• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komperatif Mengenai Derajat Self-Compassion Pada Wanita Berkeluarga Yang Bekerja dan Tidak Bekerja di Gereja 'X' Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komperatif Mengenai Derajat Self-Compassion Pada Wanita Berkeluarga Yang Bekerja dan Tidak Bekerja di Gereja 'X' Bandung."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui perbandingan antara derajat self-compassion pada wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja di Gereja ‘X’ Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode accidental sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 128 orang, yaitu 71 wanita berkeluarga yang bekerja dan 57 yang tidak bekerja. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian komparatif.

Alat ukur yang digunakan merupakan hasil terjemahan kuesioner self-compassion yang dirancang Dr. Kristin D. Neff (2003) oleh Missiliana R., M.Si., Psikolog. Alat ukur tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi (α = 0,8182) dan semua itemnya valid (rentang r antara 0,323-0,606). Data yang diperoleh diolah menggunakan uji beda t-Test dengan program SPSS 17.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, didapatkan nilai signifikansi 0,563 untuk uji dua arah dengan nilai α 0,05. Kesimpulan yang ditarik adalah tidak terdapat perbedaan signifikan antara derajat self-compassion wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian mengenai kaitan antara jumlah anak, usia anak, penggunaan jasa bantuan, atau kisaran pendapatan rumah tangga dengan derajat self-compassion.

Kata kunci: self-compassion, komparatif, wanita berkeluarga yang bekerja, wanita berkeluarga yang tidak bekerja.

(2)

ABSTRACT

This research is an explorative study concerning the self-compassion degree on married women at ‘X’ Church Bandung. This research aims to compare the self-compassion degree on working married women and non-working married women at ‘X’ Church Bandung. There were 128 respondents participating on this research (71 working married women and 57 non-working married women), using accidental sampling method.

The instrument used to collect the data on self-compassion degree was self-compassion questionnaire, consisted of 26 items designed by Dr. Kristin D. Neff (2003) and translated into an Indonesian version by Missiliana R., M.Si., Psikolog. The instrument has high reliability (α = 0,8182) and the items were all valid (r = 0,323-0,606). The hypotheses of this research was tested using independent k samples t-Test through an SPSS 17 program.

The 2-tailed significance value obtained from the analysis was 0,563 with an α of 0,05. The result indicates that there is no significant difference between the self-compassion degree of working married women and that of non-working married women. Further researches may be conducted correlating number of children, children’s age, use of helper’s asistance, or household income to self-compassion degree.

Keywords: self-compassion, comparative, working married women, non-working married women

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI...vii

DATAR TABEL... xi

DAFTAR BAGAN... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian... 7

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis... 8

1.5 Kerangka Pemikiran... 9

1.6 Asumsi Penelitian... 18

1.7 Hipotesis Penelitian... 18

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Compassion

2.1.1 Definisi Self-Compassion... 19

2.1.2 Komponen Self-Compassion 2.1.2.1 Self-Kindness... 22

2.1.2.2 Common Humanity... 24

2.1.2.3 Mindfulness...25

2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Self-Compassion 2.1.3.1 Faktor Internal ...27

2.1.3.2 Faktor Eksternal...33

2.1.4 Manfaat Self-Compassion 2.1.4.1 Emotional dan Psychological Well-Being... 40

2.1.4.2 Motivasi... 42

2.1.4.3 Kesehatan... 43

2.1.4.4 Hubungan Interpersonal... 44

2.1.4.5 Empati...45

2.2 Perkembangan Usia Dewasa... 46

2.3 Sex Roles... 51

2.4 Kebudayaan Individualisme dan Kolektivisme 2.4.1 Menurut Singelis, et al. ...52

2.4.2 Menurut Hofstede...54

2.5 Pernikahan dan Keluarga ...56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

(5)

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian... 58

3.2 Bagan Rancangan Penelitian... 58

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian... 59

3.3.2 Definisi Konseptual... 59

3.3.3 Definisi Operasional... 59

3.4 Alat Ukur 3.4.1 Alat Ukur Self-Compassion... 61

3.4.1.1 Kisi-Kisi Alat Ukur... 61

3.4.1.2 Sistem Penilaian... 62

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang... 63

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.3.1 Validitas Alat Ukur... 63

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur... 63

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.5.1 Sasaran Populasi... 64

3.5.2 Karakteristik Populasi... 64

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel... 64

3.6 Teknik Analisis Data... 65

3.7 Hipotesis Statistik... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian 4.1.1 Usia Responden Penelitian...66

(6)

4.1.2 Suku Bangsa Responden Penelitian ...67

4.1.3 Pekerjaan Kelompok Wanita Berkeluarga yang Bekerja ...68

4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Uji Hipotesis Penelitian ...68

