.1. Konsep Medis Sindrom Steven Jhonson .1.1. Definisi
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner & Suddarth, 2013).
Stevens Jhonson sindrom adalah gangguan imunologi diwujudkan dalam kulit melalui lesi kulit, suhu tubuh tunggi dan vesikel di daerah sekitar mata, alat
genitalia dan mulut. Penelitian menunjukkan bahwa sindrom tersebut merupakan suatu bentuk dari reaksi alergi terhadap obat-obatan tertentu seperti antibiotik,
antikonvulsan dan antiinflammotory non steroid. Juga dapat dipicu oleh penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. (Barnes, 1994).
.1.2. Anatomi fisiologi 1. Anatomi
Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif, dan mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2 sampai 2,3
m3 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit tersebut
adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan. Apendiks kulit terdiri atas
rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjat sebasea (Patricia Gonce, 2011).
(Gbr 1 - 1 Anatomi kulit) a. Epidermis
Menurut (Sylvia Anderson, 2005) epidermis dibagi menjadi dua lapisan utama: stratum sel bertanduk tak berinti (stratum corneum, atau lapisan
bertanduk) dan bagian dalam, lapisan malphigi, dari lapisan sel bertanduk
permukaan yang timbul akibat diferensiasi. Lapisan malpighi dibagi lagi menjadi
subbagian yaitu stratum granulosum, lapisan sel basal (stratum germinativum), dan stratum spinosum. Stratum malfigi ini merupakan asal sel-sel permukaan bertanduk setelah mengalami proses diferensiasi. Stratum malfigi dibagi menjadi:
stratum granulosum, lapisan sel basal (stratum germinativum), dan stratum spinosum. Lapisan basal sebagian besar terdiri dari sel epidermal tak
berdiferensiasi yang terus-menerus mengalami mitosis memperbarui epidermis dan salah satu sel anak tetap pada lapisan basal untuk membelah lagi sementara sel lain berpindah keluar menuju stratum spinosum. Sel diferensiasi utama pada
fibrosa. Sel utama kedua pada epidermis (setelah kreatinosit) adalah melanosit, ditemukan pada lapisan basal. Rasio sel basal terhadap melanosit adalah 10:1.
Stratum granulosum berada langsung dibawah stratum korneum dan memiliki fungsi penting dalam menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum. Keratinosit dari lapisan basal bentuknya silindris; sel-sel ini menjadi polihedral
pada waktu berada dalam stratum spinosum, menjadi semakin pipih dalam lapisan granular dan menjadi lamelar pada stratum korneum. Keratinosit mensintesis
tonofilamen, protein berfilamen (Sylvia Anderson, 2005). b. Dermis
Menurut (Sylvia Anderson, 2005) dermis terletak tepat dibawah epidermis dan terdiri dari serat kolagen, elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi
dasar. Di bawah dermis adalah lapisan kulit ketiga, yaitu lemak subkutan yang memberikan bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan panas tubuh, dan
simpanan energi. Kelenjar keringat terdapat hampir disemua tempat pada kulit kecuali telinga dan bibir. Kelenjar-kelenjar ini membantu mempertahankan temperatur tubuh yang sesuai. Kelenjar sebasea merupakan struktur lobular yang
terdiri dari sel yang terisi lipid, dan terutam hormon androgenik yang secara hormonal mengatur aktivitasnya. Kelenjar apokrin terutama ditemukan di aksila,
kulit genital disekitar puting susu, dan daerah perianal; kelenjar ini berperan pada bau ketiak bila bakteri apokrin mendekomposisi sekresi. Rambut terbentuk dari kreatin. Melalui proses diferensiasi yang ditentukan sebelumnya, sel epidermal
dihasilkan oleh sel epidermis matriks kuku dan terletak di bawah bagian proksimal lempeng kuku pada dermis (Sylvia Anderson, 1995).
c. Hipodermis atau jaringan subkutan
Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan
terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu, lemak di
lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori (Patricia Gonce, 2011).
