Perancangan dan Implementasi
Teleworker System
untuk Memaksimalkan
Remote Access
pada Jaringan WAN
Artikel Ilmiah
Peneliti :
Miftakhul Ainun Nawar (672007241) Wiwin Sulistyo, S.T., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Perancangan dan Implementasi
Teleworker System
untuk Memaksimalkan
Remote Access
pada Jaringan WAN
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
Peneliti :
Miftakhul Ainun Nawar (672007241) Wiwin Sulistyo, S.T., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Perancangan dan Implementasi
Teleworker System
Jl. P. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected]
Abstract
Integrated data communications nowadays has become a necessity for an institution or business enterprise, especially when an employee must work even if they're away from the office. Teleworker system is a good option, because to do remote access is needed an efficient communication or can utilize existing infrastructure, can be accessed anywhere and certainly safe. VPN is the right technology is used for teleworker system. With a VPN, employees who are outside will get such service in the local network. To facilitate the management of files used a file server and FTP server. The file server is used for storing files of each employee and the FTP server for file management services directly from a tablet or smartphone. Thus, the activity of this teleworker to be safe, because the system uses VPN technology to tunnel and encryption methods. The system was implemented in FTI SWCU Salatiga.
Keywords: Teleworker, Remote Access, VPN
Abstrak
Komunikasi data yang terintegrasi saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi sebuah institusi atau perusahaan bisnis, apalagi jika seorang pegawai harus bekerja walau sedang tidak berada di kantor. Teleworker system menjadi pilihan tepat, karena untuk melakukan akses jarak jauh maka dibutuhkan sebuah komunikasi yang efisien atau dapat memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, dapat diakses dimana saja dan tentunya aman. VPN adalah teknologi yang tepat digunakan untuk teleworker system. Dengan VPN, pegawai yang berada diluar akan mendapatkan layanan seperti di jaringan lokal. Untuk memudahkan pengelolaan file digunakan file server dan FTP server. File server digunakan untuk menyimpan file masing-masing pegawai dan FTP server untuk layanan pengelolaan file langsung dari tablet atau smartphone. Dengan demikian aktivitas teleworker ini menjadi aman, karena sistem ini menggunakan teknologi VPN dengan metode tunnel dan enkripsi. Sistem ini diterapkan di FTI UKSW Salatiga.
Kata kunci : Teleworker, Remote Access, VPN
1)
Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Satya Wacana
2)
1 Pendahuluan
Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang memiliki kondisi geografis yang mempunyai cakupan wilayah luas serta tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang besar menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan aliran listrik yang besar. Sehingga terjadi lonjakan aktivitas pemenuhan daya listrik yang harus disalurkan kepada setiap daerah di wilayah Kalimantan Barat oleh PT PLN (Persero) dan terdiri dari beberapa Gardu Induk yang bermanfaat menampung dan mendistribusikan aliran daya listrik bertegangan tinggi. Provinsi Kalimantan Barat memiliki lima Gardu Induk, yaitu GI Senggiring, GI Parit Baru, GI Sei Raya, GI Singkawang, GI Siantan. Gardu Induk tersebut memiliki cakupan wilayah tertentu, yaitu GI Senggiring meliputi wilayah Kota Pontianak serta Kabupaten Pontianak, GI Parit Baru mendistribusikan daya pada Kabupaten Sanggau dan Landak, GI Sei Raya mencakup Kabupaten Ketapang, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kapuas Hulu, GI Singkawang meliputi daerah Kabupaten Sambas, Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang, dan yang terakhir GI Siantan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sintan. Masalah yang tidak dapat terelakkan pada sistem kerja Gardu Induk adalah adanya gangguan yang terjadi pada masing-masing trafo. Trafo adalah komponen utama yang berperan untuk mendistribusikan daya listrik, gangguan yang terjadi pada trafo akan berakibat terganggunya pasokan daya listrik ke pelanggan, dikarenakan akan terjadi padamnya listrik [1]. Melihat banyaknya kasus gangguan yang terjadi pada wilayah tersebut, maka akan lebih baik jika dapat mengurangi permasalahan yang terjadi, agar trafo-trafo selalu dalam kondisi prima. Sehingga diperlukan suatu sistem untuk mengamati kinerja Gardu Induk.
Sistem ini menggunakan metode Moran’s I untuk melihat dan memberikan gambaran area yang sering terjadi gangguan di wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Data yang digunakan adalah data jumlah gangguan yang terjadi pada Gardu Induk tahun 2012 sampai dengan Desember 2013, yang dikelompokkan berdasarkan gangguan internal, gangguan eksternal dan jumlah komulatif gangguan tahun 2012-2013. Gangguan internal merupakan faktor yang dapat disebabkan karena kerusakan pada peralatan trafo dalam jangka waktu tertentu, sedangkan gangguan eksternal terjadi karena faktor alam seperti pohon tumbang, angin kencang, petir dan ganguan lain. Moran’s I pada awalnya merupakan metode untuk menentukan korelasi nonspasial, kemudian dikembangkan dalam konteks spasial. Moran’s I digunakan untuk menentukan tingkat kesamaan atau kemiripan atribut suatu variabel tertentu. Prinsip kerja metode ini adalah membandingkan nilai varibel tertentu pada setiap lokasi dengan nilai pada semua lokasi lain [2].
