INTIMACY
PADA PASANGAN JARAK JAUH
OLEH
ROSELA VITA KURNIAWATI 802012038
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Progam Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
INTIMACY
PADA PASANGAN JARAK JAUH
Rosela Vita Kurniawati Ratriana Y.E.Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i
Abstrak
Penelitian ini untuk mengetahui keintiman pada pasangan yang menjalani
hubungan jarak jauh.Penelitian ini melibatkan 3 orang sebagai partisipan yang
memenuhi syarat penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
melakukan wawancara kepada partisipan. Hasil penelitian menunjukkan indikator
intimacy berupa komitmen, komunikasi, kepedulian dan afeksi, pemahaman sifat
pasangan, perspectif taking, wewenang dan pengambilan keputusan,
mempertahankan minat pribadi, penghormatan terhadap integritas dan kemandirian.
Serta terdapat indikator tambahan berupa kejujuran. Keintiman tiap pasangan
tinggi, dan setiap pasangan mempunyai caranya masing-masing untuk menjaga
kedekatan mereka supaya hubungan mereka tetap dekat, hangat dan bahagia
walaupun menjalani hubungan jarak jauh.
ii
Abstract
This research to know couple intimacy who get long distance relationship. This
research has 3 person as participant who eligible participant of the research. This
research used qualitative method with interview to participants. The result of this
research showed indicators of intimacy include commitment, communication,
caring and affection, understanding of the personality of the couple, perspective
taking, authority and decision making, maintaining personal interest, respect for
integrity and independence. And there are additional indicators of honesty.
Intimacy in every couple is high and every couple has their own way to maintain
their closeness so that their relationship remains close, warm, and happy despite
get long distance relationship with their mate.
1
PENDAHULUAN
Pada dasarnya setiap manusia merupakan makhluk sosial dimana manusia
membutuhkan bantuan orang lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri. Seringnya
seseorang berhubungan dengan orang lain membuat seseorang tertarik dengan orang
lain. Dalam berhubungan, seseorang dihadapkan pada situasi di mana seseorang berada
di tengah orang-orang yang di sukai atau sebaliknya. Ketertarikan muncul karena
adanya kedekatan satu sama lainnya baik antara pria dan wanita atau sebaliknya wanita
dengan pria. Seseorang selalu ingin berhubungan dengan orang lain yang berarti
seseorang tertarik pada mereka, atau seseorang ingin menarik mereka. Dalam hal ini
muncul istilah menyukai, mencintai, persahabatan dan hubungan intim yang lain
sebagai akibat adanya ketertarikan antar pribadi. Berdasarkan hal tersebut, setiap
individu membentuk suatu hubungan baik hubungan keluarga, pertemanan,
persahabatan maupun hubungan romantis dengan lawan jenis. Seringnya individu
berkomunikasi dengan orang lain membuat individu tersebut merasa memiliki
ketertarikan satu dengan yang lainnya. Ketertarikan muncul karena adanya kedekatan
satu dengan yang lainnya.
Menurut Erikson (dalam Hanny, 2015) individu membangun hubungan yang
lebih akrab dengan orang lain dan memulai pengalaman tentang cinta secara dewasa
terjadi pada usia sekitar 18–30 tahun atau pada usia dewasa muda. Santrock(2002) mengatakan bahwa seseorang individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa
awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah memilih pasangan hidup.
Papalia, Olds, dan Feldman (dalam Hanny, 2015) memaparkan bahwa individu dapat
2
individu tersebut mampu membangun hubungan romantis dengan seseorang yang
signifikan. Manusia juga mempunyai kebutuhan untuk membina hubungan dengan
orang lain dan mendapat penerimaan yang merupakan hal mendasar bagi kebutuhan
psikologis individu (Baumeister & Leary dalam Irawati, 2015).
Myers (2012) mengatakan bahwa ada berbagai bentuk hubungan sosial, salah
satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Manusia juga
memiliki kebutuhan untuk memiliki (need to belong) serta terhubung dengan orang lain
dalam hubungan yang erat dan saling menguatkan. Santrock (2002) mengatakan bahwa
individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal memiliki tugas
perkembangan untuk memilih pasangan hidup. Memilih pasangan hidup yang
dimaksudkan adalah individu pada dewasa awal dituntut untuk memiliki hubungan
intim dengan lawan jenis atau mempunyai hubungan romantis. Sehingga diperlukan
sebuah komunikasi untuk bisa membentuk sebuah hubungan yang romantis dengan
pasangannya.
Dari wawancara awal yang peneliti lakukan pada awal bulan September 2016
terhadap beberapa orang yang melakukan hubungan jarak jauh dengan suami atau
istrinya, didapatkan bahwa adanya keintiman atau kedekatan pada pasangan yang
menjalani hubungan jarak jauh. Karena berhubungan jarak jauh, mereka lebih sering
berkomunikasi lewat teknologi komunikasi dan menggunakannya untuk menyelesaikan
masalah ataupun untuk mendekatkan hubungan antar individu. Komunikasi yang sering
dilakukan adalah komunikasi menggunakan telepon selular dengan bertelepon,
mengirim pesan singkat dan baru-baru ini menggunakan jejaring sosial media seperti
facebook, BBM dan line serta whatsapp untuk berkomunikasi dengan pasangannya.
3
mudah mengalami kesalah pahaman, pertengkaran karena merasa kurang diperhatikan,
kecemburuan karena berada jauh dari pasangan, ketidakpercayaan dengan pasangan
karena tidak bisa setiap saat mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh pasangan, dan
bahkan sampai ke perselingkuhan karena kurangnya intimasi antar pasangan yang
menjalani jarak jauh.
TINJAUAN PUSTAKA Intimacy
Menurut Stenberg (dalam Irawati, 2015) mengemukakan bahwa cinta memiliki
tiga bentuk utama (tiga komponen), yaitu: keintiman (intimacy), gairah (passion), dan
komitmen (commitment). Rathus, Nevid dan Rathus (dalam Irawati 2015) mengatakan
bahwa keintiman tidak berarti berbicara tentang seksualitas dan cinta, tetapi tentang
kedekatan dan keterhubungan secara sosial emosional serta adanya keinginan untuk
berbagi pikiran dan perasaan satu sama lain. Menurut Erikson dalam (Feist & Feist
2007) mengatakan bahwa keintiman adalah kemampuan seseorang untuk melebur
identitasnya dengan identitas orang lain tanpa takut kehilangan identitas tersebut.
