populer karena kepintarannya yang selalu bisa mengantarkan dirinya masuk

dalam juara tiga besar dalam kelasnya (Tejo dalam Padang Ekspress, 15 Oktober 2012).

Satu lagi contoh kasus yang dapat menggambarkan sociometric status juga terjadi

di Bali, tepatnya di SMPN 1 Bangli, Bali yang dialami siswa bernama SF (14 Tahun) yang

peneliti dapatkan melalui wawancara awal dengan Kepala SMPN 1 Bangli kemudian

dilanjutkan dengan wawancara dengan teman-teman SF. SF adalah seorang siswa yang

dikenal sebagai sosok yang pendiam, tidak bisa bergaul dan cenderung tidak disenangi oleh

teman-temannya karena sifat pendiamnya. Selama menjadi siswa di SMPN 1 Bangli, SF

sering membolos sekolah dengan alasan yang tidak jelas, sehingga nilai prestasi belajar

yang SF dapatkan sangat rendah karena tidak pernah mengikuti pelajaran di kelasnya.

Berbagai cara telah dilakukan pihak teman sekelas dan sekolah untuk membuat SF mau

bersekolah kembali namun hasilnya SF masih saja terus membolos. Kendati teman

sekelasnya kurang menyukai SF namun teman-teman SF tetap berusaha membujuk SF

untuk tetap bersekolah namun SF tetap saja sering tidak masuk sekolah. Hingga akhirnya

Kepala SMPN 1 Bangli yang turun tangan dan langsung menemui SF di rumahnya, sampai

disanapun SF tidak mau bercerita apa-apa dan cenderung diam.

Kepala Sekolah SMPN 1 Bangli hingga kehilangan akal membujuk SF untuk mau

bersekolah, hingga akhirnya Kepala Sekolah SMPN 1 Bangli menanyakan apa yang harus

beliau lakukan untuk membuat SF mau bersekolah dan SF meminta kepala sekolah untuk

membelikan bola sepak bola dan keinginan SF tersebut mau dipenuhi kepala sekolah

namun SF hanya bertahan beberapa hari saja untuk bersekolah. Sampai pada akhirnya

sekolah memutuskan bahwa SF tidak bisa naik ke kelas IX dan harus tetap berada di kelas

(22)

7

Berdasarkan kasus unik siswa yang tidak disenangi teman dan memiliki nilai

prestasi belajar yang rendah dan hanya terjadi di SMPN 1 Bangli tersebut, peneliti ingin

mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status di SMPN

1 Bangli. Penelitian ini akan menggunakan metode campuran (mixed method) dengan

strategi transformatif sekuensial yang menggunakan perspektif sociometric status. Dalam

penelitian ini tahap pertama diawali dengan mengumpulkan dan membuat kriteria

sociometric status yang kriterianya didapatkan melalui wawancara dengan siswa kelas VIII

di SMPN 1 Bangli. Selanjutnya dilakukan tahap kedua dengan melakukan analisis

kuantitatif terkait perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status di SMPN 1

Bangli. Melalui penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi sekolah dan orangtua

serta instansi terkait lainnya yang berada pada lingkungan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kriteria sociometric status di SMPN 1 Bangli?

2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari sociometric status di

SMPN 1 Bangli?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang perbedaan prestasi belajar ditinjau dari sociometric status di

SMPN 1 Bangli menurut sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti lain,

namun beberapa penelitian yang mengukur variabel yang sama sudah pernah dilakukan di

(23)

8

1. Metode penelitian yang

(24)

9

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kriteria sociometric status di SMPN 1

Bangli dan mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari sociometric status di

SMPN 1 Bangli.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

Bagi ranah psikologi, khususnya psikologi perkembangan, psikologi pendidikan,

(25)

10

sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di bidang

keilmuan untuk memperkaya khasanah serta dapat berkontribusi terhadap

pengembangan teori yang berkaitan dengan sociometric status.

b. Manfaat Praktis

1. Sekolah

Melalui penelitian ini, diharapkan sekolah mengetahui kriteria sociometric

status di SMPN 1 Bangli dan mengenai prestasi belajar ditinjau dari sociometric

status, sehingga kepada pihak sekolah dapat memberikan perhatian lebih dalam

perkembangan sociometric status siswanya dengan demikian sekolah dapat

mengusahakan pendekatan sociometric status agar seluruh siswa dapat diterima

oleh teman sebayanya.

