Headline NewsOpini
https://www.posbali.id/mea-dan-pariwisata/
MEA dan Pariwisata
20 Juli 2016POS BALIDr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.
TAK pelak lagi, MEA membawa Indonesia dalam kebimbangan antara hidup dan mati, antara menerima atau menolak, antara siap atau tidak siap. Era MEA membawa kondisi warga asing dari 169 negara bebas visa masuk ke Indonesia termasuk untuk berbisnis, yang berarti pula warga asing boleh miliki properti di Indonesia. Pihak asing juga boleh kuasai 100% industri gula dan karet di Indonesia, Asing juga boleh kuasai 100% saham restoran dan perusahaan jalan, Asing boleh kuasai 85% saham modal ventura, Asing bisa kuasai 100% saham di pembangkit listrik. Asing boleh kuasai 100% usaha bioskop di Indonesia. Asing juga bisa kuasai 35 bidang usaha di Indonesia. Bagi Indonesia, sector yang dianggap paling siap adalah sector pariwisata, apakah benar demikian?
Pengaruh positif pembangunan pariwisata sudah tidak perlu diragukan lagi seperti pendapatan nilai tukar valuta asing, penerimaan devisa akibat adanya konsumsi wisatawan, penyerapan tenaga kerja, pembangunan infrastruktur pariwisata yang turut dinikmati oleh masyarakat lokal, dan di beberapa destinasi pariwisata juga sebagai mesin penggerak pemberdayaan perekonomian masyarakat lokal. Walaupun demikian, pembangunan pariwisata juga dapat berpengaruh negatif
seperti kebocoran ekonomi, infl asi, tingginya pembiayaan infrastruktur dan fasilitas, dan ketergantungan sektoral. Dari sekian banyak masalah negatif yang dapat ditimbulkan oleh sektor pariwisata, kebocoran ekonomi dianggap masalah yang paling sulit untuk diatasi. Kebocoran ekonomi dapat bersifat eksternal, internal, dan tersembunyi. Kebocoran tidak dapat dihindari pada kondisi pasar bebas seperti MEA dan jenis globalisasi lainnya.
berbintang yang memicu banyaknya terjadinya impor hotel supplies, bahan makanan, furniture, pembiayaan pekerja asing, maskapai penerbangan asing, dan sebagainya (Holden, 2008).
Pada hakikatnya, terdapat dua jenis kebororan yakni eksternal dan internal. Kebocoran eksternal ini terjadi akibat pengeluaran pada sektor pariwisata yang terjadi di luar destinasi di mana pengeluaran tersebut berhubungan dengan industri lokal. Kebocoran Eksternal dapat terjadi oleh karena (1) investor asing membangun infrastruktur dan fasilitas pariwisata pada negara sedang
berkembang, sehingga profi t dan pembayaran terjadi di luar negeri. (2) Arus uang bisnis
pariwisata langsung terjadi di luar negeri dikarenakan booking bisa dilakukan di luar negeri atau terjadi secara online, wisatawan datang dengan maskapai penerbangan asing, cruise ship atau kapal pesiar, atau bentuk usaha lain yang dimiliki oleh orang asing.
Kebocoran internal dominan disebabkan oleh penggunaan komponen impor yang diukur secara domestik. Menurut (UNEP) kebocoran internal dapat diukur dengan Tourism Salelite Accounts (TSA) dan hal ini telah dilakukan oleh 44 negara yang memiliki database update tentang kepariwisataannya (WTO). Kebocoran internal pada negara berkembang terjadi pada rantai penyediaan suplies (goods and services) pariwisata yang diimpor. Kebocoran internal pada beberapa destinasi biasanya terjadi akibat permintaan atau tuntutan tingkat kualitas terhadap pelayanan pariwisata dan hiburan pariwisata khususnya terkait dengan produk-produk impor. Produk-produk yang dimaksud misalnya pengadaan beberapa minuman beralkohol yang bermerek internasional yang diproduksi di luar negeri. Hotel-hotel berjejaring dengan standar internasionalnya juga menyebabkan kebocoran internal yang cukup berarti karena mereka cenderung akan menuruti standar yang telah ditentukan dan diharapkan oleh wisatawan.
Kebocoran yang lainnya adalah kebocoran tersembunyi yang adalah hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dari sektor pariwisata yang terjadi secara nyata namun sangat sulit untuk dicatat secara nyata tetapi akan berpengaruh secara akumulatif. Aktivitas yang dapat menyebabkan kebocoran tersembunyi misalnya: pajak, informal transaksi yang biasanya tidak tercatat, serta tabungan dan investasi off-shore. Kebocoran tersembunyi yang lainnya dapat berbentuk penggunaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, kerusakan lingkungan, degradasi budaya, hilangnya sejarah, dan rusaknya aset-aset pariwisata dalam jangka panjang sehingga dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup masyarakat lokal.
Walau demikian kebocoran ekonomi dapat diminimalkan dengan berbagai cara dan strategi. Strategi jitu untuk mengurangi kebocoran ekonomi pada pembangunan pariwisata justru strategi yang berasal dari kekuatan lokal yakni pengembangan pariwisata yang berbasis kekuatan lokal (Community Based Tourism), skala usaha kecil dari pengusaha lokal, sehingga pemberdayaan masyarakat lokal dengan segala komponen yang ada mesti harus dilakukan dengan berbagai usaha seperti pembangunan pendidikan dan pelatihan, penciptaan regulasi yang berpihak kepada masyarakat lokal. Strategi ini akan berjalan dengan optimal pada pembangunan Daya Tarik Wisata beserta amenitas pendukungnya yang dikembangkan dari kekayaan lokal, oleh masyarakat lokal, dan untuk masyarakat lokal. (*)