• Tidak ada hasil yang ditemukan

keperawatan jiwa pada ny J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "keperawatan jiwa pada ny J "

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar belakang

Keperawatan merupakan kebutuhan pokok manusia sebagaimana halnya dengan semua usaha untuk memajukan kesejahteraan. Uraian tentang keperawatanyang baik harus dilakukan oleh seseorang perawat dengan sendirinya harus dimulai perawat itu sendiri.

Model keperawatan yang dijelaskan oleh Hildegard peplau mencakup segala sesuatu tentang diri individu itu sendiri yang tepatnya didalam dirinya, yaitu interpersonal, dan ini mengarah pada kejiwaan seseorang.ini lah model konsep teori yang dijadikan acuan perawat untuk melakukan tindakan keperawatan.

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Mampu menghadapi kecemasan didalam diri individu.

Jika seseorang tidak sanggup untuk mengatasi permasalahn didalam hidup mereka, terutama pada dalam diri mereka sendiri, akan timbul permasalahan permasalahan yang akan berakibat fatal yang tentunya akan mengganggu kehidupan orang yang mengalami permasalahan interpersonal ini. untuk itu diperlukan peran perawat dalam mengatasi masalah ini, untuk membantu pasien mengatasi masalah yang mungkin tidak bisa diselesaikan sendiri oleh seseorang.

(2)

II.I Tujuan

Setelah menyusun makalah ini mahasiswa diharapkan mampu untuk : 1. Menjelaskan pengertian strategi pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa 2. Menjelaskan fase orientasi dalam asuhan keperawatan jiwa

(3)

BAB II

KONSEP TEORI

II.I PENGERTIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

A. Menurut American Nurses Associations (ANA)

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).

B. Menurut WHO

Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg bersangkutan.

C. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966

Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain. Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.

(4)

A. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan 1. Fase Orientasi

Fase ini, perawat dan klien bertindak sebagai 2 individu yang belum saling mengenal. Selama fase orientasi, klien merupakan seseorang yang memerlukan bantuan profesional dan perawat berperan membantu klien mengenali dan memahami masalahnya serta menentukan apa yang klien perlukan saat itu. Jadi, fase orientasi ini merupakan fase untuk menentukan adanya masalah,dimana perawat dan klien melakukan kontrak awal untuk membangun kepercayaan dan terjadi proses pengumpulan data.

Fase orientasi dipengaruhi langsung oleh sikap perawat dan klien dalam memberi atau menerima pertolongan. Selain itu fase ini juga dipengaruhi oleh ras, budaya, agama, pengalaman, latar belakang, dan harapan klien maupun perawat. Akhir dari fase ini adalah perawat dan klien bersama-sama mengidentifikasi adanya masalah serta menumbuhkan rasa saling percaya sehingga keduanya siap untuk melangkah ke fase berikutnya.

Fase orientasi terdiri dari : a) Salam terapeutik b) Evaluasi /validasi data c) Kontrak (topik,waktu,tempat)

2. Fase Kerja

Fase kerja adalah fase dimana seorang ners melakukan inti terapeutik dalam berkomunikasi dengan topik atau tujuan sesuai dengan strategi pelaksanaan yang telah ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa.

Pada fase ini, perawat memberi layanan keperawatan berdasarkan kebutuhan klien. Disini, masing-masing pihak mulai merasa menjadi bagian integral dari proses interpersonal. Selama fase kerja, klien mengambil secara penuh nilai yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan.

(5)

Fase kerja dimana perawat telah membantu kalien dalam membereikan gambaran kondisi klien.

Pada fase ini perawat juga dituntut untuk menguasai keterampilan berkomunikasi secara terapeutik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fase kerja merupakan fase pemberian bantuan pada klien sebagai langkah pemecahan masalah. Jika fase ini berhasil, proses interpersonal akan berlanjut ke fase akhir, yaitu fase terminasi.

3. Fase Terminasi/Resolusi

Pada fase resolusi, tujuan bersama antara perawat dan klien sudah sampai pada tahap akhir dan keduanya siap mengakhiri hubungan terapeutik yang selama ini terjalin. Fase resolusi terkadang menjadi fase yang sulit bagi kedua belah pihak sebab disini dapat terjadi peningkatan kecemasan dan ketegangan jika ada hal-hal yang belum terselesaikan pada masing-masing fase. Indikator keberhasilan untuk fase ini adalah jika klien sudah mampu mandiri dan lepas dari bantuan perawat. Selanjutnya, baik perawat maupan klien akan menjadi individu yang matang dan lebih berpengalaman.

Dalam hubungan perawat-klien, ada enam peran perawat yang harus dilakukan. Peran tersebut berbeda pada setiap fasenya. Keenam peran tersebut adalah peran sebagai orang asing (role of the stranger), peran sebagai narasumber (role of resource person), peran sebagai pengajar (teaching role), peran sebagai kepemimpinan (leadership role), peran sebagai wali (surrogate role), dan peran sebagai penasihat (counseling role).

Role of the stranger merupakan peran awal dalam hubungan perawat-klien. Di sini, kedua belah pihak merupakan orang asing bagi pihak lain. Sebagai orang asing, perawat harus memperlakukan klien secara sopan, tidak boleh memberi penilaian sepihak, menerima klien apa adanya, serta memperlakukan klien dengan penuh perasaan. Dalam perannya sebagai narasumber (role of resource person), perawat memberi jawaban yang spesifik dari setiap pertanyaan klien, terutama mengenai informasi kesehatan. Selain itu, perawat juga menginterpretasiakan kepada klien rencana perawatan dan rencana medis untuk hal tersebut.

