• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEO RI

HASIL PENELITIAN

A. Deskri psi Keraton Surakarta

3. Adat Keagam aan

Masih ada sejumlah upacara adat keraton yang terkait erat dengan keagam aan, dalam hal ini agam a Islam . T radisi ini merupakan warisan sistem syiar Islam yang dilakukan Wali Songo dan juga Sultan Agung. Menurut sejarah. Islamisasi di tanah Jawa diawali setelah runt uhnya kerajaan Majapahit (1518 M)

dan sejak berdirinya Keraton Dem ak di bawah kekuasaan Raden Patah.

Melalui peran Wali Songo Islamisasi berlangsung int eraktif antara kebudayaan keraton dengan Islam. Para pujangga menyebutnya era ini sebagai masa peralihan dari zam an Kabudan (t radisi Hindu, Budha) ke zam an Kewalen (jam an para wali/Islam ). Peralihan disini tidak berm akna sebagai pem buangan dan pergant ian tradisi, m elainkan peng-Islaman seni budaya warisan Hindu-Budha. Seni budaya nenek moyang yang adiluhung diberi warna Islam.

Jadi sejak kerajaan Islam pertama di tanah Jawa berdiri abad ke-16 M, telah terjadi proses akulturasi kebudayaan istana yang bersifat Hindu-Jawa dengan kebudayaan Islam. Proses itu m erupakan Islamisasi budaya istana. Ada em pat pert imbangan yang m elatar belakangi terjadinya proses Islam isasi tradisi lam a di antaranya disebutkan warisan budaya istana yang dinilai am at halus, adiluhung sert a kaya pada zam an Islam tent u bisa dipertahankan dan di masyarakatkan apabila dipadukan dengan unsur-unsur islam.Kem udian pihak istana sendiri sebagai pendukung dan pelindung agama merasa perlu mengulurkan tangan untuk menyemarakkan syiar Islam.

W ayang sebagai salah satu produk kebudayaan istana yang berbau unsur Hinduisme tidak harus dibuang. W ayang oleh W alisongo tetap dimanfaatkan secara opt imal dalam kegiatan dakwah. Islamisasi wayang ini terlihat dengan masuknya jim at layang kalimosodho (kalimat syahadad) yang dijadikan pusaka Kerajaan Amarta (Pandawa). Jim at ini merupakan pem ikiran dalam mem berikan legalitas Syahadat pada pewayangan yang jelas-jelas m enjadi inti dari kebudayaan Keraton.

Kreasi para wali dalam bidang pewayangan juga m enghasilkan perlengkapan-perlengkapan kelir (layar) yang melam bangkan langit sert a alam sem esta. Kem udian debog (batang pisang) yang disim bolkan sebagai bumi, balencong (pelita besar) yang m elambangkan matahari dan dalang perlam bang cara T uhan m engatur m akhluk-Nya.Disamping Sunan Kalijaga juga mem berikan warna Islam, terhadap bent uk dan karakter para tokohnya sehingga tidak bert entangan dengan Islam . Sementara Sunan Bonang membuat detail dan bagian seperti hutan dengan aneka m argasatwanya yang m elam bangkan m akhluk Tuhan.

Begitupun Raden Fatah Sultan Demak m enciptakan gunungannya.

Kerja kolekt if para wali itu akhirnya melahirkan permainan yang bermutu dan m enarik. Tujuannya tak lain untuk mendidik dan mengajarkan secara tidak langsung nilai-nilai keislaman khususnya m engenai tarekat dan m istik kepada orang Jawa yang m enggem ari wayang.

Sementara Sunan Giri juga melakukan terobosan yang sangat berart i. Ia mengarang kit ab ilm u falak yang disesuaikan dengan alam dan disesuaikan dengan pikiran orang Jawa. Kitab ini dapat dijumpai di m useum Radya Pustaka Solo, suatu kit ab yang digubah Pujangga Ranggawarsita berdasarkan hasil-hasil buah pikiran Sunan Giri II dengan nama kitab atau serat Widya Praddana.

