BAB II LANDASAN TEO RI
2. Keraton a. Pengert ian Kerat on a.Pengert ian Kerat on
Menurut Purwadarm int o (1976: 489) dalam Kam us Besar Bahasa Indonesia, kerat on diartikan sebagai : (1) Istana Raja; (2) Kerajaan. Kata Kerat on berasal dari kata dasar (Jawa : Lingga) “Ratu” di tambah awalan “Ka” dan akhiran “an” menjadi “ka-ra-tu-an”. Kemudian dipercepat pengucapannya menjadi karaton yang berarti tem pat tinggal atau kediam an resmi ratu atau raja dengan keluarganya (Sri W inarti, 2004 : 26)
Berdasarkan istilah tersebut Sri Winart i menterjemahkan Keraton menjadi 2 m acam pengertian yaitu :
1. Kerat on berarti rumah atau tem pat tinggal rat u. Dalam pengert ian ini keraton sama dengan Istana (palace)
2. Kerat on berarti Negara (nagari), yaitu daerah atau wilayah tertent u yang diperintah oleh ratu. Dalam pengertian ini kerat on sam a dengan kerajaan (kingdom)
Berdasarkan pandangan orang Jawa Keraton berasal dari “karatyan” atau “karatun” yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri yang merupakan tem pat raja bermukim (W.D. Miranti, 2003: 13)
Darsiti Soerat man (1989: 1) istilah keraton m enunjuk pada tempat kediaman ratu/raja, keraton m enunjuk pada tem pat kediam an ratu/raja, keratin mem punyai beberapa m akna: (1) berart i negara/kerajaan; (2) berart i pekarangan raja m eliputi wilayah di dalam Cepuri (t em bok yang mengelilingi halaman) Baluwart i; (3) pekarangan raja m eliputi wilayah di dalam Cepuri ditambah alun-alun.
Pengertian keraton menurut KGPH Puger ada 7 (Sapt a W edha) yaitu:(1) Kerat on berart i Kerajaan (2)Kerat on berarti kekuasaan Raja yang mengandung 2 aspek kewarganegaraan (Staatsrechtelijk) dan Magisch-Religius(3)Keraton berarti penjelmaan “Wahyu nubuah” yang m enjadi pepunden dalam kejawen(4) Keraton berarti istana,Kedhaton, dhatulaya (rum ah)(5) Bentuk bangunan kerat on yang unik dan khas m engandung makna sim bolik yang tinggi, yaitu m enggam barkan tunt unan perjalanan hidup/ jiwa menuju kearah kesempurnaan (6)Keraton sebagai lem baga sejarah kebudayaan menjadi sum ber dan pemancar kebudayaan (7) Keraton sebagai badan yang mempunyai barang- barang hak milik atau wilayah kekuasaan sebagai sebuah dinasti.
Bangunan yang dinamakan Keraton m erupakan kediaman rat u/ Raja dan sekaligus menjadi “Pepundhen” bagi kerabat Kerat on.Keraton didirikan berdasarkan” pangolahing budi” yaitu “pakarti lahiriyah” bersam aan dengan pakarti “Badaniyah”.Pakarti lahiriyah m engandung tuntutan bahwa manusia hidup dalam tingkah laku sert a ucapannya selalu tidak menyimpang dari budi pekerti luhur.Pekert i batiniah ialah dengan cara semedi, konsentrasi, bert apa dan sebagainya dengan m aksud mendekatkan diri pada T uhan (Yosodipuro, 1994:2).