2. Guru

Melalui penelitian ini diharapkan guru mengetahui prestasi belajar ditinjau dari

sociometric status, sehingga guru dapat ikut terlibat dalam pendampingan siswa

yang termasuk dalam kategori berprestasi rendah karena kedudukannya dalam

lingkungan teman sebayanya (sociometric status) yang cenderung tidak

disenangi. Melalui pendampingan guru, dapat mengetahui kesulitan yang

dirasakan siswa dan turut serta dalam usaha memecahkan masalah yang dialami

siswa terkait prestasi belajar dan sociometric status.

3. Orangtua

Melalui penelitian ini diharapkan orangtua mengetahui cerminan tingkat

penerimaan umum anak dalam lingkungan teman sebaya dengan prestasi

belajar, sehingga diharapkan orangtua dapat memberikan nilai-nilai mengenai

(26)

11

diterima oleh teman sebayanya sehingga prestasi belajarnya menjadi semakin

meningkat.

4. Siswa

Melalui penelitian ini diharapkan siswa menjadi tahu mengenai faktor yang

menyebabkan perbedaan prestasi belajar, sehingga diharapkan siswa

meningkatkan kemampuan adaptasinya dengan lingkungan sehingga dapat

(27)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sociometric Status

1. Definisi Sociometric Status

Sociometry yang secara etimologi dari bahasa Latin, “Socious” yang berarti teman

atau kawan dan “Metrum” yang berarti pengukuran (Moreno, 1941). Dengan kata lain

Sociometric mengacu pada pengukuran perasaan antara satu individu dengan individu

lainnya dan menentukannya dalam kriteria yang telah ada (Moreno, 1934). Faisal (1982)

juga menambahkan bahwa sosiometric merupakan salah satu teknik untuk menggambarkan

interaksi sosial yang terjadi diantara individu dalam suatu kelompok. Nasution (1986)

mengatakan untuk mengenal anak-anak sebagai makhluk sosial, mengetahui apakah anak

itu disukai sebagai teman oleh murid-murid lain digunakanlah sociometric. Hasil dari

sociometric ini yang selanjutnya disebut dengan sociometric status. Sociometric status

berarti cerminan penerimaan umum individu oleh teman sebayanya (Finch, 1998). Secara

umum pengertian sociometric diartikan sebagai pengukuran akan pertemanan atau

perkawanan sedangkan sociometric status berarti cerminan dari hasil sociometric yang

berupa cerminan penerimaan individu oleh teman sebayanya.

2. Kategori Sociometric status

Kategori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori dengan tiap kategori

memiliki karakteristik tersendiri. (Moreno dalam Persinger, 2011) menyebutkan bagian

dari sociometric status diantaranya:

a. Popular

Disukai oleh sebagian besar teman dan tidak disukai beberapa teman. Terampil

memulai interaksi sosial dengan teman sebaya dan mempertahankan hubungan

(28)

13

sensitif kepada orang lain, dan hal ini dirasakan oleh para guru dan orangtua serta

anak-anak lainnya. Cenderung lebih tegas daripada agresif, mendapatkan apa yang

diinginkan tanpa perkelahian ataupun menyakiti orang lain (Moreno dalam

Persinger, 2011).