2. Fisiologi
Menurut (Brunner & Suddarth, 2001) fungsi kulit sebagai berikut : a. Perlindungan
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm saja, padahal kulit memberikan perlindungan yang sangat efektif
terhadap invasi bakteri dan benda asing lainnya. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terus-menerus menjadi didaerah tersebut. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan
mekanis dan keuletan lewat jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah
kulit yang terlibat dan status vaskuler. b. Sensibilitas
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit tubuh untuk memantau secara terus-menerus keadaan lingkungan di sekitarnya. Fungsi utama reseptor
pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan.
c. Keseimbangan air
Bila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar dapat hilang dengan cepat sehingga bisa terjadi kolaps
sirkulasi, syok serta kematian. d. Pengaturan suhu
Tubuh secara terus-menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang terutama
lewat kulit. Evaporasi dari kulit akan membantu kehilangan kulit panas lewat konduksi. Panas dihantarkan lewat kulit kedalam molekul-molekul air pada
permukaannya sehingga air tersebut mengisat. Air pada permukaan kulit dapat berasal dari perspirasi yang tidak terasa, keringat atau pun lingkungan.
Pengeluaran keringat merupakan proses yang digunakan tubuh untuk mengatur
laju kahilangan panas. Pengeluaran keringat tidak akan terjadi sebelum suhu internal tubuh melampaui 37oC tanpa tergantung pada suhu kulit. Pada hawa
lingkungan yang sangat panas, laju produksi keringat dapat setinggi 1 L/jam. e. Produksi vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D (kolekalsiferol). Vitamin D merupakan
unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan menyebabkan deformitas
tulang.
f. Fungsi respon imun
Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel Langerhans, interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan
subkelompok limfosit T) merupakan komponen penting dalam sistem imun.
Sindrom Stevens Johnson jarang terjadi masyarakat dan orang memiliki reaksi tak terduga. Seorang dokter mungkin tidak dapat menemukan alasan yang
tepat, namun biasanya disebabkan oleh infeksi atau jenis obat obatan. Obat-obatan yang dapat menyebabkan sindrom stevens johnson adalah terapi radiasi obat anti gout, obat untuk melawan infeksi seperti penisilin obat untuk mengobati kejang
atau bentuk penyakit mental, rasa sakit seperti acetaminophen, natrium naproxen, atau ibuprofen atau infeksi yang bisa menyebabkan sindrom stevens johnson
termasuk HIV, hepatitis, pneumonia dan herpes (Thomas C. Weiss, 2015).
Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam buku Brunner dan Suddarth, 2010)
sindrom steven jhonson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi
terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering terlibat.
.1.4. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan
IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama,
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Arif Mutaqqin, 2011).
kompleks ini bertumpuk dalam jaringan, terdapat dua faktor yang turut
menimbulkan cedera, yaitu peningkatan jumlah kompleks imun yang beredar dan
adanya amina vasoaktif. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dan cedera jaringan (Brunner & Suddarth, 2001).
Dan reaksi alergi tipe 4 terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak dengan
alergen. Reaksi ini diantarai oleh makrofag dan sel-sel T yang sudah tersensitisasi. Sel-sel T yang tersensitisasi akan bereakasi dengan antigen pada tempat
penyuntikan. Pelepasan limfokin akan menarik, mengaktifkan dan
mempertahankan sel-sel makrofag pada tempat tersebut. Lisozim yang dilepas oleh sel-sel makrofag akan menimbulkan kerusakan jaringan (Brunner &
Suddarth, 2001).