Teaching role merupakan kombinasi dari seluruh peran dalam menggunakan informasi. Teaching role menurut peplau terdiri atas dua kategori yaitu intruksional, dan eksperimental. Penyuluhan intruksional adalah pemberian informasi secara luas dan merupakan bentuk yang di pakai dalam literatur pendidikan. Menyuluhan eksperimental adalah penyeluhan dengan menggunakan pengalaman dalam pengembangan pengajaran.

(6)

membantu klien dalam mengerjakan tugas-tugasnya melalui hubungan yang sifatnya kooperatif dan melibatkan partisipasi aktif klien. Dalam surrogate role, klien menggap perawat sebagai walinya. Oleh sebab itu, sikap perawat dan perilakunya harus menciptakan perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat reaktif yang muncul dari hubungan sebelumnya. Funsi perawat disini adalah membimbing klien mengenali dirinya sendiri dan sosok yang ia bayangkan lalu membantunya melihat perbedaan antara dirinya dan sosok yang ia bayangkan tersebut.

Fase resolusi dimana perawat berusaha untuk secara bertahan klien untuk membebaskan diridari kertegantungan kepada tenaga kesehatan dan menggunakan kemampuan yang dimliki agar mampu menjalankan secara sendiri.

Peplau mempercayai bahwa counseling role memiliki peranan yang besar dalam keperawatan psikiatri. Dalam hubungan perawat-klien peran ini sangant penting sebab tujuan dari teknik hubungan antar-personal adalah membantu klien mengingat dan memahami sepenuhnya peristiwa yang terjadi pada dirinya saat ini. Dengan demikian, satu pengalaman dapat diintegrasikan dengan pengalaman lainnya dalam hidupnya, bukannya justru dipisahkan.

Fase terminasi terdiri dari :

a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

b) Rencana tindak lanjut c) Kontrak yang akan datang

II.III STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

Pada suatu hari tepatnya hari minggu jam 9 pagi dirumah sakit jiwa Lawang terlihat seorng bapak dan ibu sedang menunngui anaknya yang mengalami gannguan halusinasi di ruang kamar pasien.

1. Orientasi

a) Salam Terapeutik

Perawat : assalamu’alaikum bapak/ibu Bapak & ibu : wa’alaikum salam sus…

(7)

b) Evaluasi

Perawat : bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?

Ibu : saya merasa sedih sus melihat anak saya seperti ini.

Perawat : Ibu yang sabar ya,saya akan berusaha membatu untuk kesembuhan anak ibu

Ibu : ya sus,terima kasih

Perawat : Apa pendapat ibu tentang anak Ibu?

Ibu : anak saya masih masih sering menyendiri dan berbicara sendiri tiba-tiba berteriak teriak..

Perawat : Jadi anak ibu halusinasinyabelum terkontrol ya bu?

Ibu : iya sus saya takutdengan kondisi anak kami yang seperti ini. c) Kontrak

Perawat : Hari ini kita akan berdiskusi tentang masalah apa yang anak bapak dan ibu alami dan bantuan apa yang bapak dan ibu bisa berikan’’

Ibu : iya sus…

Perwat : kita mau berdiskusi dimana bu?’’ Bagaimamna kalau diruang wawancara’’?

Ibu : iya sus..

Perawat : Berapa lama waktu bapak dan ibu untuk berdiskusi? Ibu : Bagaimana kalau 15 menit saja sus

Perawat : baiklah ibu… Mari kita menuju ruang wawancara

(8)

2. Kerja

Perawat : silahkan duduk bapak dan ibu Ibu dan bapak : iya sus…

Perawat : apa yang bapak /ibu rasakan menjadi maslah dalam merwat ’’W”?

Bapak : kami masih belum bisa menghadapi anak kami saat berbicara sendiri dan berteriak teriak sendiri.

Perawat : apa yang ibu / bapak lakukan?

Ibu : kami hanya bisa menyuruhnya diam dan mencoba menenangkan, tetapi anak kami tetap saja berteriak teriak dan marah marah sendiri

Perawat : ya, gejala yang dialami oleh anak bapak/ibu itu itu dinamakan halusinsi pendengaran yaitu mendengar sesuatu yang sebetulnya tidak ada yang berbicara.”tanda tandanya bicara dan tertawa sendiri atau marah marah tanpa sebab.jadi kalau anak bapak /ibu mendengar suara-suara,sebenarnya suara itu tidak ada.

Ibu : ooo….jadi anak kami mengalami mengalami halusinasi pendengaran. Penyebabnya apa ya sus?

Perawat : Penyebabnya harga diri rendah bu. Anak ibu merasa harga dirinya rendah sehingga anak ibu menarik diri kemudian timbul halusinasi.

Ibu : Terus bagaimana cara mengatasinya sus?

Perawat :Ada beberapa cara untuk membantu anak Bapak/ibu agar bisa mengendalikan halusinasi.

Bapak : Apa cara-caranya sus?

Perawat : Cara-caranya tersebut antara lain :

Pertama, dihadapan anak bapak/ibu, jangan membantah halusinasi atau mendukungnya. Katakan saja bapak/ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara, tetapi bapak/ibu sendiri tidak mendengar suara apa-apa.

(9)

Ibu : Iya sus saya mengerti, saya akan melakukan sesuai saran suster dan memantaunya.

Perawat : Cara yang ketiga yaitu bantu anak bapak/ibu minum obat secara teratur. Jadi bapak/ibu dapat mengingatkan kembali, ya babak/ibu...

Bapak : Iya sus, kami akan selalu mengingatkan anak kami agar selalu minum obat. Karena kami sangat mengharapkan anak kami cepat sembuh. Kami sangat sedih sekali dengan kondisi anak kami yang seperti ini. Oh ya sus, obatnya apa saja?

Perawat : Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkaan suara-suara. Diminum 3x sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara berfikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obatnya perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhannya pak/bu, apakah ibu dan bapak sudah mengerti?

