PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH DENGAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Oleh: Miswanto
Abstrak
Dengan semakin banyaknya penyalur dana yang ada di Kabupaten Pacitan dan seiring meningkatnya usaha kecil atau sektor usaha mikro yang membutuhkan kucuran dana untuk memulai usaha maka dibutuhkan suatu lembaga keuangan yang benar-benar memberikan kontribusi berupa pendanaan yang memadai. Pada lembaga keuangan Syari‟ah, yang serupa dengan karakteristik bagi hasil dan bebas bunga diharapkan nasabah lebih memilih sistem ini. Lebih terfokus pada pembiayaan, peneliti lebih memilih jenis pembiayaan Musyarakah, alassannya yakni bahwa pembiayaan Musyarakah keuntungan dan kerugian ditanggung sesuai modal masing-masing atau dengan kata lain kedua belah pihak sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Perumusan masalah digunakan untuk membatasi masaalah penelitian yang ditetapkan dan pada umumnya dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Agar masalah dapat terselesaikan dengan tepat, maka masalah harus dirumuskan dalam scop yang lebih kecil sehingga akan terarah dalam pemecahannya. Adapun rumusan itu adalah: “ Bagaimana Pengembangan Usaha Kecil Menengah Dengan Pembiayaan Musyarakah”.
Adapun tujuan dari jurnal ilmiah ini adalah untuk mengetahui Pengembangan Usaha Kecil Menengah Dengan Pembiayaan Musyarakah.
Kata kunci : Lembaga keuangan syari’ah, lembaga penyalur dana, Pengembangan usaha kecil menengah dan Pembiayaan Musyarakah.
PENDAHULUAN
Perlu kita ketahui keberadaan usaha-usaha berskala menengah kebawah akan dapat
memberi andil terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan diharapkan bisa mengurangi
angka pengangguran di Indonesia. Hal itu tentu tidak lepas dari keterkaitan industry dan
perusahaan besar maupun pihak lain yang membantu meningkatkan usaha pada sector
industry kelas menengah ke bawah. Dengan semakin pesatnya kemajuan industry di
meningkatkan usahanya. Seiring dengan semakin banyaknya usaha kecil sekarang ini begitu
banyak pula permasalahan yang harus dihadapi oleh usahawan dalam meningkatkan usahanya
atau paling tidak untuk mempertahankan usaha pada saat terjadi krisis yang melanda.
Secara umum permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha kecil begitu
kompleks. Salah satu permasalahan yang menyertai industrialisasi di Indonesia adalah
lemahnya keterkaitan antara industry kecil dan industry rumah tangga dengan industry besar.
Pada umumnya industry kecil dan industry rumah tangga tidak mampu berkembang dinamis
sehingga mencapai skala yang lebih besar menjadi industry menengah dan besar. Selain
lemahnya keterkaitan antara industry kecil dan industry besartersebut diatas rupanya usaha
kecil masih menghadapi berbagai kendala baik dalam hal pemasaran, manajemen, maupun
dalam permodalan. Apapun usahanya modal adalah penting meskipun bukan yang terpenting,
karena modal merupakan motor penggerak bagi suatu usaha. Modal merupakan masalah
pokok yang sering dialami oleh perusahaan untuk membiayai usahanya, baik sebagai modal
investasi maupun untuk modal kerja.
Sudah sejak lama umat Islam Indonesia, demikian juga berlahan dunia Islam (Muslim
Word) lainnya, menginginkan system perekonomian yang berbasis nilai-nilai prinsip-prinsip syari‟ah (Islamic Economic System) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan
Islam secara kaffah. Perbedaan system lembaga Konvesional dengan lembaga keuangan Syari‟ah dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti yang dikemukakan agar dapat memberi manfaat serta alternative bagi masyarakat untuk memilih dana yang ada.
