• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN BENDA MANIPULATIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas II SD di Kota Bandung Tahun Pelajaran 2008/2009.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERDAYAAN BENDA MANIPULATIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PENALARAN SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas II SD di Kota Bandung Tahun Pelajaran 2008/2009."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

i

(2)

ii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 77

1. Pemanfaatan Benda Manipulatif Dalam Matematika... 136

2. Kemampuan Pemahaman Siswa ... 141

3. Kemampuan Penalaran Siswa ... 147

4. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ... 154

5. Tanggapan Guru Terhadap Pembelajaran ... 157

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. ... 159

B. Rekomendasi ... 160

DAFTAR PUSTAKA ... 165

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 170

(3)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Pemahaman... 61

3.2 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Penalaran... 61

3.3 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Pemahaman dan Penalaran……... 62

3.4 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Pemahaman... 63

3.5 Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Penalaran... 64

3.6 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Pemahaman... 65

3.7 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Penalaran... 65

4.1 Indikator Pembelajaran dan Benda Manipulatif yang Digunakan... 79

4.2 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Pretes Kemampuan Pemahaman... 97

4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman... 98

4.4 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman... 99

4.5 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Pretes Kemampuan Penalaran... 100

4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran... 101

4.7 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran... 101

4.8 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Postes Kemampuan Pemahaman... 103

4.9 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman... 104

4.10 Hasil Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman... 105

4.11 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata, Standar Deviasi Skor Postes Kemampuan Penalaran... 106

4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran... 108

4.13 Hasil Homogenitas Skor Postes Kemampuan Penalaran ………... 108

4.14 Gain Tertinggi, Gain Terendah, Rata-Rata, dan Standar Deviasi Gain Normal Kemampuan Pemahaman………..……….... ….... 110

4.15 Hasil Uji Normalitas Gain Normal Kemampuan Pemahaman... 112

(4)

iv

Gain Normal Kemampuan Penalaran ………. 117 4.18 Hasil Uji Normalitas Gain Normal Kemampuan Penalaran.……... 118 4.19 Hasil Homogenitas Gain Normal Kemampuan Penalaran……….… 119 4.20 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap

Pelajaran Matematika …...………. 124 4.21 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Siswa Terhadap Kesungguhan/Motivasi dalam Pelajaran Matematika... 125 4.22 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap

Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Benda Manipulatif 127 4.23 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap Manfaat dan Motivasi Selama Pembelajaran Matematika dengan

Menggunakan Benda Manipulatif... 128 4.24 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap

Soal-Soal yang Diberikan...… 129 4.25 Rekapitulasi Hasil Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Gambar Unsur Penting Dalam Pembelajaran Matematika... 16

3.1 Bagan Alur Penelitian... 76

4.1 Kegiatan Siswa dalam Menyusun dan Menggambar Kancing……... 83

4.2 Kegiatan Siswa Menghitung Banyaknya Kubus Satuan... 88

4.3 Kegiatan Siswa Dalam Merepresentasikan Hasil Pekerjaannya……….…. 89

4.4 Kegiatan Siswa Ketika Merepresentasikan Hasil Pekerjaannya di Depan Kelas………. 90

4.5 Kegiatan Siswa Ketika Berdiskusi………... 91

4.6 Kegiatan Mepresentasikan Hasil Pekerjaannya di Depan Kelas………... 93

4.7 Kegiatan Siswa Memanipulasi Bilangan... 95

4.8 Diagram Batang Rata-Rata Skor Pretes Pemahaman... 97

4.9 Diagram Batang Rata-Rata Skor Pretes Penalaran... 100

4.10 Diagram Batang Rata-Rata Skor Postes Kemampuan Pemahaman ... 103

4.11 Diagram Batang Rata-Rata Skor Postes Kemampuan Penalaran... 107

4.12 Diagram Batang Rata-Rata Gain Normal Kemampuan Pemahaman... 111

4.13 Interaksi Pembelajaran dengan Kualifikasi Sekolah Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman... 115

4.14 Diagram Batang Rata-Rata Gain Normal Kemampuan Penalaran... 117

(6)

vi

4.1 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Eksperimen ... 218

4.2 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Kontrol ... 219

4.3 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Eksperimen ... 220

4.4 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Kontrol ... 221

4.5 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Eksperimen ... 222

4.6 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Kontrol ... 223

4.7 Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Eksperimen ... 224

(7)

vii

4.9 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Eksperimen ... 226 4.10 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Kontrol ... 227 4.11 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Eksperimen ... 228 4.12 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Kontrol ... 229 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 230 4.14 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 231 4.15 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Eksperimen ... 232 4.16 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Kontrol ... 233 4.17 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Eksperimen ... 234 4.18 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Sedang Kelas Kontrol ... 235 4.19 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Eksperimen ... 236 4.20 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Kontrol ... 237 4.21 Skor Postes Kemampuan Pemahaman Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Eksperimen ... 238 4.22 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Tinggi Kelas Kontrol ... 239 4.23 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

(8)

viii

Sedang Kelas Kontrol ... 241 4.25 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Eksperimen ... 242 4.26 Skor Postes Kemampuan Penalaran Sekolah Kualifikasi

Rendah Kelas Kontrol ... 243 4.27 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 244 4.28 Hasil Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 245 4.29 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Skor Postes Kemampuan Pemahaman . 246 4.30 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Skor Postes Kemampuan Penalaran ... 247 4.31 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Eksperimen ... 248 4.32 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Tinggi Kelas Kontrol ... 249 4.33 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Eksperimen ... 250 4.34 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Sedang Kelas Kontrol ... 251 4.35 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Eksperimen ... 252 4.36 Gain Normal Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Sekolah Kualifikasi Rendah Kelas Kontrol ... 253 4.37 Hasil Uji Normalitas Gain Normal Kemampuan Pemahaman

Dan Penalaran ... 254 4.38 Hasil Uji Homogenitas Gain Normal Kemampuan Pemahaman

(9)

ix

4.43 Rangkuman Hasil wawancara dengan Siswa ... 262

4.44 Hasil Observasi Kegiatan Guru Pada Sekolah Kualifikasi Tinggi ... 264

4.45 Hasil Kuisioner Guru ... 273

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menghadapi era globalisasi sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat. Karenanya diperlukan kemampuan untuk memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Untuk menghadapi tantangan era globalisasi tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berpikir sistematis, logis, kritis dan kreatif dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika.

