• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PERENCANAAN KEBIJAKAN TAHAPAN DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP PERENCANAAN KEBIJAKAN TAHAPAN DAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PERENCANAAN KEBIJAKAN, TAHAPAN

DAN SIKLUS PEMETAAN

Oleh : Angga Debby Frayudha, M. Pd

I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Perencanaan kebijakan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian proses kegiatan untuk menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi seperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah memanipulasi, mengira-ngira atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan persiapan perencanaan harus dinilai. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari suatu program sehingga suatu bangsa akan berlama-lama dalam membahas perencanaan daripada aplikasinya.

Perencanaan adalah suatu proses yang penting sebelum melakukan yang lain. Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penenetu dan sekaligus memberi arah terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dalam dunia pendidikan, perencanaan adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan. Dalam sejarah 2500 tahun yang lalu perencanaan pendidikan sudah ada, dimana bangsa Sparta telah merencanakan pendidikan untuk meraalisasikan tujuan militer, social dan ekonomi mereka. Plato dalam bukunya “republic” menulis tentang : rencana pendidikan yang dapat menjamin tersedianya tenaga pemerintah dinasti hand dan peru pada masa kejayaan, inca merencanakan pendidikan mereka untuk menjamin kelangsungan hidup Negara masing-masing.

(2)

yang akan mengarahkan lembaga tersebut menuju tujuan yang tepat dan benar. Artinya perencanaan memberi arah bagi tercapainya tujuan sebuah sistem, karena pada dasarnya sistem akan berjalan dengan baik jika ada perencanaan yang matang. Perencanaan dianggap matang jika dilakukan dengan langkah-langkah baik dan benar.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan perencanaan kebijakan? 2. Bagaimanakah tahapan kebijakan itu bisa dibuat? 3. Bagaimanakah Siklus Pemetaan kebijakan itu?

C. Tujuan

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perencanaan Kebijakan

Pengertian perencanaan, dan pengertian perencanaan pendidikan. Ada beragam pengertian perencanaan yang telah dikemukakan oleh para ahli, antara lain menurut: (1) Bintoro Tjokroaminoto, perencanaan adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu; (2) Prajudi Atmosudirdjo, perencanaan adalah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana dan bagaimana cara melakukannya; (3) Handoko, perencanaan adalah meliputi: (a) pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi; dan (b) penentuan strategi, kebijakan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan; (4) Husaini Usman, perencanaan adalah kegiatan yang akan dilakukan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan; (5) Coombs, perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakatnya; dan (6) Sa’ud dan Makmun, perencanaan pendidikan adalah suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan memprioritaskan kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan pesera didik yang dilayani oleh sistem tersebut (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007; Usman, H. 2008).

(4)

rumusan hasil yang ingin dicapai dalam proses layanan pendidikan kepada peserta didik; dan (5) menyangkut masa depan proses pengembangan dan pembangunan pendidikan dalam waktu tertentu, yang lebih berkualitas.

2.1.1 Tujuan Perencanaan Pendidikan

Tujuan perencanaan pendidikan. Ada beberapa tujuan perlunya penyusunan suatu perencanaan pendidikan, antara lain: (1) untuk standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan, yaitu untuk mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah disusun; (2) untuk mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan; (3) untuk mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik; (4) untuk mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan; (5) untuk meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan pendidikan; (6) untuk memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan; (7) untuk menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’; (8) untuk mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan; dan (9) untuk mengarahkan proses pencapaikan tujuan pendidikan (Dahana, OP and Bhatnagar, OP. 1980; Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Sagala, S. 2009).

2.1.2 Manfaat Perencanaan pendidikan

(5)

antara lain: (1) dapat digunakan sebagai standar pelaksanaan dan pengawasan proses aktivitas atau pekerjaan pemimpin dan anggota dalam suatu lembaga pendidikan; (2) dapat dijadikan sebagai media pemilihan berbagai alternatif langkah pekerjaan atau strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya pencapaian tujuan pendidikan; (3) dapat bermanfaat dalam penyusunan skala prioritas kelembagaan baik yang menyangkut sasaran yang akan dicapai maupun proses kegiatan layanan pendidikan; (4) dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan beragam sumber daya organisasi atau lembaga pendidikan; (5) dapat membantu pimpinan dan para anggota (warga sekolah) dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan atau dinamika perubahan sosial-budaya; (6) dapat dijadikan sebagai media atau alat untuk memudahkan dalam berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan; (7) dapat dijadikan sebagai media untuk meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau tidak pasti; dan (8) dapat dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan pendidikan (Depdiknas. 1997; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001).

2.2 Tahapan Kebijakan

Dunn, menjelaskan bahwa secara etimologis, istilah kebijakan (policy) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (Negara-kota) dan pur (kota) yang dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politea (Negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris policie, yang berarti mengani masalah masalah publik atau administrasi pemerintahan. Laswell dan Kaplan dalam Thoha, Miftah memberikan definisi tentang kebijakan yaitu sebagai program pencapaian tujuan, nilai nilai dalam praktek yang terarah.