Adapun lembaga keuangan Islam tanpa bunga dengan system bagi hasil bukanlah sekedar
untuk meyakinkan dunia bahwa Islam dapat memainkan peranan penting ditengah-tenha
perekonomian dunia modern, akan tetapi lebih luas dari itu, pembentukkannya dimaksudkan
untuk memberi alternative terhadap system lembaga keuangan Konvesional, juga
dimaksudkan sebagai cara untuk mengikuti prinsip-prinsip Islam dalam manajemen finansial
PEMBAHASAN
Pengertian Lembaga Keuangan Syari’ah
Lembaga Keuangan Syari‟ah dapat diartikan atau merupakan istilah lain dari lembaga keuangan Islam, secara akademik istilah Islam dan Syari‟ah mempunyai pengertian yang berbeda. Namun apabila ditinjau dari segi teknis antara lembaga keuangan syari‟ah dan lenbaga keuangan Islam mempunyai pengertian yang sama. (Warkum Sumitro, 1997:5)
Menurut pengertian dari Warkum Sumitro tersebut diatas yaitu tentaang lembaga keuangan syari‟ah dijelaskan bahwa lembaga keuangan islam dengan lembaga keuangan syari‟ah memiliki pengertian yang berbeda secara akademik. Namun jika dilihat dari segi teknis kedanya mempunyai kesamaan atau pengertian yang sama. Persamaan dari segi teknis tersebut seperti halnya dengan lembaga keangan syari‟ah lainnya baik bank maupun non bank persamaannya yaitu sama-sama menerapkan system bagi hasil yang menjadi karakteristik
Lembaga Keuangan tersebut.
Apabila dilihat dari peristilahan lembaga keuangan Syari‟ah non bank yang bias terwujud dalam Kelompok Swadaya Masyarakat-BMT (KSM_BMT) ini adalah kelompok
orang yang menyatukan diri untuk saling membantu dan bekerja sama membangun sumber
pelayanan keuangan guna mendorong dan mengembangkan usaha produktif dan
meningkatkan taraf hidup para anggota. (Suhrawardi K.Lubis, 1999:114).
Secara garis besar system operasional Lembaga Keuangan Syari‟ah baik bank maupun non bank dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Penghimpun Dana
2. Pembiayaan/Penyaluran Dana
Dari kedua cara kerja tersebut dapatlah diuraikan dari masing-masing produk yang ada,
diantaranya ialah:
1. Penghimpun Dana
Adapun produk penghimpun dana Lembaga Keuangan Syari‟ah menurut H.Syafi‟i
Wadi‟ah (Depository)
Wadi‟ah adalah titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Secara umum wadi‟ah terdiri atas dua jenis yaitu; yadh-adhamanah dan yad al-amanah.
Apabila dilihat dari konsep al-wadi‟ah yad adh-dhamanah, pihak yang menerima titipan
boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Adapun yad
al-amanah merupakan kenalikan yad adh-dhal-amanah yaitu pihak yang menerima titipan tidak
boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang telah dititipkan.pihak
penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.
2. Penyaluran Dana
Menurut H. Syafi‟I Antonio (2001:101) secara garis besar produk penyaluran dana dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: Jual beli dan Bagi hasil
a. Jual beli (Sale and Purchase)
Ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam
pembiayaan modal kerja dan investasi dalam lembaga keuangan Syari‟ah, yaitu
1). Ba’i Al-Murabahah (Deferred Payment Sale)
Ba‟I Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuangan yang disepakati (mark-up). Dalam hal ini lembaga keuangan syari‟ah bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah bertindak sebagai pembeli. Lembaga keuangan dengan nasabah
harus menyepakati harga pokok, keuntungan, dan jangka waktu yang dibeerikan kepada
nasabah kemudian nasabah mencicilnya sesuai harga dan waktu yang disepakati.