Matematika memiliki peranan yang sangat penting karena banyak persoalan dalam kehidupan yang memerlukan kemampuan matematika, seperti menghitung, mengukur, dan menimbang. Misalnya untuk menghitung banyaknya benda, mengukur jarak atau luas suatu benda, sampai dengan menimbang berat benda tersebut.

(12)

mampu menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi matematika yang diberikan di Sekolah Dasar (SD) merupakan konsep dasar yang banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan penguasaan yang memadai terhadap konsep matematika

Menyadari akan peran penting matematika dalam kehidupan, maka belajar matematika selayaknya merupakan kebutuhan dan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Namun kenyataannya bahwa matematika kurang diminati oleh para siswa, bahkan belajar matematika seakan menakutkan bagi mereka. Hal ini terjadi karena pembelajaran matematika selama ini cenderung hanya berupa menghitung angka-angka, yang seolah-olah tidak ada makna dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari apalagi untuk memecahkan masalah yang terjadi di sekitarnya.

Pemerintah berupaya meningkatan mutu pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Pengembangan aspek-aspek tersebut dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kecakapan hidup (life skill) melalui seperangkat kompetensi, agar siswa dapat bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil pada masa yang akan datang.

Mencermati hal tersebut, pemerintah menjelaskan tujuan pembelajaran matematika pada Kurikulum 2006 (KTSP) yang berbunyi:

Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah untuk:

(13)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam menggunakan generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006)

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut maka pemilihan strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif baik secara mental, fisik, maupun sosial dengan mengutamakan keterlibatan seluruh indera, rasa, karsa, dan nalar siswa menjadi penting. Dengan harapan agar pembelajaran yang dilakukan tidak semata-mata mengacu kepada transfer informasi dan pengetahuan semata, tetapi dapat lebih memahami dan mengembangkan kemampuan penalaran siswa.

(14)

Pada usia sekolah dasar (7-12 tahun) anak dapat berpikir logis tetapi secara perseptual orientasinya masih dibatasi dengan realitas fisik (Piaget dalam Reys, dkk, 1989). Sementara menurut Bruner (Reys, et.al., 1989) anak dapat melakukan manipulasi objek, mengkonstruksi dan menyusun objek konkrit sehingga anak dapat berinteraksi secara langsung dengan benda fisik. Pada tahap yang lebih tinggi, anak mulai mampu menggunakan gambar untuk memahami situasi.

Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar kehidupan siswa dan ada di lingkungan sekolah. Selanjutnya sumber belajar dapat memakai benda-benda manipulatif yang ada di sekitar siswa, untuk dapat lebih menjelaskan konsep matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit. Benda-benda manipulatif tersebut akan lebih bermakna bila berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Diharapkan pembelajaran dengan menggunakan benda-benda manipulatif, siswa dapat lebih memahami dan mampu menggunakan penalarannya sehingga diharapkan siswa dapat memiliki kompetensi untuk bersaing dalam era globalisasi ini.

(15)

sama rata kepada teman-temannya (anggota kelompoknya), bermain kartu, dan sebagainya.

Penggunaan benda manipulatif akan memberi banyak keuntungan kepada siswa karena siswa dapat memahami dengan baik konsep dan karakteristik materi yang disampaikan. Selanjutnya guru akan menjadi lebih kreatif dalam menggunakan dan memilih benda manipulatif yang sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan penalarannya yang nantinya diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa.

Selama ini pembelajaran matematika dipandang sebagai pelajaran yang ”menyeramkan”. Hal ini disebabkan bukan karena mereka tidak senang pada pelajaran matematika, tetapi mereka merasa jenuh. Sikap jenuh mereka dikarenakan pembelajaran matematika yang diberikan selama ini hanya berupa pelajaran klasikal yang konvensional. Pembelajaran lebih banyak di dominasi oleh guru mengajar (teacher centre). Aktivitas mereka kurang antusias, hal ini terlihat jelas ketika pembelajaran berlangsung. Siswa hanya mendengarkan dan menyimak guru mengajar. Siswa tidak berani bertanya apalagi untuk mengeluarkan pendapat.

(16)

menduduki peringkat ke-34 dari 38 negara. Kemudian pada tahun 2003, siswa Indonesia berada pada urutan ke-34 dari 45 negara.

Hasil penelitian TIMSS tersebut didukung oleh hasil penelitian Wahyudin (1999) yang merinci bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa kurang memahami dan menggunakan nalar yang baik dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Lebih lanjut Wahyudin (1999: 251-252) menemukan bahwa kelemahan siswa dalam belajar matematika adalah kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, dan teorema), kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh, dan kurang memiliki penalaran yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.

(17)

belajar matematika adalah faktor metode mengajar matematika yang masih berpusat pada guru, sementara siswa cenderung pasif.

Di antara berbagai kompetensi yang diharapkan muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika, kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran matematis merupakan dua kemampuan yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan memahami suatu materi dan dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Kemampuan pemahaman dan penalaran memang seharusnya perlu dikembangkan karena dalam doing mathematics melibatkan kegiatan pemahaman dan penalaran.

(18)

Membangun pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang ide/gagasan matematika yang dimiliki, semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Dengan pemahaman diharapkan tumbuh kemampuan siswa untuk dapat menggunakan penalarannya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Pentingnya pembelajaran matematika dengan menggunakan penalaran juga telah direkomendasikan oleh NCTM (2000:29) yang mengungkapkan bahwa matematika merupakan penalaran, artinya jika seseorang menggunakan matematika, maka ia tidak terlepas dari aktivitas bernalar dan dapat diberikan sejak awal persekolahan.

National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM) juga merekondasikan pengembangan kemampuan penalaran matematika yang esensial untuk siswa (Reys, et al., 1998:13) sehingga siswa dapat belajar membuat investigasi bebas dari ide-ide matematika, mampu mengidentifikasi dan memperluas pola-pola dan menggunakan pengalaman serta observasi untuk membuat konjektur-konjektur, dapat belajar menggunakan counter example untuk membuktikan suatu konjektur, menggunakan model-model, mengetahui fakta-fakta dan argumentasi logis untuk memvalidasi suatu konjektur, serta mampu membedakan antara argumen-argumen valid dan tidak valid.