Westheimer dan Lopater (dalam Irawati 2015) mengatakan bahwa keintiman membuat
hubungan sangat dekat dan hangat sehingga pasangan dapat saling bertukar pikiran dan
berbagi perasaan secara lebih dekat. Pada hubungan ini pasangan akan menjadi lebih
dekat, saling percaya dan merasa nyaman sehingga mempunyai keputusan untuk
menghabiskan waktu bersama.
Tiap-tiap individu berbeda dalam mempersepsikan keintiman. Keintiman yang
dirasakan oleh masing-masing pasangan tergantung dari bagaimana cara masing-masing
4
sayang dan perhatian akan lebih dapat mengungkapkan keintiman di antara pasangan.
Misalnya saja, suami sering menggandeng tangan istri sewaktu mereka berjalan
bersama, sering memberikan kecupan sebelum berangakat kerja dan sebelum tidur, dan
lain sebagainya. Tindakan-tindakan sesederhana itu akan dipersepsikan oleh istri
sebagai ungakapan perhatian, dan istri akan merasakan kedekatan dan keintiman dengan
suaminya, begitu juga sebaliknya.
Teori Sternberg (dalam Handini 2015) mengatakan bahwa intimacy merupakan
aspek emosi yang menyebabkan munculnya sebuah hubungan yang hangat dan saling
percaya. Menurut Bloom & Bloom (dalam Irawati 2015), ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi keintiman dalam sebuah hubungan yaitu perasaan aman secara
emosional, tidak adanya pengabaian suatu hal, tanggung jawab, keinginan untuk
berbagi, tidak ada gangguan, seks, kejujuran, kontak fisik, kehadiran dan adanya rasa
syukur. Menurut David & Ferguson (dalam Handayani 2006) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keintiman antara lain :
1. Rasa aman.
Rasa aman berbicara tentang ketenangan batin. Merasa aman berarti bebas dari
bahaya, maupun rasa takut. Merasa aman bila tahu pasti bahwa kita dipelihara
dan diperhatikan.
2. Komitmen.
Komitmen memandang ke masa depan yang tidak kelihatan dan berjanji akan
berada di sana hingga akhir hayat. Komitmen menjanjikan kepastian dan
menjaga cinta terhadap pasangan, saat gairah menjadi redup. Komitmen
terhadap pasangan dapat dikomunikasikan melalui dukungan yang sejati dan
5
3. Menerima pasangan tanpa syarat.
Meliputi cinta dan dukungan, tanpa mengharapkan balasan, tanpa penyesalan.
Bila menerima pasangan tanpa syarat, individu akan mampu menerima apa
adanya, tulus, dan toleransi yang besar pada pasangan.
4. Masa lalu yang bahagia.
Masa lalu yang menyenangkan bagi sebagian orang merupakan awal yang baik
bagi mereka untuk menjalin hubungan dengan orang lain, termasuk hubungan
dengan lawan jenis. Pernikahan orang tua yang harmonis menjadi contoh bagi
anak-anaknya untuk menciptakan kehidupan pernikahan yang bahagia.
Keintiman adalah kedekatan yang dirasakan oleh dua orang dan kekuatan dari
ikatan yang menahan mereka bersama. Pasangan yang memiliki derajat keintiman yang
tinggi: memperdulikan kesejahteraan dan kebahagiaan satu sama lain dan mereka saling
menghargai, menyukai, bergantung dan memahami satu sama lain, (Sternberg dalam
Baron & Byrne, 2005). Dari hasil penelitian yang dilakukan White, et, al, (dalam
Mulyani 2010) terdapat faktor yang mempengaruhi intimasi, yaitu :
1. Orientasi hubungan.
Setiap pasangan sadar akan perannya masing-masing di dalam kehidupan
pernikahan. Sehingga masing-masing pasangan tersebut mengetahui apa yang menjadi
tugas dan kewajiban mereka dalam menjalankan peran sebagai pasangan suami istri
2. Komunikasi.
Komunikasi merupakan pesan yang disampaikan baik secara verbal maupun non
verbal. Saling bertukar pikiran, perasaan, keyakinan, fantasi, angan-angan, minat, tujuan
6
pasangan. Kalau semuanya bisa terlaksana dengan baik, maka pasangan biasanya akan
merasa intim.
3. Perhatian.
Perhatian merupakan suatu sikap atau perasaan yang dimiliki seseorang untuk
orang lain dimana biasanya hal tersebut berasal dari kekuatan perasaan yang positif
terhadap orang lain tersebut. Karakteristik perhatian pada keintiman bisa terjadi hanya
ketika dua orang saling berinteraksi.
4. Komitmen.
Komitmen membutuhkan peran kedua pasangan untuk saling bekerja dengan
sukarela dalam membangun keintiman di antara mereka baik dalam susah maupun
senang dan menghargai perjanjian yang telah disepakati.
5. Seksualitas.
Seksualitas merupakan kualitas hubungan seks atau hubungan intim yang
dilakukan oleh pasangan suami istri. Seks yang berkualitas dapat meningkatkan
keintiman yang telah ada. Artinya, pasangan yang awalnya sudah intim, apabila
menikmati hubungan seks yang baik, maka mereka menjadi lebih intim lagi.
Intimacy dapat diukur menggunakan skala intimacy berdasarkan aspek-aspek
intimacy menurut Maria & Orlofsky (dalam Rickey & Herbert 2010) yaitu komitmen,
komunikasi, kepedulian dan afeksi, pemahaman sifat pasangan, perspectif talking,
wewenang dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat pribadi, penghormatan
terhadap integritas, dan kemandirian.
Hubungan Jarak Jauh
Arus globalisasi yang berkembang saat ini, dimana teknologi komunikasi
7
terjadinya hubungan jarak jauh. Fenomena hubungan jarak jauhmengalami peningkatan
pesat.Menurut Hampton (dalam Ratna Dyah, 2016), pengertian hubungan jarak jauh
atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan
dipisahkan oleh jarak fisik yang tidakmemungkinkan adanya kedekatan fisik untuk
periode waktu tertentu.