Sindrom steven jhonson berperan lebih luas pada nekrosis epidermis dan radang pembuluh darah kecil di dermis. Mungkin, obat-obat antigen dinyatakan hanya pada keratinosit, tidak di pembuluh darah. Bahkan, adanya limfosit
My Mapping
Alergi obat Infeksi mikroorganisme Neoplasma Makanan
Sindrom Steven Jhonson
Reaksi alergi tipe III Reaksi alergi tipe IV Kompleks antigen-antibodi Sel T ↑
Masuk kedalam jaringan Limfosit & sitotoksin
kapiler terlepas
Sel mast ↑ Jaringan kapiler rusak
Akumulasi netrofil
Reaksi radang Jaringan kulit dan mukosa
eritema
Kerusakan selaput Inflamasi dermal dan epidermal lendir dan orifisium
Lesi kulit Lesi mukosa
Kulit terkelupas Gangguan menelan
- Nyeri akut Resiko kekurangan - Kurang pengetahuan volume cairan
.1.5. Manifestasi klinis
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven jhonson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia
(nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang
kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di
sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka
bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi.
Pada kasus kelainan mukosa yang berat bisa terdapat bahaya timbulya kerusakan laring, bronkus atau esofagus akibat ulserasi. Bula yang besar dan
flaksid terjadi pada sebagian daerah pada sebagian daerah lainnya terdapat
pengelupasan epidermis yang luas sehingga jaringan dermis di bawahnya terpajan.
Kuku jari tangan, kuku jari kaki, alis dan bulu mata bisa terlepas bersama dengan epidermis si sekitarnya. Kulit terasa sangat nyeri ketika disentuh dan kehilangan kulit menimbulkan permukaan yang basah serupa dengan luka bakar derajat dua
diseluruh tubuh. Dengan demikian, keadaan ini juga disebut scalded skin syndrom atau sindrom kulit terbakar (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah
komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif :
1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera. 2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar. 3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk
mengangkat kulit yang rusak.
4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen. 5. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
6. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin. 7. Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.
8. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.
9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.
10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.
11. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika
membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat. .1.7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan histologik terhadap sel-sel kulit dibeku dinginkan dari sampel lesi yang baru dan pemeriksaan sito diagnosis bahan seluler dari daerah kulit yang
baru saja terkelupas harus dilaksanakan. Riwayat penggunaan obat yang diketahui berkaitan dalam mencetuskan sindrom steven jhonson dapat menegaskan reaksi
terjadinya eritema multiformis pernah dikemukakan kendati tidak dapat dipastikan pada semua kasus (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
.1.8. Komplikasi
Menurut (Thomas C. Weiss, 2015) sindrom steven jhonson memiliki
sejumlah komplikasi sebagai berikut :
a. Infeksi kulit sekunder atau selulitis : selulitis dapat mengakibatkan
komplikasi yang mengancam jiwa, termasuk sepsis.
b. Kerusakan organ internal : kondisi ini akan mempengaruhi organ-organ internal seseorang. Namun hal ini mungkin menyebabkan radang ginjal atau hati seseorang.
c. Infeksi darah (sepsis) : sepsis terjadi ketika bakteri dan infeksi memasuki alirang darah seseorang dan menyebar keseluruh tubuh seseorang. Sepsis
adalah suatu kondisi yang dengan cepat berkembang, mengancam kehidupan yang dapat menyebabkan shock.
d. Mata : Masalah ruam disebabkan oleh sindrom steven jhonson dapat
menyebabkan peradangan mata seseorang. Dalam kasus ringan, ini mungkin
menyebabkan mata kering dan iritasi. Dalam kasus parah, dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas dan jaringan parut
mengakibatkan kebutaan.
e. Kerusakan kulit permanen : Ketika kulit seseorang tumbuh kembali setelah
sindrom steven jhonson, mungkin benjolan tidak ada lagi dan orang yang terkena mungkin juga memiliki jaringan parut. Masalah kulit dapat
menyebabkan rambut rontok dan kuku mungkin tidak tumbuh sebagaimana
mestinya.
penglihatan dan mengakibatkan retraksi serta pembentukan sikatriks pada konjungtiva dan lesi kornea.