Keraton merupakan bangunan yang unik, berukuran luas dengan struktur bangunan yang bersifat khusus. Keraton adalah m onopoli raja, oleh karena itu penguasa tradisional lainnya, misalnya kadipaten tiddak diperkenankan duduk di dhampar (singgasana raja), jadi keraton merupakan tempat kedudukan khusus untuk raja (Darsiti Soeratm an (1989 : l)
merupakan kediam an ratu atau raja yang m eliputi tem pat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangannya yang dibatasi pagar atau tembok Cepuri Baluwart i.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keraton adalah pekarangan raja yang m eliputi wilayah di dalam Cepuri (tembok yang mengelilingi keraton), Baluwart i, dan alun-alun, yang dihuni oleh raja atau ratu bersama keluarganya, dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para bangsawan tinggal dan bekerja.
b. Fungsi Kerat on
Dahulu kerat on Surakarta m erupakan sebuah negara (nagari) yang mem iliki susunan asli, berpemerintahan sendiri (otonomi), m em iliki daerah atau wilayah tertent u dan rakyat (kawula alit) tertent u. Keraton Surakarta telah ada jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia, yaitu sebagai negara yang m empunyai pem erint ahan sendiri (berdaulat) yang dikepalai oleh seorang raja dengan sistem pem erint ahan yang bersifat turun temurun. Sebelum Indonesia m erdeka Keraton Surakart a mem iliki pemerint ahan sendiri sering dikenal dengan istilah "swapraja" (atau Pemerintahan sendiri), atau di dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah "Vorstanlande" (daerah kekuasaan raja). Dengan demikian Keraton Surakarta merupakan peninggalan kenegaraan asli Indonesia.
Pada tahun 1746 keraton Surakarta didirikan oleh Paku Buwana II untuk dijadikan penggant i keraton Kart asura yang telah hancur karena serangan musuh, sem ula adalah pusat kerajaan Mataram . Setelah mendiami keraton selama 3 tahun Paku Buwana wafat (1749) dan penggantinya mem erintah sebagai raja Mataram sam pai tahun 1755. Dengan dem ikian, selam a sem bilan tahun keraton Surakart a berkedudukan sebagai pusat kerajaan Mataram (Darsiti Soeratm an, 1989 : 1)
Sebelum terbent uk Negara Kesatuan Republik Indonesia keraton Surakart a m erupakan sebuah lem baga masyarakat yang berdasarkan ikatan kekeluargaan atau kekerabatan dari trah Mataram yang memiliki hubungan
darah atau keturunan Susuhunan Paku Buwana sebagai pengayom / pelindung kerabat kerat on sert a pengemban budaya Jawa ( Sri Winarti, 2004 ).
Setelah Indonesia m erdeka tanggal 17 Agustus 1945, maka lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ikut mem pengaruhi keberadaan kerat on Surakarta. Mulai tanggal 5 Juni 1947, distrik Surakart a term asuk kerat on Surakarta menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia. Sejak itu kerat on dengan segala aparaturnya sudah tidak lagi m em iliki kekuasaan politik, berbeda dengan yang dahulu bahwa keraton merupakan sebuah negara (Jawa : nagari) yang bernama Nagari Surakarta Hadiningrat, yang berfungsi layaknya sebuah negara.
Adapun Fungsi keraton menurut Sri W inarti (2004 : 28) adalah sebagai berikut :
1. Sebagai wahyu Ratu.
2. Sum ber budaya Jawa atau peninggalan kebudayaan leluhur Ratu Jawa. 3. Sebagai wujud atau bentuk peninggalan sejarah.
4. Sebagai bentuk negara asli Indonesia yang m erniliki tata susunan asli kultur Jawa, yang diperintah oleh raja Jawa secara turun temurun dan menjadi pusat pem erint ahan.
5. Sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa beserta kerabat atau keluarganya.
3. Kebudayaan
a. Pengert ian Kebudayaan
Dalam kehidupan m anusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia m encipt akan sesuatu yang disebut kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah sesuatu yang rumit untuk dirum uskan secara definitif.
Menurut Koentjaraningrat (1986: 181) “Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekert a Budhayah yaitu bent uk jam ak dari Budhi yang berart i “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan itu dapat diartikan sebagai hal yang
bersangkutan dengan akal
Arti kebudayaan menurut Selo Sumarjan dan Soelem a Soem ardi (1974: 113) adalah hasil karya rasa, cipt a masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi, kebudayaan kebendaan, dan kebudayaan jasmaniah (m aterial culture) yang diperlukan m anusia untuk m enguasai alam . Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kem asyarakatan yang perlu untuk m engatur masalah-m asalah kem asyarakatan dalam arti luas. Di dalam nya termasuk misalnya agam a, ideologi, kebatinan, kesenian, dan sem ua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusia yang hidup sebagai anggot a masyarakat. Selanjutnya cipta merupakan kem ampuan m ental, kem ampuan berfikir dari orang-orang yang hidup dalam berm asyarakat antara lain menghasilkan filsafat sert a ilmu pengetahuan, baik yang berwjud teori m urni, maupun yang disusun urt uk diamalkan dalam kehidupan berm asyarakat.
