• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 852008006 Bab III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 852008006 Bab III"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ANALISIS

A. Komposisi musik program “Perang Pattimura: Penyerbuan Benteng Duurstede”

Narasi dari komposisi ini merupakan gabungan dari beberapa

sumber sejarah tentang penyerbuan benteng Duurstede. Komposer

menyatukan narasi dan bagian penting dari referensi dengan tujuan

untuk mencari benang merah sehingga lebih membantu proses

komposisi yang dibuat secara deskriptif naratif. Narasi dari sumber

sejarah kepahlawanan Pattimura yang di dapatkan tidak

mengandung percakapan, sehingga ide-ide musik dari

bagian-bagian dalam komposisi ini adalah interpretasi suasana, perasaan,

dan nuansa yang komposer bayangkan dan gambarkan secara

subjektif.

Komposisi ini menggunakan leitmotif sebagai materi untuk

menggambarkan tokoh-tokoh dalam narasi dan untuk

menggambarkan suasana dan nuansa tertentu seperti perasaan

senang dan sedih. Tokoh-tokoh yang digambarkan melalui leitmotif

antara lain, Pattimura, pemimpin persiapan, Residen Van Den Berg,

Jean Lubert Van Den Berg (anak dari Residen Van Den Berg), Pieter

Matheus Souhoka dan Salomon Pattiwael.

Komposer menggunakan media ansambel yang terdiri dari paduan suara, instrumen gesek, perkusi, piano, flute, tahuri dan

(2)

33

leitmotif dan pencipta nuansa untuk menguatkan penggambaran

suasana.

Komposer menggunakan huruf vokal yang bernada dan tidak

bernada dalam nyanyian paduan suara untuk mewakili suasana pada tiap bagian. Nyanyian paduan suara sengaja tidak

menggunakan lirik agar tetap mewakili inti dari musik program

sebagai musik instrumental.

Pergantian dinamika dan tempo dalam komposisi ini

diciptakan untuk membantu menggambarkan situasi yang dramatis

dari isi cerita berdasarkan interpretasi komposer. Berikut ini adalah analisis komposisi “Perang Pattimura: Penyerbuan benteng Duurstede” yang telah diuraikan dalam empat bagian dan sub bagian untuk memudahkan proses analisis.

1. “Kadatangan”

Bagian pertama pada komposisi ini diberi judul “Kadatangan” yang artinya kedatangan. Bagianini dibagi atas tiga sub bagian yaitu, suasana di pagi hari, kedatangan pasukan

Pattimura, dan kepanikan dalam benteng Duurstede.

a. Suasana di pagi hari

Bagian awal komposisi ini dimulai dengan tempo 55.

Birama 1-6 merupakan penggambaran nuansa subuh yang di

mulai pada tonalitas F Mayor. Suara tenor dan bass pada

paduan suara juga, biola alto dan cello pada seksi gesek

membunyikan nada F dan C tanpa interval terts dari F untuk

(3)

Piano pada birama 3 adalah leitmotif bintang fajar yang

perlahan-lahan memudar dipagi hari.

Gambar 3.1 Leitmotif Bintang Fajar

Pada birama 7-10 terjadi repetisi melodi dengan modulasi

pada tonalitas G Mayor untuk menaikan tensi suasana subuh,

dan menggambarkan cakrawala yang perlahan mulai terang.

Pada birama 10-11 seksi gesek dan piano menggambarkan

matahari yang perlahan-lahan muncul lewat melodi yang

bersifat sekuen naik dengan modulasi ke tonalitas A Mayor

juga penggunaan dinamika cresendo dan ritardando untuk

menggambarkan kemegahan cahaya matahari. Paduan suara

berfungsi untuk memperkuat harmonisasi lewat penggunaan

huruf vokal yang disesuaikan dengan suasana pada tiap

bagian. Harmoni pada bagian ini disesuaikan dengan pola

melodi pada leitmotif.

Pada birama 12-14, leitmotif matahari dimunculkan oleh

biola 1 dengan melodi khas Maluku. Instrumen yang lain berfungsi sebagai harmoni yang mendukung suasana dengan

akord ditahan pada A Mayor.

Gambar 3.2 Leitmotif Matahari

Pada birama 15 seksi gesek bergerak sekuen naik untuk

(4)

35

dengan melintas pada tonalitas C Mayor dan diakhiri dengan

modulasi ke tonalitas D Mayor.

