15
PENDIDIKAN ANAK
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Anak
Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan
arti bagi orang tuanya. Arti disini mengandung maksud memberikan isi, nilai,
kepuasan, kebanggaan dan rasa penyempurnaan diri yang disebabkan oleh
keberhasilan orang tuanya yang telah memiliki keturunan, yang akan melanjutkan
semua cita-cita harapan dan eksistensi hidupnya. Berikut ini adalah definisi atau
pengertian tentang anak menurut beberapa ilmu hukum yang ada:
a. Pengertian Anak Manurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)
Hukum pidana di Indonesia berdasarkan atas Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, atau dengan kata lain Kitab Undang-Undang-Undang-Undang
Hukum Pidana adalah acuan dasar dalam hukum yang diterapkan di
Indonesia. Pengertian tentang anak apabila masuk ke dalam lingkup
hukum pidana yang harus dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana tersebut tidak ditemukan secara jelas definisi tentang
anak, melainkan hanyalah definisi tentang “belum cukup umur
pengertian belum cukup umur belum memberikan arti yang jelas
tentang pengertian anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, jadi perli dicari lagi pengertian tentang anak tersebut dalam
pasal-pasal lain yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga terdapat pasal
yang memberikan salah satu unsur pengertian tentang anak, seperti
yang terdapat pada Bab IX tentang arti beberapa istilah yang dipakai
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pada pasal 45
berbunyi:1
“Dalam menuntut orang yang belum cukup umur
(minderjarig)” karena melakukan perbuatan sebelum umur
enam belas tahum, hakim dapat menentukan, memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepda orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun atau memrintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Pemerintah, tanpa pidana apapun tyaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut”.
Pasal 45 KUHP sudah dicabut ketentuannya tentang
penuntutan anak dikarenakan telah ada Undang-undang yang lebih
khusus mengatur tentang maslah anak, yaitu Undang-Undang No.
3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
1
Dalam pasal 283 ayat (1) dimaksudkan bahwa anak
dibawah umur adalah seorang yang belum berumur tujuh belas
tahun. Hal ini dapat dilihat dalam isi pasal tersebut, yaitu:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah, barang siapa menertawakan, memberikan untuk terus maupun untuk sesmentara waktu, menyerehkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggurkan hamil, kepda sorang yang belum cukup umur, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umunya belum tujuh belas tahun...”.
Sedangkan dalam pasal 287 ayat (1) dimaksudkan, bahwa
anak dibawah umur adalah seseorang yang belum berumur lima
belas tahun, seperti tercantum dalam bunyi pasal ini:
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawninan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun...”.
Dengan demikian, pengertian anak dibawah umur menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat tiga kategori anak
dibawh umur, yaitu anak dibawah umur enam belas tahun dalam
pasl 283 ayat (1) yang berhubungan dengan tulisan-tulisan,
gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat
untuk mencegah atau menggugurkan hamil, serta anak dibawh
umur lima belas tahun dalam pasal 287 ayat (1), yang berkaitan
aturan umum, sedangkan pasal-pasl lain diatas merupakan
pengecualian daripada aturan umum tersebut.
b. Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata
Hukum perdata menjamin hak-hak dasar bagi seorang anak
sejak lahir bahkan sejak masih dalm kandungan. Dalam hukum
perdata, pengertian anak dimaksudkan pada pengertian “kebetulan
dewasaan”, karena menurut hukum perdata seorang anak yang
belum dewasa sudah bisa mengurus kepentingan-kepentingan
keperdataanya. Untuk memnuhi keperluan ini, maka diadakan
keperluan ini, maka diadakan peraturan tentang “hendlichting”,
yaitu suatu penyataan tentang seorang yang belum mencapai usia
dewasa sepenuhnya atau untuk beberapa hal saja dipersamkan
dengan seorang yang sudah dewasa.2
Menurut pasal 330 KUHPer belum dewasa adalah:
“Mereka yang belum mencapai umur genap dua
puluh satu tahun dan tidak lebuh dahulu telah kawin”.
Menurut pasal tersebut, bahwa semua orang yang belum
genap 21 (dua puluh satu) tahun dan belum menikah dianggap
belum dewasa dan tidak cakap dimata hukum, yang artinya belum
2
bisa besikap tindak atau berperilakuan yang sesuai dimata hukum.
Namun bagaimana apabila seorang yang belum genap berusia 21
(dua puluh satu) tahun tetapi sudah menikah, apakah dalam hal ini
masih dianggap belum dewasa?
Namun batas usia dewasa menurut Undang-Undang No 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat didalam pasal 47 ayat (1)
yang berbunyi:3
“Anak yang belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya”.
Batas usia pada pasal yang tedapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yaitu 21 (dua puluh satu) tahun, dan
Undang-Undang Perkawinan yaitu 18 (delapan belas) tahun. Hal
inilah yang pada akhirnya digunkan sampai saat ini sebagai
pengertian anak atau pengertian dewasa didalam Hukum perdata.
c. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
Hukum perlindungan anak menggunakan dasar hukum yang
terdapat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, pengertian anak adalah4
3
“Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Menurut pasal tersebut, anak adalah siapa saja yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun dan termasuk anak yang masih
didalam kandundungan, yang berarti segala kepentingan akan
pengupanyaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak
anak tersebut berada di dalam kandungan sehingga berusia 18
(delapan belas) tahun.
d. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak.
Salah satu hak anak yang harus diupayakan adalah
kesejahteraan, karena anak merupakan tunas bangsa dan potensi
serta penerus cita-cita perjuangan bangsa yang rentang terhadap
perkembangan zaman dan perubahan lingkungan dimasa hal
tersebut bisa mempengaruhi kondisi jiwa dan spikologisnya.