(19)

pembelajaran matematika yang mampu mengingkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dan kenyataan yang kontradiktif di lapangan, penulis beranggapan bahwa dalam belajar matematika diperlukan suatu pembelajaran dengan menggunakan benda-benda manipulatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Piaget yang berpendapat bahwa siswa pada usia sekolah dasar masih dalam tahap konkrit. Sedangkan Dienes berpendapat bahwa siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui refleksi terhadap aksi-aksi yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental. Selain itu, dasar filosofi Montessori juga merekomendasikan bahwa dalam membelajarkan siswa, seorang guru harus memahami perkembangan siswa secara menyeluruh. Dengan demikian, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif diharapkan dapat merubah sikap siswa menjadi senang dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran (terutama pembelajaran matematika) serta dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang diteliti, serta berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi:

(20)

2. Bagaimana penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa?

3. Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

4. Bagaimana peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

6. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Menelaah penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa.

2. Menelaah penggunaan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa.

3. Menelaah peningkatan kemampuan pemahaman siswa setelah belajar dengan menggunakan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika.

4. Menelaah peningkatan kemampuan penalaran siswa setelah belajar dengan menggunakan benda manipulatif dalam pembelajaran matematika.

(21)

6. Menelaah tanggapan guru terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda-benda manipulatif.

D. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dalam pemilihan kegiatan pembelajaran matematika di kelas khususnya dalam usaha meningkatkan pemahaman dan kemampuan penalaran siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif. Masukan-masukan diantaranya adalah: 1. Pembelajaran matematika menggunakan benda manipulatif dapat dijadikan

sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman siswa.

2. Pembelajaran matematika menggunakan benda manipulatif dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran siswa.

3. Dapat dijadikan gambaran tentang peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif

4. Dapat dijadikan gambaran tentang peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif 5. Dapat dijadikan gambaran tentang tanggapan siswa yang memperoleh

pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif.

(22)

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Benda manipulatif adalah seperangkat benda konkrit yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.

2. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan memahami suatu materi dan dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini siswa dapat merumuskan cara mengerjakan atau menyelesaikan suatu butir soal secara algoritmik, penerapan suatu perhitungan sederhana, penggunaan simbol untuk mempresentasikan konsep, dan mengubah suatu bentuk ke bentuk lain. 3. Kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan

berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk belajar bereksplorasi, menyelidiki konjektur, membuat generalisasi serta menggunakan beragam cara untuk membuktikannya.

F. Hipotesis Penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka hipotesis penelitiannya adalah:

(23)

matematika dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

2. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dan siswa yang belajar matematika dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dan siswa yang belajar matematika dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dengan siswa yang belajar dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah.

Untuk kepentingan penelitian ini, keempat hipotesis tersebut selanjutnya diuji dan dianalisis menggunakan statistik. Berdasarkan inferensi statistik ini, selanjutnya dilakukan analisis dan pembahasan lebih lanjut sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih bermakna dan rinci.

G. Metode Penelitian

(24)

manipulatif). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan lima jenis instrumen, yaitu : tes kemampuan pemahaman dan penalaran, lembar observasi, angket sikap untuk siswa dan kuisioner untuk guru, catatan lapangan dan wawancara.

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

(25)

54 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan dua kelompok sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Ruseffendi (2005:35) penelitian eksperimen adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab akibat. Kelas eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan benda-benda manipulatif. Sementara itu, kelas kontrol (pembanding) melakukan pembelajaran konvensional (tidak menggunakan benda manipulatif).

(26)

55 yang paling tepat (appropriate) dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.

Desain penelitian eksperimen ini menurut Ruseffendi (1998), dapat digambarkan sebagai berikut:

A O X O O O Keterangan:

A : Pengambilan sampel sekolah secara acak menurut kualifikasi sekolah O : Pretes dan postes (tes kemampuan pemahaman dan penalaran)

X : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

B. Subjek Penelitian

Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menggolongkan sekolah ke dalam tiga ketegori, yaitu kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah, berdasarkan data hasil nilai UASBN 2007/2008 dari dinas pendidikan kota setempat. Dari setiap kategori sekolah dipilih secara acak satu sekolah. Dari pemilihan secara acak tersebut maka terpilih sekolah kualifikasi tinggi, sedang dan rendah. Kemudian didapat bahwa populasi dari penelitian ini adalah siswa SD kelas II pada SDN Sukarasa 4 dan 5, SDN Isola II, dan SDN Sukarasa I di Kota Bandung. Adapun karakteristik dari siswa pada sekolah tersebut adalah sebagai berikut:

(27)

56 • Sebahagian besar lulusannya diterima di SMP unggulan di Kota Bandung • Latar belakang orang tua siswa sebagian besar dari pegawai negri dan

wirasasta, sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran dapat dipenuhi oleh komite sekolah dengan cepat. • Lokasi sekolah berada + 500 meter dari kampus UPI dan berada di tengah

komplek perumahan serta mempunyai halaman yang cukup luas 2. SDN Isola II mewakili sekolah kualifikasi sedang

• Merupakan sekolah berkualifikasi sedang di Kota Bandung • Nilai UASBN tahun pelajaran 2007/2008 adalah 20,46

• Latar belakang orang tua siswa sebagian besar dari pegawai swasta dan wirasasta, sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran kurang dapat dipenuhi oleh komite sekolah dengan cepat.

• Lokasi sekolah berada + 50 meter dari kampus UPI 3. SDN Sukarasa I mewakili sekolah kualifikasi rendah

• Merupakan sekolah berkualifikasi rendah di Kota Bandung • Nilai UASBN tahun pelajaran 2007/2008 adalah 18,98

• Latar belakang orang tua siswa sebagian besar dari pegawai swasta dan buruh, sehingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran kurang dapat dipenuhi oleh komite sekolah dengan cepat. • Lokasi sekolah berada + 1 KM dari kampus UPI

(28)

57 dasar matematika relatif lebih homogen, serta masih dalam tahap operasional konkrit. Subjek penelitian sebanyak 198 siswa dari tiga sekolah. Kemudian terpilih secara acak kelas A sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.

Dalam penelitian ini, yang melakukan pembelajaran matematika di kedua kelas penelitian pada setiap sekolah adalah masing-masing guru di sekolah tersebut (6 orang guru). Untuk menjaga agar guru di sekolah berbeda melakukan hal yang relatif sama dalam pembelajaran, sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan beberapa pertemuan dengan peneliti untuk melakukan diskusi. Untuk kelas eksperimen kemudian diadakan pelatihan guru agar guru lebih paham tentang pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (Independent Variables) dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

2. Variabel terikat (dependent variables) dalam penelitian ini adalah kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran.

