• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persiapan Laos Menghadapi Komunitas Ekon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Persiapan Laos Menghadapi Komunitas Ekon"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERSIAPAN LAOS MENGHADAPI KOMUNITAS EKONOMI ASEAN 2015

PADA SEKTOR PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Komunitas Ekonomi ASEAN

Oleh:

Dian Fitriyani Agustin (1206210830)

Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ASEAN sebagai sebuah institusi regional mengusung adanya pembentukan Komunitas ASEAN. Dalam proses pembentukannya, ASEAN menggunakan tiga pilar, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Sosial-Budaya ASEAN, dan Komunitas Ekonomi ASEAN, yang akan mempersatukan ASEAN sebagai sebuah komunitas. Salah satu pilar, yaitu Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA), seperti yang dituliskan dalam ASEAN Vision 2020, bertujuan untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi dalam kerangka waktu yang jelas.1 Dalam hal ini, telah

ditentukan bahwa tahun 2015 merupakan target pencapaian KEA.

KEA berusaha menciptakan ASEAN untuk memiliki empat karakteristik kunci, yaitu: [1] pasar dan basis produksi tunggal; [2] kawasan dengan tingkat kompetisi ekonomi yang tinggi; [3] kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil; dan [4] kawasan yang sepenuhnya terintegrasi dengan perekonomian global. Kerjasama KEA meliputi beberapa hal, di antaranya; [1] pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan kapasitas; [2] pengakuan atas kualifikasi tenaga profesional; [3] konsultasi mengenai kebijakan makroekonomi dan finansial; [4] pengembangan hubungan atau transaksi elektronik melalui e-ASEAN; [5] mengintegrasikan industri lintas batas dalam kawasan, untuk mempromosikan regional sourcing; dan [6] meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan KEA. Singkatnya, KEA akan mentransformasikan ASEAN menjadi kawasan dengan aliran barang, jasa, investasi, skilled-labour, dan modal yang bebas.2

Dengan adanya KEA 2015, negara anggota ASEAN harus mempersiapkan diri untuk memasuki era liberalisasi ekonomi tersebut. Namun, mengingat adanya perbedaan kapasitas di dalam tubuh ASEAN sendiri, pemberlakukan KEA bagi negara seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) disesuaikan menjadi tahun 2018.3 Bukan hanya itu, usaha ASEAN diiringi dengan program

“Narrowing Development Gap” bagi negara CLMV, karena development gap di antara mereka dinilai akan menghalangi perkembangan KEA.4

Dari negara anggota ASEAN lainnya, Laos merupakan negara CLMV yang memiki development gap yang besar.5 Cara untuk memperkecil gap tersebut salah satunya adalah dengan menciptakan

human capital, karena pembangunan SDM menjadi faktor terpenting dalam menjaga pertumbuhan

1 ASEAN, ASEAN Economic Community Blueprint (2008)

2 ASEAN, ASEAN Economic Community, diakses dari http://www.asean.org/communities/asean-economic-community, pada 15 Desember 2014.

3 ASEAN, ASEAN Economic Community Blueprint

4 Phouphet Kyophilavong, “Narrowing Development Gaps in ASEAN: Perspective from Lao PRD” diakses dari

http://www.bot.or.th/Thai/EconomicConditions/Thai/Northeast/seminarNE/DocLib_seminar56/Phouphet--Narrowing %20Development%20Gaps%20in%20ASEAN.pdf, pada 18 November 2014

(3)

ekonomi jangka panjang di Laos. Adanya urgensi tersebut juga didukung dengan kondisi Human Development Index (HDI) di Laos, yang menurun dari 0,57 di tahun 2000 menjadi 0,52 di tahun 2011. Dengan demikian, memperkuat SDM menjadi isu yang penting bagi Laos dalam menyambut KEA.6 Untuk itu, makalah ini secara lebih lanjut akan meneliti mengenai proses persiapan

menyambut KEA yang dilakukan oleh Laos dalam sektor pembangunan sumber daya manusia, terutama peningkatan taraf kesehatan serta pendidikan sekolah kejuruan bagi guru dan siswa yang telah menjadi fokus Laos.7

1.2. Rumusan Masalah

“Bagaimana Laos mempersiapkan diri dalam rangka memasuki Komunitas Ekonomi ASEAN khususnya di sektor pengembangan sumber daya manusia?”

1.3. Kerangka Teori/Konsep

1.3.1. Liberalisasi Perdagangan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Human Capital

Liberalisasi perdagangan dinilai mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan dalam perekonomian dunia. Terkait dengan hal tersebut, perlu juga mengetahui mengenai dampak human capital pada pertumbuhan ekonomi, yang memang telah menarik perhatian dunia beberapa tahun belakangan.8 Ada dua pendekatan yang mampu menjawab bagaimana human capital

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertama, human capital dianggap sebagai input dalam proses produksi.9 Kedua, human capital dinilai sebagai sumber pertumbuhan produktivitas.10

Ketersediaan human capital menentukan kapasitas ekonomi suatu negara untuk melakukan inovasi dan mengimplementasikan teknologi, kemudian membantu adanya persebaran dan proses catch-up dengan perkembangan teknologi yang ada. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa tingkat human capital berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.