Birama 16-19 adalah pengembangan dari birama 12-14

dengan tempo yang sedikit dipercepat. Biola alto dan flute adalah representatif dari suara angin pantai yang digambarkan

dengan pola melodi yang berulang juga penggunaan dinamika

cresendo dan decresendo, yang kemudian diakhiri dengan teknik

thrill. Instrumen lainnya pada bagian ini berfungsi sebagai

pelengkap harmoni, melodi juga ritme.

b. Kedatangan pasukan Pattimura

Leitmotif Pattimura digambarkan lewat instrumen Tahuri.

Komposer mewakilkan leitmotif Pattimura lewat suara tahuri

yang panjang dan tebal, agar lebih kontekstual dan mencirikan

sosok Pattimura lewat posisinya sebagai seorang pemimpin.

Leitmotif Pattimura, lewat suara Tahuri dibunyikan seperti efek

suara dan sengaja tidak mengikuti tonalitas agar lebih flexibel

pada pergantian tonalitas jika sosok Pattimura akan

dimunculkan pada tonalitas yang berbeda. Suara Tahuri sengaja

komposer munculkan dari birama 19 agar terkesan menjadi

satu dengan bagian berikutnya yang adalah kedatangan

pasukan Pattimura.

Gambar 3.3 Leitmotif Pattimura

Tempo pada bagian ini adalah 120 yang adalah 2 kali lipat

(5)

menjadi 2 kali lipat tempo sebelumnya agar pendengar lebih

mudah menggambarkan pergantian situasi dari masing-masing

bagian. Pada birama 20-23, perkusi merepresentasikan

kehadiran pasukan Pattimura, dibunyikan satu per satu hingga bersama-sama, dan dimulai dari dinamika pianissimo yang

mengeras hingga mezzoforte untuk memberi kesan suara tifa

yang terdengar dari kejauhan yang perlahan-lahan mendekat

dan mengeras dan menggambarkan kedatangan pasukan

Pattimura yang makin lama semakin dekat dan terlihat semakin

banyak. Gambaran watak orang Maluku yang keras

digambarkan lewat pola ritme perkusi yang enerjik.

Pada birama 24, pola ritme pasukan Pattimura

dimunculkan lewat perkusi, gitar bas dan piano dengan pola

yang sama terus menerus hingga birama 58. Dalam bagian ini

piano dibunyikan pada nada C pada bass clef untuk

menggambarkan rasa amarah yang dalam, yang dirasakan

pasukan Pattimura saat itu, dengan pola ritme yang

disesuaikan dengan pola ritme perkusi. Komposer

menggunakan konsep pedal point untuk menggambarkan

kesatuan hati dan pikiran dari pasukan Pattimura untuk

melawan kolonialisme. Pada bagian ini piano dan perkusi

adalah satu kesatuan yang berfungsi untuk menggambarkan

situasi, kondisi, pikiran dan tindakan yang dilakukan pasukan

(6)

37

Pada birama 27 hingga birama 44, komposer mengadaptasi

lagu pahlawan Pattimura yang diciptakan oleh Alm. M. Siahay.

Lagu ini menceritakan tentang kisah Pahlawan Pattimura.

Komposer menggunakan lagu ini dengan asumsi bahwa pendengar dapat mengidentifikasi kehadiran dan perawakan

Pattimura yang hebat. Melodi lagu ini dibawakan oleh flute,

sedangkan seksi gesek dan paduan suara mengambil berfungsi

sebagai harmoni. Pola harmoni yang dimainkan seksi gesek

mengikuti pola melodi pada lagu ini. Pada birama 44-49,

leitmotif pasukan Pattimura dimunculkan pada treble clef piano

dengan melodi berciri khas Maluku dan kemudian direpetisi

hingga birama 58. Leitmotif ini menggambarkan pasukan

Pattimura yang sedang berkumpul disekitar benteng Duurstede

untuk menanti penyerbuan.

Gambar 3.4 Leitmotif Pasukan Pattimura

Pola harmoni pada bagian ini berkisar pada tonalitas C

Mayor. Kedatangan pasukan Pattimura mulai disadari oleh

penghuni benteng Duurstede, bagian ini digambarkan oleh

seksi gesek pada birama 52 sampai birama 59 penggunaan

teknik cresendo dari pianissimo hingga mezzoforte. Pada birama 58

terlihat biola 1 dan 2 memainkan pola melodi 1/16 sedangkan

biola alto dan celo yang memperkuat harmoni dan memainkan

teknik tremolo juga thrill untuk menggambarkan rasa kaget dan

(7)

menyadari keberadaan pasukan Pattimura yang semakin

banyak. Birama 59 adalah klimaks dari bagian ini. Klimaks dari

rasa kaget digambarkan melalui teknik stakato pada seksi gesek

dengan perubahan ritme yang bersifat unison pada instrumen lainnya dan diakhiri dengan teknik glisando untuk

menggambarkan rasa terkejut yang berubah menjadi panik

secara tiba-tiba.

c. Kepanikan dalam benteng Duurstede

Pada birama 60 terjadi perubahan tonalitas ke C minor

untuk membantu menggambarkan suasana kepanikan dan

ketakutan yang dirasakan di dalam benteng Duurstede.