4.2.2 Perbandingan Derajat Self-Compassion pada Wanita Berkeluarga yang Bekerja dan Tidak Bekerja ...69

4.3 Pembahasan...71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...79

5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoretis ...80

5.2.2 Saran Praktis...80

DAFTAR PUSTAKA... 82

DAFTAR RUJUKAN...84

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur ...62

Tabel 4.1 Tabel Usia Responden Penelitian ...66

Tabel 4.2 Tabel Suku Bangsa Responden Penelitian ...67

Tabel 4.3 Tabel Tipe Pekerjaan Wanita Berkeluarga yang Bekerja ...68

Tabel 4.5 Tabel Hasil Uji Beda (t-Test) ...69

Tabel 4.6 Tabel Derajat Self-Compassion...69

Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Self-Kindness dengan Self-Compassion ...70

Tabel 4.8 Tabulasi Silang antara Common Humanity dengan Self-Compassion ...70

Tabel 4.9 Tabulasi Silang antara Mindfulness dengan Self-Compassion...71

(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir... 17 Bagan 3.1 Bagan Rancangan Penelitian...58

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan

Lampiran 2 Kuesioner Pengambilan Data Lampiran 3 Kisi-kisi Alat Ukur

Lampiran 4 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 5 Hasil Perhitungan SPSS untuk Uji Beda T-Test

Lampiran 6 Data Mentah Wanita Berkeluarga yang Tidak Bekerja Lampiran 7 Data Mentah Wanita Berkeluarga yang Bekerja

Lampiran 8 Tabulasi Silang Data Penunjang dengan Deraja Self-Compassion Lampiran 9 Biodata Peneliti

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap individu dapat memilih akan menjadi siapa dirinya dan apa yang akan dilakukannya di masa depan. Ini juga menjadi tugas setiap individu dewasa, termasuk wanita. Sekarang ini, wanita dapat menentukan apakah ia lebih ingin

menikah dan membangun keluarga sepenuh waktu atau bekerja dan meniti karier, bahkan mungkin bekerja di samping berkeluarga. Apapun pilihannya, ia akan

berhadapan dengan tanggung jawab dan tuntutan yang menyertai pilihannya itu. Hal ini menjadi bagian yang menentukan kapan seorang dewasa mulai menetap atau settle down (Hurlock, 1980).

Pada survei awal kepada 10 wanita yang menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu, mereka menyatakan tuntutan dan tanggung jawab sehari-harinya

meliputi bangun lebih pagi untuk memasak, menyiapkan keperluan suami, mencuci, membersihkan rumah, mengantar-jemput anak, juga mengatur

pengeluaran ketika berbelanja untuk keperluan sehari-hari. Mereka yang memiliki pembantu rumah tangga dan/atau baby sitter merasa beban pekerjaan rumah tangganya diringankan sehingga masih dapat menghabiskan waktu bersama

teman-temannya atau menekuni hobi. Begitu pula saat orang tua dapat membantu menjaga anak. Mereka mungkin merasa sedih, kesal, kecewa, atau bersalah ketika

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha Kondisi tersebut berbeda dengan wanita yang menjalani peran berganda dengan bekerja di samping menjadi ibu rumah tangga. Walaupun bekerja, mereka

tetap dituntut mengerjakan tugas-tugas rumah tangga dan mengasuh anak (Heymann, 2000, dalam Papalia, dkk., 2007). Berdasarkan hasil survei awal

kepada 12 wanita berkeluarga yang bekerja, mereka merasa kurang memiliki waktu untuk berjalan-jalan bersama teman, pergi ke salon, atau bersantai membaca buku karena waktu, tenaga, dan perhatiannya terbagi antara memenuhi

tanggung jawab dalam bekerja dengan mengurus rumah tangga dan keluarga. Mereka semakin merasa down, kecewa, bahkan marah kepada orang lain dan diri

sendiri serta merasa dunia tidak adil terhadapnya saat mengalami diskriminasi suku bangsa, agama, atau jenis kelamin di tempat kerja atau kesulitan menghadapi atasan, rekan, dan/atau bawahan. Mereka merasa lebih mudah memenuhi

tanggung jawab mereka jika dapat bekerja di rumah atau dekat rumah / anak-anak juga terbantu ketika memiliki tenaga pembantu rumah tangga, baby sitter,

dan/atau mendapatkan bantuan dari anggota keluarga lain.

Pada satu sisi, wanita berkeluarga yang tidak bekerja dapat lebih rentan

stres dan depresi dibandingkan yang bekerja. Hasil kajian menunjukkan sebagai istri wanita dituntut mendampingi suami di samping sebagai anak tetap dituntut memperhatikan orang tua. Kondisi ini dapat menyebabkan wanita di Indonesia

lebih mudah stres dan depresi. Belum lagi ketika berhadapan dengan masalah terkait anaknya (Dr.Andri, SpKJ, dalam artikel di health.kompas.com, 9

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha memasuki usia dewasa tengah, justru lebih banyak ibu rumah tangga yang menunjukkan gejala-gejala depresi dibandingkan wanita yang memiliki pekerjaan

di samping berumah tangga.