Dalam W idya Praddana dapat dijum pai ilm u falak sebagai astronomi dan memuat penanggalan atau almanak yang berlaku bagi orang Jawa didasarkan atas prinsip-prinsip ilm u falak Islam, ant ara lain m eliputi nam a-nam a hari, tanggal, tahun, windu dan sebagainya. Dari istilah-istilah Hindu Budha, diubah menjadi istilah Islam. Selain m em ugar aspek kebudayaan, tindakan ini menunjukkan suatu proses Islamisasi.

Disam ping itu dikarang juga ilmu falak sebagai astrologi sepert i perhitungan nasib, kitab tentang naas atau apes, nasib malang atau keburuntungan dengan nam a nujum atau ram al dan kitab ilmu Firasat. Masih banyak lagi kreasi Walisongo yang menjadi wasilah (penghubung) m engislam kan tanah Jawa. Misalnya, mengadakan upacara tradisi guna m emeriahkan peringatan-peringatan hari besar Islam. Peringatan tersebut dikemas secara kreatif sehingga menarik perhatian banyak orang.

a. Sekate n

Sekaten.adalah salah satu upacara tradisi peringatan hari besar Islam karya Walisongo yang hingga kini m asih m enarik perhatian m asyarakat. Sekaten diselenggarakan untuk m enyambut peringatan lahirnya Nabi Muham maad Saw yang jatuh pada tanggal 12 Rabbingul-awal (Robiul Awal). Upacara adat keagam aan tahunan ini dipusatkan di Masjid Agung dari tanggal 5 sam pai dengan 12 Rabbingul awal.

Sekaten berdasarkan tafsir etika m oral berasal dari kata `sekat i' yang memiliki arti setara di dalam m enim bang hal baik atau buruk. Sedangkan berdasarkan tafsir ketaukhidan, berasal dari kat a: Syahadatain yakni m eyakini kebenaran perkara dua: yakin kepada Allah SW T (Syahadat T aukhid) sert a yakin dan percava kepada Nabi Muham mad sebagai utusan Allah (Syahadat Rassul)

Upacara sekat en diawali dengan prosesi turunnya dua perangkat gam elan dari Keraton menuju halam an Masjid Agung. Dua perangkat pusaka gam elan bernam a Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari ini melambangkan kalimat syahadatain (dua kalimat sahadat). Kiai Guntur Madu di sebelah Selatan yang ditabuh pertam a melambangkan Syahadat Taukhid, sedangkan Kiai Gunt ur Sari yang berada di bagian Utara sebagai Syahadat Rassul.

It ulah kreasi peninggalan Walisongo dalam m elakukan Islam isasi di tanah Jawa. Mereka tetap m em pert ahankan unsur-unsur kebudayaan peninggalan lam a untuk kepentingan m asing-m asing dua perangkat gam elan di atas juga mengandung makna Islam. Rambu berasal dari kat a arab Rabbuna (Allah Pangeranku) sedangkan rangkung atau Roukhun jika diartikan menjadi jiwa besar atau jiwa agung.

Saat pert ama gending Rambu akan ditabuh seusai sholat Ashar tanggal 5 Rabbingulawal (Maulud), banyak ibu-ibu yang berduyun-duyun masuk ke halaman m asjid Agung guna m endekati gamelan. Mereka ingin m endengarkan langsung gending pem buka sembari makan sirih. Karena di kaalangan masyarakat sejak lama beredar kepercayaan siapa yang m akan sirih saat gamelan Sekaten diperdengarkan bakal awet muda. Begitu pun petani yang mem beli pecut (cambuk) ternaknya akan cepat berkembang. Dari kepercayaan itu akhirnya turunnya gamelan selalu diikuti datangnya para penjual sirih, pecut dan m akanan khas tradisional nasi liwet, telur asin, wedang ronde dan sebagainya.