Leitmotif Residen Van Den Berg lewat biola 1 dimunculkan pada

birama 60-61 kemudian diulang dengan pengembangan pada

ritme dan melodi hingga birama 67.

Gambar 3.5 Leitmotif Residen Van Den Berg

Pola melodi pada leitmotif Residen Van Den Berg dibuat

bergerak naik dan turun untuk menggambarkan situasi dan

perasaan kuatir yang dialaminya pada saat itu. Sedangkan biola

2, biola alto dan cello mewakili penghuni benteng Duurstede

yang merasa panik yang digambarkan dengan pola ritme yang

beri teknik stakato dan beberapa kali menggunakan teknik thrill

(8)

39

leitmotif pasukan Pattimura di adaptasi ke tonalitas C minor

dengan pengembangan pada pola ritmenya dan aksen dengan

maksud ingin menggambarkan watak orang Maluku yang

keras dan berniat keras untuk melakukan perlawanan terhadap penindasan bangsa Belanda. Untuk menggambarkan tensi

suasana yang semakin memanas karena keberadaan pasukan

Pattimura, pola ritme perkusi yang adalah representatif

pasukan Pattimura dikembangkan dan diperbanyak ritme 1/16

untuk menggambarkan perasaan pasukan Pattimura yang

sudah tidak sabar untuk menyerbu benteng Duurstede.

Pada birama 64 dan 65 terjadi perubahan ritme pada seksi

perkusi, menjadi pola ritme yang unison dengan penambahan

aksen untuk memberi kesan keberadaan pasukan Pattimura

yang bersatu dan kuat, yang terus menggertak dan mengancam

keberadaan penghuni benteng Duurstede (seperti pada tarian

cakalele1). Pada bagian ini terus dimunculkan leitmotif

Pattimura untuk menggambarkan kehadiran Pattimura yang

menjadi semangat bagi pasukan Pattimura. Pola harmoni pada

birama 60 sampai 67 berkisar pada tonalitas C minor dan

disesuaikan dengan melodi utama.

Pada birama 68 dilakukan modulasi ke tonalitas D minor

untuk menggambarkan tensi suasana yang semakin memuncak.

Dalam bagian ini pola ritme seksi gesek dan gitar bass adalah

pengembangan dari birama 60-67 dengan penambahan ritme

(9)

1/16. Sedangkan flute dari 67-68 berfungsi sebagai pelengkap

suasana ketakutan, dengan pola 1/16 yang bergerak naik dan

diakhiri dengan teknik tremolo untuk menggambarkan orang

yang berlari-lari dan ingin bersembunyi karena rasa takut yang dirasakan. Pola ini terus diulang dan diakhiri pada birama 75.

Perkusi dan Tahuri masih dibunyikan hingga birama 78 dengan

tujuan ingin menggambarkan akhir dari bagian kedatangan

pasukan Pattimura.

2. Parsiapang Voor Baprang

a. Panggilan untuk bersiap

Pada bagian ini komposer berusaha membayangkan

situasi yang terjadi ketika pasukan Pattimura

mempersiapkan diri. Ide-ide pokok berupa pola ritme dan

melodi terinspirasi dari musik khas Maluku yang sengaja

ingin komposer tonjolkan dengan alasan karena bagian ini

menggambarkan persiapan yang dilakukan hanya oleh

pasukan Pattimura. Bagian ini dimulai pada tonalitas C

Mayor, dengan pola perkusi dan bass gitar yang ritmikal

dan enerjik untuk menggambarkan adrenalin pasukan

Pattimura yang bersemangat melakukan persiapan.

Bagian ini dimulai dengan tempo 60. Komposer sengaja

hanya menggunakan 1 floor tom pada bagian awal untuk

(10)

41

Kapata2” yang biasanya hanya menggunakan satu tifa

dengan sekumpulan orang yang bernyanyi dengan pola

berbalas balasan. Ciri musik Kapata, juga terlihat pada pola

melodi seksi gesek pada bagian ini. Pola pentatonis Maluku terlihat pada leitmotif pemimpin persiapan. Pemimpin

persiapan adalah tokoh rekaan komposer dalam

menginterpretasikan bagian ini. Leitmotif pemimpin

persiapan atau pemimpin pasukan dibunyikan dari birama 2

hingga birama 6 oleh cello dengan melodi dan ritme khas

musik adat Maluku.