D. Instrumen Penelitian

(29)

58 penalaran siswa. Lembar observasi digunakan untuk memonitor pelaksanaan kegiatan pembelajaran serta untuk mengamati aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Angket diberikan untuk mengukur sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan benda-benda manipulatif. Kuisioner diberikan pada guru untuk mengetahui tanggapan guru terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif. Catatan lapangan dibuat oleh peneliti untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya dari pembelajaran yang dilakukan. Wawancara kepada siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

1. Tes (Mengukur Kemampuan Pemahaman dan Penalaran)

Tes kemampuan pemahaman dan penalaran dalam penelitian ini berupa soal-soal pemahaman yang kontekstual yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian. Kemampuan pemahaman siswa diukur melalui kemampuan siswa dalam mendefinisikan konsep secara verbal dan tertulis; mengidentifikasi membuat contoh dan bukan contoh; menggunakan model, diagram, dan simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu konsep, dan mengubah suatu bentuk presentasi ke dalam bentuk lain

(30)

59 merumuskan lawan contoh, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, menyusun argumen yang valid, menyusun pembuktian langsung dan tidak langsung serta menggunakan induksi matematika.

Bentuk soal tes ini adalah soal tes uraian untuk mengukur kemampuan pemahaman dan penalaran siswa. Tes kemampuan pemahaman terdiri dari lima soal dan tes kemampuan penalaran terdiri dari lima soal. Dalam penyusunan tes kemampuan pemahaman dan penalaran dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi soal yang sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi standar, indikator pembelajaran, dan indikator kemampuan pemahaman dan penalaran yang akan diukur. Kisi-kisi soal kemampuan pemahaman dan penalaran disajikan pada Lampiran 3.1.

b. Menyusun soal pemahaman dan penalaran berdasarkan kisi-kisi tersebut. Soal pemahaman dan penalaran disajikan pada Lampiran 3.2.

c. Menilai validasi isi soal pemahaman dan penalaran yang berkaitan dengan kesesuaian antara indikator dengan soal, validitas konstruk, dan kebenaran kunci jawaban oleh dosen pembimbing, mahasiswa S2 UPI, dan guru SD kelas II.

(31)

60 e. Melakukan uji coba tes yang dilanjutkan dengan menghitung validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembedanya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tes (soal yang akan digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi syarat atau belum. Pada penelitian ini, pelaksanaan uji coba tes (soal) kemampuan pemahaman dan penalaran dilakukan pada tanggal 28 Januari 2009 kepada siswa kelas III SDN Cisintok Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, dengan pertimbangan bahwa siswa kelas III sudah pernah mempelajari materi perkalian dan pembagian sebelumnya di kelas II.

Hasil tes yang telah dilaksanakan sebagai berikut: 1) Validitas

Untuk mengukur validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson (Arikunto, 2001:72). Perhitungan korelasi product moment dilakukan dengan bantuan program ANATES. Perhitungan lengkap untuk validitas tes kemampuan pemahaman tersaji pada Lampiran 3.3 dan tes kemampuan penalaran tersaji pada Lampiran 3.4.

(32)

61 Tabel 3.1

Hasil Analisis Validitas Butir Soal Pemahaman No yang terdiri dari lima soal adalah valid. Hal ini menunjukkan bahwa kelima soal pemahaman tersebut dapat digunakan pada penelitian ini.

Sedangkan hasil perhitungan validitas item soal kemampuan penalaran disajikan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

(33)

62 2) Reliabilitas

Dalam menentukan koefisien reliabilitas soal menggunakan rumus Cronbach Alpha. Hal ini berdasarkan pada pendapat Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa untuk menghitung koefisien korelasi reliabilitas pada bentuk soal yang memiliki jawaban beragam seperti soal uraian menggunakan cara Cronbach Alpha. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P Guilford (Ruseffendi, 1991).

Perhitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan bantuan program ANATES. Perhitungan reliabilitas soal pemahaman dan penalaran selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.3 dan Lampiran 3.4. Hasil perhitungan reliabilitas butir soal kemampuan pemahaman dan penalaran disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Pemahaman dan Penalaran

Soal r Keterangan

Pemahaman 0,44 Reliabel

Penalaran 0,43 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.3 diperoleh bahwa soal pemahaman dan penalaran adalah reliabel. Hal ini menunjukkan bahwa soal pemahaman dan penalaran tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.

3) Tingkat Kesukaran

(34)

63 putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya (Arikunto, 2001:208).

Perhitungan indeks kesukaran soal pemahaman dan penalaran dilakukan dengan bantuan program Excel. Perhitungan indeks kesukaran soal pemahaman dan penalaran selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.3. Hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal pemahaman disajikan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Hasil perhitungan Indeks Kesukaran Soal Pemahaman

No. Soal Interpretasi

1 Mudah

3 Sedang

5 Sedang

7 Sedang

9 Sukar

Dengan memperhatikan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa dari hasil tes soal pemahaman 1 butir soal (20%) berkategori mudah, 3 butir soal (60%) berkategori sedang dan 1 butir soal (20%) berkategori sukar.

(35)

64 Tabel 3.5

Hasil perhitungan Indeks Kesukaran Soal Penalaran

No. Soal Interpretasi

2 Mudah

4 Sedang

6 Sedang

8 Sedang

10 Sukar

Dengan memperhatikan Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa dari hasil tes soal penalaran 1 butir soal (20%) berkategori mudah, 3 butir soal (60%) berkategori sedang dan 1 butir soal (20%) berkategori sukar.

4) Daya Pembeda

Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa pandai dapat menjawab soal dengan baik, dan siswa yang kurang pandai tidak dapat menjawab soal dengan baik.

(36)

65 Tabel 3.6

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Pemahaman

No Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,34 Cukup

3 0,37 Cukup

5 0,37 Cukup

7 0,25 Cukup

9 0,28 Cukup

Dengan memperhatikan Tabel 3.6 di atas dapat dilihat bahwa soal pemahaman yang telah diujikan memiliki daya pembeda yang cukup baik sehingga soal pemahaman tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, hasil perhitungan daya pembeda butir soal penalaran disajikan ada Tabel 3.7

Tabel 3.7

Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal Penalaran

No Soal Daya Pembeda Interpretasi

2 0,22 Cukup

4 0,53 Baik

6 0,31 Cukup

8 0,47 Baik

10 0,25 Cukup

(37)

66 2. Angket Sikap Siswa

Sikap merupakan salah satu kompenen dari aspek afektif yang merupakan kecenderungan seseorang merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep atau kelompok individu. Oleh karena itu, sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak terhadap suatu konsep atau objek matematika.