Konsep human capital sendiri memang telah menempati posisi yang signifikan dalam teori pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, masalah yang muncul adalah masih belum jelasnya cara mengukur tingkat human capital. Beberapa scholars menggunakan tingkat keikutsertaan penduduk dalam pendidikan menengah suatu negara sebagai indikator human capital.11 Sementara, scholars

6 Phouphet Kyophilavong

7 Hugh Pei-Hsiu Chen, “CLMV and the AEC 2015: The Rising of Continental Southeast Asia and Its Implications to Taiwan” (30 Oktober 2013)

8 Imran Sharif Chadhry, “Exploring the Causality Relationship between Trade Liberalization, Human Capital and Economic Growth: Empirical Evidence from Pakistan” (2010) hlm. 2

(4)

lain menilai tingkat keikutsertaan dalam pendidikan dasar sebagai indikatornya.12 Beberapa scholars

yang lain juga ada yang menilai bahwa rata-rata jangka waktu pendidikan yang menjadi indikatornya.13 Bukan hanya itu, indikator lain juga dapat ditentukan dari tingkat pendidikan suatu

negara.14 Dengan demikian, memang secara umum dalam teori human capital, pendidikan menjadi

komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi.

1.3.2. Human Capital and Human Development

Konsep lain mengenai human capital juga dijelaskan oleh Chayodom Sabhasri. Dia menjelaskan bahwa sumber daya manusia (SDM) dapat ditransformasikan menjadi human capital melalui pendidikan, pelatihan, kesehatan, dan penanaman moral values. Pengeluaran negara dalam sektor pendidikan, pelatihan, dan kesehatan menjadi bentuk investasi human capital yang dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kesehatan, dan values yang dimiliki masyarakat. Semakin tinggi pendapatan dan standar hidup, akan semakin menghasilkan peningkatan produktivitas ekonomi. Bukan hanya pendidikan formal yang dapat meningkatkan produktivitas tersebut, tetapi hal tersebut dapat didukung oleh tenaga kerja yang belajar dari proses job training. Kemajuan teknologi dapat pula meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena ada skilled workers yang mampu mengoperasikannya. Pendidikan dan pelatihan, bersamaan dengan tingkat kecanggihan teknologi, dapat berkontribusi secara signifikan dalam pertumbuhan ekonomi.15

Human capital sendiri secara langsung berhubungan dengan human development, di mana hal tersebut digambarkan melalui Human Development Index (HDI), yang merupakan komposisi rata-rata tingkat pemenuhan tiga dimensi human development setiap negara, yaitu [1] tingkat harapan hidup dan kesehatan; [2] pendidikan; dan [3] standar kehidupan.16

BAB II PEMBAHASAN

12 Sala-i-Martin, Doppelhofer, dan Miller dalam Imran Sharif Chaudhry, hlm. 2 13 Barro dan Lee dalam Imran Sharif Chaudhry, hlm. 2

14 Schultz; Becker; Lucas; Romer; Rebelo dalam Imran Sharif Chaudhry, hlm. 2

15 Chayodom Sabhasri, “Human Resources, Innovation, and Harmonization of Standards” dalam Rizal Sukma dan Yoshihide Soeya, Beyond 2015: ASEAN-Japan Strategic Partnership for Democracy, Peace, and Prosperity in Southeast Asia (2013): hlm. 115

(5)

2.1. Kondisi Laos: Tantangan dan Potensi yang Dimiliki dalam Menyambut KEA

Seperti yang telah disebutkan di latar belakang, Laos merupakan salah satu negara dengan development gap yang besar jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN yang lain. Development gap dapat dilihat dari perolehan GDP per kapita suatu negara. Dalam ASEAN sendiri, pada tahun 2010, GDP per kapita Laos adalah 984 US $, di mana hanya unggul dari 2 negara, yaitu Myanmar (702 US $) dan Kamboja (814 US $). Oleh karena itu, delevopment gap Laos mendapat ranking 138 dan termasuk tiga terbawah dari sepuluh negara anggota ASEAN. Hal tersebut dapat menghalangi usaha Laos untuk dapat memenangi kompetisi di KEA 2015. Berikut adalah perbandingan GDP dan GDP per kapita yang diperoleh kesepuluh negara anggota ASEAN:

Tabel 1. Development Gap di ASEAN Berdasarkan GDP dan GDP per Kapita

Sumber: Phouphet Kyophilavong

Tabel 2. Nilai dan RankingDevelopment Gap di ASEAN

Sumber: Phouphet Kyophilavong

(6)

besar untuk berkompetisi, misalnya dalam era liberalisasi ekonomi. Berikut adalah data HDI, Education Index, GNI per Kapita di ASEAN tahun 2012:

Grafik 1. HDI, Educational Index, and Gross National Income of ASEAN Members 2012

Sumber: Chayodom Sabhasri (2013): hlm. 116

Tantangan lainnya yang dimiliki oleh Laos adalah, pertama, pembangunan human capital Laos masih tergolong rendah. Kedua, biaya produksi di Laos masih tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh sudah usangnya teknologi yang dipakai, operasionalnya juga masih tergolong berskala kecil dan tidak efisien, transaction cost juga tinggi, serta infrastruktur yang kurang memadai. Ketiga, Laos masih memiliki kekurangan dalam bidang teknologi. Keempat, pembangunan infrastruktur di Laos juga masih minim. Kelima, Laos dinilai terlalu menekankan pada ekspansi industri dan penguatan industri.17