Gambar 3.6 Leitmotif Pemimpin Persiapan

Leitmotif pemimpin persiapan sengaja diberi teknik stakato untuk memberi kesan orang yang sedang berbicara.

Pada akhir dari leitmotif terlihat pola melodi yang diulang,

untuk menggambarkan pemimpin yang memanggil orang

untuk bersiap. Pada birama 6/3, pola leitmotif Pemimpin

persiapan komposer bunyikan dengan instrumen yang

berbeda yaitu pada biola 1 dengan alasan bahwa komposer

membayangkan karakter pemimpin persiapan yang tidak

hanya 1 orang dalam persiapan peperangan ini, ada

(11)

beberapa pemimpin persiapan yang berfungsi untuk

memimpin persiapan juga memberi semangat.

Pada birama 11 hingga 14 seksi gesek merepresentatif

pasukan Pattimura, memainkan harmoni homofon dengan pola harmoni mengikuti penggalan frase melodi dari

leitmotif pemimpin persiapan, untuk memberi kesan pasukan

yang menjawab atau menyetujui panggilan dari pemimpin

persiapan untuk bersiap, dan bersemangat melakukan

persiapan karena mendengar kata-kata dari para pemimpin

persiapan.

Pada birama 14-18 leitmotif pemimpin persiapan pada

cello dan biola 1 dikembangkan dan dibunyikan

bersama-sama untuk menggambarkan panggilan dari para pemimpin

persiapan untuk segera bersiap karena peperangan sudah

dekat. Kemudian pada birama 19 hingga 21, seksi gesek

kembali memainkan harmoni homofon untuk menjawab

panggilan dari pemimpin persiapan yang dibunyikan oleh

celo dan biola 1.

b. Piano pada bagian ini merupakan iringan yang

menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh pasukan

Pattimura, mulai dari penggunaan pola iringan 1/16, arpeggio

dengan ritme 1/32, hingga pola melodi 1/32 yang bergerak

lincah naik dan turun, semua dimaksudkan untuk

menggambarkan situasi orang yang sedang aktif melakukan

(12)

43

ritme piano untuk menegaskan keadaan ini. Sedangkan

paduan suara pada bagian ini digunakan hanya untuk

memperkuat harmonisasi melalui penggunaan huruf vokal

yang disesuaikan dengan nuansa. Pola harmoni pada bagian ini berkisar pada tonalitas C Mayor. Bagian akhir dari

birama 21 hingga 23/1 adalah transisi dari bagian panggilan

untuk bersiap ke doa.

c. Doa

Untuk membedakan bagian pertama dan kedua pada

bagian “Persiapan”, tonalitas dimodulasi dari C Mayor ke D Mayor dengan tempo yang dilambatkan. Perubahan

tonalitas dan tempo diciptakan dengan alasan untuk

merubah tensi suasana dari persiapan peperangan ke

suasana saat pasukan Pattimura melakukan doa. Dibagian

ini, komposer berusaha membayangkan suasana khusyuk

yang dirasakan oleh pasukan Pattimura. Bagian ini dimulai

dengan leitmotif Pattimura melalui suara Tahuri, untuk

menggambarkan kehadiran Pattimura yang mengajak

pasukan Pattimura untuk menaikan doa. Kemudian doa

dibuka dengan leitmotif dari pemuka agama sebagai

pemimpin doa oleh biola 1 dan flute yang dimulai dari birama 23/2– 27/1 yang terus direpetisi sampai birama

(13)

Gambar 3.7 Leitmotif Pemuka Agama

Penggunaan 2 instrumen dengan pola melodi yang

berbeda 1 oktaf lebih tinggi, dimaksudkan untuk

menggambarkan nuansa doa yang khusyuk yang tertuju

kepada Tuhan yang diposisikan lebih tinggi. Perkusi, gitar bass dan piano dari birama 24–39 berfungsi sebagai harmoni

untuk mengiringi leitmotif pemimpin doa dengan pola ritme

iringan musik mencirikan musik Maluku. Paduan suara

pada birama 32-39 juga berfungsi untuk memperkuat

harmoni dan menaikan tensi suasana. Sedangkan seksi gesek

dari birama 31/2 hingga 39/2 adalah gambaran dari

pasukan pattimura yang ikut memanjatkan doa,

gambarannya seperti doa yang berbalas-balasan, ketika pemimpin doa mengucapkan syukur atau keinginan, orang

yang didoakan mengaminkan doa tersebut dengan kalimat yang berbeda. Pada birama 39- 53, komposer mengadaptasi

bagian reffrain dari lagu Rencanamu Indah. Lagu ini bercerita

tentang rencana Tuhan yang indah atas kehidupan kita.

