• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG INTERPRETASI SERAT KAL ANG DALAM PEMB ANGUNAN KEM BALI KE RATON KASUNANAN SURAKA RTA TAHU N 1987

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI TENTANG INTERPRETASI SERAT KAL ANG DALAM PEMB ANGUNAN KEM BALI KE RATON KASUNANAN SURAKA RTA TAHU N 1987"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Oleh :

ERNI BUDIHASTUTI

K 4402507

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEB ELAS MARET

(2)

ii Oleh:

ERNI BUDIHAST UT I K. 4402507

Skripsi

Ditulis dan diajukan unt uk mem enuhi sebagian persyaratan m endapat kan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGUR UAN DAN ILMU PENDID IKAN

UNIV ERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

iii

Penguji skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a.

Persetujuan Pembim bing Pembimbing I

Drs. Herm anu Joebagio, M.Pd NIP. 19560303 198603 1 001

Pem bim bing II

(4)

iv

untuk m em enuhi persyarat an mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Rabu

Tanggal : 27 Januari 2010

Tim Penguji Skripsi : Tanda T angan

Nam a T erang

Ketua : Dra. Sri Wahyuni, M.Pd ………

Sekretaris : Drs.Akhm ad Arif M, M.Pd ………

Anggot a I : Drs. Herm anu Joebagio, M.Pd ………

Anggot a II : Drs. Djono, M.Pd ………

Disahkan oleh,

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilm u Pendidikan Universitas Sebelas Maret

(5)

v Sebelas Maret Surakarta. Januari 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Sebab-sebab Keraton Kasunanan Surakarta mengalami kebakaran pada tahun 1985, 2) Apakah dalam proses pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta mendasarkan pada Serat Kalang, 3) bagaimanakah hasil dari pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta tahun 1987.

Penelitian ini menggunakan metode histories, yang terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu Heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber data yang digunakan adalah sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah sumber yang autentik atau sumber yang ditulis dari tangan pertama tentang permasalahan yang akan diungkapkan. Sumber primer yang digunakan adalah Serat Kalang dan Surat kabar. Sedangkan sumber sekuner adalah sumber yang ditulis oleh orang yang tidak terlibat langsung dengan peristiwa yang dikisahkannya. Sumber sekunder yang dipergunakan berupa buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah wawancara dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis histories, yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dan kekuatan di dalam menginterpret asikan fakta sejarah.

(6)

vi

PALACE ON YEAR 1987. Minithesis. Surakarta. Faculty of T eacher Training and Education Science. Sebelas Maret University. January 2010.

The aim of this research is to know: 1) the reasons of Surakart a Palace fire on 1985, 2) whether in restructuring of Kasunanan Surakart a Palace based on Serat Kalang, 3) How restructuring result of Kasunanan Surakarta Palace on 1987.

This research used histories method which included four activities such as heuristic, critic, int erpretation and historiography. It used prim ary and secondary data source. Primary source is authentic source that related with part icular event like Serat Kalang and newspaper. Secondary source is source from somebody else with no directly relation with the event like related handbook. Data sampling through int erview and literature review. T his research used analytical historical method, that em phasizing power of histories int erpretation, to analyze data.

(7)

vii

masyarakat yang tercerm in dalam kepeduliannya unt uk memperdayakan dem i generasi yang apresiatif dan tahu akan akar bangsanya.

K.M. Tanjung

Gum regeting ati ora bisa mbedah Khutaning Pesthi, bhudi dayane manungsa durung bisa ngungkuli garising kang Maha Kuasa.

(Kehendak hati tidak bisa mengungkap Kodrat, upaya manusia tidak dapat melebihi Kuasa T uhan).

(8)

viii

Ku persembahkan kepada

v

I bu dan Bapak

v

Kakak dan Adik Tersayang

v

Calon Suamiku

v

Teman-teman baikku

(9)

ix Assalam u’alaikum Wr. Wb

Untaian syukur senantiasa penulis panjatkan teruntuk Illahi Robbi yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah lim pah kepada Nabi Muham mad SAW , keluarga, sahabat sert a umatnya yang setia hingga akhir zam an.

Penulisan skripsi ini bertujuan unt uk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a.

Banyak ham batan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bant uan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang ada dapat teratasi. Unt uk itu, atas segala bentuk bant uannya, disam paikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah berkenan m engizinkan penulis unt uk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan pula m engizinkan penulis untuk m eyelesaikan skripsi ini. 3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberi petunjuk dan

pengetahuan kepada penulis.

4. Drs. Hermanu Joebagio, M.Pd, selaku pem bim bing I yang telah m emberikan bim bingan, petunjuk, pengarahan dan saran kepada penulis.

(10)

x

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan pengarahan kepada penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga m endapat balasan yang lebih baik dari Allah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini belum sem purna. Akan tetapi dari ketidak sempurnaan ini kiranya dapat diam bil hikmah dan pelajaran yang berharga sehingga tidak terulang kesalahan untuk kedua kalinya. Semoga berm anfaat

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, Januari 2010

(11)

xi

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSET UJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOT TO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANT AR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR T ABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI... 7

A. Kajian Teori... 7

1. Kalang ... 7

2. Keraton ... 11

3. Kebudayaan... 14

4. Upacara T radisi ... 20

B. Kerangka Pem ikiran ... 24

BAB III. M ET ODOLOGI PENELIT IAN ... 25

(12)

xii

E. Teknik Analisis Data ... 30

F. Prosedur Penelitian ... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 34

A. Deskripsi Keraton Surakarta ... 34

1. Struktur dan T ata Letak... 34

2. Makna Filosofis ... 52

3. Adat Keagamaan ... 54

4. Adat Istiadat Kerat on... 64

5. Aspek Sim bolis pada pola bangunan kerat on... 65

B. Sebab-seba b Kerat on Kasunanan Surakarta mengalami Kebakaran Tahun 1985 ... 75

C. Penggunaan Serat Kalang Sebagai Pedoman dalam Pelaksanaan Pembangunan Kembali Kerat on Kasunanan Surakart a Tahun 1987... 82

D. Keberhasilan Pem bangunan Kem bali Keraton Kasunanan Surakarta Tahun 1987 ... 87

1. Pendopo Ageng Sasono Sewoko ... 87

2. Sasono Hondrowino ... 103

3. Pedoman Pem eliharaan Fasilitas Bangunan Keraton Kasunanan Surakarta ... 112

BAB. V PENUTUP ... 145

A. Kesimpulan ... 145

B. Im plikasi ... 146

C. Saran ... 147

(13)

xiii

(14)

xiv

Foto 1 Detail Tralis unt uk vent ilasi Sanggar Singan …………. . 152

Foto 2 Doorloop Probo Suyoso Sasono Prabu... 152

Foto 3 Detail strukt ur atas Dhalem Ageng Probo Suyoso... 152

Foto 4 Daun pint u Krobongan Probo Suyoso... 153

Foto 5 Kusen Krobongan Gebyok Probo Suyoso... 153

Foto 6 Ukir tem baga Probo Suyoso... 153

Foto 7 Soko Bentung Probo Suyoso... 154

Foto 8 T ebeng Gebyok pint u Probo Suyoso... 154

Foto 9 M ayangkoro Sasono Sewoko ... 154

Foto 10 Tebeng kusen Probo Suyoso ... 155

Foto 11 Ukiran Penutup Singup Sasono Sewoko ... 155

Foto 12 Mayangkoro Rowo Sasono Sewoko ... 155

Foto 13 Lis Kuse Parasdyo ... 156

Foto 14 Mayangkoro soko guru Sasono Sewoko ... 156

Foto 15 Ukir T ebeng Sasana Parasdyo ... 156

Foto 16 Ukiran Soko Rowo tipe B Sasono Sewoko ... 157

Foto 17 Ukiran Soko tipe A Parasdyo ... 157

Foto 18 Ukiran Soko Guru tipe A Sasono Sewoko ... 157

Foto 19 Ukiran Soko Rowo tipe A Sasono Sewoko... 158

Foto 20 Kom pleks Probo Suyoso tampak melintang ( samping kiri/ kanan )... 158

Foto 21 Kom plek Probo Suyoso tampak m uka... 158

Foto 22 Detail Parasdyo ... 159

Foto 23 Denah p enempatan pondasi Sasono Sewoko sesuai tipe 159 Foto 24 Balok ring Parasdyo... 159

Foto 25 Tam pak depan Sasono Sewoko dari timur... 160

(15)

xv

Foto 31 Potongan m elintang Dhalem Ageng Probo Suyoso ... 162

Foto 32 Detail strukt ur atas Dhalem Ageng Probo Suyoso ... 162

Foto 33 Detail strukt ur atas Parasdyo ... 162

Foto 34 Detail pert emuan atap Probo Suyoso dengan Parasdyo 163 Foto 35 Detail sambungan panit ih BRJ dan hubungannya dengan blantar Brunjung Probo Suyoso ... 163