Namun demikian, Laos juga memiliki beberapa kelebihan yang secara potensial dapat dijadikan modalnya dalam menghadapi KEA. Pertama, Laos tidak rentan dengan krisis finansial global, karena tidak terlalu terpapar oleh investasi global. Kedua, Laos unggul dalam sektor pertambangan. Ketiga, Laos juga unggul dalam sektor energi. Keempat, Laos unggul dalam sektor konstruksi. Kelima, Laos unggul dalam sektor industri primer, khususnya agrikultur.18

Dari data di atas, terlihat bahwa Laos merupakan negara yang memiliki HDI yang rendah. Selain itu, Laos juga memiliki beberapa kekurangan lainnya yang menjadi masalah bagi Laos, mengingat kompetisi KEA 2015 sudah semakin dekat. Namun demikian, Laos masih berpeluang untuk bertahan bahkan memenangi kompetisi KEA, sebab Laos memiliki banyak kelebihan yang dapat dijadikan modal. Untuk menutupi kekurangan sekaligus memaksimalkan potensinya tersebut, Laos membangun SDM-nya agar dapat menjadi human capital yang mampu diandalkan dalam kompetisi

(7)

KEA. Laos perlu mempersiapkan pembenahan sektor kesehatan serta pendidikan, karena kedua sektor tersebut merupakan sektor yang mampu meningkatkan kualitas suatu masyarakat.

2.2. Usaha Pengembangan SDM Laos

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai usaha pengembangan SDM Laos, penulis akan menjelaskan mengenai persiapan yang telah atau sedang dilakukan Laos dalam sektor kesehatan dan pendidikan untuk menyambut KEA.

2.2.1. Persiapan dalam Sektor Kesehatan Laos

Pada perayaan HUT Laos yang ke-17, Kementrian Luar Negeri Laos berkesempatan untuk mengingatkan para dokter, perawat, dan tenaga medis dari Kementrian Kesehatan, untuk mempersiapkan diri dalam menyambut integrasi KEA. Menurut Deputi Menteri Luar Negeri, Alounkeo Kittikoun, reformasi kesehatan menjadi penting dalam menyambut KEA. Ia mengatakan bahwa Laos harus mempertimbangkan sektor mana yang seharusnya dipertahankan bagi masyarakat lokal Laos dan sektor mana yang harus dibuka dalam kompetisi KEA. Ia telah mengingatkan Menteri Kesehatan mengenai sektor yang perlu segera diperhatikan, seperti SDM, keuangan kesehatan, manajemen kesehatan, work methodology administration, pelayanan kesehatan, serta informasi kesehatan dan sektor data system. Sektor-sektor tersebut dianggap krusial dalam memastikan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) oleh Kementrian Kesehatan. Pada perayaan tersebut, lebih dari 200 partisipan mendapatkan sosialisasi mengenai visi, strategi, kesempatan, dan tantangan yang dihadapi Laos di tingkat ASEAN. 19

Sektor kesehatan memang diminta untuk mempersiapkan KEA. Kementrian Kesehatan Laos telah mendorong rumah sakit besar di Vientiane untuk melakukan upgrade fasilitas mereka dalam mempersiapkan integrasi ekonomi tersebut. Perbaikan juga diperlukan di berbagai daerah dalam hal pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya dokumen legal, administrasi, aturan dan prinsip pelaksanaan pekerjaan, bersamaan dengan ketentuan jam kerja pekerja medis. Instalasi peralatan modern dan pelatihan SDM diperlukan untuk meningkatkan standar fasilitas medis Laos. Laos sendiri sebenarnya kesulitan dalam hal pendanaan, namun, hal tersebut dapat diatasi dengan kolaborasi bersama sektor swasta, sehingga kolaborasi tersebut dapat saling menguntungkan.20

19 Vientiane Times, “Health Sector Prepares for AEC”, Vietstock, diakses dari http://en.vietstock.vn/2014/08/health-sector-prepares-for-aec-71-183417.htm, pada 15 Desember 2014 (15 Agustus 2014)

20 Xayxana Leukai “Medical Sector Upgrades to Prepare for AEC”, Vientiane Times, diakses dari

(8)

Bounnack mengatakan bahwa jika Laos memiliki standar yang baik dalam sistem perawatan kesehatan, Laos tidak hanya mengurangi jumlah potensi warga negara yang ingin berobat ke negara tetangga, tapi juga dapat menarik warga asing yang tinggal di Laos atau sekitarnya untuk menerima perawatan medis dari dokter-dokter Laos. Bounnack juga menyarankan rumah sakit daerah dan provinsi untuk meningkatkan pelayanan mereka dan memastikan bahwa mereka mampu beroperasi sebagai rumah sakit umum yang juga mampu melakukan spesialisasi pada bidang khusus, misalnya seperti Rumah Sakit Mahosot yang melakukan spesialisasi di bidang jantung. 21

Meskipun sudah ada perencanaan peningkatan pelayanan kesehatan, beberapa tantangan masih ditemui Laos. Misalnya, adanya kualitas dan kuantitas tenaga medis Laos yang masih rendah. Kebanyakan dokter di Laos bekerja dalam tiga peran berbeda, yaitu memberikan pengobatan, pengajaran, dan pelatihan. Akibatnya, pasien tidak selalu dapat menerima perawatan medis yang memadai dari dokter, karena mereka sering ditinggal pergi mengajar mahasiswa di universitas atau pelatihan staf medis di tingkat provinsi. Tenaga medis di Laos tidak memiliki ketrampilan tertentu yang setara dengan tenaga medis ASEAN, misalnya dalam hal penggunaan peralatan medis yang modern. Sebab, di Laos peralatan yang modern jarang digunakan. Peningkatan ketrampilan tenaga profesional kelak tidak hanya memberikan keuntungan bagi pasien, tapi juga memberikan dokter Laos kesempatan untuk bekerja di negara ASEAN lainnya.