b. Rejected

Memiliki strategi pernyataan lisan yang sedikit dan tingkat harga diri yang lebih

rendah terkait prestasi sekolah. Siswa rejected cenderung sulit menghadapi

kegagalan dan provokasi dan cenderung sangat agresif bagi anak-anak lain. Siswa

rejected cenderung termotivasi untuk memperlihatkan apa yang didapatkan melalui

cara agresif. Siswa cenderung memiliki lebih banyak kesulitan mencari solusi yang

konstruktif, seperti keadaan untuk bergilir dalam sebuah permainan. Remaja

rejected memiliki kemungkinan untuk merokok lebih besar dibanding remaja

lainnya. Dalam situasi provokatif seperti ketika bermain, siswa rejected

mengungkapkan ekspresi marahnya dengan ekstrim. Siswa rejected juga

mengungkapkan kebahagiaan dalam situasi provokatif, tapi terbatas pada hasil yang

positif bagi siswa rejected. Lebih sombong dan menampilkan perilaku membual

dibandingkan anak-anak lain. Hal ini menunjukkan bahwa siswa rejected kurang

sensitif terhadap dampak dari ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh temannya,

membuat interaksi antara siswa rejected dan temannya lebih tidak menyenangkan.

Rentan terhadap perilaku bermusuhan dan mengancam, agresi fisik, perilaku

mengganggu, dan kenakalan. Siswa rejected juga terlibat dalam agresi relasional

misalnya, menyebarkan rumor tentang orang lain. Studi remaja rejected

menunjukkan siswa rejected memiliki tingkat kecemasan sosial yang tinggi

(29)

14

c. Neglected

Kadang-kadang disebut sebagai “hantu”. Tidak dinominasikan sebagai teman, atau

diberikan negatif nominasi. Cenderung kurang bersosialisasi, kurang agresif, dan

kurang mengganggu daripada anak-anak rata-rata. Siswa negledted cenderung

mundur dari interaksi teman sebaya yang melibatkan agresi. Memiliki rata-rata

akademik yang lebih rendah dibandingkan anak-anak lain. Rekan-rekan di

lingkungannya sering menggambarkan siswa neglected sebagai pemimpin yang

buruk, kurang kooperatif, menunjukkan tingkat yang lebih rendah dari kompetensi

sosial dan memiliki kecemasan sosial yang lebih tinggi dibanding temannya. Siswa

neglected, terutama anak perempuan, dua kali lebih mungkin untuk melaporkan

gejala depresi dibandingkan anak rejected dan lima kali lebih mungkin untuk

melaporkan gejala depresi dibandingkan anak populer, average, atau controversial

(Moreno dalam Persinger, 2011).

d. Controversial

Mayoritas rekan-rekan menilai rata antara positif dan nominasi negatif.

Paradoksnya, memiliki karakteristik dari kedua anak populer dan rejected. Siswa

controversial cenderung agresif, agak mengganggu, dan mudah marah, tapi juga

kooperatif, sosial, dan biasanya pandai olahraga. Memiliki kemungkinan menjadi

pemimpin kelompok yang aktif secara sosial dan baik. Dilihat oleh banyak

rekan-rekan sebagai sosok yang arogan dan sombong. Remaja kontroversial memiliki

kemungkinan lebih besar untuk merokok remaja dibandingkan siswa average

(30)

15

3. Faktor yang Mempengaruhi Sociometric Status siswa

Popularitas siswa mengindikasikan kedudukan siswa pada kelompok

pertemanannya yang dicerminkan melalui penilaian disukai dan tidak disukai oleh teman

sebaya (Wentzel, 2004):. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat

popularitas siswa

a. Perbedaan Gender

Banyak penelitian yang menunjukkan popularitas antara siswa laki-laki dan siswa

perempuan adalah spesifik tergantung gender. Laki-laki dan perempuan memiliki

model yang berbeda untuk melihat popularitas. Siswa laki-laki yang popular

cenderung menunjukkan kemampuan olahraga, sukses berinteraksi dengan lawan

jenis, dan kemampuan sosial. sedangkan siswa perempuan yang popular cenderung

menunjukkan kemampuan ekonomi orangtua, pribadi yang menarik dan

kemampuan akademik yang baik.