Komposer sengaja menggunakan bagian lagu ini sebagai

representatif ungkapan dan doa yang berkonteks Maluku,

dan untuk menggambarkan keyakinan bangsa Maluku saat

itu yang percaya bahwa rencana Tuhan itu indah dibalik

(14)

45

biola 1, dengan instrumen yang lain berfungsi sebagai

iringan.

3. Panyerbuan

a. Mendekati benteng

Bagian ini dimulai pada tonalitas C minor dengan tempo

60, untuk membantu menggambarkan suasana awal

penyerbuan. Birama 1-20 pada bagian ini menceritakan

tentang pasukan Pattimura yang dengan hati- hati, perlahan-

lahan mulai mendekati benteng. Vokal bass membawa

leitmotif suasana awal penyerbuan. Leitmotif ini terlihat pada

birama 1 hingga 4, yang kemudian direpetisi murni hingga

birama 20. Perkusi pada bagian ini mewakili keberadaan

pasukan Pattimura.

Gambar 3.8 Leitmotif Suasana Awal Penyerbuan

Pada birama 4 hingga 8 terlihat pola pergerakan

pasukan Pattimura yang digambarkan dengan pola ritme

yang berbeda dari masing- masing instrumen perkusi

dengan dinamika yang juga berbeda, bagian ini

dimaksudkan untuk menggambarkan pergerakan pasukan

Pattimura yang kadang berlari dan kadang mengendap maju

(15)

menggambarkan pasukan yang kadang berlari dan

membuat suara agak keras. Komposer sengaja menciptakan

efek-efek suara seperti suara floor tom yang dimute agar

menambah efek dramatis dari pergerakan pasukan Pattimura ini.

String kuartet pada bagian ini merepresentasikan

keberadaan pasukan Belanda yang mulai membangun

pertahanan. Cello dibunyikan pada birama 9 dengan pola

1/16 dengan menggunakan teknik stakato dan aksen untuk

menggambarkan kesigapan pasukan Belanda yang mulai

bersiap membangun pertahanan. Kemudian, string kuartet

secara keseluruhan mengambil bagian pada birama 13

hingga birama 20 untuk menggambarkan pasukan Belanda

yang sedang melakukan persiapan.

Instrumen yang lain pada bagian ini berfungsi sebagai

pendukung harmoni dan ritme untuk memperkuat suasana.

suara sopran dan tenor dibunyikan hanya untuk menambah

efek dramatis pada penyerbuan ini. Harmoni piano dari

birama 5-20, yang bergerak naik turun, juga kadang disonan,

diciptakan semata- mata untuk menggambarkan perasaan

campur aduk yang terjadi saat itu.

b. Bendera putih

Bagian penyerbuan dengan judul “Bendera Putih” adalah bagian dimana Residen Van Den Bergh dan

(16)

47

karena merasa perlawanan terhadap pasukan Pattimura saat

itu adalah sia- sia. Bagian ini dimulai pada birama 21 hingga

birama 38 dengan tempo yang dipercepat dan dinamika

suara yang membesar. Dimulai dengan leitmotif kedua dari Van Den Bergh yang dimunculkan lewat biola 1 pada

birama 21 dan 22, dan mengalami repetisi ritme, dengan

perubahan melodi hingga birama 28/2. Perubahan ini

dimaksudkan untuk menggambarkan perasaan Van Den

Bergh yang kebingungan dalam mengambil sikap, dan pada

akhirnya memutuskan untuk menaikan bendera putih

sebagai tanda menyerah.

Gambar 3.9 Leitmotif Kedua Residen Van Den Berg

Pola arpeggio pada biola 1 dan biola 2 yang bergerak

naik pada birama 28/3 digunakan untuk menggambarkan

bendera yang dinaikkan hingga sampai pada puncaknya

dan berkibar. Bagian bendera yang berkibar digambarkan

pada birama 29-31 lewat nada C tinggi dengan tonalitas

berubah ke C Mayor, nada C 6 ditahan selama 3 bar dan

diturunkan lewat melodi yang bergerak turun secara

kromatis pada birama 32 untuk menggambarkan bendera

yang diturunkan.

Biola alto dan cello pada bagian ini mewakili pasukan

(17)

1/8 dengan pola lompatan melodi arpeggio dengan teknik

stakato dan dibunyikan secara unison pada birama 35-37

adalah gambaran pasukan belanda yang panik, dan diakhiri

dengan teknik tremolo pada birama 38 untuk menggambarkan rasa takut yang dialami pasukan Belanda

pada saat itu.

Pada birama 21, terjadi perubahan ritme pada perkusi.