Sejauh ini, Kementrian Kesehatan telah menyarankan universitas dengan rumpun ilmu kesehatan untuk mengembangkan kurikulum pascasarjana yang sejalan dengan negara ASEAN lainnya untuk memastikan dokter-dokter masa depan Laos memang berkualitas. Kurikulum ini sedang dikembangkan dalam kerjasama dengan Vietnam dan Thailand.22

Mengenai bentuk nyata lainnya terkait pelaksanaan usaha peningkatan level kesehatan di Laos sendiri, Laos dibantu oleh Pemerintah Jerman melaksanakan program pembangunan demi menyambut KEA. Salah satu lembaga pemerintah yang membantu Laos adalah Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), yang merupakan kerjasama internasional dan teknis untuk membangun kapasitas institusi dan manusia dari Jerman.. Di bawah fokus untuk membantu kerjasama regional, GIZ salah satunya membantu program peningkatan taraf kesehatan anak-anak usia sekolah di Laos. Program tersebut bernama “Fit for School” yang berbasis di Filipina.23

21 Xayxana Leukai 22 Xayxana Leukai

23 GIZ, “German Development Cooperation in Laos”, diakses dari

(9)

Pelaksanaan program “Fit for School” dibantu oleh Kementrian Federal Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Jerman. Program ini ditargetkan untuk anak-anak di tingkat sekolah dasar dan sudah diselenggarakan sejak tahun 2011. Program ini didasari oleh adanya perhatian bahwa anak-anak usia sekolah di Asia Tenggara masih rentan menderita diare, infeksi saluran pernapasan akut, cacingan, gigi berlubang, yang disebabkan oleh tidak higienisnya lingkungan. Penyakit-penyakit tersebut mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak dan akan berdampak pada prospek masa depan mereka dan kemampuan mereka dalam belajar. Program ini dilaksanakan di berbagai sekolah dasar, dengan memperkenalkan cara mencuci tangan dengan sabun dan menyikat gigi yang baik dan benar. Selain itu, program ini juga membantu meningkatkan akses terhadap air bersih dan menyediakan fasilitas sanitasi yang berorientasi pada anak-anak usia sekolah. Hal ini dianggap penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang sehat untuk meningkatkan kesehatan jangka panjang.24

Program ini dinilai cukup efektif, karena dapat dibiayai secara lokal dan diimplementasikan dengan SDM yang ada. Berkat tingkat partisipasi yang tinggi, program kesehatan di sekolah ini telah menyentuh mayoritas anak-anak usia sekolah di Laos, terlepas dari latar belakang sosial-ekonomi mereka. Keberhasilan program ini ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, kesederhanaan, di mana program ini dilaksanakan untuk memerangi penyakit, dengan cara-cara yang dapat dilakukan dengan mudah dan biaya rendah. Kedua, skalabilitas, di mana program ini mengembangan model implementasi dan menggunakan fasilitas pendidikan yang ada untuk melaksanakan program nasional. Ketiga, keberlanjutan, di mana program ini telah mengamankan pendanaan pemerintah pusat dan lokal untuk menjamin kelangsungannya, serta dengan aktif melibatkan orang tua dan masyarakat lokal untuk memperkuat tanggung jawab pribadi dan transparansi.25

2.2.2. Persiapan dalam Sektor Pendidikan Laos 2.2.2.1. Vocational Education in Laos (VELA)

Dalam bidang pendidikan, Laos juga melakukan persiapan untuk menyambut KEA. Terdapat sebuah program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Laos yang bekerja sama dengan GIZ , yaitu Vocational Education in Laos (VELA).26 Program ini selain dibantu oleh Pemerintah

24 GIZ “Fit for School-Effective School Health Programme”, diakses dari http://www.giz.de/en/worldwide/14407.html, pada 15 Desember 2014.

25 GIZ, “Fit for School”

(10)

Jerman, ternyata juga dibantu oleh Pemerintah Swiss sebagai co-financer. Jangka waktu pelaksanaan program VELA adalah dari tahun 2013-2017.

Peningkatan integrasi Laos pada pasar regionalnya, memberikan kesempatan sekaligus tantangan bagi negara yang relatif memiliki perekonomian kecil ini. Atas adanya KEA di tahun 2015 nanti, Laos jelas membutuhkan skilled-workers untuk mengembangkan produk-produk yang kompetitif, bagi pasar domestik maupun internasional. Dengan adanya pergerakan skill-labour yang sudah diliberalisasi, tenaga kerja di Laos harus dipersiapkan untuk menghadapi tekanan dari peningkatan kompetisi dengan negara-negara tetangganya. Pemerintah Laos menggunakan pendidikan kejuruan sebagai kunci strategi meningkatkan level competitiveness Laos. Pemerintah akan memberikan pendidikan khusus kejuruan dan pelatihan standar tinggi bagi para generasi muda, sehingga mereka dapat sukses memasuki pasar tenaga kerja dan memulai hidup yang mandiri. Namun demikian, sayangnya, pendidikan kejuruan secara tradisional mendapat citra yang kurang baik di Laos, terkait dengan kurangnya ahli teknis dan pengajar di sekolah, yang berlanjut pada terhambatnya usaha untuk mencapai pembangunan ekonomi yang luas dan sustainable.27