Pelaksanaan pengadaan kesejahteraan bergantung pada partisipasi
yang baik antar objek dan subjek dalam usaha pengadaan
kesejahteraan anak tersebut, yang maksudnya adalah bahwa setiap
peserta bertanggung jawab atas pengadaan kesejahteraan anak.5
4
Indonesia (b), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak, (UU No. 23 Tahun 2003), Pasal 1 ayat (1).
5
Dalam pengupayaan kesejahteraan ini tidak hanya
dibebankan kepda orang tua semata, tetapi juga oleh lingkungan
tempat si anak tumbuh dan berkembang serta pemerintah sebagai
penanggungjawab kesejahteraan generasi penerus bangsa.
Pengupayaan kesejahteraan anak oleh Pemerintah yang sesuai
dengan hukum kesejahteraan anak telah ditungkan dalam
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang isinya
tentang pengupayaan kesejahteraan anak yang diselenggarakan
oleh Negara.
e. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak.
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, diatur tentang hukum acara dan ancaman pidana
terhadap anak atau proses peradilan anak yang mana harus
dibedakan dengan orang dewasa. Pembedaan perlakuan tersebut
didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan
sosial anak tersebut. Sanksi terhadap anak dibedakan berdasarkan
perbedaan umur anak, yang berarti dalam hal ini adalah pengertian
tentang anak dimana menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.
3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak adalah
2.1.2 Pengertian Hak Anak
Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi
kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak
atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa
dan Negara. Perlindungan anak tersebut berkaitan erat untuk mendapatkan hak
asasi mutlak, mendasar dan tidak boleh dikurangi satupun atau mengorbankan hak
yang lainnya untuk mendapatkan hak lain, sehingga anak tersebut akan
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila menginjak dewasa.
Dengan demikian jika anak telah menjadi dewasa, maka anak tersebut akan
mengetahui dan memahami mengenai hak dan kewajiban terhadap keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pertumbuhan dan perkembangan secara wajar bagi anak memiliki makna yang
besar karena dalam pengertian itu terpaut masalah pokok anak. Kesejahteraan
anak lazimnya berhubungan dengan:6
a. Pemenuhan Kebutuhan yang bersifat rohaniah bagi anak
sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangannya secara
wajar melalui asuhan keluarga atau asuhan orang tuanya
sendiri. Misalnya: kesempatan mempereoleh pendidikan,
rekreasi dan bermain, serta sosialisasi pada umumnya.
b. Pemenuhan kebutuhan yang bersifat jasmaniah (fisik) seperti:
cukup gizi, pemeliharaan kesehatan, dan kebutuhan fisik
lainnya
6
c. Santunan atau peningkatan kemampuan berfungsi sosial bagi
anak-anak miskin, terlantar, cacat dan yang mengalami
masalah perebedaan perilaku.
Pemenuhan kebutuhan anak membuat komitmen atas hak asasi seorang
anak. Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus
mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan agar anak yang
baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh. Hak
asasi manusia meliputi semua yang dibutuhkan untuk pembangunan manusia
seutuhnya dan hukum positif mendukung pranata sosial yang dibutuhkan untuk
pembangunan seutuhnya tersebut. Pembangunan manusia seutuhnya suatu melalui
proses evolusi berkesinambungan yang disebabkan oleh kesadaran diri manusia,
yang lebih penting dari proses itu sendiri adalah suatu aktualisasi dari
potensimanusia seperti yang terdapat pada individu dan komunitasnya.
Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui
memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak menjadi korban dari ketidak
pedulian orang dewasa. Pengakuannya pun tidak terjadi serta merta pada saat
korban berjatuhan, tetapi melalui sebuah proses perjuangan panjang dan tanpa
henti.
Perhatian serius secara internasional terhadap kehidupan anak-anak baru
diberikan pada Tahun 1919, setelah Perang Dunia I berakhir. Dikarenakan perang
telah membuat anak-anak menderita kelaparan dan terserang penyakit, seorang
anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki setiap anak yang ada di dunia.7
Mengarahkan mata dunia untuk melihat situasi anak-anak tersebut. Dia
menggalang dana dari seluruh dunia untuk membantu anak-anak. Tindakannya
inilah yang mengawali gerakan kemanusiaan internasional yang secara khusus
memberi perhatian kepada kehidupan anak-anak.
Pada tahun 1923, Mrs.Eglantyne Jebb membuat 10 pernyataan Hak-hak anak
dan mengubah gerakannya menjadi perjuangan Hak-hak anak:8
1. Bermain;
2. Mendapatkan nama sebagai identitas;
3. Mendapatkan makanan;
4. Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan;
5. Mendapatkan persamaan;
6. Mendapatkan pendidikan;
7. Mendapatkan perlindungan;
8. Mendapatkan sarana rekreasi;
9. Mendapatkan akses kesehatan;
10. Mendapatkan kesempatan berperan serta dalam pembangunan;
Pada tahun 1924, pernyataan ini diadopsi dan disahkan sebagai pernyataan
Hak-hak anak oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sementara itu, pada tahun 1939-1945,
7
Eglantyne Jebb, Penggagas Hak-hak anak Hak-hak anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki setiap anak yang ada di dunia. Diakses pada tanggal 13 April 2016, pukul 17.06
http://yunior.ampl.or.id/?tp=tahukah&menu=on&view=detail&path=123&kode=125&ktg=4&se lect=1
8
Perang Dunia II berlangsung dan anak-anak kembali menjadi salah satu
korbannya.
Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mencantumkan hak-hak anak.
Pada tahun 1959, tepatnya tanggal 1 Juni PBB mengumumkan pernyataan
Hak-Hak-hak anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.
Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan
ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.
Setelah sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak
anak disahkan oleh PBB. Inilah pengakuan khusus secara internasional atas hak
asasi yang dimiliki anak-anak.
Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk
memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak
yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak anak. Hal ini menunjukkan telah
tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya
perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan
terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan
kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.
2.1.3 Hak Atas Pendidikan
Hak adalah sesuatu yang harus di dapatkan oleh manusia dan semua manusia
namai hak asasi manusia (HAM). Begitu juga dengan hak anak. Hak anak adalah
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh
orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Adapun hak untuk
mendapatkan pendidikan merupakan bagian dari HAM Pendidikan adalah suatu
hal yang luar biasa pentingnya bagi sumber daya manusia (SDM), demikian pula
dengan perkembangan sosial ekonomi dari suatu negara. Hak untuk mendapatkan
pendidikan telah dikenal sebagai salah satu Hak Asasi Manusia (HAM), sebab
HAM tidak lain adalah suatu hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang.9
Hak memperoleh pendidikan sangat berkaitan erat dengan HAM. Tanpa adanya
pendidikan, kehidupan tidak akan mempunyai arti dan nilai martabat dan inilah
sebenarnya maksud dari HAM itu sendiri, dimana setiap orang mempunyai hak
untuk menjadi seorang manusia seutuhnya.
Oleh karena itu, memberikan pendidikan yang layak sudah seharusnya
menjadi suatu kewajiban yang berlipat ganda bagi sang orang tua, baik itu
terhadap anak-anaknya maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Pasal yang berkaitan dengan Hak Anak untuk memperoleh pendidikan adalah
Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 berbunyi :“Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 28 ini dengan jelas
menyatakan bahwa setiap anak mendapatkan hak asasinya sebagai generasi muda
yang memiliki kesempatan untuk hidup, tumbuh menjadi dewasa, dan
berkembang kemampuan fisik dan pemikirannya. Untuk menunjang diperolehnya
9
semua hak anak tersebut, pendidikamerupakan hak yang paling penting bagi
seorang anak untuk mengembangkan semua potensi kemampuan yang
dimilikinya. Mengingat bahwa anak-anak secara umur dan fisik lebih muda dan
lebih lemah daripada orang dewasa, mereka berhak atas perlindungan dari adanya
ancaman, kekerasan dan diskriminasi.
Manusia pada hakekatnya adalah makluk yang dapat dididik. Disamping itu
menurut lengeveld manusia itu adalah animal educandum artinya manusia itu
pada hakekatnya adalah makluk yang harus dididik, dan educandus artinya
manusia adalah makluk yang bukan hanya harus dididik dan dapat di didik tetapi
juga dapat mendidik.10 Dari kedua istilah tersebut di jelaskan bahwa pendidikan
itu merupakan keharusan mutlak pada manusia atau pendidikan itu merupakan
gejala yang layak dan sepatutnya ada pada manusia.
Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir. Memiliki makna bahwa
pendidikan di lakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang
jelas. ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu.
Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya,
dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung
yang di siapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus
sepanjang hayat. Selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap
dibutuhkan. Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno
yaitu:
“Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk mewujudkan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak,
10
menujukearah menuju kedewasaan dalam arti kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang selaras dengan alamnya dan masyarakat”.11
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak, hak wajib
dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan
dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu
orangtua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang
jalannya pendidikan.
Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung
jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral
untuk menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang
tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya
atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh
bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai
puluhan juta anak di seluruh Indonesia. Dengan adanya pendidikan maka Sumber
daya manusia di negara ini semakin meningkat.
Berdasarkan kesimpulan yang dapat di tarik dari penjelasan di atas adalah
kebahagiaan itu apabila seseorang telah mencapai tujuan hidupnya dan dapat
melakukan aktivitas sehari-hari berdasarkan ilmu sehingga ia menjadi orang yang
bijaksana, beramal mulia dan bermartabat.12
11
Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno. Pengantar Ilmu Pendidikan. Aksara Baru, Jakarta: 1982
12
2.1.4 Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi
manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada
masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum
yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,
baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun.13
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.
Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap
hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak
tersebut.14
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek
hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh
pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan
dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta
13
Satjipto Rahardjo. Loc Cit. hlm. 74.
14
memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan
sutu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif
merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda,
penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.15
Dalam konsideran Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dijelaskan bahwa Anak adalah amanah dan karunia Tuhan
Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia
seutuhnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi
muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan
mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa
dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu
memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental
maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta
untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (2) Tentang
Perlindungan Anak. menyebutkan “Perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
15
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Berdasarkan Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak
yang menjadi saksi tindak pidana.
2.2 Peraturan Hukum Tentang Hak Anak Atas Pendidikan 2.2.1 Deklarasi Umum HAM (HAK ASASI MANUSIA)
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia
yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab
hak-haknya dapat efektif, apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Pengertian
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia
yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan
manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu
gugat siapapun.16 Melindungi hak-hak dapat terjamin, apabila hak-hak itu
merupakan bagian dari hukum, yang memuat prosedur hukum untuk melindungi
hak-hak tersebut. Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan Hak Asasi
Manusia (HAM), sehingga hukum itu megandung keadilan atau tidak, ditentukan
oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu. Hukum tidak
16
lagi dilihat sebagai refleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga harus
memancarkan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.17
Deklarasi Universal HAM (DUHAM) adalah dokumen dasar dari Hak Asasi
Manusia (HAM). Diadopsi pada tanggal 10 Desember 1948 oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, DUHAM merupakan referensi umum di seluruh dunia dan
menentukan standar bersama untuk pencapaian Hak Asasi Manusia (HAM).