Pada sisi lain, wanita berkeluarga yang bekerja dapat lebih mudah merasa

tidak puas dan frustrasi dalam hubungannya, ketika menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan dan rumah tangga yang dapat saling bertentangan. Mereka lebih mudah merasa kesal ketika menemui perbedaan pendapat, merasa kurang dimengerti, dan

sejenisnya (Locksley, 1980, dalam Lamanna dan Riedmann, 1985). Wanita yang menuntut diri memenuhi idealisme untuk sukses menjalankan kedua perannya

tanpa hambatan yang berarti dapat menjadi lebih mudah depresi (Leupp, dalam artikel di health.kompas.com, 27 Agustus 2011).

Berdasarkan hasil survei awal kepada 22 wanita berkeluarga yang bekerja

dan tidak bekerja, sebagian menyalahkan diri sendiri, tidak mau mengasihani diri karena merasa tertinggal, atau tidak dapat melakukan sebaik orang lain, ketika

menghadapi masa-masa sulit dalam hidup. Responden lainnya lebih mencoba menenangkan diri dan mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan dihadapi juga oleh

orang lain. Ada pula yang mengabaikan perasaan sedih atau kecewanya, memilih fokus saja mencari cara menyelesaikan masalahnya. Tindakan wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja terhadap diri mereka sendiri saat menghadapi

masa-masa menyulitkan menggambarkan self-compassion mereka (Neff, 2003). Pada banyak tradisi Buddha, memahami penderitaan diri dan ingin

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha Neff dan Pommier, 2012). Berlandaskan pemahaman tersebut, Neff (2003) mendefinisikan self-compassion sebagai kemampuan menghibur diri dan peduli

ketika diri sendiri mengalami penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan daripada mengkritik diri dengan keras; melihat suatu pengalaman sebagai bagian

pengalaman manusia secara umum daripada sesuatu yang mengisolasi diri sendiri; serta memperlakukan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang terluka dengan penuh kesadaran daripada terpaku dan membesar-besarkannya.

Self-compassion tersusun oleh tiga komponen utama, yaitu self-kindness, a sense of common humanity, dan mindfulness (Neff, 2003b). Ketiga komponen ini berkombinasi dan berinteraksi bersama membentuk pola pikir self-compassion. Berikut hasil survei awal melalui pembagian kuesioner kepada 12 wanita berkeluarga yang bekerja dan 10 wanita berkeluarga yang tidak bekerja dengan

kisaran usia 30-60 tahun berdasarkan komponen-komponen self-compassion. Dilihat dari komponen self-kindness-nya, sebanyak 33,33% wanita

berkeluarga yang bekerja berbanding 40% yang tidak bekerja secara aktif berusaha tidak menyalahkan diri sendiri tetapi menenangkan diri ketika

menghadapi masa-masa sulit. Sebanyak 16,67% wanita berkeluarga yang bekerja mengaku tidak mau mengasihani diri dan cenderung menghakimi diri saat menghadapi kesulitan, tetapi tidak ada wanita berkeluarga yang tidak bekerja yang

menyatakan hal serupa. Sementara 50% wanita berkeluarga yang bekerja berbanding 60% yang tidak bekerja cenderung berada di tengah. Mereka tidak

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha Dilihat dari komponen common humanity, sebanyak 33,33% wanita berkeluarga yang bekerja berbanding 60% yang tidak bekerja menyadari bukan

hanya dirinya yang menghadapi kesulitan atau bahwa ada orang lain yang hidup lebih sulit darinya. Sebanyak 25% wanita berkeluarga yang bekerja menyatakan

diri lebih tertinggal, tidak berharga, atau tidak sebaik orang lain, walau ada satu yang menyatakan diri lebih baik dalam pekerjaannya dibandingkan orang lain. Sedangkan pada wanita berkeluarga yang tidak bekerja tidak ada yang merasa

demikian. Sebanyak 41,67% wanita berkeluarga yang bekerja berbanding 40% yang tidak bekerja berusaha melihat hidupnya tanpa membandingkan diri dengan

orang lain, tidak secara khusus memikirkan bagaimana orang lain pada posisi serupa dengannya, memandang hidup setiap orang berjalan masing-masing.

Selain itu, dilihat dari komponen mindfulness, sebanyak 41,67% wanita

berkeluarga yang bekerja berbanding 50% yang tidak bekerja menyatakan lebih dapat memandang kesulitan secara proporsional, tenang dan matang. Sebanyak

16,67% wanita berkeluarga yang bekerja cenderung larut ke dalam perasaan-perasaan negatifnya hingga merasa diri paling malang atau memandang hidup

tidak adil, walau ada juga yang jadi lebih memandang diri superior dalam pekerjaan, tetapi tidak ada wanita berkeluarga yang tidak bekerja yang merasa demikian. Di antara keduanya, terdapat 41,67% wanita berkeluarga yang bekerja

berbanding 50% yang tidak bekerja yang cenderung mengabaikan atau mengesampingkan perasaan-perasaan sedih, kecewa, khawatir, atau marah yang

(15)

perasaan-6

Universitas Kristen Maranatha perasaan negatifnya hingga memengaruhi pola makan dan tidurnya.