Angket ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa secara umum yang terkait dengan pelajaran matematika, pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif dan soal-soal kemampuan pemahaman dan penalaran. Angket skala sikap diberikan kepada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif yang dilakukan setelah pembelajaran dan postes.

Dalam penyusunan angket sikap ini, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi yang memuat tentang sikap siswa dan indikatornya yang akan diukur. Kisi-kisi Angket selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.5. kemudian disusun angket yang berupa pernyataan-pernyataan dalam bentuk pernyataan tertutup tentang pendapat siswa. Angket sikap siswa selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.6. Dalam skala sikap ini terdapat 10 pernyataan yang memiliki pilihan jawaban Ya atau Tidak.

3. Lembar Observasi

(38)

67 menggunakan benda manipulatif dalam proses pembelajaran. Dalam lembar observasi ini memuat aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran pada kelas eksperimen.

Salah satu tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan, sehingga diharapkan pada pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik. Selanjutnya dengan lembar observasi dapat digunakan untuk menelaah secara lebih mendalam tentang temuan yang diperoleh dari hasil penelitian. Lembar observasi tentang kegiatan siswa selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.7, sedangkan lembar observasi tentang kegiatan guru selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.8.

4. Wawancara

Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada siswa kelas eksperimen yaitu siswa yang belajar dengan menggunakan benda manipulatif dengan materi pokok perkalian dan pembagian. Wawancara ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang kesulitan yang dihadapi siswa, tanggapan atau pendapat siswa secara lisan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, dan pernyataan-pernyataannya tidak tercakup dalam angket sikap siswa. Pedoman wawancara tersaji pada Lampiran 3.9.

5. Kuisioner

(39)

68 manipulatif, kelebihan dan kekurangannya, serta soal-soal pemahaman dan penalaran yang telah diberikan. Lembar Kuisioner selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.10.

6. Catatan Lapangan

Pada penelitian ini untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya selama penelitian, maka sesaat setelah penelitian, peneliti melakukan/menuliskan keadaan yang sebenarnya dari keadaan pada kelas penelitian. Selain itu catatan lapangan dibuat untuk mencocokan antara keadaan yang sebenarnya dengan tanggapan/jawaban siswa maupun guru.

Catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti berisi masalah-masalah apa saja yang muncul, materi apa yang dirasakan sulit oleh siswa, bagaimana guru mengatasi kesulitan siswa, bagaimana interaksi siswa dengan Lembar Aktivitas Siswa (LAS), bagaimana interaksi siswa dengan siswa, dan bagaimana interaksi siswa dengan guru. Lembar catatan lapangan selengkapnya tersaji pada Lampiran 3.11.

E. Pedoman Penskoran

Untuk memperoleh data yang didasarkan hasil penelitian secara objektif, maka diperlukan pedoman penskoran yang proporsional untuk setiap butir soal dari kedua tes tersebut.

(40)

69 pemahaman didasarkan pada empat indikator, yaitu (1) mendefinisikan konsep secara verbal dan tertulis, (2) mengidentifikasi membuat contoh dan bukan contoh, (3) menggunakan model, diagram, dan simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu konsep, dan (4) mengubah suatu bentuk presentasi ke dalam bentuk lain. Adapun pedoman penskoran tes kemampuan pemahaman disajikan pada Tabel 3.8. Kriteria skor untuk soal tes pemahaman mengacu pada teknik penyekoran Cai, Lane, dan Jakabesin (1996) dengan berbagai adaptasi adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Kriteria Skor Kemampuan Pemahaman

Respon Siswa Skor

Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar

4

Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan.

3

Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah.

2 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah. 1

Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan. 0

(41)
(42)

71 tujuan yang jelas. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disajikan pada Lampiran 3.12.

Secara umum, bahan ajar yang dikembangkan untuk pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif memiliki dua bentuk, yaitu bahan ajar yang dikemas dalam bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan latihan soal-soal. Lembar Aktivitas Siswa memuat kegiatan siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian untuk mengembangkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa. Lembar Aktivitas Siswa selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.13.

G. Kegiatan Pembelajaran

Dalam penelitian ini, kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan menggunakan benda manipulatif dilaksanakan dengn mengacu kepada karakteristik pembelajaran yang telah disusun dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada Lampiran 3.12. Bahan ajar yang digunakan adalah bahan ajar yang dirancang dalam bentuk masalah kontekstual yang harus diselesaikan oleh siswa. Konsep dibangun sendiri oleh siswa melalui proses matematisasi. Siswa berperan sebagai peserta yang aktif dalam pembelajaran. Kontribusi dalam pembelajaran diharapkan datang dari siswa sendiri dengan mengkonstruksi dan memproduksi sendiri model secara bebas. Guru berperan sebagai fasilitator, mediator, dan pembimbing dalam proses pembelajarn, serta melakukan refleksi dan evaluasi.

(43)

72 yang telah lalu, kemudian memberikan penjelasan konsep yang baru secara informatif dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, dan diakhiri dengan memberikan soal-soal rutin untuk latihan serta memberikan pekerjaan rumah. Bahan ajar yang akan digunakan adalah buku ajar yang biasa dipakai guru. Siswa berperan sebagai penerima informasi yang diberikan oleh guru dan berlatih menyelesaikan soal-soal latihan. Guru berperan sebagai sumber belajar, menjelaskan konsep, menjelaskan contoh soal, memberikan soal-soal latihan yang harus dikerjakan siswa, dan mengevaluasi hasil belajar siswa.

H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap seperangkat data (data dari pretes dan postes kemampuan pemahaman dan penalaran, angket, kuisioner, lembar observasi dan catatan lapangan), dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian berlangsung.

Terdapat dua jenis data yang dianalisis, yaitu data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan kemampuan penalaran siswa serta data kualitatif berupa hasil observasi dan skala sikap untuk siswa, kuisioner untuk guru dan wawancara berkaitan dengan pandangan siswa dan guru terhadap pembelajaran yang dikembangkan.

I. Teknik Pengolahan Data

(44)

73 1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman

penskoran yang digunakan.

2. Membuat daftar nilai dalam bentuk tabel yang berisikan skor hasil tes kelas eksperimen dan kontrol.

3. Menghitung peningkatan kompetansi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran.

4. Menghitung rata-rata ( X ) skor hasil pretes, postes, dan gain ternormalisasi 5. Menghitung standar deviasi (S) skor hasil pretes, postes, dan gain

ternormalisasi

6. Menguji normalitas data skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi

7. Menguji homogenitas varians skor pretes, postes dan gain ternormalisasi dengan menggunakan uji Levene

8. Jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian perbedaan dua sampel yang digunakan adalah ANOVA dua jalur

9. Jika sebaran data berdistribuai tidak normal dan tidak homogen, atau syarat untuk uji parametrik tidak terpenuhi, maka pengujian perbedaan dua sampel yang digunakan adalah uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney

Proses perhitungan-perhitungan di atas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 12.0.