Foto 36 Soko Pananggap Dhalem Ageng Probo Suyoso ... 163

Foto 37 Rencana Usuk Rowo Penyulak bagian tim ur Dhalem Ageng Probo Suyoso ... 164

Foto 38 Hubungan Talalang Pendopo Pracimasono dengan Praba Suyasa ... 164

Foto 39 Soko Guru Dhalem Ageng Probo Suyoso... 164

Foto 40 Detail strukt ur atas Sasono Sewoko ... 165

Foto 41 Detail potongan m elint ang Sasono Sewoko... 165

Foto 42 Puing-puing bangunan setelah mengalam i kebakaran... 165

Foto 43 Detail strukt ur Turatas Sasono Sewoko ... 166

Foto 44 Detail sambungan Tum pang Sari Sasono Sewoko... 166

Foto 45 Detail strukt ur atas Sasono Sewoko ... 166

Foto 46 Pemasangan paku emas pada Soko Guru ... 167

Foto 47 Tari Bedhaya Pangkur ... 167

Foto 48 Pemotongan kayu Donoloyo yang dilakukan G Koes Moertiyah ... 167

Foto 49 Sasono Hondrowino sesudah mengalami kebakaran... 168

Foto 50 Upacara peletakan batu pertama pem bangunan Sasono Hondrowino ... 168

(16)

xvi

penebangan pohon. ... 169

Foto 54 Suasana Panik Saat Mengatasi Kobaran Api yang sedang Melalap Sasana Handrawina ... 170

Foto 55 Proses Pem otongan Kayu ... 170

Foto 56 Bangunan Sasana Handrawina Sebelum Mengalami Kebakaran Tahun 1985 ... 170

Foto 57 Pengaruh Kebudayaan Tionghoa Arab dan Eropa Terlihat pada Bentuk Bangunan Patung dan Elem en Estetik ... 171

Foto 58 Sasana Sewaka... 172

Foto 59 Sasana Handrawina... 172

Foto 60 Radyalaksana Lam bang Keraton Surakart a ... 173

Foto 61 Panggung Sangga Buwana ... 174

Foto 62 Sasana Parasdya ... 175

Foto 63 Pengaruh Kebudayaan Eropa Terlihat Pada Bent uk Bangunan Patung dan Elemen Estetik ... 176

Foto 64 Kori Kamandungan ... 176

Foto 65 Pengaruh Kebudayaan Arab dan T ionghoa T erlihat Pada Bentuk Bangunan dan Elemen Estetik ... 176

Lam piran 2 : Peta wilayah Keraton Surakarta... 177

Lam piran 3 : Peta Kedhaton Kerat on Surakart a... 178

Lam piran 4 : Gam bar Tata Letak Bangunan Keraton ... 179

Lam piran 5 : Gam bar Tam pak Pakubuwanan ... 180

Lam piran 6 : Gam bar Tam pak Sasana Sewaka ... 181

Lam piran 7 : Gam bar Bent uk Pakubuwan an ... 182

Lam piran 8 : Gam bar Tam pak Sasana Praba Suyasa ... 183

(17)

xvii

Lam piran 14 : Surat permohonan ijin Penelitian ... 217

Lam piran 15 : Surat Perm ohonan Ijin Penelitian ... 218

Lam piran 16 : Surat ijin penelitian dari Kerat on Kasunanan Surakarta... 219

Lam piran 17 : Surat Keterangan Mengadakan Penelitian di Keraton Kasunanan Surakart a ... 220

Lam piran 18 : Surat Keterangan T elah M elaksanakan W awancara ... 221

Lam piran 19 : Pedoman Wawancara ... 222

Lam piran 20: Pedoman Observasi... 223

Lam piran 21 : Daft ar Pert anyaan ... 224

Lam piran 22 : Field Note (Catatan Lapangan Hasil Wawancara) ... 225

(18)

BAB I PENDAH ULUAN

A. Latar Bel akan g Masalah

Keraton Kasunanan Surakarta m erupakan kelanjutan dari kerajaan Mataram yang didirikan oleh Sutawijaya yang bergelar Panem bahan Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama pada akhir abad XVI. Kerajaan Mataram pada tahun 1755 M dibelah menjadi dua berdasarkan perjanjian Giyanti antara Sunan Pakoe Boewono III dan Pangeran Mangkubumi yaitu Surakart a Hadiningrat yang di kenal dengan nama Keraton Kasunanan Surakarta dan Ngayogyakart a Hadiningrat yang di kenal dengan nama Keraton Yogyakart a.

Sem ent ara itu pada tahun 1757 M terjadi perjanjian Salatiga antara Sunan Pakoe Boewono III dan Raden Mas Said yang membelah kerajaan Surakart a menjadi dua, selanjutnya Raden Mas Said bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Perpindahan Keraton dari Kartasura ke Surakart a di sebabkan oleh adanya pem berontakan cina, Kerat on Kartosuro diserbu pem berontak dan Pakoe Boewono II m elarikan diri ke Ponorogo yaitu ke Pesantren Tegalsari m em inta perlindungan kepada Kiai Kasan Besari.

Pakoe Boewono II m elakukan perundingan dengan kompeni untuk kem bali m emegang tampuk pim pinan Mataram , selanjutnya Pakoe Boewono II memindah kerajaan dari Kart asura ke Surakarta yaitu di desa Sala.

Pakoe Boewono II melakukan pem bangunan kerat on dilanjutkan secara terus m enerus oleh pewarisnya yaitu PB III, PB IV, PB V, PB VI, PB VII, PB VIII, PB IX, dan PB X. Susushunan Pakoe Boewono X mem erintah selama 46 tahun dan merupakan masa keem asan atau kejayaan Keraton Kasunanan Surakart a Hadingrat. Bangunan-ban gunan yang didirikan Pakoe Boewono X yaitu :

a. Bangsal Sewayana di Sitihinggil Lor pada tahun 1843 Jawa atau 1913 Masehi b. Membuat bangunan tambahan pada Bangsal Sm arakata dan Mercukunda pada

1919 M asehi

(19)

c. Mendirikan sekolah Kasatriyan paa tahun 1910 Masehi, sekolah Pam ardi Siwi pada tahun 1925 M asehi, dan sekolah Pamardi Putri pada tahun 1929 M asehi d. Membangun Sasana Dayinta pada tahun Jimawal 1845 Jawa

e. Memperbaharui Sasana Handrawina pada tahun Alib 1851 atau 1919 M asehi. f. Membangun Pagelaran Sasana Sum ewa pada tahun 1843 Jawa atau 1913

Masehi

g. Membangun Masjid Pudyasana pada tahun 1912 Masehi

h. Membangun Gapura Gladag pada tahun Je 1860 atau 1930 Masehi

i. Membangun Kerat on (Keraton Kilen) pada tanggal 22 Jum adil akhir atau 1925 Masehi. Sumber lain, menurut KGPH Poeger dibangun sekitar tahun 1904 M asehi pada jam an Pakoe Boewono X

j. Membuat miniature Gunung yaitu Argopura, pada tahun 1911 pada jaman Pakoe Boewono X

k. Mendirikan tugu peringatan didepan pagelaran pada tahun 1939 Masehi, bersamaan dengan di bangunnya pint u gerbang Kerat on Kilen.

Pada tahun 1985 Kerat on Kasunanan Surakart a m engalam i musibah kebakaran. Kebakaran itu menghanguskan bangunan utam a, yaitu Pendopo Sasono Sewoko tempat atau ruang raja bert ahta, gedung Sasono Handrowino ruang pesta makan kerajaan sert a Sasono Parasdyo tem pat para tamu menghadap raja.

(20)

Memperhatikan berbagai aspek dari keberadaan. Keraton sebagai pusat kegiatan seni budaya nasional, sumber kegiatan adat dan tradisi dengan nilai-nilai luhur di dalamnya sebagai warisan nenek moyang sudah selayaknya wajib dilestarikan.

Pembangunan kem bali Keraton Kasunanan Surakart a harus berpijak pada Serat Kalang yang isinya menguraikan tentang kerangka bangunan, prinsip-prinsip ukurannya, hingga bahan yang seharusnya digunakan untuk rumah rakyat hingga rum ah raja. Nilai-nilai yang berhubungan dengan m asalah tata ruang pada khususnya dan Kerat on Kasunanan Surakarta pada um um nya sebagai karya arsitekt ur tradisional Jawa yang selayaknya wajib dilestarikan pula baik secara fisik m aupun spiritualnya yang erat hubungannya dengan pandangan hidup orang Jawa.