Dengan daya tarik perayaan sekaten di atas, masyarakat mau berduyun-duyun menuju masjid kemudian mengert i hari besar Islam khususnya kelahiran Rasulullah Saw. Bahkan ada pula yang langsung bisa mengucapkan dua kalimat Syahadat. sebagai ikrar dirinya mem eluk agam a Islam . Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muham madarrasulullah (Tidak ada Tuhan kecuali

Allah dan Muhammad Rasul utusan Allah).

It ulah strategi Walisongo dalam m elakukan Islamisasi. Perjuangan dakwahnya terhadap masyarakat Jawa yang m asih tebal rasa Syiwa dan Budhanya. tidak sekaligus membanjiri Islam dalam format keakraban, m elainkan memberikan keislaman dalam kem asan tradisi Jawa yang banyak dipengaruhi Hindu dan Budha sem uanya tent u dilakukan tetap berdasarkan hukum ketent uan Sunatullah yang telah digariskan dalam Alquran.

b. Grebeg

Setelah sekaten berlangsung tujuh hari, sebagai acara penutup diadakan upacara grebeg, sedekah m akanan dari Sinuhun Pakoe Boewono. Upacara ini juga sering disebut ‘Gunungan’, karena sejumlah makanan disajikan dalam bentuk gunung. Secara rinci Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwijaya m enguraikan bahwa gunungan terdiri 24 jodang (usungan tem pat makanan) besar yang terbagi 12 jodang gunungan laki-laki dan 12 lainnya jodang gunungan perem puan. Selain itu juga diselingi anak-anak (saradan) dan 24 ancak-catoka (jodang ukuran kecil).

Gunungan laki-laki berbentuk tumpengan, mengerucut setinggi melebihi orang berdiri. Dipuncaknya dihias ento-ent o (sejenis makanan yang berbentuk bulat) sebanyak 4 buah dan diatasnya lagi satu buah. Ini melam bangkan manunggalnya rasa sejati. Kemudian pada puncaknya ditancapkan bendera kecil gulo-klopo (m erah putih) yang m elam bangkan laki-laki perempuan.

Sedangkan gunungan perem puan bent uknya seperti gender (instrumen gam elan), karenanya juga disebut ‘gegenderan’. Segala sesuatunya tak beda dengan gunungan laki-laki.

Prosesi ‘Gunungan’ dari keraton m enuju masjid Agung dipimpin patih dengan diiringi pembesar keraton. Dalam memim pin prosesi ini patih selalu tam pil tegap dan berwibawa, m enghindar dari segala pandangan yang mengganggu pelaksanaan hajat raja. Dan unt uk menguji iman di depannya ditampilkan tarian lucu “cantang balung”. T arian yang dulu dilakukan para Brahmana ini memang sengaja untuk m enguji, jika tertawa pertanda masih dapat tergoda.

Form asi iring-iringan Gunungan dari halam an Kamandungan menuju masjid, yang paling depan Gunungan laki-laki diikuti anak-anak dan Gunungan perempuan. Berikutnya adalah acak catoka dalam formasi berjajar dua-dua diapit abdi dalem diiringi gending Munggang, sedangkan pada rombongan ancak-cant oka gending Kodok Ngorek.

Sesam painya Gunungan di serambi m asjid Agung dibacakan doa oleh Kiai Penghulu T apsiranom. Setelah itu Gunungan dan tum peng sewu dibagi-bagikan kepada semua hadirin termasuk dikirim kepada Sinuhun. Namun karena banyak pengunjung yang ingin m endapat kan tuah dari berkat hajad Raja tersebut, seringkali abdi dalem kewalahan membendung serbuan orang yang berebut makanan.