J. Teknik Analisis Data

(45)

74 rata-rata dan standar deviasi untuk mendeskripsikan ciri atau karakteristik data masing-masing variabel penelitian. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis.

Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pemeriksaan atau pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah triangulasi sumber, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan membandingkan data yang diperoleh berupa tes, hasil pengamatan dan wawancara.

K. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Februari sampai 20 Maret 2009 sebanyak 13 kali pertemuan termasuk pretes dan postes yang masing-masing pertemuan 2 x 35 menit.

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

(46)

75 2. Penyusunan komponen-komponen pembelajaran yaitu tes matematika, angket,

skala sikap, bahan ajar, dan lembar observasi yang dikonsultasikan kepada pembimbing.

3. Melakukan uji coba tes matematika kepada objek di luar objek penelitian untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Tes yang dianggap layak akan digunakan dalam penelitian dan tes yang tidak layak akan dibuang atau direvisi.

4. Penentuan subjek penelitian dilakukan secara acak berdasarkan nilai UASBN 2007/2008. Dipilih dua kelas sampel dari subjek sampel yang tersedia, selanjutnya sampel yang dipilih masing-masing diperlakukan sebagai kelas eksperimen dan kontrol

5. Memberikan pretes kepada kedua kelas eksperimen kemudian menentukan rata-rata hasil pretes tersebut untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan penalaran dari masing-masing kelas sebelum mendapat perlakuan.

6. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif pada kelas eksperimen dan melaksanakan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

7. Memberikan postes kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan penalaran setelah mendapat perlakuan.

(47)

76 9. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian.

Untuk lebih jelasnya langkah-langkah penelitian ini dapat dilihat pada bagan alur penelitian seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut:

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelum ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman antara siswa yang belajar matematika dengan menggunakan benda manipulatif dan siswa yang belajar dengan cara konvensional ditinjau dari kualifikasi sekolah tinggi, sedang dan rendah. Pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman siswa dibanding pembelajaran konvensional. Rata-rata nilai yang dicapai siswa kelas eksperimen pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 16,25, sekolah kualifikasi sedang adalah 16,10 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah adalah 14,81. Sedangkan pada kelas kontrol rata-rata siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 13,03, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 12,32 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 10,13.

(49)

sekolah kualifikasi sedang adalah 12,80 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah adalah 11,81. Sedangkan pada kelas kontrol rata-rata siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 12,71, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 9,34 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 11,70.

3. Pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif secara signifikan mengalami peningkatan kemampuan pemahaman yang lebih baik dibanding pembelajaran kovensional. Peningkatan pemahaman siswa pada sekolah kualifikasi tinggi dan sedang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan siswa dari sekolah kualifikasi rendah. Peningkatan kemampuan pemahaman yang dicapai siswa kelas eksperimen pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 0,79, sekolah kualifikasi sedang adalah 0,77 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah adalah 0,71. Sedangkan pada kelas kontrol peningkatan kemampuan pemahaman siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 0,59, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 0,56 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 0,45.

(50)

kontrol peningkatan kemampuan pemahaman siswa pada sekolah kualifikasi tinggi adalah 0,59, siswa pada sekolah kualifikasi sedang adalah 0,41 dan siswa pada sekolah kualifikasi rendah 0,54.

5. Siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan benda manipulatif

6. Guru memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

B. Implikasi

Temuan penelitian ini mendukung usaha pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, dalam usaha dalam menerapkan kebijakan umum tentang KTSP 2006. Terdapat beberapa alasan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pernyataan diatas.

Pertama, dalam pembelajaran matematika, KTSP 2006 menekankan pentingnya kemampuan pemahaman dan penalaran siswa, disamping kemampuan komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah (BSNP, 2006). Sementara itu pentingnya kemampuan pemahaman dan penalaran juga direkomendasikan oleh NTCM 1989 dan 2000.

(51)

umum, terdapat beberapa penyebab mengapa pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif sesuai untuk diterapkan pada semua kualifikasi sekolah:

1. Siswa pada semua kualifikasi sekolah memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif.

2. Siswa pada semua kualifikasi sekolah dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan pembelajaran menggunakan benda manipulatif karena benda manipulatif yang digunakan sering siswa jumpai dalam kehidupan sehari-hari.. 3. Guru yang terlibat dalam penelitian ini, memperlihatkan perhatian yang

sungguh-sungguh kepada siswanya, baik dalam persiapan pembelajaran, selama proses pembelajaran maupun sesudah pembelajaran.

Ketiga, pembelajaram dengan menggunakan benda manipulatif mampu mengalihkan bahkan mengubah perhatian atau metode pembelajaran dari teacher centered menjadi student centered. Kondisi ini memungkinkan siswa yang kurang atau lemah kemampuan pemahamannya mendapat kesempatan untuk lebih banyak melakukan aktivitas matematika. Kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran selama ini lebih banyak disebabkan oleh sikap jenuh siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika. Masalah tersebut dapat diatasi melalui pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif dengan alasan:

(52)

karena mereka terlibat dengan aktif dalam pembelajaran. Dengan bantuan benda manipulatif, konsentrasi belajar siswa dapat lebih ditingkatkan. Siswa juga dapat lebih memahami secara mendalam dan dapat menggunakan logikanya tentang suatu konsep matematika.

2. Dengan bantuan benda manipulatif, siswa akan semakin mudah memahami hubungan antara matematika dengan lingkungan alam sekitar. Siswa akan semakin mudah memahami kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan, dengan kesadaran ini, mereka terdorong untuk mempelajari matematika lebih lanjut. Higgins dan Suydam (dalam Suherman, 1993:273) berpendapat bahwa penggunaan benda manipulatif dapat menunjang penjelasan konsep matematika.

3. Kelemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan dapat diatasi dengan bantuan benda manipulatif. Sesudah itu, siswa diarahkan untuk menjawab soal yang diberikan serta mengkomunikasikan ide-idenya dengan siswa lainnya.