Ibu : Iya sus, kami mengerti.

Perawat : Yang terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak bapak/ibu dengan cara menepuk punggung anak bapak/ibu.Suruhlah anak bapak/ibu menghardik suara tersebut. Anak bapak/ibu sudah saya ajarkan cara halusnasi. 3. Terminasi

a) Evaluasi Subyektif

Perawat : Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi memutus halusinasi anak bapak/ibu

Ibu : Perasaan saya lebih baik dari sebelumnya, dan kekhawatiran saya menjadi berkurang karena sudah mengetahui cara-cara untuk memutus halusinasi ketika halusinasi anak kami muncul. b) Evaluasi Obyektif

Perawat : Sekarang coba bapak/ibu sebutkan kembali tiga cara merawat anak bapak/ibu untuk memutus halusinasi.

(10)

suara, tetapi saya sendiri tidak mendengarnya. Kedua, tidak boleh mendengarkan anak melamun dan sendiri, mengupayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya, dan membuatkan jadwal kegiatan sehari-hari. Ketiga, membantu anak minum obat secara teratur.

Perawat : Bagus sekali, bapak/ibu telah memahaminya. Rencana tindak lanjut

Perawat : Nah...bagaimana kalu bapak/ibu lakukan terus selama di RS agar nanti dirumah sudah lancar.

Ibu : Iya sus, akan kami lakukan terus selama di RS. c) Kontrak

§ Topik

Perawat : “Baiklah, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan anak bapak/ibu?”

Bapak : Iya sus, kami bersedia. § Tempat

Perawat : Tempatnya mau dimana pak/bu? Ibu : Disini saja sus.

§ Waktu

Perawat : Mau jam berapa ?

Bapak : Jam 09.00 wib saja, seperti hari ini.

Perawat : Baiklah bapak/ibu sampai jumpa hari selasa.

Ibu : Iya sus, kalau begitu saya permisi dahulu. Assalamu’alaikum.... Perawat : Wa’alaikumsalam….

(11)

BAB III

PENUTUP

III.I Kesimpulan

Teori Hildegard Peplau (1952) berfokus pada individu, perawat, dan proses interaktif (Peplau, 1952) yang menghasilkan hubungan antara perawat dan klien (Torres, 1986). Berdasarkan teori ini klien adalah individu dengan kebutuhan perasaan, dan keperawatan adalah proses interpersonal dan terapeutik.

Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal).

Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Dalam permasalahan interpersonal, seorang individu akan menampakan perilaku, diantaranya individu merasa terasingi, merasakan kecemasan yang berlebihan, senang menyendiri dan enggan untuk membicarakan permasalahan yang dialaminya.

Tujuan keperawatan adalah untuk mendidik klien dan keluarga dan untuk membantu klien mencapai kemantapan pengembangan kepribadian (Chinn dan Jacobs, 1995). Teori dan gagasan Peplau dikembangkan untuk memberikan bentuk praktik keperawatan jiwa. Oleh sebab itu perawat berupaya mengembangkan hubungan antara perawat dan klien dimana perawat bertugas sebagai narasumber, konselor, dan wali.

III.II Saran A. Perawat

Perawat harus menjaga sosialisasi antara perawat dan klien, dalam melakukan tindakan keperawatan jiwa yang menyangkut tentang permasalahan interpersonal, sebaiknya perawat menggunakan konsep teori yang ada.

(12)

Makalah ini sangat bagus untuk dibaca sebagai pedoman kita dalam memahami teori peplau mengenai konseptual model keperawatan jiwa interpersonal, Sehingga kedepan nanti kita bisa berkerja dengan baik,dan hubungan interpersonal yang kita lakukan baik. Sehingga kita bisa memberikan keperawatan yang baik kepada pasien.

(13)

PENDAHULUAN

A.

Latar belakang

Kecepatan informasi dan mobilitas manusia di era modernisasi

saat ini begitu tinggi sehingga terjadi hubungan social dan budaya.

Hubungan social antar manusia dirasakan menurun akhir – akhir ini,

bahkan kadang- kadang hanya sebatas imitasi saja. Padahal bangsa

Indonesia yang mempunyai / menjunjung tinggi adat ketimuran sangat

memperhatikan hubungan social ini. Dengan demikian kita patut waspada

dari kehilangan identitas diri tersebut. Perubahan yang terjadi tadi dapat

membuat rasa bingung karena muncul rasa tidak pasti antara moral,

norma,nilai – nilai dan etika bahkan juga hokum. Menurut Dadang Hawari

( 1996 ) hal – hal tersebut dapat menyebabkan perubahan psikososial,

antara lain : pola hidup social religious menjadi materialistis dan sekuler.

Nilai agama dan tradisional diera modern menjadi serba boleh dan

seterusnya.

Perubahan – perubahan yang dirasakan dapat mempengaruhi

tidak hanya fisik tapi juga mental, seperti yang menjadi standar WHO

( 1984 ) yang dikatakan sehat tidak hanya fisik tetapi juga mental,social

dan spiritual. Standar sehat yang disampaikan oleh WHO tersebut dapat

menjadi peluang besar bagi perawat untuk berbuat banyak, karena

perawat mempunyai kesempatan kontak dengan klien selama 24 jam

sehari. Olehnya itu dalam tulisan ini kami bermaksud mebahas tentang

dimensi spiritual, dimensi spiritual dalam kesehatan, konsep dalam

memberikan asuhan keperawatan spiritual dan proses keperawatan dalam

dimensi spiritual.

B.

Rumusan Masalah

1.

Bagaimana penjelasan tentang Sejarah Singkat

Perkembangan keperawatan jiwa di dunia dan di Indonesia ?

2.