Pola ritme dari masing- masing instrumen perkusi

diperbanyak pola 1/16 dan ditambah pola 1/32. Maksud

penambahan pola ini adalah untuk menggambarkan situasi

pasukan Pattimura yang saat itu sudah mendekati benteng

Duurstede, dan semakin tidak sabar untuk melakukan

penyerangan. Birama 29, perkusi sekali lagi melakukan

perubahan ritme untuk menaikkan tensi suasana, perubahan

ritme pada bagian ini searah dengan maksud perubahan

tonalitas yang terjadi pada birama 29. Tonalitas dirubah dari

C minor ke C Mayor dengan maksud untuk

menggambarkan pasukan Pattimura yang sadar akan

ketakutan penghuni benteng lewat bendera putih yang

dinaikkan dan akhirnya menjadi berani dan seolah

menantang pasukan Belanda dengan teriakan- teriakan,

seperti pada tarian perang Maluku. Bagian inilah yang

diwakili perkusi dan digambarkan lewat pola ritme yang

(18)

49

Birama 33-36, string kuartet juga piano membunyikan

harmoni homofon yang bergerak sekuen naik untuk

menggambarkan kepanikan dan ketakutan yang dialami

penghuni benteng karena merasa suasana peperangan yang semakin dekat. Instrumen lainnya pada birama ini berperan

sebagai pendukung ritmik dengan konsep pedal point yang

ditahan pada nada C.

Penggunaan accelerando dan cresendo pada bagian ini

dimaksudkan untuk menaikkan tensi suasana yang semakin

memanas karena keberadaan pasukan Pattimura. Birama

37-38 adalah transisi ke bagian berikutnya pada tonalitas G

Mayor.

c. Serbu

Pada birama 39 hingga 46, komposer mengadaptasi bagian dari lagu “Maju tak gentar” karya C. Simanjuntak.

Lagu ini berfungsi untuk menggambarkan keinginan

pasukan Maluku yang berani menyerbu benteng Duurstede

dan ingin terlepas dari penjajahan Belanda. Lagu tersebut

merupakan media interpetasi bagi komposer dalam

menggambarkan suasana, tanpa mempertimbangkan

latarbelakang penciptaannya.

Birama 48 hingga birama 65 adalah bagian penyerbuan,

(19)

menciptakan suasana chaos3 atau kacau balau yang dibagi

atas pertempuran bagian pertama dan pertempuran bagian

kedua yang adalah pengembangan dari pertempuran bagian

pertama. Tonalitas pada bagian ini, dibuat minor untuk membantu menggambarkan situasi chaos.

Birama 48 hingga 54 pada tonalitas G minor adalah

pertempuran bagian pertama. Pada bagian ini, string kuartet

merepresentasikan pasukan Belanda yang berusaha

bertahan, dengan harmoni yang stabil juga aksen dan

stakato. Sedangkan piano dan perkusi merepresentasikan

pasukan Pattimura. Pola arpeggio pada piano

menggambarkan pola penyerangan pasukan Pattimura yang

kadang menyerang tapi kadang dipukul mundur oleh

pasukan Belanda. Penggunaan teknik trill, glisando, tremolo

dan dinamika cresendo dan decresendo semata-mata hanya

untuk menciptakan efek dramatis dari suasana chaos pada

bagian ini. Birama 55, terjadi transisi kebagian berikutnya.

Instrumen yang lain pada bagian ini berfungsi sebagai

pendukung suasana.

Birama 56 hingga 63 adalah bagian kedua. Bagian ini

dimodulasi ke tonalitas A minor untuk menaikkan tensi

suasana peperangan yang semakin memanas, juga

pengembangan dari bagian pertama.

(20)

51

d. Kematian Van den Berg

Bagian ini adalah bagian yang menceritakan tentang

kematian dari Residen van den Berg. Dimulai dari birama 64

dengan tempo 60, yang menceritakan tentang Residen Van den Berg yang ditemukan tak berdaya, dengan

dimunculkannya kembali leitmotif kedua dari Residen van

den Berg yang dikembangkan dan ditambahkan fermata

untuk menggambarkan kondisi Residen yang lemah saat itu.

Tahuri dibunyikan pada birama 65 untuk menggambarkan

kehadiran Pattimura yang mengeluarkan keputusan untuk

menembak mati Residen Van Den Berg. Seluruh instrumen

pada birama 65/3 membunyikan harmoni dan aksen juga

stakato sebagai representasi tembakan eksekusi terhadap

Residen van den Berg.