Dalam menjalani hubungan jarak jauh, pasangan tidak selalu dapat bertemu dan
melakukan kontak fisik sesering yang individu inginkan, sehingga menyebabkan
individu jarang melalukan aktivitas bersama-sama, dan jarang dapat mengungkapkan
ekspresi non-verbal. Rasa setia terhadap pasangan menjadi lebih sulit untuk
diungkapkan, dimana individu tidak bisa melihat pasangan secara fisik dan tidak tahu
keseharian pasangannya. Sulitnya pasangan untuk bertemu ketika saling membutuhkan,
dapat mempengaruhi hubungan pasangan dan mengakibatkan pasangan sulit untuk
saling mempertahankan hubungan.
Suami istri dalam hubungannya saling mengungkapkan sisi atau hal yang
pribadi yang terdapat dari dirinya. Ranah pribadi yang tidak diketahui orang lain namun
diketahui oleh pasangannya. Konteks hubungan yang terbina ini yang dikenal dengan
hubungan pribadi. Hubungan pribadi antara dua individu tidak hanya terjalin secara
berdekatan namun juga berjauhan yang dikenal dengan hubungan jarak jauh. Hubungan
jarak jauh atau long-distance relationship (LDR) dijalani beberapa orang karena alasan
seperti pekerjaan, mengejar karir atau pendidikan, dinas militer, penahanan, pembatasan
imigrasi dan kewajiban dari keluarga orangtua.
Keintiman dalam hubungan jarak jauh dapat membuat seseorang merasa lebih
terikat dengan pasangan, sehingga pasangan tidak dengan mudah mengakhiri hubungan,
8
tidak langsung dapat menandakan seberapa besar usaha mereka untuk menjaga
hubungan tersebut meski banyak masalah yang mungkin muncul.
Dalam penelitian Chrisman (dalam Irawati 2015) mengungkapkan beberapa
aspek keintiman berdasarkan skala MSIS milik Miller dan Lefcourt (1982) yaitu
pengungkapan diri kepada pasangan, pengungkapan perasaan, menghabiskan waktu
bersama-sama, menujukkan rasa sayang, menunjukkan dukungan dan perasaan
kedekatan dengan pasangan.
Yudistriana, Basuki & Harsanti (2010) mengatakan bahwa masalah yang
dihadapi pada pasangan jarak jauh adalah pemenuhan kebutuhan akan keintiman. Hal
ini terjadi karena pasangan membutuhkan kebersamaan dengan pasangannya untuk
menjadi teman membangun hidup sehari-hari. Kauffman (2000), mengatakan bahwa
kebersamaan dengan pasangan berpengaruh pada keintiman individu dengan
pasangannya. Untuk pasangan jarak jauh hal ini sulit dipenuhi karena frekuensi
pertemuan dengan pasangan sangat jarang.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Titi Setiani (2012) menunjukkan
bahwa adanya hubungan komunikasi yang intens atau sering dapat meningkatkan
keintiman pada pasangan jarak jauh. Komunikasi tersebut dilakukan untuk
meminimalisir adanya permasalahan yang terjadi, sehingga seringnya komunikasi
berdampak baik pada keintiman antar pasangan. Konflik dalam suatu hubungan tidak
selalu dihindari, karena ketika konflik dapat diselesaikan dan dikelola dengan baik, hal
itu juga dapat meningkatkan keintiman. Untuk meningkatkan keintiman, upaya yang
bervariasi dalam menjaga hubungan dapat dilakukan.
Namun penelitian Castillo (2013) mengatakan bahwa pasangan jarak jauh
9
Pasangan yang terpisah oleh jarak memiliki frekuensi yang sangat kurang untuk saling
bertatap muka dan intensitas berkomunikasi yang lebih rendah dibandingkan pasangan
biasa, namun interaksi komunikasi dan timbal balik yang terjadi pada pasangan tersebut
lebih dalam. Berbeda dengan hasil penelitian oleh Horn dan kawan-kawan (dalam
Irawati 2015) yang mengatakan bahwa pasangan jarak jauh cenderung kurang
bersahabat, kurang terbuka dan memiliki kepuasan yang lebih rendah dibandingkan
dengan pasangan biasa. Pasangan jarak jauh lebih banyak menggunakan media
komunikasi seperti telepon, chatting, pesan singkat dan e-mail. Hasil penelitian ini juga
menjelaskan bahwa pasangan jarak jauh harus berusaha lebih keras untuk
mengkomunikasikan rasa sayang untuk memiliki keintiman dengan pasangannya. Pada
hubungan jarak jauh ditemukan bahwa pasangan jarak jauh merasa lebih intim dengan
pasangannya, karena mereka saling terbuka pada pasangan dan mampu mengidealkan
perilaku pasangan sesuai yang diharapkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui lebih dalam
tentang intimacy pada pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh beda kota atau
beda negara. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Untuk
pengujian keabsahan data, penguji menggunakan triangulasi sumber data dengan
menggunakan orang terdekat sebagai informan yang merupakan orang terdekat dengan
partisipan. Selain itu peneliti juga menggunakan member check dengan partisipan
penelitian untuk memastikan kesesuaian data yang diperoleh dengan data yang
diberikan oleh sumber informasi menanyakan kembali ke partisipan dalam jangka
10
Partisipan Penelitian
Penelitian ini melibatkan tiga orang subjek yang merupakan pasangan yang
sedang menjalani hubungan jarak jauh beda kota maupun beda negara dengan intensitas
pertemuan 2 minggu sekali sampai 2 tahun sekali dengan pasangannya dan memiliki
usia pernikahan minimal 3 tahun serta usia subjek minimal 25 tahun.
Partisipan Pertama (P1) bernama Kristiono yang berusia 48 tahun. Istrinya bernama Sofia berusia 41 tahun dan bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hongkong.
Usia pernikahan partisipan sudah 8 tahun menikah. Pasangan ini belum mempunyaianak
tetapi sang suami mempunyai satu anak laki-laki dari pernikahannya yang pertama.
Sang istri sudah sekitar 10 tahun bekerja di Hongkong. Jadi sebelum menikah sang istri
sudah di Hongkong dan perkenalan mereka dilakukan melalui media sosial. Istri
biasanya kembali ke Indonesia setiap 2 tahun sekali, kadang kalau mendapatkan cuti
bekerja 1 tahun sekali bisa kembali kerumah. Hubungan mereka setiap hari dilakukan
melalui Whatsapp. Mereka sering chatting dan video call saat ada waktu luang. Saat
istri pulang ke rumah, biasanya mereka menghabiskan waktu berdua dengan cara
bepergian berdua, makan diluar, bekerja bersama membersihkan rumah berdua dan
berbelanja kebutuhan rumah berdua. Menurut Partisipan, komunikasi sangat penting
dalam menjalani hubungan jarak jauh, walaupun terkadang terjadi kesalah pahaman
antara partisipan dengan pasangannya tetapi semua permasalahan bisa teratasi karena
antara partisipan dan istrinya sudah saling mengetahui watak dan karakter
masing-masing. Jadi waktu mereka bertengkar, salah satu dari mereka mengalah untuk menjaga
supaya hubungan tetap terjaga dengan baik.