Kebudayaan diartikan sebagai warisan m asyarakat baik yang berupa material m aupun spiritual yang menent ukan hari ini dan hari depan melalui pendukungnya sejak dulu. Kebudayaan m erupakan cara yang ditempuh masyarakat untuk menghadapi tantangan alam dan jaman menjaga kelangsungan hidupnya. Sejak abad ke-9 pengertian kebudayaan merupakan istilah untuk m enunjukkan segala hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan pengungkapan bentuk. Dalam hubungan dengan alam, kebudayaan menunjukkan segala pengharapan manusia dari hasil alam dan dirinya sendiri. Kebudayaan m eliputi perlengkapan hidup, peralatan, bahasa, negara, hukum , ilmu pengetahuan, agama, (Ensiklopedi Indonesia, edisi khusus. 3 : 1705).
Menurut E.B. Taylor dalam Harsojo (1999:92) kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilm u pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum , dan adat istiadat, kemam puan lain sert a kebiasaan yang didapat oleh m anusia sebagai anggota m asyarakat.
Dari beberapa pengert ian di atas maka dapat disim pulkan bahwa kebudayaan m erupakan keseluruhan tingkah laku dan kebiasaan manusia dalam masyarakat. Begitu eratnya hubungan antara masyarakat dengan
kebudayaan sehingga manusia sering disebut m akhluk berbudaya. Kebudayaan mem punyai unsur-unsur yang universal. Artinya unsur-unsur tersebut dapat ditemukan dalam kebudayaan dimanapun di dunia, baik yang kecil maupun yang besar dan kompleks, dengan jaringan yang luas. Unsur ini terdiri dari tujuh m acam yang merupakan isi dari kebuduyaan tersebut. T ujuh unsur kebudayaan tersebut m enurut Koentjaraningrat (1983: 2) adalah : (1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, peralatan, alat rum ah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan transportasi), (2) mata pencaharian dan sistem ekonom i (pert anian, peternakan, sistem produksi, dan cara distribusi), (3) sistem kem asyarakatan (sistem hukum dan perkawinan), (4) bahasa (lisan maupun tulisan), (5) kesenian (seni suara, seni rupa, dan seni gerak), (6) sistem pengetahuan (sistem m enghitung hari), dan (7) kepercayaan.
Berdasarkan definisi tersebut terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu ; (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norm a-norm a, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan. Kebudayaan ide inilah yang disebut adat kelakuan, m aksudnya adalah kebudayaan ideal itu juga berfungsi sebagai tata kelakuan dan perbuatan m anusia di dalam m asyarakat. (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, akt ivit as tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. W ujud kebudayaan ini disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-akt ivit as manusia yang berinteraksi, berhubungan sert a bergaul satu sama lainnya yang terus-m enerus m enurut pola tertent u yang berdasarkan pada adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat konkrit, terjadi di sekeliling kita dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diobservasi atau diteliti. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya m anusia. W ujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik, akt ivitas, perbuatan dan karya manusia di dalam masyarakat. Sifatnya paling konkrit dan merupakan benda-benda yang dapat diraba m aupun dilihat dan diam bil gam barnya atau difoto. b. Kebudayaan Jawa
Bersama pulau yang lain, pulau Jawa term asuk yang sering disebut kepulauan Sunda Besar yang m erupakan sebagian dari kepulauan Indonesia
(Frans Magnis-Suseno SJ, 1988 : 9).