K.R.M.H Yosodipuro dalam bukunya : “Kebudayaan Jawi Keraton Surakart a“. Mengatakan, bahwa Keraton Surakarta m erupakan sumber kebudayaan Jawa, yang berarti bahwa Keraton Surakarta m erupakan pelindung lahir / bathin bagi penghuni dan kerabatnya di dalam melaksanakan tugas–tugas / wahyu Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (Ratu). Kebudayaan yang bersum ber dari keraton tersebut term asuk tata wewangunan (tata bangunan) dan sebagainya.

Suatu bangunan atau yang disebut dengan arsitekt ur, secara um um didasarkan pada latar belakang sejarah dan penelitian-penelitian/konsepsi mwerupakan pelaku utam a, sehingga dapat dikat akan bahwa “Ruang“ merupakan fakt or utama dari suatu bangunan. Hal tersebut sepert i diungkapkan dalam buku “Space Protogonist Of Architecture” yaitu bahwa sejarah arsitekt ur pada dasarnya adalah sejarah konsepsi ruang dan bahwa ruang harus menjadi pelaku utama arsitekt ur betapapun adalah alam iah. Juga dikat akan mengenai bangunan sebagai suatu karya yang tidak bisa lepas dari lingkungan fisik dan kehidupan yang saling m em berikan m akna, yaitu bahwa : arsitekt ur adalah lingkungan, panggung belangsun gnya kehidupan.

(21)

dan Sasono Hondrowino membutuhkan waktu yang sangat lam a dalam proses pem bangunannya kurang lebih dua tahun waktu yang dibutuhkan.

Selain peran pem erintah dalam proses pembangunan kembali Kraton Kasunanan Surakarta yang terbakar tersebut pembangunan kem bali kraton Kasunanan Surakart a yang terbakar itu memperoleh partisipasi sangat besar dari masyarakat yang dengan sukarela memberi sumbangan dana yang jumlahnya cukup besar.

Dalam pelaksanaannya pem bangunan kem bali bangunan inti keraton Kasunanan Surakarta tersebut diharap secara gotong royong dari unsur teknisi anggota ABRI, karyawan Depart em en Pekerja Um um/cipt a Karya, PN pem bangunan perumahan, unsur dari kerat on Kasunan Surakart a, pem erintah Daerah, kalangan senim an ukir/pahat dari jepara dan Serenan dan lain-lain berdasarkan Serat Kalang.

Serat kalang adalah ilmu tentang ruang, yaitu kitab berhuruf jawa yang isinya menguraikan tent ang kerangka bangunan, prinsip-prinsip ukurannnya, hingga bahan yang seharusnya digunakan unt uk rum ah rakyat hingga rum ah raja. Kitab ini ditulis oleh pihak Dalem Kepat ihan Solo, pada tahun 1882 pada zaman pem erintahan Susuh unan Pakoe Boewono IX (1861- 1893)

Dalam Serat kalang bisa diketahui bahwa dalam hal mem bangun rumah, orang jawa tidak bisa lepas unt uk memperhat ikan masalah-masalah yang berkaitan dengan religi. Pandangan-pandangan orang jawa tent ang hari-hari yang baik untuk m endirikan rumah, arah yang baik unt uk menghadapnya sebuah rum ah sert a bahan- bahan kayu yang baik untuk mendirikan rum ah, adalah

menjadi ciri-ciri sikap hidup orang jawa yang selalu menghubungkan antara hal-hal yang riil dengan religi.

(22)

langkah “Lampah batos“ atau “Pam esu budi“ atau “kasutapan”, sesuai dengan apa yang dinam akan kebudayaan m enurut pengert ian didalam keraton, yaitu hasil pengolah“ Pamesu budi “ yang disert ai dengan kebesaran batin.

Bent uk-bent uk bangunan keraton Kasunanan Surakarta adalah merupakan penggambaran yang nyata dari ciri bentuk bangunan rumah tradisional Jawa, bent uk seni bangunan rumah tradisional Jawa yang ada berdasarkan bent uk-bent uk bangunan yang terdapat di dalam Kerat on sebagai titik pusatnya. Maka tidaklah m engherankan bila Keraton dikatakan sebagai pusat seni dan budaya Jawa.

Dalam penelitian ini akan diam ati sejauh mana pem bangunan kem bali Keraton Kasunanan Surakarta menggunakan aturan-aturan yang termaktub dalam Serat Kalang.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik m engam bil judul “Studi tentang Interpretasi Serat Kalang Dalam Pem bangunan Kem bali Kerat on Kasunanan Surakart a T ahun 1987”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas m aka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Mengapa Keraton Kasunanan Surakart a m engalami kebakaran pada tahun 1985?

2. Apakah dalam pem bangunan kembali Keraton Kasunanan Surakart a mendasarkan pada Serat Kalang?

3. Bagaim anakah hasil dari pem bangunan kem bali keraton Kasunanan Surakart a yang dibangun pada tahun 1987?

C . Tujuan Peneliti an

Adapun tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan dari rumusan masalah di atas, yaitu sebagai berikut :

(23)

2. Unt uk mengetahui apakah dalam pembangunan kembali Kerat on Kasunanan Surakart a m endasarkan pada Serat Kalang.

3. Unt uk mengetahui bagaimanakah hasil dari pembangunan kembali keraton Kasunanan Surakart a yang dibangun pada tahun 1987.

D. Manfaat Pen eliti an Manfaat Teoritis

1. Unt uk menam bah wawasan dan pengetahuan penulis m engenai Studi tentang interpretasi Serat Kalang dalam pembangunan kembali kerat on Kasunanan Surakart a tahun 1987.

2. Memperluas wawasan bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Manfaat Prakti s

1. Memenuhi salah satu syarat unt uk meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilm u Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a. 2. Menam bah koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya m engenai studi tentang Interpret asi Serat Kalang dalam pem bangunan kem bali keraton Kasunanan Surakart a tahun 1987.

(24)

BAB II LANDASAN TEO RI

A. Kaji an Teori 1. Kalang

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang berkem bang di kalangan masyarakat luas, dikenal dengan perencanaan dan pelaksanaan pem bangunan. Yang sudah sangat dikenal sejak lam a adalah pelaksanaan pem bangunan, meskipun tidak dengan prosedur serta m ekanism e kerja sepert i sekarang. Di dalam pelaksanaan pem bangunan yang sekarang berlaku dan di m asa yang lalu belum adalah mekanisme administrasi dan pengawasan teknik oleh pihak ke tiga atau pihak lain. Perkembangan saat sekarang m em erlukan hal itu, karena berkembangnya pengert ian kode etik teknik, yang mem erlukan keterlibatan pihak pengawasan teknik yang lain dengan pelaksananya, dengan pelaksana pem bangunan juga dengan pihak lain, yang bekerja secara komersial atau m engambil keunt ungan m aterial. Pada masa yang lalu, pekerjaan pelaksanaan pem bangunan dilakukan dengan cara gotong royong, yang tidak memungut keuntungan m aterial, tetapi sem ata-mata suatu kewajiban sosial sebagai anggota masyarakat, yang bersikap saling tolong m enolong. Sedang pada kegiatan perencanaan dan perancangan terutama yang dikenal di Jawa, bukan berarti tidak ada, tetapi tidak seperti apa yang dikenal sekarang, berupa dokum en gam bar dan uraian teknik yang dapat dibaca dan dipelajari m aksud dan maknanya. Waktu yang lampau kegiatan perencanaan dan perancangan dilakukan oleh seseorang yang dianggap ahli oleh lingkungan masyarakat tersebut, yang diserahi tanggung jawab untuk m engem bangkan pemikiranya unt uk mencipt akan bangunan rumah tinggal. Rumah tinggal yang dicipt akan lebih banyak tergant ung pada pem uka ahli tersebut, dari pada pihak calon pem akainya. Sehingga kesamaan atau perubahan yang terjadi, sangat tergantung pada perubahan yang diinginkan oleh pem uka ahli tersebut. Suatu masalah timbul, dari mana m ereka, pem uka ahli teknik itu belajar tent ang keahlian tersebut ? Mereka yang biasa di Jawa disebut "Kal ang", yang artinya tukang kayu ahli bangunan rumah, adalah para tenaga kerja yang dilatih