Partisipan dan istri selalu terbuka dan bercerita tentang masalah yang
11
Mereka saling mendukung dalam berbagai hal, contohnya saat istri sedang sakit
partisipan memberikan saran untuk minum obat, memberikan ucapan selamat pagi dan
mengirim ayat Alkitab setiap pagi. Mereka terbuka dalam beberapa hal, tetapi ada yang
partisipan rahasiakan dari istri yaitu tentang masalah keuangan dan kepemilikan akun
facebooknya. Partisipan juga selalu membicarakan masalahnya dan istri selalu terlibat
dalam pengambilan keputusan suami. Karena istri yang mempunyai watak yang mudah
marah, pecemburu, dan mudah tersinggung, partisipan selalu memahami karakter
kepribadian istri dengan berpamitan kalau mau pergi dan menceritakan kegiatan
partisipan. Saat salah satu dari mereka merasa sedih, pasangan selalu mendukung dan
memberikan semangat serta motivasi. Partisipan lebih ekspresif dalam menyampaikan
beberapa hal.
Partisipan Kedua (P2) bernama Harmoko Ade yang berusia 31 tahun. Partisipan mempunyai istri yang bernama Putri dengan usia 26 tahun. Usia pernikahan
mereka baru 3,5 tahun jadi bisa dibilang mereka masih pasangan pengantin baru. Bapak
Harmoko bekerja di Pati dan memiliki sebuah toko, sedangkan istrinya bekerja di Solo
menjadi penyuluh di dinas pertanian dan peternakan. Setiap 2 minggu sekali istrinya
kembali ke Pati, terkadang juga 1 minggu sekali. Setiap mereka bertemu, pak Harmoko
dan istri menghabiskan waktu berdua. Karena pasangan ini terbilang masih muda,
mereka sering menghabiskan waktu berdua dengan jalan-jalan berdua di tempat wisata,
makan berdua dan juga terkadang menjaga toko berdua. Banyak hal yang sering mereka
bicarakan dan mereka juga sering bercerita tentang pekerjaannya, pergaulannya
ditempat kerja, suasana ditempat kerja dan aktivitas sehari-hari yang sering dilakukan.
Tetapi partisipan mengaku menutupi bisnis barunya dan kondisi kesehatannya dari
12
yang di lakukannya karena terkadang belum mendapatkan hasil yang maksimal.
Partisipan juga mengaku sering tidak membicarakan kondisinya ketika partisipan
merasa sakit. Hal ini dikarenakan partisipan tidak ingin membuat istrinya khawatir
dengan keadaannya.
Untuk menjaga hubungan dengan istrinya, partisipan sering memberi kabar di
setiap aktivitasnya, berkomunikasi sesering mungkin dan meluangkan waktu untuk
bertemu. Menurut partisipan, istrinya kurang pengertian. Setiap ada permasalahan,
partisipan lebih sering mengalah. Istri partisipan seorang yang mudah tersinggung. Jadi
terkadang partisipan harus mengalah untuk menjaga hubungannya supaya tetap
harmonis. Biasanya kalau istrinya sedang marah, partisipan menghibur istri dengan
mengajak bercanda, menanyakan sebab kemarahan istri dan mengajak pergi supaya
istrinya tidak marah lagi. Menurut partisipan, dampak pertengkaran dengan istri
membuat hubungannya menjadi renggang dan dingin serta terkadang istri bersikap
cuek. Tetapi selain itu, istri partisipan seseorang yang baik dan taat beribadah. Mereka
sering berdoa bersama, membaca renungan bersama kalau sedang bertemu. Setiap
pulang ke rumah sang istri memasakkan masakan kesukaannya, dan saat sedang
berjauhan istri partisipan sering mengingatkannya untuk makan dan menjaga kesehatan.
Sang istri sering mengingatkan partisipan untuk berdoa saat partisipan sedang merasa
sedih dan mempunyai masalah.
Partisipan Ketiga (P3) bernama Yohanawati dengan usia 27 tahun dan bekerja sebagai perawat rumah sakit. Suaminya bernama Tri Sutrisno umur 30 tahun
mempunyai pekerjaan sebagai pelayar dan usia pernikahan mereka 4 tahun. Mereka
bertemu setiap satu tahun sekali saat sang suami pulang kerumah. Suami partisipan
13
bulan itu merayakan natal dan sering terjadi angin besar sehingga kapal sering sandar.
Mereka sering menghabiskan waktu berdua dengan jalan-jalan, berbincang di rumah
menceritakan tentang pekerjaan, menghabiskan waktu dengan keluarga. Biasanya
partisipan membangunkan suaminya dengan menelfon dan setiap harinya menggunakan
SMS karena di laut jarang ada sinyal. Kalau sedang bersandar dipulau dan sinyal lagi
bagus, partisipan juga video call. Saat suami partisipan pulang, partisipan sering
mengambil cuti kerja untuk menemani suami dirumah. Partisipan sering bercerita
tentang pekerjaannya, kehidupan sehari-hari, masalah pribadi dengan teman dan
keluarganya begitupun dengan sang suami. Suami partisipan sering menceritakan
tentang pekerjaannya, masalah pribadi dengan keluarga sang suami, keuangan dan
hubungan mereka tentang bagaimana rencana masa depan mereka selanjutnya.
Partisipan menunjukkan sayangnya dengan memberikan perhatian kepada
suaminya, memasakkan makanan kesukaannya, menonton film bersama, menghibur
saat suami sedang sedih dan membantu memberikan solusi ke suami tentang masalah
yang dihadapi.menurut partisipan, hubungannya dengan suami sangat dekat walaupun
LDR karena menurutnya mereka masih bisa berkomunikasi dengan baik lewat telfon,
dan itu sama sekali tidak mengurangi rasa sayangnya. Biasanya kalau suami sedang
tidak bahagia, partisipan mengalah dulu dan membujuk suami supaya mau bercerita.
Setelah itu partisipan menanyakan kepada suami apa yang sebenarnya terjadi. Partisipan
juga memberikan solusi dan sering mengajak suami berdoa supaya merasa tenang.