Siswa yang termarjinalisasi, sekarang dapat mengikuti program pendidikan ini. Dalam sistem pendidikan yang baru ini, bukan hanya negara yang terlibat, tetapi juga pihak swasta dan masyarakat. Melalui kemitraan dengan swasta, sekolah kejuruan ini dapat mmemberikan siswa keterampilan dan pengajaran yang lebih practice-oriented. Dengan demikian, mereka akan lebih cocok untuk langsung masuk ke pasar tenaga kerja. Untuk memfasilitasi program ini, terdapat 2.000 posisi magang di perusahaan yang akan disediakan untuk tempat para siswa belajar dan praktik di lingkungan kerja.28

Pemuda-pemuda di pedesaan yang tidak mendapat pendidikan atau pelatihan formal, dapat diuntungkan dengan adanya pendidikan kejuruan ini. Sebab, banyak beasiswa yang ditawarkan dalam program VELA. Selain itu, terdapat sebelas sekolah kejuruan yang menerima bantuan langsung, agar mampu menampung banyak siswa yang kurang mampu dan putus sekolah. Siswa-siswa tersebut nantinya dapat mengikuti pelatihan, bahkan mendapatkan sertifikat resmi, dengan biaya yang sudah di-cover sepenuhnya oleh VELA.29

Sejauh ini, program VELA telah membantu Laos dalam membentuk kerangka peraturan pendidikan kejuruan yang koheren, serta menetapkan standar dan revisi kurikulum pengajaran. Kursus pelatihan untuk guru yang disediakan VELA juga meningkatkan kualitas sekolah

(11)

kejuruan. Sejak GIZ mendukung program ini, angka guru kejuruan yang terakreditasi meningkat menjadi 34-70 orang setiap tahunnya. Bukan hanya itu, lulusan SMK di Laos juga secara umum bekerja dengan baik di lingkungan kerjanya. Menurut data, pada tahun 2013, ada 63% orang yang berhasil mendapat pekerjaan dalam waktu enam bulan setelah lulus sekolah. Selain itu, ada 75% di antaranya bekerja di bidang yang telah dilatih. Hampir 70% dari lulusan SMK menilai bahwa sertifikasi pelatihan kejuruan sangat berguna. Dari total 1.000 partisipan, terdapat 41,5% pemudi yang mengikuti pelatihan di desa yang memperoleh ketrampilan praktis untuk meningkatkan taraf hidupnya. Beberapa hal yang diajarkan saat itu adalah budidaya jamur, penggunaan mesin kecil, dan perbaikan pompa air.30

2.2.2.2. TVETTeacher Education Programme (TTEP) 31

Untuk meningkatkan skilled-labour yang diperlukan dalam menyambut KEA, Pemerintah Laos ingin meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan, melalui program Teacher Vocational Education and Training (TVET) pada tahun 2012-2016. Sama halnya dengan program VELA, program TVET juga dibantu oleh Pemerintah Jerman. Pengembangan skilled-labour di Laos mengalami hambatan atas adanya dua hal. Pertama, adanya citra buruk pendidikan kejuruan. Kedua, adanya 22 sekolah kejuruan negeri yang memiliki kurikulum yang terlalu teoritis, tidak memiliki banyak tenaga pengajar ahli dan staf manajerial. Hal ini disebabkan kurangnya kualifikasi yang tepat bagi staf pengajar kejuruan, yang tidak memenuhi standar kualitas praktik internasional, serta terbatasnya jumlah tempat pelatihan guru TVET.32

Adanya pendidikan dan pelatihan guru sekolah kejuruan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga ahli. Untuk itu, GIZ melalui program TVET Teacher Education Programme (TTEP) yang mendukung Laos melalui:33

a. Pemberian saran bagi peningkatan kualitas dan meningkatkan ketersediaan pendidikan bagi guru sekolah kejuruan. Dalam hal ini, TTEP akan memberikan saran kepada instansi terkait seperti Kementrian Pendidikan dan Olahraga, Jurusan Pendidikan Guru Kejuruan di Universitas Nasional Laos, dan Lembanga Pengembangan Pendidikan Kejuruan. Prioritas TTEP mencakup pengembangan kerangka peraturan, adaptasi pengaturan akademik, penyusunan standard baru, meninjau kurikulum dan membangun proses monitoring yang tepat.

b. Promosi kemitraan dengan sektor swasta, proyek internasional, serta regional di sektor pelatihan kejuruan lainnya.

c. Pengukuran untuk meningkatkan standar pelatihan guru dengan mengintegrasikan unit pelatihan praktis dalam perusahaan atau memegang workshop pelatihan untuk guru, serta dengan

30 GIZ, “Vocational Education in Laos (VELA)”

31 GIZ, “TVET Teacher Education Programme”, diakses dari http://www.giz.de/en/worldwide/17468.html, pada 15 Desember 2014.

(12)

menyelenggarakan praktik pelatihan di akhir semester dengan waktu yang dibagi rata antara sekolah kejuruan dengan perusahaan swasta.