2). Ba’I As-Salam (In-front Payment Sale)
Ba‟I As-Salam yaitu pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan
pembayarannya dilakukan di muka. Disini lembaga keuangan syari‟ah bertindak sebagai pembeli dan nasabah bertindak sebagai penjual. Pihak lembaga keuangan syari‟ah lalu membayar harga yang telah disepakati diawal kontrak, sementara nasabah akan mengirim
barang yang dipesan setelah jatuh tempo. Ketika barang akan dikirim oleh nasabah, lembaga
tersebut dapat menjualnya kepada pihak lain dengan harga yang lebi tinggi agar mendapat
3). Ba’i Al-Istishna’ (Purchase by Order or Manufactur)
Ba‟I Al-Istishna‟ berarti kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha
melelui orng lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya melalui pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga
serta system pembayaran:apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada lembaga keuangan syari‟ah yang terdiri dari ba‟i al-murabahah, ba‟i as-Salam, dan ba‟i al-istishna‟ merupakan sandaran pokok yang digunakan oleh pihak lembaga keuangan syari‟ah sebagai sumber dana yaitu melalui jual-beli antara nasabah dan pihak lembaga keuangan.
a. Bagi Hasil (Profit Sharing)
Menurut H.Syafi‟i Antonio (2001:97) secara umum, prinsip bagi hasil dalam lembaga keuangan syri‟ah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:
1). Akad Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)
Secara umum, mudharabah dibagi menjadi dua jenis, yaitu: mudharabah Muthlaqah dan
mudharabah Muqayyadah. Dalam hal ini bank bertindak sebagai pemilik modal (shohibul
maal) yang menyediakan modal 100% dan nasabah bertindak sebagai pengelola (mudharib).
Mudharabah Muthlaqah merupakan pemilik modal tidak memberikan batasan-batasan
atas dana yang diinvestasikannya. Pngelola diberi wewenang penuh mengelola dana tersebut
tanpa terikat waktu. Adapun Mudharabah Muqayyad dalam hal ini pemilik modal
memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Pengelola hanya bias mengelola dana
tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh pemilik modal. Berdasarkan prinsip bagi
hasil Mudharabah tersebut antara kedua belah pihak bias mendapatkan keuntungan dan
kerugian masing-masing atau dengan kata lain keuntungan dan kerugian ditangggung oleh
kedua belah pihak. Penentuan bagi hasil harus sudah disepakati sebelumnya, yaitu berapa
2). Akad Al-Musyarakah (Project Financing Participation)
Dalam pengertian yang sederhana, Al-Musyarakah berarti akad kerja sama antara dua
belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Menurut H.Syafi‟i Antonio (2001:91) jenis-jenis Al-Musyarakah ada dua, yaitu:
musyarakah pemilikan dan Musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta
karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilkan satu aset oleh dua
orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut. Adapun akad Musyarakah tercipta dengan cara kesepakatan di mana
dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal Musyarakah.
Dan mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugiannya.
Menurut Mahmud Syaltut dalam Masjfuk Zuhdi (1992:113) ada empat macam akad
Syirkah dalam Musyarakah antara lain: Al-„inan, Al-Mufawadhah, Wujuh, dan
Al-Mudharabah.
1) Syirkah Al-„inan adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan
untuk melakukan suatu bisnis atas dasar membagi rugi sesuai dengan jumlah modal
masing-masing.
2) Syirkah Al-Mufawadhah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatu usaha dengan modal uang atau jasa dengan syarat sama modalnya,
agamanya, mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum.
3) Syirkah Al-Wujuh adalah kerja sama dua orang atau lebih untuk membeli sessuatu
tanpa modal uang, tetapi hanya berdasarkan kepercayaan para pegusaha dengan perjanjian
profit.
4) Syirkah Al-Mudharabah beberapa Ulama membahas mudharabah secara tersendiri
Pembiayaan
a. Pengertian Pembiayaan
Menurut Kasmir (2000:73) “ Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
Menurut Muhammad (2000:68) “ Pembiayaan dengan akad Syirkah adalah penyertaan Bank Islam sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang mana antara resiko dan
keuntungan ditanggung bersama secara seimbang dengan porsi penyertaan”.