Sebagai pendukung dan pelindung agam a kerat on wajib m enyem arakkan syiar Islam . Para Sunan/Sultan senantiasa rasa sejati berusaha menyelaraskan lingkungan budaya dengan membangun berbagai sarana, baik yang bersifat struktural maupun kultural demi tercapainya syiar Islam. Sehinga sejak zaman Dem ak telah bermunculan upacara-upacara keagamaan sepert i sekat en, Grebeg Maulud. Grebeg Syawal. Dalam setahun Keraton setidaknva melangsungkan tiga kali Grebeg dan yang paling besar Grebeg Maulud. Apalagi bert epat an dengan tahun Dal Grebeg dirayakan secara besar-besaran.

c. Malam Selikuran

Bulan Puasa juga tak luput dari perhatian Keraton. Bulan suci Ram adan adalah bulan yang mulia yang penuh berkah. Di dalam Al Qur’an telah ditegaskan bahwa dalam bulan ini terdapat satu malam yang amat utama yang disebut Malam Lailatul Qadar atau m alam kemuliaan.

"Sesungguhnya Kam i telah menurunkan (A1 Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah engkau apakah malam kem uliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun m alaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan ijin Allah untuk m engatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS Al Qadar 1-5)

Surat Al Qodar tersebut secara jelas m enunjukkan keistimewaan Lailatul Qodar. Keistimewaan pert am a. malam diturunkannya kit ab Al Quran. Kedua, malam penuh berkat, di mana ibadah yang dilakukan pada m alam itu m endapat gangjaran jauh lebih besar dari ibadah yang dikerjakan selam a seribu bulan. Ketiga, pada m alam itu malaikat-m alaikat dan rahmat bert ebaran di muka bumi. Keempat, sepanjang malam sampai terbit fajar penuh diliputi kedam aian. kebahagiaan dan kenikmatan.

Malam Lailatul Qodar baik untuk beribadah dan memanjatkan doa meminta kepada Allah SWT tentang hajat yang didam bakan. Rasulullah Saw. menganjurkan kepada um at Islam agar menyambut dan menghidupkan malam Lailatul Qodar di penghujung bulan. atau sepuluh hari terakhir dari bulan Ram adhan. Karena itu pula Sinuhun Pakoe Boewono yang juga m endapat sebutan Waliyullah dengah gelar Sayidin Panatagam a (kerabat nabi penata agama Islam) memiliki tradisi Malam Selikuran (Malam 21). Sebuah tradisi peninggalan Wali Sanga untuk m enyambut turunnya wahyu A1 Quran.

T radisi itu diawali dengan pisowanan patih dan seluruh bawahannya sert a abdi dalem penghulu, penasehat urusan agama Islam, kepada Sinuhun di Pagelaran Sasana Sum awa pada malam 21 mengadakan acara hajatan Maleman yang lebih sering disebut selamatan “Rosulan”. Acara makan bersama ini sebagai tanda syukur kepada Allah atas rohm at dan anugerah yang telah diturunkan kepada Rosulullah Saw. Jenis makanan yang dihidangkan yakni nasi uduk lengkap dengan lauknya sert a sejumlah panganan Baladan. Disebut demikian karena dibuat di kam pung Baladan tepatnya dibarat masjid Agung sisi Selatan. Jenis panganan yang dibuat setahun sekali itu diant aranya kuping gajah dan kue kem bang jambu.

Sepert i yang telah dianjurkan Rasulullah Saw, upacara adat menyambut turunnya Lailatul Qodar masih berlanjut setiap malam ganjil. Untuk malam 23 khusus bagi putra-putri dan sent ana, kemudian m alam 25 jadwal untuk patih, malam 27 kem bali unt uk putra-putri dan kerabat sedangkan m alam ganjil terakhir 29 seluruh rakyat. Selam a itu tem pat tinggal sent ana m aupun gapura keraton diberi tambahan lampu penerang.