Bagaimana penjelasan tentang model pendekatan

keperawatan jiwa ?

C. Tujuan Penulisan

(14)

D Sistematika Penulisan

(15)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Keperawatan Jiwa Di Dunia

Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala

(Primitive Culture) sampai pada munculnya Florence Nightingale sebagai

pelopor keperawatan yang berasal dari Inggris. Perkembangan

keperwatan sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan

kemajuan peradaban manusia.

Perkembangan keperawatan diawali pada :

1. Zaman Purbakala (Primitive Culture)

Manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat diri sendiri

(tercermin pada seorang ibu). Harapan pada awal perkembangan

keperawatan adalah perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother

Instinc). Dari masa Mother Instic kemudian bergeser ke zaman dimana

orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya kekuatan mistic yang

dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini dikenal

dengan nama Animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang

disebabkan karena kekuatan alam/pengaruh gaib seperti batu-batu,

pohon-pohon besar dan gunung-gunung tinggi.

Kemudian dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa

dimana pada masa itu mereka menganggap bahwa penyakit disebabkan

karena kemarahan dewa, sehingga kuil-kuil didirikan sebagai tempat

pemujaan dan orang yang sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut.

Setelah itu perkembangan keperawatan terus berubah dengan adanya

Diakones & Philantrop, yaitu suatu kelompok wanita tua dan janda yang

membantu pendeta dalam merawat orang sakit, sejak itu mulai

berkembanglah ilmu keperawatan.

2. Zaman Keagamaan

Perkembangan keperawatan mulai bergeser kearah spiritual

dimana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena adanya

dosa/kutukan Tuhan. Pusat perawatan adalah tempat-tempat ibadah

sehingga pada waktu itu pemimpin agama disebut sebagai tabib yang

mengobati pasien. Perawat dianggap sebagai budak dan yang hanya

membantu dan bekerja atas perintah pemimpin agama.

3.

Zaman Masehi

(16)

diberi tugas dalam memberikan perawatan untuk mengubur bagi yang

meninggal.

Pada zaman pemerintahan Lord-Constantine, ia mendirikan Xenodhoecim

atau hospes yaitu tempat penampungan orang-orang sakit yang

membutuhkan pertolongan. Pada zaman ini berdirilah Rumah Sakit di

Roma yaitu Monastic Hospital.

4. Pertengahan abad VI Masehi

Pada abad ini keperawatan berkembang di Asia Barat Daya yaitu

Timur Tengah, seiring dengan perkembangan agama Islam. Pengaruh

agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak lepas dari

keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama Islam.

Abad VII Masehi, di Jazirah Arab berkembang pesat ilmu pengetahuan

seperti Ilmu Pasti, Kimia, Hygiene dan obat-obatan. Pada masa ini mulai

muncul prinsip-prinsip dasar keperawatan kesehatan seperti pentingnya

kebersihan diri, kebersihan makanan dan lingkungan. Tokoh keperawatan

yang terkenal dari Arab adalah Rufaidah.

5. Permulaan abad XVI

Pada masa ini, struktur dan orientasi masyarakat berubah dari

agama menjadi kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan dan

semangat kolonial. Gereja dan tempat-tempat ibadah ditutup, padahal

tempat ini digunakan oleh orde-orde agama untuk merawat orang sakit.

Dengan adanya perubahan ini, sebagai dampak negatifnya bagi

keperawatan adalah berkurangnya tenaga perawat. Untuk memenuhi

kurangnya perawat, bekas wanita tuna susila yang sudah bertobat bekerja

sebagai perawat. Dampak positif pada masa ini, dengan adanya perang

salib, untuk menolong korban perang dibutuhkan banyak tenaga sukarela

sebagai perawat, mereka terdiri dari orde-orde agama, wanita-wanita yang

mengikuti suami berperang dan tentara (pria) yang bertugas rangkap

(17)

b. Hotel Dieu di Paris

Pekerjaan perawat dilakukan oleh orde agama. Sesudah Revolusi

Perancis, orde agama dihapuskan dan pekerjaan perawat dilakukan oleh

orang-orang bebas. Pelopor perawat di RS ini adalah Genevieve Bouquet.

c. ST. Thomas Hospital (1123 M)

Pelopor perawat di RS ini adalah Florence Nightingale (1820).

Pada masa ini perawat mulai dipercaya banyak orang. Pada saat perang

Crimean War, Florence ditunjuk oleh negara Inggris untuk menata asuhan

keperawatan di RS Militer di Turki. Hal tersebut memberi peluang bagi

Florence untuk meraih prestasi dan sekaligus meningkatkan status

perawat. Kemudian Florence dijuluki dengan nama “ The Lady of the

Lamp”.

d. Perkembangan keperawatan di Inggris

Florence kembali ke Inggris setelah perang Crimean. Pada tahun

1840 Inggris mengalami perubahan besar dimana sekolah-sekolah

perawat mulai bermunculan dan Florence membuka sekolah perawat

modern. Konsep pendidikan Florence ini mempengaruhi pendidikan

keperawatan di dunia.

Kontribusi Florence bagi perkembangan keperawatan a. l :

 Nutrisi merupakan bagian terpenting dari asuhan keperawatan.

 Okupasi dan rekreasi merupakan terapi bagi orang sakit

 Manajemen RS

 Mengembangkan pendidikan keperawatan

Perawatan berdiri sendiri berbeda dengan profesi kedokteran

 Pendidikan berlanjut bagi perawat.

Negara-negara yang berpengaruh dalam perkembangan keperawatan

jiwa

1.