(25)

dan dididik oleh para guru adat, yang kebanyakan dari lingkungan kerat on, sebagai pengabdi kerat on atau "Abdi dalem Keraton". Mereka belajar dari guru adat dengan cara latihan, sedang guru adat mengetahui hal-hal tersebut dari membaca ajaran-ajaran yang bersifat simbolik, yang dibuat oleh para pujangga keraton. Bent uk ajaran itu pada um um nya diterjemahkan dari puisi atau "tembang", yang m aksudnya melambangkan m isi atau pesan luhur yang dikehendaki oleh para raja atau pujangga pada wakt u itu. Lam bang itu diperlukan pada waktu itu, karena raja atau para pujangga tidak ingin semua kehendaknya diket ahui dengan mudah, yang m aknanya hendaknya diket ahui dengan cara berfikir dan m enggunakan nalar lebih dahulu. Mem ang adakalanya bahwa makna itu akan berubah tidak sepert i apa yang semula diinginkan, tetapi perubahan itu bukannya tidak mungkin, sebab justru perubahan itu akan menggambarkan perbedaan kadar berfikir yang bersangkutan dengan cara berfikir masyarakat Keraton. Hal ini dapat dilihat dengan nyata pada kerum itan dan keaneka ragaman corak yang terlihat pada bangunan rum ah tinggal di dalam lingkungan kerat on, yang tidak terdapat pada bangunan rum ah tinggal biasa. (Arya Ronald, 1990 : 291-293)

(26)

pengungkapan segi estetikanya yang berart i perubahan perilaku dan ungkapan batin, tidak banyak m em pengaruhi mutu hasil karya manusia Jawa, mutu dalam arti nilai-nilai yang mendasar. Yang m asih perlu ditinjau kemudian adalah sisi yang lain, yang banyak kaitanya denngan pengelolaan, teknologi dan teknik membangun.

Pada um umnya orang Jawa m enyebut seseorang yang ahli atau yang mempunyai pekerjaan khusus di bidang bangunan, baik ahli dalam m erancangkan maupun ahli dalam m endirikan bangunan itu disebutnya dengan istilah "Kalan g". Jabatan kalang ini pada jaman dulu diberi pangkat dengan nama bupati Kal ang Kaba di dalam tulisannya R.M. Sutom o, ada em pat golongan Kal ang Kaba, yaitu:

(1). Kalang Blandong yang disebut juga Kalang Kamplong (2). Kalang Obong

(3). Kalang Adeg (4). Kalang Breg

Keempat golongan Kalang Kaba ini masing-masing m empunyai tugasnya sendiri-sendiri (Spesialisasi). Walaupun demikian sem ua itu bekerja atau mempunyai keahlian yang ada hubungannya dengan soal bangunan. Kalang Blandong misalnya ahli dalam m enebang pohon atau memotong kayu, Kalang Obong mempunyai pekerjaan khusus yang ada hubungannya di bidang pem bersihan hutan tem pat bahan bangunan itu diambil, Kalang Adeg yang ahli dalam hal mendirikan bangunan dan Kalang Breg yang mempunyai tugas unt uk merobohkan bangunan yang lam a.

Dengan dem ikian apabila kita membicarakan tentang tenaga perancang membuat bangunan itu yang dim aksud adalah Kal ang. Dalam pengertian orang Jawa, Kalang adalah seorang yang ahli dalam soal bangunan Jawa. Sebab golongan-golongan Kalang tadi semuanya m em punyai pengetahuan tentang segala macam persoalan yang ada hubunganya dengan bangunan Jawa, baik mengenai bent uk bangunan m aupun mengenai pengadaan bahannya. (Gatut Murniatmo, 1987: 125)

(27)

dengan "Kalang" yang digunakan untuk m enyebutkan sekelompok orang yang merasa dirinya dalam satu keturunan nenek moyang tertentu. Sekelompok orang yang m enamakan diri sebagai orang Kalang ini mempunyai kepercayaan tert entu dan upacara-upacara khusus yang disebut upacara "Kalang Obong". Yaitu upacara pem bakaran m ayat dari keluarga orang "Kalang" sebagai unsur pokok dalam upacara pembakaran mayat ini adalah "Puspa" yaitu boneka orang-orang yang menggambarkan m ayat orang akan dibakar. Kelompok orang "Kalang" ini tinggal di daerah Tegal Gendu Kecamatan kot a Gede dan di daerah W onosari Gunung Kidul. (Gatut Murniatmo, 1987: 126)

Jabatan kalang bukan diperoleh dari pendidikan kejuruan tetapi mereka peroleh dari pengalam an. Sepert i telah disebutkan di dalam uraian di atas bahwa mereka yang dianggap ahli bangunan Jawa yakni m ulai dari pengadaan bahan sam pai merencanakan bangunan adalah Kalang. Jabatan Kal ang ini diperoleh bukan melalui pendidikan kejuruan, tetapi m ereka peroleh dari pengalam an. Dengan demikian anak seorang Kal ang karena sering m em bant u orang tuanya melakukan pekerjaan ini. Melalui jangka waktu yang cukup lama, akhirnya iapun akan bisa m elakukan pekerjaan sepert i orang tuanya itu, sebagai Kalang.

Akan tetapi dalam praktek pembuatan rumah atau bangunan, Kal ang dibantu oleh beberapa orang yang juga dianggap mam pu unt uk melakukan pekerjaan yang telah dirancangkan Kalang. Mereka inilah yang digolongkan sebagai tenaga ahli bangunan, dan sebenarnya berkedudukan tidak lebih sebagai pelaksana dalam m endirikan bangunan. Tenaga-t enaga ahli ini ant ara lain sepert i ahli dalam bidang sam bung m enyam bung kerangka bangunan, ahli membuat saka dengan ukuran yang pas, ahli dalam hal pem asangan reng sekaligus ahli memasang atapnya dan lain sebagainya.

Jadi dalam membangun bangunan dan rum ah ini dibutuhkan tenaga ahli dalam bidangnya. Hasil dari pekerjaan mereka ini bisa kita lihat pada bent uk-bent uk bangunan kuno yang tetap berdiri kokoh sampai sekarang ini. Misalnya bangunan-bangunan kuno di kot a Gede, bangunan bangsal yang ada di Keraton Yogyakarta dan lain sebagainya.

(28)

pada peristiwa mendirikan bangunan ini, yaitu mereka yang setiap mendirikan bangunan melakukan pekerjaan yang sama secara terus menerus. Dengan pekerjaan yang sejenis ini m aka ia memperoleh pengalamannya. Sehingga bila ada pekerjaan sem acam orang yang sama pulalah yang akan mengerjakannya.

Salah satu sumber menyatakan bahwa yang di maksud dengan Kalang adalah nama dari sebuah suku (volksstam) di Jawa, yang dahulu hidupnya berpindah-pindah di hutan (W art o,2001:100).

W ong Kalang dahulu mempunyai profesi yang sama sepert i orang Kalang yang sekarang tinggal di Keraton Surakarta dan Yogyakart a, yaitu sebagai penebang kayu dan tukang kayu, dan mereka itu bukan keturunan bangsawan.Cerita itu m enunjukkan bahwa orang Kalang sudah ada sejak lama dan mereka mempunyai posisi khusus dalam masyarakat Jawa (Wart o,2001:101).

2. Keraton a. Pengert ian Kerat on

Menurut Purwadarm int o (1976: 489) dalam Kam us Besar Bahasa Indonesia, kerat on diartikan sebagai : (1) Istana Raja; (2) Kerajaan. Kata Kerat on berasal dari kata dasar (Jawa : Lingga) “Ratu” di tambah awalan “Ka” dan akhiran “an” menjadi “ka-ra-tu-an”. Kemudian dipercepat pengucapannya menjadi karaton yang berarti tem pat tinggal atau kediam an resmi ratu atau raja dengan keluarganya (Sri W inarti, 2004 : 26)

Berdasarkan istilah tersebut Sri Winart i menterjemahkan Keraton menjadi 2 m acam pengertian yaitu :

1. Kerat on berarti rumah atau tem pat tinggal rat u. Dalam pengert ian ini keraton sama dengan Istana (palace)

2. Kerat on berarti Negara (nagari), yaitu daerah atau wilayah tertent u yang diperintah oleh ratu. Dalam pengertian ini kerat on sam a dengan kerajaan (kingdom)

(29)

Darsiti Soerat man (1989: 1) istilah keraton m enunjuk pada tempat kediaman ratu/raja, keraton m enunjuk pada tem pat kediam an ratu/raja, keratin mem punyai beberapa m akna: (1) berart i negara/kerajaan; (2) berart i pekarangan raja m eliputi wilayah di dalam Cepuri (t em bok yang mengelilingi halaman) Baluwart i; (3) pekarangan raja m eliputi wilayah di dalam Cepuri ditambah alun-alun.