Anak-anak pun menyambut dengan suka ria. Mereka berjalan beriringan menuju taman Sriwedari dengan m embawa lampu m inyak yang disebut “ting” pawai thing-thing. Untuk lebih menyemarakkan acara di tam an Sriwedari dibuat keramaian pasar malam. Pasar malam itu hingga sekarang m asih berlanjut dan oleh Dinas Pariwisata Pemerintah Daerah T ingkat II Surakarta diberi nam a Pekan Pariwisata Malem an Sriwedari (PPMS)

Perubahan nama m enjadi (PPMS) tak lain untuk menarik m inat pem asang stand, pedagang m aupun penonton. Melalui tradisi tahunan ini Pemda dapat meraup pemasukan lumayan. Sehingga unt uk lebih menarik perhatian masyarakat. Dinas Pariwisata bersam aan pihak kerat on juga menggarap prosesinya Perjalanan dari Keraton Kasunanan hingga Sriwedari dikemas sedemikian rupa sehingga m enarik sebagai suguhan wisatawan salah satu upaya yang ditempuh dalam m eningkatkan penampilan adalah dengan mengadakan lom ba ting, lent era yang dihias kertas warna-warni.

d. Peringatan 1 Suro/1 Muharam

T radisi 1 Suro adalah perpaduan antara warisan nenek m oyang Jawa dan Hindu. Kemudian keduanya dijalin dengan unsur Islam . Warna Islam m erasuki tradisi pergant ian tahun (tanggap warsa), setelah Sultan Agung Anyakrakusuma bert ahta sebagai raja Mataram . Raja yang terkenal patuh kepada agam a Islam ini mengubah kalender Saka (perpaduan Jawa-Hindu) menjadi kalender Sultan Agung.

Perhit ungan kalender Sultan Agung berlandaskan sistem Komariah (perjalanan rembulan m engitari bumi) sepert i halnya yang diikuti kalender Hijriyah atau kalender Islam . Sedangkan perhitungan kalender Saka m engikuti sistem solar atau Syam siyah (perjalanan m atahari mengitari bumi). Meski perhitungannya berbeda, tapi Sultan Agung dalam m emberlakukan kalendernya melanjutkan angka tahun Saka. Perubahan ini dimulai dengan 1 Sura tahun Alip 1555 yang bert epatan tanggal 1 M uharam tahun 1043 Hijriyah atau 8 Juli 1633.

Kebiiakan Sultan Agung diatas di antaranya bermaksud untuk memperluas pengaruh agama Islam . Karena awal tahun baru Islam

perhitungannya dimulai saat hijrah Nabi Muham mad Saw dari Makkah ke Madinah. Sultan Agung merasa perlu menyesuaikan dengan kalender Hijriyah, agar hari-hari raya Islam (M au1id Nabi, Idul Fitri, Idul Adha) yang dirayakan Keraton dengan acara Grebeg dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal yang sesuai dengan kalender Hijriyah.

Mem peringati 1 SuroTahun Baru Jawa dengan demikian merupakan peringatan yang Islam i yakni m engenang kem bali hijrah Nabi Muhamm ad Saw. Dalam bulan Suro/Muharam terdapat hari yang disebut Asyura, yang berasal dari kata Arab berarti hari kesepuluh atau tanggal 10 bulan Muharam . Pada hari kesepuluh ini umat Islam disunat kan berpuasa. Dalam hadits yang diriwayat kan Abu Gatadah al-Anshari ra, disebutkan ketika Nabi ditanya tentang puasa Asyura (10 Muharam) Nabi mengatakan: ‘Puasa itu menghapuskan dosa setahun yang lalu’.

Jadi tahun baru Hijriyah mempunyai m akna yang lebih dalam . Berbicara tahun baru Hijriyah berart i m engingat akan hijrahnya Rasulullah. Di sini m em iliki satu perjuangan dan satu m akna. Sebuah kesempatan yang paling tepat untuk melakukan instrospeksi dan penilaian diri terhadap kehidupan setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Dari sini kita diharapkan dapat m ensyukuri segala nikmat yang dilimpahkan Allah, sehingga senant iasa menjadi orang yang takwa

Bersyukur dapat dengan bert afakur, takarruf kepada Allah di masjid atau di mana pun tem patnya. Bagi Keraton Surakart a, upacara spiritual bert afakur dan takarruf dipusatkan di Masjid Pujosono, sejauh ini upacara tradisi penyam butan 1 Suro yang agamis ini kurang terpublikasi kepada m asyarakat. Sehingga yang lebih banyak diketahui adalah tradisi kirab pusaka.