Sejauh ini, TTEP telah memperoleh beberap hasil. Pertama, sebuah undang-undang tentang TVET yang baru telah disusun. Kedua, standar guru SMK telah ditetapkan. Ketiga, kurikulum yang lebih berorientasi praktik direvisi berdasarkan standar yang direkomendasikan Kementrian Pendidikan. Keempat, sekolah teknik Jerman dan fakultas teknik di universitas di Laos telah menandatangani kerjasama, di mana sekolah akan menjadi tuan rumah model pengajaran praktis bagi mahasiswa Laos. Program ini juga telah meningkatkan jumlah peserta pelatihan guru kejuruan, dari 14 orang pada tahun 2009 menjadi 70 pada akhir 2012, di mana sebanyak 50% pesertanya adalah perempuan.34

2.3. Analisis Persiapan Laos dalam Menghadapi KEA 2015

Seperti yang telah dijelaskan dalam kerangka teori, human capital dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Atas dasar hal tersebut, usaha untuk membangun SDM agar menjadi human capital perlu dilakukan agar perekonomian suatu negara tumbuh dan mampu bersaing dalam era liberalisasi ekonomi. Terkait dengan persiapan Laos dalam membangun SDM-nya menjadi human capital, penulis menilai bahwa Laos pada dasarSDM-nya sudah meSDM-nyadari pentingSDM-nya pembenahan dalam sektor kesehatan dan pendidikan. Laos menyadari bahwa kualitas SDM-nya yang rendah dapat menghalanginya untuk memenangi kompetisi KEA.

Persiapan yang dilakukan Laos dalam menyambut KEA tercermin dari adanya beberapa program peningkatan taraf kesehatan dan pelayanan kesehatan yang didorong oleh pemerintah dan didukung oleh sektor swasta dan masyarakat. Namun, usaha Laos ini masih terkendala kurangnya dana, terkait dengan masih rendahnya pendapatan negara Laos. Hal tersebut cukup membuat Laos kesulitan dalam melakukan reformasi sektor kesehatannya. Laos kemudian bekerjasama dengan beberapa negara, baik di dalam maupun di luar ASEAN untuk membantunya dalam program pembangunan kualitas kesehatan. Penulis menilai hal tersebut sebagai perkembangan yang positif dan cukup membantu Laos dalam membangun kualitas SDM-nya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Selain di sektor kesehatan, Laos juga mempersiapkan sektor pendidikannya yang diketahui memerlukan banyak pembenahan. Laos mengutamakan sektor pendidikan kejuruan, terkait dengan kesadaran atas pentingnya skilled-labor dalam kompetisi KEA. Dalam hal ini, Laos juga telah mempersiapkan dengan baik program, VELA dan TTEP sebagai program yang mendukung peningkatan kualitas SDM kejuruan, baik siswa maupun pengajar. Pelaksanaan program ini juga

(13)

melibatkan banyak pihak di luar pemerintah Laos sendiri, seperti swasta, masyarakat, dan negara lain. Terlihat bahwa Laos menyadari pentingnya proses pendidikan dan job training, yang menurut teori juga mampu meningkatkan produktivitas ekonomi suatu negara. Jika program ini terus dilanjutkan, penulis menilai Laos akan semakin memperoleh banyak modal untuk menghadapi kompetisi KEA.

Persiapan pengembangan SDM dalam menyambut KEA, baik yang telah atau sedang dilakukan oleh Laos, menurut penulis cukup tepat sasaran dan praktis. Sebab, mengingat KEA merupakan liberalisasi ekonomi yang mendorong adanya liberalisasi skilled-labor, sektor pendidikan dan kesehatan penting dibenahi untuk mendukung terciptanya tenaga-tenaga ahli masa depan yang berkualifikasi dan berkualitas. Namun demikian, penulis juga menilai bahwa Laos perlu memperhatikan unsur ketersediaan dana demi keberlanjutan program tersebut. Mengingat program-program di atas hanya berjalan dalam jangka waktu tertentu, dan dana yang tersedia juga terbatas.

Selain itu, penulis juga belum melihat usaha Pemerintah Laos dalam mengatasi isu kesehatan yang penting lainnya, seperti tingkat harapan hidup, angka kematian bayi, dan kematian ibu melahirkan. Padahal, pada tahun 2009, Laos merupakan negara dengan tingkat harapan hidup yang rendah (peringkat delapan), tingkat kematian bayi yang tinggi (peringkat dua), dan angka kematian ibu melahirkan yang tinggi (peringkat satu) jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Berikut datanya:

Tabel 3. Non-Income Poverty in ASEAN

Sumber: Jayant Menon (2012): hlm. 27

(14)

tidak semua masyarakat Laos mengikuti pendidikan kejuruan. Terlebih, dilihat dari data di atas, angka melek huruf di Laos (tahun 2005) berada di peringkat paling bawah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Tabel merupakan data komponen yang termasuk dalam kategori non-income poverty. Jika angka-angka tersebut masih memprihatinkan, berarti kualitas kesehatan masyarakat Laos masih rendah, yang kemudian akan berdampak pada kualitas SDM secara keseluruhan.

Peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan menjadi penting, pasalnya berdasarkan data yang penulis dapatkan, dua bidang tersebut menentukan pengentasan kemiskinan bagi Laos. Berikut adalah datanya:

Tabel 4. Kontribusi Kesehatan, Pendidikan, dan Standar Hidup dalam Mengurangi Kemiskinan di Laos

Sumber: UNDP (2013)

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa tingkat kesehatan akan berkontribusi pada pengurangan kemiskinan sebesar 27,9%, sementara pendidikan berkontribusi sebesar 33,1%. Jika peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka rakyat Laos dapat keluar dari jurang kemiskinan dan mampu mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Sementara itu, kontribusi terbesar yang dapat diberikan oleh peningkatan standar hidup merupakan kontribusi tertinggi. Usaha Laos sendiri dalam meningkatkan standar hidup salah satunya adalah dengan pembangunan infrastruktur di desa, khususnya perbaikan jalan, untuk memastikan terbukanya akses pasar bagi penduduk desa, yang kelak akan meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan.35

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan akses pasar, termasuk kualitas, sangat penting bagi komersialisasi dan peningkatan pendapatan yang stabil yang berguna untuk mengurangi kemiskinan. Untuk itu, pembangunan jalan di pedesaan memang harus diprioritaskan, khususnya jalan yang menghubungkan desa dengan pasar. Akses tersebut akan memberikan kesempatan bagi petani di pedesaan untuk terhubung dengan demand atas produk mereka dalam negeri maupun regional. Dengan demikian, taraf hidup masyarakat pedesaan akan meningkat.

Pembangunan SDM selain menjadi tanggung jawab setiap negara anggota, juga menjadi tanggung jawab ASEAN sebagai institusi regional. Dalam usaha integrasi ekonomi melalui KEA, negara ASEAN perlu membantu negara CLMV untuk memperkecil gap pembangunannya.

(15)

Sebenarnya, ASEAN sendiri telah berusaha membantu melalui Initiatives for ASEAN Integration (IAI). Sumbangan terbesar negara ASEAN-6 dalam IAI memang ditujukan untuk sektor pembangunan SDM. Berikut adalah datanya:

Gambar 1. Kontribusi Negara ASEAN-6 dalam IAI Tahun 2009

Sumber: Denise Jannah Serrano, Kurt See dan James Sy

Gambar 2. Distribusi Proyek IAI Berdasarkan Program Tahun 2009

Sumber: Denise Jannah Serrano, Kurt See dan James Sy

Meskipun demikian, masih terdapat beberapa masalah dalam implementasi IAI. Pertama, IAI dinilai kurang memberikan kerangka kerja dan program bantuan yang spesifik bagi negara CLMV. Kedua, IAI masih dinilai gagal dalam memperhitungkan keuntungan atau potensi yang dimiliki CLMV. Ketiga, kurangnya perencanaan program jangka panjang yang berkelanjutan. Keempat, masih buruknya koordinasi antara negara ASEAN-6 dengan CLMV. Kelima, masih bermasalahnya pendekatan yang luas dan mendalam. Keenam, kurangnya investasi IAI untuk mendorong pengurangan kemiskinan, pembangunan infrastruktur, dan teknologi komunikasi dan informasi CLMV.36 Dengan demikian, baik negara CLMV maupun ASEAN-6, masih harus sama-sama

berjuang dalam mempersiapkan KEA 2015.

2.4. Refleksi bagi Indonesia

Adanya usaha persiapan yang dilakukan oleh Laos dapat menjadi bahan pembelajaran bagi Indonesia, mengingat Indonesia juga masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus

(16)

diselesaikan untuk menyambut KEA. Persiapan yang dilakukan Laos dalam bidang kesehatan perlu ditiru oleh Indonesia, baik dalam hal pembenahan kualitas kesehatan maupun pelayanan kesehatan. Hal ini mengingat masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tingkat kesehatannya rendah. Bukan hanya itu, berdasarkan data HDI negara ASEAN yang telah ditampilkan sebelumnya, Indonesia masih berada di bawah negara Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Padahal, GDP Indonesia merupakan perolehan GDP tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mampu membiayai pembenahan sektor kesehatan. Untuk itu, dalam peningkatan kualitas SDM, seharusnya Indonesia dapat lebih bekerja keras serta belajar dari persiapan yang telah dilakukan oleh Laos.

Dalam persiapan yang dilakukan oleh Laos di bidang pendidikan, terlihat bahwa Laos juga sangat memperhatikan pendidikan kejuruan. Sayangnya, pendidikan kejuruan di Indonesia jsutru belum dinilai berharga. Di Indonesia, pendidikan akademis teoritis lebih dihargai dibandingkan pendidikan kejuruan. Hal tersebut terlihat dari kesempatan beasiswa yang didapatkan oleh mahasiswa perguruan tinggi program S1, S2, atau S3, lebih banyak jika dibandingkan kesempatan beasiswa untuk mahasiswa D3 atau sekolah kejuruan lainnya. Padahal, skilled-labour banyak dibutuhkan dalam era liberalisasi ekonomi seperti KEA. Hal inilah yang patut menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia. Seharusnya, pendidikan kejuruan di Indonesia lebih diperhatikan. Misalnya, dengan lebih meningkatkan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta memberikan beasiswa baik di dalam maupun luar negeri untuk mahasiswa kejuruan seperti D3. Hal tersebut nantinya dapat meningkatkan kualitas skilled-labour Indonesia.

(17)

Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa persiapan pembangunan SDM yang dilakukan oleh Laos sudah meliputi dua bidang penting, yaitu kesehatan dan pendidikan. Laos sudah menjalankan beberapa program yang melibatkan beberapa pihak di luar pemerintah. Meskipun demikian, sektor kesehatan Laos masih perlu banyak dibenahi, terutama peningkatan angka harapan hidup, pengurangan angka kematian bayi dan ibu. Pembenahan di sektor pendidikan secara umum juga belum dilakukan, terkait dengan angka melek huruf di Laos yang masih rendah.

Adanya pembangunan SDM oleh Laos menunjukkan bahwa human capital sebuah negara memang penting untuk dipersiapkan dalam berkompetisi di tingkat regional maupun internasional. Terlepas dari berlimpahnya SDA yang dimiliki suatu negara, sebenarnya kualitas SDM adalah faktor yang menentukan keberhasilan negara dalam berkompetisi di era liberalisasi ekonomi ini. Untuk itu, adanya hal tersebut juga dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia, di mana kuantitas SDA yang sangat mencukupi di Indonesia, harus diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM. Hal tersebut yang akan menentukan suatu bangsa akan menjadi bangsa pemenang dalam kompetisi KEA atau hanya sekedar menjadi pasar bagi bangsa lain.

DAFTAR PUSTAKA

(18)

ASEAN, ASEAN Economic Community, diakses dari

http://www.asean.org/communities/asean-economic-community, pada 15 Desember 2014.

Chadhry, Imran Sharif. “Exploring the Causality Relationship between Trade Liberalization, Human Capital and Economic Growth: Empirical Evidence from Pakistan” (2010)

Chen, Hugh Pei-Hsiu. “CLMV and the AEC 2015: The Rising of Continental Southeast Asia and Its Implications to Taiwan” (30 Oktober 2013)

GIZ “Fit for School-Effective School Health Programme”, diakses dari

http://www.giz.de/en/worldwide/14407.html, pada 15 Desember 2014.

GIZ, “German Development Cooperation in Laos”, diakses dari

https://www.giz.de/en/downloads_els/Dt_EZ_Portfolio_Laos_EN1409558501427_47.pdf, pada 16

Desember 2014.

GIZ, “TVET Teacher Education Programme”, diakses dari

http://www.giz.de/en/worldwide/17468.html, pada 15 Desember 2014.

GIZ, “Vocational Education in Laos (VELA)”, diakses dari

http://www.giz.de/en/worldwide/26261.html, pada 15 Desember 2014.

Kyophilavong, Phouphet. “Narrowing Development Gaps in ASEAN: Perspective from Lao

PRD” diakses dari

http://www.bot.or.th/Thai/EconomicConditions/Thai/Northeast/seminarNE/DocLib_seminar56/Phou

phet--Narrowing%20Development%20Gaps%20in%20ASEAN.pdf, pada 18 November 2014

Leukai, Xayxana. “Medical Sector Upgrades to Prepare for AEC”, Vientiane Times, diakses dari http://www.vientianetimes.org.la/FreeContent/freeCont_Medical.htm, pada 16 Desember 2014 (4 Juli 2014)

Menont, Jayant. Narrowing the Development Divide in ASEAN: The Role of Policy. ADB Working Paper Series Regional Economic Integration, No. 10 (July, 2012)

Oraboune, Syviengxay. “Infrastructure Development in Lao PDR” (2008) dalam N. Kumar, International Infrastructure Development in East Asia-Towards Balanced Regional Development and Integration, ERIA Research Project Report. Chiba: IDE-JETRO, (2007): hlm. 166-203.

Sabhasri, Chayodom. “Human Resources, Innovation, and Harmonization of Standards” dalam Rizal Sukma dan Yoshihide Soeya, Beyond 2015: ASEAN-Japan Strategic Partnership for Democracy, Peace, and Prosperity in Southeast Asia (2013)

Serrano, Denise Jannah, et. al. “In Pursuit of the ASEAN Economic Community: Closing the Development Gap between CLMV and ASEAN-6 Through the Initiative for ASEAN Integration” (10 December 2013)

UNDP. Human Development Index Report 2013: Lao People’s Democratic Republic (2013) Vientiane Times, “Health Sector Prepares for AEC”, Vietstock, diakses dari

http://en.vietstock.vn/2014/08/health-sector-prepares-for-aec-71-183417.htm, pada 15 Desember

Gambar

Tabel 2. Nilai dan Ranking Development Gap di ASEAN
Grafik 1.  HDI, Educational Index, and Gross National Income of ASEAN Members 2012
Tabel 3. Non-Income Poverty in ASEAN
Tabel 4. Kontribusi Kesehatan, Pendidikan, dan Standar Hidup
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan, faktor yang ada pada bayi, karena pusat pengatur suhu bayi yang belum berfungsi dengan baik, permukaan tubuh bayi lebih luas, tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi

bidang studi sebagai dasar dalam membuat desain laboratorium bidang studi SMK. Mahasiswa memiliki kemampuan untuk melakukan perencanaan laboratorium SMK yang berorientasi

Sistem kontrol lubrikasi roda penyangga cooler sangat diperlukan untuk mengatur waktu pelumasan roda-roda tersebut sehingga tidak terjadi kemacetan atau keausan yang

Penyelenggaraan kegiatan Pengabdian pada Masyarakat dalam bentuk pelatihan pelaksanaan dan peraturan permainan Tonnis bagi Guru Penjasorkes SD dan SMP se-Kabupaten

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana merancang alat bantu kerja saat operator melakukan pergantian

DOSEN : HASAN SULTONI, M.Pd.i MATA KULIAH : ILMU PENDIDIKAN. FAKULTAS : TARBIYAH DISUSUN OLEH : -

Disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan terhadap produksi dan nilai nutriennya maka jerami jagung varietas POZARICA 8563, S98TLWQ–FLD dan MAROS SINTETIK 2 mempunyai

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu bentuk-bentuk kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang diberikan ada 5 yaitu menentukan penyelesaian semua