Pengertian keraton menurut KGPH Puger ada 7 (Sapt a W edha) yaitu:(1) Kerat on berart i Kerajaan (2)Kerat on berarti kekuasaan Raja yang mengandung 2 aspek kewarganegaraan (Staatsrechtelijk) dan Magisch-Religius(3)Keraton berarti penjelmaan “Wahyu nubuah” yang m enjadi pepunden dalam kejawen(4) Keraton berarti istana,Kedhaton, dhatulaya (rum ah)(5) Bentuk bangunan kerat on yang unik dan khas m engandung makna sim bolik yang tinggi, yaitu m enggam barkan tunt unan perjalanan hidup/ jiwa menuju kearah kesempurnaan (6)Keraton sebagai lem baga sejarah kebudayaan menjadi sum ber dan pemancar kebudayaan (7) Keraton sebagai badan yang mempunyai barang- barang hak milik atau wilayah kekuasaan sebagai sebuah dinasti.

Bangunan yang dinamakan Keraton m erupakan kediaman rat u/ Raja dan sekaligus menjadi “Pepundhen” bagi kerabat Kerat on.Keraton didirikan berdasarkan” pangolahing budi” yaitu “pakarti lahiriyah” bersam aan dengan pakarti “Badaniyah”.Pakarti lahiriyah m engandung tuntutan bahwa manusia hidup dalam tingkah laku sert a ucapannya selalu tidak menyimpang dari budi pekerti luhur.Pekert i batiniah ialah dengan cara semedi, konsentrasi, bert apa dan sebagainya dengan m aksud mendekatkan diri pada T uhan (Yosodipuro, 1994:2).

Keraton merupakan bangunan yang unik, berukuran luas dengan struktur bangunan yang bersifat khusus. Keraton adalah m onopoli raja, oleh karena itu penguasa tradisional lainnya, misalnya kadipaten tiddak diperkenankan duduk di dhampar (singgasana raja), jadi keraton merupakan tempat kedudukan khusus untuk raja (Darsiti Soeratm an (1989 : l)

(30)

merupakan kediam an ratu atau raja yang m eliputi tem pat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangannya yang dibatasi pagar atau tembok Cepuri Baluwart i.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keraton adalah pekarangan raja yang m eliputi wilayah di dalam Cepuri (tembok yang mengelilingi keraton), Baluwart i, dan alun-alun, yang dihuni oleh raja atau ratu bersama keluarganya, dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para bangsawan tinggal dan bekerja.

b. Fungsi Kerat on

Dahulu kerat on Surakarta m erupakan sebuah negara (nagari) yang mem iliki susunan asli, berpemerintahan sendiri (otonomi), m em iliki daerah atau wilayah tertent u dan rakyat (kawula alit) tertent u. Keraton Surakarta telah ada jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia, yaitu sebagai negara yang m empunyai pem erint ahan sendiri (berdaulat) yang dikepalai oleh seorang raja dengan sistem pem erint ahan yang bersifat turun temurun. Sebelum Indonesia m erdeka Keraton Surakart a mem iliki pemerint ahan sendiri sering dikenal dengan istilah "swapraja" (atau Pemerintahan sendiri), atau di dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah "Vorstanlande" (daerah kekuasaan raja). Dengan demikian Keraton Surakarta merupakan peninggalan kenegaraan asli Indonesia.

Pada tahun 1746 keraton Surakarta didirikan oleh Paku Buwana II untuk dijadikan penggant i keraton Kart asura yang telah hancur karena serangan musuh, sem ula adalah pusat kerajaan Mataram . Setelah mendiami keraton selama 3 tahun Paku Buwana wafat (1749) dan penggantinya mem erintah sebagai raja Mataram sam pai tahun 1755. Dengan dem ikian, selam a sem bilan tahun keraton Surakart a berkedudukan sebagai pusat kerajaan Mataram (Darsiti Soeratm an, 1989 : 1)

(31)

darah atau keturunan Susuhunan Paku Buwana sebagai pengayom / pelindung kerabat kerat on sert a pengemban budaya Jawa ( Sri Winarti, 2004 ).

Setelah Indonesia m erdeka tanggal 17 Agustus 1945, maka lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ikut mem pengaruhi keberadaan kerat on Surakarta. Mulai tanggal 5 Juni 1947, distrik Surakart a term asuk kerat on Surakarta menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia. Sejak itu kerat on dengan segala aparaturnya sudah tidak lagi m em iliki kekuasaan politik, berbeda dengan yang dahulu bahwa keraton merupakan sebuah negara (Jawa : nagari) yang bernama Nagari Surakarta Hadiningrat, yang berfungsi layaknya sebuah negara.

Adapun Fungsi keraton menurut Sri W inarti (2004 : 28) adalah sebagai berikut :

1. Sebagai wahyu Ratu.

2. Sum ber budaya Jawa atau peninggalan kebudayaan leluhur Ratu Jawa. 3. Sebagai wujud atau bentuk peninggalan sejarah.

4. Sebagai bentuk negara asli Indonesia yang m erniliki tata susunan asli kultur Jawa, yang diperintah oleh raja Jawa secara turun temurun dan menjadi pusat pem erint ahan.

5. Sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa beserta kerabat atau keluarganya.

3. Kebudayaan

a. Pengert ian Kebudayaan

Dalam kehidupan m anusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia m encipt akan sesuatu yang disebut kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah sesuatu yang rumit untuk dirum uskan secara definitif.

(32)

bersangkutan dengan akal

Arti kebudayaan menurut Selo Sumarjan dan Soelem a Soem ardi (1974: 113) adalah hasil karya rasa, cipt a masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi, kebudayaan kebendaan, dan kebudayaan jasmaniah (m aterial culture) yang diperlukan m anusia untuk m enguasai alam . Rasa yang

meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kem asyarakatan yang perlu untuk m engatur masalah-m asalah kem asyarakatan dalam arti luas. Di dalam nya termasuk misalnya agam a, ideologi, kebatinan, kesenian, dan sem ua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia yang hidup sebagai anggot a masyarakat. Selanjutnya cipta merupakan kem ampuan m ental, kem ampuan berfikir dari orang-orang yang hidup dalam berm asyarakat antara lain menghasilkan filsafat sert a ilmu pengetahuan, baik yang berwjud teori m urni, maupun yang disusun urt uk diamalkan dalam kehidupan berm asyarakat.

Kebudayaan diartikan sebagai warisan m asyarakat baik yang berupa material m aupun spiritual yang menent ukan hari ini dan hari depan melalui pendukungnya sejak dulu. Kebudayaan m erupakan cara yang ditempuh masyarakat untuk menghadapi tantangan alam dan jaman menjaga kelangsungan hidupnya. Sejak abad ke-9 pengertian kebudayaan merupakan istilah untuk m enunjukkan segala hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan pengungkapan bentuk. Dalam hubungan dengan alam, kebudayaan menunjukkan segala pengharapan manusia dari hasil alam dan dirinya sendiri. Kebudayaan m eliputi perlengkapan hidup, peralatan, bahasa, negara, hukum , ilmu pengetahuan, agama, (Ensiklopedi Indonesia, edisi khusus. 3 : 1705).

Menurut E.B. Taylor dalam Harsojo (1999:92) kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilm u pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum , dan adat istiadat, kemam puan lain sert a kebiasaan yang didapat oleh m anusia sebagai anggota m asyarakat.

(33)

kebudayaan sehingga manusia sering disebut m akhluk berbudaya. Kebudayaan mem punyai unsur-unsur yang universal. Artinya unsur-unsur tersebut dapat ditemukan dalam kebudayaan dimanapun di dunia, baik yang kecil maupun yang besar dan kompleks, dengan jaringan yang luas. Unsur ini terdiri dari tujuh m acam yang merupakan isi dari kebuduyaan tersebut. T ujuh unsur kebudayaan tersebut m enurut Koentjaraningrat (1983: 2) adalah : (1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, peralatan, alat rum ah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan transportasi), (2) mata pencaharian dan sistem ekonom i (pert anian, peternakan, sistem produksi, dan cara distribusi), (3) sistem kem asyarakatan (sistem hukum dan perkawinan), (4) bahasa (lisan maupun tulisan), (5) kesenian (seni suara, seni rupa, dan seni gerak), (6) sistem pengetahuan (sistem m enghitung hari), dan (7) kepercayaan.

Berdasarkan definisi tersebut terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu ; (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norm a-norm a, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Kebudayaan ide inilah yang disebut adat kelakuan, m aksudnya adalah kebudayaan ideal itu juga berfungsi sebagai tata kelakuan dan perbuatan m anusia di dalam m asyarakat. (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, akt ivit as tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. W ujud kebudayaan ini disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-akt ivit as manusia yang berinteraksi, berhubungan sert a bergaul satu sama lainnya yang terus-m enerus m enurut pola tertent u yang berdasarkan pada adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat konkrit, terjadi di sekeliling kita dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diobservasi atau diteliti. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya m anusia. W ujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik, akt ivitas, perbuatan dan karya manusia di dalam masyarakat. Sifatnya paling konkrit dan merupakan benda-benda yang dapat diraba m aupun dilihat dan diam bil gam barnya atau difoto. b. Kebudayaan Jawa

(34)

(Frans Magnis-Suseno SJ, 1988 : 9).