Adapun unsur-unsur pembiayaan yang terkandung dalam pemberian fasilitas
pembiayaan (Kasmir, 2000:75) adalah sebagai berikut:
1. Kepercayaan
2. Kesepakatan
3. Tenggang Waktu
4. Resiko (Degree of risk)
5. Balas Jasa
Adapun uraian dari unsur-unsur diatas adalah sebagai beikut:
1). Kepercayaan
Yaitu keyakinan pemberi biaya bahwa pembiayaan yang diberikan baik berupa uang
atau jasa akan benar-benar diterima kembali dimasa yang akan datang.
2). Kesepakatan
Yaitu kesepakatan antara pemberi biaya dengan penerima biaya. Kesepakatan ini
dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan
kewajiban masing-masing.
Setiap pembiayaan yang diberikan jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup
masa pengambilan pembiayaan yang sudah disepakati baik jangka pendek, menengah,
maupun jangka panjang.
4). Resiko
Adanya tenggang waktu pengambilan akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya
atau macet pemberian pembiayaan. Semakin panjang suatu pembiayaan maka semakin besar
pula resiko yang ditanggung oleh pihak bank, baik resiko yang disebabkan kesengajaan pihak
peminjam maupun resiko yang tidak disengaja.
5). Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa tersebut yang kita
kenal dengan nama bagi hasil yang merupakan keuntungan pihak bank.
Berdasarkan beberapa pengertian dapat diambil kesimpulan bahwa menurut Kasmir
dalampemberian fasilitas pembiayaan haruslah memperhatiakan unsur-unsur tertentu yakni,
kepercayaan, kesepakatan, tenggang waktu, resiko, dan balas jasa.
a. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Menurut Kasmir (2000:80) tujuan pembiayaan meliputi: 1). Mencari keuntungan, 2).
Membantu usaha nasabah, dan 3). Membantu pemerintah.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1). Mencari keuntungan adalah bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian
pembiayaan tersebut, hasil tersebut dalam bentuk bagi hasilyang diterima oleh bank sebagai
balas jasa dan administrasi pembiayaan yang dibebankan kepada nasabah.
2). Membantu usaha nasabah dapat diartikan bahwa nasabah yang kekurangan dana
investasi maupun dana untuk modal kerja, dengan dana tersebut pihak debitur akan dapat
mengembangkan dan memperluas usahanya.
3). Membantu pemerintah yaitu semakin banyak yang diberikan oleh bank, maka akan
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
Pengertian usaha kecil dan menengah menurut Suryana (2001:8) “ Usaha Kecil dan
Menengah adalah suatu kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan kiat, dasar, sumber
daya, proses dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi resiko”
Karakteristik Usaha Kecil dan Menengah
Menurut Wibowo, dkk (1986:3) mendefinisikan ciri-ciri suatu usaha tergolong kecil,
yaitu:
a. Usaha yang dimiliki secara bebas, terkadang tidak berbadan hokum
b. Operasinya tidak memperlihatkan keunggulan yang mencolok
c. Usaha yang dimiliki dan dikelola oleh satu orang
d. Usaha tidak memiliki karyawan
e. Modalnya dikumpulkan dari tabungan pemilik pribadi
f. Wilayah pasarnya bersifat lokal dan tidak terlalu jauh dari pusat usahanya.
Scarorough dan Zimmerer (dalam Suryana, 2001:8) mengemukakan delapan
karakteristik, yang meliputi:
a. Uang Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha
yang dilakukannya.
b. Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih resiko yang moderat, artinya ia selalu
menghindari resiko yang rendah dan menghindari resiko yang tinggi.
c. Confidence in their ability to success, yaitu percaya akan kemampuan dirinya untuk
berhasil.
d. Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik yang segera.
e. High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan
keinginannya demi masa depan yang lebih baik.