b. Kemampuan Olahraga, bentuk tubuh yang menarik dan kemampuan sosial

Kemampuan olahraga yang baik menempati hubungan yang sangat signifikan bagi

siswa laki-laki dan terkadang tidak signifikan bagi siswa perempuan. Popularitas

yang baik dalam olahraga biasanya berkaitan dengan kemampuan kepemimpinan

(LaFontana, 2002). Siswa dengan popularitas sociometric yang baik, cenderung

menunjukkan perilaku prososial yang lebih tinggi dengan teman sebayanya.

c. Kemampuan Akademik

Kemampuan akademik lebih penting bagi siswa perempuan dibandingkan siswa

laki-laki. Terkadang siswa laki-laki yang memiliki kemampuan akademik yang

(31)

16

B. Prestasi Belajar

1. Definisi Prestasi Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah

psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun

demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa

murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible

(tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya

mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan

mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi

cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Hasil dari pengungkapan hasil belajar ini

yang selanjutnya disebut prestasi belajar (Syah, 2008).

Prestasi belajar sendiri dapat diartikan sebagai bukti keberhasilan dari seseorang

setelah memperoleh pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu yang dicapai oleh siswa

dalam waktu tertentu (Suryabrata, 2002). Tirtinegoro (2001) juga memberikan definisi

terkait prestasi belajar, prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang

dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan

hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar juga

dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang diharapkan

dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang

berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Syah, 2008). Dari beberapa

definisi prestasi belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah

penilaian dari hasil pengalaman belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka,

huruf maupun kalimat.

Bentuk prestasi belajar berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat dari tahun ke

(32)

17

Indonesia merdeka, dunia pendidikan di Indonesia sudah pernah mengalami perubahan

kurikulum sebanyak tujuh kali. Kurikulum pertama disebut dengan nama Kurikulum 1968,

selanjutnya diganti Kurikulum 1975, diganti lagi dengan Kurikulum 1984 (Cara Belajar

Siswa Aktif), pada tahun 1994 diganti dengan Kurikulum 1994, hingga tahun 2004 diganti

Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), tahun 2006 diganti dengan Kurikulum

2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan terakhir diganti pada tahun 2013 dengan

Kurikulum 2013.

Pada Kurikulum 2013, yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian

Pendidikan menyebutkan bahwa hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan

dilaporkan dalam bentuk nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi kepada orangtua dan

pemerintah. Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa laporan hasil penilaian oleh

pendidik berbentuk:

a. Nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi untuk hasil penilaian kompetensi

pengetahuan serta keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran

tematik-terpadu.

b. Deskripsi sikap diberikan untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan

sikap sosial.

c. Penilaian oleh masing-masing pendidik secara keseluruhan dilaporkan kepada

orangtua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil Belajar Peserta Didik.

2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar

Ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevaluasi atau menilai

(33)

18

a. Norm-Referencing atau Norm-Referenced Assesment (PAN)

Tardif mengatakan dalam penilaian yang menggunakann pendekatan

PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik

diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai

teman-teman sekelas atau sekelompoknya. Nasoetion (dalam Syah, 2003)

juga menambahkan pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk

pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman

sekelompoknya dengan skornya sendiri.

b. Criterion-Referenced Assesment (PAK)

Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menyatakan penilaian

dengan pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) merupakan proses

pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian

seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara

baik (well-defined domain behaviours) sebagai patokan absolut. Oleh

karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian Acuan

Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan

pembelajar umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya, nilai atau kelulusan

seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai

oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasaannya

terhadap materi pelajar hingga batas yang sesuai dengan tujuan

instruksional.

Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menjelaskan pendekatan

penilaian seperti diatas biasanya ditetapkan dalam sistema belajar tuntas

(mastery learning). Dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat

(34)

19

menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai

minimal 80.

3. Fungsi Prestasi Belajar

Menurut Purwanto (2003:155), prestasi belajar merupakan masalah yang bersifat

perennial (abadi) dalam sejarah manusia karena rentang kehidupannya, manusia selalu

mengejar prestasi sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing. Kemudian masih

menurut Purwanto (2003:155), fungsi prestasi belajar yaitu:

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak didik.

Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa menunjukkan sejauh mana siswa

mampu memahami dan menguasai bahan ajar atau materi yang telah disampaikan

oleh guru. Dengan melihat prestasi belajar tersebut maka dapat segera dievaluasi

hal-hal yang menyebabkan siswa kurang memahami atau menguasai bahan ajar

atau materi pelajaran.

b. Prestasi belajar sebagai lembaga kepuasan hasrat ingin tahu.

Para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal ini sebagai tendensi

keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum manusia, termasuk didalamnya

adalah seorang siswa yang ingin mencapai kepuasan dengan cara memperoleh

prestasi belajar yang baik.

c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan.

Asumsinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa

dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai bahan

evaluasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern

Sebagai indikator intern artinya prestasi belajar yang telah diraih daopat

(35)

20

Sedangkan sebagai indikator ekstern artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat

dijadikan indikator kesuksesan siswa dalam masyarakat.

4. Faktor-faktor Prestasi Belajar

Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat

digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:

a. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor

psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,

kesiapan), dan faktor kelelahan.

b. Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor

keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana

rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang

kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,

waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode

belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam

masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Baharuddin (2009) juga menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar, dimana dibedakan menjadi dua kategori yaitu:

a. Faktor Internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

individu dan dapat mempengaruhi prestasi belajar individu. Faktor-faktor

internal ini terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis.

b. Faktor Eksternal, dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan sosial seperti

lingkungan sosial sekolah yang di dalamnya termasuk guru, administrasi

(36)

21

keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi

keluarga, status sosial ekonomi. Sedangkan lingkungan nonsosial terdiri

dari lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran.

Dari beberapa teori mengenai faktor-faktor prestasi belajar, faktor-faktor prestasi

belajar yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis

(intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan.

Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor keluarga (cara

orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode

mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,

alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode

belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman

bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

C. Remaja

1. Definisi remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya,

adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.

Sedangkan istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti lebih

luas mencakup kematangan mental, sosial, emosional, dan fisik. Pandangan ini

diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 2003) dengan mengatakan:

(37)

22

kurang lebih berhubungan dengan masa púber… Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok… Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

Gagasan mengenai remaja mulai direkonstruksi sejak Hall menerbitkan

gagasannya. Sejak itu hingga saat ini para ahli mulai menyampaikan gagasan mengenai

remaja. Hurlock adalah salah satunya. Hurlock (1980) mengungkapkan remaja sebagai

periode peralihan serta menjabarkan arti remaja sebagai tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa. Lebih lanjut, Hurlock(1980) menjelaskan bahwa masa peralihan bukan berarti

terputus karena pengalaman sebelumnya akan membekas dan akan terbawa ke tahap

berikutnya. Masa remaja merupakan masa penting. Akar pemikiran Hurlock adalah

pemikiran Piaget.

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi

matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Awal masa remaja

berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari

usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2003).

Sedangkan menurut Papalia, Olds, & Feldman (2008), masa remaja dimulai pada usia 11

atau 12 tahun sampai masa remaja akhir yaitu awal usia 20-an dan masa tersebut membawa

perubahan besar saling bertautan pada semua ranah perkembangan.

Pendapat Hurlock berbeda dengan Hall (dalam Santrock, 2007) yang menyatakan

usia remaja berkisar antara 12 hingga 23 tahun. Meskipun rentang usia dari remaja

bervariasi terkait dengan lingkungan dan budaya, Santrock (2007) mengungkapkan masa

remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 hingga 22

tahun. Pendapat Santrock mengenai rentang usia masa remaja merupakan yang paling

panjang diantara lainnya yaitu 13 tahun, dimulai sejak usia 10 hingga 22 tahun, sedangkan

(38)

23

Piaget (dalam Hurlock, 1980) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah usia

dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia menjadi tolak ukur dalam

definisi yang diungkapkan Piaget walaupun sesungguhnya remaja memiliki arti luas yang

mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Piaget dalam Hurlock,

1980).

Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan

sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk

menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan

besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki dan anak

perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tercebut selama awal masa

remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukan pada

peletakan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku bagi remaja (Hurlock,

2003)

Penelitian singkat mengenai tugas-tugas perkembangan masa remaja yang penting

akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang

timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya menguasai tugas-tugas

perkembangan dalam waktu yang relatif singkat yang dimiliki oleh remaja sebagai akibat

perubahan usia kematangan yang sah menjadi delapan belas tahun menyebabkan banyak

tekanan yang mengganggu para remaja. Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima

(39)

24

diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan

untuk mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan

apa yang dicita-citakan (Hurlock, 2003)

Menurut Hurlock (1980) selama masa tumbuh kembang, remaja memiliki tugas

perkembangan yang harus dilewatinya dan tugas pertama yang harus dikuasai selama

perkembangan remaja yang berhubungan dengan seks adalah pembentukan hubungan yang

baik dengan lawan jenis. Yang membedakan dalam masa perkembangan ini adalah

perkembangan sikap dan pola perilaku pada remaja.

a. Pertumbuhan

Soetjiningsih (2004) pertumbuhan menggambarkan proses bertambahnya ukuran

dan jumlah sel serta jaringan interseluler yang terlihat secara fisik dan dapat diukur dengan

menggunakan satuan panjang atau satuan berat dengan proses yang berkesinambungan

dipengaruhi oleh faktor genetik (ras, keluarga) dan faktor lingkungan bio-psikososial yang

dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa.

Potter & Perry (2005) menjelaskan mengenai empat fokus utama pada

pertumbuhan fisik masa remaja:

1. Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot, dan visera,

2. Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebar pinggul,

3. Perubahan distribusi otot dan lemak,

4. Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder.

Potter & Perry (2005) juga menjelaskan mengenai pertumbuhan bahwa selama

masa pubertas biasa terjadi peningkatan laju tinggi dan berat badan. Pada anak perempuan

pertumbuhan mulai melaju antara usia 8 tahun dan 14 tahun, sedangkan pada anak laki-laki

dimulai pada usia 10 tahun sampai 16 tahun. Pertambahan tinggi anak perempuan

(40)

25

hingga mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun, sedangkan anak laki-laki

akan terus tumbuh tinggi hingga usia 18 sampai 20 tahun.

Tanda pubertas pada anak perempuan biasanya ditandai dengan perkembangan

payudara. Setelah pertumbuhan awal jaringan payudara, puting, areola ukurannya

meningkat. Proses ini yang sebagian dikontrol oleh hereditas, dimulai paling muda usia 8

tahun dan mungkin tidak komplet sampai akhir usia 10 tahunan. Kadar estrogen yang

meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar, dan terjadi

peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut dapat terjadi secara spontan atau akibat

perangsangan seksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh.

Menarke pada setiap individu sangat bervariasi, dapat terjadi paling cepat pada usia 8 tahun

dan tidak sampai usia 16 tahun atau lebih. Meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak

teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama, fertilitas harus selalu

diwaspadai kecuali dilakukan hal lain. Anak laki-laki mengalami kenaikan kadar

testosterone selama pubertas yang ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis,

prostat, dan vesikula seminalis (Potter & Perry, 2005).

Menurut Potter & Perry (2005), anak laki-laki dan anak gadis mungkin mengalami

orgasmus sebelum masa pubertas, tetapi ejakulasi pada anak laki-laki tidak terjadi sampai

organ seksnya matur, yaitusekitar usia 12 atau 14 tahun. Ejakulasi mungkin terjadi pertama

kali selama tidur (emisi nocturnal), hal ini biasa disebut dengan mimpi basah yang sering

kali dianggap sangat memalukan. Anak laki-laki harus mengetahui bahwa, meski mereka

tidak menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi, mereka segera akan menjadi subur

hingga nanti saatnya terjadi perkembangan genital, rambut pubis, wajah, dan tubuh mulai

(41)