Kebudayaan Jawa m empunyai keanekaragaman tersendiri. Kebudayaannya tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen. Mereka sadar akan adanya suatu keanekaragaman yang sifatnya regional. Pembagian kebudayaan itu sendiri terbagi m enjadi tiga golongan, yaitu pert ama adalah kebudayaan Bagelan. Orang Jawa memiliki pandangan bahwa kebudayaan Bagelan adalah kebudayaan Banyum as yang daerahnya m eliputi bagian barat daerah kebudayaan Jawa. Kecuali logat Banyum as yang sangat berbeda, juga masih ada sisa-sisa dari bentuk-bentuk organisasi sosial kuno.

Yang kedua adalah kebudayaan Negarigung yaitu daerah istana-istana Jawa. Peradaban ini m empunyai suatu sejarah kesusastraan, memiliki kesenian yang m aju (beberapa tarian dan seni tari kraton), serta ditandai oleh suatu kehidupan keagamaan yang sangat sinkretik, campuran dari unsur-unsur agama Hindu, Budha, dan Islam. Hal ini terutama terjadi di kot a kraton Solo dan Yogya yang merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di kraton.

Yang ket iga aalah kebudayaan Pesisir yaitu suatu kebudayaan yang terdapat di kot a-kota pant ai utara Pulau Jawa. Kebudayaan ini meliputi daerah dari lndram ayu-Cirebon di sebelah barat , sampai ke kota Gresik di sebelah timur. Penduduk daerah pesisir ini pada umumnya m em eluk agam a Islam puritan yang juga mem pengaruhi kehidupan sosial budaya m ereka. Orang Jawa mem bedakan antara daerah Barat yang pusatnya di Cirebon, dan suatu sub-daerah T im ur yang berpusat di Demak (Koent jaraningrat, 1984:25-26).

Pulau Jawa adalah bagian dari suatu form asi geologi tua berupa deretan pegunungan yang menyambung dengan deretan pegunungan Himalaya dan Pegunungan di Asia T enggara, dimana arahnya m enikung ke arah tenggara kernudian kearah timur m elalui tepi daratan Sunda yang m erupakan landasan kepulauan Indonesia ( Koentjaraningrat . 1984 : 3).

(35)

benua Asia. Namun setelah jam an Es berakhir dan darat an-daratan rendah berubah menjadi lautan, m uncullah beberapa daratan yang terpisah. Pulau Jawa sebagai pulau terbesar ke tiga di bekas wilayah daratan Sunda, dalam sejarah kebudayaan Indonesia memiliki peranan yang pent ing. Dari hasil penem uan-penemuan hasil penggalian disim pulkan bahwa nenek m oyang suku bangsa Jawa, yang ditemukan fosil-fosilnya di daerah lembah Bengawan Solo, adalah manusia Indonesia tertua yang sudah ada kira-kira satu juta tahun yang lalu (Budiono Herusatot o. 1982 : 52-53).

T iga ribu tahun sebelum m asehi, gelombang pert am a imigran Melayu Yang berasal dari Cina Selatan m ulai m embanjiri Asia Tenggara, disusul oleh beberapa gelom bang lagi selama dua ribu tahun berikut. Orang Jawa dianggap keturunan dari orang Melayu gelombang berikut itu. Orang Melayu itu hidup dari pert anian, mereka sudah mengenal persawahan. Dengan demikian bentuk organisasi desa mereka sudah relatif tinggi. Garis-garis besar organisasi sosial itu direkonstruksikan dan bert ahan sam pai sekarang.

Dalam wilayah kebudayaan Jawa dibedakan antara penduduk pesisir utara dimana hubungan perdagangan, pekerjaan nelayan, dan pengaruh Islam lebih kuat menghasilkan kebudayaan Jawa yang khas, yaitu kebudayaan pesisir dan daerah-daerah Jawa pedalam an, sering disebut juga "kejawen", yang mem punyai pusat budaya dalam kota kerajaan. Kebudayaan pesisir merupakan kerajaan-kerajaan pant ai yang didasarkan atas perdagangan, yang berkem bang di sekeliling kota pelabuhan. Mereka memiliki suatu armada perdagangan yang besar, terdiri dari kapal-kapal layar bercadik.

(36)

berusaha hidup menurut ajaran Islam . Golongan pert am a di sebut kejawen dan yang ke dua disebut santri.

c. Kebudayaan Islam

Kebudayaan Islam adalah cara berfikir dan merasa taqwa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial ( Sidi Gazalba: 1988 : 26 ). Cara berfikir dan merasa itu terwujud dalam bent uk laku, perbuatan dan tindakan lelompok manusia dalam sosial, ekonom i, politik, ilmu pengetahuan dan teknik, kesenian dan falsafah. Dalam tiap segi kehidupan selalu ditemukan pola : asas atau prinsipnya berasal dari Al-Qur'an dan Hadits, sedangkan cara pelaksanaan atas prinsip itu atau norm a-norm anya berasal dari hidup Islam , disebut kebudayaan Islam .

Kebudayaan adalah cara hidup yang isinya cara berlaku dan berbuat dalam tiap fase kehidupan. Dalam Islam cara itu adalah taqwa. Maka kebudayaan Islam adalah kebudayaan T aqwa. Secara terperinci dirum uskan : cara berfikir ( budi dan rasa ) taqwa, yang m enyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan m anusia yang m embebnt uk kesatuan sosial, dalam suatu ruang dan wakiu ( Sidi Gazalba. 1992 : 97 ).

Hakekat taqwa adalah menjaga hubungan dengan T uhan. Dalam Islam praktek agamanya disebut ibadat ( pengabdian ). Bentuk pengabdian orang Islam tercermin dalam hukum Islam, yaitu Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Naik haji. Kelima unsur ini adalah pernyataan hubungan dengan Tuhan. Apabila bentuk-bent uk pengabdian ini dilakukan dengan sem purna ( dengan syareat-syareat yang cukup, pengertian dan kesadarannya yang penuh, dengan penghayatan m aksud dan tujuan), selanjutnya dilakukan dengan ikhlas, m aka ibadat itu dinamakan taqwa. T aqwa itulah yang dimaksud menjaga hubungan dengan Tuhan.

(37)

kebudayaan taqwa dalam ajaran Islam sebagai ujung agama ( ibadat ) dan pangkal kebudayaan ( hubungan dengan m anusia ).

Antropologi budaya memandang m anusia sebagai makhluk yang berfikir, mem berikan jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhannya dengan cara bert ingkah laku terhadap lingkungannya. Ant ropologi Islam memandang manusia sebagai hamba Allah ( Sidi Gazalba. 1992 : 98-101 ).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Islam tidak berdiri sendiri, ia adalah bagian dari ajaran atau apa yang diistilahkan dengan Diinul Islam. Isi dari Diinul Islam adalah agama dan kebudayaan. Agama Islam adalah sistem hubungan m anusia dengan Allah. Jadi kebudayaan Islam adalah sistem hubungan manusia dengan m anusia yang berpangkal dari hubungan dengan T uhan.

4. Upacara tradisi

a.Upacara

Dalam Kam us Besar Bahasa lnadonesia (2001:1250) Upacara adalah rangkaian perbuatan atau tindakan terkait pada aturan-aturan tertentu menurut adat atau norma.

Upacara m erupakan wujud dari sistem sosial yang telah terbent uk dan tcrpola sedemikian rupa, sehingga telah menjadi keyakinan dan kepercayaan bahwa Upacara tersebut wajib dijalankan secara terus menerus (Frans Magnis Suseno, 1991: 45).

Upacara berart i m elakukan suatu perbuatan m enurut adat kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan m asyarakat, dalam rangka m emperingati peristiwa penting, sert a dalam Upacara tersebut dipakai do'a-do'a, gerak gerik tangan dan badan.

(38)

dan sebagainya. Bertindak sebagai pelaku upacara adalah seorang pendeta, dukun, bhiksu, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan lain-lain. Semua unsur ini sebaiknya ada dalam pelaksanaan upacara, agar dapat berjalan sesuni yang diinginkan.