Berdasarkan pengertian mengenai ciri-ciri pengusaha yang tergolong kecil menurut
Wibowo diatas bahwa pengusaha kecil dalam usahanya kebanyakan tidak berbadan hokum,
wilayah pasarnya yang masih lokal atau dengan kata lain jangkauan passer yang dimiliki tidak
seluas pada industry besar, modal berasal dari anggotakeluarga sendiri, dan usaha yang
dimiliki oleh satu orang atau satu kepemilikan.
Sedangkan karakteristik pengusaha menurut Zimmerer dan Scarorough diatas dapatlah
diambil kesimpulan secara umum bahwa pengusaha tersebut memiliki tanggung jawab pada
usahanya, berani mengambil resiko, percaya akan keberhasilan, selalu menghendaki feed back
dengan segera dalam artian bias saling menguntungkan, mempunyai orientasi, keterampilan
dan dapat menilai suatu prestasi dengan baik.
Keuntungan dan Kerugian Wirausaha
Keuntungan dan Kerugian identic denagn keuntungan dan kerugian pada usaha
kecil milik sendiri. Lambing dan Kuehl (dalam Suryana, 2001:41) mengemukakank
keuntungan dan kerugian kewirausahaan sebagai berikut:
Keuntungannya meliputi:
1). Otonomi. Pengelolaan yang bebas dan tidak terikat membuat wirausaha menjadi seorang” bos” yang penuh kepuasan.
2). Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi. Merupakan hal yang menggembirakan.
Peluang untuk mengembangkan konsep usaha yang dapat menghasilkan keuntungan sangat
memotivasi wirausaha.
3). Kontrol Finansial. Bebas dalam mengelola keuangan, dan merasa sebagai kekayaan milik
sendiri.
Kerugiannya antara lain sebagai berikut:
1). Pengorbanan personal. Hampir semua waktu dihabiskan untuk kegiatan bisnis. Sedikit
sekali waktu untuk kepentingan keluarga dan berlibur.
2). Pemasaran. Keuangan personil maupun pengadaan dan pelatihan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keuntungan dan kerugian
tergantung pada pengelolaan wirausaha itu sendiri. Karena semua kegiatan bisnis diatur dan
dilaksanakan dengan sendirinya. Jadi, tidak bisa untuk melakukan kegiatan keluarga, seperti
berlibur dan hidup nyantai.
Hubungan Lembaga Keuangan Syari’ah dengan Usaha kecil dan Menengah
Peranan Lembaga Keuangan Syari‟ah dalam pengembangan UKM menurut Heri Sudarsono, (2003:97) adalah bahwa Lembaga Keuangan Syari‟ah bersifat aktif dalam
menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, dengan jalan pendampingan,
pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah.
Menurut pengertian diatas bahwa Lembaga Keuangan Syari‟ah mempunyai peranan dalam pegembangan Usaha Kecil dan Menengah selain peranannya sebagi Lembaga Penyalur
Dana, juga berperan memberi pembinaan, pengarahan, dan penyuluhan terhadap Usaha Kecil.
Menurut Zainal Arifin (1999:56) Lembaga Keuangan Syari‟ah baik bank maupun non bank dalam peanannya membantu Usaha Kecil dan Menengah adalah memberikan konstribusi
disamping pendanaan kepada masyarakat juga memberikan penyuluhan, pembinaan dan
pengawasan.
Dari kedua pengertian diatas menyebutkan bahwa Lembaga Keuangan Syari‟ah baik bank maupun non bank memiliki peranan dalam usahanya membantu pengembangan Usaha
Kecil dan Menengah baik peranannya sebagai penyalur dana ataupun peranannya sebagai
pemberi konstribusi selain itu yakni, pembinaan, penyuluhan dan pengawasan.