Sedangkan kalau partisipan kurang bahagia, sang suami sering menghibur, mengajak
belanja dan menuruti kemauan partisipan. Efek negatif yang terjadi saat mereka sedang
bertengkar adalah hubungan menjadi dingin dan cuek. Beberapa hari tidak komunikasi
14
suaminya sekitar satu sampai dua hari dan setelah mereka ada yang mengalah salah
satu, hubungan kembali membaik kembali. Suami partisipan seorang yang romantis.
Partisipan sering mendapatkan kejutan berupa hadiah dan bunga sebagai bentuk
sayangnya sang suami kepada partisipan.
Analisis
Proses analisis data dimulai dengan pengetikan transkrip wawancara melalui
mendengarkan hasil rekaman lalu mengetik verbatim wawancara kata per kata.Setelah
itu dikelompokkan menjadi tema-tema khusus yang berkaitan dengan aspek atau
variabel di dalam penelitian. Peneliti lalu mengelompokkan data berdasarkan tema dan
membandingkan partisipan pertama, kedua, dan ketiga.
HASIL
Hasil wawancara yang telah diberi tema menghasilkan beberapa data yang
sesuai dengan aspek intimacy menurut Maria & Orlofsky (dalam Rickey & Herbert
2010) yaitu: komitmen, komunikasi, kepedulian dan afeksi, pemahaman sifat pasangan,
perspectif talking, wewenang dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat
pribadi, penghormatan terhadap integritas, dan kemandirian.Serta terdapat tema
tambahan sebagai subjek yang berjauhan dengan pasangannya, yaitu kejujuran.
Komitmen
Deskripsi dalam tabel antara ketiga partisipan, yaitu:
15
Ketiga partisipan sama-sama berkomitmen untuk melakukan hal-hal bersama
atau berdua saja saat pasangan mereka yang bekerja di luar kota bahkan luar negeri
untuk menghabiskan masa cuti mereka di rumah. Jawaban P1, P2 dan P3 hampir sama,
yaitu mereka sebisa mungkin mengabiskan waktu luang berdua dengan pasangan.
“ya karena banyak waktu biasanya kami dengan pasangan biasanya kami jalan-jalan
meninjau tempat pariwisata, diajak makan diluar, dan bekerja bersama dirumah,
bersih-bersih biasanya seperti itu.”
Reaksi yang hampir sama ditunjukkan oleh P2 dimana dia selalu menghabiskan
waktu berdua dengan pasangannya.
“ya tergantung. Yang sering kita cuma pergi berdua aja. Maklum lah mbak kita
meluapkan kekangenan kita satu sama lain. Kalau ada orang lain kan kita merasa
terganggu kan ya. Ya bukannya kita tidak mau hidup bersosial tapi kan kita juga butuh
waktu berdua. Bahasa gaulnya ya quality time ya mbak.”
Kegiatan serupa juga dilakukan oleh P3 dimana dia selalu berusaha pergi berdua
saat pasangan mendapatkan cuti dari pekerjaannya.
“.... Jadi kalau suamiku pulang, dari berlayar itukan 1 tahun, itu nanti satu bulan
dirumah, nanti saya diajak jalan-jalan.Itu tu udah kebiasaan masa lalu sekarang
sampai sekarang saya lakukan, suami saya lakukan.hanya sekedar jalan-jalan berdua,
makan berdua dengan suami, menghabiskan waktu berdua, ngobrol dipagi hari hanya
sekedar menceritakan pekerjaan-pekerjaan dia disana,....”
P1, P2 dan P3 selalu berkomitmen untuk menghabiskan waktu cuti pasangan
untuk melakukan hal-hal berdua ataupun dengan keluarga mereka. Sebagai contoh P1,
16
P1 dan sangat diperlukan untuk menghindari salah paham.
“itu sangat penting sekali ya. Menjalin hubungan maupun komunikasi dengan istri itu
sangat penting dan sangat diperlukan.”
Tidak jauh berbeda dari P1, P2 pun menganggap komunikasi adalah hal yang
penting dalam hubungannya dengan pasangan. Bahkan P2 sudah menganggap pasangan
sebagai pengganti orang tuanya.
“wah kalau itu ya sangat penting mbak. Dia itu teman dalam hidup saya. Susah duka ya
sama dia. Dia kan juga pengganti orang tua saya kan.”
Hal yang sama juga dikemukakan oleh P3, terjadi pada P3 bahwa
komunikasidalam hubungan jarak jauh itu sangat penting.
“…perasaan takut sih pasti ada, dimana kepala keluarga sudah pergi sosok laki-laki
yang melindungi dan mengayomi keluarga tiba-tiba sudah tidak ada lagi.”
Ketiga partisipan yaitu P1, P2, dan P3 memiliki perasaan yang hamper bahwa
komunikasi itu penting dalam hubungan jarak jauh yang mereka jalani dengan pasangan
17
Dalam hal kemandirian, P1 masih bergantung pada pasangan, sebagai contoh
saat mengambil keputusan-keputusan, P1 selalu minta pertimbangan pasangannya.
“iya karena pengalaman dulu. Keputusan saya sendiri yang buat akhirnya bisa menjadi
masalah.jadi saya cerita ada masalah ini, nanti dia kasih solusinya dan ngasih
pertimbangan juga.”
Sementara untuk P2, ada hal-hal yang bisa diputuskan sendiri tanpa harus
berkonsultasi dengan pasangan, dengan alasan agar tidak membenani pasangan.
“kalau masalah itu tu biasanya yang saya rahasiakan itu soal bisnis, kalau bisnis itu
dijelaskan ke istri saya dia kurang begitu mengerti…”.
Sama halnya dengan P2, ada beberapa hal yang P3 putuskan sendiri tanpa
berkonsultasi dengan suaminya.
“biasanya itu kalau masalah keluarga saya. Keluarga inti saya.Bapak ibu saya.
Kadang kalau saya mau cerita sama suami saya itu sungkan soalnya kan masalah
18
Dari ketiga partisipan, P1 bergantung dengan pasangan dalam mengambil
keputusan sedangkan untuk P2 dan P3 dalam beberapa hal sebisa mungkin mengambil
keputusan sendiri tanpa melibatkan pasangan.
Kepedulian dan afeksi yang ditunjukkan P1 terhadap pasangannya terlihat dari
apa yang dilakukan P1 bagi pasangannya, meskipun hal tersebut dilakukannya melalui
pesan singkat.