Peru

(18)

2. Mesir

Kira –kira dalam tahun 1500 SM terdapat tulisan tentang orang

yang sudah tua, sebagai berikut: “... hati menjadi berat dan tidak dapat

mengingat lagi hari kemarin”. Dalam tahun-tahun berikutnya di sana di

dirikan beberapa buah kuil yang terkenal dengan nama “Kuil Saturn” untuk

merawat orang dengan gangguan jiwa

3. Yunani

Hippocrates (460-357 SM) yang sekarang di anggap sebagai bapak

ilmu kedokteran yang terkenal karena rumus sumpah dokternya telah

menggambarkan gejala- gejala melancholia dan berpendapat bahwa

penyakit ayan itu bukanlah suatu penyakit keramat akan tetapi

mempunyai penyebab alamiah seperti penyakit lain.Dalam kuil-kuil yang di

pakai sebagai tempat perawatan pasien dengan gangguan jiwa di

gunakan hawa segar, air murni dan sinar matahari serta musik yang

menarik dalam pengobatan para penderita itu. Dalam jaman romawi pada

waktu itu di lakukan “pengeluaran darah dan mandi belerang”. Setelah

jatuhnya kebudayaan yunani dan romawi, dan ilmu kedokteran mengalami

kemunduran. Penderita gangguan jiwa di ikat, di kurung, di pukuli atau

dibiarkan kelaparan. Ada yang di masukan ke dalam sebuah tong lalu di

gulingkan dari atas bukit ke bawah ada yang di cemplungkan ke dalam

sungai secara mendadak dari atas jembatan.

4. Negara-negara Arab

Di pakai cara-cara yang lebih berprikemanusiaan. Mereka memakai

tempat pemandian, diit, obat-obatan , wangi-wangian, dan musik yang

halus dalam suasana yang santai.

5. Eropa

Pada abad ke -17 dan 18 di dirikan rumah perawatan penderita

gangguan jiwa yang dinamakan “rumah amal”, “ rumah kontrak” atau

“suaka duniawi”. Cara pengobatan yang populer pada waktu itu ialah “

pengeluaran darah “, penderita di pakaikan “ “pakaian gila” dan di cambuk.

6. Prancis

(19)

B. Sejarah dan Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia

Sejarah dan perkembangan keperawatan di Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda sampai pada masa kemerdekaan.

1. Masa Penjajahan Belanda

Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.

Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen Hospital di Jakarta untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda pada masa ini adalah membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan, karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara Belanda.

2. Masa Penjajahan Inggris (1812 – 1816)

Gurbernur Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara lain : Mangunkusumo (RSCM). Tahun 1816 – 1942 berdiri rumah sakit – rumah sakit hampir bersamaan yaitu RS. PGI Cikini Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.

3. Zaman Penjajahan Jepang (1942 – 1945)

Pada masa ini perkembangan keperawatan mengalami kemunduran, dan dunia keperawatan di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas keperawatan dilakukan oleh orang-orang tidak terdidik, pimpinan rumah sakit diambil alih oleh Jepang, akhirnya terjadi kekurangan obat sehingga timbul wabah.

4. Zaman Kemerdekaan

(20)

Keperawatan ) yang merupakan momentum kebangkitan keperawatan di Indonesia. Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul PSIK-PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dll.

C. Model Pendekatan Keperawatan Jiwa

Berdasarkan konseptual model keperawatan diatas, maka dapat

dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu:

1. Psycoanalytical (Freud, Erickson)

Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada

seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id

(kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam

menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma,

agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya

penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).

Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya

konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya

ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu

secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata,

dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya

pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang

membekas pada masa dewasa.

Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode

asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki

traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang

sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya

digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa

lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan

keahlian dan latihan yang khusus.

Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran

dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi

pikiran dan mimpi pasien.

(21)

2. Interpersonal ( Sullivan, peplau)

Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul

akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan

kecemasan (Anxiety).Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya

konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut

konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak

atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.

Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling

Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting

Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang

saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain

sehingga klien merasa berharga dan dihormati.

Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya

melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang

biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang

lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap

empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat

memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam

berhubungan dengan orang lain.

3. Social ( Caplan, Szasz)

Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau

penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor

lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social

and environmental factors create stress, which cause anxiety and

symptom).

Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini

adalah environment manipulation and social support ( pentingnya

modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial)

(22)

4. Existensial ( Ellis, Rogers)

Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan

jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan

hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri

sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya

Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu

agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup

orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai

panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan

cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan

kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya

sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang

lain (encouraged to accept self and control behavior).

Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan

serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari

dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui

terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran

diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.

5.

Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor

biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi

masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek

psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang

percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya

memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai,

bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya.

Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa.

Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi

pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya

dengan masa lalu.

Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif,

individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa

yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative

pemecahan masalahnya.

(23)

6. Medica ( Meyer, Kraeplin)

(24)

BAB III

PENUTUP

A.

Kesimpulan

 Bahwa Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.

 Dalam pendekatan keperawatn jiwa kita menggunakan beberapa model konseptual yaitu Psycoanalytical (Freud, Erickson), Interpersonal ( Sullivan, peplau), Social ( Caplan, Szasz), Existensial ( Ellis, Rogers), Supportive Therapy ( Wermon, Rockland), Medica ( Meyer, Kraeplin)

B. Saran

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif digambarkan sebagai tahapan mulai adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptif.

Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.

Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif (Dahlia Majnun, 2009).

B. Tujuan Masalah 1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami Terapi Modalitas 2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Terapi Modalitas b. Mahasiswa mampu memahami tujuan Terapi Modalitas

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di institusi maupun di masyarakat yg bermanfaat dan berdampak terapeutik. B. Tujuan Terapi Modalitas

1. menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku klien 2. mengurangi gejala gangguan jiwa

3. memperlambat kemunduran

4. membantu adaptasi terhadap situasi sekarang 5. membantu keluarga dan orang-orang yang berarti 6. mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri 7. meningkatkan aktivitas

8. meningkatkan kemandirian (Gostetamy, 1973).