(6)

sudah direncanakan oleh aktor aktor yang terlibat dalam sistem politik, (2) suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan lainnya dalam masyarakat, (3) kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah, (4) kebijakan dapat bersifat positif dan negative, dan (5) kebijakan harus berdasarkan hukum sehingga memiliki kewenangan masyarakat untuk mematuhinya.

Kebijakan dapat dilihat sebagai konsep filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu proses, dan sebagai suatu kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai suatu produk, kebijakan dipandang sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara dimana melalui cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya; dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan proses tawar menawar dan negosiasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn. adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan Agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

(7)

issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya: 1. telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;

2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu

3. berdampak dramatis jika tidak dilakukan pemunculan kebijakan oleh pejabat berwenang;

4. menjangkau dampak yang amat luas ;

5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;

6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)

Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

(8)

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

(9)

Proses atau tahapan penyusunan perencanaan pendidikan. Menurut Banghart and Trull dalam Sa’ud (2007) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:

1. Tahap need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang: (a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber daya apa yang tersedia, dan (c) apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.

2. Tahap formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.

3. Tahap policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.

4. Tahap program and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.

5. Tahap feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya internal/ eksternal; atau sumber daya manusia/ material). Apabila perencanaan disusun berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.

(10)

pendidikan sebagai suatu tim kerja (team work) yang handal; dan (c) kontrol atau pengawasan dan pengendalian kegiatan selama proses pelaksanaan atau implementasi program layanan pendidikan.

7. Tahap evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.

Merujuk pada uraian dari pengertian perencanaan pendidikan sampai tahapan dalam penyusunan perencanaan pendidikan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan perencanaan pendidikan dalam proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah sangat penting, karena dengan adanya perencanaan pendidikan yang baik dapat meningkatkan kualitas kegiatan atau aktivitas layanan pendidikan anak secara maksimal, baik menyangkut aspek akademik atau non akademiknya. Hal ini disebabkan seluruh aktivitas warga sekolah harus berdasarkan pada program yang telah disusun dengan baik dalam suatu perencanaan pendidikan secara sistematik dan integral.

2.3 Siklus Pemetaan Kebijakan

Siklus merupakan kegiatan atas sistem yang berjalan dengan tahapan-tahapanya sehingga berulang kembali dan menghasilkan sesuatu. Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan kebijakan sebagai suatu siklus. Proses pembuatan sebuah kebijakan melibatkan berbagai aktivitas yang kompleks. Para ahli kemudian mengembangkan sejumlah kerangka untuk memahami proses kebijakan atau seringkali disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy cycles).

Menurut Dye proses kebijakan sebagai suatu siklus meliputi identifikasi masalah, penetapan agenda, perumusan kebijakan, legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.

(11)

1. Tahap formulasi

Merupakan langkah awal dalam proses kebijakan secara keseluruhan. Jika proses perumusan tidak dilakukan secara tepat dan komprehensif, hasil kebijakan yang dirumuskan tidak akan mencapai tataran yang optimal. Pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free) sehingga berbagai kepentingan akan selalu mempengaruhi terhadap proses pembuatan kebijakan.

2. Tahap implementasi

Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya.

3. Tahap review

Policy review dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Review kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Review kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah-masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

4. Tahap Agenda Setting

(12)

Pemetaan adalah proses penetapan pencapaian Standar Nasional Pendidikan melalui gap analisis antara kondisi satuan pendidikan terhadap Standar Nasional Pendidikan. Hasil pemetaan akan terkumpul data capaian Standar Nasional Pendidikan pada setiap satuan pendidikan yang akan diagregasi pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. PP 19 passal 66 (penjelasan) menyebutkan pemetaan diambil dari data hasil ujian nasional sedang pasal 68 menyebutkan pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan diambil dari hasil ujian nasional. Teerkait penjaminan mutu, PP 19 pasal 91 (penjelasan) menjelaskan bahwa satuan pendidikan melakukan penjaminan mutu pendidikan agar memenuhi atau melampaui SNP.