Meskipun DUHAM tidak memiliki kekuatan resmi secara hukum, prinsip-prinsip
dasarnya telah menjadi standar internasional di seluruh dunia dan banyak negara
memandangnya sebagai hukum internasional. Hak Asasi Manusia (HAM) telah
dikodifikasi dalam berbagai dokumen hukum di tingkat Internasional, Nasional,
Provinsi, dan Kota/Kabupaten. Di Kanada, HAM didefinisikan dalam Piagam
HAM dan Kebebasan Kanada serta dalam perundangan dan peraturan yang
diadopsi di tingkat provinsi. Sementara di Indonesia, HAM didefinisikan dalam
piagam HAM yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (UU 39/1999). Adapun pelaksanannya harus sesuai dengan
Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), serta Deklarasi Universal HAM (DUHAM).
Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah semua pembelajaran yang
membangun pengetahuan, ketrampilan maupun sikap dan perilaku Hak Asasi
Manusia (HAM). Pendidikan HAM membuat orang mampu untuk membuat orang
lebih baik dalam mengintergrasikan ke dalam hidup sehari-hari nilai-nilai HAM
seperti menghargai, menerima dan memasukkan orang lain. Pendidikan HAM
17
mendorong digunakannya HAM kerangka referensi dalam hubungan kita dengan
orang lain. Pendidikan HAM juga mendorong kita untuk secara kritis mengkaji
sikap dan perilaku kita sendiri dan, kemudian, mentrasfomasikannya guna
meningkatkan perdamaian, harmoni sosial dan penghargaan terhadap hak-hak
orang lain.
Pada tanggal 10 Desember 1945, pasal 26 ayat (1) dan (2) Deklarasi Umum
HAM (DUHAM) mengatur bahwa:
1. Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan
cuma-cuma, setidaktidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan
pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan
teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan
pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh
semua orang, berdasarkan kepantasan;
2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang
seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus
menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara
semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan
kegiatan Perserikatan BangsaBangsa dalam memelihara perdamaian.
Berdasarkan pengaturan tersebut, maka anak putus sekolah berhak atas
pendidikan, karena menjadi bagian dari yang dimaksudkan sebagai “setiap
“dengan cuma-cuma”. Karena itu anak-anak SD yang putus sekolah, terutama
karena alasan ekonomi, seharusnya tidak terjadi.
2.2.2 Konvensi Hak Anak
Konvensi Hak Anak (Convention of Rights of The Child) telah disahkan oleh
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November
1989, dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in force) pada tanggal 2
September 1990. Konvensi hak anak ini merupakan instrumen yang merumuskan
prinsip-prinsip yang universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak. Oleh
karena itu, konvensi hak anak ini merupakan perjanjian internasional mengenai
hak asasi manusia yang memasukkan hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak
budaya.18 Secara garis besar Konvensi Hak Anak (KHA) dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a. Penegasan hak-hak anak;
b. Perlindungan anak oleh negara;
c. Peran serta berbagai pihak.
Pengertian lain dari konvensi hak anak merupakan suatu ”pekerajaan yang
berjalan” yang memakan waktu lama. Bagi anak -anak, pengakuan hak asasi
manusia mereka merupakan suatu proses yang terjadi dalam dua bagian, yakni:19
18
Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 103- 119.
19
a. Pengkuan bahwa anak berhak atas Hak Asasi Manusia sebagai
haknya sendiri yang bukan sebagai hak orang tua atau wali
mereka;
b. Pengakuan bahwa anak memerlukan perlindungan tambahan,
perlindungan yang sekarang telah dikembangkan oleh komunitas
Internasional.
Konvensi Hak Anak (KHA) adalah hukum Internasional atau instrumen
Internasional yang bersifat mengikat secara yuridis dan politis yang menguraikan
secara rinci Hak Dasar Manusia bagi setiap anak, di dalamnya mencakup:20
a. Hak atas kelangsungan hidup : Hak atas tingkat kehidupan yang layak
dan pelayan kesehatan. Artinya anak-anak berhak memperoleh gizi
yang baik, tempat tinggal yang layak dan perawatan yang baik bila
jatuh sakit. Dalam hal ini, hak anak akan kelangsungan hidup meliputi
pula;
1. Pasal 7
Hak anak untuk mendapatkan nama dan
kewarganegaraan semenjak dilahirkan;
2. Pasal 8
Hak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan
kembali aspek dasar jati diri anak (nama,
kewarganegaraan, dan ikatan keluarga);
3. Pasal 9
Hak anak untuk hidup bersama;
20
4. Pasal 19
Hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala
bentuk perlakuan salah (abuse) yang dilakukan orang
tua atau orang lain yang bertanggungjawab atas
pengasuhan;
5. Pasal 20
Hak untuk memperoleh perlindungan khusus bagi anak
yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin
pengusahaan keluarga atau penempatan institusional
yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya
anak;
6. Pasal 21
Adopsi anak hanya diperbolehkan dan dilakukan demi
kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan
yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;
7. Pasal 23
Hak-hak anak penyandang cacat (disabled) untuk
memperoleh pengasuhan, pendidikan, dan pelatihan
khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi
mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi;
8. Hak untuk tumbuh kembang : Hak tumbuh berkembang
formal, serta hak untuk mencapai standar hidup yang layak
bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial
anak. Hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28
Undang-Undang Konvensi Hak Anak yang menyebut bahwa :
9. Negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan
menyediakan secara cuma-Cuma;
10.Mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan
dan mudah dijangkau oleh setiap anak tanpa terkecuali;
11.Membuat informasi dan bimbingan pendidikan dan
keterampilan bagi anak;
12.Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya
secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.