“biasanya tiap pagi saya kirim ayat-ayat Firman Tuhan, ngucapin selamat pagi.
Kemari waktu ulang taun pernikahan juga mengucapkan buat istri. Istri ulang tahun ya
saya ucapkan.Kalau sakit suami hanya bisa mendoakan karena emang jaraknya jauh
paling memberi saran ada obat tidak.Paling seperti itu aja.”
Sedangkan pada P2, kepedulian dan afeksi ditunjukkan dengan cara berusaha
saling menceritakan masalah apa saja yang dialaminya meskipun P2 menyembunyikan
masalah pekerjaannnya.
“kalau itu ya sesering mungkin ngabari aktivitas saya. Kalau mau pergi juga tak
kabari, komunikasi harus dijaga, sesering mungkin ya kalau bisa harus di jaga lah
19
Selanjutnya pada P3, afeksi dan kepedulian ditunjukkan dengan tidak
menceritakan masalah-masalah berat yang sedang dihadapi.
” iya. Saya takut membebani dia. Soalnya kan dia jauh. saya takutnya dia itu kepikiran
terus mengganggu pekerjaan dia.”
Dari semua partisipan baik P1, P2, dan P3 sama-sama memiliki kepedulian dan
afeksi yang tinggi terhadap pasangan masing-masing. Hal ini sangat bermanfaat dalam
hubungan jarak jauh yang mereka jalani.
Pemahaman sifat pasangan
Cara P1 dalam memahami perasaan dari pasangannya adalah lewat kebiasaan.
“.... kok tiba-tiba nggak ada telpon, nggak ada sms, saya mulai tahu. Oh istri saya
begini itu berarti dia tersinggung dengan kata-kataku.”
Sedangkan pada P2, cara memahami perasaan pasangannya dengan berusaha
mengerti.
“....Jadi kalau ada apa-apa, dia lagi marah, dia lagi ngambek itu saya yang membujuk
dia mbak....”
Selanjutnya pada P3, pemahaman sifat pasangan ditunjukkan dengan
memberikan perhatian kepada pasangan.
“....saya Cuma bisa memperhatikan, menjalin hubungan supayadia tidak selingkuh.
20
Dari semua partisipan baik P1, P2, dan P3 sama-sama berusaha memahami
perasaan pasangan dengan cara yang berbeda-beda namun bertujuan sama.
Perspectif Taking
Bagi partisipan P1, cara dia berempati dengan perasaan pasangannya yang
sedang bekerja di tempat yang jauh dengan mengirimkan pesan berisi nasehat, dan
selalu berusaha mengerti saat pasangan sedang ada masalah.
“ya biasanya, saya telpon, saya kasih nasehat, kasih masukan. saya tanya ada apa lalu
saya kasih nasehat. Pokoknya dari saya juga ada perhatian sama istri disaat-saat istri
tidak bahagia.”
Sedangkan pada P2, cara partisipan berempati dengan pasangannya dengan
memberikan nasehat dan perhatian saat pasangannya dalam kondisi tidak bahagia.
“...Jadi kalau ada apa-apa, dia lagi marah, dia lagi ngambek itu saya yang membujuk
dia mbak...”
Selanjutnya pada P3, partisipan berempati terhadap pasangannya dengan cara
sudah memahami pasangannya sejak pacaran dan mengerti apa saja yang disukai dan
tidak disukai pasangannya.
“...Saya sudah tau apa yang dia suka, apa yang dia tidak suka. Waktu dia marah
gimana. Ya sebisa mungkin saya sabar, ibarate wong jowo ya nglendeh sek. Terus nanti
21
Dari semua partisipan baik P1, P2, dan P3 sama-sama memberikan rasa empati
mereka terhadap pasangan mereka dengan cara memperhatikan, memberikan nasehat
kepada pasangan saat pasangan sedang dalam kondisi tidak bahagia atau sedang dalam
masalah.
Dampak negatif dari perselisihan bagi P1 adalah komunikasi menjadi terputus
untuk beberapa waktu.
“...kok tiba-tiba nggak ada telpon, nggak ada sms, saya mulai tahu. Oh istri saya begini
itu berarti dia tersinggung dengan kata-kataku.”
Sedangkan pada P2, dampak negatif dari perselihan yang terjadi adalah
komunikasi terputus dan hubungan menjadi renggang.
“...ya dimana-mana orang yang lagi berantem itu digin, kadang cuek, hubungannya
kayak renggang gitu....”
Selanjutnya pada P3, akibat yang ditimbulkan hampir sama dengan P2.
“dampaknya kalau lagi bermasalah itu dia menjadi cuek, dingin, dia itu tidak pernah
marah. tapi kalau sudah marah dia marahnya berhari-hari.”
Dari semua partisipan baik P1, P2, dan P3 sama-sama merasakan akibat saat
22
Partisipan P1 sangat menghormati terhadap integritas dalam perkawinanya. Hal
ini terlihat dari P1 yang mempercayai pasangannya meskipun pasangannya tinggal di
luar negeri.
“istri juga percaya dengan saya. Pokoknya komitmen kita saling mempercaya.”
Selanjutnya pada partisipan P2 juga mengalami hal yang sama. P2 bisa
mempercayai pasangannya begitu pula sebaliknya.
“kalau pasangan saya itu percaya banget mbak dengan saya. Seperti saya, saya juga
percaya banget dengan dia.”
Kemudian pada P3, partisipan orang yang kurang menghormati terhadap
integritas. Hal ini terlihat dari usahausaha yang dilakukannya agar suaminya tetap
menjadi suaminya dan tidak selingkuh..
“....saya Cuma bisa memperhatikan, menjalin hubungan supayadia tidak selingkuh.
Jadi saya harus perhatian sama dia. Soalnya saya itu was-was kan. LDR kan. Saya itu
orangnya overprotektif.Apa lagi melihat berita-berita di TV ya. Yang dekat aja bisa
selingkuh, apa lagi yang jauh kayak saya.”
Dari semua partisipan P1 dan P2 sama-sama mempercayai pasangannya.