2 Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, salah satunya adalah penelitian yang berjudul “Pembuatan dan Analisa Sistem Informasi Geografis Distribusi Jaringan Listrik (Studi Kasus: Surabaya Industrial Estate Rungkut di Surabaya)”. Pada penelitian ini menggunakan Arc View dalam mengelola basis data yang bersifat spasial serta didukung dengan adanya data daya dan tegangan di kawasan Surabaya Industrial Estate Rungkut [3]. Serta
penelitian yang berjudul ”Pemodelan Pola Spasial Demam Berdarah di Kabupaten
Semarang Menggunakan Fungsi Moran's I”, menjelaskan tentang laju persebaran penyakit demam berdarah menggunakan metodeMoran’s I[4].
Berdasarkan perbandingan penelitian terdahulu, penelitian ini lebih mudah dipahami dikarenakan menggunakan metode Moran’s I untuk menunjukkan keterkaitan gangguan listrik pada Gardu Induk antar wilayah Kalimantan Barat dengan hasil keluaran berupa Moran scatterplot, Peta LISA.
Autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang atau dapat juga diartikan suatu ukuran kemiripan dari objek di dalam suatu ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika terdapat pola sistematik di dalam penyebaran sebuah variabel, maka terdapat autokorelasi spasial. Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait oleh nilai atribut tersebut pada daerah lain yang letaknya berdekatan atau bertetangga [5].
Moran’s Scatterplot adalah salah satu cara untuk menginterpretasikan statistik Indeks Moran. Moran’s Scatterplot merupakan alat untuk melihat hubungan antara nilai pengamatan yang sudah distandarisasi dengan nilai rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi. Ilustrasi lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1Moran’s Scatterplot [7]
Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut High-High (HH), menunjukkan daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-High (LH), menunjukkan daerah dengan pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut Low-Low (LL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah) disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah. Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran HH dan kuadran LL akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang positif (cluster). Sedangkan Moran’s Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran HL dan LH akan cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang negatif [7].
3 Metode Penelitian
Gambar 2 Tahapan Penelitian [8]
Gambar 2 menunjukkan tahapan penelitian dilakukan. Bersumber dari data Gangguan Listrik PT PLN (Persero) tahun 2012-2013, pembuatan grafik persebaran gangguan internal dan eksternal dengan pemodelan data spasial gangguan listrik di Kalimantan Barat tahun 2012-2013 menggunakan metode
Gambar 3 Arsitektur Data
Gambar 3 menunjukkan Arsitektur data. Arsitektur data dalam pengerjaan penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang nantinya akan divisualisasikan. Data yang digunakan yaitu data gangguan trafo Gardu Induk PT PLN (Persero) wilayah Provinsi Kalimantan Barat yaitu (1) data gangguan eksternal dan internal tahun 2012-2013, (2) data gangguan tahun 2012-2013. Data dimasukkan pada Microsoft Excel serta diubah ke dalam format csv. Data gangguan eksternal dan internal nantinya akan divisualisasikan ke dalam Moran Scatterplot, dan Peta LISA.
4 Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini Moran Scatterplot digunakan untuk analisis perilaku variabilitas data dalam keruangan, sedangkan peta LISA digunakan untuk menunjukkan lokasi daerah yang signifikan statistik terjadinya pengelompokan nilai atribut (cluster) atau terjadinya pencilan (outlier). Hasil yang disajikan dalam Moran Scatterplot dapat dilihat persebarannya melalui peta LISA.
(a)
(b)
Gambar 4 Visualisasi Moran Scatterplot Gangguan Internal Tahun 2012 dan 2013
(a) (b)
Gambar 5 Visualisasi Moran Scatterplot Gangguan Eksternal Tahun 2012 dan 2013
Berdasarkan Moran Scatterplot pada Gambar 5 (a), tahun 2012 diketahui bahwa Kabupaten Landak masuk pada kuadran II (Low-High), yang berarti wilayah bernilai gangguan listrik rendah dikelilingi wilayah bernilai gangguan tinggi. Sedangkan Tahun 2013, pada Gambar 5 (b), terjadi perpindahan Kabupaten Landak yang sebelumnya berada pada kuadran II (Low-High) menjadi kuadran IV (High-Low), yang berarti wilayah bernilai gangguan listrik tinggi dikelilingi wilayah bernilai gangguan rendah.
Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis Moran’s I lokal dengan menggunakan Peta LISA. Gambar Peta LISA daerah gangguan listrik internal tahun 2012 dan tahun 2013 disajikan pada Gambar 6.
(a) (b)
Gambar 6 menunjukkan peta LISA pada Tahun 2012. Pada Gambar 6 (a), Kabupaten Sanggau memiliki karakteristik High-High (HH) yang merupakan asosiasi spasial positif dan identifikasi terjadinya pemusatan (cluster). Sedangkan Gambar 6 (b) merepresentasikan Tahun 2013 muncul pecilan (outlier) dengan karakteristik Low-Low (Kuadran III) yang memiliki nilai spasial negatif, yaitu Kabupaten Sekadau.
Data berikutnya yang akan diolah pada penelitian ini adalah data gangguan listrik eksternal tahun 2012-2013 di Provinsi Kalimantan Barat yang akan divisualisasikan menggunakan peta LISA pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7 Peta LISA Gangguan Eksternal Tahun 2012 dan 2013
Berdasarkan peta LISA pada Gambar 7 (a), tahun 2012 dapat dilihat hampir seluruh wilayah kelurahan tidak signifikan, hanya ditemukan satu indikasi pecilan (outlier) yaitu Kabupaten Landak masuk pada kuadran II (Low-High) yang memiliki nilai spasial negatif. Pada tahun 2013 yang divisualisasikan melalui Gambar 7 (b), masih didominasi wilayah kelurahan yang tidak signifikan, tetapi terjadi perpindahan Kabupaten Landak yang sebelumnya berada pada kuadran II (Low-High) menjadi kuadran IV (High-Low). Pada tahun 2012 dan tahun 2013 tidak ditemukan pemusatan jumlah terjadinya gangguan, ini dapat dilihat tidak ditemukannya daerah dengan indikasi High-High (Kuadran I).
5 Simpulan
listrik internal pada Provinsi Kalimantan Barat memiliki nilai autokorelasi spasial positif. Diketahui dengan munculnya wilayah dengan karakteristik High-High. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa hampir seluruh wilayah berindikasi none signifikan, kecuali Kabupaten Sanggau yang berindikasi High-High serta Kabupaten Landak berindikasi Low-High pada tahun 2012 dan Kabupaten Sekadau berindikasi Low-Low serta Kabupaten Landak berindikasi High-Low. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan internal tahun 2012 dan 2013 terjadi pergeseran antara Gardu Induk Parit Baru yang berkarakteristik High-High menjadi none signifikan serta Gardu Induk Siantan yang berkarakteristik none signifikan pada tahun 2012 berubah menjadi daerah yang berindikasi Low-Low. Pada gangguan eksternal, dapat diketahui bahwa Gardu Induk Parit Baru dari tahun 2012 dan 2013 mengalami perubahan dari indikasi Low-High menjadi High-Low yang berarti ada kecenderungan terjadi peningkatan resiko terjadi gangguan listrik di kemudian hari.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perlu peningkatan kewaspadaan dan kepedulian pada daerah-daerah yang rawan terjadi gangguan listrik, agar penyaluran aliran listrik tidak tersendat sampai ke masyarakat. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa di wilayah Provinsi Kalimantan Barat banyak terjadi kerusakan trafo, oleh karena itu diperlukan adanya pemeliharaan serta kelengkapan trafo-trafo pada Gardu Induk untuk terus menjaga keberlangsungan pasokan listrik oleh PLN di setiap wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
6 Daftar Pustaka
[1] Winotoharjo, S., 2012. Penaksiran Potensi Gangguan Pada Suatu Gardu Induk dengan Menggunakan Regresi Beta, Bandung : Universitas Padjajaran.
[2] Harvey, dkk., 2008, The North American Animal Disease Spread Model: A simulation model to assist decision making in evaluating animal disease incursion, Preventive Veterinary Medicine, Vol 82 (176-197).
[3] Awalin, L. J. dan Sukojo, B. M. 2013. Pembuatan Dan Analisa Sistem Informasi Geografis Distribusi Jaringan Listrik (Studi Kasus: Surabaya Industrial Estate Rungkut di Surabaya, Makara Vol.7.
[4] Puspita D., 2012. Pemodelan Pola Spasial Demam Berdarah Dengue di
Kabupaten Semarang Menggunakan Fungsi Moran’s I, Skripsi FTI UKSW.
[5] Curtis, J. A. and Lee, A. W. Spatial Pattern of Diabetes Related Health Problems for Vulneral Populations in Los Angeles, USA, 2010.
[6] Weku, W. C. D., 2011. Analisis Pola Spasial dan Dinamika IPM Tahun 2006-2009 Propinsi Sulawesi Utara Menggunakan Metode Spatial Autocorrelation, Thesis, MSI, UKSW.
[7] Lee, J. dan Wong, 2000. Statistical Analysis with Arcview GIS, John Wiley&Sons, INC: United Stated of America.