Kebudayaan Jawa m empunyai keanekaragaman tersendiri. Kebudayaannya tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen. Mereka sadar akan adanya suatu keanekaragaman yang sifatnya regional. Pembagian kebudayaan itu sendiri terbagi m enjadi tiga golongan, yaitu pert ama adalah kebudayaan Bagelan. Orang Jawa memiliki pandangan bahwa kebudayaan Bagelan adalah kebudayaan Banyum as yang daerahnya m eliputi bagian barat daerah kebudayaan Jawa. Kecuali logat Banyum as yang sangat berbeda, juga masih ada sisa-sisa dari bentuk-bentuk organisasi sosial kuno.
Yang kedua adalah kebudayaan Negarigung yaitu daerah istana-istana Jawa. Peradaban ini m empunyai suatu sejarah kesusastraan, memiliki kesenian yang m aju (beberapa tarian dan seni tari kraton), serta ditandai oleh suatu kehidupan keagamaan yang sangat sinkretik, campuran dari unsur-unsur agama Hindu, Budha, dan Islam. Hal ini terutama terjadi di kot a kraton Solo dan Yogya yang merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di kraton.
Yang ket iga aalah kebudayaan Pesisir yaitu suatu kebudayaan yang terdapat di kot a-kota pant ai utara Pulau Jawa. Kebudayaan ini meliputi daerah dari lndram ayu-Cirebon di sebelah barat , sampai ke kota Gresik di sebelah timur. Penduduk daerah pesisir ini pada umumnya m em eluk agam a Islam puritan yang juga mem pengaruhi kehidupan sosial budaya m ereka. Orang Jawa mem bedakan antara daerah Barat yang pusatnya di Cirebon, dan suatu sub-daerah T im ur yang berpusat di Demak (Koent jaraningrat, 1984:25-26).
Pulau Jawa adalah bagian dari suatu form asi geologi tua berupa deretan pegunungan yang menyambung dengan deretan pegunungan Himalaya dan Pegunungan di Asia T enggara, dimana arahnya m enikung ke arah tenggara kernudian kearah timur m elalui tepi daratan Sunda yang m erupakan landasan kepulauan Indonesia ( Koentjaraningrat . 1984 : 3).
Suku bangsa Jawa yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia tentu saja mempunyai riwayat atau sejarah yang tak berbeda. Pada jaman Es sebelum mencair, Semenanjung Malaka, Kalim ant an, Sumatera, dan Jawa m asih menjadi satu daratan yang disebut Daratan Sunda, yang tidak terpisahkan dari
benua Asia. Namun setelah jam an Es berakhir dan darat an-daratan rendah berubah menjadi lautan, m uncullah beberapa daratan yang terpisah. Pulau Jawa sebagai pulau terbesar ke tiga di bekas wilayah daratan Sunda, dalam sejarah kebudayaan Indonesia memiliki peranan yang pent ing. Dari hasil penem uan-penemuan hasil penggalian disim pulkan bahwa nenek m oyang suku bangsa Jawa, yang ditemukan fosil-fosilnya di daerah lembah Bengawan Solo, adalah manusia Indonesia tertua yang sudah ada kira-kira satu juta tahun yang lalu (Budiono Herusatot o. 1982 : 52-53).
T iga ribu tahun sebelum m asehi, gelombang pert am a imigran Melayu Yang berasal dari Cina Selatan m ulai m embanjiri Asia Tenggara, disusul oleh beberapa gelom bang lagi selama dua ribu tahun berikut. Orang Jawa dianggap keturunan dari orang Melayu gelombang berikut itu. Orang Melayu itu hidup dari pert anian, mereka sudah mengenal persawahan. Dengan demikian bentuk organisasi desa mereka sudah relatif tinggi. Garis-garis besar organisasi sosial itu direkonstruksikan dan bert ahan sam pai sekarang.
Dalam wilayah kebudayaan Jawa dibedakan antara penduduk pesisir utara dimana hubungan perdagangan, pekerjaan nelayan, dan pengaruh Islam lebih kuat menghasilkan kebudayaan Jawa yang khas, yaitu kebudayaan pesisir dan daerah-daerah Jawa pedalam an, sering disebut juga "kejawen", yang mem punyai pusat budaya dalam kota kerajaan. Kebudayaan pesisir merupakan kerajaan-kerajaan pant ai yang didasarkan atas perdagangan, yang berkem bang di sekeliling kota pelabuhan. Mereka memiliki suatu armada perdagangan yang besar, terdiri dari kapal-kapal layar bercadik.