Mereka yang berusaha tidak menyalahkan diri berlebihan, merasa menjadi

bagian manusia secara umum karena mengalami kesulitan seperti orang pada umumnya, dan tidak membesar-besarkan perasaan-perasaan tidak menyenangkan

sehingga tidak terlarut-larut dalamnya merasa mendapatkan rasa aman, ketenangan, dan kedamaian bagi dirinya ketika bersikap demikian. Hal tersebut membuat 40% wanita berkeluarga yang tidak bekerja berbanding 25% yang

bekerja merasa tidak banyak menyesal dan dapat memandang peristiwa tidak menyenangkan dengan lebih positif. Dikatakan bahwa mampu memberikan

compassion bagi diri sendiri membantu mendatangkan kebahagiaan, optimisme, dan afek positif (Neff, Rude, & Kirkpatrick, 2007).

Sebaliknya, mereka yang bersikap lebih keras terhadap dirinya, merasa

diri paling malang dan terlarut dalam perasaan-perasaan negatifnya lebih banyak menyesal dan menuntut dirinya mampu mengatasi situasi sulit pada kesempatan

berikutnya. Hal ini khususnya didapati pada wanita berkeluarga yang bekerja. Padahal, saat mereka bersikap lebih keras terhadap dirinya dan terpaku pada

kesulitan atau kekurangan diri daripada menyadari dirinya sedang menderita, perasaan-perasaan stres dan khawatir justru terabaikan dan malah menumpuk. Dalam kasus seperti ini, mereka justru mengambil risiko kelelahan dan kewalahan

menghabiskan energi mencoba memperbaiki masalah-masalah eksternal tanpa mengingat untuk menyegarkan diri secara internal (Neff, 2011).

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha bekerja. Sejauh mana wanita berkeluarga memperlakukan dirinya saat menghadapi masa-masa menyulitkan dan secara khusus sejauh mana bekerja atau

tidaknya wanita berkeluarga memengaruhi mereka memperlakukan diri dengan lebih keras dan menghakimi atau lebih lembut dan pengertian itulah yang ingin

diteliti lebih lanjut melalui penelitian ini.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perbandingan derajat self-compassion wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja di Gereja 'X' Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

Penelitian ini dilakukan dengan maksud memperoleh gambaran derajat self-compassion wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja di Gereja 'X' Bandung.

1.3.2 Tujuan

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Memberikan informasi mengenai perbandingan derajat self-compassion pada wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja bagi bidang ilmu Psikologi.

Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai self-compassion.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada para wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja mengenai pentingnya self-compassion sebagai bahan evaluasi diri agar tanggap menyadari tindakannya terhadap diri sendiri saat mengalami situasi menyulitkan. Diharapkan mereka dapat berusaha lebih toleran terhadap dirinya, menyadari menjadi bagian manusia yang tidak sempurna, serta memandang situasi menyulitkan lebih proporsional.

Memberikan informasi kepada Gereja 'X' mengenai self-compassion pada

wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja untuk mengembangkan pemahaman mengenai tindakan-tindakan wanita terhadap dirinya saat menghadapi situasi menyulitkan. Diharapkan pihak Gereja ‘X’ dapat

memanfaatkan informasi ini dalam konseling atau seminar untuk membantu para wanita tersebut lebih toleran terhadap dirinya, bukannya

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha Memberikan informasi kepada suami dan orang tua wanita berkeluarga

yang bekerja dan tidak bekerja untuk membantu memahami istri dan anaknya tersebut ketika menghadapi kesulitan. Pada gilirannya, mereka dapat membantu wanita berkeluarga yang bersangkutan untuk bersikap

lebih toleran pada dirinya saat menghadapi kesulitan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Setiap individu dewasa dituntut hidup mandiri dan tidak lagi bergantung

kepada orang tua atau orang lain sebagaimana tahun-tahun awal kehidupannya. Pada awalnya, masa ini berarti waktu bagi pria menetapkan pekerjaan sementara wanita mengambil tanggung jawab sebagai seorang ibu rumah tangga, peran yang

akan mereka pegang sepanjang hidup (Hurlock, 1980). Berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan pendidikan membuat pilihan hidup wanita

semakin luas. Wanita dapat memilih bekerja dan meniti karier juga dan perannya tidak lagi terbatas pada keluarga dan rumah tangga (Coleman & Cressey, 1984).

Terlepas dari meluasnya peran wanita, ada wanita yang memang ingin

menghabiskan hidup sebagai istri dan ibu tanpa bekerja. Mereka harus siap menghadapi tuntutan dan tanggung jawab seperti mendampingi suami, mengurus

anak, serta menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Sementara bagi wanita yang memilih bekerja di samping berumah tangga, mereka harus siap menghadapi tuntutan dan tanggung jawab dalam bekerja di samping tetap

menghadapi urusan rumah tangga dan keluarga.

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha memiliki kompleksitas masing-masing yang dapat membuat wanita berkeluarga stres hingga depresi. Pada satu sisi, bekerja di samping berumah tangga membuat

wanita lebih mudah tertekan. Menangani terlalu banyak peran dan permintaan pada waktu yang bersamaan membuat mereka kewalahan (mengalami overload)

sehingga stres (Hall dan Hall, 1979, dalam Lamanna dan Riedmann, 1985). Banyak wanita yang tertekan di tempat kerja dan cenderung stres karena menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan keluarganya (Papalia, dkk., 2007).

Sebaliknya, wanita berkeluarga yang bekerja karena keinginannya sendiri justru mungkin memperoleh kepuasan lebih (Safilios-Rothschild, 1970, dalam

Lamanna dan Riedmann, 1985). Pada situasi ini, mereka mungkin lebih jarang menunjukkan gejala stres dibandingkan wanita berkeluarga yang tidak bekerja yang sebenarnya ingin melakukan hal lain di samping berumah tangga. Hasil studi

Leupp (dalam artikel di health.kompas.com, 27 Agustus 2011) menunjukkan ketika mencapai usia 40 tahun, wanita berkeluarga yang tidak bekerja justru mulai

menampakkan gejala-gejala depresi dibandingkan yang bekerja. Saat yang berkeluarga dan bekerja mampu menerima kenyataan sulitnya menjalankan peran

berganda, mereka tidak menyalahkan diri sendiri atau merasa tidak mampu ketika tidak dapat menjalankan peran-perannya sebaik yang diharapkan.

Wanita berkeluarga, baik bekerja maupun tidak, membutuhkan suatu

kesadaran dan pandangan yang jelas terhadap realita posisinya serta penerimaan terhadap peran dan tuntutan yang ada dengan kesulitannya masing-masing. Hal ini

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha dan hasil yang tidak sesuai dengan idealisme diri. Mereka dapat lebih merasa puas dalam menjalankan peran-perannya daripada menjadi stres, frustrasi, atau depresi.

Inilah yang dikonsepkan sebagai self-compassion (Neff, 2003).

Compassion sendiri meliputi tindakan memperhatikan penderitaan seseorang dan merasa tergerak untuk melakukan sesuatu bagi orang tersebut. Self-compassion merupakan bentuk Self-compassion yang diarahkan kepada diri sendiri (Neff, 2003). Bagaimana wanita berkeluarga bersikap terhadap diri ketika

mengalami masa-masa sulit menggambarkan seberapa besar compassion yang diberikannya pada dirinya.

Wanita berkeluarga yang memiliki self-compassion mampu menghibur diri dan peduli ketika dirinya mengalami penderitaan, kegagalan, atau menyadari ketidaksempurnaan diri daripada mengritik diri dengan keras; melihat pengalaman

menyulitkan sebagai bagian dari pengalaman manusia secara umum daripada sesuatu yang mengisolasi diri sendiri; dan memperlakukan pikiran-pikiran dan

perasaan-perasaannya yang terluka dengan penuh kesadaran daripada terpaku dan membesar-besarkannya (Neff, 2003). Dalam pengertian self-compassion tersebut

terkandung tiga komponen utama yang menyusunnya, yaitu self-kindness, a sense of common humanity, dan mindfulness. Ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan, saling berkaitan dan menyatu menciptakan kerangka pikir yang

self-compassionate, sehingga apabila komponen yang satu tinggi maka yang lain juga tinggi dan menghasilkan self-compassion yang tinggi pula (Neff, 2003b).

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha kelemahannya atau mengalami kesulitan-kesulitan hidup, misalnya saat kesulitan menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan rumah tangga. Tindakan tersebut

membantu meringankan beban pikiran sehingga wanita berkeluarga dapat memandang masalah dengan pikiran jernih. Sebaliknya, wanita berkeluarga yang

self-kindness-nya rendah (lebih self-judgment) justru menghukum diri berlebihan atau melontarkan kata-kata kasar dan menyakitkan pada diri ketika mengalami masa-masa sulit dalam hidup. Tindakan tersebut justru dapat mematahkan

semangat dan membuat mereka kehabisan energi untuk mencoba mengatasi permasalahan di depannya. Selain itu, wanita berkeluarga yang cenderung pasif,

kurang bersimpati pada diri tetapi tidak sampai menyalahkan diri berlebihan saat mengalami masa-masa sulit, dikatakan bersikap sedang terhadap dirinya.

Wanita berkeluarga yang memiliki compassion bagi diri juga memiliki

common humanity, yaitu kemampuan memandang kelemahan, kegagalan, atau kesulitan hidup sebagai situasi yang dialami setiap orang. Wanita berkeluarga

yang common humanity-nya tinggi merasakan menjadi bagian manusia secara umum, sehingga lebih dapat bersimpati pada dirinya sendiri saat mengalami

masa-masa sulit. Sebaliknya, mereka yang justru memandang diri paling malang dan hidupnya lebih sulit dibandingkan orang lain hingga merasa terpisah dan sendirian dikatakan mengalami isolation. Saat wanita berkeluarga fokus pada

kekurangannya, pandangan mereka justru menyempit, membuat mereka semakin kesulitan menghadapi kenyataan. Selain itu, ada pula wanita berkeluarga yang

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha Wanita berkeluarga yang memiliki self-compassion juga mampu memandang situasi sulit yang dihadapinya dengan proporsional. Mereka memiliki

mindfulness yang tinggi, di mana mereka mampu melihat kenyataan dengan jelas dan apa adanya. Saat mereka mengakui merasa sedih, kecewa, ataupun marah saat

mengalami kesulitan hidup, mereka berkesempatan mengolah emosi negatifnya sehingga lebih lega untuk mengatasi masalahnya. Sebaliknya, ketika mereka justru membesar-besarkan perasaan sedih, kecewa, atau marah tersebut hingga

terus larut dalamnya, wanita berkeluarga dikatakan mengalami over-identification. Mereka malah menghabiskan energi berusaha mengatasi dampak negatif yang

belum tentu terjadi, hanya karena mereka tenggelam dalam pikiran-pikiran negatifnya sendiri. Selain itu, wanita berkeluarga yang bertindak sedang terhadap dirinya tidak menghayati kesulitan-kesulitan hidupnya secara berlebihan. Mereka

tidak secara khusus meluangkan waktu mengolah emosi negatifnya, tetapi masih mampu berpikir logis untuk memecahkan masalah.

Tindakan wanita berkeluarga memberikan compassion terhadap dirinya dapat dipengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha tetap dituntut menjadi figur pengasuh utama dalam keluarga, sehingga ketika menghadapi masa-masa sulit mereka bersikap lebih keras terhadap dirinya, mengabaikan perasaan dan merasa sendirian. Dengan kata lain, derajat self-compassion-nya cenderung rendah (Neff, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan derajat self-compassion memiliki asosiasi paling kuat dengan neuroticism dari The Big Five Personality. Semakin tinggi neuroticism, semakin rendah self-compassion seseorang, begitu pula sebaliknya. Sementara itu, semakin tinggi agreeableness, extraversion dan conscientiousness, semakin tinggi self-compassion, tetapi tidak ada kaitan yang ditemukan antara self-compassion dengan openness to experience (Neff, Rude et al., 2007).

Wanita berkeluarga, baik bekerja maupun tidak, bertanggung jawab mengurus keluarga karena berperan sebagai caregiver utama di keluarganya. Mereka disosialisasikan menjadi figur yang penuh perhatian dan tidak memikirkan diri sendiri. Dengan kata lain, mereka dituntut memiliki compassion for others yang tinggi. Dituntut memperhatikan orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri mendorong wanita berkeluarga bersikap lebih keras terhadap dirinya saat mengalami kesulitan menjalankan perannya, bahkan menyalahkan diri berlebihan jika idealisme tersebut tidak tercapai. Akhirnya, self-compassion-nya cenderung menurun. Sebalikself-compassion-nya, ketika wanita berkeluarga mengembangkan self-compassion yang tinggi, mereka dapat menyeimbangkan perhatian bagi orang lain dan dirinya malah lebih berenergi untuk menolong orang lain (Neff, 2011).

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha budaya dapat mengakibatkan perbedaan derajat self-compassion. Indonesia termasuk negara berbudaya kolektivis, di mana individu diharapkan menyesuaikan diri dengan idealisme masyarakat tempatnya tinggal dan memandang keluarga sangat penting (Hofstede, 1991). Wanita berkeluarga lebih dituntut untuk berkomitmen terhadap keluarganya dan mengutamakan kepentingan keluarga di atas diri sendiri. Pada satu sisi, hidup dalam budaya kolektivis menawarkan dukungan orang lain saat mengalami masa-masa sulit, yang mana dapat membantu wanita berkeluarga bersikap lebih toleran terhadap dirinya dan akhirnya meningkatkan self-compassion-nya. Pada sisi lain, jika wanita berkeluarga sangat menuntut diri memenuhi idealisme mengutamakan orang lain hingga melupakan dirinya, mereka lebih mudah menyalahkan diri bila keadaan tidak sesuai harapan dan self-compassion-nya semakin rendah.

Peran orang tua dalam keluarga juga dapat memengaruhi derajat self-compassion individu. Peran orang tua ini dapat dilihat dari tiga hal, yaitu maternal criticism, modeling parents, dan attachment style. Wanita berkeluarga yang memiliki ibu yang kritis dan berasal dari keluarga disfungsional cenderung

mengembangkan derajat self-compassion yang rendah dan menampilkan kegelisahan dibandingkan yang berasal dari keluarga yang harmonis dan dekat (Neff & McGeehee, 2010). Begitu pula ketika mereka tumbuh menyaksikan orang

tua yang cenderung mengkritik dirinya sendiri ketika mengalami kegagalan atau menyadari kelemahan diri, akan cenderung mengembangkan self-criticism dan

memiliki self-compassion yang rendah (Neff, 2011).

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha Bartholomew dan Horowitz (dalam Neff dan McGeHee, 2010). Wanita berkeluarga yang mengembangkan secure attachment, yang dikarakteristikkan

(26)

17

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir

Wanita berkeluarga yang bekerja

Tuntutan-tuntutan dalam pekerjaan maupun rumah

tangga dan keluarga

Kesulitan, kegagalan, kekurangan diri (masa-masa sulit) Self-Compassion Wanita berkeluarga yang tidak bekerja

Tuntutan-tuntutan dalam rumah tangga dan

keluarga Kesulitan, kegagalan, kekurangan diri (masa-masa sulit) Self-Compassion Komponen penyusun: Self-kindness Common humanity Mindfulness Faktor Internal: Jenis kelamin Personality

Compassion for others

(27)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

Wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja dapat menerapkan self-compassion terhadap dirinya ketika menghadapi situasi menyulitkan.

Derajat self-compassion wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja disusun oleh tiga komponen, yaitu self-kindness (kemampuan menghibur diri ketika mengalami situasi menyulitkan daripada mengritik diri dengan keras),

common humanity (kemampuan melihat suatu pengalaman sebagai bagian pengalaman manusia secara umum daripada sesuatu yang mengisolasi diri

sendiri), dan mindfulness (kemampuan memperlakukan emosi negatif dengan penuh kesadaran daripada terpaku dan membesar-besarkannya).

Wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja menghadapi jumlah tuntutan peran yang berbeda yang dapat memengaruhi berbedanya derajat self-compassion mereka.

1.7 Hipotesis Penelitian

(28)

Universitas Kristen Maranatha 77

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik suatu

gambaran umum mengenai derajat self-compassion pada wanita berkeluarga yang

bekerja dan tidak bekerja di Gereja ‘X’ Bandung, yaitu sebagai berikut.

1. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara derajat self-compassion wanita

berkeluarga yang bekerja dan tidak bekerja. Kedua kelompok sama-sama

memiliki derajat self-compassion yang tergolong tinggi dan sedang, selaras

dengan komponen-komponen self-kindness, common humanity, dan

mindfulness mereka.

2. Wanita berkeluarga yang derajat personality type extraversion-nya rendah

menunjukkan derajat self-compassion sedang. Mereka lebih suka

menyendiri sehingga kurang menghayati kesulitan orang lain.

3. Wanita berkeluarga yang bekerja yang cenderung berbudaya individualism

menunjukkan derajat self-compassion sedang. Mereka lebih jarang

menghayati kesulitan lain di luar dirinya karena cenderung memandang

hidup setiap orang berjalan sendiri-sendiri.

4. Wanita berkeluarga yang tidak bekerja yang modeling parents-nya tinggi

menunjukkan derajat self-compassion sedang. Hal ini turut dilatar

belakangi oleh pengalaman hidup wanita berkeluarga dalam menangani

(29)

Universitas Kristen Maranatha 78

5. Wanita berkeluarga yang memiliki anak tunggal menunjukkan derajat

self-compassion yang lebih rendah dibandingkan wanita berkeluarga yang

memiliki 3 anak. Hal ini turut dilatar belakangi oleh usia anak, ada

tidaknya jasa bantuan khusus, dan kisaran pendapatan rumah tangga.

6. Wanita berkeluarga yang bekerja dan tidak menggunakan jasa pembantu

menunjukkan derajat self-compassion sedang. Mereka sibuk memenuhi

tanggung jawab pekerjaan dan rumah tangga sehingga kurang memiliki

waktu dan tenaga untuk memerhatikan dirinya sendiri.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

• Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan

untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai kaitan jumlah anak, usia

anak, penggunaan jasa pembantu, atau kisaran pendapatan rumah tangga

dengan derajat self-compassion.

• Peneliti selanjutnya juga dapat memodifikasi alat ukur self-compassion

agar lebih spesifik menyesuaikan situasi hidup responden yang diteliti.

5.2.2 Saran Praktis

• Bagi para wanita berkeluarga, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan evaluasi diri untuk mempertahankan maupun meningkatkan derajat

self-compassion-nya, dengan memahami dan menerima tuntutan dan

tanggung jawabnya sebagai wanita berkeluarga, baik bekerja maupun

(30)

Universitas Kristen Maranatha 79

sebagai suatu wadah untuk saling berbagi cerita dan saling mendukung

dengan wanita berkeluarga lainnya.

• Bagi pihak gereja (para hamba Tuhan dan pembimbing rohani), hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

menyusun materi-materi penggembalaan untuk mengembangkan

self-compassion wanita berkeluarga. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan saat membimbing atau mengarahkan wanita

berkeluarga melalui konseling atau mengadakan seminar untuk

mengembangkan self-compassion wanita berkeluarga.

• Bagi suami dan orang tua wanita berkeluarga, hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan rasa keberhargaan

diri istri dan anak mereka tersebut, misalnya dengan memberikan

penghargaan atas usaha yang dilakukan wanita berkeluarga, sehingga

wanita berkeluarga merasa dirinya pantas mendapatkan kasih sayang dan

penghargaan juga lalu mengembangkan tindakan serupa bagi dirinya.

Selain itu, suami dan orang tua wanita berkeluarga juga dapat

mengingatkan istri dan anaknya untuk tidak menghakimi atau

(31)

Universitas Kristen Maranatha 80

DAFTAR PUSTAKA

Coleman, James & Cressey, Donald. 1984. Social Problems. Second Edition. New York: Harper & Row, Publishers, Inc.

Gosling, Samuel D., Peter J. Rentfrow, dan William B. Swann Jr. 2003. A Very Brief Measure of the Big-Five Personality Domains. USA: Elsevier

Science. (Online).

(http://homepage.psy.utexas.edu/homepage/faculty/swann/docu/GOSL.PD F, diakses Januari 2013).

Hofstede, Geert. 1991. Cultures and Organizations: Software of the Mind. London: McGraw-Hill.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Psychology: A Life-Span Approach. New York: McGraw-Hill.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-Step Guide For

Beginners. London: Sage Publications.

Lamanna, Mary Ann dan Agnes Riedmann. 1985. Marriages and Families:

Making Choices Throughout The Life Cycle. Second Edition. California: Wadsworth Publishing Company.

Neff, Kristin D. 2003. Development and validation of a scale to measure self-compassion. Self and Identity, 2, 223-250. Psychology Press: Taylor &

Francis Group. (Online).

(https://webspace.utexas.edu/neffk/pubs/empirical.article.pdf, diakses Desember 2012).

Neff, Kristin D. 2004. Self-compassion and psychological well-being.

Constructivism in the Human Sciences, 9, 27-37. (Online).

(https://webspace.utexas.edu/neffk/pubs/Self-compassion and

Well-being.pdf, diakses Desember 2012).

Neff, Kristin D., Kullaya Pisitsungkagarn dan Ya-Ping Hsieh. 2008. Self-Compassion and Self-Construal in the United States, Thailand, and Taiwan. Journal of Cross-Cultural Psychology 2008; 39; 267 originally published online Mar 11, 2008. Sage Publications. (Online). (https://webspace.utexas.edu/neffk/pubs/scculture.pdf, diakses Desember 2012).

(32)

Universitas Kristen Maranatha 81

225-240, First published on: 24 June 2009 (iFirst). (Online)

(https://webspace.utexas.edu/neffk/pubs/NeffandMcGee.pdf, diakses

Desember 2012).

Neff, Kristin. 2011. Self-Compassion: Stop Beating Yourself Up and Leave Insecurity Behind. New York: Harper Collins Publishers.

Neff, K. D. 2012. The Science Of Self-Compassion. In C. Germer & R. Siegel (Eds.), Compassion and Wisdom in Psychotherapy, 79-92. New York: Guilford Press.

Neff, Kristin D. &Pommier, Elizabeth. 2012. The Relationship between Self-compassion and Other-focused Concern among College Undergraduates, Community Adults, and Practicing Meditators. Self and Identity.

Psychology Press: Taylor & Francis Group. (Online).

(https://webspace.utexas.edu/neffk/pubs/Neff.Pommier.pdf, diakses

Desember 2012).

Papalia, D. E., Sterns, H. L., Feldman, R. D., Camp, C. J. 2007. Adult Development and Aging. Third Edition. New York: McGraw-Hill.

Pommier, E. A. 2011. The compassion scale. Dissertation Abstracts International Section A: Humanities and Social Sciences, 72, 1174.

Singelis, Theodore M, Harry C. Triandis, Dharm P.S. Bhawuk, dan Michele J. Gelfand. 1995. Horizontal and Vertical Dimensions of Individualism and Collectivism: A Theoretical and Measurement Refinement. Sage

Publications. (Online).

(33)

Universitas Kristen Maranatha 82

DAFTAR RUJUKAN

Andri. 11 September 2011. Perempuan Indonesia Rentan Depresi. Kompas. (Online).

(http://health.kompas.com/read/2011/09/11/12205313/Perempuan.Indones ia.Rentan.Depresi, diakses 17 Desember 2012).

Harmandini, Felicitas.27 Agustus 2011. Ibu Bekerja Lebih Cenderung Depresi?

Kompas. (Online).

(http://health.kompas.com/read/2011/08/27/12522527/Ibu.Bekerja.Lebih. Cenderung.Depresi, diakses 17 Desember 2012).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sebagai bangsa religius, bangsa Indonesia perlu belajar kembali dari sejarah para Nabi karena sejatinya kisah para Nabi itu merupakan kesatuan yang utuh, dalam membangun sekolah

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).. Asrori, “Akuntansi Syariah Bidang Baru Studi Akuntansi Dalam

Sri Rohmawati, (2013) Peran Instruktur dalam Menumbuhkan Motivasi Warga Belajar Pada Pelatihan Kewirausahaan (Studi Deskriptif Pada Warga Belajar Paket C di

laporan serta penarikan kesimpulan. Proses ini dilakukan guna mendapatkan hasil penelitian secara objektif. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan

Manajemen rantai pasok secara umum bisa diartikan sebagai koordinasi dan kolaborasi dari keselurahan jaringan organisasi bisnis yang terlibat dalam menghantar produk akhir

[r]

Gambar yang sudah dibentuk menjadi digital ditrace melalui Adobe Flash CS 3 dengan menggunakan Line Tool. Dan untuk pewarnaan menggunakan Paint