Dalam pelaksanaan upacara dibedakan dalam beberapa bent uk, sepert i (1) upacara dalam lingkaran hidup seseorang sepert i ham il tujuh bulan, kelahiran, upacara potong ram but unt uk yang pertam a kali, upacara menyentuh tanah untuk yang pert ama kali, upacara menusuk telinga (bagi yang perempuan), sunat, perkawinan, khitanan, kemat ian dan setelah kemat ian; (2) upacara yang berhubungan dengan bersih desa serta pengerjaan atau penggarapan tanah pertanian setelah panen; (3) upacara yang berhubungan dengan hari-hari besar Islam seperti: maulid nabi, grebeg syuro, grebeg besar, dan lain-lain; (4) upacara pada saat tidak m enentu karena berkenaan dengan kejadian-kegadian tert entu, sepert i mem buat rumah, menolak bahaya atau ruwatan, kaul, dan sebagainya.

b.Tradisi

Menurut Kam us Bahasa Indonesia (2001:1208) tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek m oyang yang masih dijalankan oleh masyarakat) yang merupakan penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada m erupakan yang paling baik dan benar.

Van Peursen (1976:11) berpendapat bahwa tradisi merupakan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah dan hart a benda. Pewarisan tersebut dilakukan agar norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah yang telah dim iliki oleh nenek moyang akan terus bert ahan dan di warisi oleh generasi penerus.

(39)

adalah hal atau isi sesuatu yang diserahkan dari sejarah m asa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata kemasyarakat an dan keyakinan maupun proses penyerahan atau penerusan kepada generasi berikutnya.

Sidi Gazalba (1974 : 147) dalam tinjauannya m engenai tradisi dikatakan bahwa kehidupan kebudayaan berlaku dalam waktu kebudayaan mem pert ahankan diri dengan jalan tradisi yaitu pewarisan unsur-unsur kebudayaan dari suatu angkatan menuju angkatan berikutnya, karena sesuatu tidak dengan tiba-t iba unt uk m enjadi suatu kebudayaan. T anpa kehidupan kebudayaan itu akan selalu diakhiri dengan kemusnahan. Tradisi merupakan syarat kesinam bungan seluruh kehidupan, syarat bagi kesinam bungan seluruh kehidupan kebudayaan ada dalam wakt u yaitu bentuk masa lalu, masa kini, dan masa yang akan dart ang.

Dari berbagai pendapat mengenai tradisi di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah suatu adat kebiasaan yang secara turun temurun diperoleh dari para pendahulunya atau nenek moyangnya.

c.Upacara Tradisi

Upacara tradisi dapat diartikan sebagai suatu bent uk kegiatan sosial dengan melibatkan warga masyarakat dalam usaham ya unt uk mencapai tujuan bersama dan merupakan bagian yang integral dari kehidupan masyarakat pendukungnya.

Upacara tradisi juga sebagai suatu perilaku atau rangkaian tindakan aktifitas m anusia yang didorong perasaan m anusia yang dihinggapi oleh suatu emosi keagamaan yang ditata oleh adat atau hukum atau peraturan yang pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya dalam masyarakat dan berlangsung turun tem urun dari generasi kegenerasi sam pai sekarang.

(40)

T radisi yang berlangsung dalam m asyarakat ada yang di anggap berm akna religius oleh m asyarakat pendatangnya. Karena tindakan tersebut diwujudkan dalam upacara keagam aan yang bersifat keram at dalam-t ujuannya mencari hubungan dengan T uhan, Dewa atau dengan kekuatan gaib. Pada umumnya upacara tersebut m erupakan rangkaian lambang yang dapat berupa benda m ateri, kegiatan fisik, dan kejadian-kejadian tertent u. Oleh karena itu dalam mem pelajari berbagai ragam upacara orang dapat m eninjaunya melalui wujud lahiriahnya sert a penafsiran orang kenyataan dan para ahli kebudayaan yang terlibat dalam upacara.

Suatu tradisi biasanya selalu dihubungkan dengan sesuatu yang bersifat sakral atau mempunyai nilai sakral. Nilai sakral tersebut m erupakan salah satu fakt or yang mendorong generasi penerus untuk tetap m empert ahankan warisan leluhur tersebut. Bertahan tidaknya suatu tradisi tergant ung dari pendukungnya, apakah masyarakat pendukungnya m asih ingin menjaga melangsungan suatu tradisi tert entu m aka tradisi tersebut akan terus berlangsung sampai para pendukungnya mewariskan tradisi tersebut kepada generasi berikutnya, dem ikian seterusnya.

(41)

B. Kerangk a Berfikir

Keterangan:

Pada umumnya orang Jawa m enyebut seseorang yang ahli atau mem punyai pekerjaan khusus di bidang bangunan baik ahli dalam merancangkan maupun ahli dalam mendirikan bangunan itu disebut dengan istilah Kalang. Mereka yang biasa disebut Kalang tersebut adalah para tenaga kerja yang dilatih dan di didik oleh para guru adat, yang kebanyakan dari lingkungan Keraton, sebagai pengabdi keraton atau abdi dalem kerat on.

Kerat on Surakarta m empunyai fungsi sebagai sumber seni budaya Nasional khas daerah Jawa T engah dan sebagai wadah kegiatan adat istiadat sert a tradisi yang erat kaitanya dengan corak nilai kepribadian sert a hubungan dengan daya t ahan bangsa dan negara Indonesia.

Setelah keraton Surakarta m engalam i m usibah kebakaran pada tahun 1985 sudah barang tentu dalam usaha pembangunan kem bali keraton Surakart a di butuhkan orang-orang yang ahli dibidang bangunan (kalang). Orang-orang tersebut adalah salah satu pendukung pelaksanaan pem bangunan Keraton Surakart a yang terbakar tersebut.

Serat kalang atau kawruh kalang adalah kitab yang berisi ilmu tentang ruang yang berhuruf Jawa yang didalam nya m enguraikan tentang kerangka bangunan, prinsip-prinsip ukuranya, hingga bahan yang seharusnya digunakan untuk m em bangun rum ah rakyat hingga rumah raja.

Bangunan kerat on

Kawruh/serat kalang

Kebudayaan

Kalang

Tradisi

(42)

BAB III

METO DOLO G I PENELITIAN

A. Tempat dan Wak tu Peneliti an

1. Tem pat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul Studi tent ang Interpretasi Serat Kalang dalam Pembangunan Kembali Keraton Kasunanan Surakarta T ahun 1987 dilaksanakan dilingkungan perpustakaan. Adapun yang digunakan sebagai tem pat penelitian adalah sebagai berikut :

a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakart a.

b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan llm u Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakart a

c. Perpustakaan Program Sejarah Fakultas Keguruan dan It mu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

d. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

e. Perpustakaan Monum en Pers Surakarta

f. Perpustakaan Reksa Pustaka Keraton Mangkunegaran Surakart a . g. Perpustakaan Sasana Poestaka Kerat on Kasunanan Surakart a.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang direncanakan dalam penelitian ini adalah sejak disetujuinya judul skripsi pada bulan Agustus 2008 sampai bulan April 2010.

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu penelitian tersebut diant aranya adalah mengumpulkan sumber baik sum ber primer m aupun sekunder, melakukan kritik unt uk menyelidiki keabsahan sumber, melakukan wawancara menetapkan m akna yang, saling berhubungan dari fakt a-fakta yang diperoleh dan terakhir menyusun laporan hasil penelitian.

(43)

B. Metode Penelitian

Bent uk penelitian adalah penelitian historis, sehingga penelitian ini menggunakan strat egi atau m etode historis. Pemilihan metode historis didasarkan pada pokok permasalan yang dikaji yaitu peristiwa masa lam pau, untuk direkonstruksikan menjadi kisah sejarah melalui langkah atau m etode historis.

Menurut Koent joroningrat (1977 : 12) m etode berasal dari bahasa Yunani, yaitu Methods yang berarti jalan atau cara. Karena berhubungan dengan hal ilm iah, maka yang dimaksud dengan metode yaitu cara kerja yang sistem atis mengacu pada aturan baku yang sesuai dengan permasalahan ilmiah yang bersangkutan dan hasilnya dapat dipertanggun g jawabkan secara ilmiah.

Sedangkan Louis Got tschalk (1975 : 11) berpendapat bahwa penelitian historis adalah "kegiatan mengumpulkan, m engkaji dan m enganalisa daya yang diperoleh dari peninggalan m asa lam pau". Sedangkan aturan atau langkah metode sejarah menurut Nugroho Notosusanto (1971 : 28) adalah meliputi heuristik, kritik, interprestasi dan historiografi.

Berdasarkan ket iga pendapat tersebut, penelitian historis dilakukan dengan kegiatan m engum pulkan, m engkaji dan m enganalisa secara kritis peninggalan sejarah masa lam pau m enjadi bahan penulisan, mendasarkan pada metodologi historis dan dijadikan hasil penulisan sejarah sebagai karya ilmiah.