Orang Jawa mem bedakan dua golongan kelas sosial, yaitu (1) wong cilik ( orang kecil ) yang terdiri dari petani dan mereka yang berpenghasilan kecil, (2) kaum priyayi dim ana m ereka term asuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Kaum priyayi ini sering disebut kaum ningrat atau ndoro. Disamping lapisan sosial-ekonom i ini masih dibedakan dua kelompok atas dasar keagamaan. Keduanya secara nom inal term asuk agama Islam , tetapi golongan pertama dalam cara hidupnya lebih ditent ukan oleh tradisi Jawa pra Islam , sedang golongan ke dua m emaham i diri sebagai orang Islam dan
berusaha hidup menurut ajaran Islam . Golongan pert am a di sebut kejawen dan yang ke dua disebut santri.
c. Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam adalah cara berfikir dan merasa taqwa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial ( Sidi Gazalba: 1988 : 26 ). Cara berfikir dan merasa itu terwujud dalam bent uk laku, perbuatan dan tindakan lelompok manusia dalam sosial, ekonom i, politik, ilmu pengetahuan dan teknik, kesenian dan falsafah. Dalam tiap segi kehidupan selalu ditemukan pola : asas atau prinsipnya berasal dari Al-Qur'an dan Hadits, sedangkan cara pelaksanaan atas prinsip itu atau norm a-norm anya berasal dari hidup Islam , disebut kebudayaan Islam .
Kebudayaan adalah cara hidup yang isinya cara berlaku dan berbuat dalam tiap fase kehidupan. Dalam Islam cara itu adalah taqwa. Maka kebudayaan Islam adalah kebudayaan T aqwa. Secara terperinci dirum uskan : cara berfikir ( budi dan rasa ) taqwa, yang m enyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan m anusia yang m embebnt uk kesatuan sosial, dalam suatu ruang dan wakiu ( Sidi Gazalba. 1992 : 97 ).
Hakekat taqwa adalah menjaga hubungan dengan T uhan. Dalam Islam praktek agamanya disebut ibadat ( pengabdian ). Bentuk pengabdian orang Islam tercermin dalam hukum Islam, yaitu Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Naik haji. Kelima unsur ini adalah pernyataan hubungan dengan Tuhan. Apabila bentuk-bent uk pengabdian ini dilakukan dengan sem purna ( dengan syareat-syareat yang cukup, pengertian dan kesadarannya yang penuh, dengan penghayatan m aksud dan tujuan), selanjutnya dilakukan dengan ikhlas, m aka ibadat itu dinamakan taqwa. T aqwa itulah yang dimaksud menjaga hubungan dengan Tuhan.
Lanjutan hubungan langsung dengan Tuhan adalah hubungan dengan manusia yang membentuk kehidupan sosial. lsi kehidupan sosial itu ialah kebudayaan. T aqwa adalah sikap m enjaga hubungnan dengan T uhan, yang dijadikan pangkal dalam melakukan hubungan dengan manusia. Jadi jelaslah
kebudayaan taqwa dalam ajaran Islam sebagai ujung agama ( ibadat ) dan pangkal kebudayaan ( hubungan dengan m anusia ).
Antropologi budaya memandang m anusia sebagai makhluk yang berfikir, mem berikan jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhannya dengan cara bert ingkah laku terhadap lingkungannya. Ant ropologi Islam memandang manusia sebagai hamba Allah ( Sidi Gazalba. 1992 : 98-101 ).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Islam tidak berdiri sendiri, ia adalah bagian dari ajaran atau apa yang diistilahkan dengan Diinul Islam. Isi dari Diinul Islam adalah agama dan kebudayaan. Agama Islam adalah sistem hubungan m anusia dengan Allah. Jadi kebudayaan Islam adalah sistem hubungan manusia dengan m anusia yang berpangkal dari hubungan dengan T uhan.