Leitmotif kedua Residen kembali dimunculkan pada

birama 66 dan 67 dengan dinamika cresendo dankemudian

dikembangkan dengan Augmentasi dari leitmotif Van Den

Berg. Kemudian retrograsi pada birama 68-69 dengan

dinamika decresendo dan tempo ritardando untuk

menggambarkan Residen yang sudah tidak berdaya yang

kemudian meninggal karena sudah terkena tembakan. Pada

birama 70-71, adalah bagian dimana Residen meninggal,

(21)

e. Kemenangan

Bagian ini adalah bagian dimana pasukan Pattimura

merasa bebas dengan meninggalnya Residen van den Berg

dan merayakan kemenangan atas kekalahan dari pasukan Belanda. Birama 72- 73 adalah transisi dari bagian

sebelumnya kebagian ini.

Bagian ini dimulai pada birama 74 hingga birama 87.

Pada bagian ini komposer membayangkan perayaan

kemenangan yang dirayakan bukan cuma oleh satu orang,

tapi oleh seluruh pasukan pattimura, sehingga melodi dari

suasana perayaan kemenangan komposer tempatkan pada

banyak instrumen. Piano dan perkusi pada bagian ini

berfungsi untuk mendukung harmoni dan ritmik.

4. Kaputusang, Kahidopang deng Kamenangan

a. Suasana setelah peperangan

Movement 4 adalah bagian komposisi yang berisi

tentang situasi dan kondisi setelah peperangan terjadi.

Movement keempat juga terdiri dari bagian-bagian yang

merupakan interpretasi komposer untuk menggambarkan

situasi dan perasaan bangsa Maluku pada saat itu. Bagian

ini dimulai pada tonalitas C mayor, dengan introduksi pada

birama 1 hingga birama 8. Bagian introduksi diisi dengan

melodi-melodi yang diciptakan dari tangga nada Maluku

(22)

53

setelah peperangan dibunyikan pada birama 9–12 pada flute

yang direpetisi murni hingga birama 24, instrument lainnya

mengambil bagian sebagai harmoni yang mengiringi pola

melodi pada leitmotif ini.

Gambar 3.10 Leitmotif Suasana setelah peperangan

Pola sinkopasi dan perubahan ritme juga harmoni pada

bagian ini sengaja dibuat berubah- ubah sedemikian rupa

untuk menggambarkan perasaan bangsa Maluku saat itu

yang bercampur aduk setelah memenangkan peperangan

ini. pada birama 25 dibuat transisi untuk menghubungkan bagian “suasana setelah peperangan” dengan bagian “bayi yang ditemukan”

b. Bayi yang ditemukan

Bagian ini menceritakan tentang bayi dari residen Van

Den Berg yang ditemukan masih hidup oleh Pieter Matheus

Souhoka dan kemudian diputuskan untuk tetap hidup oleh

Pattimura. Bagian ini dimulai pada tonalitas A minor

dengan leitmotif dari Jean Lubert Van Den Berg yang dibunyikan oleh biola 1 pada birama 27–28.

(23)

Leitmotif ini dibunyikan perlahan- lahan dari dinamika

pianisimo hingga mezzoforte untuk menggambarkan suara

bayi yang perlahan- lahan terdengar. Leitmotif ini kemudian

direpetisi hingga birama 52. Pada birama 31/3-32 muncul

leitmotif dari Pieter Matheus Souhoka yang dibunyikan pada cello hingga birama 38.

Gambar 3.12 Leitmotif Pieter Matheus Souhoka

Birama 39 hingga 45 adalah bagian yang menceritakan

tentang perdebatan yang terjadi antara Pieter Matheus

Souhoka dengan pasukan Pattimura lainnya yang ingin

membunuh anak dari Van Den Berg. Pada bagian ini,

komposer berusaha membayangkan situasi yang terjadi

pada saat itu dimana emosi sebagian pasukan Pattimura

yang masih terbawa suasana peperangan dan masih ingin

melampiaskan amarah mereka terhadap anak dari Van Den

Bergh ini. Birama 39-40 dari Biola Alto adalah leitmotif dari

tokoh terkaan yang berstatus pasukan Pattimura.

Gambar 3.13 Leitmotif Tokoh Rekaan Pasukan Pattimura

Leitmotif ini kemudian direpetisi hingga birama 52.

(24)

55

Pieter Matheus Souhoka. Kedua leitmotif ini kemudian

diberi aksen dan stakato dan dibuat sengaja berbentuk

polifoni4 untuk menggambarkan perdebatan kedua sosok

karakter ini.

Bagian 45-46 adalah bagian transisi dimana sosok

Salomon Pattiwael mengambil bagian dalam perdebatan

ini. sosok Salomon Pattiwael adalah sosok yang meminta

agar anak dari Residen Van Den Berg jangan dibunuh,

tetapi diserahkan kepadanya untuk dirawat dan dipelihara.