.2. Konsep Keperawatan Sindrom Steven Jhonson .2.1. Pengkajian
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat harus dilakukan, dan penampilan kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang normal
diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah timbul daerah-daerah bula yang baru. Perembasan cairan dari bula dipantau untuk memantau jumlah, warna
dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk mendeteksi pembentukan bula dan lesi yang terkelupas harus dilakukan setiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari untuk menemukan keluhan gatal, terbakar dan kekeringan pada mata.
Kemampuan pasien menelan dan meminum cairan, di samping kemampuan berbicara secara normal, ditentukan.
Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan diberikan perhatian khusus terhadap keberadaan serta karakter demam di samping terhadap frekuensi, dalam
serta irama pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan jumlah sekresi
respiratorius dicatat. Pemeriksaan untuk menilai panas yang tinggi, takikardia dan
kelemahan serta rasa lelah yang ekstrim sangat penting, karena semua ini menunjukkan proses nekrosis epidermis, peningkatan kebutuhan metabolik dan kemungkinan pelepasan jaringan mukosa gastrointestinal serta respiratorius.
Volume urin, berat jenis dan warnanya harus dipantau. Tempat pemasangan jarum infus diinspeksi untuk menemukan tanda-tanda infeksi setempat. Berat badan
pasien dicatat setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan tingkat
harus dilakukan. Mekanisme koping dasar yang dimiliki pasien dinilai dan strategi koping yang efektif diidentifikasi (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
.2.2. Diagnosa keperawatan
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) berdasarkan data-data hasil
pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan pasien yang utama dalam mencakup :
1. Kerusakan integritas jaringan (oral, mata dan kulit) yang berhubungan dengan pelepasan jaringan epidermis.
2. Kurang volume cairan dan kehilangan elektrolit yang berhubungan dengan kehilangan cairan dari daerah kulit yang terkelupas.
3. Resiko terhadap perubahan suhu (hipotermia) yang berhubungan dengan kehilangan panas yang terjadi akibat kehilangan kulit.
4. Nyeri yang berhubungan dengan kulit yang terkelupas, lesi oral dan kemungkinan infeksi.
5. Ansietas yang berhubungan dengan penampilan fisik kulit dan prognosis penyakit.
Menurut diagnosa keperawatan (NANDA, 2014) :
1. Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan agen farmasi. 2. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan cedera agen biologis.
3. Kurang pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurang informasi. 4. Resiko kekurangan volume cairan (00028) berhubungan dengan penurunan
volume cairan yang aktif.
.2.3. Intervensi keperawatan
Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan sindrom steven jhonson (Bulechek, 2013 dan Herdman, 2014) sebagai berikut :
NOC :
1. Kerusakan integritas : kulit dan membran mukosa 2. Penyembuhan luka
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien akan menunjukkan integritas jaringan : kulit dan membran mukosa yang baik (1101)
dengan kriteria hasil:
9. Pertumbuhan rambut pada kulit (110109) 10. Kerusakan kulit (110110)
11. Pigmentasi abnormal (110111) 12. Lesi kulit (110112)
13. Lesi membran mukosa (110113) 14. Jaringan bekas luka (110114) 15. Kulit terkelupas (110115)
1. Amati kulit dan membran mukosa adanya kemerahan, kehangatan, dan edema. 2. Amati ekstremitas adanya perubahan warna, kehangatan, bengkak, berdenyut,
tekstur, edema, dan ulserasi.
3. Amati kondisi inisisi badan jika diperlukan.
4. Gunakan alat penilaian untuk mengidentifikasi pasien terhadap faktor resiko kerusakan kulit.
5. Pantau warna kulit dan temperatur.
6. Pantau kulit dan membran mukosa pada area yang mengalami perubahan warna, memar, dan kerusakan.
7. Pantau adanya ruam dan lecet pada kulit.
10. Pantau adanya infeksi terutama pada area yang edema. 11. Amati pakaian yang membuat sesak.
12. Laporkan perubahan kulit dan membran mukosa.
13. Lakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan kulit seperti tampilan kasur dan jadwalkan perubahan posisi.