C. Jenis Terapi Modalitas 1. Terapi Lingkungan

a. Pengertian

Milieu Therapy, berasal dari bahasa Perancis yang berarti perencanaan

ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung kesembuhan.

(27)

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.

Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.

b. Tujuan

Membantu Individu untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai orang lain, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.

Menurut Stuart dan Sundeen:

1. Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangkan harga diri.

2. Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain 3. Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain

4. Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat, dan 5. Mencapai perubahan yang positif

c. Karakteristik

(28)

1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.

2. Pasien merasa senang /nyaman.dan tidak merawsa takut dengan lingkungannya. 3. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi

4. Lingkungan rumah sakit/ bangsal yang bersih

5. Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien.

6. Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien sebagai respon adanya stress.

7. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan membentuk perilaku yang baru.

Disamping hal tersebut terapi lingkungan harus memiliki karakteristik:

1. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan kelompok selama 24 jam.

2. Adanya proses pertukaran informasi.

3. Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.

4. Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak meraswa takut baik dari ancaman psikologis maupun ancaman fisik.

5. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus komunikasi terapeutik.

6. Staf membagi tanggung jawab bersama pasien.

7. Personal dari lingkungan manghargai klien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan, dan tanggung jawab.

8. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi. d. Jenis-jenis lingkungan

1. Lingkungan Fisik

Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Setting nya meliputi:

a. Bentuk dan struktur bangunan.

b. Pola interaksi antara masyarakat dengan rumah sakit.

Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik terapeutik: a. Lingkungan fisik yang tetap.

(29)

c. Lingkungan fisik tidak tetap.

2. Lingkungan Fisik Tetap

Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi.

Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang makan. Masing-masing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, merangsang memori dan mencegah disorientasi ruangan. Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal

terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.

3. Lingkungan Fisik Semi Tetap

Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien.

4. Lingkungan Fisik Tidak Tetap

Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat dipengaruhi oleh social budaya.

5. Lingkungan Psikososial

Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal.

(30)

b. Observasi pasien tiap 15 menit.

c. Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang. d. Penuhi kebutuhan fisik pasien.

e. Libatkan keluarga.

Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien:

1. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien.

2. Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar. 3. Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai

anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan. 4. Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.

5. Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.

e. Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan 1. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman

a. Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab, menyenangkan, saling menghargai di antara sesame perawat, petugas kesehatan, dan pasien.

b. Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap pasien atau perawat.

c. Menciptakan suasana yang nyaman.

(31)

2. Penyelenggara proses sosialisasi

a. Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.

b. Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan-kegiatan tertentu.

c. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang.

3. Sebagai teknis perawatan

Fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien, memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi tersebut.

4. Sebagai leader atau pengelola.

Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien.

f. Jenis-jenis Kegiatan Terapi Lingkungan a. Terapi rekreasi

yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mengembangkan kemampuan hubungansosial.

(32)

Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama denagn orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan minat.

c. Dance therapy/ menari

d. Terapi musik

e. Terapi dengan menggambar/melukis Dengan menggambar akan menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada.

f. Literatur/ biblio therapy

Terapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku dan kemudianmendiskusikannya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada.

g. Pettherapy

Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri.

h. Planttherapy

Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala

sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi kepada pribadi lainnya.

2. Terapi Keluarga a. Pengertian

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986).

Terapi keluarga merupakan pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal. Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.

b. Tujuan

(33)

2. Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing anggota keluarga.

3. Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis. 4. Mengembangkan hubungan peran yang sesuai

5. Membantu keluarga menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar anggota keluarga.

6. Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat perkembangan anggota keluarga.

c. Perkembangan

Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California.

Pada pertengahan 1970-an, masyarakat prefesional mulai menganggap serius perspektif dan terapi keluarga. Sejalan dengan itu, buku-buku dan artikel-artikle bermunculan, begitu juga program pelatihan terapi keluarga (Gale dan Long, 1996)

Munculnya buku-buku semipopuler sejak tahun 1968 hingga 1992 memberikan pandangan dan proses yang melekat pada kehidupan perkawinan dan pasangan yang senantiasa berubah.

Perkembangan dari fokus pada individu, psikodinamik berdasarkan psikoterapi ke fokus pada keluarga sebagai unit dari terapi, dikemukakan of Jones sebagai " Sceentific Revoketion ".

Penggunaan terapi keluarga ini yaitu untuk mengerti perilaku manusia, khususnya disfungsi manusia. Berikut ini adalah asumsi yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan pendekatan –pendekatan dalam praktek perawatan kesehatan.

Keluarga merupakan unti sosial dasar dalam fungsi manusia. Keluarga adalah fenomena sosial yang multikultural dan multidimensi. Keluarga mempengaruhi seluruhnya sistem sosial baik pada perkembangan maupun kelangsungan perilaku seseorang.

(34)

melalui tahap –tahap perkembangan. Individu juga berkembang melalui tahap – tahap perkembangan dan perjalanan ini umumnya terjadi dalam konteks keluarga.

Keluarga mengalami transisi dalam periste\iwa perkembangan seperti : melahirkan, meninggal, dan menikah. Kejadian ini menimbulkan perubahan pada anggota dan komposisi dari sistem keluarga. Keluarga memproses dan mengembangkan kekuatan dan sumber internal. Diantara sumber –sumber tersebut adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berubah dalam respon terhadap kebutuhan internal dan eksternal.