2.3.2 Prosedur Pemetaan

(13)

Integrasi proses perencanaan pemetaan dari berbagai unit di kementerian pendidikan harus dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. menetapkan jumlah sasaran satuan pendidikan secara nasional yang di breakdown ke setiap provinsi dan kab/kota (sasaran pemetaan di IKK LPMP tahun 2012 adalah 35% atau 95.716 dari total satuan pendidikan 273.477. Sasaran supervisi dan fasilitasi tahu 2012 adalah sebesar 15% atau 41.021 satuan pendidikan. Sasaran IKU penjaminan mutu di Renstra Kementerian Pendidikan tahun 2012 adalah 60% satuan pendidikan melakukan penjaminan mutu. Akumulasi angka penjaminan mutu berasal dari pemetaan, supervise dan fasilitasi yang berjumlah 5 % satuan pendidikan. Kebijakan Kepala Badan PSDMK dan PMP menyatakan bahwa pada tahun 2013 tidak ada satuan pendidikan yang tidak difasilitasi oleh LPMP, dan tidak ada Pendidik yang tidak difasiltasi oleh Badan PSDMK dan PMP. Oleh sebab itu pemetaan, supervise, dan falisitasi harus menjangkau seluruh satuan pendidikan dan strategi golden triangle: integrasi proses, bebrbagi sumber daya, dan dukungan TI

2. menetapkan sasaran setiap provinsi dan jumlah anggaran yang digunakan

3. Jumlah satuan pendidikan di tiap provinsi untuk disusun pentahapan pemetaan mutu dengan periode waktu tertentu: selesai tahun 2014 (tahap pre kondisi).

4. Hasil peta mutu tahap prekondisi sebagai tolok ukur upaya supervise dan fasilitasi satuan pendidikan untuk memenuhi/melampaui SNP

5. Kondisi satuan pendidikan setelah dipetakan, disupervisi, dan difasilitasi dilakukan siklus yag sama tahun berikutnya untuk dilihat peningkatannya.

6. Instrumen Pemetaan yang telah diverifikasi dan validasi tim pengembang

B. Pelaksanaan

1. Pelaksanaan pemetaan dilakukan oleh semua LPMP bekerja sama dengan dinas kabupaten/kota dan satuan pendidikan untuk menyusun peta pencapaian SNP.

(14)

3. Tahapan kegiatan dibuat secara hirarki dan kronologis serta harus ada deadline (time limit)

4. Pelaksanaan kegiatan harus dikontrol dan dikendalikan sehingga jika ada masalah dapat segera ditanggulangi

C. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada semua tahapan pemetaan dalam rangka menyusun tindakan perbaikan

D. Perbaikan berkelanjutan

Perbaikan selalu dilakukan terhadap semua tahapan pemetaan mutu untuk menghasilkan sesuatu karya yang lebih baik.

(15)

BAB III

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa

1. Perencanan pendidikan adalah penggunaan analisa yang bersifat rasional dan sistematik terhadap proses pengembangan pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan pendidikan lebih efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan dan tujuan murid serta masyarakat.

2. Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan pendidikan meliputi : 1) Mengumpulkan informasi dan analisis data; 2) Mengidentifikasi kebutuhan; 3) Mengidentifikasi tujuan dan prioritas; 4) Membentuk alternatif penyelesaian; 5) Mengimplementasi, menilai dan memodifikasi.

3. Pada setiap tahap siklus kebijakan perlu disertai dengan penerapan pendekatan (approaches) yang sesuai, sehingga dapat menentukan tingkat efektifitas dan keberhasilan suatu kebijakan.

4. Proses penetapan kebijakan adalah proses yang siklis dan kontinu yang terdiri dari 3 tahap utama yaitu : policy formulation (perumusan kebijakan), policy implementation (penerapan kebijakan), dan policy review (evaluasi kebijakan). 5. Tahap-tahap tersebut dalam siklus kebijakan saling berhubungan, tergantung,

(16)

DAFTAR PUSTAKA

William Dunn. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 1998, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 24

Soenarya, E. 2000. Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Adicita. Yogyakarta.

Vebriarto. 1982. Pengantar Perencanaan Pendidikan. Penerbit Paramita. Yogyakarta. Abin, S. Makmun, dkk. 2001. Perencanaan Pembangunan Pendidikan. Depdiknas. Jakarta.

Gambar

Gambar siklus kebijakan model Anderson

Referensi

Dokumen terkait

(1) Pedoman Teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, pengelola puskesmas, perencana bangunan puskesmas, penyedia jasa

Lebih lanjut dinyatakan bahwa standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku

Salah satu bentuk nyata dari pengkomunikasian hasil riset oleh Fakultas Pertanian dan Bisnis adalah melalui kegiatan Seminar Nasional, namun kami memakai istilah Konser Karya Ilmiah

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan untuk menguji 10 isolat Bacillus dalam menghambat BDB secara in vitro dan kemampuannya memacu pertumbuhan bibit

(TPS). Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang ada dalam penilitian ini adalah. 1) Bagaimanakah proses pembelajaran matematika melalui model pembelajaran

Tes validitas ini hanya diterapkan pada variabel yang menggunakan skala ordinal atau skala likert yaitu variabel preferensi konsumen dan atribut produk. 211)

Dalam pengadaan dan penggunaan suatu mesin, timbul berbagai jenis ongkos yang biasanya bisa diklasifikasikan sbb :.. - Harga awal

Cadangan penurunan nilai diakui ketika ada bukti objektif (seperti kesulitan keuangan signifikan pada pihak lawan atau gagal bayar atau penundaan pembayaran