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu m ethodos (m ethods adalah cara atau jalan) dan theodos adalah m asalah. Jadi m etode dapat diartikan sebagai jalan atau cara untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan menurut Hellius Sjamsudin (1996:2), metode berhubungan dengan suatu prosedur, proses atau teknik yang sistematis dalam penyelidikan disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek atau bahan-bahan yang diteliti. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah.

(44)

kejadian atau keadaan masa lam pau. Menurut Gilbert J. Garraghan dalam Dudung Abdurrahman (1999 : 43) m etode historis adalah seperangkat aturan dan prinsip sisteniatis untuk m engum pulkan sum ber-sum ber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tert ulis. Menurut T Ibrahim Alvian (1994 : 22), bahwa metode penelitian historis adalah seperangkat aturan dan prinsip yang sistimatis unt uk mengumpulkan sum ber sejarah, m enilai secara kritis guna m endapatkan sintesa sejarah yang ditulis sebagai hasil penelitian

C . Sum ber Data

Sum ber data dalam sejarah merupakan keberadaan atau lahan penemuan bahan penelitian sejarah yang m em erlukan proses pengolahan, penyeleksian dan pengkategorian sumber sejarah (Kunt owijoyo, 1995 : 96).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sum ber data yang berupa sum ber data tertulis. Sum ber tert ulis menurut Nugroho Not osusant o (1971 : 26) dibagi menjadi sumber tert ulis primer dan sum ber tertulis skunder. Sum ber tert ulis primer yaitu sum ber yang autentik atau sumber yang ditulis dari tangan pert am a tentang perm asalahan yang akan diungkapkan. Sum ber tert ulis skunder yaitu sumber yang ditulis oleh orang yang tidak terlibat langsung dari peristiwa yang dikisahkannya. Menurut Louis Gott schalk (1996 : 350), sum ber primer adalah kesaksian dan seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau dengan alat mekanis yang lain. Sumber ini biasa di sebut saksi pandangan m ata. Sedangkan sum ber skander adalah kesaksian dari siapapun yang bukan m erupakan Saksi pandangan mata, yakni, dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya.

(45)

penelitian.

Sum ber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sum ber tertulis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sum ber primer dan sumber skunder. Sum ber primer yang digunakan adalah Serat Kalang Sasono Poestoko Keraton Kasunanan Surakart a Hadiningrat no 7 wa, Serat kalang Sasono Poestoko Kraton Surakart a Hadiningrat no 9 wa, dan Serat Kalang Bab griyo Jawi. Rekso Pustoko Mangkunegaran Sumber Skunder yang digunakan adalah buku-buku yang relavan dengan penelitian.

D. Teknik Pengumpul an Data

Teknik pengum pulan data dalam penelitian histories m erupakan salah satu langkah yang pent ing. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka dalam pengumpulan data dilakukan melalui dua m acam cara yaitu :

1. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik yang dilakukan unt uk mengumpulkan data dengan cara membaca data yang berasal dari arsip, buku, m ajalah, surat kabar yang terbit pada m asa itu atau yang terbit kem udian. Bahan ini dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang diteliti. Teknik studi pustaka yang digunakan dalam penelitian adalah dengan sistim kart u atau menggunakan catalog dengan cara m encatat beberapa sumber tert entu mengenai masalah dengan m encantumkan keterangan mengenai subjek, dan judul buku maupun ket erangan tahun terbit dan sebagainya.

Kegiatan studi pustaka dalam penelitian ini di laksanakan dengan cara sebagai berikut :

1) Mengumpulkan sumber primer dan skunder yang berupa buku-buku literature dan ensiklopedi yang berkaitan dengan tema mengenai. Studi tent an interpretasi Serat Kalang dalam Pembangunan kembali Keraton Kasunanan Surakarta tahun 1987 yang tersim pan di beberapa perpustakaan.

(46)

penelitian yang tersim pan di perpustakaan berdasarkan periodisasi waktu atau secara kronologis.

3) Mengumpulkan data yang telah diperoleh dari perpustakaan untuk digunakan dalam m enyusun karya ilm iah.

2. Wawan cara

Menurut Koent jaraningrat (1986 : 129) m etode wawancara atau metode Interview mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang untuk tujuan suatu tugas tertent u, mem baca m endapat kan ket erangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan m uka dengan orang itu.

Wawancara adalah sebuah proses untuk m em peroleh ket erangan untuk tujuan penelitian dengan cara T anya jawab, sam bil bert atap m uka antara penanya atau pewanwancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan Interview guide (panduan wawancara).walaupun wawancara adalah proses percakapan yang terbentuk Tanya jawab dengan tatap m uka, namun wawancara m erupakan suatu proses pengum pulan data unt uk suatu penelitian (Moh- Nasir, 1988 : 234).

Adapun maksud dari wawancara adalah unt uk m engonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, m otif, tuntutan kepedulian dan lain-lain. Suatu wawancara m em punyai tujuan unt uk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan m anusia di dalam masyarakat sehingga untuk memperoleh data yang dapat dipert anggung jawabkan maka diadakan pem ilihan personel yang diwawancarai yaitu orang yang m em iliki kem am puan dan pengetahuan tentang m asalah yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara berencana, yaitu wawancara yang terdiri dari suatu daft ar pert anyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelum nya (Koentjaraningrat 1986 :138).

(47)

pert anyaan dengan panjang lebar.

E. Tekni k Anal isis Data

Analisis data merupakan pengerjaan dan pemanfaatan data sampai pada kesimpulan yang dapat digunakan unt uk menjawab persoalan-persoalan dalam penelitian. (Koent jaraningrat, 1977 : 269). Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistimatis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya unt uk meningkatkan pem ahaman peneliti tent ang kasus yang diteliti dan menyajikanya sebagai tem an bagi orang lain. (Noeng Muhadjir, 1996:104).

Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisa data m elalui pengumpulan data, baik data primer maupun data skunder, kem udian diklasifikasikan selanjutnya diseleksi dan membandingkan data, unt uk kem udian diint erpretasikan guna didapat keterangan lengkap sehingga dapat dijadikan fakta sejarah. Fakta merupakan bahan utama dalam m enyusun historiografi dan fakt a merupakan hasil pem ikiran yangn m engandung subyekt ifitas.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa sejarah. Analisa data sejarah yaitu analisis yang m engutamakan ketajam an dan kekuatan didalam mengint erpretasikan data sejarah. (Louis Gottschalk, 1975 : 95). Tujuan dari analisis data dalam penelitian sejarah adalah unt uk melakukan sint esis akan sejum lah fakta yang diperoleh dari sum ber-sum ber sejarah dan bersama dengan teori disusunlah fakta kedalam suatu interpretasi yang menyeluruh (Dudung Abdurrahman, 1999:64).

(48)

F. Prose dur Pe nelitian

Louis Gottshalk (1975:17) mengem ukakan prosedur penelitian sejarah terdiri dari em pat kegiatan yaitu: (1) Heuristik, (2) Kritik sumber, (3) interpretasi, (4) Historiografi.

1. Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani yaitu heurishein yang berart i memperoleh (Dudung Abdurrahman, 1999:55). Menurut Sidi Gazalba (1981:114) heuristik adalah pencarian dan penyelidikan sumber sejarah untuk m endapat kan bahan. Pada tahap ini, penulis berusaha unt uk mencari dan mengumpulkan surnber-sum ber yang sesuai dengan penelitian. Sumber sejarah yang digunakan dalam penelitian ini ialah sumber tertulis yang berupa sum ber primer dan sumber sekunder.

a. Sumber Prim er

Sum ber yang digunakan adalah dokumen, yaitu transkrip atau naskah serat kuno. Sum ber primer adalah sumber yang keterangannya didapat secara langsung oleh yang menyaksikan peristiwa dengan mata kepala sendiri. (Daliman, 1971:19)

b. Sumber Sekunder

Sum ber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari buku-buku, Literatur-literatur yang ada hubungannya dengan perm asalahan. Sumber sekunder adalah sumber yang ket erangan pengarangnya diperoleh dari orang lain atau sumber lain. (Daliman, 1971:19)

2. Kritik

Setelah sum ber-sum ber terkum pul, tahap berikutnya adalah verifikasi atau kritik untuk mempemleh keabsahan sum ber. Kritik ini dimaksudkan untuk menent ukan keabsahan tentang keaslian sum ber dan keabsahan tentang kesahihan sum ber. (Dudung Abdurrahman, 1999:58). Dalam prosedur sejarah cara tersebut dilakukan melalui proses kritik sumber, yaitu:

a. Kriti k Intern

Gambar

Tabel 1 Cat Tembok

Referensi

Dokumen terkait