Pada bagian 47 hingga 52 komposer memasukan karakter

Salomon Pattiwael yang menengahi pembicaraan dari

Pieter Matheus Souhoka dan karakter terkaan yang

pertama. Leitmotif dari Salomon Pattiwael dibunyikan pada

birama 47 hingga 48 pada biola 2 dan direpetisi hingga

birama 52.

Gambar 3.14 Leitmotif Salomon Pattiwael

Leitmotif Salomon Pattiwael dibuat meniru atau

mencuri pola ritme dan melodi dari kedua karakter yang

berdebat agar seolah mencari jalan tengah dari perdebatan

tersebut. Tahuri dibunyikan pada birama 52 untuk

4 Polifoni adalah seni penggabungan serentak beberapa jalur melodi kedalam suatu

komposisi, yang masing-masing jalurnya memiliki sifat kemandiriannya berbeda dengan homofon yang jalur melodinya selalu berjalan serempak. [M. Soeharto, Kamus Musik

(25)

menggambarkan Pattimura yang hadir dan memutuskan

bahwa anak itu harus diselamatkan dan dititipkan pada

Salomon Pattiwael yang pada akhirnya membuat ketiga

leitmotif yang tadinya dalam situasi berdebat menjadi menyetujui keputusan dari sang pemimpin dan

digambarkan dengan pola melodi unison pada birama 53.

Penggunaan instrumen lainnya pada bagian ini

berfungsi hanya sebagai pendukung harmoni dan suasana.

c. Bayi yang diselamatkan

Bagian ini dimodulasi ke tonalitas F Mayor. Leitmotif

bayi yang diselamatkan dibunyikan oleh biola 1 pada

birama 55 dan direpetisi hingga birama 58.

Gambar 3.15 Leitmotif Bayi Yang Diselamatkan

Leitmotif ini kemudian disekuen turun perlahan-lahan

hingga birama 61/3. Kemudian Transisi birama 62 untuk

mengarahkan kearah bayi yang semakin tenang yang

digambarkan dengan berubahnya leitmotif bayi pada

birama 63 karena sudah diselamatkan.

Gambar 3.16 Leitmotif Bayi yang sudah tenang

Bersamaan dengan Leitmotif dari bayi, Leitmotif kedua

(26)

57

cello dengan pola alur melodi yang berubah bersamaan

seperti biola 1, hingga birama 66. Leitmotif kedua dari

Salomon Pattiwael dibuat mirip dengan leitmotif dari Jean

Lubert Van Den Berg untuk menggambarkan keinginan dia untuk menyelamatkan bayi tersebut.

Gambar 3.17 Leitmotif kedua Salomon Pattiwael

d. Ending

Bagian ini adalah bagian akhir dari isi cerita. Bagian ini

dimulai pada birama 67 hingga birama 92. Menurut

komposer inti dari cerita penyerbuan ini bukanlah

peperangan, tapi kemenangan yang dicapai oleh pasukan

Pattimura. Perasaan bebas dan merdeka karena terlepas

dari penindasan ingin komposer gambarkan pada bagian

ini. Perasaan ini ditonjolkan lewat pola melodi yang

dinamis, pola ritme yang enerjik serta sinkopasi juga

Gambar

Gambar 3.1 Leitmotif Bintang Fajar
Gambar 3.3 Leitmotif  Pattimura
Gambar 3.4 Leitmotif Pasukan Pattimura
Gambar 3.5 Leitmotif  Residen Van Den Berg
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ditarik kesimpulan bahwa Nilai budaya perusahaan, sikap kedisiplinan dan kepuasan karyawan memiliki pengaruh yang

Pembuatan tas tersebut bisa dilakukan dengan proses tradisional melalui beberapa tahap yaitutahap pembersihan, tahap pengeringan, tahap pemilihan, tahap pembelahan, dan

Setelah diketahui strengths, weaknesses, opportunities, dan threats nya, maka dilakukan analisis dengan menggunakan matriks SWOT, untuk memperoleh isu strategis

dan Moh Rais Hat, Belajar Mudah Membaca Al Qur’an dan Tempat Keluarnya Huruf, Jakarta: Darul Ulum

Pada Gambar 1 menunjukkan bahwajika saat tingkat glukosa rendah maka sel-α pankreas menghasilkan glukogen yang merupakan hormon yang bekerja pada hati untuk mengubah glikogen

Beberapa pokok yang harus kita ketahui dalam mengetahui perkembangan seseorang anak (yang dimaksud dengan perkembangan adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak

[r]