Bagi Hasil Bagi Nasabah Pembiayaan Musyarakah
Bagi nasabah musyarakah akan diberlakukan bagi hasil dengan ketentuan mengikuti
ketetapan sebagai berikut:
1 s/d 3 bulan : 45 : 55 ( Pihak pemilik BMT : Nasabah )
a. Denda penunggakan
Apabila nasabah melunasi pinjaman melewati waktu jatuh tempo, maka akan dikenakan
potongan (denda administrasi) sebesar Rp. 5.000,00 perminggu
b. Potongan Biaya Administrasi
Nasabah yang telah melunasi pinjaman akan dikenakan biaya administrasi sebesar:
1. Rp. 5.000,- untuk peminjam Rp. 500.000,-
2. Rp. 10.000,- untuk peminjam Rp. 1.000.000,-
3. Rp. 15.000,- untuk peminjam Rp. 1.500.000,-
4. Rp. 20.000,- untuk peminjam Rp. 2.000.000,-
Bagi nasabah Musyarakah yang kurang dari 1 bulan telah dapat melunasi angsurannya maka
akan dibayarkan bagi hasil dengan ketentuan sebesar 35 untuk pihak BMT : 65 untuk
nasabah.
Penutup
Lembaga Keuangan Syari‟ah menurut Warkum Sumitro adalah Lembaga Keuangan Islam dengan Lembaga Keuangan Syari‟ah memiliki arti yang berbeda secara akademik. Namun jika dilihat dari segi teknis keduanya mempunyai kesamaan atau pengertian yang
sama. Persamaan dari segi teknis tersebut seperti halnya dengan Lembaga Keuangan Syari‟ah
lainnya baik bank maupun non bank persamaannya yaitu sama-sama menerapkan system bagi
hasil yang menjadi karakteristik Lembaga Keuangan tersebut.
Secara garis besar system operasional Lembaga Keuangan Syari‟ah baik bank maupun non bank dapat dibagi menjadi dua, yaitu Penghimpun Dana dan Pembiayaan/Penyaluran
Dana
Adapun penyaluran dana ini menurut H.Syafi‟I Antonio (2001:101) secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
Jual Beli Ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran
pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam Lembaga Keuangan Syari‟ah,
Bagi Hasil Menurut H.Syafi‟i Antonio (2001:97) secara umum, prinsip bagi hasil dalam
Lembaga Keuangan Syari‟ah dapat dilakukan dalam dua akad utama, antara lain:
Akad Al-mudlarabah Yaitu bank yang bertindak sebagai pemilik modal yang
menyediakan modal 100% dan nasabah bertindak sebagai pengelola.
Akad Al-Musyarakah Yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.
Usaha kecil dan Menengah menurut Suryana (2001:8) adalah suatu kemampuan kreatif
dan inovatif yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses, dan perjuangan untuk
menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk
menghadapi resiko.
Karakteristik Usaha Kecil dan Menengah menurut Wibowo, dkk (1986:3) adalah
sebagai berikut:
Usaha yang dimilki secara bebas
Operasinya tidak memperlihatkan keunggulan yang mencolok Usaha yang dimilki dan dikelola oleh satu orang
Usaha tidak memiliki karyawan Modalnya milik pribadi
Wilayah pasarnya bersifat local
Adapun hubungan antara Lembaga Keuangan Syari‟ah dengan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah adalah bahwa Lembaga Keuangan Syari‟ah mempunyai peranan dalam
pengembangan Usaha Kecil dan Menengah selain peranannya sebagai lembaga penyalur
dana, juga berperan memberikan pembinaan, pengarahan, dan penyuluhan terhadap Usaha
Daftar Pustaka
Kasmir.2000. Manajemen Perbankkan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Antonio,M.Syafi‟I .2001.Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press. Jakarta.
Muhammad.2000. Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer. UII Press. Yogyakarta.
Zuhdi, Masjfuk.1992. Bank dan Lembaga-Lembaga Terkait. Raja Wali Press.Jakarta.
Suryana.2001. Kewirausahaan.Penerbit: Salemba Empat, Jakarta.
Scarborough, Zimmerer.1993.Effectif Smaal, Business Manajemen, Fort Edit Mac Milan Publishing Company. New York.