26

b. Perkembangan

Perkembangan menurut Potter & Perry (2005) merupakan aspek progresif adaptasi

terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif. Djiwandono (2002) menuturkan bahwa masa

perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12 -14

tahun. Masa puber yang merupakan permulaan remaja adalah suatu masa saat

perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pada umur 14-16 tahun yang

merupakan pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan

diri dan berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja. Ketika remaja berumur 18 tahun

sampai umur 20 tahun terjadi perubahan yang membuat remaja mulai bertanggungjawab,

membuat pilihan, dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa atau lebih dikenal

dengan masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami remaja pada masanya, antara lain:

1. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik adalah rangkaian dari perubahan yang dialami remaja. Remaja

membutuhkan penyesuaian yang baik denga perubahan dalam tubuhnya. Kematangan yang

berbeda yang dialami oleh setiap remaja membuat remaja yang mengalami pubertas lebih

awal akan menjadi lebih sensitif dan merasa berbeda dengan yang lain, namun seiring

dengan waktu ia dapat menyesuaikan diri. Jadi dalam penyesuaian perkembangan fisik

inilah nantinya remaja dapat berkembang menjadi remaja yang 17 mampu berhubungan

dengan orang lain atau tidak (Djiwandono, 2002).

2. Perkembangan kognitif

Potter & Perry (2005) menjelaskan selama masa remaja terjadi perubahan dalam

pemikiran dan perluasan lingkungan, namun tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai

remaja tidak mampu mencapai perkembangan neurologis dan tidak mampu diarahkan

untuk dapat berpikir rasional. Kemampuan kognitif yang diperlihatkan oleh remaja sangat

(42)

27

motivasi. Djiwandono (2005) menjabarkan dalam teori perkembangan kognitif Piaget,

masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan berpikir konkret secara operasional ke

berpikir formal secara operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran

mereka. Mereka berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka

sendiri.

3. Perkembangan psikososial

Soetjiningsih (2004) menjelaskan mengenai masa remaja yang identik dengan

kematangan seksualnya menjadi hal yang sangat berperan penting dalam perkembang

psikososialnya. Kematangan seksual yang diiringi dengan perubahan bentuk tubuh apabila

tidak diketahui oleh remaja dengan baik dapat menimbulkan kecemasan dalam dirinya.

Kecepatan kemajuan kematangan seksual yang berbeda pada setiap individu bisa

menjadikan seorang remaja 18menjadi merasa berbeda dan tidak mau bergaul dengan

teman sebayanya. Contohnya pada anak perempuan yang mengalami kematangan seksual

lebih dulu akan merasa dirinya lebih besar dibandingkan dengan teman sebayanya, namun

sebaliknya pada anak laki-laki yang mengalami keterlambatan kematangan akan

menjadikan dirinya terlihat lebih kecil dari yang lain.

Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi

pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan membutuhkan informasi

yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang

ditularkan melalui hubungan seksual, dan kehamilan. Informasi faktual ini dapat datang

dari rumah, sekolah, buku-buku, atau teman sebaya. Sering kali informasi yang remaja

dapatkan tidak diaplikasikan dalam gaya hidup karena remaja tidak merasa rentan dan

kurangnya kewaspadaaan karena meyakini bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan

(43)

28

D. Dinamika Hubungan antar Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel sociometric status dan prestasi

belajar. Kedua variabel tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan, sehingga dari hal

tersebut, akan dapat diasumsikan pula bahwa terdapat perbedaan pada variabel prestasi

belajar antara kategori sociometric status. Kedua variabel ini diasumsikan memiliki

hubungan oleh peneliti dan dinamikanya digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. : Dinamika Antar Variabel Sociometric Status dan Variabel Prestasi

Belajar

Keterangan:

: garis hubungan yang akan diteliti

(44)

29

: garis aspek masing-masing variabel

: variabel yang akan diteliti

: aspek masing-masing variabel

Baharuddin (2009) menjelaskan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari prestasi belajar siswa terdiri dari:

faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor

eksternal dari prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi

antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua,

latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,

standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor

masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan

masyarakat).