Bagi keraton Surakarta upacara kirab pusaka 1 Suro tergolong tradisi baru, karena dimulai sekitar tahun 1973. Tradisi kirab 1 Suro dilaksanakan setelah menerima pesan Presiden Soeharto. Pesan yang disampaikan lewat, Soediono Hoemardani (alm arhum) kepada Sinuhun Pakoe Boewono XII ini, int inya meminta agar keraton m engadakan tirakatan (laku batin) dem i keselamatan dan keutuhan bangsa.

gagasan m engadakan kirab pusaka yang didasarkan pada upacara religius kuno penolak bala. Perbedaannya, jika tradisi kirab tolak bala dilakukan berkeliling dalam tem bok Baluwarti, prosesi kirab 1 Suro mengelilingi luar tembok kerat on. Jadi kesannya lebih terbuka untuk masyarakat .

T ernyata tradisi baru produk Sinuhun Pakoe Boewono XII m endapat sam butan m asyarakat. Setiap menjelang datangnya tahun baru 1 Suro/1 M uharam , masyarakat tumpah-ruah di jalan-jalan. Mereka ada yang sekedar ingin melihat prosesi kirab pusaka kerat on, tapi ada juga yang menjalankan laku batin. Jadi meski di jalan-jalan banyak orang, namun suasananya cukup hening. Apalagi disaat rombongan kirab lewat. Diam dan prihatin m emang menjadi ciri orang Jawa dalam menyambut tahun barunya.

Prosesi kirab pusaka pada tengah m alam ini berlangsung cukup unik, karena diawali barisan kawanan kerbau bule Kiai Slam et. Menurut cerita kerbau ini term asuk hewan piaraan kesayangan raja yang memiliki turunan lansung dari hewan sejenis milik keraton Mataram. Jadi kerbau Kiai Slamet dipercaya berbeda dengan kerbau kebanyakan. Pada hari-hari biasa, ia lebih banyak m eninggalkan kandangnya di kampung Gurawan, sebelah Timur alun-alun Selatan. Namun di saat m enjelang datangnya 1 Suro kerbau itu kembali menetap di alun-alun Selatan.

W alau kerbau tersebut banyak hidup di tengah kot a, namun sejauh ini tak seorang pun m encoba m engganggu apalagi meyakit inya. Para bakul sayuran dan buah di sepanjan jalan Veteran Pasar Gading sepert inya lebih bersikap ngem ong. Art inya sebelum kerbau itu menyerbu barang dagangannya, para pedagang lebih dulu m enyisihkan sebagian sayur atau buahnya untuk diberikannya. Ada kepercayaan dengan m emberikan pelayanan baik pada kerbau nant inya dagangannya akan laris.

Kerbau m enjadi dikultuskan. Sehingga m engikuti kirab 1 Suro, sering muncul pemandangan penonton berebut kot oran kerbau. Masyarakat tradisi dari daerah pinggiran yang selalu datang berbondong m enyaksikan Kirab Suro, sangat mempercayai adanya tuah dari kerbau. Tindakan musyrik inilah yang kemudian sering disayangkan para ulam a dan dijauhi umat Islam.

T erlepas dari itu, jalannya prosesi kirab sejauh sekitar 5 kilom eter sangat dramatik. Begitu pancaran sinar petromak m enerangi jalan dan kerbau melangkah pelan, suasananya menjadi khidm at. Pawai bergerak pelan keluar Kori Brojonolo menuju alun-alun Utara-Gladak-Mayor Kusmanto-Jalan Kapten Mulyadi-Jalan Veteran-Jalan Yos Sudarso-Jalan Slamet Riyadi kem bali ke Keraton. Banyak pusaka yang diikutkan dalam kirab termasuk jenis pusaka tertentu disesuaikan kebutuhan. Ketika m enghadapi musim kemarau panjang pernah dikeluarkan seolah tom bak pemanggil hujan. Dan, berkat rahmat Allah hujan pun m endadak turun sepert i dicurahkan dari langit.