Perubahan dalam struktur dan proses keluarga menunjukkan perubahan dalam seluruh anggota keluarganya. Perubahan dalam perilaku dan fungsi individu sebagai anggota keluarga berpengaruh terhadap sistem keluarga dan seluruh anggota keluarga lainnya. Keluarga sebagai sistem adalah lebih dari sejumlah fungsi dari tiap –tiap individu dari anggotanya. Perubahan dalam struktur dan fungsi keluarga dapat difasilitasi melalui terapi keluarga.

d. Kerangka teoritis

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof, 1986).

Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks sosial. Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya.

Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang terdiri dari 3 prinsip :

Pertama, adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling

bergantung bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan.

Kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti sebagai pola

integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga, perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain.

Ketiga, adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif

(35)

Ketika masalah muncul, terapi akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering percaya pada pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Patterson, 1982).

Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika :

1. Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga. 2. Ketidak harmonisan seksual atau perkawinan

3. Konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan

Beberapa teori yang mendasari terapi keluarga adalah : Psychodynamik Family Therapy.

Safir mengatakan bahwa ada hubungan antara psikopatologi individual dengan dinamika keluarga.

Contoh :seseorang yang mempunyai harga diri rendah akan menampilkan suatu " False Self" yang ditampilkan pada saat yang sama diajuga takut kecewa dan sulit mempercayai orang lain termasuk pasangan hidupnya. Hal ini menyebabkan kesulitan yang serius dalam perkawinannya.

Tujuan dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika yaitu untuk menolong anggota keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan caranya beraksi satu sama lain di dalam keluarga.

Di sini anggota keluarga didorong kearah asosiasi bebas dengan membiarkan pikiran mereka berjalan bebas tanpa sensor alam sadar dan memverbalisasilan pikirannya. Terapist hendaknya dab tudak secara aktif melakukan intervensi juga hindari memberi saran dan memanipulasi keluarga. Behavioural Family Therapy

Terapi perilaku dalam keluarga diawali dengan mempelajari pola perilaku keluarganya untuk menentukan keadaan yang menimbulkan masalah perilaku itu.Berdasarkan analisis ini, terapist membuat rencana untuk merubah keadaan tersebut dengan cara intervensi langsung dalam keluarga.

(36)

mengatur keluarga sehingga perilaku yang diinginkan diperkuat dengan memberi " Reward ".

Group Therapy Approaches

Terapi kelompok dapat diterapkan didalam keluarga.

Tujuannya adalah menolong anggota keluarga mendapatkan insight melalui proses interaksi didalam kelompok. Peranan terapist adalah sebagai fasilitator dan kadang – kadang menginter pretasi apa yang terjadi pada anggota kelompok.

Terapi keluarga menggunakan teori komunikasi proses komunikasi yang terjadi didalam keluarga dapat dijelaskan sebagai berikut :

Komunikasi dan kognisi

Terapist dari kelompok ini menaruh perhatian untuk menolong keluarga dan menjelaskan arti komunikasi yang terjadi diantara mereka. Terapist menyuruh anggota keluarga meneliti apa yang dimaksud oleh anggota keluarga yang lain saat menyatakan sesuatu.

Terapist juga memperhatikan punktuasi dari proses komunikasi yang terjadi pada keluarga dengan tujuan memperjelas kesalah pengertian, juga diperhatikan bahwa non verbal yang digunakan.

Komunikasi dan kekuatan

Haley mengatakan bahwa bila seseorang mengkomunikasikan pesan pada orang lain berati dia sedang membuat siasat untuk menentukan hubungan. Contoh : orang tua bertanggung jawab terhadap anak – anak dan dia punya hak untuk membatasi perilaku anak jika anak sudah besar, dia punya hak sendiri untuk mengambil keputusan. Cara ini sering ditemukan pada terapi struktural dimana tujuan proses, terapi untuk merubah posisi dari batasan diatara sub sistem yang berbeda dalam keluarga.

Komunikasi dan Perasaan.

(37)

Structural Family Therapy.

Dikembangkan oleh Salvador Minuchin. Perlu dinilai 6 aspek dari fungsi keluarga.

Struktur keluarga yang terdiri dari susunan yang mengatur transaksi diatara anggota keluarga. Fleksibilitas dari fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah. " The Family Resonance " pada anggota keluarga dapat saling terikat

atau saling merenggang.

Konteks kehidupan keluarga ini merupakan supra sistem yang teridiri dari keluarga besar, tetangga lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari anggota keluarga supra sistem bisa merupakan sumber stress atau sumber supprot dari lingkungan.bisa merupakan.

Tingkatan perkembangan keluarga

Cara keluarga memperlakukan gejala – gejala yang terdapat pada anggota keluarga yang sakit.

Terapist memulai terapi dengan cara bergabung dengan keluarga dan berpartisipasi dalam transaksi, sehingga terapist dapat mengobservasi aspek tertentu dari fungsi keluarga dan struktur keluarga tersebut. Kemudian tentukan seberapa jauh gejala dari pasien atau masalah keluarga berkaitan dengan fungsi keluarga (struktur keluarga). Jika berkaitan maka intervensi merubah struktur diperlukan.

e. Indikasi

Terapi keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang tepat.

Indikasi terapi keluarga menurut walrond skinner adalah :

Gejala yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistem keluarga. Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan anggota keluargannya dapat merupakan masalah secara individual.

(38)

f. Teknis

Terapi keluarga dilakukan dengan menggunakan tehnik berikut : Terapi Keluarga Berstruktur.

Terapi keluarnya berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik pendekatan individu dalam konteks sosialnya.

Tujuan adalah mengubah organisasi keluarga.