(53)

akan tetapi juga aktivitas-aktivitas mental seperti proses bepikir, mengingat dan sebagainya. Cobb (dalam Sukmawati, 2003: 11) menyatakan bahwa belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif dimana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagai akibat sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas. Belajar juga merupakan kohesi sosial, yakni pencapaian tujuan dengan anggapan bahwa siswa akan menolong temannya dalam belajar karena peduli terhadap temannya dan menginginkan memperoleh kesuksesan bersama, belajar merupakan pengetahuan baru, pengembangan keterampilan baru, pengembangan sikap baru, pengembangan sikap baru yang dihasilkan dari interaksi individu dengan lingkungannya. Ilmu pengetahuan bukan sebagai suatu hal yang diserap secara pasif namun sesuatu yang secara aktif dikonstruksi siswa dalam proses adaptasi terhadap lingkungannya.

C. Rekomendasi

Dari hasil penelitian ini dengan segala keterbatasannya, peneliti memberikan beberapa rekomendasi yang menyangkut 1) sajian isi matematika (mathematical content) sekolah, 2) orientasi siswa (student centered), 3) guru (teacher centered), serta 4) lembaga pendidikan sehingga pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa.

(54)

guru harus mampu menjelaskan konsep-konsep matematika kepada siswanya dengan baik. Usaha ini dapat dibantu dengan menggunakan benda-benda manipulatif pada pembelajaran matematika, sehingga konsep matematika yang abstrak akan dapat lebih mudah dipahami. Siswa juga perlu diperkenalkan dengan soal-soal atau masalah-masalah riil yang berkaitan dengan konsep yang disampaikan sehingga siswa dapat dengan mudah mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Agar nantinya siswa dapat berpikir abstrak seperti ciri pelajaran matematika, dalam pembelajaran dengan menggunakan benda manipulatif guru harus berangsur-angsur beralih memberikan benda manipulatif dari konkrit, semi konkrit, semi abstrak dan nantinya dapat berpikir dengan lebih abstrak.

Dalam praktek pembelajaran matematika sekolah selama ini, sebahagian besar pembelajaran diberikan hanyalah drill and practice yang jumlahnya sangat banyak. Siswa hanya mengulang algoritma yang dicontohkan guru, hal tersebut tidak membawa siswa kepada keinginan untuk melakukan eksplorasi serta berbagi ide dan pemikiran. Siswa belajar seperti berkompetensi untuk menjadi yang terbaik, tidak ada interaksi sosial yang siswa lakukan ketika siswa belajar sehingga siswa menjadi individu yang pandai tetapi egois. Padahal tujuan pembelajaran matematika tidak hanya sebatas siswa mengetahui saja namun siswa juga diharapkan dapat mengembangkan ide-idenya sehingga dapat menggunakan penalarannya dalam kehidupan sehari-hari.

(55)

penalarannya. Dengan pemberian soal-soal non rutin, siswa menjadi lebih paham akan konsep yang diberikan dan siswa akan merasa tertantang untuk menyelesaikan soal atau masalah yang diberikan. Pemberian soal-soal non rutin juga akan mendorong siswa untuk dapat berpikir tingkat tinggi. Siswa akan menampilkan berbagai solusi serta strategi penyelesaian soal/masalah yang berbeda, mendorong terjadinya diskusi dalam memberikan penjelasan serta jastifikasi pemikiran mereka. Untuk itu guru perlu membiasakan pemberian soal-soal non rutin dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Faktor utama dalam pembelajaran adalah siswa, dan faktor siswa merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dalam kesuksesan suatu proses belajar mengajar. Dalam kaitan dengan hasil penelitian di atas, maka pandangan yang utama adalah siswa bukan objek belajar, tapi subjek belajar. Pandangan ini harus tertanam pada diri siswa sehingga siswa dapat memahami bahwa masa depan sangat tergantung dari cara siswa belajar. Guru harus bijaksana dalam melihat masa depan sehingga bijaksana dalam menyajikan materi matematika, kebutuhan belajar dan karakteristik siswa.

(56)

Pada awal pembelajaran, siswa harus diberi kesempatan untuk belajar matematika melalui penyelidikan sehingga konsep yang diberikan dapat dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Siswa akan terdorong untuk melihat matematika sebagai sebuah ilmu yang ditemukan melalui pengalaman, pendugaan, dan pengambilan kesimpulan, bukan seperti undang-undang yang harus dihafalkan. Untuk mengubah cara pandang siswa tersebut, soal-soal atau masalah yang diberikan harus dapat membuat siswa berpikir dari berbagai arah, menarik untuk disajikan, dan dapat menimbulkan keinginan siswa untuk berargumentasi satu dengan lainnya, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan jawaban yang berbeda.

Untuk mengarahkan siswa pada aktivitas matematika tersebut, maka guru perlu mendorong siswa untuk berpikir, bertanya, memecahkan masalah, dan mendiskusikan ide-ide mereka serta strategi dan penyelesaiannya. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang intelektual dimana berpikir matematika adalah suatu norma, tidak hanya sekedar setting fisik berupa meja, poster, lingkungan kelas, serta mengkomunikasikan pesan tentang apa yang dinilai dalam belajar matematika dan apa yang dikerjakan dalam matematika. Jika siswa belajar untuk membuat konjektur, melakukan percobaan dengan berbagai strategi untuk memecahkan masalah, mengkonsstruksi argumen matematika, dan menjawab argumen siswa lainnya, maka menciptakan lingkungan yang menawarkan kegiatan-kegiatan seperti itu adalah esensial (Turmudi, 2008).

(57)

dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan fasilitas belajar yang memadai diharapkan pembelajaran akan berlangsung dengan menarik sehingga dapat menarik perhatian siswa, menimbulkan perasaan senang yang pada akhirnya akan menumbuhkan minat yang lebih besar untuk mempelajari matematika secara mendalam.

Dengan minat yang besar untuk mempelajari matematika, diharapkan siswa mampu mengadaptasikan konsep berpikir matematika ke dalam konsep berpikir dalam kehidupannya, sehingga dapat membawa kemajuan siswa sebagai individu dan masyarakat.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi

Alim, J A. (2008). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa Sekolah Dasar. Tesis. Banding: UPI. Tidak Diterbitkan.

Alwi, H. (2002). Kamus BesarBahasa Indnesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Comunicating K-8: Helping Children Think Mathematically. New York. Mac Millan Publishing Company.

Bergeson, T. (2000). Teaching and Learning Mathematics. http://www.hkame.org.hk/html/modules/tinydz/content/Edumath/V4/V4 47 to50.pdf

Cai, J L, S & Jakabesin, M.S. (1996). The Role Of Open-Ended Task & Holistic Scoring Ribrics: Assesing Student Mathematical Reasoning And Communication.Dalam Communication In Mathematics K-12 And Beyond. 1996 Year Book. National Council of Teachers Of Mathematics.