14. Ajarkan kepada keluarga tentang tanda dan kerusakan kulit.
Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen biologis (00132). NOC :
1. Tingkat nyeri 2. Kontrol nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat mengontrol nyeri (2101) dengan kriteria hasil :
1. Nyeri berkurang (210201)
2. Lamanya nyeri berlangsung (210204) 3. Menggosok terpengaruh daerah (210221) 4. Mengerang dan menangis (210117) 5. Ekspresi wajah yang sakit (210206) 6. Kegelisahan (210208)
15. Hilangnya nafsu makan (210215) 16. Mual (210227)
17. Intoleransi makanan (210228) 18. Pernapasan (210210)
19. Apikal denyut jantung (210211) 20. Nadi (210220)
21. Tekanan darah (210212) 22. Keringat (210214) NIC :
1. Kaji tingkat nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekwensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasinya.
3. Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup untuk membantu mengurangi rasa nyeri. 4. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali. 6. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan.
7. Gunakan terapi komunikasi strategi pada pasien untuk menanggapi rasa sakit. 8. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nonfarmakologi sebelum atau sesudah
rasa sakit meningkat.
9. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
10. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
11. Berikan informasi yang lengkap dan akurat untuk mendukung pengetahuan keluarga terhadap respon nyeri pasien.
12. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.
13. Evaluasi efektivitas pengendalian nyeri yang digunakan untuk menilai lamanya rasa sakit.
Diagnosa 3 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume cairan yang aktif (00028).
NOC :
1. Keseimbangan cairan 2. Hidrasi
3. Status nutrisi : makanan dan intake cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu memenuhi kebutuhan cairan dengan indikator status nutrisi : asupan makanan dan cairan dapat teratasi (1008) dengan kriteria hasil : 1. Asupan oral (100801)
2. Tabung asupan makan (100802) 3. Asupan cairan oral (100803) 4. Asupan cairan intravena (100804) 5. Asupan nutrisi parenteral (100805) NIC :
1. Berikan cairan oral.
4. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan.
5. Monitor intake nutrisi. 6. Monitor turgor kulit.
7. Monitor lingkungan selama pasien makan.
8. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi. 9. Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN,
osmolalitas urin, albumin, total protein). 10. Monitor vital sign setiap 15 menit - 1 jam.
11. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT sehingga intake cairan adekuat dapat dipertahankan.
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (00126). NOC :
1. Pengetahuan proses penyakit 2. Pengetahuan perilaku sehat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kurangnya
pengetahuan dapat diatasi dengan indikator pasien menunjukkan perawatan penyakit dan pengobatan (1844) dengan kriteria hasil :
1. Penyebab dan faktor (184401) 2. Tentu saja biasa penyakit (184402)
3. Manfaat dari manajemen penyakit (184403) 4. Tanda dan gejala penyakit (184404)
5. Tanda dan gejala komplikasi (184405)
6. Stategies untuk mencegah komplikasi (184406)
7. Stategies untuk mencegah mengekspos orang lain terhadap penyakit (184407) 8. Stategies untuk mengelola kenyamanan (184408)
9. Pilihan pengobatan (184409)
10. Pilihan penggunaan non resep obat (184410) 11. Penggunaan yang tepat dari obat resep (184411) 12. Efek terapeutik obat (184412)
13. Efek samping obat (184413) NIC :
1. Instruksikan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala berlanjut ke petugas
kesehatan.
2. Identifikasi perubahan-perubahan kondisi fisik pada pasien.
5. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat.
6. Berikan informasi kepada keluarga tentang kemajuan kesehatan pasien. 7. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi atau mengontrol proses penyakit.