Terapi keluarga berstruktur memepergunakan proses balik antara lingkungan dan orang yang terlibat perubahan– perubahan yang ditimbulkan oleh seseorang terhadap sekitarnya dan cara–cara dimana umpan balik terhadap perubahan perubahan tadi mempengaruhi tindakan selanjutnya. Terapi keluarga mempergunakan tehnik – tehnik dan mengubah konteks orang–orang terdekat sedemikian rupa sehingga posisi mereka berubah dengan mengubah hubungan antara seseorang dengan konteks yang akrab tempat dia berfungsi, kita mengubah pengalaman subyektifnya.

Terapi Individu / Perorangan

Melihat individu sebagai suatu tempat yang patologis dan mengumpulkan data yang di peroleh dari atau tentang individu tadi.

Pada terapi perorangan dilakukan pengungkapan pikiran dan perasaan tentang kehidupannya sekarang, dan orang – orang didalamnya. Riwayatnya perkembangan konfliknya dengan orang tua dan saudara – saudaranya.

Bila akan dirujuk ke dalam terapi keluarga maka terapist akan mengekporasi interaksi individu dalam konteks hidup yang berarti.

Dalam wawancara keluarga terapist mengamati hubungan individu dengan anggota keluarga lainnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga. h. Karakteristik

1. Mempertahankan keseimbangan, fleksibel & adaptif perubahan tahap transisi dalam hidup.

2. Problem emosi merupakan bagian dari fungsi tiap individu 3. Kontak emosi dipertahankan oleh tiap generasi & antar keluarga 4. Hubungan antar keluarga yang erat & hindari menjauhi masalah

5. Perbedaan antar anggota keluarga mendorong untuk meningkatkan pertumbuhan & kreativitas individu.

(39)

i. Peran Perawat

1. mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota keluarga 2. memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien untuk

mencapai tujuan dan usaha untuk berubah

3. mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber pelayanan kesehatan. 4. memberi penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi, dll.

Aktifitas :

1. Komponen dikdaktik : memberikan informasi & pendkes tentang gangguan jiwa, sistem keswa & yankep.

2. Komponen ketrampilan : latihan komunikasi, asertif, menyelesaikan konflik, mengatasi perilaku & stress

3. Komponen emosi : memberikan kesempatan untuk memvalidasi perasaan & bertukar pengalaman

4. Komponen proses keluarga fokus pada koping keluarga & gejala sisa terhadap keluarga.

5. Komponen sosial : meningkatkan penggunaan dukungan jaringan formal/informal untuk klien & keluarga

Selain Peran perawat yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana perawat membantu serta mendorong keluarga untuk terlibat dalam mencegah klien kambuh.

3. Terapi Okupasi a. Pengertian

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

b. Fungsi dan Tujuan

(40)

1. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental:

a. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.

b. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.

c. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.

d. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi. 2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi, otot

dan koordinasi gerakan.

3. Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya. 4. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.

5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki.

6. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.

7. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di lingkungan masyarakat.

c. Peranan aktivitas dalam terapi okupasi

Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi, sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan kreativitasnya).

1. Jenis

Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik

pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi (tamasya,

nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).

(41)

2. Aktivitas

Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi, bukan hanya sekedar menyibukkan klien.

b. Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan klien.

c. Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.

d. Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.

e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.

f. Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.

g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.

h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan kemampuan klien.

d. Katakteristik

Riyadi dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari aktivitas terapi okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien, harus mampu melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah bertambah buruknya kondisi, dapat memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi, dan dapat disesuaikan dengan minat klien.

e. Analisa Aktivitas

(42)

kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.

f. Tindakan Terapi

Adapun proses dari terapi okupasi, sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis, perilaku dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah. 2. Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan

diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.

3. Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.

4. Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan tujuan terapi.

5. Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan tingkah laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik, misalnya 1 minggu sekali dan setiap selesai melaksanakan kegiatan. g. Pelaksanaan Terapi

Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.

1. Metode

a. Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan aktivitas.

(43)

yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irrasional.

2. Waktu

Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian, pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009).

4. Psikoterapi Suportif a. Pengertian

Psikoterapi adalah cara pengobatan dengan ilmu kedokteran terhadap gangguanmental emosional dengan mengubah pola pikiran, perasaan, dan perilaku agar terjadi keseimbangan dalam diri individu tersebut.

Dalam psikoterapi sangat diperlukan hubungan yang baik antara dokter dan pasien.

b. Tujuan

1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimilikinya

2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri

3. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan c. Jenis Terapi

1. Ventilasi

Psikoterapi ventilasi adalah bentuk psikoterapi yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya dan sebagai hasilnya ia akan merasa lega serta keluhannya akan berkurang.

a. Sikap terapis: menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian b. Topik pembicaraan: permasalahan yang menjadi stres yang utama 2. Persuasi

Persuasi adalah psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya

Referensi

Dokumen terkait

Setelah semua data telah berhasil di load ke data center PDPT maka dapat dilakukan pengecekan terhadap data-data primer seperti data primary key untuk data

Uji DMRT pengaruh pemberian konsentrasi alga terhadap penurunan nilai TSS limbah cair industri karet dapat dilihat bahwa perlakuan 25% dan 18,75% tidak berbeda nyata,

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara batas jam operasi dan batas keausan ball bearing maksimum yang

yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika. 4) Pembelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak. 5)

Pengaruh Jumlah Asam Sitrat dan Ukuran Partikel Terhadap Karakteristik Papan Partikel dari Bambu Petung.. Fakultas

oleh peneliti ditemukan bahwa sebagian besar siswa yang mengetahui iklan tersebut menilai baik dan sangat baik atas persepsi siswa pada iklan Gudang Garam Surya

Jenis penelitian ini memiliki kesesuian dengan judul atau topik penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai pengaruh kemudahan penggunaan dan kemanfaatan teknologi

agroindustri pengawetan ikan asin teri berada pada kondisi incresing return to scale , yaitu penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penambahan produksi