13.Hak untuk memperoleh perlindungan : Termasuk didalamnya
perlindungan dalam bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan
sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun
dalam hal lain.
14.Hak berpartisipasi : Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk
menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi
anak. Hal ini mengacu kepada Pasal 12 ayat (1) Konvensi Hak
Anak (KHA), diakui bahwa anak dapat dan mampu
membentuk atau mengemukakan pendapatnya dalam
pandangannya sendiri yang merupakan hak berekspresi secara
bebas (capable of forming his or her own views the rights to
wajib menjamin bahwa anak diberikan kesempatan untuk
menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan ataupun
administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Hak yang mencakup dengan
itu meliputi;
a. Hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan
atas pendapatnya;
b. Hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta
untuk mengekspresikan;
c. Hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk
bergabung;
d. Hak untuk memperoleh informasi yang layak dan
terlindung dari informasi yang tidak sehat.
Konvensi Hak Anak dalam Pasal 28 juga ikut mengatur tentang hak anak
atas pendidikan dasar. Dalam Pasal 28 ayat (1) Konvensi Hak Anak, justru
dirumuskan hak anak atas pendidikan lebih spesifik, yakni hak atas pendidikan
yang pencapaiannya dilakukan secara progresif (to archieving this right
progressively) dan berbasis kesetaraan kesempatan (on the basis of equal opportunity).
Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak pasal 28,
pendidikan dasar merupakan suatu kewajiban dan tersedia secara cuma-cuma.
Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa Negara Indonesia sebagai
dan mengimplementasi dengan berbagi program yang berhubungan dengan
pemenuhan hak atas pendidikan dasar.
Sebelum disahkan Konvensi Hak Anak, sejarah mencatat bahwa hak-hak anak
jelas melewati perjalanan yang cukup panjang dimulai dari usaha perumusan draf
hak-hak anak yang dilakukan Mrs. Eglantynee Jebb, pendiri Save the Children
Fund.21 Setelah melaksanakan programnya merawat para pengungsi anak-anak,
pada Perang Dunia Pertama, Mrs. Eglantynee Jebb membuat draft “Piagam Anak”
pada tahun 1923. Beliau menulis: “Saya percaya bahwa kita harus menuntut hak
-hak bagi anak-anak dan memperjuangkannya untuk mendapat hak universal”.22
Dalam draf yang dikemukakannya, Mrs. Eglantynee Jebb
mengembangkannya menjadi 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak yaitu :
a. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan
mengenai ras kebangsaan dan kepercayaan.
b. Anak harus dipelihara dan harus tetap menghargai keutuhan
keluarga.
c. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk
perkembangan secara normal, baik material, moral dan
spiritual.
d. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus
dirawat, anak yang cacat mental atau cacat tubuh harus dididik,
e. Anaklah yang pertama-tama harus mendapat bantuan atau
pertolongan pada saat ada kesengsaraan.
f. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari
program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapatkan
pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan
untuk mencari nafkah serta harus dilindungi dari segala bentuk
eksploitasi.
g. Anak harus diasuh dan dididik dengan pemahaman bahwa
bakatnya dibutuhkan untuk mengabdi pada sesama.
Di Indonesia, Konvensi Hak Anak baru diratifikasi pada tahun 1990 melalui
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Konvensi Hak Anak ini telah diratifikasi
oleh banyak negara anggota PBB. Sampai dengan bulan Februari 1996 konvensi
ini telah diratifikasi oleh 187 (seratus delapan puluh tujuh) negara.
2.2.3 Konvensi Hak Anak Atas Pendidikan
Konvensi Hak Anak bersumber pada perjanjian Internasional yang
memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan dan
pemenuhan hak-hak anak, yang telah disetujui dengan suara bulat oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 20 November 1989.
Ada beberapa peraturan perundang-undangan di dalam Konvensi Hak Anak
mengatur tentang hak anak atas pendidikan, yang disetujui oleh Majelis Umum
PBB pada tanggal 20 November 1989, pasal 3 ayat (1) menyebutkan: “Dalam
lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan,
penguasa-penguasa pemerintahan atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari
anak-anak harus menjadi pertimbangan utama”. Berdasarkan pengaturan tersebut,
maka istilah “kepentingan terbaik dari anak-anak” dapat ditafsirkan secara hukum
sebagai kepentingan untuk mendapatkan pendidikan semaksimal mungkin.
Dengan demikian maka situasi putus sekolah yang dialami oleh anak-anak,
bukanlah suatu situasi yang ideal dalam konteks kepentingan terbaik dari
anak-anak.
Bahkan Pasal 28 ayat (1) huruf (e) dari Konvensi Internasional Hak-hak Anak
mengatur dengan sangat jelas bahwa:
“Negara-negara peserta mengakui hak anak atas pendidikan dan untuk
mewujudkan hak ini secara bertahap dan berdasarkan kesempatan yang sama
mereka akan khusunya: ...
(e) Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadiran teratur di
sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.”
Mencermati ketentuan hukum tersebut, maka telah dengan sangat jelas
menampakkan bahwa keadaan dimana anak-anak mengalami putus sekolah,
bukanlah suatu keadaan yang dikehendaki.
2.2.4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 Alinea ke-4 jelas dikatakan bahwa salah satu cita-cita kemerdekaan bangsa
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kemudian dalam 31 UUD
NRI tahun 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pendidikan merupakan hak setiap
warga Negara”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hak atas pendidikan
merupakan hak dasar dan hak konstitusional setiap warga Negara dimana Negara
bertanggung jawab menyediakan hak dasar tersebut
Secara konstitusional, UUD 1945 telah menetapkan tujuan negara Republik
Indonesia. Di dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan tentang
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Khusus tentang tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka
dapat dirasionalisasi bahwa tujuan tersebut berhubungan langsung atau sangat erat
dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, tak
terkecuali hak anak putus sekolah. Selain itu, tujuan dari diselenggarakannya
pendidikan juga menjadi jelas, yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa;
1. Pasal 28 huruf (C)
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya;
2. Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang;
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Nasional;
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta umat manusia.
Di dalam batang tubuh UUD 1945 sendiri ada beberapa hal yang perlu kita
garis bawahi. Yang pertama adalah hak atas pendidikan itu sendiri. Hak atas
pendidikan dimiliki oleh:
a. Setiap Orang : Hak atas pendidikan bagi setiap orang dapat
kita lihat di dalam pasal 28. Hak yang tercantum di sana
memajukan dirinya. Artinya, proses semua orang untuk
mengembangkan dan memajukan dirinya itu harus dijamin
dan dilindungi, serta dihormati oleh negara. Dengan kata
lain, hak-hak tersebut sifatnya dipenuhi oleh yang memiliki
hak, karena kata-kata mengembangkan dan memajukan di
sini ditujukan pada warga Negara yang melakukannya.
Namun Negara tetap harus melindunginya (to protect) dan
menghormati (to respect) terhadap hak tersebut.
b. Setiap Warga Negara : Sementara hak atas pendidikan bagi
seluruh warga negara tercantum di dalam pasal 31. Dalam
pasal ini, secara tegas dinyatakan bahwa setiap warga
Negara berhak mendapatkan pendidikan (pasal 31 ayat 1).
Berbeda dengan sifat yang dimiliki pada hak atas
pendidikan bagi setiap orang. Karena hak atas pendidikan
bagi seluruh warga Negara adalah untuk mendapatkan.
Artinya, ada kewajiban pemerintah untuk membuat warga
negaranya mendapatkan pendidikan. Di sini kita melihat
bahwa hak atas pendidikan itu akhirnya dalam
penyelenggaraannya menjadi kewajiban pemerintah. Masih
didalam pasal yang sama, namun diayat yang berbeda
(Pasal 31 Ayat (2)), kita dapat melihat bahwa pendidikan
bukan saja hak bagi seluruh warga negara, tetapi juga
merupakan kewajiban bagi warga Negara, khususnya
dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar
menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal
pembiayaannya;
Hal ini dipertegas dengan pengaturan pada ayat-ayat selanjutnya secara
terangterangan menyebutkan kewajiban Negara, bahkan mencantumkan nominal
persen yang harus dialokasikan untuk pendidikan dari APBN nya yaitu dua puluh
persen. Hal ini memperlihatkan bahwa Negara memiliki kewajiban untuk
memenuhi (to fulfill) hak atas pendidikan bagi warga negaranya. Selain itu, di
dalam batang tubuh UndangUndang Dasar ini, juga ditegaskan mengenai fungsi
pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang menjadi tujuan
dari Negara. Hal lain yang menarik adalah bahwa pendidikan tidak semata-mata
ditujukan untuk transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan juga harus
mengandung muatan peningkatan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia.
2.2.5 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional ini merupakan payung hukum yang mengatur mengenai keseluruhan
pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Visi misi pendidikan, kurikulum, hingga
tata kelola pendidikan kita bersumber dari Undang-Undang ini. Karena itulah,
untuk melihat perspektif pendidikan di Inodnesia, maka Undang-Undang ini
menjadi penting untuk dibahas. Namun demikian, peneliti tidak akan membahas
mengarah pada bentuk hak atas pendidikan bagi warga Negara, serta tanggung
jawab penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.
1. Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu;
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus;
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terkebelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus;
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat.
Pasal ini menguraikan mengenai hak warga negara untuk memperoleh
pendidikan. Pendidikan yang diberikan bukan hanya sekedar memberikan
ketersediaan sekolah, melainkan juga penjaminan mutu dari institusi pendidikan
itu sendiri. Prinsip awalnya adalah kesamaan hak bagi seluruh warga Negara
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Namun selanjutnya terdapat
berbagai kekhususan yang menjadi hak khusus bagi kelompok-kelompok
masyarakat yang memang membutuhkan perlakuan khusus, seperti kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, tinggal di daerah terpencil atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Termasuk juga menjamin hak
atas pendidikan bagi warga Negara sepanjang hayat.
2. Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar;
(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
Pasal ini menjabarkan mengenai kewajiban warga negara dalam
pendidikan itu sendiri.
3. Pasal 7
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan
dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan
anaknya;
(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya.
Pasal ini memberikan kewajiban yang lebih spesifik yaitu kepada orang tua.
4. Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
5. Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
Pasal 8 dan 9 memberikan peran kepada masyarakat dalam
penyelenggaraan hak atas pendidikan.
Di sini dapat dilihat bahwa peran masyarakat tidak saja dalam proses
kebijakan dan pelaksanaan dari hak atas pendidikan, namun juga sumber daya
yang bahkan diwajibkan untuk turut serta dalam penyelenggaraan pendidikan.
Artinya ada pembagian tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dipertegas oleh pasal-pasal berikutnya
mengeni pembagian tanggungjawab penyelenggara pemerintah antara Pemerintah,
Pemerintah daerah, dan masyarakat, termasuk dalam hal pendanaan. Jadi, ketika
kita berbicara mengenai sebenarnya siapa yang memegang kewajiban untuk
menyelenggarakan pendidikan, berdasarkan Undang-Undang ini kewajiban
menyelenggarakan pendidikan ada pada Pemerintah (termasuk Pemerintah
daerah) dan masyarakat.
6. Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
7. Pasal 11
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan
dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi;
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun.
Pasal 10 dan pasal 11 menunjukkan tanggung jawab pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Peran yang diberikan merupakan peran yang wajib, dan dilakukan melalui
pengarahan, dan jaminan penyelenggaraan, termasuk dalam bentuk pendanaan.
8. Pasal 12
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
1. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama
yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
seagama;
2. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya;
3. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang
orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
4. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang
tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
5. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan
pendidikan lain yang setara;
6. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan
kecepatan belajar masing-masing dan tidak
menyimpang dari ketentuan batas waktu yang
Setiap peserta didik berkewajiban:
1. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
2. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,
kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku. Pasal 12 memuat
tentang hak dan kewajiban peserta didik. Dalam hal
pendanaan, peserta didik mendapatkan hak untuk
memperoleh beasiswa dan biaya pendidikan lainnya.
Namun pada kewajiban, peserta didik juga diwajibkan
untuk menanggung biaya pendidikan tersebut. Di sini
kita bisa melihat bahwa porsi dari masyarakat, dalam
hal ini peserta didik sudah menjadi kewajiban,
bukannya sekedar bantuan atau sumbangan. Dengan
demikian dapat kita simpukan bahwa tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan sudah dibagi kepada
masyarakat oleh Negara.
9. Pasal 46
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal ini mempertegas aturan sebelumnya. Artinya, secara normatif
memang sudah ditetapkan bahwa tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan ada
di Negara (Pemerintah pusat dan pemerintah daerah) dan masyarakat.
Dalam hal melindungi hak pendidikan bagi anak, maka Dalam
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 diatur mengenai hak anak untuk mendapakan
pendidikan dalam Undang-Undang ini di pertegas bahwa anak harus mendapatkan
hak pendidikannya.
10.Pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus
bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Hak yang tercantum di sana antara lain adalah hak untuk mengembangkan
diri dan memajukan dirinya, Artinya, proses semua anak untuk mengembangkan
dan memajukan dirinya itu harus dijamin dan dilindungi, serta dihormati oleh
11.Pasal 48
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9
(sembilan) tahun untuk semua anak.
12.Pasal 49
Negara, Pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh
pendidikan.
13.Pasal 50
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan pada:
(1) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian
anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai
mencapai potensi mereka yang optimal;
(2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia
dan kebebasan asasi;
(3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua,
identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri,
nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari
mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang
berbedabeda dari peradaban sendiri;
(4) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung
jawab; dan pengembangan rasa hormat dan cinta
terhadap lingkungan hidup.
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.
15.Pasal 52
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan
aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.
16.Pasal 53
(1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya
pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan
khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar,
dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
Pertanggungjawaban Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.
2.2.6 Landasan Hukum Penyelenggaraan Pendidikan
Proses penyelenggaraan pendidikan nasional masih sangat jauh dari yang
diharapkan, sering terbentur dengan berbagai kendala, baik dari segi kebijakan
(politik), sistem sosial dan kesadaran kita sendiri. Oleh karena itu, sebagai bangsa
Indonesia yang konsisten dengan Pendidikan Nasional seyogyanya pemerintah
lebih peka dalam menanggapi permasalahan pendidikan, apalagi jaminan
pendidikan bagi fakir miskin dan anak terlantar.
Landasan utama penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah pada Pasal
Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
UUD 45 menjamin hak pendidikan rakyat Indonesia sebagaimana disebutkan
pada Pasal 31 ayat (1): “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan
ayat 2: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.” Kedua ayat ini memberikan tugas kepada pemerintah
untuk menyediakan pendidikan beserta sarananya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah berkewajiban membiayai segala pengeluaran yang diperlukan untuk
memfasilitasi tertunaikannya pendidikan dasar bagi setiap warga negara.
Anggaran yang disediakan cukup besar, yaitu minimal 20% dari APBN dan
APBD sebagaimana ditegaskan dalam ayat (4): “Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta berakhlaq mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Ada 3 (tiga) petunjuk yang diperoleh oleh keempat ayat di atas, yaitu:
a. Pendidikan dasar merupakan hak setiap warga negara;
b. Pemerintah wajib menyediakan anggaran yang cukup untuk
membiayai pendidikan dasar;
c. Tujuan pendidikan dasar adalah untuk meningkatkan
Berdasarkan ketiga petunjuk ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap
individu yang menjadi warga negara Indonesia harus mendapatkan pendidikan
untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, serta akhlaq mulia dengan biaya
sepenuhnya ditanggung negara. Untuk melaksanakan amanah UUD 45 tersebut,
pemerintah menyusun RUU Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian disahkan
menjadi UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1
Ayat 1 menjelaskan tentang makna pendidikan, yaitu:23
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Definisi pendidikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional ini
mengandung unsur operasional pendidikan, yaitu “sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran” dan unsur filosofis
pendidikan terkait tujuan pendidikan, yaitu untuk “memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Tujuan pendidikan ini kemudian disebutkan kembali secara khusus pada
Pasal 3, menjadi:24
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
23
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
24
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Apabila dicermati secara mendalam, tujuan pendidikan yang termaktub
dalam UUD 45 sudah mencukupi. Keimanan adalah kewajiban mendasar bagi
manusia yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan mengandung
tuntutan untuk menjalankan perintah agama, sebagai manifestasi iman. Akhlak
mulia merupakan tuntunan atau perangkat dalam berperilaku sehari-hari, sebagai
manifestasi dari iman dan takwa.
Tujuan pendidikan yang tersurat pada UU Sisdiknas Pasal 1 lebih
bermasalah. Keimanan dan ketakwaan yang dikendaki UUD 1945 bergeser
menjadi “kekuatan spiritual.” Kekuatan spiritual tidak menuntut seseorang untuk
mengimani Tuhan Yang Maha Esa. Penganut Komunisme di China merasa cukup
dengan kekuatan spiritual dari roh-roh nenek moyang. Kekuatan spiritual juga
tidak menuntut seseorang untuk menjalankan perintah agama.
Paradigma yang digunakan UUD 45 seharusnya diadopsi oleh seluruh
produk hukum turunannya. Rumusan tujuan pendidikan nasional harus
menyesuaikan dengan UUD. Apabila diperlukan perangkat tambahan, maka
perangkat tersebut digunakan untuk menuju tujuan, yakni “meningkatkan
keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia.” Contohnya adalah perangkat kurikulum
yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan”.
Pasal 36 UU Sisdiknas ini tidak menggunakan paradigma UUD NRI 1945
sehingga menempatkan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan akhlak
mulia sejajar dengan peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik,
keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan
nasional, tuntutan dunia kerja, dst. Dalam paradigma UUD 45, peningkatan
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia merupakan tujuan pendidikan.
Peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik dapat dijadikan sarana untuk
meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Sarana dapat berkembang
luas tanpa batas, mengikuti kemajuan jaman serta kebutuhan masyarakat di
lapangan, namun tujuan harus konsisten dan pasti. Menjadikan sarana sebagai
tujuan berpotensi menggoyang tatanan masyarakat. Masyarakat menjadi bingung
dan mempertanyakan ke mana sebenarnya orientasi hidup bangsa ini dan apakah
tujuan itu akan tercapai apabila selalu berubah dari masa ke masa.
Kesimpangsiuran tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas
terpancar pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025 yang disahkan menjadi UU No. 17 Tahun 2007. UU ini merupakan
dasar hukum yang mengatur operasional pembangunan selama 20 tahun, termasuk
pembangunan dalam bidang pendidikan. Bab III UU ini menyebutkan:25
Pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal
25
dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan
modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan
spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.26 Apabila tujuan dari arah
pembangunan (Bab IV) disertakan, maka akan diperoleh rumusan tambahan untuk
tujuan pendidikan sebagai berikut:
Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan
perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.
Rumusan tujuan pendidikan seakan tidak pernah berhenti bermetaforsis,
mengikuti apa yang terbersit di benak tim penyusun undang-undang. Tujuan yang
fluktuatif seperti ini mengakibatkan bangsa Indonesia tidak pernah sampai pada
tujuannya, karena tujuannya sendiri berubah-ubah. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan harus dikembalikan pada tujuan asasi yaitu meningkatkan keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 31 Ayat (3)
UUD NRI 1945.
3.3Teori - Teori Hak Pendidikan Atas Anak
Anggapan dan keyakinan terhadap pendidikan sebagai suatu proses untuk
menjadi terkemuka, semakin memantapkan dan memperkokoh arti pendidikan
dalam menciptakan peningkatan kualitas peserta didik atau yang lebih dikenal
26
Umberto Sihombing. Menuju Pendidikan Bermakna melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat,
dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM), terutama dalam memasuki
era globalisasi. Tidaklah berlebihan apabila negara sebagai pihak yang
betanggungjawab dalam menyediakan pendidikan, menggantungkan harapan pada
sektor pendidikan dalam rangka mengembangkan dan mengoptimalkan potensi
setiap individu sehingga dapat berkembang secara maksimal.
Pendidikan dalam arti umum merupakan suatu bentuk pembelajaran dimana
pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dari sekelompok orang yang
dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, penelitian atau hanya melalui otodidak. Umumnya itu terjadi melalui
pengalaman yang memiliki efek normatif pada cara orang berpikir, merasa atau
bertindak. Hal ini berarti, pendidikan menjadi sarana bagi setiap orang dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kebiasaan. Proses tersebut
tidaklah berlangsung dengan sendirinya, tapi melalui suatu bentuk pengajaran
ataupun pelatihan. Proses tersebut yang dinamakan dengan sekolah, baik itu jalur
formal maupun nonformal.
Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi
mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara
efektif dan efisien. Menurut Azyumardi Azra, pendidikan lebih dari sekedar
pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara
membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.27
Dengan demikian, pendidikan benar-benar menjadi kebutuhan yang tidak hanya
dibutuhkan oleh satu individu ataupun kelompok saja, tetapi menjadi kebutuhan
27
setiap orang dalam hal membangun dan mengembangkan moral dan kehidupan
setiap individu dalam suatu bangsa atau negara.
Pendidikan dapat dikatakan sebagai latihan fisik, mental dan moral bagi
individu-individu dalam menciptakan suatu bangsa yang berbudaya. Pendidikan
adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada
anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari
dari orang dewasa atau yang diciptakan oleh orang dewasa, seperti sekolah, buku,
putaran hidup sehari-hari, dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.28
Pendapat Langeveld ini, memberikan pemahaman bahwa pendidikan
benar-benar menjadi hak dasar yang tidak dapat dikesampingkan terutama bagi anak,
tanpa terkecuali. Pendidikan menjadi media bagi setiap anak dalam
mengembangkan kedewasaannya. Kedewasaan disini tidak hanya dilihat dari segi
umur anak tersebut, tapi dari kemampuan anak mengemban dan memangku hak
dan kewajiban mereka dalam kehidupan sehari-hari. Adapun dalam hal ini,
tentang implementasi dari terpenuhinya hak yang berkaitan dengan pendidikan
bagi anak, tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang tujuannya untuk
melengkapi kegiatan belajar mengajar yang menjadi salah satu dari aktivitas
pendidikan itu sendiri.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, Beliau menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun
28