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang telah

dipaparkan, salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah relasi teman

sebaya. Faktor eksternal relasi teman sebaya berarti kedudukan hubungan siswa tersebut

dengan teman-teman di sekitar. Dalam lingkungan sekolah, tiap siswa memiliki kedudukan

masing-masing, kedudukan yang dimaksud adalah ikatan yang terjadi antara siswa satu dan

yang lain maupun ikatan siswa dengan guru. Tidak semua siswa memiliki hubungan yang

erat dengan teman di sekitarnya, tidak jarang ditemukan siswa yang tidak disukai oleh

teman-temannya, diabaikan atau menuai kontroversi tapi tidak sedikit pula siswa yang

(45)

30

disenangi atau tidak disenangi oleh teman sebaya disebut dengan sociometric status, yang

terdiri dari popular, rejected, neglected, controversial dan average (Finch, 1998).

Mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Amerika, Papalia (1987)

mengatakan anak yang masuk pada kelompok rejected memiliki paling banyak masalah

terkait penyesuaian diri dan kesulitan belajar. Anak laki-laki yang masuk kelompok

rejected, khususnya yang masih belia, cenderung lebih agresif dan anti-sosial, sedangkan

anak perempuan dan anak laki-laki yang sudah lebih dewasa yang masuk kelompok

rejected lebih sering menjadi seseorang yang pemalu, terisolasi, tidak bahagia dan

memiliki self-image yang negatif. Kelompok siswa popular cenderung menunjukkan

perilaku yang disukai teman dan dapat beradaptasi dengan lingkungan, selain itu, siswa

popular juga menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa

lainnya.

Secara teori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu popular,

neglected, rejected, controversial, average namun kategori dan kriteria Sociometric Status

di SMPN 1 Bangli akan mengacu pada hasil penggalian data kualitatif yang dilakukan

sebelum penelitian kuantitatif dilakukan. Kategori muncul dikarenakan variabel

sociometric status merupakan variabel yang keadaannya disesuaikan dengan keadaan

subjek yang dikenai penelitian. Moreno (1953) mengatakan kriteria dalam sociometric

status harus berdasarkan situasi yang dialami subjek dari penelitian karena berhubungan

dengan validitas dan keberartian dari kriteria sociometric status.

E. Hipotesis Penelitian

Hipótesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang

kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata dalam Azwar, 2007). Hipotesis

(46)

31

masih bersifat tentatif dan hipotetik yang masih harus diuji secara empirik menggunakan

data-data yang dikumpulkan (Azwar, 2007). Hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ha : Ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli

Ho : Tidak ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1

Gambar

Tabel 1 Tabel Penelitian Sebelumnya
Gambar 1. : Dinamika Antar Variabel Sociometric Status dan Variabel Prestasi

Referensi

Dokumen terkait

Erna Widiyastuti, A 210 070 093. Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012. Penelitian ini termasuk jenis

Bagi pihak-pihak yang terkait disarankan untuk lebih menumbuhkan sikap penyesuaian sosial pada anak-anak didiknya khususnya yang berada pada masa kanak-kanak akhir

Melalui kemampuan berpikir intuitif dapat memudahkan siswa mengaitkan objek yang dibayangkan dengan alternatif penyelesaian yang diinginkan, dengan kata lain mampu

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasaan masing-masing masalah penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka penulis dapat menarik kesimpulan

Remaja merupakan bagian dari fase tumbuh kembang yang terjadi di antara masa anak-anak dan dewasa dengan tanda perubahan fisik, hormonal, psikologis, emosi, dan sosial. 1,2

Pemberian susu formula pada saat bayi berusia kurang dari 6 bulan dalam penelitian ini secara statistik tidak berhubungan dengan status gizi bayi baik menurut indikator BB/U,

Pemberian susu formula pada saat bayi berusia kurang dari 6 bulan dalam penelitian ini secara statistik tidak berhubungan dengan status gizi bayi baik menurut indikator BB/U,

Perbedaan Regulasi Emosi pada Siswa yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Mentoring Agama Islam. Siswa sekolah menengah merupakan masa remaja yaitu salah satu