Dahar, R. W. (1998). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahlan, J.A dan Fitrajaya. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Mimbar Pendidikan. Bandung: UPI

Depdiknas. (2002) Kurikulum Berbasis Kompetensi: . Jakarta: Balitbang Puskur Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi. Jakarta: Balitbang

Puskur

Dienes. (2009). Brief Notes on Zoltan Diene’s Six- Stage Theory of Learning Mathematics. http://www.zoltandienes.com.

(59)

Er, A. (2007). Maths Companion Primary 2. Singapore: Educational Publishing House Pte Ltd.

Greavetter, Walnau. (1996). Statistical for The Behavioral Science. USA: West Publishing Company

Hainstock, E. (1986). The Essential Montessori: Up Dated Edition. Penguin Books USA Inc.

Hainstock, E. (2002). Teaching Montessori in the Home Pre-School Years. Delapratasa Publishing.

Halmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SLTP Melalui Strategi Think-Talk-Wrte Dalam Kelompok Kecil. (Tesis). Bandung: UPI.

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi. Bandung: UPI. Tidak Diterbitkan.

Hudojo, H. (2003). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: FMIPA

IMSTEP JICA. (1999). Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung. Bandung:FMIPA

Jacob, C. (2000). Mengajar Berpikir Kritis (suatu Upaya Meningkatkan Efektivitas Belajar Matematika). Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Journal of Indonesian Mathematical Society).

Kelly, C A. (2006). Using Manipulative In Mathematical Problem Solving: A Performance Based Analysis. [tersedia].

Kheong, F H. (2004). Maths 4A. Singapore: Marshall Cavendish Education. Kilpatrick, J. (1996). International Handbook of Mathematics Education. London:

Kluwer Academic Publishers.

(60)

Marno. (2006). Penggunaan Benda Manipulatif (Alat Peraga) Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Konsep Pecahan. Skripsi. UPI: Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Tarsito.

National Center For Education Statistics. (1998). Trend in International Mathematics dan Science Study (TIMSS Result). [tersedia]. http://www.nces.ed.gov/timss/result.atp.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Va: Authur.

Poerwadarminta. W. J. S (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pujiati. (2002). Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas. [tersedia]. http://p4tkmatematika.org/downloads/smp/APMat.Pdf

Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ruseffendi, E.T. (1980). Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Murid, Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Russeffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar: Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

(61)

Reys, R.E., Suydam, M.N., Lindquist, M.M., dan Smith, N.L (1998). Helping Children Learn Mathematics. Boston.: Allyn and Bacon.

Sari, Atikah. (2006). Penggunaan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V (Penelitian Tindakan Kelas di SD Negeri Cisintok Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung). Skripsi. UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sanjaya, W. (2008). Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: UPI

Shaw, M J. (2002). Manipulatives Enchance The Learning of Mathematics. University of Missisipi.

Sriraman, B. and Lesh. (2007). A Conversation With Zoltan P Dienes. www.math.umt.edu/tmme/monograph2/Sramanes_article.pdf.

Suherman, E.(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Tim MKPBM: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman dan Winataputra. (1993). Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Dikti, Depdikbud.

Sukmawati, D. (2003). Pengembangan Kemampuan Metakognisi Siswa Melalui Model Pembelajaran Matematika yang Berbasis pada Proses Dasar Keterampilan Berpikir Transformasi suatu Penelitian Terhadap Siswa Kelas II Sekolah Menengah Umum 14 Bandung. Skripsi. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Sumarmo, Utari. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Dikaitkan Dengan Kemampuan Penalaran Logis Siswa. (Disertasi). Bandung: IKIP Bandung.

Sumarmo, Utari. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian FPMIPA Bandung : Tidak diterbitkan.

Suparno, S. (2001). Membangun kompetensi belajar. Jakarta: Depdiknas.

Suherman, E.(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Suryadi, D., Herman, T. ( ) Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.

(62)

Syamsudin, A. (2005). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Trihendradi, C. (2004). Memecahkan Kasus Statistik: Deskriptif, Parametrik, dan Non-Parametrik dengan SPSS 12. Yogyakarta: Andi.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika. (Berparadigma

Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Uttal, D. (1997). Manipulatif as Symbols: A New Perspective on the Use of Concrete Objects to Teach Mathematics. Journal of Applied Developmental Psychology.

http://wexler.free.fr/library/files/uttal%20(1997)%20%manipulatives%20as %Symbols%20a%new%20perspective%20on%20the%20use%20of%20con create%20objects%20to%20teach%20mathematics.pdf.

Uyanto, S. (2006). Pedoman Analisis Data SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Van De Walle, J. (2007). Elementary and Middle School Mathematics Sixth Edition. Pearson Education, Inc.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa Dalam Pelajaran Matematika. (Disertasi). Bandung: IKIP Bandung. Winggowati, Sri. (2006). Penggunaan Alat Peraga Keping Untuk Meningkatkan

Gambar

Tabel                                                                                                                Halaman 3.1  Hasil Analisis Validitas Butir Soal Pemahaman........................................
Tabel 3.2 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Penalaran
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Reliabilitas Soal Pemahaman dan Penalaran
Tabel 3.4 Hasil perhitungan Indeks Kesukaran Soal Pemahaman
+5

Referensi

Dokumen terkait

Akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan guru, selain itu juga siswa akan menjadi aktif dan tidak pasif dalam memahami materi mata pelajaran IPS, sehingga tidak

Guru harus benar-benar dapat memilih metode yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa karena pemilihan metode yang tepat dapat berpengaruh terhadap

4. Guru memotivasi siswa agar bersemangat dalam menerima materi yang akan disampaikan. Guru mengapresiasi siswa/mengaitkan antara mteri yang akan dipelajari dengan

Dengan menggunakan alat peraga akan memberikan materi yang. akan mudah diterima

2. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkan model pembelajaran TAI. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan di selesaikan oleh kelompok

Selanjutnya guru menjelaskan garis besar materi yang akan dipelajari siswa dalam diskusi, berikutnya guru menyiapkan alat peraga atau media pembelajaran, guru

Dari alasan yang telah disampaikan siswa, guru akan mengembangkan materi dan menanamkan konsep materi yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dalam

1) Materi ajar disajikan dalam bentuk teks, grafik dan berbagai elemen multiedia. Artinya materi yang akan disampaikan oleh guru kepada siswa berupa file yang