23
PEMBAHASAN
Ketiga partisipan merasa bahwa berhubungan jarak jauh itu terkadang sulit. Ada
banyak kendala dalam menjalaninya. Sebagai contoh saat ingin menghubungi pasangan,
ternyata signal HP tidak begitu bagus, sehingga pasangan tidak dapat dihubungi ataupun
sebaliknya. Ketiga partisipan dalam komitmensebagai dampak hubungan jarak jauh yang mereka jalani tidak ada perbedaan pada P1 dengan P2 dan P3.semua partisipan
selalu meluangkan waktu berdua saat menghabiskan waktu cuti pasangan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari David & Ferguson dalam Handayani
(2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keintiman antara lain : rasa aman,
komitmen, menerima pasangan tanpa syarat dan masa lalu yang bahagia. Sedih juga
dapat dialami pada saat individu mengalami suatu situasi buruk bagi dirinya dan situasi
tersebut tidak dapat berubah atau diganti (Strongman dalam Setyowati R, 2012).
Komitmen membutuhkan peran kedua pasangan untuk saling bekerja dengan sukarela
dalam membangun keintiman di antara mereka baik dalam susah maupun senang dan
menghargai perjanjian yang telah disepakati (White, et, al, dalam Mulyani (2010).
Ketiga partisipan, baik P1, P2, dan P3 semua berkomitmen untuk menggunakan
waktu cuti pasangan melakukan hal-hal berdua. Seperti misalnya jalan-jalan berdua,
makan berdua bahkan melakukan pekerjaan ruamh tangga pun dilakukan berdua.
Berkaitan dengan komunikasi, P1 P2 dan P3 sependapat bahwa komunikasi dalam hubungan jarak jauh itu sangat penting dan berguna untuk menghindari salah
paham dan mengungkapkan rasa sayang. Namun begitu, masih saja ada hal-hal yang
membuat salah paham, seperti misalnya kendala signal yang hilang sehingga sulit
24
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan White, et, al, dalam
Mulyani (2010), terdapat faktor yang mempengaruhi intimasi, yaitu : orientasi
hubungan, komunikasi, perhatian, komitmen, seksualitas. Seperti yang diketahui bahwa
komunikasi dalam menjalani hubungan itu sangat penting.
Kemudian dalam hal kemandirian, P1 kurang mandiri jika dilihat dalam hal mengambil keputusan, hal ini disebabkan P1 pernah salah mengambil keputusan
sehingga sekarang dalam mengambil keputusan lebih banyak mengandalkan
pasangannya. Sedangkan untuk P2 dan P3, dalam beberapa hal bisa mengambil
keputusan sendiri dan tidak bergantung pada pasangan. Hal ini agak berbeda dari
pendapat yang dikemukakan oleh Rathus, Nevid dan Rathus dalam Irawati (2015)
bahwa keintiman itu berbicara mengenai kedekatan dan keterhubungan secara sosial
emosional serta adanya keinginan untuk berbagi pikiran dan perasaan satu sama lain.
Selanjutnya mengenai kepedulian dan afeksi, karena hubungan yang dijalani merupakan hubungan jarak jauh, maka P1, P2 dan P3 lebih banyak menunjukkan
perhatiannya lewat pesan singkat. Hal ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh
Titi Setiani (2012) bahwa adanya hubungan komunikasi yang intens atau sering dapat
meningkatkan keintiman pada pasangan jarak jauh.
Selanjutnya dalam hal memahami sifat pasangan, P1, P2 dan P3 mempunyai cara sendiri. Seperti pada P1 yang berusaha memahami melalui kebiasaan pasangannya
saat marah. Sedangkan pada P2 berusaha mengerti dan mengalah saat pasangannya
marah. Berbeda halnya dengan P3 yang berusaha memberikan perhatian yang lebih
kepada pasangannya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (White, et,
al, dalam Mulyani 2010) yang menyatakan bahwa perhatian merupakan suatu sikap atau
25
dari kekuatan perasaan yang positif terhadap orang lain tersebut. Karakteristik perhatian
pada keintiman bisa terjadi hanya ketika dua orang saling berinteraksi.
Setiap partisipan memiliki cara yang hampir sama dalam memberikan empatinya terhadap pasanganya, yaitu dengan cara bertanya dan memberikan nasehat-nasehat pada pasangannya meskipun hanya melalui sms. Hal ini sesuai dengan
penelitian(David & Ferguson dalam Handayani, 2006)ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keintiman antara lain : rasa aman, komitmen, menerima pasangan tanpa
syarat dan masa lalu yang bahagia.
Dari semua partisipan, baik P1, P2 dan P3, semuanya memahami dampak negatif dari perselisihan yang terjadi antara mereka dengan pasangan. Hubungan komunikasi menjadi terputus dan menjadi renggang. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Horn dan kawan-kawan (dalam Irawati (2015) yang mengatakan
bahwa pasangan jarak jauh cenderung kurang bersahabat, kurang terbuka dan memiliki
kepuasan yang lebih rendah dibandingkan dengan pasangan biasa.
Selanjutnya aspek penghormatan terhadap integritas, P1 dan P2 sangat menghormati terhadap integritas sedangkan P2 kurang menghormati integritas. Hal ini
sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh (Sternberg dalam Handini, 2015), yang menyatakan bahwa intimasi merupakan aspek emosi yang menyebabkan munculnya
sebuah hubungan yang hangat dan saling percaya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Intimacy dapat diukur menggunakan skala
intimacy berdasarkan aspek-aspek intimacy menurut Maria & Orlofsky dalam Rickey &
Herbert (2010) yaitu komitmen, komunikasi, kepedulian dan afeksi, pemahaman sifat
pasangan, perspectif talking, wewenang dan pengambilan keputusan, mempertahankan
26
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Selanjutnya ada aspek lainnya
mendukung terjadinya hubungan jarak jauh antara suami istri yang tidak diungkap
dalam Maria & Orlofsky dalam Rickey & Herbert (2010) yaitu aspek kejujuran. Hal ini
terungkap saat wawancara terjadi. Pada P1, P2 dan P3 ada hal yang ditutupi, yaitu: P1
menutupi bahwa P1 mempunyai akun facebook dan sering menggunakan akun tersebut
serta sering tidak jujur masalah keuangan, P2 menutupi usahanya sedangkan pada P3
kondisi keluarga besarnya. Mungkin hal ini yang menyebabkan adanya pertengkaran di
antara mereka meskipun frekuensinya tidak sering. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Bloom & Bloom dalam Irawati (2015), yaitu ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi keintiman dalam sebuah hubungan yaitu perasaan aman
secara emosional, tidak adanya pengabaian suatu hal, tanggung jawab, keinginan untuk
berbagi, tidak ada gangguan, seks, kejujuran, kontak fisik, kehadiran dan adanya rasa
syukur.
Setiap partisipan mempunyai cara yang berbeda dalam menjaga keintiman
mereka. Usia pernikahan partisipan baik yang 8 tahun, 3,5 tahun ataupun yang 4 tahun
mereka semua mempunyai kedekatan yang baik yang selalu diwujudkan lewat
perhatian dan kasih sayang mereka. Keintiman mereka sangat tinggi baik yang
mempunyai usia pernikahan 3,5 tahun sampai usia pernikahan 8 tahun. Hal ini
dikarenakan setiap pasangan memahami karakter dan sifat pasangannya masing-masing,
dan mereka mampu memposisikan diri untuk pasangannya dan mampu menyelesaikan
masalah yang ada. Mereka juga mampu menjaga komunikasi dengan baik, mempunyai
komitmen yang tinggi dengan pasangan untuk selalu bersama saat bertemu dan
memberikan perhatian, dukungan, semangat, doa saat sedang menjalani hubungan jarak
27
KESIMPULAN
Intimacy pada pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh menunjukkan
gambaran sebagai berikut: P1, P2 dan P3 selalu berkomitmen untuk menghabiskan
waktu cuti kerjanya untuk melakukan hal-hal berdua dengan pasangan ataupun dengan
keluarga dengan berjalan-jalan ataupun melakukan pekerjaan rumah bersama.
Sedangkan dalam hal komunikasi, P1, P2 dan P3 berpendapat bahwa komunikasi dalam
hubungan jarak jauh sangat penting dan berguna untuk menghindari salah paham dan
sebagai bentuk ungkapan rasa sayang. Dalam hal kemandirian, P1 kurang mandiri
jika dilihat dalam pengambilan keputusan sedangkan P2 dan P3 dalam beberapa hal bisa
mengambil keputusan sendiri dan tidak bergantung pada pasangan. Dalam hal
kepedulian dan afeksi, P1, P2 dan P3 sama-sama menunjukkan perhatiannya lewat
pesan singkat. Mereka juga mempunyai cara sendiri untuk memahami sifat
pasangannya. P1 berusaha memahami melalui kebiasaan pasangannya saat marah.
Sedangkan pada P2 berusaha mengerti dan mengalah saat pasangannya marah dan P3
yang berusaha memberikan perhatian yang lebih kepada pasangannya. Tetapi semua
partisipan mempunyai cara yang hampir sama dalam memberikan rasa empatinya
terhadap pasangan yaitu dengan cara bertanya dan memberikan nasehat pada pasangan
melalui pesan singkat.
Setiap pasangan juga memahami dampak negatif dari perselisihan yang terjadi
yaitu hubungan komunikasi menjadi terputus dan hubungan menjadi renggan dan
dingin. Dalam hal penghormatan terhadap integritas, P1 dan P2 sangat menghormati
integritas sedangkan P3 kurang menghormati integritas.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa intimcy tiap pasangan tinggi, karena
28
supaya mereka tetap dekat dan bahagia walaupun menjalani hubungan jarak jauh
dengan pasangannya. Dalam hubungan pernikahannya, pasangan yang memiliki derajat
keintiman yang tinggi mereka saling memperdulikan kesejahteraan dan kebahagiaan
satu sama lain dan mereka saling menghargai, menyukai, bergantung dan memahami
satu sama lain, (Sternberg dalam Baron & Byrne, 2004).Sternberg dalam Handini
(2015), mengatakan bahwa intimasi merupakan aspek emosi yang menyebabkan
munculnya sebuah hubungan yang hangat dan saling percaya sehingga pasangan dapat
saling bertukar pikiran dan berbagi perasaan secara lebih dekat sehingga mempunyai
keputusan untuk menghabiskan waktu bersama.
SARAN PENELITIAN
Melalui penelitian ini diharapkan bagi partisipan untuk tetap menjaga kedekatan
mereka dalam menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangan. Diharapkan juga bagi
mereka untuk bisa saling terbuka dengan pasangan tentang masalah pribadinya dan
dapat menjaga kepercayaan yang diberikan pasangannya. Dan setiap pasangan
diharapkan untuk dewasa dan bijak dalam menghadapi permasalahan karena hubungan
jarak jauh rentan terhadap masalah sepele yang dibesar-besarkan. Bagi peneliti
selanjutnya untuk lebih mendetail karena setiap partisipan memunculkan semua aspek
29
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2010).Metodologi penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial (edisi 10). Alih Bahasa. Jakarta:
Feist, J., & Feist, G.J. (2007). Psikologi kepribadian buku 1 edisi 7. Jakarta: Erlangga
Handayani, U.R. (2006). Persepsi Terhadap Keintiman Pada Suami/Istri Di Usia Pernikahan Dua Tahun Pertama. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Handiri, A. (2015). Kelekatan Dan Intimasi Pada Dewasa Awal. Skripsi. Universitas Gunadarma
Hanny H ( 2015). Peran Intimacy dan Subjective Well Being Terhadap Keputusan untuk Berpisah Pada Padangan Yang menjalani Long Distance Relationship. Binus University dalam http://psychology.binus.ac.id/2015/09/26/peran-intimacy- dan-subjective-well-being-terhadap-keputusan-untuk-berpisah-pada-pasangan-yang-menjalani-long-distance-relationship/
Irawati, I (2015). Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga
Kauffman, M.H. (2000). Relational maintenance in long-distance dating relationships:
Staying close. Dalam:
https://pdfs.semanticscholar.org/2ba3/971208b1afc21df0269a70f19254bbe0a6b0. pdf
Mulyani, S. (2010) Persepsi terhadap keintiman pada dua tahun pertama pernikahan. dalam https://srimulyaninasution.wordpress.com/psikologi/persepsi-terhadap-keintiman-pada-dua-tahun-pertama-pernikahan/
Myers, D. G (2012). Psikologi sosial Buku 2 Edisi 10. Jakarta: Salemba Humanita
30
Santrock, J.W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup edisi kelima. Jakarta: Erlangga
Setiani, T (2012). Intimacy dalam hubungan romantis jarak jauh beda bangsa. FISIP. Universitas Brawijaya. Malang
Setyowati, R (2010). Keefektifan pelatihan ketrampilan regulasi emosi. Dalam: https://id.scribd.com/doc/312214256/REGULASI-EMOSI-pdf
Soegiyono.(2012). Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta